//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: amisa puja gatha  (Read 18534 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
amisa puja gatha
« on: 01 May 2011, 02:35:08 PM »
 _/\_ minta tolong lagi...  ;D
saya membutuhkan teks pali dan terjemahan dari paritta (gatha), yang dibacakan pada saat persembahan amisa puja di hari waisak..
mohon bantuannya..  ^:)^
di vihara sebenarnya ada, cuma katanya sih g lengkap, soalnya itu juga cuma fotocopyan dan g ketemu sumber aslinya..
terima kasih sebelumnya..    _/\_
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline bluppy

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.163
  • Reputasi: 65
  • Gender: Female
Re: amisa puja gatha
« Reply #1 on: 01 May 2011, 03:39:38 PM »
paritta2 yang diperlukan judulnya apa saja?

Amisa Puja Kepada Tiratana
dari web dhammacakka

Spoiler: ShowHide
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Pūjā ca pūjanīyānaṁ, etammaṅgalamuttaman’ti

Menghormat kepada yang patut dihormat, itulah berkah utama.

(Mahāmaṅgala Sutta, Sutta Nipāta, Khuddaka Nikāya)

Dalam kehidupan beragama, orang senantiasa mempermasalahkan tradisi yang dilakukan dalam suatu agama, yang sebenarnya bukan merupakan masalah pokok dari ajaran agama tersebut, sehingga banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut tradisi dan bukan mengenai ajaran yang pokok. Seperti halnya bila seseorang mau makan. Sebagai penduduk Indonesia yang makanan pokoknya nasi, tentunya bila sudah ada nasi, apapun lauk-pauknya semestinya tidak dipermasalahkan, yang penting nasinya sudah ada. Namun pada kenyataannya, orang-orang ketika akan makan cenderung menanyakan tentang lauk-pauknya. Bahkan kadang kala hanya makan lauknya saja daripada nasinya, karena lauk lebih enak daripada nasi
 
Orang-orang merasa belum kenyang jika belum makan nasi. Walaupun sudah makan begitu banyak lauk-pauk, ia merasa masih kurang, maka ia mencari makanan lagi. Begitu pula dalam beragama, orang-orang cenderung menyoroti masalah tradisi suatu agama yang selanjutnya dipermasalahkan dan diperdebatkan, sehingga ajaran pokoknya menjadi kabur dan mereka tidak mengetahuinya dengan benar.

Sementara orang beranggapan bahwa segala macam sistem pemujaan yang diajarkan oleh kepercayaan atau agama apapun pasti merupakan suatu praktik yang benar serta dapat memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Tampaknya, mereka tidak menyadari bahwa apabila suatu pemujaan ditujukan pada objek yang salah, apalagi dipraktikkan dengan pandangan sesat (micchādiṭṭhi), justru menimbulkan akibat yang sebaliknya. Hanya pemujaan yang ditujukan pada objek yang tepat dan dilandasi dengan pandangan benar (sammādiṭṭhi) sajalah yang sesungguhnya dapat memberikan hasil yang setimpal.

Penerapan Āmisa Pūjā terhadap Tiratana

Āmisa Pūjā berarti pemujaan dengan persembahan. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan serta dipenuhi dalam menerapkan cara pemujaan, tiga hal itu ialah:

1). Vatthu Sampadā = kesempurnaan dalam materi, dalam arti materi yang dipersembahkan untuk memuja harus diperoleh dengan tidak menyimpang dari Dhamma, bukan dari hasil mencuri, menipu, atau korupsi.

2). Cetanā Sampadā = kesempurnaan dalam kehendak, dalam arti ada kehendak (niat, maksud) yang tulus pada saat sebelum memuja (pubba-cetanā), tepat pada saat memuja (muñca-cetanā), dan pada saat sesudah memuja (aparāpara-cetanā);

3). Dakkhiṇeyya Sampadā = kesempurnaan dalam objek pemujaan, dalam arti objek yang dipuja harus merupakan objek yang memang patut dipuja.

Āmisa Pūjā kepada Sang Buddha

Ketika Sang Buddha masih ada, tentu sangat mudah melakukan āmisa pūjā kepada Sang Buddha, yaitu dengan cara mempersembahkan barang-barang/materi. Kendatipun sudah lama mencapai Kemangkatan Mutlak, pemujaan terhadap Sang Buddha masih dapat diterapkan pada dewasa ini, yaitu dengan tiga cara:

1. Dhātucetiya: Stupa yang dibangun sebagai tempat persemayaman relik/peninggalan jasmaniah (sarīrikadhātu) Sammāsambuddha.

2. Paribhogacetiya: Candi yang dibangun di empat tempat yang mempunyai nilai-nilai Buddhis. Pada jaman sekarang ini, yang dirujuk tidak lain ialah tempat Bodhisatta Siddhattha Gotama terlahirkan untuk yang terakhir kalinya di Taman Lumbini, Kapilavatthu (jatatthana); tempat petapa Gotama meraih Pencerahan Agung di Hutan Uruvela, Buddhagaya (abhisambuddhaṭṭhāna); tempat Sang Buddha Gotama membabarkan ajaran untuk pertama kalinya di Taman Rusa Isipatana, Baranasi (dhammacakkappavattanaṭṭhāna); dan tempat Beliau mencapai Kemangkatan Mutlak di Kebun Sala, Kusinara (parinibbutaṭṭhāna). Selain itu, benda/barang yang pernah dipergunakan oleh Sang Buddha Gotama semasa hidup-Nya seperti: jubah, mangkuk, saringan air, ikat pinggang, pisau cukur, jarum, dan lain-lain hingga pohon Bodhi (ficus religiosa) dapat digolongkan sebagai Paribhogacetiya.

3. Uddesikacetiya: Benda/barang yang melambangkan atau mencerminkan karakteristik Buddhis seperti rupang Buddha, jejak tapak kaki (siripāda) Sang Buddha, dan lain-lain.

Āmisa Pūjā terhadap Dhamma

Pemujaan terhadap Dhamma pada dewasa ini dapat diterapkan dalam berbagai bentuk, misalnya: menyokong penerbitan Kitab Suci Tipiṭaka (Pāḷi), Kitab Ulasan (Aṭṭhakathā), Kitab Tafsiran (Ṭīkā), Kitab Sub-tafsiran (Anuṭīkā) ataupun majalah dan buku Buddhis; berperan serta dalam segala kegiatan yang bertujuan untuk mempertahankan kelestarian Dhamma, ajaran murni Sang Buddha.

Āmisa Pūjā terhadap Saṅgha

Pemujaan terhadap Saṅgha yang dapat diterapkan pada dewasa ini, pada dasarnya, tidaklah berbeda dengan pemujaan terhadap Saṅgha pada jaman Sang Buddha Gotama. Pemujaan ini dapat diterapkan dengan memenuhi kebutuhan hidup pokok para bhikkhu anggota Saṅgha, yaitu jubah (civara), makanan (piṇḍapāta), tempat berteduh (senāsana), obat-obatan (bhesajja).

Pahala Āmisa Pūjā

Apabila diterapkan secara benar terhadap objek pemujaan yang patut dipuja, Āmisa Pūjā niscaya akan membuahkan banyak pahala bagaikan biji unggul yang ditanam dengan baik di ladang yang subur. Memperoleh usia panjang (āyu), kecantikan/ ketampanan (vañño), kebahagiaan (sukha), dan kekuatan (bala) adalah pahala-pahala yang dijamin secara pasti dalam Dhammapada 109. Sementara itu, dalam Buddhavagga dinyatakan bahwa seseorang yang memuja mereka yang patut dipuja akan memperoleh jasa yang tak terukur dan tak ternilai besarnya. Terbebas dari Alam Kesengsaraan selama beberapa kappa; menikmati kebahagiaan di Alam Kebahagiaan selama beberapa kehidupan; menjadi raja-diraja selama beberapa kali; menjadi Pacceka Buddha, adalah buah dari memuja yang patut dipuja dengan benar.
(27 Januari 2008)

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: amisa puja gatha
« Reply #2 on: 01 May 2011, 06:25:59 PM »
makasih cc..  :)
emm..tapi itu bukan cc..
yang saya maksudkan itu gatha/paritta yang dibacakan pada saat persembahan amisa puja dibulan waisak..
biasanya kan kalo upacara waisak itu dimulai dengan persembahan dupa, lilin, air, bunga, dsb yang dibawa berjalan menuju altar.
nah pada saat itu ada gatha / paritta yang dibacakan oleh salah seorang pemandu sambil mengiringi persembahan itu..  ;D
« Last Edit: 01 May 2011, 06:28:10 PM by hemayanti »
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: amisa puja gatha
« Reply #3 on: 01 May 2011, 07:00:00 PM »
ini bukan ya?

Makna Persembahan

Umat Buddha biasanya melakukan sembahyang disertai dengan pemberian persembahan di altar, berupa :

   1. Dupa
   2. Lilin
   3. Air Minum
   4. Bunga
   5. Buah

Persembahan barang dalam sembahyang secara lengkap seperti diatas, biasanya dilakukan pada hari Uposatha/Upavasatha atau hari-hari raya lainnya dan biasanya pada hari itu umat Buddha makan makanan nabati (vegetarian), yaitu :

   1. Dupa
      Dupa dengan wangi khasnya selain berguna untuk membersihkan udara dan lingkungan (Dharmadatu), juga membuat suasana menjadi religius, membuat hati menjadi khusuk. Harumnya dupa yang menyebar ke segenap penjuru sama halnya dengan harumnya perbuatan mulia dan nama baik seseorang, yang bahkan menyebar ke segala penjuru sekalipun berlawanan arah angin.
      Memasang Dupa juga mengandung makna mengundang langsung secara bathin atau hati nurani ke hadapan Hyang Tathagata, para Buddha, para Boddhisattva Mahasattva, dan para deva-devi (makhluk suci).
   2. Lilin
      Biasanya lilin warna merah yang dipergunakan untuk persembahan. Sebelum menyalakan dupa, terlebih dahulu kita menyalakan lilin. Cara menyalakan lilin, yang pertama lilin di sebelah kanan, baru kemudian lilin yang berada di sebelah kiri.
      Lilin yang telah dinyalakan bermakna memberikan penerangan atau cahaya yang menerangi jalan kehidupan dan penghidupan di waktu sekarang. Cahaya Buddha Dharma menerangi hati dan pikiran kita, dengan selalu membimbing kita ke jalan yang benar, dan membawa kita ke jalan penerangan/pencerahan agung. Dan juga melambangkan jiwa seorang Bodhisattva yang bermakna ia mencerahi setiap makhluk yang mengalami kegelapan bathin tanpa pamrih.
   3. Air
      Persembahan air mempunyai makna agar pikiran, ucapan dan perbuatan anda selalu bersih. Air dapat membersihkan segala kotoran bathin (klesa) yang berasal dari keserakahan (lobha), kebencian (dvesa), dan kebodohan/kegelapan bathin (moha) dan ia memancarkan kasih sayang (maitri), Welas asih (karuna), memiliki rasa simpati (mudita) dan keseimbangan bathin (upeksha).
   4. Bunga
      Bunga mempunyai makna ketidakkekalan, semua yang berkondisi adalah tidak kekal atau tidak abadi. Demikian juga dengan badan jasmani anda adalah tidak kekal; lahir, tumbuh, tua/lapuk, kemudian meninggal/hancur. Yang tertinggal hanyalah keburukan atau keharuman perbuatan selama hidupnya saja, yang kelak dikenang oleh sanak saudara dan handai taulan.
   5. Buah
      Persembahan buah mempunyai makna hasil dari proses kehidupan, bahwa benih perbuatan buruk/kejahatan akan tumbuh dan berbuah kepurukan/kejahatan pula, begitu juga perbuatan baik akan berbuah kebaikan.

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: amisa puja gatha
« Reply #4 on: 01 May 2011, 08:53:22 PM »
bukan cc miaka..
hehhee...  ;D
maksud saya parittanya yang dibacakan pada saat anak2 atau orang dewasa berjalan perlahan membawa persembahan itu menuju altar.  :)
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: amisa puja gatha
« Reply #5 on: 02 May 2011, 09:06:50 PM »
jadi keinget dlu wkt di tanah air ikutan acara waisak di salah satu vihara, mereka membaca paritta/gatha yg indah sekali sewaktu iring2an membawa pelita, dupa, bunga, dll, tapi amat beda dg srilanka, dimana blm pernah sy dengar paritta/gatha itu, jadi ga tahu nih, ga ada data.

klo mau yg spt srilanka, pasti jauuhhh bedaaa....hanya dlm bhs pali dan 2 baris saja...gimana, mau?

mettacittena,

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: amisa puja gatha
« Reply #6 on: 03 May 2011, 06:56:16 PM »
PŪJĀ

(Padīpa Pūjā)

Ghanasārappadittena
Dīpena tama-dhaṃsinā
Tiloka-dīpaṃ sambuddhaṃ
Pūjayāmi tamo-nudaṃ


(Persembahan pelita)

Dengan pelita yang bersinar cemerlang,
Yang melenyapkan kegelapan ini
Aku menghormati Sang Buddha yang sempurna
Sang Cahaya terhadap tiga dunia

(Sugandha Pūjā)

Ghandha-sambhāra-yuttena
Dhūpenāhaṃ sugandhinā
Pūjaye pūjaneyyaṃ taṃ
Pūjābhajanamuttamaṃ


(Persembahan dupa)

Dengan dupa yang harum
Dan asapnya yang semerbak
Aku bersujud kepada Sang Bhagava
Yang mulia dan patut dihormati

(Pānīya Pūjā)

Adhivāsetu no bhante
Pānīyaṃ parikappitaṃ
Anukampaṃ upādāya
Patiganhātu muttamaṃ


(Persembahan air)

Oh Bhante junjungan mulia
Sudilah menerima persembahan air ini
Persembahan bakti yang dihaturkan
dengan segala kerendahan hati
berdasarkan welas asihmu yang dipancarkan kepada kami

(Puppha Pūjā)

Vaṇṇa-gandha-guṇopetam — etaṃ kusumasantatiṃ
Pūjayāmi munindassa — Sirīpāda-saroruhe

Pujemi Buddhaṃ kusumenanena
Puññenametena ca hotu mokkhaṃ
Pupphaṃ milāyāti yathā idaṃ me
Kāyo tathā yāti vināsa-bhavaṃ


(Persembahan Bunga)

Kumpulan bunga yang segar berwarna-warni dan berbau wangi
Aku persembahkan pada kaki Sang Bijaksana yang mulia

Aku menghormati Sang Buddha dengan bunga-bunga ini
Semoga jasa kebajikan ini bermanfaat bagi pembebasanku
Seperti halnya bunga-bunga ini melayu, tubuhku pun akan mengalami kelapukan

Sumber:
1. Buku Tuntunan Puja Bhakti, Penerbit Svarnadipa Sriwijaya
2. Vandanā: The Album of Pāḷi Devotional Chanting & Hymns, Ven. Elgiriye Indaratana Mahā Thera

Catatan:
* Dalam buku Vandanā tidak ada gatha untuk persembahan air (Pānīya Pūjā [mudah2an bhs Pali-nya gak salah :) ]), jd gatha utk persembahan air saya ambil dari buku Tuntunan Puja Bhakti.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: amisa puja gatha
« Reply #7 on: 06 May 2011, 01:59:33 PM »
hehhehe...  ;D makasih cici samaneri..  _/\_
makasih juga om senia, sangat membantu..  _/\_
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline Elin

  • DhammaCitta Press
  • KalyanaMitta
  • *
  • Posts: 4.377
  • Reputasi: 222
  • Gender: Female
Re: amisa puja gatha
« Reply #8 on: 07 May 2011, 12:45:33 AM »
biasanya kan kalo upacara waisak itu dimulai dengan persembahan dupa, lilin, air, bunga, dsb yang dibawa berjalan menuju altar.
nah pada saat itu ada gatha / paritta yang dibacakan oleh salah seorang pemandu sambil mengiringi persembahan
itu..  ;D

hehhehe...  ;D makasih cici samaneri..  _/\_
makasih juga om senia, sangat membantu..  _/\_

Gubraaak...

Beberapa hari lalu, Elin uda baca thread ini...
tapi karena pemahaman Elin adalah yg sesuai bold diatas (...dibawa berjalan menuju altar. nah pada saat itu ada gatha / paritta yang dibacakan oleh salah seorang pemandu sambil mengiringi persembahan), maka Elin gak jawab thread ini..

Mungkin ingatan Elin salah / Elin belum pernah mengikuti puja bakti yg membacakan parita yg dimaksud..
Soalnya seinget Elin gak ada tuh parita yg dibacakan saat mengiringi persembahan puja yang dibawa berjalan menuju altar... ???  :-?

Kalo jawaban seniya merupakan parita yg hemayanti cari,
parita tsb uda ada kok di thread yang pernah Elin buat 2 tahun yang lalu :
Kumpulan arti PARITTA

Met baca2 juga yach sis hema...
Walaupun tidak lengkap, disitu banyak parita yg lain kok..  :)
« Last Edit: 07 May 2011, 12:49:52 AM by Elin »

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: amisa puja gatha
« Reply #9 on: 18 May 2011, 05:00:46 PM »
hehehhe....
iya makasih cc elin...  ;D
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."