Jawaban untuk pertanyaan TS sudah dijawab dan saya sepakat dengan oleh Sdr. Hemayanti. Saya ingin menanggapi silang pendapat mengenai sila. Cmiiw.
Saya berpendapat silang pendapat pada bagian tengah dari topik ini terjadi karena pengertian yang berbeda mengenai kata sila.
Di antara kita mungkin ada yang menganggap sila itu adalah Panca-sila semata. Sehingga saat ditanya apakah suatu perbuatan tertentu melanggar sila? Maka otomatis kita merujuk pada kelima sila pada Panca-sila.
Padahal tidak demikian karena selain Panca-sila, ada Attha-sila, Dasa-sila bahkan ada Adhi-sila. Dan jumlah serta urutan silanya ada yang berbeda.
Untuk itu ada baiknya ditanyakan terlebih dulu, dalam konteks sila yang mana, apakah Panca-sila, Attha-sila, Dasa-sila atau Adhi-sila.
Sila ke-3 dari Panca-sila agak berbeda dengan sila ke-3 dari Attha-sila meskipun keduanya mengandung pokok pembahasan mengenai seksualitas. Sila ke-3 dari Attha-sila adalah mengenai bertekad menghidari abrahmacariya (kehidupan tidak suci). Dengan kata lain menghindari perbuatan yang tidak menunjang kehidupan suci.
Dalam
Methuna Sutta (Anguttara Nikaya 7.50), ada 7 perbuatan yang menghancurkan Brahmacariya:
1. Menikmati rabaan, sentuhan, pijatan seorang wanita - menikmati dan merindukannya.
2. Bercanda dan bermain dengan wanita - menikmati dan merindukannya.
3. Memandang mata wanita dengan api nafsu - menikmati dan merindukannya.
4. Mendengarkan wanita sedang tertawa, berbicara, menyanyi, dan menangis -menikmati dan merindukannya.
5. Mengingat-ingat wanita sedang tertawa, berbicara, menyanyi, dan menangis -menikmati dan merindukannya.
6. Melihat para perumah-tangga sedang menikmati kesenangan2 indrawi - menikmati dan merindukannya.
7. Menginginkan kehidupan dewa - menikmati dan merindukannya.
(penjelasan dari
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,15527.0/message,250462.html)
Dengan demikian dengan melakukan ke-7 perbuatan tersebut berarti melanggar sila ke-3 dari Attha-sila mengenai menghindari diri dari perbuatan Abrahmacariya.
Dan
jika, sekali lagi
jika kita menganggap bahwa Brahmacariya (penghidupan suci) adalah melakukan pengembangan metta, karuna, mudita dan upekkha (Brahma Vihara), numun sebaliknya kita melakukan yang bertentangan dengan metta, karuna, mudita dan upekkha, maka kita melanggar sila ke-3 dari Attha-sila.
Dan apakah Adhi-sila (Sila Yang Lebih Tinggi)?
"
And what is the training in heightened virtue? There is the case where a monk is virtuous. He dwells restrained in accordance with the Pāṭimokkha, consummate in his behavior & sphere of activity. He trains himself, having undertaken the training rules, seeing danger in the slightest fault. This is called the training in heightened virtue.”
Sikkha Sutta (Aguttara Nikaya 3.88)Oleh karenanya Pāṭimokkha juga merupakan sila, tepatnya Adhi-sila.
Untuk itu, sekali lagi, ada baiknya kita bertanya terlebih dulu, dalam konteks sila yang mana yang ditanyakan, apakah Panca-sila, Attha-sila, Dasa-sila atau Adhi-sila. Saya pribadi beranggapan bahwa sila (kemoralan) itu bermakna luas, namun saat ini saya hanya bisa menyodorkan Panca-sila, Attha-sila, Dasa-sila dan Adhi-sila (di dalamnya ada Pāṭimokkha) sebagai sila. Jika kita menggali lagi Sikkha Sutta (Aguttara Nikaya 3.88) mengenai Adhi-Sila maka selain Pāṭimokkha ada hal-hal lainnya seperti :"...
having undertaken the training rules, seeing danger in the slightest fault." yang bisa dikategorikan sebagai sila.
Demikian pendapat saya, cmiiw.