Pengembangan Buddhisme > DhammaCitta Press

Madhyama Agama vol. II (Bagian 8)

(1/3) > >>

seniya:
Berikut adalah terjemahan Madhyama Agama bagian 8 yang terdiri dari kotbah 87-96.

seniya:
Bagian 8
Noda-Noda

87. Kotbah tentang Kekotoran-Kekotoran<141>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Taman Rusa dalam Hutan Bhesakalā di Suṃsumāragiri di negeri Bhagga.

Pada waktu itu, Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:

Teman-teman yang mulia, terdapat empat jenis orang di dunia ini. Apakah empat [hal itu]? Di sini seseorang sesungguhnya memiliki kekotoran dalam dirinya tetapi tidak mengetahuinya; ia tidak memahami sebagaimana adanya bahwa ia memiliki kekotoran dalam dirinya. Di sini seseorang sesungguhnya memiliki kekotoran dalam dirinya dan mengetahuinya; ia memahami sebagaimana adanya bahwa ia memiliki kekotoran dalam dirinya. Di sini seseorang sesungguhnya tidak memiliki kekotoran dalam dirinya tetapi tidak mengetahuinya; ia tidak memahami sebagaimana adanya bahwa ia tidak memiliki kekotoran dalam dirinya. Di sini seseorang sesungguhnya tidak memiliki kekotoran dalam dirinya dan mengetahuinya; ia memahami sebagaimana adanya bahwa ia tidak memiliki kekotoran dalam dirinya.

Teman-teman yang mulia, sehubungan dengan orang yang sesungguhnya memiliki kekotoran dalam dirinya tetapi tidak mengetahuinya, yang tidak memahami sebagaimana adanya bahwa ia memiliki kekotoran dalam dirinya: ia adalah rendah di antara orang-orang [dengan kekotoran]. Sehubungan dengan orang yang sesungguhnya memiliki kekotoran dalam dirinya dan mengetahuinya, yang memahami sebagaimana adanya bahwa ia memiliki kekotoran dalam dirinya: ia adalah unggul di antara orang-orang [dengan kekotoran]. Sehubungan dengan orang yang sesungguhnya tidak memiliki kekotoran dalam dirinya tetapi tidak mengetahuinya, yang tidak memahami sebagaimana adanya bahwa ia tidak memiliki kekotoran dalam dirinya: ia adalah rendah di antara orang-orang [tanpa kekotoran]. Sehubungan dengan orang yang sesungguhnya tidak memiliki kekotoran dalam dirinya dan mengetahuinya, yang memahami sebagaimana adanya bahwa ia tidak memiliki kekotoran dalam dirinya: ia adalah unggul di antara orang-orang [tanpa kekotoran].

Kemudian seorang bhikkhu tertentu bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merentangkan tangannya dengan telapak tangan yang disatukan terhadap Yang Mulia Sāriputta, dan berkata:<142>

Yang Mulia Sāriputta, apakah sebabnya, apakah kondisi untuk mengatakan bahwa, dari dua orang pertama dengan kekotoran, dengan pikiran yang terkotori, seseorang adalah rendah dan seseorang adalah unggul? Selanjutnya, apakah sebabnya, apakah kondisi untuk mengatakan bahwa, dari dua orang berikutnya tanpa kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori, seseorang adalah rendah dan seseorang adalah unggul?

Kemudian Yang Mulia Sāriputta menjawab bhikkhu itu:

Teman yang mulia, jika seseorang sesungguhnya memiliki kekotoran dalam dirinya tetapi tidak mengetahuinya, tidak memahami sebagaimana adanya bahwa ia memiliki kekotoran dalam dirinya, maka seharusnya diketahui bahwa ia tidak akan terdorong untuk meninggalkan kekotoran itu. Ia tidak akan mengerahkan usaha atau dengan tekun berlatih [untuk tujuan itu], dan ia akan meninggal dengan kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori. Karena meninggal dengan kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori, orang itu mengalami kematian yang tidak menguntungkan dan akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk.<143> Mengapakah demikian? Karena ia meninggal dengan kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa seseorang membeli, dari toko atau tempat kerja pandai besi, sebuah piring perunggu yang kotor dan bernoda. Setelah membawa pulang piring itu, ia tidak sering mencuci kotoran itu, tidak sering mengusapnya, tidak menjemurnya di bawah cahaya matahari, tetapi menyimpannya dalam tempat yang berdebu. Sebagai akibatnya, piring perunggu itu bahkan menjadi lebih kotor dan bernoda.

Dengan cara yang sama, teman yang mulia, jika seseorang sesungguhnya memiliki kekotoran dalam dirinya tetapi tidak mengetahuinya, tidak memahami sebagaimana adanya bahwa ia memiliki kekotoran dalam dirinya, maka seharusnya diketahui bahwa ia tidak akan terdorong untuk meninggalkan kekotoran itu. Ia tidak akan mengerahkan usaha atau dengan tekun berlatih [untuk tujuan itu], dan ia akan meninggal dengan kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori; ia akan mengalami kematian yang tidak menguntungkan dan akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk. Mengapakah demikian? Adalah karena meninggal dengan kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori.

Teman yang mulia, jika seseorang mengetahui sebagaimana adanya: “Aku memiliki kekotoran dalam diriku, aku sesungguhnya memiliki kekotoran ini dalam diriku,” maka seharusnya diketahui bahwa orang ini akan terdorong untuk meninggalkan kekotoran itu. Ia akan mengerahkan usaha dan dengan tekun berlatih [untuk tujuan itu], dan ia akan meninggal tanpa kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori. Karena meninggal tanpa kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori, orang itu mengalami kematian yang menguntungkan dan akan terlahir kembali di alam kehidupan yang baik. Mengapakah demikian? Karena ia tanpa kekotoran-kekotoran, ia meninggal dengan pikiran yang tidak terkotori.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa seseorang membeli, dari toko atau tempat kerja pandai besi, sebuah piring perunggu yang kotor dan bernoda. Setelah membawa pulang piring itu, ia sering mencuci kotoran itu, sering mengusapnya, sering menjemurnya di bawah cahaya matahari, dan tidak menyimpannya dalam tempat yang berdebu. Sebagai akibatnya, piring perunggu itu menjadi sangat bersih.

Dengan cara yang sama, teman yang mulia, jika seseorang mengetahui sebagaimana adanya: “Aku memiliki kekotoran dalam diriku, aku seseungguhnya memiliki kekotoran ini dalam diriku,” maka seharusnya diketahui bahwa orang ini akan terdorong untuk meninggalkan kekotoran itu. Ia akan mengerahkan usaha dan dengan tekun berlatih [untuk tujuan itu], dan ia akan meninggal tanpa kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori. Ia mengalami kematian yang menguntungkan dan akan terlahir kembali di alam kehidupan yang baik. Mengapakah demikian? Karena meninggal tanpa kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori.

Teman yang mulia, jika seseorang tidak mengetahui sebagaimana adanya: “Aku tidak memiliki kekotoran dalam diriku, aku sesungguhnya tidak memiliki kekotoran ini dalam diriku,” maka seharusnya diketahui bahwa ia tidak akan menjaga [pikirannya] terhadap hal-hal [menarik] yang dikenali oleh mata atau telinga. Sebagai akibat tidak menjaga [pikirannya] terhadap hal-hal [menarik] yang dikenali oleh mata atau telinga, pikirannya akan dipenuhi oleh nafsu-nafsu dan ia akan meninggal dengan nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori. Karena meninggal dengan nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori, orang itu mengalami kematian yang tidak menguntungkan dan akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk. Mengapakah demikian? Karena ia meninggal dengan nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa seseorang membeli, dari toko atau tempat kerja pandai besi, sebuah piring perunggu yang bersih dan tanpa noda-noda. Setelah membawa pulang piring itu, ia tidak sering mencuci kotoran apa pun, tidak sering mengusapnya, dan tidak sering menjemurnya di bawah cahaya matahari, tetapi menyimpannya dalam tempat yang berdebu. Sebagai akibatnya, piring perunggu itu pasti akan menjadi kotor dan bernoda.

Dengan cara yang sama, teman yang mulia, jika seseorang tidak mengetahui sebagaimana adanya: “Aku tidak memiliki kekotoran dalam diriku, aku sesungguhnya tidak memiliki kekotoran ini dalam diriku,” maka seharusnya diketahui bahwa ia tidak akan menjaga [pikirannya] terhadap hal-hal [menarik] yang dikenali oleh mata dan telinga. Sebagai akibat tidak menjaga [pikirannya] terhadap hal-hal [menarik] yang dikenali oleh mata dan telinga, pikirannya akan dipenuhi oleh nafsu-nafsu dan ia akan meninggal dengan nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori. Karena meninggal dengan nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori, orang itu mengalami kematian yang tidak menguntungkan dan akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk. Mengapakah demikian? Karena ia meninggal dengan nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang terkotori.

Teman yang mulia, jika seseorang mengetahui sebagaimana adanya: “Aku tidak memiliki kekotoran dalam diriku, aku sesungguhnya tidak memiliki kekotoran ini dalam diriku,” maka seharusnya diketahui bahwa ia akan menjaga [pikirannya] terhadap hal-hal [menarik] yang dikenali oleh mata atau telinga. Sebagai akibat menjaga [pikirannya] terhadap hal-hal [menarik] yang dikenali oleh mata atau telinga, pikirannya tidak dipenuhi oleh nafsu-nafsu dan ia akan meninggal tanpa nafsu-nafsu, tanpa kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori. Karena ia meninggal tanpa nafsu-nafsu, tanpa kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori, orang itu mengalami kematian yang menguntungkan dan akan terlahir kembali di alam kehidupan yang baik. Mengapakah demikian? Karena ia meninggal tanpa nafsu-nafsu, tanpa kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori.

Teman yang mulia, seumpamanya seseorang membeli, dari toko atau tempat kerja pandai besi, sebuah piring perunggu yang bersih dan tanpa noda-noda. Setelah membawa pulang piring itu, ia sering mencuci kotoran apa pun, sering mengusapnya, sering menjemurnya di bawah cahaya matahari, dan tidak menyimpannya dalam tempat yang berdebu. Sebagai akibatnya, piring perunggu itu menjadi sangat bersih.

Dengan cara yang sama, teman yang mulia, jika seseorang mengetahui sebagaimana adanya: “Aku tidak memiliki kekotoran dalam diriku, aku sesungguhnya tidak memiliki kekotoran ini dalam diriku,” maka seharusnya diketahui bahwa ia akan menjaga [pikirannya] terhadap hal-hal [menarik] yang dikenali oleh mata atau telinga. Sebagai akibat menjaga [pikirannya] terhadap hal-hal [menarik] yang dikenali oleh mata atau telinga, pikirannya tidak dipenuhi oleh nafsu-nafsu dan ia akan meninggal tanpa nafsu-nafsu, tanpa kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori. Karena ia meninggal tanpa nafsu-nafsu, tanpa kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori, orang itu mengalami kematian yang menguntungkan dan akan terlahir kembali di alam kehidupan yang baik. Mengapakah demikian? Karena ia meninggal tanpa nafsu-nafsu, tanpa kekotoran-kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori.

Teman yang mulia, ini adalah sebabnya, ini adalah kondisi untuk mengatakan bahwa dari dua orang sebelumnya dengan kekotoran, dengan pikiran yang terkotori, seseorang adalah rendah dan seseorang adalah unggul. Ini adalah sebabnya, ini adalah kondisi untuk mengatakan dari dua orang berikutnya tanpa kekotoran, dengan pikiran yang tidak terkotori, seseorang adalah rendah dan seseorang adalah unggul.

Terhadap hal ini seorang bhikkhu lain bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Yang Mulia Sāriputta, dan berkata, “Yang Mulia Sāriputta, seseorang mengatakan tentang ‘kekotoran-kekotoran.’ Apakah ‘kekotoran-kekotoran’ itu?”

Yang Mulia Sāriputta menjawab bhikkhu itu:

Teman yang mulia, tak terhitung keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat yang muncul dari nafsu-nafsu; inilah disebut “kekotoran-kekotoran.” Mengapakah demikian? Seumpamanya bahwa pikiran seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Aku telah melakukan pelanggaran aturan latihan. Biarlah orang lain tidak mengetahui bahwa aku telah melakukan pelanggaran aturan latihan!”

Teman yang mulia, mungkin bahwa orang lain mengetahui pelanggaran aturan latihannya; dan karena pelanggaran aturan latihannya diketahui oleh orang lain pikirannya memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya pikiran seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Aku telah melakukan pelanggaran aturan latihan. Biarlah orang lain menegurku secara pribadi; biarlah mereka tidak menegurku di tengah-tengah sangha sehubungan dengan pelanggaran aturan latihanku!”

Teman yang mulia, mungkin bahwa orang lain menegur orang itu di tengah-tengah sangha alih-alih secara pribadi; dan bahwa karena ia ditegur oleh orang lain di tengah-tengah sangha alih-alih secara pribadi pikirannya memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Aku telah melakukan pelanggaran aturan latihan. Biarlah seseorang yang lebih tinggi dariku menegurku; janganlah seseorang yang berkedudukan lebih rendah daripada diriku menegurku tentang pelanggaran aturan latihanku!”

Teman yang mulia, mungkin bahwa seseorang yang berkedudukan lebih rendah daripada dirinya menegurnya tentang pelanggaran aturan latihannya, alih-alih seseorang yang lebih tinggi darinya; dan karena ditegur oleh seseorang yang berkedudukan lebih rendah daripada dirinya alih-alih seseorang yang lebih tinggi darinya, pikirannya memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Biarlah aku duduk di hadapan Sang Buddha dan bertanya kepada beliau tentang Dharma, [di mana sebagai tanggapannya] Sang Bhagavā menjelaskannya kepada para bhikkhu! Jangalah bhikkhu lain duduk di hadapan Sang Buddha dan bertanya kepada beliau tentang Dharma, [di mana sebagai tanggapannya] Sang Bhagavā menjelaskannya kepada para bhikkhu!”

Teman yang mulia, mungkin bahwa bhikkhu lain duduk di hadapan Sang Buddha dan bertanya kepada beliau tentang Dharma, [di mana sebagai tanggapannya] Sang Bhagavā menjelaskannya kepada para bhikkhu; dan karena bhikkhu lain itu duduk di hadapan Sang Budhda dan bertanya kepada beliau tentang Dharma, [di mana sebagai tanggapannya] Sang Bhagavā menjelaskannya kepada para bhikkhu, pikiran [orang itu] memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Ketika para bhikkhu memasuki [desa untuk mengumpulkan dana makanan], biarlah aku berada pada kepala [barisan para bhikkhu], dengan semua bhikkhu [sisanya] mengikutiku ketika kami masuk! Ketika para bhikkhu memasuki [desa itu], janganlah bhikkhu lain berada pada kepala [barisan tersebut], dengan semua bhikkhu sisanya mengikutinya seraya kami masuk!”

Teman yang mulia, mungkin bawah ketika para bhikkhu memasuki [desa itu], bhikkhu lain berada pada kepala [barisan tersebut], dengan semua bhikkhu sisanya mengikutinya ketika mereka masuk; dan karena ketika para bhikkhu memasuki [desa itu] bhikkhu lain itu berada pada kepala dengan semua bhikkhu sisanya mengikutnya ketika mereka masuk, pikiran [orang itu] memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Ketika para bhikkhu memasuki [tempat perjamuan makan], biarlah aku mendapatkan tempat duduk terbaik, adalah yang pertama diberikan tempat duduk, yang pertama menerima air untuk mencuci [tangan], dan yang pertama disajikan makanan! Ketika para bhikkhu memasuki [tempat perjamuan makan], janganlah bhikkhu lain mendapatkan tempat duduk terbaik, adalah yang pertama diberikan tempat duduk, yang pertama menerima air untuk mencuci [tangan], dan yang pertama disajikan makanan!”

Teman yang mulia, mungkin bahwa ketika para bhikkhu memasuki [tempat perjamuan makan], bhikkhu lain mendapatkan tempat duduk terbaik, adalah yang pertama diberikan tempat duduk, yang pertama menerima air untuk mencuci [tangan], dan yang pertama disajikan makanan; dan karena ketika para bhikkhu memasuki [tempat perjamuan makan], bhikkhu lain itu mendapatkan tempat duduk terbaik, adalah yang pertama diberikan tempat duduk, yang pertama menerima air untuk mencuci [tangan], dan yang pertama disajikan makanan, pikiran [orang itu] memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Ketika para bhikkhu telah selesai makan, menyimpan mangkuk mereka, dan mencuci [tangan mereka], biarlah aku menjadi orang yang memberikan pengajaran kepada para perumah tangga, dengan menasihati dan menginspirasi mereka, sepenuhnya menggembirakan mereka! Ketika para bhikkhu telah selesai makan, menyimpan mangkuk mereka, dan mencuci [tangan mereka], janganlah bhikkhu lain menjadi orang yang memberikan pengajaran kepada para perumah tangga, dengan menasihati dan menginspirasi mereka, sepenuhnya menggembirakan mereka!”

Teman yang mulia, mungkin bahwa ketika para bhikkhu telah selesai makan, menyimpan mangkuk mereka, mencuci [tangan mereka], bhikkhu lain memberikan pengajaran kepada para perumah tangga, dengan menasihati dan menginspirasi mereka, sepenuhnya menggembirakan mereka; dan karena ketika para bhikkhu telah selesai makan, menyimpan mangkuk mereka, mencuci [tangan mereka], bhikkhu lain itu memberikan pengajaran kepada para perumah tangga, dengan menasihati dan menginspirasi mereka, sepenuhnya menggembirakan mereka, pikiran [orang itu] memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Ketika para perumah tangga mendekati vihara, biarlah aku menjadi orang yang bertemu dan menemani mereka, duduk bersama mereka, dan terlibat dalam diskusi dengan mereka! Ketika para perumah tangga mendekati vihara, janganlah bhikkhu lain menjadi orang yang bertemu dan menemani mereka, duduk bersama mereka dan terlibat dalam diskusi dengan mereka!”<144>

Teman yang mulia, mungkin bahwa ketika para perumah tangga mendekati vihara, bhikkhu lain bertemu dan menemani mereka, duduk bersama mereka dan terlibat dalam diskusi dengan mereka; dan bahwa karena bhikkhu lain itu bertemu dan menemani para perumah tangga ketika mereka mendekati vihara, dengan duduk bersama mereka dan terlibat dalam diskusi dengan mereka, pikiran [orang itu] memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Biarlah aku dikenal oleh raja, para menteri senior, para brahmana, dan para perumah tangga, dan dihormati oleh orang-orang negeri ini! Janganlah bhikkhu lain dikenal oleh raja, para menteri senior, para brahmana, dan para perumah tangga, atau dihormati oleh orang-orang negeri ini!”<145>

seniya:
Teman yang mulia, mungkin bahwa bhikkhu lain dikenal oleh raja, para menteri senior, para brahmana, dan para perumah tangga, dan dihormati oleh orang-orang negeri itu; dan bahwa karena bhikkhu lain itu dikenal oleh raja, para menteri senior, para brahmana, dan para perumah tangga, dan dihormati oleh orang-orang negeri itu, pikiran [orang itu] memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Biarlah aku dihormati oleh para anggota empat perkumpulan: para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam pria, dan umat awam wanita! Janganlah bhikkhu lain dihormati oleh para anggota empat perkumpulan: para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam pria, dan umat awam wanita!”<146>

Teman yang mulia, mungkin bahwa bhikkhu lain dihormati oleh para anggota empat perkumpulan: para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam pria, dan umat awam wanita; dan bahwa karena bhikkhu lain itu dihormati oleh para anggota empat perkumpulan: para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam pria, dan umat awam wanita, pikiran [orang itu] memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa seseorang memunculkan keinginan seperti ini: “Biarlah aku memperoleh jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, obat-obatan, semua kebutuhan hidup [yang sangat baik]! Janganlah bhikkhu lain memperoleh jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, obat-obatan, semua kebutuhan hidup [yang sangat baik]!”<147>

Teman yang mulia, mungkin bahwa bhikkhu lain memperoleh jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, obat-obatan, semua kebutuhan hidup [yang sangat baik]; dan bahwa karena bhikkhu lain itu memperoleh jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, obat-obatan, semua kebutuhan hidup [yang sangat baik], pikiran [orang itu] memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. [Pemikiran-pemikiran] jahat itu dan keinginan itu, jika mereka muncul dalam pikirannya, keduanya adalah [keadaan-keadaan] tidak bermanfaat.

Teman yang mulia, sepanjang teman-temannya yang bijaksana dalam kehidupan suci tidak mengetahui tak terhitung tekad batin yang jahat dan tidak bermanfaat yang muncul dalam dirinya dengan cara ini, orang itu, [walaupun] bukan seorang pertapa, dilihat sebagai seorang pertapa. Bukan seorang pertapa bijaksana, ia dilihat sebagai seorang pertapa bijaksana. Tidak [memiliki] pemahaman benar, ia dilihat sebagai memiliki pemahaman benar. Tidak [memiliki] perhatian benar, ia dilihat sebagai [memiliki] perhatian benar. Tidak dimurnikan, ia dilihat sebagai dimurnikan.

[Tetapi,] teman yang mulia, ketika teman-temannya yang bijaksana dalam kehidupan suci mengetahui tak terhitung tekad batin yang jahat dan tidak bermanfaat yang muncul dalam dirinya dengan cara ini, orang itu, yang bukan seorang pertapa, dilihat sebagai bukan seorang pertapa. Bukan seorang pertapa bijaksana, ia dilihat sebagai bukan seorang pertapa bijaksana. Tidak [memiliki] pemahaman benar, ia dilihat sebagai tidak [memiliki] pemahaman benar. Tidak [memiliki] perhatian benar, ia dilihat sebagai tidak [memiliki] perhatian benar. Tidak dimurnikan, ia dilihat sebagai tidak dimurnikan.<148>

Teman yang mulia, seumpamanya seseorang membeli, dari toko atau tempat kerja pandai besi, sebuah piring perunggu dengan penutup. Ia mengisinya dengan kotoran dan meletakkan penutupnya.<149> Kemudian ia membawanya melewati pasar, dekat di mana keramaian orang sedang berjalan.

Semua orang itu yang melihat [piring itu] ingin makan [makanan yang mereka anggap terkandung di dalamnya]. Mereka merasakan selera yang besar. Mereka tidak memiliki kejijikan terhadapnya, karena persepsi kemurnian telah muncul dalam diri mereka. Setelah membawa [piring itu] ke tempat tertentu, ia mengangkat penutupnya dan memperlihatkan [isinya].
Ketika orang-orang melihat apa yang berada di dalamnya, tidak ada dari mereka yang memiliki keinginan untuk memakannya. Mereka tidak lagi merasakan selera, [dan sebaliknya merasakan] kejijikan besar, karena persepsi kejijikan telah muncul dalam diri mereka. Bahkan mereka yang lapar tidak lagi menginginkannya, apalagi mereka yang tidak lapar.

Dengan cara yang sama, teman yang mulia, sepanjang teman-temannya yang bijaksana dalam kehidupan suci tidak mengetahui tak terhitung tekad batin yang jahat dan tidak bermanfaat yang muncul dalam dirinya dengan cara ini, orang itu, [walaupun] bukan seorang pertapa, dilihat sebagai seorang pertapa. Bukan seorang pertapa bijaksana, ia dilihat sebagai seorang pertapa bijaksana. Tidak [memiliki] pemahaman benar, ia dilihat sebagai memiliki pemahaman benar. Tidak [memiliki] perhatian benar, ia dilihat sebagai [memiliki] perhatian benar. Tidak dimurnikan, ia dilihat sebagai dimurnikan.

Dengan cara yang sama, teman yang mulia, ketika teman-temannya yang bijaksana dalam kehidupan suci mengetahui tak terhitung tekad batin yang jahat dan tidak bermanfaat yang muncul dalam dirinya dengan cara ini, orang itu, yang bukan seorang pertapa, dilihat sebagai bukan seorang pertapa. Bukan seorang pertapa bijaksana, ia dilihat sebagai bukan seorang pertapa bijaksana. Tidak [memiliki] pemahaman benar, ia dilihat sebagai tidak [memiliki] pemahaman benar. Tidak [memiliki] perhatian benar, ia dilihat sebagai tidak [memiliki] perhatian benar. Tidak dimurnikan, ia dilihat sebagai tidak dimurnikan.

Teman yang mulia, seharusnya diketahui bahwa seseorang yang demikian tidak untuk dipergauli, tidak untuk dihormati dan dimuliakan. Jika para bhikkhu bergaul dengan seseorang yang tidak seharusnya dipergauli, atau menghormati seseorang yang tidak seharusnya dihormati, maka mereka selama waktu yang lama tidak akan dapat mencapai keuntungan dan manfaat, dan tidak akan mengamankan kesejahteraan mereka sendiri. Mereka tidak akan menemukan keamanan dan kebahagiaan melainkan akan memunculkan penderitaan, kesedihan, dan dukacita.<150>

[Berlawanan dengan hal ini,] teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Aku telah melakukan pelanggaran aturan latihan. Biarlah orang lain tidak mengetahui bahwa aku telah melakukan pelanggaran aturan latihan!” Teman yang mulia, mungkin bahwa orang lain mengetahui tentang pelanggaran aturan latihan orang itu, tetapi bahwa walaupun pelanggaran aturan latihannya diketahui oleh orang lain pikirannya tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Aku telah melakukan pelanggaran aturan latihan. Biarlah orang lain menegurku secara pribadi; biarlah mereka tidak menegurku di tengah-tengah sangha sehubungan dengan pelanggaran aturan latihanku!” Teman yang mulia, mungkin bahwa orang lain menegur orang itu di tengah-tengah sangha alih-alih secara pribadi, tetapi bahwa walaupun ditegur di tengah-tengah sangha alih-alih secara pribadi, pikirannya tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Aku telah melakukan pelanggaran aturan latihan. Biarlah seseorang yang lebih tinggi dariku menegurku; jangalah seseorang yang berkedudukan lebih rendah daripada diriku menegurku tentang pelanggaran aturan latihanku!” Teman yang mulia, mungkin bahwa seseorang yang berkedudukan lebih rendah daripada dirinya menegurnya tentang pelanggaran aturan latihannya, alih-alih seseorang yang lebih tinggi darinya, tetapi walaupun ditegur oleh seseorang yang berkedudukan lebih rendah daripada dirinya alih-alih oleh seseorang yang lebih tinggi darinya, pikirannya tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Biarlah aku duduk di hadapan Sang Buddha dan bertanya kepada beliau tentang Dharma, [di mana sebagai tanggapannya] Sang Bhagavā memberikan pengajaran kepada para bhikkhu! Janganlah bhikkhu lain duduk di hadapan Sang Buddha dan bertanya kepada beliau tentang Dharma, [di mana sebagai tanggapannya] Sang Bhagavā memberikan pengajaran kepada para bhikkhu!” Teman yang mulia, mungkin bahwa bhikkhu lain duduk di hadapan Sang Buddha dan bertanya kepada beliau tentang Dharma, [di mana sebagai tanggapannya] Sang Bhagavā memberikan pengajaran kepada para bhikkhu, tetapi walaupun bhikkhu lain itu yang duduk di hadapan Sang Buddha dan bertanya kepada beliau tentang Dharma, [di mana sebagai tanggapannya] Sang Bhagavā memberikan pengajaran kepada para bhikkhu, pikiran [orang itu] tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Ketika para bhikkhu memasuki [desa untuk mengumpulkan dana makanan], biarlah aku berada pada kepala [barisan para bhikkhu], dengan semua bhikkhu [sisanya] mengikutiku seraya kami masuk! Ketika para bhikkhu memasuki [desa itu], janganlah bhikkhu lain berada pada kepala [barisan tersebut], dengan semua bhikkhu sisanya mengikutinya seraya kami masuk!” Teman yang mulia, mungkin bahwa ketika para bhikkhu masuk, bhikkhu lain berada pada kepala [barisan tersebut] dan semua [bhikkhu sisanya] mengikutinya ketika mereka masuk, tetapi walaupun bhikkhu lain itu yang berada pada kepala [barisan itu] dengan yang lain mengikutinya ketika mereka masuk, pikiran [orang itu] tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Ketika para bhikkhu telah memasuki [tempat perjamuan makan], biarlah aku mendapatkan tempat duduk terbaik, adalah yang pertama diberikan tempat duduk, yang pertama menerima air untuk mencuci [tangan], dan yang pertama disajikan makanan! Ketika para bhikkhu telah memasuki [tempat perjamuan makan], janganlah bhikkhu lain mendapatkan tempat duduk terbaik, adalah yang pertama diberikan tempat duduk, yang pertama menerima air untuk mencuci [tangan], dan yang pertama disajikan makanan!” Teman yang mulia, mungkin bahwa ketika para bhikkhu telah memasuki [tempat perjamuan makan], bhikkhu lain mendapatkan tempat duduk terbaik, adalah yang pertama diberikan tempat duduk, yang pertama menerima air untuk mencuci [tangan], dan yang pertama disajikan makanan, tetapi walaupun bhikkhu lain itu yang mendapatkan tempat duduk terbaik ketika para bhkkhu telah memasuki [tempat perjamuan makan], adalah yang pertama diberikan tempat duduk, yang pertama menerima air untuk mencuci [tangan], dan yang pertama disajikan makanan, pikiran [orang itu] tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Ketika para bhikkhu telah selesai makan, menyimpan mangkuk mereka, dan mencuci [tangan mereka], biarlah aku menjadi orang yang memberikan pengajaran kepada para perumah tangga, dengan menasihati dan menginspirasi mereka, sepenuhnya menggembirakan mereka! Ketika para bhikkhu telah selesai makan, menyimpan mangkuk mereka, dan mencuci [tangan mereka], janganlah bhikkhu lain menjadi orang yang memberikan pengajaran kepada para perumah tangga, dengan menasihati dan menginspirasi mereka, sepenuhnya menggembirakan mereka!” Teman yang mulia, mungkin bahwa ketika para bhikkhu telah selesai makan, menyimpan mangkuk mereka, dan mencuci [tangan mereka], bhikkhu lain memberikan pengajaran kepada para perumah tangga, dengan menasihati dan menginspirasi mereka, sepenuhnya menggembirakan mereka, tetapi walaupun bhikkhu lain itu, ketika para bhikkhu telah selesai makan, menyimpan mangkuk mereka, dan mencuci [tangan mereka], memberikan pengajaran kepada para perumah tangga, dengan menasihati dan menginspirasi mereka, sepenuhnya menggembirakan mereka, pikiran [orang itu] tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Ketika para perumah tangga mendekati vihara, biarlah aku menjadi orang yang bertemu dan menemani mereka, duduk bersama mereka, dan terlibat dalam diskusi dengan mereka! Ketika para perumah tangga mendekati vihara, janganlah bhikkhu lain menjadi orang yang bertemu dan menemani mereka, duduk bersama mereka, dan terlibat dalam diskusi dengan mereka!” Teman yang mulia, mungkin bahwa ketika para perumah tangga mendekati vihara, bhikkhu lain bertemu dan menemani mereka, duduk bersama mereka, dan terlibat dalam diskusi dengan mereka, tetapi walaupun bhikkhu lain itu yang bertemu dan menemani para perumah tangga ketika mereka mendekati vihara, duduk bersama mereka, dan terlibat dalam diskusi dengan mereka, pikiran [orang itu] tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Biarlah aku dikenal oleh raja, para menteri senior, para brahmana, dan para perumah tangga, dan dihormati oleh orang-orang negeri ini! Janganlah bhikkhu lain dikenal oleh raja, para menteri senior, para brahmana, dan para perumah tangga, dan dihormati oleh orang-orang negeri ini!” Teman yang mulia, mungkin bahwa bhikkhu lain dikenal oleh raja, para menteri senior, para brahmana, dan para perumah tangga, dan dihormati oleh orang-orang negeri itu, tetapi walaupun bhikkhu lain itu yang dikenal oleh raja, para menteri senior, para brahmana, dan para perumah tangga, dan dihormati oleh orang-orang negeri itu, pikiran [orang itu] tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Biarlah aku dihormati oleh para anggota empat perkumpulan: para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam pria, dan umat awam wanita! Janganlah bhikkhu lain dihormati oleh para anggota empat perkumpulan: para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam pria, dan umat awam wanita!” Teman yang mulia, mungkin bahwa bhikkhu lain dihormati oleh para anggota empat perkumpulan: para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam pria, dan umat awam wanita; tetapi walaupun bhikkhu lain itu yang dihormati oleh para anggota empat perkumpulan: para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam pria, dan umat awam wanita, pikiran [orang itu] tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa pikiran seseorang tidak memunculkan keinginan seperti ini: “Biarlah aku memperoleh jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, obat-obatan, semua kebutuhan hidup [yang sangat baik]! Janganlah bhikkhu lain memperoleh jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, obat-obatan, semua kebutuhan hidup [yang sangat baik]!” Teman yang mulia, mungkin bahwa bhikkhu lain memperoleh jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, obat-obatan, semua kebutuhan hidup [yang sangat baik], tetapi walaupun bhikkhu lain itu yang memperoleh jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, obat-obatan, semua kebutuhan hidup [yang sangat baik], pikiran [orang itu] tidak memunculkan [pemikiran-pemikiran] jahat. Ketiadaan [pemikiran-pemikiran] jahat itu dan ketiadaan keinginan dalam pikirannya itu keduanya adalah [keadaan-keadaan] bermanfaat.

Teman yang mulia, sepanjang teman-temannya yang bijaksana dalam kehidupan suci tidak mengetahui tak terhitung tekad batin bermanfaat yang muncul dalam dirinya dengan cara ini, orang itu, [walaupun] seorang pertapa, dilihat sebagai bukan seorang pertapa. Seorang pertapa bijaksana ia dilihat sebagai bukan seorang pertapa bijaksana. [Memiliki] pemahaman benar, ia dilihat sebagai tidak [memiliki] pemahaman benar. [Memiliki] perhatian benar, ia dilihat sebagai tidak [memiliki] perhatian benar. Dimurnikan, ia dilihat sebagai tidak dimurnikan.

[Tetapi,] teman yang mulia, ketika teman-temannya yang bijaksana dalam kehidupan suci mengetahui tak terhitung tekad batin bermanfaat yang muncul dalam dirinya dengan cara ini, orang itu, yang adalah seorang pertapa, dilihat sebagai seorang pertapa. Seorang pertapa bijaksana, ia dilihat sebagai seorang pertapa bijaksana. [Memiliki] pemahaman benar, ia dilihat sebagai [memiliki] pemahaman benar. [Memiliki] perhatian benar, ia dilihat sebagai [memiliki] perhatian benar. Dimurnikan, ia dilihat sebagai dimurnikan.

Teman yang mulia, seumpamanya bahwa seseorang membeli, dari toko atau tempat kerja pandai besi, sebuah piring perunggu dengan penutup. Ia mengisinya dengan berbagai makanan dan minuman yang menarik dan lezat serta meletakkan penutupnya. Kemudian ia membawanya melewati toko-toko, dekat di mana keramaian orang sedang berjalan.
Semua orang yang melihat [piring itu] tidak memiliki keinginan untuk makan [darinya]. Mereka tidak merasakan keinginan atau selera. Mereka memiliki kejijikan terhadapnya, karena persepsi kejijikan telah muncul dalam diri mereka. Mereka berkata, “Bawalah pergi kotoran itu! Bawalah pergi kotoran itu!”<151> Orang itu, setelah membawa mangkuk itu ke tempat tertentu, mengangkat penutupnya dan memperlihatkan [isinya]. Ketika orang-orang melihat apa yang berada di dalamnya, semuanya memiliki keinginan untuk memakannya. Mereka merasakan keinginan dan selera. Mereka tidak lagi mengalami kejijikan terhadapnya, karena persepsi kemurnian muncul dalam diri mereka. Bahkan mereka yang tidak lapar ingin memakannya, apalagi mereka yang lapar.

Dengan cara yang sama, teman yang mulia, sepanjang teman-temannya yang bijaksana dalam kehidupan suci tidak mengetahui tak terhitung tekad batin bermanfaat yang muncul dalam dirinya dengan cara ini, orang itu, [walaupun] seorang pertapa, dilihat sebagai bukan seorang pertapa. Seorang pertapa bijaksana ia dilihat sebagai bukan seorang pertapa bijaksana. [Memiliki] pemahaman benar, ia dilihat sebagai tidak [memiliki] pemahaman benar. [Memiliki] perhatian benar, ia dilihat sebagai tidak [memiliki] perhatian benar. Dimurnikan, ia dilihat sebagai tidak dimurnikan.

[Tetapi,] teman yang mulia, ketika teman-temannya yang bijaksana dalam kehidupan suci mengetahui tak terhitung tekad batin bermanfaat yang muncul dalam dirinya dengan cara ini, orang itu, yang adalah seorang pertapa, dilihat sebagai seorang pertapa. Seorang pertapa bijaksana, ia dilihat sebagai seorang pertapa bijaksana. [Memiliki] pemahaman benar, ia dilihat sebagai [memiliki] pemahaman benar. [Memiliki] perhatian benar, ia dilihat sebagai [memiliki] perhatian benar. Dimurnikan, ia dilihat sebagai dimurnikan.

seniya:
Teman yang mulia, seharusnya diketahui bahwa seseorang yang demikian adalah untuk dipergauli dan dihormati. Jika para bhikkhu bergaul dengan seseorang yang seharusnya dipergauli, atau menghormati seseorang yang seharusnya dihormati, maka mereka selama waktu yang lama akan dapat mencapai keuntungan dan manfaat, dan akan mengamankan kesejahteraan mereka sendiri. Mereka akan menemukan keamanan dan kebahagiaan, dan bebas dari penderitaan, kesedihan, dan dukacita.

Pada waktu itu, Yang Mulia Mahāmoggallāna berada di dalam perkumpulan itu. Yang Mulia Mahāmoggallāna berkata, “Yang Mulia Sāriputta, aku ingin mengatakan suatu perumpamaan sehubungan dengan topik ini. Apakah aku diizinkan untuk mengatakannya?”

Yang Mulia Sāriputta berkata, “Yang Mulia Mahāmoggallāna, silakan katakanlah perumpamaan yang ingin engkau katakan.”

Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna berkata:

Yang Mulia Sāriputta, aku mengingat bahwa pada suatu ketika aku sedang berdiam di Gunung Puncak Burung Bangkai di Rājagaha. Pada waktu itu, ketika malam telah berlalu, menuju fajar, aku mengenakan jubahku, membawa mangkukku, memasuki Rājagaha, dan pergi untuk mengumpulkan dana makanan. Aku mendekati rumah pertapa telanjang Puṇṇaputta, seorang mantan pembuat kereta.<152>

Pada waktu itu, di sebuah rumah yang berdekatan, seorang pembuat kereta lain sedang mengetam pelek untuk sebuah kereta. Saat itu pertapa telanjang Puṇṇaputta, mantan pembuat kereta, tiba di rumah itu. Melihat bahwa [pembuat kereta lain] sedang mengetam pelek, pertapa telanjang Puṇṇaputta, mantan pembuat kereta, berpikir: “Jika pembuat kereta ini menggunakan kapak untuk mengetam pelek itu dengan memotong kecacatan ini dan itu, dengan cara ini pelek itu akan menjadi sangat bagus.”

Kemudian, seakan-akan ia mengetahui pemikiran dalam pikiran pertapa telanjang Puṇṇaputta, pembuat kereta itu mengambil kapaknya dan memotong kecacatan ini dan itu. Kemudian pertapa telanjang Puṇṇaputta sangat bergembira dan berkata, “Pembuat kereta, ini seakan-akan engkau mengetahui pikiranku dengan pikiranmu. Mengapakah demikian? Karena engkau menggunakan kapakmu untuk mengetam pelek itu dengan memotong kecacatan ini dan itu, seperti halnya yang kupikir engkau dapat [melakukannya].”

Dengan cara yang sama, Yang Mulia Sāriputta, seumpamanya terdapat mereka yang suka menyanjung, penuh tipu daya, iri hati, tidak memiliki keyakinan, lalai, tidak memiliki perhatian benar dan pemahaman benar, tidak memiliki konsentrasi, tidak memiliki kebijaksanaan, angkuh, terdelusi, tidak menjaga indria-indria, tidak berlatih dalam <keterasingan>,<153> dan tidak memiliki kearifan – karena mengetahui pikiran mereka dengan pikirannya, Yang Mulia Sāriputta telah memberikan pengajaran ini.

Yang Mulia Sāriputta, terdapat mereka yang tidak suka menyanjung, tidak penuh tipu daya, tidak iri hati, yang memiliki keyakinan, tekun dan tanpa kelambanan, memiliki perhatian benar dan pemahaman benar, yang mengembangkan konsentrasi dan mengembangkan kebijaksanaan, tidak angkuh atau terdelusi, menjaga indria-indria, berlatih secara menyeluruh dalam <keterasingan>, dan memahami secara terampil. Ketika mereka mendengar Dharma yang diajarkan oleh Yang Mulia Sāriputta, maka bagaikan makanan bagi yang lapar dan minuman bagi yang haus, [apa yang berasal dari] mulut[nya] masuk ke pikiran mereka.

Yang Mulia Sāriputta, seumpamanya seorang gadis dari kasta ksatria, kastra brahmana, kasta saudagar, atau kasta pekerja, yang cantik dan menarik, telah membersihkan diri dengan baik, meminyaki tubuhnya dengan wewangian, mengenakan pakaian cemerlang dan bersih, dan menghiasi dirinya dengan berbagai permata.<154>

Sekarang, seumpamanya seorang pria yang berpikir [dengan baik] tentang gadis itu, dengan mencari manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan, mengambil sebuah kalungan bunga yang terbuat dari seroja, kalungan bunga dari bunga champak, kalungan bunga dari melati berbunga besar (sumanā), kalungan bunga dari melati Arab (vassikā), atau kalungan bunga mawar dan memberikannya kepada gadis itu. Gadis itu akan dengan gembira menerima [kalungan bunga itu] dengan kedua tangannya dan menaruhnya pada kepalanya.

Hal yang sama, Yang Mulia Sāriputta, dengan mereka yang tidak suka menyanjung, tidak penuh tipu daya, tidak iri hati, yang memiliki keyakinan, tekun dan tanpa kelambanan, memiliki perhatian benar dan pemahaman benar, yang mengembangkan konsentrasi dan mengembangkan kebijaksanaan, tidak angkuh atau terdelusi, menjaga indria-indria, berlatih secara menyeluruh dalam <keterasingan>, dan memahami secara terampil.

Ketika mereka mendengar Dharma yang diajarkan Yang Mulia Sāriputta, maka bagaikan makanan bagi yang lapar dan minuman bagi yang haus, [apa yang berasal dari] mulut[nya] masuk ke pikiran mereka.

Yang Mulia Sāriputta, adalah luar biasa, adalah mengagumkan! Yang Mulia Sāriputta begitu sering membangkitkan semangat dan menyokong teman-temannya dalam kehidupan suci dengan membantu mereka meninggalkan apa yang tidak bermanfaat dan menegakkan mereka dalam apa yang bermanfaat.

Setelah memuji satu sama lain seperti ini, dua orang yang mulia bangkit dari tempat duduk mereka dan pergi.

Demikianlah yang diucapkan Yang Mulia Sāriputta. Setelah mendengar apa yang dikatakan Yang Mulia Sāriputta, Yang Mulia Mahāmoggallāna dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan menerimanya dengan hormat.

seniya:
88. Kotbah tentang Pencarian terhadap Dharma<155>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di negeri Kosala dengan sekumpulan besar bhikkhu. Beliau pergi ke sebuah hutan kayu keras di sebelah utara desa Pancasāla, bersama-sama dengan berbagai sesepuh yang terkemuka dan sangat dihormati, para siswa utama seperti Yang Mulia Sāriputta, Yang Mulia Mahāmoggalāna, Yang Mulia Kassapa, Yang Maha Mahākaccāna, Yang Mulia Anuruddha, Yang Mulia Revata, dan Yang Mulia Ānanda. Para sesepuh yang terkemuka dan sangat dihormati demikian, para siswa utama demikian sedang berdiam di samping gubuk jerami Sang Buddha [di sebelah utara] desa Pancasāla.<156>

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Kalian seharusnya melakukan pencarian terhadap Dharma, bukan pencarian terhadap makanan dan minuman.<157> Mengapakah demikian? Demi cinta kasih dan belas kasih bagi para siswaku, aku berharap kalian melakukan pencarian terhadap Dharma, bukan pencarian terhadap makanan dan minuman.

Jika kalian tidak melakukan pencarian terhadap Dharma dan melakukan pencarian terhadap makanan dan minuman, maka kalian akan mencemari diri kalian sendiri dan [sebagai guru kalian] aku juga tidak akan memiliki nama yang baik. Jika kalian melakukan pencarian terhadap Dharma dan bukan melakukan pencarian terhadap makanan dan minuman, maka kalian akan memuliakan diri kalian sendiri dan [sebagai guru kalian] aku juga akan memiliki nama yang baik.

Bagaimanakah para siswa yang berlatih di bawah Sang Buddha melakukan pencarian terhadap makanan dan bukan pencarian terhadap Dharma? Seumpamanya bahwa aku sudah kenyang, setelah selesai makan, dan masih ada suatu makanan tersisa. Kemudian dua orang bhikkhu datang, yang lapar dan lemah, dan aku berkata kepada mereka, “Aku sudah kenyang, setelah selesai makan, dan masih ada suatu makanan tersisa. Ambillah makanan itu jika kalian ingin makan. Jika kalian tidak mengambilnya, maka aku akan membuangnya [ke tempat] di mana tidak ada tumbuhan hijau atau menjatuhkannya ke dalam air di mana tidak ada kehidupan.”

Kemudian yang pertama dari dua orang bhikkhu itu berpikir, “Sang Bhagavā sudah kenyang, setelah selesai makan, dan masih ada suatu makanan tersisa. Jika aku tidak mengambilnya, Sang Bhagavā pasti akan membuangnya [ke tempat] di mana tidak ada tumbuhan hijau atau menjatuhkannya ke dalam air di mana tidak ada kehidupan. Aku sekarang lebih baik mengambil dan memakannya.” Ia kemudian mengambil makanan tersebut.

Walaupun bhikkhu itu, setelah mengambil makanan tersebut, melewati siang dan malam dengan nyaman dan telah memperoleh kenyamanan dan kesejahteraan, tetapi dengan mengambil makanan itu bhikkhu tersebut tidak menyesuaikan diri dengan maksud Sang Buddha.

Mengapakah demikian? Karena dengan mengambil makanan itu bhikkhu tersebut tidak mencapai dimilikinya sedikit keinginan, tidak mengetahui kepuasan, tidak mudah disokong, tidak mudah terpuaskan, tidak mengetahui waktu [yang tepat], tidak mengetahui pengendalian, tidak memperoleh semangat, tidak mencapai meditasi duduk, tidak mencapai kemurnian perilaku, tidak mencapai keterasingan, tidak mencapai keterpusatan pikiran, tidak mencapai ketekunan, dan tidak mencapai nirvana.

Demikianlah, dengan mengambil makanan itu, bhikkhu tersebut tidak menyesuaikan diri dengan maksud Sang Buddha. Ini adalah bagaimana para siswa yang berlatih di bawah Sang Buddha melakukan pencarian terhadap makanan dan minuman dan bukan pencarian terhadap Dharma.

Bagaimanakah para siswa melakukan pencarian terhadap Dharma dan bukan pencarian terhadap makanan dan minuman? Dari dua orang bhikkhu itu, yang kedua berpikir, “Sang Bhagavā sudah kenyang, telah selesai makan, dan masih ada suatu makanan tersisa. Jika aku tidak mengambilnya, Sang Bhagavā pasti akan membuangnya [ke tempat] di mana tidak ada tumbuhan hijau atau menjatuhkannya ke dalam air di mana tidak ada kehidupan. Selanjutnya, Sang Bhagavā telah mengatakan bahwa di antara [jenis-jenis] makanan, ini adalah yang paling rendah, yaitu sisa-sisa makanan. Aku sekarang lebih baik tidak mengambil makanan ini.” Berpikir demikian, ia tidak mengambilnya.

Walaupun bhikkhu itu, karena tidak mengambil makanan tersebut, melewati siang dan malam dalam penderitaan, tidak memperoleh kenyamanan dan kesejahteraan, tetapi dengan tidak mengambil makanan tersebut, bhikkhu itu menyesuaikan diri dengan maksud Sang Buddha. Mengapakah demikian?

Dengan tidak mengambil makanan itu bhikkhu tersebut mencapai dimilikinya sedikit keinginan, mengetahui kepuasan, mudah disokong, mudah terpuaskan, mengetahui waktu [yang tepat], mengetahui pengendalian, memperoleh semangat, mencapai meditasi duduk, mencapai kemurnian perilaku, mencapai keterasingan, mencapai keterpusatan pikiran, mencapai ketekunan, dan mencapai nirvana. Demikianlah, dengan tidak mengambil makanan itu, bhikkhu tersebut menyesuaikan diri dengan maksud Sang Buddha. Ini adalah bagaimana para siswa yang berlatih di bawah Sang Buddha melakukan pencarian terhadap Dharma dan bukan pencarian terhadap makanan dan minuman.

Kemudian Sang Buddha berkata kepada para siswa:

Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa seniornya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini tidak kondusif bagi kesejahteraan banyak orang atau kebahagiaan banyak orang. Ini bukan [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia, maupun demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.<158>

Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini tidak akan kondusif bagi kesejahteraan orang banyak atau kebahagiaan orang banyak. Ini bukan [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia, maupun demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.

[Sebaliknya,] jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan dan para siswa seniornya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini kondusif bagi kesejahteraan banyak orang dan kebahagiaan banyak orang. Ini [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia serta demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.

Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan dan para siswa menengahnya ... barunya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini akan kondusif bagi kesejahteraan banyak orang dan kebahagiaan banyak orang. Ini [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia serta demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.

Pada waktu itu Yang Mulia Sāriputta hadir di antara perkumpulan itu. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

Sāriputta, demi kepentingan para bhikkhu, sampaikanlah sebuah kotbah tentang Dharma yang sesuai dengan Dharma. Aku menderita sakit punggung dan ingin beristirahat sejenak.<159>

Yang Mulia Sāriputta menerima instruksi Sang Buddha: “Baik, Sang Bhagavā.”

Kemudian Sang Bhagavā melipat jubah luarnya menjadi empat untuk digunakan sebagai tempat tidur, menggulung jubah utamanya menjadi bantal, dan berbaring pada sisi kanan beliau dengan satu kaki di atas yang lain, dengan mempertahankan persepsi cahaya, penuh perhatian dan kewaspadaan, dan selalu mengingat kehendak untuk bangkit kembali.

Kemudian Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:

Teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mengetahui bahwa Sang Bhagavā telah memberikan ajaran ini secara singkat: “Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa seniornya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini tidak akan kondusif bagi kesejahteraan banyak orang atau kebahagiaan banyak orang. Ini bukan [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia, maupun demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.

“Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini tidak akan kondusif bagi kesejahteraan banyak orang atau kebahagiaan banyak orang. Ini bukan [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia, maupun demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.

“[Sebaliknya,] jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan dan para siswa seniornya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disipin ini akan kondusif bagi kesejahteraan banyak orang dan kebahagiaan banyak orang. Ini [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia serta demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.

“Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan dan para siswa menengahnya ... barunya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disipin ini akan kondusif bagi kesejahteraan banyak orang dan kebahagiaan banyak orang. Ini [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia serta demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.”

Sehubungan dengan ajaran yang diberikan demikian singkat oleh Sang Bhagavā ini, bagaimanakah kalian memahami maknanya? Bagaimanakah kalian menguraikannya dan menganalisisnya?<160>

Kemudian seorang bhikkhu dalam perkumpulan itu berkata:

Yang Mulia Sāriputta, di sini seorang sesepuh yang sangat dihormati menyatakan tentang dirinya sendiri, “Aku telah mencapai pengetahuan akhir: Kelahiran telah diakhiri bagiku, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan mengalami kelangsungan lain; aku mengetahui hal ini sebagaimana adanya.” Ketika mendengar penyataan diri bhikkhu itu atas pencapaian pengetahuan akhirnya, teman-temannya dalam kehidupan suci dipenuhi dengan kegembiraan.

Bhikkhu lain berkata:

Yang Mulia Sāriputta, ketika para siswa menengah dan baru melakukan pencarian terhadap nirvana yang tiada bandingnya dan bertekad padanya, teman-teman mereka dalam kehidupan suci bergembira ketika melihat hal itu.

Dengan cara-cara ini para bhikkhu tersebut menjelaskan maknanya, tetapi ini tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan Yang Mulia Sāriputta.

Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:

Teman-teman yang mulia, dengarkanlah apa yang akan kukatakan kepada kalian. Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan, tetapi para siswa seniornya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa seniornya dicela karena tiga alasan. Apakah tiga hal itu?

[Jika] sang guru menyenangi keterasingan tetapi para siswa seniornya tidak berlatih dalam <keterasingan>,<161> maka para siswa seniornya dicela karena hal ini. Jika sang guru mengajarkan ditinggalkannya keadaan-keadaan [batin] tertentu tetapi para siswa seniornya tidak berlatih dalam meninggalkan keadaan-keadaan itu, maka para siswa seniornya dicela karena hal ini. [Jika] para siswa seniornya meninggalkan pengerahan usaha untuk hal itu yang dapat dialami dan direalisasikan, maka para siswa seniornya dicela karena hal ini.

Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa seniornya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa seniornya dicela karena tiga alasan ini.

Teman-teman yang mulia, jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan, tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa menengahnya ... barunya dicela karena tiga alasan. Apakah tiga hal itu?

[Jika] sang guru menyenangi keterasingan tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak berlatih dalam <keterasingan>, maka para siswa menengahnya ... barunya dicela karena hal ini. Jika sang guru mengajarkan ditinggalkannya keadaan-keadaan [batin] tertentu tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak berlatih dalam meninggalkan keadaan-keadaan itu, maka para siswa menengahnya ... barunya dicela karena hal ini. [Jika] para siswa menengahnya ... barunya meninggalkan pengerahan usaha untuk hal itu yang dapat dialami dan direalisasikan, maka para siswa menengahnya ... barunya dicela karena hal ini.

Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa menengahnya ... barunya dicela karena tiga alasan ini.
[Sebaliknya,] teman-teman yang mulia, jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan, dan para siswa seniornya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa seniornya dipuji karena tiga alasan. Apakah tiga hal itu?

[Jika] sang guru menyenangi keterasingan dan para siswa seniornya juga berlatih dalam <keterasingan>, maka para siswa seniornya dipuji karena hal ini. Jika sang guru mengajarkan ditinggalkannya keadaan-keadaan [batin] tertentu dan para siswa seniornya juga berlatih dalam meninggalkan keadaan-keadaan itu, maka para siswa seniornya dipuji karena hal ini. [Jika] para siswa seniornya tidak meninggalkan pengerahan usaha tetapi berlatih dengan tekun untuk hal itu yang dapat dialami dan direalisasikan, maka para siswa seniornya dipuji karena hal ini.

Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan dan para siswa seniornya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa seniornya dipuji karena tiga alasan ini.

Teman-teman yang mulia, jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan, dan para siswa menengahnya ... barunya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa menengahnya ... barunya dipuji karena tiga alasan. Apakah tiga hal itu?

[Jika] sang guru menyenangi keterasingan dan para siswa menengahnya ... barunya juga berlatih dalam <keterasingan>, maka para siswa menengahnya ... barunya dipuji karena hal ini. Jika sang guru mengajarkan ditinggalkannya keadaan-keadaan tertentu dan para siswa menengahnya ... barunya juga berlatih meninggalkan keadaan-keadaan itu, maka para siswa menengahnya ... barunya dipuji karena hal ini. [Jika] para siswa menengahnya ... barunya tidak meninggalkan pengerahan usaha tetapi berlatih dengan tekun untuk hal itu yang dapat dialami dan direalisasikan, maka para siswa menengahnya ... barunya dipuji karena hal ini.

Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan, dan para siswa menengahnya ... barunya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa menengahnya ... barunya dipuji karena tiga alasan ini.

Yang Mulia Sāriputta berkata lebih lanjut kepada para bhikkhu:

Teman-teman yang mulia, terdapat suatu jalan tengah untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma, dan menurut Dharma, serta yang membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana.

Teman-teman yang mulia, apakah jalan tengah untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma dan menurut Dharma, serta yang membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana?

Teman-teman yang mulia, pikiran dengan keinginan indria adalah jahat, dan perilaku buruk dari pikiran dengan keinginan indria juga adalah jahat. Seseorang [seharusnya] meninggalkan pikiran dengan keinginan indria dan perilaku buruk dari pikiran dengan keinginan indria. Demikian juga dengan permusuhan, ... kebencian, ... keirihatian, ... tipu daya, ... sanjungan, ... ketiadaan rasa malu, ... ketiadaan rasa takut, ... keangkuhan, ... kebanggaan yang berlebihan, ... kesombongan, ... kelalaian, ... kemewahan, ... kemarahan, ... sifat suka berselisih....

Teman-teman yang mulia, ketagihan adalah jahat, kemelekatan juga adalah jahat. Seseorang [seharusnya] meninggalkan ketagihan dan kemelekatan. Teman-teman yang mulia, ini adalah jalan tengah untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma dan menurut Dharma, serta membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana.

Selanjutnya, teman-teman yang mulia, terdapat jalan tengah ini untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma, menurut Dharma, dan membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana. Dan apakah, teman-teman yang mulia, jalan tengah ini untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma, menurut Dharma, dan membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana?

Ini adalah jalan mulia berunsur delapan: pandangan benar ... sampai dengan ... konsentrasi benar; ini adalah delapan hal itu. Teman-teman yang mulia, ini adalah jalan tengah untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma dan menurut Dharma, serta membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana.

Pada saat itu rasa sakit yang diderita Sang Bhagavā telah lenyap dan beliau dalam kenyamanan dan merasa lebih baik.<162> Bangkit dari posisi berbaringnya, beliau duduk bersila dan memuji Yang Mulia Sāriputta:

Bagus, bagus, Sāriputta, engkau telah menyampaikan kepada para bhikkhu sebuah kotbah tentang Dharma yang sesuai dengan Dharma. Sāriputta, engkau seharusnya berlanjut menjelaskan kepada para bhikkhu Dharma yang sesuai dengan Dharma. Sāriputta, engkau seharusnya sering menjelaskan kepada para bhikkhu Dharma yang sesuai dengan Dharma.

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Kalian semua seharusnya mengingat [kotbah tentang] Dharma yang sesuai dengan Dharma [ini], mengulanginya dan menyimpannya dalam ingatan. Mengapakah demikian?

[Kotbah tentang] Dharma [ini] sesuai dengan Dharma; ia mengandung Dharma dan penuh makna; ia adalah landasan kehidupan suci, yang membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana. Sebagai anggota keluarga yang telah mencukur rambut dan janggut kalian, mengenakan jubah kuning, dan demi keyakinan meninggalkan kehidupan berumah tangga, setelah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, kalian seharusnya mengingat dengan baik Dharma yang sesuai dengan Dharma ini.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, Yang Mulia Sāriputta dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version