Pengembangan Buddhisme > DhammaCitta Press

ANGUTTARA NIKAYA Buku SATU

(1/4) > >>

Indra:
untuk melengkapi koleksi Nikaya DC,
berikut ini saya persembahkan terjemahan dari "The Numerical Discourses of the Buddha", a Translation of Anguttara Nikaya

Semoga bermanfaat bagi para member dan guests DC.


catatan:
*angka dalam tanda <> adalah catatan kaki
*angka dalam tanda [] adalah ref no. hal pada edisi PTS

**Demi kerapian, mohon tidak memposting komentar apa pun di thread ini.

Indra:
[1]BUKU KELOMPOK SATU

Terpujilah Sang Bhagavā, Sang Arahant,
Yang Tercerahkan Sempurna

Indra:
I. OBSESI PIKIRAN

1 (1)

Demikianlah Yang kudengar. Pada suatu Ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bentuk pun yang begitu mengobsesi pikiran<17> seorang laki-laki seperti halnya bentuk seorang perempuan. Bentuk seorang perempuan mengobsesi pikiran seorang laki-laki.”

2 (2)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu suara pun yang begitu mengobsesi pikiran seorang laki-laki seperti halnya suara seorang perempuan. Suara seorang perempuan mengobsesi pikiran seorang laki-laki.”

3 (3)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bau pun yang begitu mengobsesi pikiran seorang laki-laki seperti halnya bau seorang perempuan. Bau seorang perempuan mengobsesi pikiran seorang laki-laki.”<18> [2]

4 (4)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu rasa kecapan pun yang begitu mengobsesi pikiran seorang laki-laki seperti halnya rasa kecapan seorang perempuan. Rasa kecapan seorang perempuan mengobsesi pikiran seorang laki-laki.”<19>

5 (5)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu sentuhan pun yang begitu mengobsesi pikiran seorang laki-laki seperti halnya sentuhan seorang perempuan. Sentuhan seorang perempuan mengobsesi pikiran seorang laki-laki.”<20>



6 (6)  <21>

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bentuk pun yang begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan seperti halnya bentuk seorang laki-laki. Bentuk seorang laki-laki mengobsesi pikiran seorang perempuan.”

7 (7)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu suara pun yang begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan seperti halnya suara seorang laki-laki. Suara seorang laki-laki mengobsesi pikiran seorang perempuan.”

8 (8 )

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bau pun yang begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan seperti halnya bau seorang laki-laki. Bau seorang laki-laki mengobsesi pikiran seorang perempuan.”

9 (9)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu rasa kecapan pun yang begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan seperti rasa halnya kecapan seorang laki-laki. Rasa kecapan seorang laki-laki mengobsesi pikiran seorang perempuan.”

10 (10)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu sentuhan pun yang begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan seperti halnya sentuhan seorang laki-laki. Sentuhan seorang laki-laki mengobsesi pikiran seorang perempuan.” [3]


II. MENINGGALKAN RINTANGAN-RINTANGAN<22>

11 (1)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang karenanya keinginan indria yang belum muncul menjadi muncul dan keinginan indria yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat seperti halnya tanda dari apa yang menarik.<23> Bagi seorang yang mengamati secara tidak waspada pada tanda dari apa yang menarik, maka keinginan indria yang belum muncul menjadi muncul dan keinginan indria yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat.”

12 (2)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang karenanya permusuhan yang belum muncul menjadi muncul dan permusuhan yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat seperti halnya tanda dari apa yang menjijikkan.<24> Bagi seorang yang mengamati secara tidak waspada pada tanda dari apa yang menjijikkan, maka permusuhan yang belum muncul menjadi muncul dan permusuhan yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat.”

13 (3)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang karenanya ketumpulan dan kantuk yang belum muncul menjadi muncul dan dan ketumpulan dan kantuk yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat seperti halnya  ketidak-puasan, kelesuan, kemalasan, kantuk setelah makan, dan kelambanan pikiran.<25> Bagi seorang dengan pikiran yang lamban, maka ketumpulan dan kantuk belum muncul menjadi muncul dan ketumpulan dan kantuk yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat.”

14 (14)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang karenanya kegelisahan dan penyesalan yang belum muncul menjadi muncul dan kegelisahan dan penyesalan yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat seperti halnya pikiran yang kacau.<26> Bagi seorang dengan pikiran yang kacau, maka kegelisahan dan penyesalan dan yang belum muncul menjadi muncul dan kegelisahan dan penyesalan yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat.” [4]

15 (15)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang karenanya keragu-raguan yang belum muncul menjadi muncul dan dan keragu-raguan yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat seperti halnya pengamatan yang tidak waspada.<27> Bagi seorang yang mengamati secara tidak waspada, maka keragu-raguan yang belum muncul menjadi muncul dan keragu-raguan yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat.”

16 (16)  <28>

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang karenanya keinginan indria yang belum muncul menjadi tidak muncul dan keinginan indria yang telah muncul menjadi ditinggalkan seperti halnya tanda dari apa yang tidak menarik.<29> Bagi seorang yang mengamati secara waspada pada tanda dari apa yang tidak menarik, maka keinginan indria yang belum muncul menjadi tidak muncul dan keinginan indria yang telah muncul menjadi ditinggalkan.”<30>

17 (17)


“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang karenanya permusuhan yang belum muncul menjadi tidak muncul dan permusuhan yang telah muncul menjadi ditinggalkan seperti halnya kebebasan pikiran melalui cinta-kasih.<31> Bagi seorang yang mengamati secara waspada pada kebebasan pikiran melalui cinta-kasih, maka permusuhan yang belum muncul menjadi tidak muncul dan permusuhan yang telah muncul menjadi ditinggalkan.”<32>

18 (18 )

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang karenanya ketumpulan dan kelambanan yang belum muncul menjadi tidak muncul dan dan ketumpulan dan kelambanan yang telah muncul menjadi ditinggalkan seperti halnya  elemen dorongan, elemen keuletan, elemen pengerahan.<33> Bagi seorang yang telah membangkitkan kegigihan, maka ketumpulan dan kelamban belum muncul menjadi tidak muncul dan ketumpulan dan kelambanan yang telah muncul menjadi ditinggalkan.”<34>

19 (19)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang karenanya kegelisahan dan penyesalan yang belum muncul menjadi tidak muncul dan kegelisahan dan penyesalan yang telah muncul menjadi ditinggalkan seperti halnya penenteraman pikiran.<35> Bagi seorang dengan pikiran yang tenteram, maka kegelisahan dan penyesalan dan yang belum muncul menjadi tidak muncul dan kegelisahan dan penyesalan yang telah muncul menjadi ditinggalkan.”<36>

20 (20)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun [5] yang karenanya keragu-raguan yang belum muncul menjadi tidak muncul dan dan keragu-raguan yang telah muncul menjadi ditinggalkan seperti halnya pengamatan yang waspada.<37> Bagi seorang yang mengamati secara waspada, maka keragu-raguan yang belum muncul menjadi tidak muncul dan keragu-raguan yang telah muncul menjadi ditinggalkan.”<38>


III. KAKU

21 (1)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang ketika tidak terkembang maka menjadi begitu kaku seperti halnya pikiran. Pikiran yang tidak terkembang adalah kaku.”

22 (2)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang ketika terkembang maka menjadi begitu lentur seperti halnya pikiran. Pikiran yang terkembang adalah lentur.”

23 (3)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang ketika tidak terkembang maka mengarah pada bahaya besar seperti halnya pikiran. Pikiran yang tidak terkembang mengarah pada bahaya besar.”

24 (4)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang ketika terkembang maka mengarah pada manfaat besar seperti halnya pikiran. Pikiran yang terkembang mengarah pada manfaat besar.”

25 (5)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika tidak terkembang  dan tidak termanifestasi,<39> maka mengarah pada bahaya besar seperti halnya pikiran. Pikiran, ketika tidak terkembang dan tidak termanifestasi mengarah pada bahaya besar.”

26 (6)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun [6] yang, ketika terkembang  dan termanifestasi, maka mengarah pada manfaat besar seperti halnya pikiran. Pikiran, ketika terkembang dan termanifestasi mengarah pada manfaat besar.”

27 (7)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika tidak terkembang  dan tidak terlatih, maka mengarah pada bahaya besar seperti halnya pikiran. Pikiran, ketika tidak terkembang dan tidak terlatih mengarah pada bahaya besar.”

28 (8 )

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika terkembang  dan terlatih, maka mengarah pada manfaat besar seperti halnya pikiran. Pikiran, ketika terkembang dan terlatih mengarah pada manfaat besar.”

29 (9)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika tidak terkembang  dan tidak terlatih, maka membawa penderitaan seperti halnya pikiran. Pikiran, ketika tidak terkembang dan tidak terlatih, membawa penderitaan.”

30 (10)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika terkembang  dan terlatih, maka membawa kebahagiaan seperti halnya pikiran. Pikiran, ketika terkembang dan terlatih, membawa kebahagiaan.”

IV. TIDAK JINAK

31 (1)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika tidak jinak, maka mengarah pada bahaya besar seperti halnya pikiran. Pikiran yang tidak jinak mengarah pada bahaya besar.”

32 (2)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika jinak, maka mengarah pada manfaat besar seperti halnya pikiran. Pikiran yang jinak mengarah pada manfaat besar.”

33 (3)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun [7] yang, ketika tidak terjaga, maka mengarah pada bahaya besar seperti halnya pikiran. Pikiran yang tidak terjaga mengarah pada bahaya besar.”

34 (4)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika terjaga, maka mengarah pada manfaat besar seperti halnya pikiran. Pikiran yang terjaga mengarah pada manfaat besar.”

35 (5)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika tidak terlindungi, maka mengarah pada bahaya besar seperti halnya pikiran. Pikiran yang tidak terlindungi mengarah pada bahaya besar.”

36 (6)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika terlindungi, maka mengarah pada manfaat besar seperti halnya pikiran. Pikiran yang terlindungi mengarah pada manfaat besar.”

37 (7)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika tidak terkendali, maka mengarah pada bahaya besar seperti halnya pikiran. Pikiran yang tidak terkendali mengarah pada bahaya besar.”

38 (8 )

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika terkendali, maka mengarah pada manfaat besar seperti halnya pikiran. Pikiran yang terkendali mengarah pada manfaat besar.”

39 (9)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika tidak jinak, tidak terjaga, tidak terlindungi, atau tidak terkendali, maka mengarah pada bahaya besar seperti halnya pikiran. Pikiran, ketika tidak jinak, tidak terjaga, tidak terlindungi, atau tidak terkendali,  mengarah pada bahaya besar.”

40 (10)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang, ketika jinak, terjaga, terlindungi, dan terkendali, maka mengarah pada manfaat besar seperti halnya pikiran. Pikiran, ketika jinak, terjaga, terlindungi, dan terkendali,  mengarah pada manfaat besar.” [8]

V. TANGKAI

41 (1)

“Para bhikkhu, misalkan sebatang tangkai padi atau gandum yang arahnya terbalik ditekankan pada tangan atau kaki. Adalah tidak mungkin bahwa tangkai itu dapat menembus tangan atau kaki dan mengeluarkan darah. Karena alasan apakah? Karena tangkai itu terbalik. Demikian pula, adalah tidak mungkin bahwa seorang bhikkhu dengan pikiran yang arahnya terbalik dapat menembus ketidak-tahuan, membangkitkan pengetahuan sejati, dan merealisasi nibbāna. Karena alasan apakah? Karena pikiran itu terbalik.

42 (2)

“Para bhikkhu, misalkan sebatang tangkai padi atau gandum yang diarahkan dengan benar ditekankan pada tangan atau kaki. Adalah mungkin bahwa tangkai itu dapat menembus tangan atau kaki dan mengeluarkan darah. Karena alasan apakah? Karena tangkai itu diarahkan dengan benar. Demikian pula, adalah mungkin bahwa seorang bhikkhu dengan pikiran yang diarahkan dengan benar dapat menembus ketidak-tahuan, membangkitkan pengetahuan sejati, dan merealisasi nibbāna. Karena alasan apakah? Karena pikiran itu diarahkan dengan benar.

43 (3)

“Di sini, para bhikkhu, setelah dengan pikiranKu melingkupi pikiran seseorang yang berpikiran jahat, Aku memahami bahwa jika orang ini mati pada saat ini, maka ia akan masuk ke neraka seolah-olah dibawa ke sana.<40> Karena alasan apakah? Karena pikirannya jahat.<41> Adalah karena pikiran jahat maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, beberapa makhluk di sini terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka.”

44 (4)

“Di sini, para bhikkhu, setelah dengan pikiranKu melingkupi pikiran seseorang yang berpikiran tenang, Aku memahami bahwa jika [9] orang ini mati pada saat ini, maka ia akan masuk ke surga seolah-olah dibawa ke sana. Karena alasan apakah? Karena pikirannya tenang.<42> Adalah karena pikiran tenang maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, beberapa makhluk di sini terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga.”

45 (5)

“Para bhikkhu, misalkan terdapat sebuah kolam dengan air yang kotor, keruh, dan berlumpur. Kemudian seseorang yang berpenglihatan baik berdiri di tepinya tidak dapat melihat kerang-kerang, kerikil dan koral, dan kawanan ikan yang berenang kesana-kemari dan beristirahat. Karena alasan apakah? Karena air itu kotor. Demikian pula, adalah tidak mungkin bagi seorang bhikkhu dengan pikiran yang kotor dapat mengetahui kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, atau kebaikan keduanya, atau merealisasi keluhuran melampaui manusia dalam hal pengetahuan dan penglihatan selayaknya para mulia. Karena alasan apakah? Karena pikirannya kotor.”<43>

46 (6)

“Para bhikkhu, misalkan terdapat sebuah kolam dengan air yang bersih, tenang, dan jernih. Kemudian seseorang yang berpenglihatan baik berdiri di tepinya dapat melihat kerang-kerang, kerikil dan koral, dan kawanan ikan yang berenang kesana-kemari dan beristirahat. Karena alasan apakah? Karena air itu jernih. Demikian pula, adalah mungkin bagi seorang bhikkhu dengan pikiran yang jernih dapat mengetahui kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya, dan merealisasi keluhuran melampaui manusia dalam hal pengetahuan dan penglihatan selayaknya para mulia.<44> Karena alasan apakah? Karena pikirannya jernih.”

47 (7)

“Para bhikkhu, seperti halnya kayu cendana dinyatakan sebagai yang terbaik di antara pepohonan sehubungan dengan kelunakan dan kelenturannya, demikian pula Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang, ketika dikembangkan dan dilatih, dapat menjadi begitu lunak dan lentur seperti halnya pikiran. Pikiran yang terkembang dan terlatih adalah lunak dan lentur.” [10]

48 (8 )

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu cepat berubah seperti halnya pikiran.<45> Tidaklah mudah memberikan perumpamaan untuk menggambarkan betapa cepatnya pikiran berubah.”

49 (9)

“Bercahaya, para bhikkhu, pikiran ini, tetapi dikotori oleh kekotoran dari luar.”<46>

50 (10)

“Bercahaya, para bhikkhu, pikiran ini, dan terbebaskan dari kekotoran dari luar.”

Indra:
VI. BERCAHAYA

51 (1)

“Bercahaya, para bhikkhu, pikiran ini, tetapi dikotori oleh kekotoran dari luar. Kaum duniawi yang tidak terpelajar tidak memahami hal ini sebagaimana adanya; oleh karena itu Kukatakan bahwa bagi kaum duniawi yang tidak terpelajar tidak ada pengembangan pikiran.”<47>

52 (2)

“Bercahaya, para bhikkhu, pikiran ini, dan terbebaskan dari kekotoran dari luar. Siswa mulia yang terpelajar memahami hal ini sebagaimana adanya; oleh karena itu Kukatakan bahwa bagi siswa mulia yang terpelajar ada pengembangan pikiran.”<48>

53 (3)

“Para bhikkhu, jika selama hanya sejentikan jari seorang bhikkhu mengejar pikiran cinta kasih, maka ia disebut seorang bhikkhu yang tidak hampa dari jhāna, yang bertindak sesuai ajaran Sang Guru, yang menuruti nasihat Beliau, dan yang tidak memakan dana makanan dari desa dengan sia-sia.<49> Apalagi bagi mereka yang melatihnya!”

54 (4)

“Para bhikkhu, jika selama hanya sejentikan jari seorang bhikkhu mengembangkan pikiran cinta kasih , maka ia disebut seorang bhikkhu yang tidak hampa dari jhāna, yang bertindak sesuai ajaran Sang Guru, yang menuruti nasihat Beliau, dan yang tidak memakan dana makanan dari desa dengan sia-sia. Apalagi bagi mereka yang melatihnya!” [11]

55 (5)

“Para bhikkhu, jika selama hanya sejentikan jari seorang bhikkhu menekuni pikiran cinta kasih, maka ia disebut seorang bhikkhu yang tidak hampa dari jhāna, yang bertindak sesuai ajaran Sang Guru, yang menuruti nasihat Beliau, dan yang tidak memakan dana makanan dari desa dengan sia-sia. Apalagi bagi mereka yang melatihnya!”

56 (6)

“Para bhikkhu, kualitas-kualitas apa pun yang tidak bermanfaat, yang menjadi bagian dari apa yang tidak bermanfaat, dan berhubungan dengan apa yang tidak bermanfaat, semuanya dipelopori oleh pikiran.<50> Pikiran muncul lebih dulu kemudian diikuti oleh kualitas-kualitas tidak bermanfaat.”

57 (7)

“Para bhikkhu, kualitas-kualitas apa pun yang bermanfaat, yang menjadi bagian dari apa yang bermanfaat, dan berhubungan dengan apa yang bermanfaat, semuanya dipelopori oleh pikiran. Pikiran muncul lebih dulu kemudian diikuti oleh kualitas-kualitas bermanfaat.”

58 (8 )

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya kelengahan.<51> Bagi seorang yang lengah, maka kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

59 (9)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya ketekunan. Bagi seorang yang tekun, maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

60 (10)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya kemalasan. Bagi seorang yang malas, maka kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.” [12]

VII. PEMBANGKITKAN KEGIGIHAN

61 (1)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya pembangkitan kegigihan. Bagi seorang yang telah membangkitkan kegigihan, maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

62 (2)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya keinginan kuat.<52> Bagi seorang yang berkeinginan kuat, maka kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

63 (3)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya sedikit keinginan.<53> Bagi seorang dengan sedikit keinginan, maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

64 (4)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya ketidak-puasan.<54> Bagi seorang yang tidak puas, maka kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

65 (5)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya kepuasan.<55> Bagi seorang yang puas, maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.” [13]

66 (6)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya perhatian tidak waspada. Bagi seorang yang memperhatikan dengan tidak waspada, maka kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

67 (7)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya perhatian waspada. Bagi seorang yang memperhatikan dengan waspada, maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

68 (8 )

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya ketiadaan pemahaman jernih. Bagi seorang yang tidak memahami dengan jernih, maka kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

69 (9)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya pemahaman jernih.<56> Bagi seorang yang memahami dengan jernih, maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

70 (10)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya pertemanan yang buruk. Bagi seorang dengan teman-teman yang buruk, maka kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.” [14]

VIII. PERTEMANAN YANG BAIK

71 (1)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya pertemanan yang baik. Bagi seorang dengan teman-teman yang baik, maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”<57>

72 (2)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat. Melalui pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat, maka kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

73 (3)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat. Melalui pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat, maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”

74 (4)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan faktor-faktor pencerahan yang belum muncul menjadi tidak muncul dan faktor-faktor pencerahan yang telah muncul tidak mencapai pemenuhan melalui pengembangan seperti halnya perhatian tidak waspada. Bagi seseorang yang memperhatikan dengan tidak waspada, maka faktor-faktor pencerahan yang belum muncul menjadi tidak muncul dan faktor-faktor pencerahan yang telah muncul tidak mencapai pemenuhan melalui pengembangan.”

75 (5)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu menyebabkan faktor-faktor pencerahan yang belum muncul menjadi muncul dan faktor-faktor pencerahan yang telah muncul mencapai pemenuhan melalui pengembangan seperti halnya perhatian waspada. [15] Bagi seseorang yang memperhatikan dengan waspada, maka faktor-faktor pencerahan yang belum muncul menjadi muncul dan faktor-faktor pencerahan yang telah muncul mencapai pemenuhan melalui pengembangan.”

76 (6)

“Tidak penting, para bhikkhu, kehilangan sanak-saudara. Hal yang paling buruk adalah kehilangan kebijaksanaan.”

77 (7)

“Tidak penting, para bhikkhu, peningkatan sanak-saudara. Hal yang paling baik adalah peningkatan kebijaksanaan. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meningkat dalam hal kebijaksanaan.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”

78 (8 )

“Tidak penting, para bhikkhu, kehilangan harta kekayaan. Hal yang paling buruk adalah kehilangan kebijaksanaan.”

79 (9)

“Tidak penting, para bhikkhu, peningkatan harta kekayaan. Hal yang paling baik adalah peningkatan kebijaksanaan. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meningkat dalam hal kebijaksanaan.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”

80 (10)

“Tidak penting, para bhikkhu, kehilangan kemasyhuran. Hal yang paling buruk adalah kehilangan kebijaksanaan.”

81 (11) <58>

“Tidak penting, para bhikkhu, peningkatan kemayshuran. Hal yang paling baik adalah peningkatan kebijaksanaan. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meningkat dalam hal kebijaksanaan.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” [16]

IX. KELENGAHAN

82 (1)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang mengarah pada bahaya besar seperti halnya kelengahan. Kelengahan mengarah pada bahaya besar.”

83 (2)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang ketika mengarah pada manfaat besar seperti halnya ketekunan. Ketekunan mengarah pada manfaat besar.”

84 (3) – 97 (16)

(84) “Para bhikkhu, Aku tidak melihat  satu hal pun yang ketika mengarah pada bahaya besar seperti halnya kemalasan … (85) … yang mengarah pada manfaat besar seperti pembangkitan kegigihan …”

(86) “… keinginan kuat … (87) …keinginan sedikit …”
(88 ) “… ketidak-puasan … (89) … kepuasan …”
(90) “… perhatian tidak waspada … (91) … perhatian waspada …”
(92) “ …ketiadaan pemahaman jernih … (93) … pemahaman jernih …”
(94) “… pertemanan yang buruk … (95) …pertemanan yang baik …”
(96) “… pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat … (97) … pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat mengarah pada manfaat besar.”

X. INTERNAL.<59>

98 (1)

“Di antara faktor-faktor internal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada bahaya besar seperti halnya kelengahan. Kelengahan mengarah pada bahaya besar.”

99 (2)

“Di antara faktor-faktor internal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada manfaat besar seperti halnya ketekunan.  [17] Ketekunan mengarah pada manfaat besar.”

100 (3) – 113 (16)

(100) “Di antara faktor-faktor internal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada bahaya besar seperti halnya kemalasan … (101) … yang mengarah pada manfaat besar seperti halnya pembangkitan kegigihan …”<60>

(102) “… keinginan kuat … (103) … keinginan sedikit…”
(104) “… ketidak-puasan … (105) … kepuasan … “
(106) “… perhatian tidak waspada … (107) … perhatian waspada … “
(108 ) “… ketiadaan pemahaman jernih … (109) … pemahaman jernih … “
(110) “Di antara faktor-faktor internal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada bahaya besar seperti halnya pertemanan yang buruk … “
(111) “Di antara faktor-faktor internal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada manfaat besar seperti halnya pertemanan yang baik … “
(112) “Di antara faktor-faktor internal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada bahaya besar seperti halnya pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat … (113) … yang mengarah pada manfaat besar seperti halnya pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat.  Pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat mengarah pada manfaat besar.”

114 (17)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu mengarah pada kemunduran dan lenyapnya Dhamma sejati seperti halnya kelengahan. Kelengahan mengarah pada kemunduran dan lenyapnya Dhamma sejati.”

115 (18 )

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu mengarah pada kelangsungan, ketidak-munduran, dan ketidak-lenyapan Dhamma sejati seperti halnya ketekunan. [18] Ketekunan mengarah pada kelangsungan, ketidak-munduran, dan ketidak-lenyapan Dhamma sejati.”

116 (19) – 129 (32)

(116) “Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu mengarah pada kemunduran dan lenyapnya Dhamma sejati seperti halnya kemalasan … (117) … yang begitu mengarah pada kelangsungan, ketidak-munduran, dan ketidak-lenyapan Dhamma sejati seperti halnya pembangkitan kegigihan … “

(118) “… keinginan kuat … (119) … keinginan sedikit … “
(120) “… ketidak-puasan … (121) … kepuasan … “
(122) “… ketiadaan pemahaman jernih … (125) … pemahaman jernih … “
(126) “… pertemanan yang buruk … (127) … pertemanan yang baik … “
(128) “… pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat … (129) … pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat. Pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat mengarah pada kelangsungan, ketidak-munduran, dan ketidak-lenyapan Dhamma sejati.”

130 (33)

“Para bhikkhu, para bhikkhu itu yang menjelaskan bukan Dhamma sebagai Dhamma sedang bertindak demi bahaya banyak orang, ketidak-bahagiaan banyak orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang, deva dan manusia.<61> Para bhikkhu ini menghasilkan banyak keburukan dan menyebabkan Dhamma sejati ini menjadi lenyap.”

131 (34)  - 139 (42)

(131) “Para bhikkhu, para bhikkhu itu yang menjelaskan Dhamma sebagai bukan-Dhamma … (132) … bukan-disiplin sebagai disiplin<62> … (133) … disiplin sebagai bukan-disiplin … (134) … apa yang tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai telah dinyatakan dan diucapkan oleh Beliau … [19] (135) … apa yang telah dinyatakan dan diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dinyatakan dan diucapkan oleh Beliau … (136) … apa yang tidak dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai telah dipraktikkan oleh Beliau … (137) … apa yang telah dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dipraktikkan oleh Beliau … (138 ) … apa yang tidak ditetapkan oleh Sang Bhagavā sebagai telah ditetapkan oleh Beliau … (139) … apa yang telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau sedang bertindak demi bahaya banyak orang, ketidak-bahagiaan banyak orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang, para deva dan manusia. Para bhikkhu ini menghasilkan banyak keburukan dan menyebabkan Dhamma sejati ini menjadi lenyap.”<63>

Indra:
XI. BUKAN-DHAMMA<64>

140 (1)

“Para bhikkhu, para bhikkhu itu yang menjelaskan bukan-Dhamma sebagai bukan-Dhamma sedang bertindak demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, para deva dan manusia. Para bhikkhu itu menghasilkan banyak jasa dan mempertahankan Dhamma sejati ini.”

141 (2)  - 149 (10)

(141) para bhikkhu itu yang menjelaskan Dhamma sebagai Dhamma … (142) … bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin … (143) … disiplin sebagai disiplin … (144) … apa yang tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Beliau … (145) … apa yang telah dinyatakan dan diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai telah dinyatakan dan diucapkan oleh Beliau … [20] (146) … apa yang tidak dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dipraktikkan oleh Beliau … (147) … apa yang telah dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai telah dipraktikkan oleh Beliau … (148 ) … apa yang tidak ditetapkan oleh Sang Bhagavā sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau … (149) … apa yang telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā sebagai telah ditetapkan oleh Beliau sedang bertindak demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, para deva dan manusia. Para bhikkhu itu menghasilkan banyak jasa dan mempertahankan Dhamma sejati ini.”

XII. BUKAN PELANGGARAN<65>

150 (1)

“Para bhikkhu, para bhikkhu itu yang menjelaskan apa yang bukan pelanggaran sebagai pelanggaran sedang bertindak demi bahaya banyak orang, ketidak-bahagiaan banyak orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang, para deva dan manusia. Para bhikkhu ini menghasilkan banyak keburukan dan menyebabkan Dhamma sejati ini menjadi lenyap.”

151 (2) – 159 (10)

(151) “Para bhikkhu, para bhikkhu itu yang menjelaskan pelanggaran sebagai bukan pelanggaran … (152) … pelanggaran ringan sebagai pelanggaran berat … (153) … pelanggaran berat sebagai pelanggaran ringan … (154) pelanggaran kasar sebagai bukan pelanggaran kasar … (155) pelanggaran yang tidak kasar sebagai pelanggaran kasar … (156) … pelanggaran yang dapat diperbaiki sebagai pelanggaran yang tidak dapat diperbaiki … [21] (157) pelanggaran yang tidak dapat diperbaiki sebagai pelanggaran yang dapat diperbaiki … (158 ) … pelanggaran dengan penebusan sebagai pelanggaran tanpa penebusan … (159) … pelanggaran tanpa penebusan sebagai pelanggaran dengan penebusan sedang bertindak demi bahaya banyak orang, ketidak-bahagiaan banyak orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang, para deva dan manusia.<66> Para bhikkhu ini menghasilkan banyak keburukan dan menyebabkan Dhamma sejati ini menjadi lenyap.”

160 (11)

“Para bhikkhu, para bhikkhu itu yang menjelaskan apa yang bukan pelanggaran sebagai bukan pelanggaran sedang bertindak demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, para deva dan manusia. Para bhikkhu itu menghasilkan banyak jasa dan mempertahankan Dhamma sejati ini.”

161 (12) – 169 (20)

(161) “Para bhikkhu, para bhikkhu itu yang menjelaskan pelanggaran sebagai pelanggaran … (162) … pelanggaran ringan sebagai pelanggaran ringan … (163) … pelanggaran berat sebagai pelanggaran berat … (164) pelanggaran kasar sebagai pelanggaran kasar … (165) pelanggaran yang tidak kasar sebagai bukan pelanggaran kasar … (166) … pelanggaran yang dapat diperbaiki sebagai pelanggaran yang dapat diperbaiki … (167) pelanggaran yang tidak dapat diperbaiki sebagai pelanggaran yang tidak dapat diperbaiki … (168 ) … pelanggaran dengan penebusan sebagai pelanggaran dengan penebusan … (169) … pelanggaran tanpa penebusan sebagai pelanggaran tanpa penebusan sedang bertindak demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, para deva dan manusia. Para bhikkhu itu menghasilkan banyak jasa dan mempertahankan Dhamma sejati ini.” [22]

XIII. SATU ORANG

170 (1)

“Para bhikkhu, terdapat satu orang yang muncul di dunia ini demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi belas kasihan kepada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia.<67> Siapakah satu orang itu? Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Ini adalah satu orang itu yang muncul di dunia ini … demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia..”

171 (2) – 174 (5)

(171) “Para bhikkhu, manifestasi satu orang adalah jarang terjadi di dunia ini … (172) … terdapat satu orang yang muncul di dunia ini yang luar biasa … (173) … kematian satu orang yang diratapi oleh banyak orang … (174)<68> … terdapat satu orang yang muncul di dunia ini yang unik, tanpa tandingan, tanpa imbangan, tidak terbandingkan, tiada tara, tanpa saingan, tanpa padanan, tanpa ada yang menyamai,<69> yang terunggul di antara makhluk berkaki dua.<70> Siapakah satu orang itu? Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Ini adalah satu orang itu yang muncul di dunia ini yang … terunggul di antara makhluk berkaki dua.”

175 (6) – 186 (17) <71>

“Para bhikkhu, manifestasi satu orang adalah (175) manifestasi penglihatan agung … (176) … manifestasi cahaya agung … (177) manifestasi sinar agung … (178) … manifestasi enam hal tidak terlampaui … (179) … realisasi empat pengetahuan analitis … (180) … penembusan banyak elemen … (181) … penembusan keberagaman elemen … (182) … realisasi buah pengetahuan sejati dan pembebasan [23] … (183) … realisasi buah memasuki arus … (184) … realisasi buah yang-kembali-sekali … (185) … realisasi buah yang-tidak-kembali … (186) … realisasi buah Kearahattaan. Siapakah satu orang itu? Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Ini adalah satu orang yang manifestasinya adalah manifestasi penglihatan agung … realisasi buah Kearahattaan.”<72>

187 (18)

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu orang pun yang dengan benar melanjutkan pemutaran roda Dhamma yang tiada taranya yang telah diputar oleh Sang Tathāgata seperti halnya Sāriputta. Sāriputta dengan benar melanjutkan pemutaran roda Dhamma yang tiada taranya yang telah diputar oleh Sang Tathāgata.”


Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version