Angulimala adalah contoh tokoh yang naif.... Walau membunuh sedemikian banyaknya orang, bahkan hendak membunuh Sang Buddha, namun sekali Sang Buddha berhasil menunjukkan kesalahannya, sekali ia berubah langsung masuk ke jalan yang benar hingga mencapai Kerahatan.
Devadatta adalah contoh tokoh yang licik... Meski sebelumnya tidak pernah membunuh dan selalu mendengarkan Buddhadharma namun hatinya penuh intrik dan ambisi. Sekali mendapatkan kesempatan ia langsung hendak membunuh Sang Buddha sehingga akhirnya terlempar ke Neraka Avicci.
Manakah yang lebih baik, silahkan putuskan sendiri
Saya tidak bisa putuskan yang mana lebih baik, apalagi hanya dari satu kasus.
Tapi kisah ini pun memang bagus. Devadatta, walaupun dia licik, tapi punya pemikiran sendiri. Tanpa perlu dinasihati secara khusus
ia menjadi sadar sendiri dan berpegang keyakinan penuh pada Buddha Gotama. Maka walaupun masuk Avici yang mengerikan, pada saatnya berakhirnya kamma di Avici, ia akan terlahir menjadi manusia dan mencapai pencerahan sebagai Pacceka Buddha.
Sebaliknya Angulimala yang baik, karena kenaifannya, mudah sekali dijerumuskan oleh gurunya. Tidak bisa membedakan mana yang benar dan yang salah, hanya membuta terhadap perkataan gurunya, ingin membunuh 1000 orang, bahkan hampir membunuh ibunya sendiri, kalau bukan digagalkan oleh Buddha.
Manakah yang lebih baik? Tergantung sudut pandang. Jika anda mampu menilai secara objektif, maka bisa melihat keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan (yang kadang fatal). Itu sebabnya saya katakan tidak tahu yang mana yang lebih baik. Entahlah kalau anda punya kecenderungan tersendiri terhadap salah satunya.