Pengembangan Buddhisme > DhammaCitta Press

Sects and Sectarianism oleh Bhikkhu Sujato

<< < (9/9)

seniya:
Sasaki menyatakan suatu kontradiksi dalam kisah Pali, karena kisah Pali mendefinisikan perpecahan dalam istilah penyelenggaraan uposatha yang terpisah, tetapi dalam kisah Devadatta ia mengatakan tidak ada penyebutan kelompok yang bersifat memecah belah mengadakan uposatha yang terpisah. [3.178] Ini sedikit bersifat khayalan, karena pada halaman sebelumnya Sasaki telah menerjemahkan bacaan di mana Devadatta, “pada uposatha” (Pali Vinaya 2.199: tadah’uposathe) menyatakan aturan disiplin barunya – 5 poin – dan menyuruh para pengikutnya mengambil tongkat perhitungan untuk menyatakan dukungan mereka. Jelas kisah ini secara berterus terang adalah suatu penggambaran dari upacara uposatha yang diadakan secara terpisah. Kisah ini adalah dalam gaya formal dari saṅghakamma yang khas (misalnya: yass’āyasmato imāni pañca vatthūni khamanti, so salākaṁ gaṇhatū’ti)

Terdapat suatu kesalahan penafsiran yang sama dalam penggambaran Vinaya Dharmagupta, di mana Sasaki mengakuinya dalam makalah terakhirnya. Teks itu memberikan dua kumpulan hal-hal yang dapat menyebabkan. Yang pertama adalah “kata-kata yang salah dan kata-kata yang sama”; ini bersifat samar-samar maknya, tetapi mungkin seharusnya berhubungan dengan 14 (atau 18) sebab, yang termasuk menyatakan apa yang tidak dikatakan oleh Sang Buddha sebagai yang dikatakan Sang Buddha, dst. Kumpulan berikutnya adalah “melakukan suatu kamma dan mengambil tongkat perhitungan.” Ini jelas sepaham dengan prosedur yang telah kita lihat untuk tindakan yang bersifat memecah belah dari Devadatta dalam masing-masing Vinaya, tetapi Sasaki tanpa alasan mengabaikan hal ini, dengan mengatakan tanpa upaya pada pembenaran bahwa: “Karman ini tidak berarti ritual-ritual tetapi menyatakan pendapat seseorang di depan Sangha” [3.178] Tetapi melakukan suatu kamma dan mengambil tongkat perhitungan adalah persis dengan apa yang dilakukan Devadatta dalam bacaan yang diterjemahkan segera di bawah ini oleh Sasaki. Demikianlah teks Pali dan Dharmaguptaka tidak benar-benar bertentangan seperti yang dinyatakan Sasaki, tetapi kenyataannya memberikan kisah yang sangat bersesuaian, keduanya menyatakan pentingnya perbedaan-perbedaan yang sebenarnya dalam pemahaman dan perilaku, yang membawa pada momen yang menentukan dalam melakukan pemisahan ritual.

Pembahasan suatu penambahan yang nyata dalam Vinaya Pali [3.186] adalah menarik, tetapi dalam pandangan dari pengamatan kita sebelumnya, yang tidak mungkin mempercayai kesimpulan Sasaki bahwa ini menunjukkan bahwa kammabheda merupakan suatu perkembangan yang belakangan. Bacaan yang ditambahkan, yang gagal dicatat Sasaki, dipertahankan di tempat dalam Udāna Pali sebagai suatu sutta yang terpisah (Udāna 5.8 ). Bentuk sutta itu sendiri cukup untuk memperingatkan kita pada asalnya yang terpisah, walaupun informasi Sasaki bahwa bacaan itu tidak ditemukan dalam Vinaya-Vinaya lain, dan bahwa ini menghubungkan dua bacaan yang di tempat lain terpisah, adalah berguna. Tetapi sekali lagi adalah sulit untuk menarik kesimpulan dari hal ini: Udāna adalah suatu karya yang terbukti berhubungan dengan suatu periode awal, tetapi yang tidak ditemukan dalam bentuk yang sama di luar kanon Pali, sehingga kita tidak dapat melakukan suatu studi perbandingan. Oleh sebab itu sulit untuk menentukan apakah bacaan itu adalah suatu rekaan yang belakangan, atau apakah situasi tekstual dalam teks Pali hanyalah suatu jahitan bersama yang belakangan dari tambalan-tambalan awal. Satu perbedaan antara versi Sutta dan Vinaya adalah bahwa Sutta secara eksplisit menyatakan bahwa itu adalah hari uposatha, sedangkan Vinaya tidak; namun demikian, bagian berikutnya adalah bacaan di mana Devadatta membuat pernyataannya “pada uposatha”. Dalam setiap kasus, seperti yang saya tunjukkan di atas, tindakan Devadatta jelas terdiri dari suatu uposatha yang terpisah.

Pembahasan Sasaki tentang āvāsakappa dalam Konsili Kedua (pañcasatikakkhandhaka) adalah sama membingungkannya [3.192]. Ia dengan tidak jelas menggambarkan āvāsakappa sebagai “para bhikkhu dalam suatu Sangha menyelenggarakan uposatha secara terpisah”, sedangkan Vinaya sendiri menyatakan hal ini lebih jelas: “beberapa vihara di dalam batas yang sama (sīmā) menyelenggarakan uposatha secara terpisah.” (Pali Vinaya 2.300) Sasaki kemudian mengatakan: “Dalam pañcasatikakkhandhaka disangkal bahwa āvāsakappa adalah suatu tindakan jahat (dukkata) yang bertentangan dengan Vinaya.” Agaknya ini hanyalah kesalahan dalam susunan kata, karena pañcasatikakkhandhaka, tentu saja, mengatakan bahwa āvāsakappa adalah suatu perbuatan-salah (dukkata) yang melampaui Vinaya, benar-benar berbeda dengan apa yang ditulis Sasaki. Sasaki kemudian mengatakan bahwa tindakan yang demikian memenuhi syarat sebagai “gangguan” (=saṅghabheda), yang adalah suatu masalah yang serius, tetapi ini diabaikan di sini sebagai pelanggaran ringan. Demikianlah bacaan ini bertentangan dengan definisi saṅghabheda sebagai penyelenggaraan uposatha yang terpisah. Sekali lagi Sasaki bersikeras pada penafsiran yang sempit, dengan mengabaikan konteks kehidupan nyata. Vinaya melanjutkan panjang lebar untuk menunjukkan bahwa saṅghabheda muncul dari suatu proses yang rumit dan tidak diselesaikan hanya dengan dasar-dasar teknis. (misalnya Pali Vinaya 2.204) Jika uposatha-uposatha terpisah diselenggarakan sebagai hasil dari proses di mana kelompok yang berselisih, yang dengan sengaja salah menafsirkan Dhamma dan Vinaya serta bertujuan pada suatu perpecahan, [maka] perpecahan dihasilkan. Apa yang ditunjuk sebagai āvāsakappa hanyalah suatu cacat prosedur, di mana kelompok-kelompok bhikkhu di vihara-vihara yang berbeda, mungkin karena kemalasan, tidak ingin bersusah payah berjalan ke suatu vihara yang berdekatan untuk melakukan uposatha bersama. Ini tidak ada hubungannya dengan upaya apa pun untuk menyebabkan perpecahan.

Dengan demikian kita ditinggalkan pada akhir dari upaya Sasaki yang sangat besar dan patut dipuji dengan merasa bahwa kita tidak cukup mendapatkan apa yang kita harapkan. Tentu saja, terdapat banyak hal yang saya hilangkan yang bernilai besar; saya akan secara khusus menyebutkan analisis yang rinci atas Khandaka Mahāsaṅghika. Tetapi saya tidak dapat menerima beberapa hipotesis utamanya. Kejadiannya yang menggambarkan keterlibatan seorang “umat awam yang berkuasa” dalam proses yang bersifat memecah belah jatuh jauh dari mengembangkan hubungan apa pun antara suatu perpecahan dan Aśoka, dan kenyataannya sangat sesuai dengan pernyataan dalam Maklumat dan sumber-sumber Sinhala bahwa perpecahan tidak terjadi pada waktu itu. Upaya Sasaki untuk mencari jejak pengaruh perpecahan dalam versi-versi Vinaya yang berbeda adalah suatu usaha yang penting, dan sesuatu yang memerlukan perhatian yang hati-hati. Tetapi kesalahan-kesalahan Sasaki, baik dalam rincian maupun prinsip-prinsipnya, mengurangi upayanya untuk membagi kisah-kisah perpecahan menjadi cakkabheda dan kammabheda. Ini menjadikan banyak analisisnya yang berikutnya – suatu pekerjaan yang rumit dari implikasi atas hipotesis yang cacat – bernilai kecil. Masih mungkin bahwa berbagai kisah sektarian tentang perpecahan mungkin menghasilkan berbagai makna, tetapi ini memerlukan penyelidikan kembali sepenuhnya.

Kisah-kisah perpecahan dalam Vinaya menyajikan dirinya sendiri seperti yang didasarkan pada kejadian-kejadian yang terjadi dalam kehidupan Sang Buddha. Namun, ini sangat jelas bahwa kisah-kisah ini direvisi pada masa yang belakangan untuk mencerminkan perspektif di sekitar perpecahan historis yang sebenarnya. Tetapi, kisah Sasaki tidak meyakinkan saya bahwa ini telah benar-benar terjadi. Alih-alih ini tampaknya bagi saya bahwa kisah-kisah itu, walaupun variasi-variasi yang tidak dapat disangkal dalam susunan kata-katanya, ini kelihatannya menyatakan bahwa kisah-kisah itu layak ditempatkan sebelum perpecahan terjadi. Yaitu, kisah-kisah sebenarnya tentang perpecahan Devadatta yang gagal, dan bukan tentang pemisahan historis aliran-aliran. Komunitas-komunitas yang berbeda terpisah dalam ruang sebelum mereka terpisah oleh ajaran. Isolasi geografis yang relatif mengizinkan teks-teks berbeda dalam bentuk, walaupun tidak mengandung ketidaksepahaman besar dalam ajaran. Hanya pada akhir proses pembentukan teks-teks awal (baik Sutta-Sutta maupun Vinaya) sedikit petunjuk dari perspektif sektarian yang dapat dibedakan muncul dengan pelan-pelan. Dalam kasus perpecahan, ini bukan perbedaan-perbedaan yang dikatakan Sasaki, tetapi perspektif-perspektif yang berbeda tentang mimpi basah, masalah kunci yang bersifat memecah belah seperti yang diberikan oleh Vasumitra, Bhavya III, dst.

seniya:
Para Bhikkhuni dan Sektarianisme

Sebuah Ringkasan Aliran-Aliran dan Sektarianisme yang disajikan pada Kongres Internasional Pertama tentang Peranan Wanita Buddhis dalam Sangha
Penyelenggaraan upasampadā oleh para bhikkhuni Asia Timur dalam tradisi Theravāda atau Tibet bergantung pada kepercayaan bahwa silsilah-silsilah penahbisan itu pada dasarnya bersesuaian. Alasan dasar untuk menganggap bahwa mereka bersesuaian adalah sederhana: kita semua adalah para putra dan putri dari Sang Bijaksana Sakya, dan semua silsilah penahbisan berasal dari kelonggaran-kelonggaran yang diberikan Sang Buddha sendiri dalam Vinaya-Vinaya. Masalahnya adalah Vinaya-Vinaya juga mempertimbangkan beberapa keadaan di mana tidak memungkinkan untuk Tindakan Sangha yang resmi, seperti penahbisan, untuk dilakukan oleh kelompok-kelompok Sangha yang berbeda bersama-sama. Ini terutama diterapkan jika terdapat suatu perpecahan resmi (saṅghabheda), yang secara sempit didefinisikan sebagai penyelenggaraan uposatha-uposatha yang terpisah dalam batas monastik yang sama (sīmā). Sementara ini adalah masalah kritis dalam Vinaya itu sendiri, pertanyaan-pertanyaan lain menjadi relevan dalam mempertimbangkan keseluruhan gambar sejarah; sebagai contoh sifat penurunan dalam silsilah tertentu; atau sesungguhnya gagasan silsilah itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan ini akan dipertimbangkan dalam makalah lain pada kongres ini. Sekarang saya akan berfokus hanya pada satu pertanyaan: apakah silsilah-silsilah penahbisan yang ada muncul melalui perpecahan?

Theravāda vs. Mahāsaṅghika: Suatu Petunjuk yang Salah

Jawaban tradisional Theravādin pada pertanyaan ini adalah suatu gema “Ya!” Pandangan Theravādin akan menyatakan bahwa para bhikkhuni yang ada saat ini adalah “Mahāyāna”. Mahāyāna diyakini berasal dari Mahāsaṅghika, pemecah belah akar. Berdasarkan kronologi Sri Lanka yang paling awal, Dīpavaṁsa, Mahāsaṅghika tidak lain daripada Vajjiputtaka yang “jahat”, yang menganjurkan penggunaan uang oleh para bhikkhu, dan yang dikalahkan pada Konsili Kedua, tetapi belakangan bereformasi dan mengadakan suatu pembacaan baru di mana mereka menciptakan kitab-kitab baru. Dalam mengikuti hal ini, Mahāyāna merupakan perwakilan dari suatu tradisi yang prinsip pentingnya adalah kelalaian dalam Vinaya. Dīpavaṁsa secara eksplisit menyatakan bahwa 17 aliran lainnya selain Theravāda adalah bersifat memecah belah dan “duri-duri” dalam sāsana. Oleh karenanya tidak mungkin menerima mereka sebagai bagian dari komunitas yang sama atau untuk mengatakan tindakan saṅghakamma apa pun bersama-sama, termasuk penahbisan. Mahāyāna tidak lebih dari sepupu jauh yang memiliki nama buruk dari Theravāda yang murni, yang sendirian mempertahankan ajaran-ajaran dan praktek asli dari Buddha historis. Demikianlah pemikiran Theravāda konservatif berjalan.

Sayangnya bagi posisi konservatif, hampir tidak ada dari klaim-klaim ini adalah benar. Mahāyāna tidak diturunkan dalam cara yang langsung atau sederhana mana pun dari Mahāsaṅghika, tetapi alih-alih muncul sebagai suatu pergerakan yang berbasis-luas yang diambil dari ajaran-ajaran banyak aliran awal, termasuk tetapi tidak terbatas pada Mahāsaṅghika. Klaim Dīpavaṁsa bahwa Mahāsaṅghika adalah Vajjiputtaka dari Konsili Kedua tidak dapat dipertahankan: ini tidak didukung di mana pun juga, dan secara krusial ini bertentangan dengan teks-teks Mahāsaṅghika sendiri. Lebih jauh lagi, tidak ada bukti bahwa kelalaian dalam Vinaya adalah suatu ciri khas Mahāyāna India; banyak teks-teks Mahāyāna sangat menekankan Vinaya, dan laporan-laporan dari para peziarah Cina menunjukkan bagaimana berbagai aliran semuanya mempertahankan standar Vinaya yang bersesuaian.

Harus dicatat juga bahwa selain Dīpavaṁsa, kebanyakan kisah historis tentang pembentukan aliran tidak menunjuk pemisahan Sthavira/Mahāsaṅghika sebagai “perpecahan” (saṅghabheda). Ini berlaku bahkan dalam kasus penghancuran Mahāvibhāṣā yang terkenal atas “Mahādeva” yang dicaci maki, yang menurut versi ini mendirikan Mahāsaṅghika. Ia dituduh membunuh ayahnya, tidur dengan dan kemudian membunuh ibunya, serta membunuh seorang Arahat, yang merupakan tiga dari lima “perbuatan salah yang mematikan” (ānantarika kamma). Tetapi kisah-kisah itu sepakat bahwa ia tidak melakukan “perbuatan salah yang mematikan” dengan menyebabkan perpecahan. Jadi bahkan ini, salah satu bacaan yang paling polemik dan agresif dalam semua Buddhisme, tidak menuduh pendiri Mahāsaṅghika [melakukan] perpecahan.

Klaim Dīpavaṁsa mengenai pemisahan Sthavira/Mahāsaṅghika hampir tidak memiliki kredibilitas historis, dan baik Theravādin tradisional maupun akademisi terpesona oleh historitas superior teks Pali yang diduga [benar] telah membuat kita tersesat di sini. Jauh lebih jelas untuk memperlakukan kisah Dīpavaṁsa sebagai suatu gambaran dari situasi pada masa Dīpavaṁsa atau sumber-sumbernya disusun, ketika Mahāvihāra Sri Lanka berada dalam konflik yang dalam dan berlarut-larut dengan aliran Mahāsaṅghika di Andhra. Situasi ini dimundurkan masanya ke masa pemisahan akar, dengan menyediakan otoritas mitos bagi Mahāvihāra.

Tiga Silsilah

Kenyataannya bahwa tidak ada suatu Vinaya atau silsilah penahbisan “Mahāyāna” yang berbeda. Alih-alih, beberapa bhikkhu dan bhikkhuni, setelah ditahbiskan dalam salah satu aliran awal, memilih untuk mempelajari dan mempraktekkan beberapa teks dan gagasan spiritual yang dikenal sebagai “Mahāyāna”. Ini adalah kasus di India kuno, dan ini tetap kasus saat ini. Para bhikkhu dan bhikkhuni dari tradisi Asia Timur (Cina, Korea, Vietnam, Taiwan, dst.) mengikuti Vinaya aliran Dharmaguptaka, sedangkan tradisi Asia Tengah (Tibet, Bhutan, Mongolia, Nepal, dst.) mengikuti Mūlasarvāstivāda. Dharmaguptaka dan Mūlasarvāstivāda berasal dari kelompok aliran Sthavira (Skt.) atau Theriya (Pali), seperti halnya Theravāda. Tidak ada silsilah Vinaya yang ada berasal dari Mahāsaṅghika. Jika kita ingin memahami hubungan antara Sangha-Sangha yang ada, maka kita harus mulai dengan menyelidiki aliran-aliran awal Buddhisme ini.

Saya dapat mencatat bahwa saya di sini mewakili perspektif-perspektif dari dalam aliran-aliran itu sendiri. Ini sangatlah sulit, barangkali tidak mungkin, untuk menentukan apakah klaim silsilah-silsilah ini kenyataannya benar, atau bahkan apakah gagasan itu memiliki makna, dengan mempertimbangkan seringnya pertukaran para bhikkhu dan bhikkhuni dari tradisi-tradisi yang berbeda di India dan di luarnya. Mungkin yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah untuk mengambil persepsi-diri aliran-aliran itu sendiri dan melihat apakah ini perlu.

Salah satu cara melakukan hal ini adalah menyelidiki awal mula aliran-aliran yang dipertanyakan. Di sini kita masuk ke dalam dunia mitologi yang berputar-putar dan tidak pasti, di mana penafsiran adalah semuanya, dan prasangka sektarian bukanlah hanya diharapkan, tetapi merupakan motivasi penggeraknya. Mempertimbangkan sifat kontradiksi, tidak lengkap, dan meragukan dari sumber-sumber, tidak jelas apakah kita dapat berharap untuk menemukan bahkan secercah cahaya kebenaran yang redup. Jika kita akan melakukan lebih dari semata-mata bukti saat ini, kita harus membuat kesimpulan, dan kesimpulan ini dapat dipertanyakan. Tetapi kesimpulan kita yang paling pasti berasal dari kebetulan yang menggembirakan dari kisah mitos/sejarah dan penemuan arkeologis, dan adalah di sini kita memulai pencarian kita.

Misi-Misi Aśoka

Salah satu kisah yang paling lengkap dari asal mula aliran mana pun ditemukan dalam Komentar Vinaya Sinhala, yang muncul dalam suatu versi Pali Samantapāsādikā, dan sebuah terjemahan Mandarin kuno Sudassanavinayavibhāsā (善見律毘婆沙 Shan-Jian-Lu-Pi-Po-Sha, T 1462). Ini mengisahkan beberapa kejadian yang menentukan yang terjadi pada masa Aśoka. Para penganut ajaran non-Buddhis, yang jahat masuk ke dalam Sangha mengganggu uposatha. Mereka diusir oleh Aśoka bersama-sama dengan Sesepuh Moggaliputtatissa, di mana mengikuti “Konsili Ketiga” yang diadakan untuk menegaskan kembali identitas bersama. Setelah itu Moggaliputtatissa mengorganisir pengiriman para “misionaris” ke berbagai bagian di India, suatu kejadian yang telah sering dibandingkan dengan pengiriman para menteri Dhamma Aśoka seperti yang tercatat dalam Maklumatnya. Tujuan utama kisah ini adalah untuk membangun kepercayaan aliran Sinhala yang didirikan oleh putra Aśoka Mahinda dan putrinya Saṅghamittā. Saat ini kita menyebut keturunan aliran ini sebagai “Theravāda”; tetapi saya akan menunjuk pada aliran kuno itu dengan istilah yang lebih akurat secara historis, Mahāvihāravāsin (Para Penghuni Vihara Besar).

Terdapat dua potongan dari bukti prasasti dari periode awal Buddhisme India: kotak penyimpanan relik di Vedisa dan maklumat-maklumat Aśoka. Menariknya, kedua bukti ini menegaskan bukti yang ditemukan dalam Komentar Vinaya Sinhala. Ketika prasasti-prasasti Vedisa ditemukan dan diartikan tulisannya, para sarjana terkejut menemukan prasasti-prasasti ini menyebutkan nama-nama beberapa bhikkhu yang dikatakan Komentar Vinaya Sinhala dikirimkan sebagai misionaris ke Himalaya segera setelah “Konsili Ketiga”. Kebetulan nama-nama [yang sama] ini dalam sumber-sumber yang terpisah lebar demikian dianggap oleh para sarjana sebagai salah satu penemuan batuan dasar dari studi Buddhis modern.

Bukti utama kedua kita adalah yang disebut “maklumat perpecahan” Aśoka (yang sebenarnya menyatakan bahwa Sangha bersatu, tidak terpecah belah!). Maklumat ini menyebutkan pengusiran para bhikkhu yang jahat, di mana banyak sarjana telah mengidentifikasinya dengan kejadian-kejadian sebelum “Konsili Ketiga”. Tidak seperti penemuan Vedisa, identifikasi di sini diperdebatkan di antara para sarjana; tetapi kesamaannya begitu luas sehingga ini tampaknya bertentangan untuk bersikeras bahwa mereka tidak berhubungan, bahkan jika sifat persis hubungan itu tidak sepenuhnya jelas.

Saya dapat mencatat sebagai bisikan di sini bahwa, walaupun semua sarjana yang telah saya baca telah menganggap bahwa periode sektarian dimulai sebelum Aśoka, peninjauan kembali saya atas bukti itu telah meyakinkan saya bahwa pemisahan antara Sthavira dan Mahāsaṅghika tidak terjadi sampai beberapa generasi setelah Aśoka. Tetapi, ini tidak secara langsung mempengaruhi masalah yang ada.

Catatan arkeologis Sinhala, walaupun tidak menentukan, cenderung mendukung keabsahan kisah Komentar Vinaya Sinhala dari penanggalan dan tempat yang umum atas tibanya Buddhisme di Sri Lanka. Catatan arkeologis India secara umum, walaupun bahkan kurang spesifik, juga cenderung sepaham sejauh yang dapat kita identifikasi penyebaran geografis aliran-aliran. Hubungan yang luas antara bukti prasasti dan tekstual mendorong kita untuk mengambil kisah misi dari Komentar Vinaya Sinhala dengan serius.

Dalam konteks saat ini, adalah layak mengingat misi Soṇa dan Uttara ke Suvaṇṇabhūmi. Ini dipecaya oleh orang Burma menunjuk pada Burma dan orang Thai menunjuk pada Thailand; pendapat ilmiah tidak memiliki kepastian yang meyakinkan demikian. Meskipun meragukan apakah misi apa pun benar-benar terjadi pada masa Aśoka, kisah ini sampai sekarang membentuk kisah yang penting atas identitas-diri bagi umat Buddha di daerah-daerah ini. Misi ini dikatakan menghasilkan penahbisan 1500 orang wanita. Dengan demikian penahbisan bhikkhuni adalah intrinsik pada Buddhisme Asia Tenggara sejak awalnya.

Asal Mula Dharmaguptaka

Salah seorang misionaris besar adalah Yonaka Dhammarakkhita. Ia adalah, seperti yang ditunjukkan dalam namanya, seorang bhikkhu Yunani, kelahiran “Alasanda” (Alexandria). Ia menonjol dalam tradisi Pali sebagai ahli kekuatan batin dan ahli Abhidhamma. Setelah menginspirasi adik Raja Aśoka Tissa untuk menjadi seorang bhikkhu dan bertindak sebagai guru pembimbingnya, ia pergi ke wilayah-wilayah yang diduduki bangsa Yunani di bagian barat India.

Dulu Przyluski, yang diikuti oleh Frauwallner, menyatakan bahwa Dhammarakkhita dapat diidentifikasi dengan pendiri aliran Dharmaguptaka, dengan berargumentasi bahwa dhammarakkhita dan dhammagutta memiliki makna yang sama, dan sinonim-sinonim dapat dengan mudah digantikan dalam kata-kata India, bahkan nama-nama yang sebenarnya. Karena waktu itu dua buah bukti telah jelas yang membuat pernyataan ini, dalam pikiran saya, sangat masuk akal. Yang satu adalah identifikasi positif atas naskah sangat awal milik Dharmaguptaka di daerah Gandhāra, persis di mana kita berharap menemukan Yonaka Dhammarakkhita, dan muncul hanya beberapa ratus tahun setelah misi awal. Yang kedua adalah bahwa terjemahan fonetik dari namanya dalam Sudassanavinayavibhāsā menggunakan istilah Mandarin yang biasa untuk “Dharmagupta” alih-alih “Dhammarakkhita”. Kita juga mencatat bahwa beberapa teks mengatakan bahwa Dharmaguptaka didirikan oleh seorang “Moggallāna” tertentu. Sementara ini secara tradisional diidentifikasi dengan siswa besar dengan nama itu, saya berpikir ini lebih mungkin suatu penunjukan pada Moggaliputtatissa, patriark dari Konsili Ketiga, yang juga dianggap Mahāvihāravāsin sebagai pendiri mereka. Dengan demikian kita dibenarkan untuk melihat Mahāvihāravāsin dan Dharmaguptaka, bukan sebagai kelompok terpecah belah yang berseteru, tetapi sebagai saudara kandung yang lama hilang hanya karena kejadian sejarah dan tirani jarak.

Sementara proposal tentang pendirian Dharmaguptaka ini tetap spekulatif, bukti tekstual kita menegaskan hubungan dekat antara aliran-aliran ini adalah sangat jelas. Sesungguhnya, bahkan para sarjana Buddhis sangat setuju atas poin ini: Dharmaguptaka sangat dekat dalam setiap hal dengan Mahāvihāravāsin. Secara tekstual, kita memiliki Vinaya, Dīrgha Āgama, Śāriputrābhidharma dalam terjemahan Mandarin, dan semakin banyak naskah kuno yang ditemukan dalam bahasa Gandhārī. Tidak ada dari ini menunjukkan perbedaan-perbedaan ajaran atau Vinaya yang signifikan dari teks-teks Mahāvihāravāsin yang berhubungan. Sesungguhnya, Komentar Kathāvatthu Mahāvihāravāsin, walaupun ia membahas secara harfiah ratusan ajaran menyimpang dari aliran-aliran yang berbeda, tidak di mana pun menyebutkan Dharmaguptaka menganut pendapat-pendapat yang berbeda.

Namun karya Vasumitra tentang ajaran-ajaran aliran-aliran menyebutkan sedikit poin kecil perbedaan. Yang paling serius adalah bahwa Dharmaguptaka menganggap persembahan yang diberikan kepada Sang Buddha lebih berjasa daripada persembahan yang diberikan kepada Sangha, sedangkan Mahāvihāravāsin menganut pandangan yang berlawanan. Biarlah para ahli Dhamma yang memutuskan masalah ini!

Akhirnya, kita harus memperhatikan bahwa Sudassanavinayavibhāsā, yang telah saya tunjukkan di atas sebagai suatu versi Mandarin dari Komentar Vinaya Sinhala, berbeda dari Samantapāsādikā Pali di mana ia memasukkan banyak ciri khas tersendiri dari Dharmaguptaka, seperti 26 aturan pelatihan (sekhiya) mengenai perilaku di sekitar sebuah stupa. Tidak jelas apakah pengaruh Dharmaguptaka merupakan bagian dari teks asli atau merupakan hasil dari adaptasi teks Sinhala dalam tradisi Dharmaguptaka Cina. Dalam setiap kasus, jelas bahwa para ahli Vinaya dari masa kuno menganggap dua aliran ini mengikuti Vinaya yang sangat berhubungan erat sedemikian sehingga mereka dapat mengambil tradisi komentar yang sama.

seniya:
Asal Mula Mūlasarvāstivāda

Berhubungan dengan yang ketiga dari aliran-aliran kita, Mūlasarvāstivādin, sejarahnya bahkan kelam. Nama Mūlasarvāstivāda tidak terbukti sampai sangat belakangan (sekitar tahun 700 M). Hampir setiap hal tentang sejarah awal dari aliran itu diperdebatkan di antara para sarjana: Apakah Mūlasarvāstivādin identik dengan Sarvāstivādin atau tidak? Apakah rumah awal mereka Mathura atau Kaśmīr? Apakah mereka secara ajaran bersekutu dengan Sautrāntika? Apakah mereka benar-benar muncul sangat belakangan, atau apakah mereka hanya mengubah nama mereka? Dan demikianlah ia berlangsung.

Dalam pendapat saya teori yang paling meyakinkan untuk awal mula aliran ini lagi-lagi disediakan oleh Frauwallner, yang berargumentasi bahwa Vinaya Mūlasarvāstivāda menunjukkan suatu hubungan yang dekat dengan Mathura, dan bacaan-bacaan yang menghubungkan aliran itu dengan Kaśmīr merupakan suatu penambahan yang belakangan. Ini menghubungkan Mūlasarvāstivādin dekat dengan para Arahat terkenal dari Mathura, Śāṇakavāsin dan Upagupta.

Śāṇakavāsin menonjol dalam semua kisah Vinaya tentang Konsili Kedua sebagai seorang Sesepuh yang dihormati dan ahli Vinaya. Ia dikatakan telah membangun vihara hutan yang besar di dekat Mathura, yang disebut Urumuṇḍa dalam sumber-sumber utara dan Ahogaṅga dalam sumber Pali. Belakangan, adalah di vihara ini juga, yang terkenal sebagai tempat terbaik di seluruh India untuk meditasi, bahwa Moggaliputtatissa beristirahat untuk mengasingkan diri. Kekuatan batin Moggaliputtatissa yang berasal dari waktunya di vihara hutan Śāṇakavāsin menentukan dalam meyakinkan Aśoka untuk mempercayakannya dengan tugas memurnikan Sangha dan mengorganisir misi-misi [pengiriman Dhammaduta]. Demikianlah pembangunan Mahāvihāravāsin dan Dharmaguptaka berhubungan erat dengan silsilah Śāṇakavāsin.

Mathura tidak disebutkan dalam kisah misi, bukan karena ia adalah tempat peristirahatan para penganut ajaran lain, tetapi karena ia adalah pusat ortodoks yang telah berkembang lama. Jauh dari dihubungkan dengan perpecahan, ia persisnya adalah tempat Moggaliputtatissa pergi untuk menghindari politik dan kerusakan yang ia temukan di ibukota.

Bahkan mungkin bahwa Soṇaka, guru pembimbing dari pembimbing Moggaliputtatissa, hanyalah salah pengejaan untuk Śāṇaka (-vāsin), di mana silsilah penahbisan Mahāvihāravāsin secara langsung diturunkan dari Śāṇakavāsin dan tradisi hutan Mathura.

Adalah benar bahwa terdapat perbedaan ajaran yang serius antara Mahāvihāra/Dharmaguptaka dan (Mūla-) Sarvāstivādin, khususnya keberadaan dhamma-dhamma dalam tiga periode waktu; tetapi kisah-kisah bagaimana ajaran ini berkembang menghubungkan perumusannya pada serangkaian Sesepuh yang hidup setelah Aśoka. Sesungguhnya, ajaran itu sendiri tidak masuk akal kecual dalam cahaya teori Abhidhamma yang belakangan tentang dhamma-dhamma. Demikianlah perbedaan ajaran adalah setelah munculnya aliran-aliran yang berbeda secara geografis. Mungkin pada masa Aśoka masalah-masalah ini diperdebatkan seraya berbagai perspektif diperjelas, tetapi masalah-masalah ini menjadi tetap dan terformulasi sebagai posisi sektarian yang nyata beberapa waktu kemudian.

Akhirnya, harus dicatat bahwa salah satu misionaris lain adalah Majjhantika, guru penahbis Mahinda, yang pergi ke Kaśmīr dan membangun aliran yang kemudian dikenal sebagai Sarvāstivādin Vaibhāṣika. Adalah suatu poin perdebatan apakah aliran ini memiliki hubungan sebagai suatu silsilah Vinaya dengan Mūlasarvāstivāda, atau apakah mereka hanya berbagi beberapa ajaran yang sama. Dalam setiap kasus, aliran ini juga digambarkan telah berkembang dari penyebaran geografis, alih-alih perpecahan. Hubungan Majjhantika/Mahinda membuktikan hubungan dekat antara silsilah Kaśmīr dan Sinhala.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, terdapat sedikit atau tidak ada bukti bahwa proses pembentukan aliran di India kuno didorong oleh perpecahan resmi (saṅghabheda). Dalam pendapat saya, ini tidak dapat dihindari, karena mengikuti Devadatta, semua Buddhis telah takut bahwa jika mereka menyebabkan suatu perpecahan, mereka akan masuk neraka. Aliran muncul perlahan-lahan, terutama disebabkan oleh penyebaran geografis, dan sepanjang waktu perbedaan-perbedaan ajaran menguat ke dalam sikap sektarian. Silsilah-silsilah yang ada semuanya berasal dari Sthavira kuno, dan tidak ada bukti serius di mana pun tentang perpecahan di antara aliran-aliran ini.

Dharmaguptaka secara khusus sangat dekat dengan Theravāda, dan dapat hampir dianggap sebagai cabang barat laut dari aliran yang sama. Mūlasarvāstivāda, meskipun secara ajaran berbeda dari dua lainnya, berhubungan erat dengan mereka, karena kedudukan Mūlasarvāstivāda di Mathura juga merupakan tempat meditasi pengasingan diri dari patriark Dharmaguptaka/Theravāda, Moggaliputtatissa.

Kita diberkahi bahwa aliran-aliran yang melaluinya silsilah penahbisan kita diturunkan adalah sangat berhubungan dekat. Suatu perhatian yang lebih dekat pada pertanyaan penahbisan bhikkhuni telah menekan diri saya sendiri, dan saya berharap yang lain juga, untuk menyelidiki dan memahami lebih baik warisan bersama kita yang rumit. Alih-alih takut hal ini sebagai suatu ancaman pada integritas dari aliran tradisi kita sendiri, kita seharusnya merangkulnya sebagai suatu perluasan dari persatuan kita untuk lebih baik mencerminkan baik masa lalu kita bersama dan juga masa depan kita bersama sebagai penjaga Dhamma di dunia yang kecil ini.

seniya:
S E L E S A I

:lotus: :lotus: :lotus:

Navigation

[0] Message Index

[*] Previous page

Go to full version