//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - wen78

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8 9 10 11 ... 68
46
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 29 September 2010, 12:10:22 PM »
seseorang boleh saja berpikir untuk melakukan pembunuhan terhadap orang lain, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya selama belum diwujudkan dalam perbuatan. vinaya baru bertugas setelah adanya perbuatan. seorang bhikkhu juga boleh saja berpikir untuk bermain gitar, piano, atau apapun, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya, hanya setelah pikiran itu diwujudkan dalan perbuatan, saat itulah pelanggaran terjadi.

pelanggaran mungkin masih bisa ditoleransi seandainya dalam kasus menolong nyawa seseorang, tapi hanya demi bersenang2 dengan sekelompok anak muda, saya kira sama sekali tidak ada alasan untuk itu, mungkin Bro Wen jika mengenal ybs membantu menanyakan alasannya agar kita bisa menyelesaikan pelomik ini dalam tingkat forum DC.

saya hanya menambahkan,

sang Buddha mengajarkan agar selalu sadar atas apa yg timbul dan lenyap pada pikiran, baik pikiran baik maupun pikiran buruk, yg dipengaruhi oleh faktor seperti keinginan, ego, dll. ketika sadar apa yg ada dipikiran adalah pikiran buruk, maka pikiran kembali akan memberikan nilai/label bahwa ini adalah pikiran tidak baik yg tidak boleh dipikirkan/diikuti terus dan harus dilepaskan.
jadi pada tahap pikiran, sebenarnya sudah diajarkan apa yg seharusnya dan yg tidak seharusnya ada dalam pikiran.



saya tidak mengenal ybs, dan bila kenalpun, saya tidak berani menanyakan alasannya.
bagi saya, sebenarnya tidak terjadi polemik, hanya terjadi perbedaan pendapat dan sedikit perdebatan.

kita sedang membicarakan VINAYA Bro, Ajaran Sang Buddha dalam dirangkum menjadi SILA, SAMADHI, dan PANNA. apa yang anda uraikan di atas saya setujui sepenuhnya, dan memang demikianlah yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam konteks SAMADHI (Pikiran yang lebih tinggi), tapi di sini kita sedang membicarakan mengenai aspek SILA(moralitas) dalam hal ini VINAYA. bisakah anda membedakan?

Terlebih lagi, apa yg ada dalam pikiran seseorang mustahil dapat kita perdebatkan di sini, bahkan seandainya ada di antara kita yg memiliki kesaktian membaca pikiran. Karena isi pikiran tidak bisa difoto dan ditampillkan di FB. tapi dari perilaku yg terdapat dalam foto, kita dapat menilai kurang lebih seperti apa pikiran ybs.

yg biru,
ini berarti kembali lagi kesebelumnya bahwa menilai sebuah perilaku, tanpa menilai alasannya, yg berarti memisahkan perilaku dan alasan.

yg hijau,
benar, isi pikiran tidak bisa difoto, sehingga tidak ada yg tau isi pikiran ybs. jadi untuk apa dibahas dan diperdebatkan?
ini sama halnya seperti menilai sebuah buku tanpa melihat isinya. menilai kelakuan seorang bhikku tanpa melihat alasannya.

seperti yg sebelumnya yg saya katakan, bagi saya ini sudah terjadi persidangan. namun bila suara mayoritas mengatakan tidak, ya gpp juga.. saya hanya mengikuti suara mayoritas.




kita sedang membicarakan VINAYA Bro, Ajaran Sang Buddha dalam dirangkum menjadi SILA, SAMADHI, dan PANNA. apa yang anda uraikan di atas saya setujui sepenuhnya, dan memang demikianlah yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam konteks SAMADHI (Pikiran yang lebih tinggi), tapi di sini kita sedang membicarakan mengenai aspek SILA(moralitas) dalam hal ini VINAYA. bisakah anda membedakan?

Terlebih lagi, apa yg ada dalam pikiran seseorang mustahil dapat kita perdebatkan di sini, bahkan seandainya ada di antara kita yg memiliki kesaktian membaca pikiran. Karena isi pikiran tidak bisa difoto dan ditampillkan di FB. tapi dari perilaku yg terdapat dalam foto, kita dapat menilai kurang lebih seperti apa pikiran ybs.
Suatu ketika, senior mendapat laporan bahwa di suatu pesta, terlihat seorang bhiksu menggendong wanita mabuk.
Senior: "Ngapain kamu ada di pesta?"
Junior: "Diundang umat boss, bukan kemauan saya."
Senior: "Lalu ngapain gendong cewek mabok?"
Junior: "Sekadar menolong, daripada cewek itu terkapar di lantai."
Senior: "Bukan karena nafsu?"
Junior: "Bukan."
Senior: "OK, kamu bebas sepenuhnya dari kesalahan."

3 bulan kemudian, terlihat 500 bhiksu di pesta sedang menggendong masing-masing cewek mabok. Ketika ditanya seniornya, semua menjawab alasan yang PERSIS sama. Dengan begitu, tidak ada vinaya yang dilanggar.


Disclaimer: ini adalah fiksi satir belaka, tidak ada hubungannya dengan kenyataan.


baik, hanya ingin melihat dari vinaya secara baku? silahkan ke
http://dhammacitta.org/perpustakaan/peraturan-kedisiplinan-bhikkhu-panduan-untuk-umat-awam/
ke halaman 4, bagian Sanghādisesa, peraturan ke-2.
"Larangan melakukan kontak fisik dengan seorang wanita dengan niat penuh gairah. Karena peraturan inilah maka seorang bhikkhu menghindari kontak  fisik  dengan  seorang  wanita,  terutama  ketika  makanan,  minuman  atau apapun diberikan secara langsung kepada seorang bhikkhu. "

IMO, cerita fiksi diatas adalah cerita yg terlalu dipaksakan dan IMO, sebuah contoh dimana senior tidak memiliki kecerdasan dan tidak memiliki otak untuk berpikir, dan adalah seorang senior yg hanya menelan bulat semua jawaban senior tanpa dicerna terlebih dahulu.















all:

sang Buddha mengatakan:
 "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah berbicara dengan wanita. Jika kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

dan dalam vinaya dikatakan/diartikan/ditafsirkan menjadi:
"Larangan melakukan kontak fisik dengan seorang wanita dengan niat penuh gairah. Karena peraturan inilah maka seorang bhikkhu menghindari kontak  fisik  dengan  seorang  wanita,  terutama  ketika  makanan,  minuman  atau apapun diberikan secara langsung kepada seorang bhikkhu. "

sehingga, mohon gunakan kebijaksanaan dalam menelaah kalimat sang Buddha yang mengatakan:
"aku bertekad untuk tidak menikmati musik, tarian, dan hiburan-hiburan lainnya."



sekian dan terima kasih

47
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 29 September 2010, 01:42:00 AM »
seseorang boleh saja berpikir untuk melakukan pembunuhan terhadap orang lain, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya selama belum diwujudkan dalam perbuatan. vinaya baru bertugas setelah adanya perbuatan. seorang bhikkhu juga boleh saja berpikir untuk bermain gitar, piano, atau apapun, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya, hanya setelah pikiran itu diwujudkan dalan perbuatan, saat itulah pelanggaran terjadi.

pelanggaran mungkin masih bisa ditoleransi seandainya dalam kasus menolong nyawa seseorang, tapi hanya demi bersenang2 dengan sekelompok anak muda, saya kira sama sekali tidak ada alasan untuk itu, mungkin Bro Wen jika mengenal ybs membantu menanyakan alasannya agar kita bisa menyelesaikan pelomik ini dalam tingkat forum DC.

saya hanya menambahkan,

sang Buddha mengajarkan agar selalu sadar atas apa yg timbul dan lenyap pada pikiran, baik pikiran baik maupun pikiran buruk, yg dipengaruhi oleh faktor seperti keinginan, ego, dll. ketika sadar apa yg ada dipikiran adalah pikiran buruk, maka pikiran kembali akan memberikan nilai/label bahwa ini adalah pikiran tidak baik yg tidak boleh dipikirkan/diikuti terus dan harus dilepaskan.
jadi pada tahap pikiran, sebenarnya sudah diajarkan apa yg seharusnya dan yg tidak seharusnya ada dalam pikiran.



saya tidak mengenal ybs, dan bila kenalpun, saya tidak berani menanyakan alasannya.
bagi saya, sebenarnya tidak terjadi polemik, hanya terjadi perbedaan pendapat dan sedikit perdebatan.

48
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 28 September 2010, 08:18:55 PM »
bro indra, perilaku/tindakan akan selalu diikuti pikiran, dan pikiran bisa tidak diikuti oleh perilaku/tindakan(alias NATO: No Action Think only).

bila anda mo memecahkan menjadi dua bagian yg terpisahakan. maaf, saya tidak bisa mengikuti diskusi anda ini.

sekian dan terima kasih

49
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 28 September 2010, 08:06:44 PM »
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

mungkin terlewat oleh Bro Kainyn, jadi saya lanjutkan dulu

apakah main gitar adalah perilaku atau pikiran?
bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.


apakah alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku atau pikiran?
alasan bermain gitar adalah pikiran
motivasi bermain gitar adalah keinginan
alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku

kalau begitu dapat disimpulkan kalau bermain gitar adalah perilaku dengan alasan yg berasal dari pikiran. apakah ini termasuk dalam cakupan vinaya? sebelumnya anda sudah setuju bahwa vinaya mengatur perilaku.

itu kesimpulan bro Indra, bukan saya.  lalu... ???


saya menyimpulkan berdasarkan pernyataan anda, kalau saya salah menyimpulkan, bagaimanakah kesimpulan anda?
main gitar adalah bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.
semua tergantung alasannya. maka alasannya main gitar apa?

Quote
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

Bro wen78 katakan vinaya mengatur perilaku. Namun itu tidak selaras dengan perkataan sebelumnya di mana alasan dari perilaku yang menentukan seseorang melanggar vinaya atau tidak.


[...]
tanyakan langsung alsannya ia bermain gitar, baru memberikan label/nilai apakah dia melanggar atau tidak melanggar.

bro Kainyn_Kutho, dimana letak ketidak-selarasannya?
vinaya mengatur perilaku para bhikku, dan setiap perilaku/tindakan bhikku ada penyebab, maksud, dan tujuan dibaliknya, yg disebut alasan.
alasan ini yg akan dipertanyakan ketika dianggap telah melakukan sebuah pelanggaran.

bila vinaya mengatur perilaku diartikan bahwa perilaku bhikku tunduk pada vinaya apapun alasannya, ini bukanlah pemahaman saya.
IMO, akan menurunkan kualitas bhikku itu sendiri, dimana bhikku menjadi tidak sadar atas apa yg seharusnya dilakukannya dan apa yg tidak seharusnya dilakukannya, melainkan semuanya mengikuti pada vinaya.

bukankah anda sendiri menyetujui bahwa "Vinaya mengatur Perilaku"? kok sekarang dibatalkan?
dimana saya membatalkannya?

50
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 28 September 2010, 07:57:35 PM »
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

mungkin terlewat oleh Bro Kainyn, jadi saya lanjutkan dulu

apakah main gitar adalah perilaku atau pikiran?
bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.


apakah alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku atau pikiran?
alasan bermain gitar adalah pikiran
motivasi bermain gitar adalah keinginan
alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku

kalau begitu dapat disimpulkan kalau bermain gitar adalah perilaku dengan alasan yg berasal dari pikiran. apakah ini termasuk dalam cakupan vinaya? sebelumnya anda sudah setuju bahwa vinaya mengatur perilaku.

itu kesimpulan bro Indra, bukan saya.  lalu... ???


Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

Bro wen78 katakan vinaya mengatur perilaku. Namun itu tidak selaras dengan perkataan sebelumnya di mana alasan dari perilaku yang menentukan seseorang melanggar vinaya atau tidak.


[...]
tanyakan langsung alsannya ia bermain gitar, baru memberikan label/nilai apakah dia melanggar atau tidak melanggar.

bro Kainyn_Kutho, dimana letak ketidak-selarasannya?
vinaya mengatur perilaku para bhikku, dan setiap perilaku/tindakan bhikku ada penyebab, maksud, dan tujuan dibaliknya, yg disebut alasan.
alasan ini yg akan dipertanyakan ketika dianggap telah melakukan sebuah pelanggaran.

bila vinaya mengatur perilaku diartikan bahwa perilaku bhikku tunduk pada vinaya apapun alasannya, ini bukanlah pemahaman saya.
IMO, akan menurunkan kualitas bhikku itu sendiri, dimana bhikku menjadi tidak sadar atas apa yg seharusnya dilakukannya dan apa yg tidak seharusnya dilakukannya, melainkan semuanya mengikuti pada vinaya.

51
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 28 September 2010, 03:52:29 PM »
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

mungkin terlewat oleh Bro Kainyn, jadi saya lanjutkan dulu

apakah main gitar adalah perilaku atau pikiran?
bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.


apakah alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku atau pikiran?
alasan bermain gitar adalah pikiran
motivasi bermain gitar adalah keinginan
alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku

52
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 28 September 2010, 02:56:57 PM »
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

53
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 27 September 2010, 08:50:45 PM »
bro Wen,

suatu pelanggaran terhadap Vinaya tetaplah pelanggaran terlepas dari apa motivasinya, apa motif di balik pelanggaran itu akan ditanya oleh Sangha dalam mengambil keputusan atas pelanggaran itu. setelah mendengarkan alasan dan pembelaannya maka selanjutnya Sangha memutuskan jenis pelanggaran itu serta sanksi yg harus ia jalani. di sini kita tidak berhak melakukan judgement atas suatu pelanggaran, jadi sejauh ini kita hanya mencoba membahas apakah terjadi pelanggaran atau tidak, hanya sejauh itu.

bagi saya, sudah terjadi sebuah persidangan di thread sebelah.

dan vonisnya adalah ? dalam persidangan tentu akan dihasilkan vonis. berbeda dengan anda saya melihat bahwa thread sebelah itu masih dalam koridor pro kontra terhadap adanya pelanggaran atau tidak, para pengikut "bhikkhu" tersebut mengatakan tidak ada pelanggaran, sebaliknya para penganut vinaya mengatakan ada pelanggaran.

memang belum ada vonisnya, tapi bila bro Indra adalah seorang bhikku dan foto anda ada disana dan dipertanyakan oleh umat apakah melanggar atau tidak melanggar walaupun dikatakan hanya sebatas membahas, apakah anda merasa sedang dalam persidangan?

54
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 27 September 2010, 08:17:41 PM »

*mengenai, dilarang menalar sang buddha..

, oh itu, kata saya kurang tepat mas, dimana kita wajib dan harus mempertanyakan dan merasakan kembali apa yg sang buddha ucapkan/ajarkan, ttg ke absahannya.

saya hanya mengikuti suara mayoritas forum ini.



bro Wen,

suatu pelanggaran terhadap Vinaya tetaplah pelanggaran terlepas dari apa motivasinya, apa motif di balik pelanggaran itu akan ditanya oleh Sangha dalam mengambil keputusan atas pelanggaran itu. setelah mendengarkan alasan dan pembelaannya maka selanjutnya Sangha memutuskan jenis pelanggaran itu serta sanksi yg harus ia jalani. di sini kita tidak berhak melakukan judgement atas suatu pelanggaran, jadi sejauh ini kita hanya mencoba membahas apakah terjadi pelanggaran atau tidak, hanya sejauh itu.

bagi saya, sudah terjadi sebuah persidangan di thread sebelah.



*dan sebuah pertimbangan lain,
bila menolong wanita tapi dikatakan melanggar vinaya, karena dikatakan tidak boleh dekat dengan wanita. apakah tidak terasa aneh? apakah tidak merasa ada yg salah?
yg membuat vinaya yg salah, apa pembacanya yg salah dalam mencerna vinaya tsb?


bagi saya pribadi, hal tersebut tidak ada yg aneh, dan tidak ada yg salah. dimana letak kesalahan dan keanehannya? jika anda merasakannya
&
Dalam kasus Tanzan (bhiksu yang menolong wanita dengan menggendongnya), letak kesalahan bhiksu tersebut bukan pada "memberi pertolongannya". Letak kesalahannya berada di "menggendong wanitanya". Harap dipisahkan jelas mengenai perbuatan baik dan pelanggaran Vinaya-nya. Ini sangat mudah dipahami. Kalau Anda kurang paham, saya bisa memberi contoh yang lain...

ternyata bro ryu sudah men-post di sebelah,
Quote
2. Seorang Bhiksu yang dengan birahi menyentuh bagian apapun dari tubuh
seorang wanita, telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa

soal bermain gitar, tinggal bagaimana menafsirkankan kalimat "aku bertekad untuk tidak menikmati musik, tarian, dan hiburan-hiburan lainnya."

55
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 27 September 2010, 06:22:44 PM »
C. seorang bhikkhu diminta oleh umat untuk mabuk bersama2.

Jika anda menjawab PELANGGARAN, mengapa untuk kasus bermain gitar tidak dianggap pelanggaran sementara dua2nya adalah larangan dalam Vinaya?

karena berbeda. bermain gitar masih dalam kondisi sadar terhadap apa yg timbul dan lenyap. mabuk sudah tidak sadarkan diri.


jadi menurut anda, Sang Buddha menetapkan vinaya dengan berdasarkan parameter sadar terhadap apa yg timbul dan lenyap?

no comment, sebab dikatakan kita tidak boleh menalar sang Buddha


Quote
C. seorang bhikkhu melihat seorang wanita cantik tidak bersuami tapi kepengen punya anak dan spontan menawarkan bantuan

seorang bhikku tidak boleh melakukan hubungan sexual. jika bhikku itu bijak, maka bhikku itu menyarankan agar wanita itu mencari pria untuk menikah agar mempunyai keturunan

bukankah jawaban ini juga bisa diaplikasikan pada kasus "diminta main gitar"?

bisa, tapi semua kembali lagi ke bhikku tsb. bhikku juga ada pertimbangan sendiri, apakah mengabulkannya atau tidak mengabulkannya.


itu pemahaman anda :)

Pemahaman saya tidak seperti di atas. Kalau pemahaman Anda bukan seperti di atas, maka tolong jelaskan apa intepretasi Anda atas dua pernyataan Sang Buddha berikut ini...
  • Inilah Sila untuk kalian: "aku bertekad untuk tidak menikmati musik, tarian, dan hiburan-hiburan lainnya."
  • "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah berbicara dengan wanita. Jika kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

saya jadi teringat perdebatan kecil kita dimana kita memiliki perbedaan penafsiran terhadap pancasila.
maaf kali ini, saya tidak akan mengintepretasi pada dua pernyataan Sang Buddha tsb, karena saya tidak ingin dikatakan menggunakan penafsiran untuk mencari kemenangan.
bukan anda, tapi ada yg berkata begitu secara tidak langsung.
jadi kali ini, saya hanya memberikan bold intinya.

dan sebuah pertimbangan lain,
bila menolong wanita tapi dikatakan melanggar vinaya, karena dikatakan tidak boleh dekat dengan wanita. apakah tidak terasa aneh? apakah tidak merasa ada yg salah?
yg membuat vinaya yg salah, apa pembacanya yg salah dalam mencerna vinaya tsb?



Melihat tulisan Bro wen78, saya membayangkan luar biasanya penegak vinaya di Mahayana. Mereka pasti bisa mengetahui isi pikiran dan bathin orang lain, sehingga bisa mengetahui orang ini melanggar vinaya, orang ini tidak, TANPA mempertimbangkan perilakunya.

saya ingin meluruskan, sebenarnya saya tidak berbicara atas nama Mahayana dan atau atas nama vinaya Mahayana.
saya hanya "melawan" pandangan2 umum atas sebuah kesempurnaan sosok bhikku yg harus begini, tidak boleh begitu, dll.

segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.


sekian dan terima kasih.

56
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 27 September 2010, 01:28:16 PM »
bro Jerry, hendrako, dan upasaka, saya gabungkan menjadi 1 saja dan saya sederhanakan,

A. seorang bhikku sedang sedih lalu mengambil gitar dan bermain bernyanyi untuk menghibur dirinya
B. seorang bhikku diminta oleh umat untuk bermain gitar bernyanyi bersama2.

A. seorang bhikku melihat ada wanita cantik lalu menawarkan bantuan agar bisa berdekatan dengan wanita itu.
B. seorang bhikku meihat ada wanita yg sedang membutuhkan bantuan dan dengan spontan menawarkan bantuan.

bagi saya, A adalah pelanggaran vinaya dan B bukan sebuah pelanggaran.
karena A dilandasi keinginan untuk memuaskan diri, dan B dilandasi sesuatu yg tulus.
dan bila dilihat makna dan tujuan dari vinaya, bagi saya adalah membatasi A, bukan membatasi B.

sehingga sebenarnya tidak salah dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama.
salah tapi tak salah, tak salah tapi salah. menjalankan tapi tidak menjalankannya, tidak menjalankannya tapi menjalankannya. sehingga sebenarnya tidak bisa dikatakan vinaya mengikat total atau tidak total secara gamblang, tapi harus dilihat latar belakang dan tujuan vinaya itu dibuat.

namun, bila anda menganggap A dan B adalah sama, dan dua2nya adalah melanggar vinaya, maka kita memiliki persepsi yg berbeda. mungkin karena saya melihat dari makna dan tujuan dari vinaya tsb dibuat, dan anda melihat dari apa isi vinaya itu. secara kasarnya, saya melihat dari apa yg tersirat, dan anda melihat dari apa yg tersurat.
karena perbedaan ini saya rasa tidak ada gunanya lagi diskusi ini.

saya setuju dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama, hanya saja saya sudah janji pada diri saya untuk tidak post komentar di thread Theravada, kecuali post pertanyaan. jadi maaf saya menggunakan cara ini  ;D

Jadi apakah menurut Anda, nasihat Sang Buddha adalah...
  • Inilah Sila untuk kalian: "aku bertekad untuk menghindari menikmati musik, tarian, dan hiburan lainnya; kecuali kalau ada umat yang meminta saya melakukannya, maka tidak apa-apa."
  • "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah sekalipun kau melihat wanita. Kalau kondisi mengharuskan, maka janganlah berbicara dengan wanita. Tapi kalau kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu. Kecuali kalau ada wanita yang butuh pertolongan, maka kau boleh menggendongnya. Inilah nasihat-Ku."

Apa benar ini pemahaman Anda? :)

itu pemahaman anda :)

57
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 27 September 2010, 01:25:22 PM »
C. seorang bhikkhu diminta oleh umat untuk mabuk bersama2.

Jika anda menjawab PELANGGARAN, mengapa untuk kasus bermain gitar tidak dianggap pelanggaran sementara dua2nya adalah larangan dalam Vinaya?

karena berbeda. bermain gitar masih dalam kondisi sadar terhadap apa yg timbul dan lenyap. mabuk sudah tidak sadarkan diri.


C. seorang bhikkhu melihat seorang wanita cantik tidak bersuami tapi kepengen punya anak dan spontan menawarkan bantuan

seorang bhikku tidak boleh melakukan hubungan sexual. jika bhikku itu bijak, maka bhikku itu menyarankan agar wanita itu mencari pria untuk menikah agar mempunyai keturunan

58
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 27 September 2010, 12:42:21 PM »
bro Jerry, hendrako, dan upasaka, saya gabungkan menjadi 1 saja dan saya sederhanakan,

A. seorang bhikku sedang sedih lalu mengambil gitar dan bermain bernyanyi untuk menghibur dirinya
B. seorang bhikku diminta oleh umat untuk bermain gitar bernyanyi bersama2.

A. seorang bhikku melihat ada wanita cantik lalu menawarkan bantuan agar bisa berdekatan dengan wanita itu.
B. seorang bhikku meihat ada wanita yg sedang membutuhkan bantuan dan dengan spontan menawarkan bantuan.

bagi saya, A adalah pelanggaran vinaya dan B bukan sebuah pelanggaran.
karena A dilandasi keinginan untuk memuaskan diri, dan B dilandasi sesuatu yg tulus.
dan bila dilihat makna dan tujuan dari vinaya, bagi saya adalah membatasi A, bukan membatasi B.

sehingga sebenarnya tidak salah dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama.
salah tapi tak salah, tak salah tapi salah. menjalankan tapi tidak menjalankannya, tidak menjalankannya tapi menjalankannya. sehingga sebenarnya tidak bisa dikatakan vinaya mengikat total atau tidak total secara gamblang, tapi harus dilihat latar belakang dan tujuan vinaya itu dibuat.

namun, bila anda menganggap A dan B adalah sama, dan dua2nya adalah melanggar vinaya, maka kita memiliki persepsi yg berbeda. mungkin karena saya melihat dari makna dan tujuan dari vinaya tsb dibuat, dan anda melihat dari apa isi vinaya itu. secara kasarnya, saya melihat dari apa yg tersirat, dan anda melihat dari apa yg tersurat.
karena perbedaan ini saya rasa tidak ada gunanya lagi diskusi ini.

saya setuju dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama, hanya saja saya sudah janji pada diri saya untuk tidak post komentar di thread Theravada, kecuali post pertanyaan. jadi maaf saya menggunakan cara ini  ;D


59
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 26 September 2010, 08:33:56 PM »
Saya mau tahu apakah menurut pendapat Anda, Bhikkhu Anuruddha tidak bersalah dalam hal ini?

sebenarnya saya no comment, karena saya belum mencapai apa2 dibandingkan Bhikkhu Anuruddha Thera sehingga tidak etis bila saya memberikan label apakah bersalah atau tidak bersalah.
pendapat saya adalah bersalah tapi tidak bersalah, tidak bersalah tapi bersalah.


Sorry baru ol dan diskusi sudah berjalan jauh dan OOT.. Saya jawab tentang pandangan saya mengenai cerita Tanzan menggendong gadis. Dan setelahnya saya harap diskusi kembali pada alur semula.

Yaitu: Apakah dalam Mahayana, vinaya tidak bersifat mengikat secara total, melainkan boleh diambil dan tidak diambil?

sebenarnya saya menjelaskan dari sisi dibalik vinaya tsb, yaitu makna serta tujuan dari vinaya. bukan menerapkan vinaya tsb lalu digunakan untuk mengetuk palu apakah Bhikku tsb melanggar(bersalah) atau tidak melanggar(tidak bersalah).
dan saya menjelaskan dari sisi pelaku, yaitu menempatkan diri kita sebagai Bhikku itu sendiri. karena kita juga meditasi dan menyadari apa yg timbul dan lenyap, walaupun tingkat metidasi kita belum setinggi para Bhikku, setidak2 masih bisa mendapatkan gambaran kira2 apa jadinya bila kita ada di sisi Bhikku itu sendiri.

seperti bila Bhikku tsb diminta tolong oleh umat agar bermain gitar dan bernyanyi karena suaranya bagus, sama seperti Bhikku menolong menyeberangkan gadis dengan menggendong.
sejujurnya saya tidak mengerti mengapa hal yg seperti ini diributkan, maka saya hendak menjelaskannya dari sisi lain yaitu salah satu kisah Zen dimana jelas dari 2 sisi.

btw, saya jawab dulu.... AFAIK, vinaya Theravada & Mahayana adalah sama bersifat mengikat selamanya.


Quote
tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita
Referensinya dari mana Bro?

Silakan baca sebuah kutipan perspektif yang menjelaskan mengenai cerita Tanzan menggendong gadis.
Spoiler: ShowHide
Quote
With such an understanding let us now examine an oft-quoted Zen story; indeed, popular enough to be cited by even non-Buddhist writers as their own.
       
Two Zen monks, Tanzan and Ekido, traveling on pilgrimage, came to a muddy river crossing. There they saw a lovely young woman dressed in her kimono and finery, obviously not knowing how to cross the river without ruining her clothes. Without further ado, Tanzan graciously picked her up, held her close to him, and carried her across the muddy river, placing her onto the dry ground.
Then he and Ekido continued on their way. Hours later they found themselves at a lodging temple. And here Ekido could no longer restrain himself and gushed forth his complaints:
“Surely, it is against the rules what you did back there…. Touching a woman is simply not allowed…. How could you have done that? … And to have such close contact with her! … This is a violation of all monastic protocol…”
Thus he went on with his verbiage. Tanzan listened patiently to the accusations.
Finally, during a pause, he said, “Look, I set that girl down back at the crossing. Are you still carrying her?”
(Based on an autobiographical story by Japanese Zen master Tanzan)

Tanzan (1819-1892) was a Japanese Buddhist priest and professor of philosophy at the Japanese Imperial University (now the University of Tokyo) during the Meiji period. He was regarded as a Zen master, and figured in several well-known koans, and was also well-known for his disregard of many of the precepts of everyday Buddhism, such as dietary laws. I’m not sure if there is anything virtuous in this.

The first thing we should note is that this is an autobiographical Zen story; it probably did not happen, not exactly in this manner, anyway. For if it did, then it has a serious ethical problem, where one is good at the cost of the perceived evil or foolishness of another. I think it was the Irish playwright, George Bernard Shaw (1856-1950) who quipped, “There are bad women because there are good women.”

Indeed, a bodhisattva who is regarded as good or compassionate on account of the evil or lack in others, would actually be a selfish person, as the bodhisattva is not independently good. A true bodhisattva is one who, being himself highly virtuous, is capable of inspiring goodness in another, even if it is to the bodhisattva’s apparent disadvantage.

Tanzan’s self-told tale has a serious moral flaw if he made himself appear virtuous on account of Ekido’s concern for the Vinaya. Such a person as Ekido, however, was simply rare in Meiji Japan, where priests were as a rule non-celibate (on account of the nikujiki saitaiior “meat-eating and marriage” law of 1872). As such, it was likely than Tanzan had invented a Vinaya-respecting monk as a foil for his self-righteousness.

On the other hand, Tanzan’s tale also evinces his serious lack of understanding of the Vinaya rules. For, in a real life situation, even a Vinaya-observing orthodox Theravada monk would help this lady in every way he could, or he would ask his colleague or some other suitable persons to help the woman. If a Vinaya-keeping monk has helped the woman, he has done a good deed by breaking a minor rule, for which he only needs to confess before another monk, and remind himself not to wander into improper places the next time. There is no need of any skillful means here, only common sense.


mungkin bro Jerry harus mencari lagi makna dibalik koan ini  _/\_



Spoiler: ShowHide
[spoiler]
Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?

Kisah Zen tersebut maksudnya bukan melegalkan penggendongan gadis oleh Bhiksu, tapi membawa pesan bahwa keterikatan pikiran jauh lebih berbahaya.

Bhiksu menggendong gadis hanyalah perbandingan contoh ekstrim perbuatan jasmani dengan pikiran atau batin seorang Bhiksu yang lain.

apakah maksud anda berarti bahwa tindakan Bhikku besar(yg menggendong gadis) adalah salah walaupun tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita, dan pencapaiannya adalah salah? dan yg seharusnya dilakukan adalah seperti Bhikku kecil(yg bertanya) yaitu seharusnya tidak menolong dan membiarkan gadis itu sendiri?




Kalo merujuk pada kisah tsb,
Ya, Bhiksu yang anda sebut Bhiksu Besar, salah. Karena melanggar Vinaya,
dan si gadis toh bisa jalan sendiri, gak perlu digendong.
Si gadis kan ceritanya cuman takut basah, bukan lumpuh, bukan keseleo ato luka.
Yaa.... biarin ajah dia jalan ndiri... gak perlu digendong2, toh akibatnya cuman basah, bukan luka dsb.

Tapi sekali lagi, hal di atas bukan esensi dari kisah tersebut.
Tetapi sebuah analogi pada sebuah kisah yang sangat efektif untuk menunjukkan pesan yang ingin disampaikan.

sebenarnya hal diatas termasuk dalam essensi dari kisah tsb, yaitu yg satu memegang baku vinaya, dan yg satu sudah menjiwai dengan vinaya.
yg memegang baku vinaya adalah Bhikku kecil dalam kisah tersebut dimana memegang erat vinaya, tanpa mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita.
yg sudah menjiwai dengan vinaya adalah Bhikku besar dalam kisah tsb dimana sudah mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita, yaitu tidak ada nafsu yg timbul dan atau tidak mengikuti nafsu itu.

vinaya dibuat agar para Bhikku dapat berjalan dijalan yg benar, salah satunya yaitu agar tidak ikut dalam nafsu yg timbul, sehingga ada peraturan untuk menghindari kedekatan dengan wanita.

yg perlu digarisbawahi adalah alasan/penyebab dibalik dibuatnya sebuah vinaya, bukan hanya menjalankan vinaya tanpa mengerti alasan/penyebab dibuatnya sebuah vinaya.

ya, semua Bhikku bisa menggunakan alasan seperti, "saya sudah tidak memiliki nafsu lagi". namun kebenarannya hanya dia dan guru diatasnya yg mengetahui pencapaiannya apakah dia sudah benar2 tidak memiliki nafsu lagi.
menolong dengan nafsu, menolong dengan tulus.
melanggar tapi sebenarnya tidak melanggar, tidak melanggar tapi sebenarnya melanggar.

yg perlu digarisbawahi, jangan mengatakan bahwa ini dapat disamakan dengan membunuh. ada jurang yg sangat dalam sebagai pembatasnya antara menolong dan membunuh. walaupun dua2nya berakar pada nafsu dan kepuasan, namun tujuannya adalah beda.

[/quote][/spoiler]

Bagi saya, Bhikku yang telah menjiwai vinaya tidak akan melanggar vinaya.
Justru Bhikku yang tidak menjiwai vinayalah yang melanggar vinaya.

Telah bebas dari nafsu tidak dapat jadi patokan karena tidak ada alat yang dapat mengukurnya.
Jadi alasan di atas tidak dapat digunakan sebagai patokan tidak melanggar vinaya.


Lagipula, sekali lagi,
Dalam cerita Zen tersebut, si gadis hanya takut basah, bukan tenggelam. (mohon dikoreksi bila salah)
Saya hanya menangkap pesan tentang kemelekatan di dalam pikiran.
Soal Vinaya yang dilanggar hanya sebagai analogi ekstrem di dalam ke-Bhiksu-an
yang merupakan pencetus kemelekatan di dalam pikiran Bhiksu yang tidak menggendong gadis.

[/quote]
yg hijau,
ya, tidak ada alat yg bisa mengukurnya dan karena tidak dapat mengukurnya maka tidak dapat digunakan sebagai patokan tidak melanggar vinaya.
karena tidak ada yg bisa mengukurnya bukankah seharusnya umat awam seperti kita tidak sembarangan mengetuk palu?

yg biru
ya, saya setuju. bagaimana kita ubah cerita tsb menjadi seorang Bhikku yg bermain gitar? seorang gadis meminta tolong agar Bhikku tsb bermain gitar dan bernyanyi karena wanita itu rindu akan sebuah lagu yg mengingatkan pada orang tua nya. dan lalu dia akhir nya Bhikku kecil bertanya kenapa anda bermain gitar? dan Bhikku besar menjawab sudah saya letakan lagu, nyanyian dan permainan gitar tsb dari tadi, kenapa kamu masih membawanya?
sama saja bukan?
hanya sebuah pesan tentang kemelekatan di dalam pikiran dan mengenai vinaya yang dilanggar hanya sebagai analogi ekstrem di dalam ke-Bhiksu-an
yang merupakan pencetus kemelekatan di dalam pikiran Bhiksu yang tidak bermain gitar dan bernyanyi?



Ada sebuah Kisah Zen yang menceritakan bahwa ada dua orang murid yang sedang berselisih pendapat. Lalu sang guru (bhiksu) datang dan menengahi keduanya. Kedua murid masih saja berselisih pendapat. Lalu sang guru membunuh seekor kucing yang ada di dekat mereka, dan mengajarkan suatu penjelasan kepada kedua muridnya. Dikatakan bahwa: Kedua muridnya pun menjadi tercerahkan, sang guru yang membunuh kucing itu adalah melakukan perbuatan upaya kausalya, dan kucing yang dibunuh pun melakukan karma baik.

Jadi, apakah seorang bhiksu yang sudah "menjiwai Vinaya"; juga bisa melakukan perbuatan seperti membunuh?

bro upasaka, koan yg anda maksudkan adalah koan "kelas berat". tidak bisa hanya menggunakan nalar dan hati untuk mengertinya. dan rasanya bukan sebuah tindakan bijaksana bila membahas koan ini dengan semudah ini. banyak para Zen master yg memberikan penjelasan akan koan ini.
kl tidak salah koan ini salah satu penyebab terpecahnya Zen menjadi dua aliran yaitu Rinzai dan Soto.

namun bila bro upasaka mengerti, saya banyak pertanyaan mengenai koan ini, karena saya memang tidak mengerti terhadap koan ini  _/\_

60
Mahayana / Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
« on: 26 September 2010, 12:20:56 PM »
Spoiler: ShowHide

Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?

Kisah Zen tersebut maksudnya bukan melegalkan penggendongan gadis oleh Bhiksu, tapi membawa pesan bahwa keterikatan pikiran jauh lebih berbahaya.

Bhiksu menggendong gadis hanyalah perbandingan contoh ekstrim perbuatan jasmani dengan pikiran atau batin seorang Bhiksu yang lain.

apakah maksud anda berarti bahwa tindakan Bhikku besar(yg menggendong gadis) adalah salah walaupun tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita, dan pencapaiannya adalah salah? dan yg seharusnya dilakukan adalah seperti Bhikku kecil(yg bertanya) yaitu seharusnya tidak menolong dan membiarkan gadis itu sendiri?




Kalo merujuk pada kisah tsb,
Ya, Bhiksu yang anda sebut Bhiksu Besar, salah. Karena melanggar Vinaya,
dan si gadis toh bisa jalan sendiri, gak perlu digendong.
Si gadis kan ceritanya cuman takut basah, bukan lumpuh, bukan keseleo ato luka.
Yaa.... biarin ajah dia jalan ndiri... gak perlu digendong2, toh akibatnya cuman basah, bukan luka dsb.

Tapi sekali lagi, hal di atas bukan esensi dari kisah tersebut.
Tetapi sebuah analogi pada sebuah kisah yang sangat efektif untuk menunjukkan pesan yang ingin disampaikan.

sebenarnya hal diatas termasuk dalam essensi dari kisah tsb, yaitu yg satu memegang baku vinaya, dan yg satu sudah menjiwai dengan vinaya.
yg memegang baku vinaya adalah Bhikku kecil dalam kisah tersebut dimana memegang erat vinaya, tanpa mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita.
yg sudah menjiwai dengan vinaya adalah Bhikku besar dalam kisah tsb dimana sudah mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita, yaitu tidak ada nafsu yg timbul dan atau tidak mengikuti nafsu itu.

vinaya dibuat agar para Bhikku dapat berjalan dijalan yg benar, salah satunya yaitu agar tidak ikut dalam nafsu yg timbul, sehingga ada peraturan untuk menghindari kedekatan dengan wanita.

yg perlu digarisbawahi adalah alasan/penyebab dibalik dibuatnya sebuah vinaya, bukan hanya menjalankan vinaya tanpa mengerti alasan/penyebab dibuatnya sebuah vinaya.

ya, semua Bhikku bisa menggunakan alasan seperti, "saya sudah tidak memiliki nafsu lagi". namun kebenarannya hanya dia dan guru diatasnya yg mengetahui pencapaiannya apakah dia sudah benar2 tidak memiliki nafsu lagi.
menolong dengan nafsu, menolong dengan tulus.
melanggar tapi sebenarnya tidak melanggar, tidak melanggar tapi sebenarnya melanggar.

yg perlu digarisbawahi, jangan mengatakan bahwa ini dapat disamakan dengan membunuh. ada jurang yg sangat dalam sebagai pembatasnya antara menolong dan membunuh. walaupun dua2nya berakar pada nafsu dan kepuasan, namun tujuannya adalah beda.

Spoiler: ShowHide
Kalo merujuk pada kisah tsb,
Ya, Bhiksu yang anda sebut Bhiksu Besar, salah. Karena melanggar Vinaya,
dan si gadis toh bisa jalan sendiri, gak perlu digendong.
Si gadis kan ceritanya cuman takut basah, bukan lumpuh, bukan keseleo ato luka.
Yaa.... biarin ajah dia jalan ndiri... gak perlu digendong2, toh akibatnya cuman basah, bukan luka dsb.

Tapi sekali lagi, hal di atas bukan esensi dari kisah tersebut.
Tetapi sebuah analogi pada sebuah kisah yang sangat efektif untuk menunjukkan pesan yang ingin disampaikan.


Mengutip penjelasan dari Bro wen78, peraturan yang dimiliki oleh seorang bhikkhu (Theravada) dengan seorang bhiksu (Mahayana) adalah tidak terlalu berbeda. Dengan ini, saya menyimpulkan bahwa seorang bhiksu pun seharusnya tidak menyentuh wanita / menjaga jarak dengan wanita.

Jika kasus bhiksu dalam Kisah Zen itu dinyatakan bahwa menolong wanita dengan menggendongnya, maka itu merupakan pelanggaran peraturan (Vinaya). Meskipun dilakukan untuk menolong, tanpa nafsu, atas dasar cinta-kasih; tetap saja perbuatannya itu melanggar Vinaya. Vinaya tetap berlaku tanpa ada pengecualian-pengecualian.

Bhiksu tersebut tentu saja melakukan perbuatan baik karena menolong wanita itu. Namun itu bukan menjadi alasan untuk melarikan diri dari ketetapan Vinaya. Jangan menganggap bahwa perbuatan baik itu bisa menteralisir pelanggaran Vinaya. Saya melihat bhiksu tersebut keliru jika menganggap dirinya bersih dari pelanggaran Vinaya.

jadi, menolong adalah baik tapi melanggar vinaya. jadi sebaiknya menolong atau tidak?

bila ada seorang Bhikku yg sedang meditasi di tepi sungai, dan terdengar seorang gadis minta tolong yg tenggelam di sungai. dan ketika Bhikku tsb membuka mata, gadis itu sudah mengapung di tepi sungai. apa yg seharunys dilakukan Bhikku tsb?
apakah memberikan pertolongan pertama yaitu memberikan CPR?
apakah tidak memberikan pertolongan pertama(CPR) karena melanggar vinaya?
lalu dimanakah nafsu nya saat itu? apakah saat itu ada nafsu yg timbul? apakah saat itu ada timbul nafsu untuk bisa mencicipi rasa bibir wanita itu?


kembali ke topik,

saya mengungkit hal ini, karena ada hubungannya yaitu makna dibaliknya sebuah tindakan terlepas apakah dilihat secara baku terhadap vinaya apakah dikatakan melanggar atau tidak melanggar. dan ada hubungannya dengan pencapaian seorang Bhikku.
sama halnya dengan pemahaman kita terhadap pancasila. hanya menjalankannya atau memahami makna dibelakangnya.
ini bukan mengenai melabelkan apakah itu boleh, ini tidak boleh, melanggar atau tidak melanggar, tetapi menjiwai/memahami apa yg ada dibaliknya.

seperti yg dikatakan bro purnama,
Quote
Menjalankan nya di waktu tertentu lar, u tanya saja sama orangnya, Dia emangnya terus -terusan megang gitar, cuman kalo waktu segang aja kale,.
Kalau memang waktunya dia harus jalan kan sila atau vinaya, setau g dijalanin kok, Dia main gitar juga liat situasi jg
tanyakan langsung alsannya ia bermain gitar, baru memberikan label/nilai apakah dia melanggar atau tidak melanggar.


tidak dipungkiri, akan selalu ada Bhikku yg "benar" dan Bhikku yg "tidak benar"  _/\_


apabila melanggar vinaya, apakah sangsinya?

yg ini saya kurang tau, mungkin yg lain bisa menjawabnya.

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8 9 10 11 ... 68