Catatan Kaki:
<1> T. 55.2145:4c5-6. Semua referensi dalam format ini diambil dari dan didasarkan pada kumpulan kitab CBETA (Versi CD 2009), yang mengandung suatu edisi digital dari Kanon Taishō.
<2> Tiga lainnya adalah
Chang ahan jing (
Dīrghāgama, T. 1),
Za ahan jing (
Saṃyuktāgama, T. 99), dan
Zengyi ahan jing (
Ekottarikāgama, T. 125).
<3> Semua Āgama Mandarin telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dan Korea.
<4> Dalam kanon Pāli
Sutta-piṭaka memasukkan suatu kumpulan teks kelima,
Khuddakanikāya. Aliran-aliran dari tradisi utara mengetahui suatu kelompok teks-teks yang sama, tetapi beberapa mengembangkannya sebagai
piṭaka yang terpisah,
Kṣudraka-piṭaka, alih-alih memasukkannya dalam
Sūtra-piṭaka (walaupun penyebutan Kṣudrakāgama juga ditemukan dalam beberapa sumber: Egaku Mayeda, “Japanese Studies on the Schools of the Chinese Āgamas”, dalam Heinz Bechert, ed.
Zur Schulzugehōrigkeit von Werken de Hīnayāna-Literature [Göttingen: Vandenhoeck & Ruprecht, 1985], p. 95; Ėtienne Lamotte,
Le Traitė de la Grande Vertu de Sagesse de Nāgārjuna, vol. 3 [Louvain: Université de Louvain Institut Orientaliste, 1970]).
Piṭaka atau
Āgama, kumpulan kelima, tidak pernah diterjemahkan seperti demikian ke dalam bahasa Mandarin.
<5> Untuk keinginan terhadap istilah yang lebih baik kami memasukkan di bawah istilah “tradisi utara” tradisi tekstual dari aliran-aliran di India Utara dan Asia Tengah yang disusun dalam bahasa selain Pāli; tradisi tekstual yang disebarkan ke Sri Lanka dan akhirnya menghasilkan kanon Pāli dengan demikian diistilahkan sebagai “selatan”. Pembedaan ini mungkin tumpul, namun demikian berguna.
<6> Lihat Bhikkhu Anālayo, “The Chinese
Madhyama-āgama and Pāli
Majjhima-nikāya – In the Footsteps of Thich Minh Chau”,
Indian International Journal of Buddhist Studies 9 (2008): 1-21.
<7> Angka-angka yang disebutkan di sini adalah hasil pencarian dari versi digital dari
Kanpa shibu shiagon goshōroku oleh Chizen Akanuma (comcatV3.xml, yang tersedia pada
http://mbingenheimer.net/tools/comcat/indexComcat.html). Ditambahkan bersama, jumlah ini sedikit melebihi total dari dua ratus dua puluh dua, karena dalam beberapa kasus satu sutra memiliki lebih dari satu paralel. Lebih lanjut, jumlah-jumlah ini masih diperdebatkan. Bhikkhu Anālayo, dalam studi terperincinya, A Comparative Study of Majjhima-nikāya (Taipei: Dharma Drum, 2011, p. 9) memberikan hanya sembilan puluh enam paralel dari
Zhong ahan jing dalam MN. Walaupun jumlah pasti akan selalu bergantung pada definisi “paralel”, rasio umum akan tetap berlaku: kurang dari setengah sutra dari T. 26 ditemukan dalam MN, kebanyakan sisanya ditemukan dalam tiga Nikāya lainnya, dan untuk persentasi yang kecil tampaknya tidak ada paralel yang jelas dalam kumpulan kitab Pāli. Katalog Akanuma,
Kanpa shibu shiagon goshōroku (
The Comparative Catalogue of Chinese Āgamas dan Pāli Nikāyas) (Nagoya, Hajinkakushobō, 1929) sekarang telah ketinggalan; untuk paralel MN seseorang seharusnya merujuk pada Bhikkhu Anālayo dan Roderick S. Bucknell, “Correspondence Table for Parallels to Discourses of Majjhima Nikāya: Toward a Revision of Akanuma’s Comparative Catalogue”,
Journal of Centre for Buddhist Studies, Sri Lanka 4 (2006): 215-243, yang juga telah dimasukkan dalam upaya baru-baru ini untuk mengumpulkan data yang tersedia dalam format database (
http://www.suttacentral.net/).
<8> Hanya sedikit sutra Āgama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Tibet. Untuk pembahasan yang lebih mendalam, lihat Peter Skilling, “Theravādin Literatur in Tibetan Translation”,
Journal of the Pali Text Society 19 (1993): 69-203.
<9> Lihat Oskar von Hinüber, “Origin and Varieties of Buddhist Sanskrit”, dalam Colette Caillat, ed.
Dialectes dans les Littėratures Indo-aryennes (Paris: de Boccard, 1989, pp. 341-367, tentang keanekaragaman Sanskrit Buddhis. Lihat Richard Salomon,
Ancient Buddhist Scrolls from Gandhāra – The British Library Kharoṣṭī Fragments (Seattle: University of Washington Press, 1999), pp. 110-140, untuk suatu gambaran luas tentang Gāndhārī dan bukti bahwa Gāndhārī merupakan sesungguhnya satu bahasa Prakrit yang berpengaruh kuat dalam penyebaran teks-teks Buddhis. Telah diperdebatkan bahwa sumber dari
Chang ahan jing (
Dīrghāgama, T. 1) (Ernest Waldschmidt, “Remarks on the Madhyamāgama Ms. Cat.-no 412”, dalam Ernst Waldschmidt, Walter Clawiter, Lore Sander, dan Preussische Turfan-Expeditionen, eds.
Sanskrithandschriften aus den Turfanfunden, vol. IV, pp. 1-5 [Wiebaden: F. Steiner, 1980]), dan Pu yao jing (Lalitavistara, T. 186) (John Brough, “The Arapacana Syllabary on the Old Lalitavistara”,
Bulletin of the School of Oriental and African Studies 40 [1977]: 85-95) adalah dalam bahasa Gāndhārī. Tentang bahasa teks sumber untuk
Chang ahan jing (T. 1), lihat Seishi Karashima,
Chōagonkyō no gengo no kenkyū (
A Study of the Original Language of Chinese Dīrghāgama) (Tokyo: Hirakawa shuppan, 1994). Daniel Boucher, dalam “Gandhari and the Early Chinese Buddhist Translations Reconsidered: The Case of the Saddharmapuṇḍarīkasūtra”,
The Journal of the American Oriental Society 118 (4) (Oktober 1998): 471-506, telah mengkritik kecenderungan mengasumsikan secara
default bahwa Gāndhārī adalah bahasa asli kebanyakan terjemahan awal, dan menekankan bahwa faktor-faktor lain yang berhubungan pada sifat lisan proses penerjemahan harus dipertimbangkan ketika merekonstruksi sumber teks India dari teks Mandarin.
<10> Jens-Uwe Hartman, “Further Remarks on the New Manuscript of the Dīrgha-āgama”,
Journal of the International College for Advanced Buddhist Studies 5 (2002): 133-150 (98-81); dan “Contents and Structure of Dīrghāgama of (Mūla-) Sarvāstivādins”,
Annual Report of the International Research Institute for Advanced Buddhology 7 (2004): 119-137. Berbagai bagian dari naskah kuno ini telah disunting: Oliver von Criegern, Das Kūṭatāṇḍyasūtra,
Nach dem Dīrghāgama-Manuskript herausgegeben und ûbersetzt, tesis MA yang tidak diterbitkan, Lugwig-Maximillins-Universitāt Mūnchen, 2002; Gudrun Melzer,
Ein Abschmitt aus dem Dīrghāgama, Teil 1, disertasi Ph.D. yang tidak diterbitkan, -Maximillins-Universitāt Mūnchen, 2006; Lita Peipina,
The Piṅgalātreya sūtra of the (Mūla)sarvāstivādins: Its Edition and Study, Investigation of the Piṅgalātreya sūtra’s Status within Dīrghāgama Collection of “Long Discourses of the Buddha”, tesis MA yang tidak diterbitkan, Department of Cultural Studies and Oriental Languages, University of Oslo, 2008; Lixiang Zhang,
Das Śaṃkarasútra: Einer Úbersetzung des Sanskrit-Textes im Vergleich mit der Pāli Fassung, tesis MA yang tidak diterbitkan, Lugwig-Maximillins-Universitāt Mūnchen, 2004; Chunyang Zhou, “Das Kaivartisutra der neuentdeckten Dīrghāgama-Handschrift: Eine Edition und Rekonstuktion des Textes”, thesis MA yang tidak diterbitkan, Göttingen, 2008.
<11> Anālayo “Zhong Ahan”, dalam W. G. Weeraratne, ed.
Encyclopaedia of Buddhism (Sri Lanka: Department of Buddhist Affairs, 2009), vol. 8, no. 3, pp. 827-830, memasukkan sebuah daftar yang membant dari penggalan Sanskrit yang diterbitkan dalam sembilan volume pertama dari sepuluh volume Sanskrithandschriften aus den Turfanfunden, Ernst Waldschmidt, et al (Wiesbadin: F. Steiner, 1965-2004).
Untuk terjemahan Saṃyuktāgama Mandarin (T. 99, T. 100, T. 101) Jin-il Chung,
A Survey of the Sanskrit Fragments Corresponding to Chinese Saṃyuktāgama (Tokyo: Sankibo, 2008), menyediakan informasi daftar pustaka untuk semua paralel Sanskrit yang diketahui dari
Saṃyuktāgama Mandarin. Fumio Enomoto,
A Comprehensive Study of the Chinese Saṃyuktāgama: Indic Texts Corresponding to the Chinese Saṃyuktāgama as found in the Sarvāstivāda-Mūlasarvāstivāda Literature (Kyoto: Kacho Junior College, 1994), menyusun penggalan-penggalan Sanskrit yang berhubungan pada
Saṅgītanipāta (
Sagāthavagga) dari
Saṃyuktāgama Mandarin.
Banyak kutipan dari Āgama-Āgama Sanskrit dapat ditemukan dalam
Abhidharmakośa dan (dalam terjemahan Tibet) dalam salah satu komentarnya,
Abhidharmakośapāyikā oleh Śamathadeva. Bacaan-bacaan
Madhyamāgama dalam teks yang terakhir dapat ditemukan dalam Bhikkhu Pāsādika,
Kanonische Zitate in Abhidharmakośabhāṣya des Vasubandhu (Göttingen: Vandenhoeck & Ruprecht, 1989), terutama p. 135; untuk bacaan-bacaan
Madhyamāgama dalam yang terakhir, lihat Yoshifumi Honjō,
A Table of Āgama Citations in the Abhidharmakośa and Abhidharmakośapāyikā (Kyoto: Diterbitkan secara pribadi, 1984). Kutipan-kutipan
Āgama dalam
Upāyikā diterjemahkan oleh Sāmaṇeri Dhammadinnā. Bagian pertama diterbitkan sebagai “A Translation of the Quotations in Śamathadeva Abhidharmakośopāyikā-ṭīkā Parallel to the Chinese Saṃyukta-āgama Discourses 8, 9, 11, 12, 17 and 28”,
Dharma Drum Journal of Buddhist Studies 11 (2012): 63-96.
<12> Lihat Bhikkhu Anālayo, “Oral Dimensions of Pali Discourses: Pericopes, Other Mnemonic Techniques and the Oral Performance Context”, Canadian Jurnal of Buddhist Studies 3 (2007): 5-33, tentang sifat yang dapat dipercaya dari penyebaran dalam tradisi Pāli dan referensi yang lebih lanjut.
<13> Sebagai contoh, kebingungan atas urutan sutra dalam
Saṃyuktāgama Mandarin yang lebih panjang (T. 99) sebelum abad kesembilan (Roderick S. Bucknell, “The Structure of Sagātha Vagga of Saṃyutta-Nikāya”,
Buddhist Studies Review 24 [1] [2007]: 7-34, atau bercabang duanya
Saṃyuktāgama Mandarin yang lebih pendek (T. 100) ke dalam dua versi (Bucknell, “The Two Versi of the Other Translation of Saṃyuktāgama”,
Chung-Hwa Journal of Buddhist Studies 21 [2008]: 23-54 pada atau sebelum abad kedua belas.
<14> Cf. perbedaan antara beberapa bacaan dalam T. 26 dan teks-teks Sanskrit yang belakangan yang ditunjukkan oleh P. V. Bapat, “Chinese Madhyamāgama and the Language of its Basic Text”, dalam B. P. Sinha, ed.
Dr. Satkari Mookerji Felicitation Volume (Varanasi: Chowkhamba Publications, 1969), p. 2. Lihat Waldschmidt, “Remarks on the Madhyamāgama Ms. Cat-no. 412”, dan Lore Sander, “Fixed Sequences of Texts in some Sūtra Collections”, dalam Waldschmidt, et al., eds.
Sanskrithandschriften aus den Turfanfunden, vol. IV, pp. 6-12, sebagai contoh bagaimana setidaknya beberapa urutan sutra yang terkandung dalam
Madhyamāgama dimasukkan dalam penggalan-penggalan yang lain, sebagai kumpulan yang belum teridentifikasi juga.
<15> Jens-Uwe Hartmann dan Klaus Wille, “A Version of Śikhālakasūtra/Siṅgālovādasutta”, dalam Jens Braarvig, Paul Harrison, Jens-Uwe Hartmann, Kazunobu Matsuda, dan Lore Sander, eds. Manuscripts of the Schøyen Collection (Oslo: Hermes Academic Publishing, 2006), vol. 3, pp. 1-6.
<16> T.1.26:763b.
<17> T.2.99:199a14.
<18> T.1.26:809b. Identitas Daoci tidak jelas.
Lidai sanbao ji (T.49.2034:70c3) menyebut nama Daozu (mungkin sama dengan Zhu Daozu [347-419]) sebagai ahli tulis untuk terjemahan ini dan ini juga menyebut nama itu yang muncul dalam baris pertama Taishō (T.1.26:421a7). Edisi Taishō, mengikuti Tripiṭaka Koreana, telah memasukkan teks Daoci sebagai catatan tambahan tanpa menyebutkan nama penulis (walaupun teks itu sendiri dengan jelas mengidentifikasi Daoci sebagai penulisnya). Terdapat sumber-sumber awal lain yang memberikan Daoci sebagai penulis kata pengantar (cf. laporan independen dalam
Kaiyuan shijiao lu (T.55.2154:505b6).
Lidai sanbao ji kurang dapat dipercaya dibandingkan
Chu sanzang jiji dan bertanggung jawab untuk penghubungan palsu atas teks-teks Buddhis Mandarin pra-Sui. Menyebut Daozu sebagai ahli tulis yang menuliskan T. 26 oleh sebab itu seharusnya dianggap salah satu dari banyak kesalahan yang dibuat oleh Fei Changfang, penulis
Lidai sanbao ji (sebuah kesalahan penulisan sepele dari
zu untuk
ci lebih mungkin). Kesalahan menemukan jalan masuknya ke dalam katalog yang belakangan (misalnya T.55.2149:246b21), Tripiṭaka Koreana, dan dari sana ke dalam edisi Taishō.
<19> T.2.125:549a10. Versi kejadian ini diambil dari biografi Dharmanandin dalam
Liang gaoseng zhuan (T.50.2059:328b19). Dharmanandin juga terlibat dalam penerjemahan kitab-kitab Abhidharma, yang ia catat seperti yang diulangi oleh Saṁghabhūti (T.50.2059:328b8).
<20> Misalnya T.55.2146:129a2.
<21> Dao’an menunjuk pada kata pengantarnya pada
Zengyi ahan jing (T. 125) (T.55.2145:64b1). Ini juga terbukti dalam
Zhongjing mulu oleh Fajing (T.55.2146:147b27).
<22> Kōgen Mizuno telah melaporkan penemuan ini dalam “Kanyaku Chūagonkyō to Zōichiagonkyō no yakushutsu ni tsuite”,
Okurayama gakuin kiyō 2 (1956): 41-90; “Chūagonkyō kidai” dalam Kokuyaku issai-gyō (Agon bu) (Tokyo: Taitō, 1969, ed. yang direvisi), vol. 6, pp. 403-411; dan “Kanyaku no Chūagonkyō to Zōichiagonkyō”,
Bukkyō kenkyū 18 (1989): 1-42; Kesimpulannya bahwa tim yang sama menerjemahkan sutra-sutra ini berdasarkan terutama rumusan pembukaan dan penutup yang identik dan gaya bahasa umum dari teks-teks itu.
<23> Jen-Jou Hung, Marcus Bingenheimer, dan Simon Wiles, “Quantitative Evidence for a Hypothesis regarding the Attribution of early Buddhist Translations”,
Literary and Linguistic Computing 2009. DOI: 10.1093/llc/fqp036.
<24> Saya berterima kasih kepada Jan Nattier, yang memberitahukan saya masalah-masalah dengan bagian kedua dari tesis Mizuno yang dibahas di bawah.
<25> Terjemahan pertama dalam lima puluh sembilan
juan pada T.55.2145:10b23, terjemahan kedua (T. 26 saat ini) ada di T.55.2145:10c7. Sengyou umumnya menandai teks-teks yang sudah tidak ada lagi sebagai
jinque.
<26> T.53.2121:243a7
<27> Entri pada T.55.2147:178b20.
<28> Dalam beberapa sumber ditulis dengan salah sebagai Kang Hua.
<29>
Gaoseng zhuan tidak menyebut Daoci, Li Bao, atau Tang Hua. Tetapi ia menyatakan bahwa murid Huiyan, Huichi (337-413) (T.50.2059:361b25 dan 329a22) terlibat dalam terjemahan. Sebaliknya,
Gaoseng zhuan (T.50.2059:374c23) seorang Daoci dari Yuzhou, tetapi pada waktu beberapa ratus tahun kemudian. Kontradiksi itu dapat diselesaikan dengan landasan logika. Jika kita menerima kata pengantar Daoci dalam
Chu sanzang jiji sebagai yang asli, dan terdapat sedikit alasan untuk meragukan keotentikannya, kita juga harus menerima penjelasannya sebagai otoritas, karena Daoci secara langsung terlibat dalam proses penerjemahan. Daoci yang disebutkan dalam
Gaoseng zhuan pasti bhiksu lain dengan nama yang sama.
<30> T.50.2059:328b12.
<31> T.1.26:809b6-8.
<32> Untuk pembahasan penaksiran Sengyou tentang Zhu Fonian, lihat Jan Nattier, “Re-Evaluasting Zhu Fonian’s
Shizhu duanjie jing (T. 309): Translation or Forgery?”,
Annual Report of the International Research Institute for Advanced Buddhology 13 (2010): 231-258.
<33> Untuk pembahasan tentang penghubungan Hōdō atas
Saṃyuktāgama Mandarin yang lebih pendek, lihat Marcus Bingenheimer,
Studies in Āgama Literature – With Special Reference to the Shorter Chinese Saṃyuktāgama (Taipei: Xinwenfeng, 2011), pp. 23-32.
<34> Oskar von Hinüber, “Upāli’s Verses in the Majjhimanikāya and the Madhyamāgama”, dalam L.A. Hercus, ed.,
Indological and Buddhist Studies, Volume in Honour of Professor J. W. de Jong on his 60th birthday (Canberra: Faculty of Asian Studies, 1982), p. 251; von Hinüber, dalam “Sanskrit und Gandhari in Zentralasien”, dalam K. Röhrborn, et al, eds.,
Sprachen des Buddhismus in Zentralasien, Vortrāge des Hamburger Sympossiums vom 2. Juli bis 5. Juli 1981 (Wiesbaden, Harrassowitz, 1983), p. 33 menyatakan bahwa jika teks sumber T. 26 sesungguhnya diteruskan melalui suatu tahapan Gāndhārī, maka penghubungan pada Dharmaguptaka seharusnya dipertimbangkan juga, karena ini adalah aliran yang paling dekat berhubungan dengan bahasa ini. Dengan bantuan penelitian yang kemudian oleh von Hinüber (“Origin and Varieties of Buddhist Sanskrit”, p. 354) dan Fumio Enomoto (
A Comprehensive Study of Chinese Saṃyuktāgama, p. 106), ini menjadi tidak mungkin. Di antara alasan-alasan lain, kenyataan bahwa terdapat ketumpang-tindihan tujuh sutra antara T. 26 dan
Chang ahan jing (T. 1), yang secara luas dipercaya sebagai terjemahan dari
Dīrghāgama Dharmaguptaka, membuat penghubungan T. 26 dengan Dharmaguptaka tidak mungkin. Untuk lebih rinci, lihat Chung dan Fukita,
A Survey of Sanskrit Fragments Corresponding to the Chinese Madhyamāgama.
<35> Saya berterima kasih kepada Dr. Chung untuk membuat sebuah salinan draf dari bagian yang tersedia untuk saya.
<36> Untuk rekonstruksi umum dari urutan aslinya, lihat Egaku Mayeda,
Genshi bukkyō shōten no seiritsushi kenkyū (Tokyo: Sankibo, 1964), pp. 649-662; untuk penjelasan yang lebih rinci atas perbedaan antara versi Pāli dan Mandarin dari satu bagian, lihat Bucknell, “The Structure of Sagātha-Vagga of the Saṃyutta-Nikāya.”
<37> Sepengetahuan saya, bukti paling awal untuk jumlah karakter dalam
Zhong ahan jing adalah edisi pertama dari Tripiṭaka Koreana (1011-1029) kira-kira satu per tiga dari apa yang dipertahankan dalam kumpulan Nanzenji (Kyoto). Dari bukti cetak paling awal dari
Zhong ahan jing hanya jilid 2-4, 6-9, 21, dan 51-54 yang telah bertahan. (Bagian-bagian dari edisi pertama Tripiṭaka Koreana telah didigitalisasi oleh Research Institute of Tripiṭaka Koreana, Koryo Daejanggyeong Yongguso, Seoul.) Jumlah karakter untuk
Zhong ahan jing juga dimasukkan dalam edisi Jin atau Zhaocheng (dicetak tahun 1139-1178). Jumlah karakter adalah bentuk dari metadata yang dilampirkan untuk membantu mempertahankan keutuhan teks. Layout yang distandarisasi tampaknya suatu prasyarat untuk jumlah karakter, karena hanya jika jumlah karakter per baris dan jumlah baris per lembar atau blok kayu yang tetap, adalah mungkin untuk menghitung mereka dengan mudah dan dapat dipercaya.
<38> Zhongguo Fojiao Xiehui, ed
. Fangshan shijing (Beijing: Zhongguo fojiao tushu wenwu guan, 1989), vol. 21, pp. 1-592.
<39> Seperti yang disebutkan di atas (catatan kaki no. 37), hanya dua belas jilid dari pahatan pertama Tripiṭaka Koreana (1011-1029) yang bertahan. Setelah itu kita memiliki edisi Jin sebagai suatu bukti awal. Ia sezaman dengan edisi Fangshan, tetapi versinya dari
Zhong ahan jing tidak lengkap.; jilid 2-3, 9, 25, 41, 51-52, 56, dan 59 hilang. Sisa dari kanon Jin direproduksi dalam
Zhonghua dazang jing (Shanghai: Zhonghua shuju, 1984-1996). Satu jilid (no. 36) dari Zhong ahan jing terkandung dalam kanon Liao (c. 983-1031) telah bertahan: item no. 9 dalam Shanxi wenwuju dan Zhongguo lishi bowuguan, Yingxian muta Liaodai mizang (Beijing: Wenwu chubanshe, 1991), menurut Stefano Zachetti,
In Praise of the Light – A Critical Synoptic Edition with an Annotated Translation of Chapters 1-3 of Dharmarakṣa Guang zan jing, being the Earliest Translation of the Larger Prajñāpāramitā (Tokyo: The International Research Institute for Advanced Buddhology, Soka University, 2005), p. 103n.
<40> TransHelp bersifat
open-source dan tersedia dalam
repository SourceForge.