Pengembangan Buddhisme > DhammaCitta Press

Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah Ke Dua

(1/16) > >>

Indra:
Thread ini berisi sutta-sutta yg terdapat dalam Majjhima Nikaya, Bagian II (Lima puluh khotbah ke dua)

KELOMPOK TENTANG PERUMAH TANGGA (GAHAPATIVAGGA)   

51.  Kandaraka Sutta - Kepada Kandaraka   
52.  Aṭṭhakanāgara Sutta - Orang dari Aṭṭhakanāgara   
53.  Sekha Sutta - Siswa dalam Latihan yang Lebih Tinggi   
54.  Potaliya Sutta - Kepada Potaliya   
55.  Jīvaka Sutta - Kepada Jīvaka   
56.  Upāli Sutta - Kepada Upāli   
57.  Kukkuravatika Sutta - Petapa Berperilaku-Anjing   
58.  Abhayarājakumāra Sutta - Kepada Pangeran Abhaya   
59.  Bahuvedanīya Sutta - Banyak Jenis Perasaan   
60.  Apaṇṇaka Sutta - Ajaran yang Tidak Dapat Dibantah   .

KELOMPOK TENTANG PARA BHIKKHU (BHIKKHUVAGGA)   

61.  Ambalaṭṭhikārāhulovāda Sutta - Nasihat kepada Rāhula di Ambalaṭṭhika   
62.  Mahārāhulovāda Sutta - Khotbah Panjang Nasihat kepada Rāhula   
63.  Cūḷamālunkya Sutta - Khotbah Pendek kepada Mālunkyāputta   
64.  Mahāmālunkya Sutta - Khotbah Panjang kepada Mālunkyāputta   
65.  Bhaddāli Sutta - Kepada Bhaddāli   
66.  Laṭukikopama Sutta - Perumpamaan Burung Puyuh   
67.  Cātumā Sutta - Di Cātumā   
68.  Naḷakapāna Sutta -  Di Naḷakapāna   
69.  Gulissāni Sutta - Gulissāni   
70.  Kīṭāgiri Sutta - Di Kīṭāgiri   

KELOMPOK TENTANG PARA PENGEMBARA (PARIBBĀJAKAVAGGA)   

71.  Tevijjavacchagotta Sutta - Kepada Vacchagotta tentang Tiga Pengetahuan Sejati   
72.  Aggivacchagotta Sutta - Kepada Vacchagotta tentang Api   
73.  Mahāvacchagotta Sutta: Khotbah Panjang kepada Vacchagotta
74.  Dīghanakha Sutta: Kepada Dīghanakha
75.  Māgandiya Sutta: Kepada Magandiya
76.  Sandaka Sutta: Kepada Sandaka
77.  Mahāsakuludāyi Sutta: Khotbah Panjang kepada orang Sakuludāyi
78.  Samaṇamaṇḍika Sutta: Samaṇamaṇḍikāputta
79.  Cūḷasakuludāyi Sutta: Khotbah Pendek kepada orang Sakuludāyi
80.  Vekhanassa Sutta: Kepada Vekhanassa.


KELOMPOK PARA RAJA (RĀJAVAGGA)   

81.  Ghaṭikāra Sutta: Ghāṭīkāra si tukang tembikar
82.  Raṭṭhapāla Sutta: Tentang Raṭṭhapāla
83.  Makhādeva Sutta: Raja Makhādeva
84.  Madhurā Sutta: Di Madhurā
85.  Bodhirājakumāra Sutta: Kepada Pangeran Bodhi
86.  Angulimāla Sutta: Tentang Angulimala
87.  Piyajātika Sutta: Lahir dari Mereka yang Disayang
88.  Bāhitīka Sutta: Jubah
89.  Dhammacetiya Sutta: Monumen Dhamma
90.  Kaṇṇakatthala Sutta: Di Kaṇṇakatthala

KELOMPOK PARA BRAHMANA (BRĀHMAṆAVAGGA)   

91.  Brahmāyu Sutta: Brahmāyu
92.  Sela Sutta: Kepada Sela
93.  Assalāyana Sutta: Kepada Assalāyana
94.  Ghoṭamukha Sutta: Kepada Ghoṭamukha
95.  Cankī Sutta: Bersama Cankī
96.  Esukāri Sutta: Kepada Esukāri
97.  Dhānañjani Sutta: Kepada Bhānañjāni
98.  Vāseṭṭha Sutta: Kepada Vaseṭṭha
99  Subha Sutta: Kepada Subha
100. Sangārava Sutta: Kepada Sangārava

Thread ini saya lock demi kerapian sampai saya selesai, jika ada di antara teman-teman yang ingin mendiskusikan atau mengomentari silahkan di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,17307.0.html


_/\_

Indra:
51  Kandaraka Sutta
Kepada Kandaraka



[339] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Campā di tepi Danau Gaggarā bersama sejumlah besar Sangha para bhikkhu. Kemudian Pessa, putera penungangg gajah, dan Kandaraka si pengembara mendatangi Sang Bhagavā. Pessa, setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, sementara Kandaraka saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, dan setelah ramah-tamah ini berakhir, ia berdiri di satu sisi.  Sambil berdiri di sana, ia mengamati Sangha para bhikkhu yang sedang duduk dalam keheningan sepenuhnya,  dan kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā:

1. “Sungguh menakjubkan, Guru Gotama, sungguh mengagumkan bagaimana Sangha para bhikkhu telah diarahkan untuk mempraktikkan jalan yang benar oleh Guru Gotama. Mereka yang terberkahi, sempurna dan tercerahkan sempurna di masa lampau, paling jauh hanya mengarahkan Sangha para bhikkhu untuk mempraktikkan jalan yang benar seperti yang telah dilakukan oleh Guru Gotama sekarang. Dan Mereka yang akan terberkahi, sempurna dan tercerahkan sempurna di masa depan, paling jauh akan hanya mengarahkan Sangha para bhikkhu untuk mempraktikkan jalan yang benar seperti yang telah dilakukan oleh Guru Gotama sekarang.”

3. “Demikianlah, Kandaraka, demikianlah! Mereka yang terberkahi, sempurna dan tercerahkan sempurna di masa lampau, paling jauh hanya mengarahkan Sangha para bhikkhu untuk mempraktikkan jalan yang benar seperti yang telah dilakukan olehKu sekarang. Dan Mereka yang akan terberkahi, sempurna dan tercerahkan sempurna di masa depan, paling jauh akan hanya mengarahkan Sangha para bhikkhu untuk mempraktikkan jalan yang benar seperti yang telah dilakukan olehKu sekarang.

“Karena, Kandaraka, dalam Sangha para bhikkhu ini terdapat para bhikkhu yang adalah para Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sejati, telah menghancurkan belenggu penjelmaan, dan yang terbebaskan sepenuhnya melalui pengetahuan akhir. Dan dalam Sangha para bhikkhu ini terdapat para bhikkhu yang dalam tingkat latihan yang lebih tinggi dari moralitas yang konstan, menjalani kehidupan dengan moralitas konstan, bijaksana, menjalani kehidupan dengan kebijaksanaan konstan. Mereka berdiam dengan pikiran kokoh dalam empat landasan perhatian.  Apakah empat ini? Di sini, Kandaraka, [340] seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan akan dunia. Ia berdiam dengan merenungkan perasaan sebagai perasaan, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan akan dunia. Ia berdiam dengan merenungkan pikiran sebagai pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan akan dunia. Ia berdiam dengan merenungkan obyek-obyek pikiran sebagai obyek-obyek pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan akan dunia.”

4. Ketika hal ini dikatakan, Pessa, putera penunggang gajah, berkata: “Sungguh menakjubkan, Yang Mulia, Sungguh mengagumkan betapa baiknya empat landasan perhatian telah dibabarkan oleh Sang Bhagavā: untuk pemurnian makhluk-makhluk, untuk mengatasi dukacita dan ratapan, untuk lenyapnya kesakitan dan kesedihan, untuk pencapaian jalan sejati, untuk penembusan Nibbāna. Karena, Yang Mulia, kami para umat awam berbaju-putih juga dari waktu ke waktu juga berdiam dengan pikiran kami kokoh dalam empat landasan perhatian ini.  Di sini, Yang Mulia, kami berdiam dengan merenungkan jasmani sebagai jasmani … perasaan sebagai perasaan … pikiran sebagai pikiran … obyek-obyek pikiran sebagai obyek-obyek pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan akan dunia. Sungguh menakjubkan, Yang Mulia, Sungguh mengagumkan betapa di tengah-tengah kekusutan, kecurangan, dan muslihat manusia, Sang Bhagavā mengetahui kesejahteraan dan bahaya pada makhluk-makhluk. Karena manusia adalah kekusutan sedangkan binatang lebih terbuka. Yang Mulia, aku dapat menunggang seekor gajah yang harus dijinakkan, dan dalam waktu selama yang diperlukan untuk berjalan bolak-balik di Campā, gajah itu akan memperlihatkan segala jenis tipu daya, muslihat, ketidak-jujuran, dan kecurangan [yang mampu ia lakukan].  Tetapi mereka yang disebut budak, kurir, dan pelayan kami berperilaku dalam satu cara melalui jasmaninya, dalam cara lain melalui ucapannya, sementara pikirannya bekerja dalam cara lain lagi. Sungguh menakjubkan, Yang Mulia, Sungguh mengagumkan betapa di tengah-tengah kekusutan, kecurangan, dan muslihat manusia, Sang Bhagavā mengetahui kesejahteraan dan bahaya pada makhluk-makhluk. Karena manusia adalah kekusutan sedangkan binatang lebih terbuka.”

5. “Demikianlah, Pessa, demikianlah! [341] Manusia adalah kekusutan sedangkan binatang lebih terbuka. Pessa, terdapat empat jenis orang di dunia ini.  Apakah empat ini? Di sini jenis orang tertentu menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya. Di sini jenis orang tertentu menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain. Di sini jenis orang tertentu menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain. Di sini jenis orang tertentu tidak menyiksa dirinya dan tidak melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga tidak menyiksa makhluk lain dan tidak melakukan praktik menyiksa makhluk lain. Karena ia tidak meyiksa dirinya dan makhluk lain, maka ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar, padam, dan sejuk, dan ia berdiam dengan mengalami kebahagiaan, setelah ia sendiri menjadi suci.  Yang manakah dari empat jenis orang ini yang memuaskan pikiranmu, Pessa?”

“Tiga yang pertama tidak memuaskan pikiranku, Yang Mulia, tetapi yang ke empat memuaskan pikiranku.”

6. “Tetapi, Pessa, mengapakah tiga yang pertama tidak memuaskan pikiranmu?”

“Yang Mulia, jenis orang yang menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya, menyiksa dan melukai dirinya walaupun ia menginginkan kesenangan dan menjauhi kesakitan; itulah sebabnya jenis orang ini tidak memuaskan pikiranku. Dan jenis orang yang menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain, menyiksa dan melukai makhluk lain yang menginginkan kesenangan dan menjauhi kesakitan; itulah sebabnya jenis orang ini tidak memuaskan pikiranku. Dan jenis orang yang menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain, menyiksa dan melukai dirinya dan makhluk lain, yang mana keduanya menginginkan kesenangan dan menjauhi kesakitan; itulah sebabnya jenis orang ini tidak memuaskan pikiranku. [342] Tetapi jenis orang yang tidak menyiksa dirinya dan tidak melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga tidak menyiksa makhluk lain dan tidak melakukan praktik menyiksa makhluk lain; yang, karena tidak menyiksa dirinya dan orang kain, ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar, padam, dan sejuk, dan ia berdiam dengan mengalami kebahagiaan, setelah ia sendiri menjadi suci – ia tidak menyiksa dan melukai dirinya maupun makhluk lain, yang mana keduanya menginginkan kesenangan dan menjauhi kesakitan. Itulah sebabnya jenis orang ini memuaskan pikiranku. Dan sekarang, Yang Mulia, kami pergi. Kami sibuk dan banyak urusan yang harus dilakukan.”

“Silahkan Engkau pergi, Pessa.”

Kemudian Pessa, putera seorang penunggang gajah, setelah merasa senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, dengan Beliau tetap di sisi kanannya, ia pergi.

7. Segera setelah ia pergi, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu, Pesa, putera penunggang gajah, adalah seorang bijaksana, ia memiliki kebijaksanaan luas. Jika ia duduk sedikit lebih lama hingga Aku membabarkan kepadanya secara terperinci tentang ke empat jenis orang ini, ia akan sangat beruntung. Namun ia tetap sudah memperoleh manfaat besar bahkan sebanyak ini.”

“Ini adalah saatnya, Bhagavā, ini adalah waktu, Yang Mulia, bagi Sang Bhagabā untuk membabarkan secara terperinci tentang ke empat jenis orang ini, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka, para bhikkhu, dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.”

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

8. “Para bhikkhu, orang-orang jenis apakah yang menyiksa dirinya sendiri dan melakukan praktik menyiksa dirinya sendiri?  Di sini seseorang tertentu bepergian dengan telanjang, melanggar kebiasaan, menjilat tangan mereka, tidak datang ketika diminta, tidak berhenti ketika diminta; ia tidak menerima makanan yang diserahkan atau tidak menerima makanan yang secara khusus dipersiapkan atau tidak menerima undangan makan; ia tidak menerima dari kendi, dari mangkuk, melintasi ambang pintu, terhalang tongkat kayu, terhalang alat penumbuk, dari dua orang yang sedang makan bersama, dari perempuan hamil, dari perempuan yang sedang menyusui, dari perempuan yang sedang berbaring bersama laki-laki, dari mana terdapat pengumuman pembagian makanan, dari mana seekor anjing sedang menunggu, dari mana lalat beterbangan; mereka tidak menerima ikan atau daging, mereka tidak meminum minuman keras, anggur, atau minuman fermentasi. Mereka mendatangi satu rumah, satu suap; mereka mendatangi dua rumah, dua suap; … mereka mendatangi tujuh rumah, tujuh suap. Mereka makan satu mangkuk sehari, dua mangkuk sehari … tujuh mangkuk sehari. Mereka makan sekali dalam sehari, [343] sekali dalam  dua hari … sekali dalam tujuh hari, dan seterusnya hingga sekali setiap dua minggu; mereka berdiam dengan menjalani praktik makan pada interval waktu yang telah ditentukan. Ia adalah pemakan sayur-sayuran dan padi-padian atau beras kasar atau kulit kupasan buah atau lumut atau kulit padi atau sekam atau tepung wijen atau rumput atau kotoran sapi.  Ia hidup dari akar-akaran dan buah-buahan di hutan; ia memakan buah-buahan yang jatuh. Ia mengenakan pakaian terbuat dari rami, dari rami dan kain, dari kain pembungkus mayat, dari selimut yang dibuang, dari kulit pohon, dari kulit rusa, dari cabikan kulit rusa, dari kain rumput kusa, dari kain kulit kayu, dari kain serutan kayu, dari kain rambut, dari kain bulu binatang, dari bulu sayap burung hantu. Ia adalah seorang yang mencabut rambut dan janggut, menjalani praktik mencabut rambut dan janggut. Ia adalah seorang yang berdiri terus-menerus, menolak tempat duduk. Ia adalah seorang yang berjongkok terus-menerus, senantiasa mempertahankan posisi jongkok. Ia adalah seorang yang menggunakan alas tidur paku; ia menjadikan alas tidur paku sebagai tempat tidurnya. Ia berdiam dengan menjalani praktik mandi tiga kali sehari termasuk malam hari. Demikianlah dalam berbagai cara ia berdiam dengan menjalankan praktik menyiksa dan menyakiti tubuhnya. Ini disebut jenis orang yang meyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya sendiri.

9. “Orang jenis apakah, para bhikkhu, yang menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain? Di sini seseorang tertentu adalah seorang penyembelih domba, penyembelih babi, penyembelih unggas, penjebak binatang-binatang liar, pemburu, nelayan, pencuri, algojo, sipir penjara, atau seorang yang menekuni pekerjaan berdarah itu. Ini disebut jenis orang yang menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain.

10. “Orang-orang jenis apakah, para bhikkhu, yang menyiksa dirinya sendiri dan melakukan praktik menyiksa dirinya sendiri dan juga menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain? Di sini beberapa orang yang adalah raja mulia yang sah atau seorang brahmana kaya.  Setelah membangun sebuah kuil pengorbanan baru di sebelah timur kota, dan setelah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah dari kulit kasar, dan melumuri tubuhnya dengan ghee dan minyak, menggaruk punggungnya dengan tanduk rusa, ia memasuki kuil pengorbanan bersama dengan ratunya dan brahmana pendeta tertinggi. Di sana ia berbaring di atas tanah yang ditebari rumput.  Raja bertahan hidup dengan meminum susu yang berasal dari puting susu pertama seekor sapi yang memiliki anak dengan warna yang sama [344] sedangkan ratu bertahan hidup dengan meminum susu yang berasal dari puting susu ke dua dan brahmana pendeta tertinggi bertahan hidup dengan meminum susu yang berasal dari puting susu ke tiga; susu dari puting susu ke empat dituangkan ke dalam api, dan anak sapi itu hidup dari apa yang tersisa. Ia berkata sebagai berikut: ‘Mari menyembelih sapi-sapi sebagai pengorbanan, mari menyembelih sapi-sapi muda sebagai pengorbanan, mari menyembelih anak-anak sapi sebagai pengorbanan, mari menyembelih domba-domba sebagai pengorbanan, mari menebang banyak pepohonan sebagai tiang pengorbanan, mari memotong banyak rumput sebagai rumput pengorbanan.’ Dan kemudian para budak, kurir, dan pelayannya membuat persiapan, menangis dengan wajah basah oleh air mata, karena didorong oleh ancaman hukuman dan oleh ketakutan. Ini disebut jenis orang menyiksa dirinya sendiri dan melakukan praktik menyiksa dirinya sendiri dan juga menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain.

11. Orang-orang jenis apakah, para bhikkhu, yang tidak menyiksa dirinya dan tidak melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga tidak menyiksa makhluk lain dan tidak melakukan praktik menyiksa makhluk lain – seorang yang, karena tidak menyiksa dirinya dan orang kain, ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar, padam, dan sejuk, dan ia berdiam dengan mengalami kebahagiaan, setelah ia sendiri menjadi suci?

12. “Di sini, para bhikkhu, seorang Tathāgata muncul di dunia ini, sempurna, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati, mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa bandingan bagi orang-orang yang harus dijinakkan. Beliau menyatakan kepada dunia ini bersama para dewa, Māra, dan Brahmā, generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, raja dan rakyatnya, yang telah Beliau tembus oleh dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung. Beliau mengajarkan Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir, dengan makna dan kata-kata yang benar, dan Beliau mengungkapkan kehidupan suci yang murni dan sempurna.

13.  “Seorang perumah tangga atau putera perumah tangga atau seorang yang terlahir dari beberapa suku lainnya mendengarkan Dhamma itu. Ketika mendengarkan Dhamma itu ia memperoleh keyakinan dalam Sang Tathāgata. Dengan memiliki keyakinan itu, ia mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Kehidupan rumah tangga ramai dan berdebu; kehidupan lepas dari keduniawian terbuka lebar. Tidaklah mudah, selagi hidup dalam sebuah keluarga, menjalani kehidupan suci yang murni dan sempurna bagaikan kulit kerang yang digosok. Bagaimana jika aku mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.’ Kemudian pada kesempatan lain, dengan meninggalkan harta yang banyak atau sedikit, [345] meninggalkan sanak saudara yang banyak atau sedikit, ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.

14. “Setelah meninggalkan keduniawian demikian dan memiliki latihan dan gaya hidup kebhikkhuan, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, ia menghindari pembunuhan makhluk-makhluk hidup; dengan tongkat kayu dan senjata di singkirkan, berhati-hati, penuh belas kasihan, ia berdiam dengan berbelas kasihan kepada semua makhluk hidup. Dengan meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan; hanya mengambil apa yang diberikan, mengharapkan hanya apa yang diberikan, dengan tidak mencuri ia berdiam dalam kemurnian. Dengan meninggalkan kehidupan tidak selibat, ia menjalani hidup selibat, hidup terpisah, menghindari praktik vulgar hubungan seksual.

“Dengan meninggalkan ucapan salah, ia menghindari ucapan salah; ia mengatakan kebenaran, terikat pada kebenaran, terpercaya dan dapat diandalkan, seorang yang bukan penipu dunia. Dengan menghindari ucapan jahat, ia menghindari ucapan jahat; ia tidak mengulangi di tempat lain apa yang telah ia dengar di sini dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini, juga tidak mengulangi pada orang-orang ini apa yang telah ia dengar di tempat lain dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang ini] dari orang-orang itu; demikianlah ia menjadi seorang yang merukunkan mereka yang terpecah-belah, seorang penganjur persahabatan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, senang dalam kerukunan, pengucap kata-kata yang menganjurkan kerukunan. Dengan meninggalkan ucapan kasar, ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, dan indah, ketika masuk dalam batin, sopan, disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang. Dengan meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sebenarnya, mengatakan apa yang baik, membicarakan Dhamma dan Disiplin; pada saat yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, yang logis, selayaknya, dan bermanfaat.

“Ia menghindari merusak benih dan tanaman. Ia berlatih makan hanya dalam satu bagian hari, menghindari makan di malam hari dan di luar waktu yang selayaknya. Ia menghindari menari, menyanyi, musik, dan pertunjukan hiburan. Ia menghindari mengenakan kalung bunga, mengharumkan dirinya dengan wewangian, dan menghias dirinya dengan salep. Ia menghindari dipan yang tinggi dan besar. Ia menghindari menerima emas dan perak. Ia menghindari menerima beras mentah. Ia menghindari menerima daging mentah. Ia menghindari menerima perempuan-perempuan dan gadis-gadis. Ia menghindari menerima budak laki-laki dan perempuan. Ia menghindari menerima kambing dan domba. Ia menghindari menerima unggas dan babi. Ia menghindari menerima gajah, sapi, kuda jantan, dan kuda betina. Ia menghindari menerima ladang dan tanah. Ia menghindari menjadi pesuruh dan penyampai pesan. Ia menghindari membeli dan menjual. Ia menghindari timbangan salah, logam salah, dan ukuran salah. [346] Ia menghindari kecurangan, penipuan, penggelapan, dan muslihat. Ia menghindari melukai, membunuh, mengikat, merampok, menjarah, dan kekerasan.

15. “Ia menjadi puas dengan jubah untuk melindungi tubuhnya dan makanan persembahan untuk memelihara perutnya, dan kemanapun ia pergi ia hanya membawa ini bersamanya. Seperti halnya seekor burung, kemanapun ia pergi, ia terbang hanya dengan sayap-sayapnya sebagai beban satu-satunya, demikian pula, bhikkhu itu menjadi puas dengan jubah untuk melindungi tubuhnya dan makanan persembahan untuk memelihara perutnya, dan kemanapun ia pergi ia hanya membawa ini bersamanya. Dengan memiliki kelompok moralitas mulia ini, ia mengalami dalam dirinya suatu kebahagiaan yang tanpa noda.

----------------------------
*** Bersambung ...

Indra:
Lanjutan 51  Kandaraka Sutta
--------------------------------------

16. “Ketika melihat suatu bentuk dengan mata, ia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria mata tanpa terkendali, kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan akan dapat menguasainya, ia berlatih cara pengendaliannya, ia menjaga indria mata, ia menjalankan pengendalian indria mata. Ketika mendengar suatu suara dengan telinga ... Ketika mencium suatu bau-bauan dengan hidung ... Ketika mengecap suatu rasa kecapan dengan lidah ... Ketika menyentuh suatu obyek sentuhan dengan badan ... Ketika mengenali suatu obyek-pikiran dengan pikiran, ia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria pikiran tanpa terkendali, kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan akan dapat menguasainya, ia berlatih cara pengendaliannya, ia menjaga indria pikiran, ia menjalankan pengendalian indria pikiran. Dengan memiliki pengendalian mulia akan indria-indria ini, ia mengalami dalam dirinya suatu kebahagiaan yang tanpa noda.

17. “Ia menjadi seorang yang bertindak dengan penuh kewaspadaan ketika berjalan maju maupun mundur; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika melihat ke depan maupun ke belakang; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika menunduk maupun menegakkan badan; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika mengenakan jubahnya dan membawa jubah luar dan mangkuknya; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika makan, minum, mengunyah makanan, dan mengecap; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika buang air besar maupun buang air kecil; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika berjalan, bediri, duduk, jatuh tertidur, bangun tidur, berjalan, berbicara, dan berdiam diri.

18. “Dengan memiliki kelompok moralitas mulia ini, dan pengendalian mulia atas indria-indria ini, dan memiliki perhatian mulia dan kewaspadaan mulia ini, ia mencari tempat tinggal yang terasing: hutan, bawah pohon, gunung, jurang, gua di lereng gunung, tanah pekuburan, hutan belantara, ruang terbuka, tumpukan jerami.

19.  “Setelah kembali dari menerima dana makanan, setelah makan ia duduk bersila, menegakkan badannya, dan menegakkan perhatian di depannya. [347] Dengan meninggalkan ketamakan akan dunia, ia berdiam dengan pikiran yang bebas dari ketamakan; ia memurnikan pikirannya dari ketamakan. Dengan meninggalkan niat buruk dan kebencian, ia berdiam dengan pikiran yang bebas dari niat buruk, berbelas kasihan bagi kesejahteraan semua makhluk hidup; ia memurnikan pikirannya dari niat buruk dan kebencian. Dengan meninggalkan kelambanan dan ketumpulan, ia berdiam dengan terbebas dari kelambanan dan ketumpulan, seorang yang melihat cahaya, penuh perhatian dan penuh kewaspadaan; ia memurnikan pikirannya dari kelambanan dan ketumpulan. Dengan meninggalkan kegelisahan dan penyesalan, ia berdiam dengan tanpa kegelisahan dengan batin yang damai; ia memurnikan pikirannya dari kegelisahan dan penyesalan. Dengan meninggalkan keragu-raguan, ia berdiam setelah melampaui keragu-raguan, tanpa kebingungan akan kondisi-kondisi bermanfaat; ia memurnikan pikirannya dari keragu-raguan.

20. “Setelah meninggalkan kelima rintangan ini, ketidak-murnian pikiran yang melemahkan kebijaksanaan, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, ia masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan.

21. “Kemudian, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi.

22. “Kemudian, dengan meluruhnya kegembiraan, seorang bhikkhu berdiam dalam keseimbangan, dan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kenikmatan pada jasmani, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang dikatakan oleh para mulia: ‘Ia memiliki kediaman yang menyenangkan yang memiliki keseimbangan dan penuh perhatian.’

23. “Kemudian, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang tanpa kesakitan juga tanpa kenikmatan dan memiliki kemurnian perhatian karena keseimbangan.

24. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidak-sempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan kehidupan lampau. Ia mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penyusutan-dunia, banyak kappa pengembangan-dunia, banyak kappa penyusutan-dan-pengembangan-dunia: Di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di tempat lain; dan di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, [348] umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di sini.’ Demikianlah dengan segala aspek dan ciri-cirinya ia mengingat banyak kehidupan lampau.

25. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidak-sempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan kematian dan kelahiran kembali makhluk-makhluk. Dengan mata-dewa, yang murni dan melampaui manusia, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin. Ia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka sebagai berikut: ‘Makhluk-makhluk ini yang berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, pencela para mulia, keliru dalam pandangan, memberikan dampak pandangan salah dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam rendah, dalam kesengsaraan, bahkan di dalam neraka; tetapi makhluk-makhluk ini, yang berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, bukan pencela para mulia, berpandangan benar, memberikan dampak pandangan benar dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam yang bahagia, bahkan di alam surga.’ Demikianlah dengan mata-dewa yang murni dan melampaui manusia, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan ia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka.

26. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidak-sempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan hancurnya noda-noda. Ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah noda-noda’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula noda-noda’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya noda-noda’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya noda-noda.’

27. “Ketika ia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya terbebaskan dari noda keinginan indria, dari noda penjelmaan, dan dari noda kebodohan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.’

28. “Ini, para bhikkhu, disebut jenis orang yang yang tidak menyiksa dirinya dan tidak melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga tidak menyiksa makhluk lain dan tidak melakukan praktik menyiksa makhluk lain [349] – seorang yang, karena tidak menyiksa dirinya dan orang kain, ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar, padam, dan sejuk, dan ia berdiam dengan mengalami kebahagiaan, setelah ia sendiri menjadi suci.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

Indra:
52  Aṭṭhakanāgara Sutta
Orang dari Aṭṭhakanāgara



1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Yang Mulia Ānanda sedang menetap di Beluvagāmaka di dekat Vesālī.

 2. Pada saat itu perumah tangga Dasama dari Aṭṭhakanāgara telah tiba di Pāṭaliputta untuk suatu urusan. Kemudian ia mendatangi seorang bhikkhu tertentu di Taman Kukkuta, dan setelah bersujud kepadanya, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepadanya: “Dimanakah Yang Mulia Ānanda menetap saat ini, Yang Mulia? Aku ingin bertemu dengan Yang Mulia Ānanda.”

“Yang Mulia Ānanda sedang menetap di Beluvagāmaka di dekat Vesālī, perumah tangga.”

3. Kemudian perumah tangga Dasama setelah menyelesaikan urusannya di Pāṭaliputta, ia mendatangi Yang Mulia Ānanda di Beluvagāmaka di dekat Vesālī. Setelah bersujud kepadanya, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepadanya:

“Yang Mulia Ānanda, adakah satu hal yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagavā yang mengetahui dan melihat, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya?”

“Ada, perumah tangga, sesungguhnya ada satu hal demikian yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā.” [350]

“Apakah satu hal itu, Yang Mulia Ānanda?”

4. “Di sini, perumah tangga, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Jhāna pertama ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak.  Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda.  Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda karena keinginan pada Dhamma itu, kegembiraan dalam Dhamma itu,  maka dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah ia menjadi seorang yang muncul secara spontan [di Alam Murni] dan di sana akan mencapai Nibbāna akhir tanpa pernah kembali ke alam ini.

“Ini adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā yang mengetahui dan melihat, sempurna dan terceerahkan sempurna, di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

5. “Kemudian, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua ... Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Jhāna ke dua ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā [351] ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

6. “Kemudian, dengan lenyapnya kegembiraan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga ... Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Jhāna ke tiga ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

7. “Kemudian, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan ... seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat ... Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Jhāna ke empat ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

8. “Kemudian, seorang bhikkhu berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang penuh dengan cinta kasih, demikian pula arah ke dua, demikian pula arah ke tiga, demikian pula arah ke empat; seperti ke atas, demikian pula ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala tempat, dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh penjuru dunia dengan pikiran cinta kasih, berlimpah, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan dan tanpa niat buruk. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Kebebasan pikiran melalui cinta kasih ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

9. “Kemudian, seorang bhikkhu berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang penuh dengan belas kasihan ... tanpa niat buruk. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Kebebasan pikiran melalui belas kasihan ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

10. “Kemudian, seorang bhikkhu berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang penuh dengan kegembiraan altruistik ... tanpa niat buruk. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Kebebasan pikiran melalui kegembiraan altruistik ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.
   
11. “Kemudian, seorang bhikkhu berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang penuh dengan keseimbangan ... tanpa niat buruk. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Kebebasan pikiran melalui keseimbangan ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, [352] tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

12. “Kemudian, dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk, dengan lenyapnya persepsi kontak indria, dengan tanpa-perhatian pada keragaman persepsi, menyadari bahwa ‘ruang adalah tanpa batas,’ seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Pencapaian landasan ruang tanpa batas ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

13. “Kemudian, dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, menyadari bahwa ‘kesadaran adalah  tanpa batas,’ seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Pencapaian landasan kesadaran tanpa batas ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

14. “Kemudian, dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, menyadari bahwa ‘tidak ada apa-apa,’ seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Pencapaian landasan kekosongan ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apapun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kokoh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda karena keinginan pada Dhamma itu, kegembiraan dalam Dhamma itu, maka dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah ia menjadi seorang yang muncul secara spontan [di Alam Murni] dan di sana akan mencapai Nibbāna akhir tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā yang mengetahui dan melihat, sempurna dan terceerahkan sempurna, di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.”

15. Ketika Yang Mulia Ānanda telah selesai berbicara, perumah tangga Dasama dari Aṭṭhakanāgara berkata kepadanya: “Yang Mulia Ānanda, bagaikan seseorang yang mencari jalan masuk menuju harta karun dan sampai pada sebelas [353] jalan masuk menuju harta karun itu, demikian pula, selagi aku mencari pintu menuju Keabadian, aku telah dengan seketika mendengarkan sebelas pintu menuju Keabadian.  Bagaikan seseorang yang membangun rumahnya dengan sebelas pintu dan ketika rumah itu terbakar, ia dapat menyelamatkan diri melalui salah satu dari sebelas pintu itu, demikian pula aku dapat menyelamatkan diri melalui salah satu dari sebelas pintu menuju Keabadian ini. Yang Mulia, para penganut sekte lain bahkan akan mencari bayaran untuk guru mereka; mengapa aku tidak memberikan persembahan kepada Yang Mulia Ānanda?”

16. Kemudian perumah tangga Dasama dari Aṭṭhakanāgara mengumpulkan Sangha para bhikkhu dari Pāṭaliputta dan Vesālī, dan dengan tangannya sendiri ia melayani mereka dengan berbagai jenis makanan baik. Ia mempersembahkan sepasang jubah kepada masing-masing bhikkhu, dan ia mempersembahkan tiga jubah kepada Yang Mulia Ānanda, dan ia membangun sebuah tempat tinggal bernilai lima ratus  untuk Yang Mulia Ānanda.

Indra:
53  Sekha Sutta
Siswa dalam Latihan yang Lebih Tinggi



1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di negeri Sakya di Kapilavatthu di Taman Nigrodha.

2. Pada saat itu sebuah aula pertemuan baru telah dibangun untuk orang-orang Sakya di Kapilavatthu dan belum dihuni oleh petapa atau brahmana atau manusia manapun sama sekali. Kemudian orang-orang Sakya dari Kapilavatthu mendatangi Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan berkata kepada Beliau:

“Yang Mulia, sebuah aula pertemuan baru telah dibangun untuk orang-orang Sakya di Kapilavatthu dan belum dihuni oleh petapa atau brahmana atau manusia manapun sama sekali. Yang Mulia, sudilah Bhagavā menjadi yang pertama menempatinya. Setelah Sang Bhagavā menggunakannya pertama kali, kemudian orang-orang Sakya di Kapilavatthu akan menggunakannya setelahnya. Ini akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.”  [354]

3. Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri. Kemudian, ketika mereka melihat bahwa Beliau telah menerima, mereka bangkit dari duduk, dan setelah bersujud kepada Beliau, dengan Beliau di sisi kanan mereka, mereka pergi ke aula pertemuan. Mereka menutup seluruhnya dengan penutup dan mempersiapkan tempat duduk, dan mereka meletakkan kendi air besar dan menggantung lampu minyak. Kemudian mereka mendatangi Sang Bhagavā, dan setelah bersujud kepada Beliau, mereka berdiri di satu sisi dan berkata:

“Yang Mulia, aula pertemuan telah ditutup sepenuhnya dengan penutup dan tempat-tempat duduk telah dipersiapkan, kendi air besar telah diletakkan dan lampu minyak telah digantung. Silahkan Bhagavā datang.”

4. Kemudian Sang Bhagavā merapikan jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubahnya, Beliau bersama dengan Sangha para bhikkhu pergi ke aula pertemuan. Ketika Beliau sampai, beliau mencuci kakinya dan kemudian memasuki aula dan duduk di tiang tengah menghadap ke timur. Dan para bhikkhu mencuci kaki mereka dan kemudian memasuki aula dan duduk di dinding barat menghadap ke timur, dengan Sang Bhagavā di depan mereka. Dan orang-orang Sakya Kapilavatthu mencuci kaki mereka dan memasuki aula dan duduk di dinding timur menghadap ke barat, dengan Sang Bhagavā di depan mereka.

5. Kemudian, setalah Sang Bhagavā memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan orang-orang Sakya Kapilavatthu dengan khotbah Dhamma sepanjang malam, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Ānanda, babarkanlah kepada orang-orang Sakya Kapilavatthu tentang siswa dalam latihan yang lebih tinggi yang telah memasuki sang jalan.  PunggungKu tidak nyaman. Aku akan beristirahat.”

“Baik, Yang Mulia,” Yang Mulia Ānanda menjawab.

Kemudian Sang Bhagavā melipat jubahnya menjadi empat dan berbaring pada sisi kanannya dalam postur singa, dengan satu kaki di atas kaki lainnya, penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, setelah mencatat dalam pikirannya waktu untuk bangun.

6. Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Mahānāma orang Sakya sebagai berikut:

“Mahānāma, di sini seorang siswa mulia memiliki moralitas, menjaga pintu-pintu indrianya, makan secukupnya, dan menekuni kewaspadaan; ia memiliki tujuh kualitas baik; dan ia adalah seorang yang tanpa kesulitan, sesuai kehendaknya ia mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kedamaian yang menyenangkan di sini dan saat ini. [355]

7. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia memiliki moralitas? Di sini seorang siswa mulia bermoral, ia berdiam terkendali dengan pengendalian Pātimokkha, ia sempurna dalam perilaku dan bidang aktivitas, dan melihat dengan takut pada pelanggaran sekecil apapun, ia berlatih dengan menjalankan aturan-aturan latihan. Ini adalah bagaimana seorang siswa mulia memiliki moralitas.

8. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia menjaga pintu-pintu indrianya?  Di sini, ketika melihat bentuk dengan mata, seorang siswa mulia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena jika ia membiarkan indria mata tanpa terjaga, kondisi-kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan dapat menguasainya, ia melatih jalan pengendalian, ia menjaga indria mata, ia menjalankan pengendalian indria mata. Ketika mendengar suara dengan telinga ... Ketika mencium bau-bauan dengan hidung ... Ketika mengecap rasa dengan lidah ... Ketika menyentuh obyek-sentuhan dengan badan ... Ketika mengendali obyek-pikiran dengan pikiran, seorang siswa mulia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena jika ia membiarkan indria pikiran tanpa terjaga, kondisi-kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan dapat menguasainya, ia melatih jalan pengendalian, ia menjaga indria pikiran, ia menjalankan pengendalian indria pikiran. Itu adalah bagaimana seorang siswa mulia menjaga pintu-pintu indrianya.

9. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia makan secukupnya? Di sini, dengan merenungkan dengan bijaksana, seorang siswa mulia memakan makanan bukan untuk kesenangan juga bukan untuk mabuk juga bukan demi kecantikan dan kemenarikan fisik, tetapi hanya untuk ketahanan dan kelangsungan tubuh ini, untuk mengakhiri ketidak-nyamanan, untuk menunjang kehidupan suci, dengan mempertimbangkan: ‘Dengan demikian aku akan mengakhiri perasaan lama tanpa membangkitkan perasaan baru dan aku akan menjadi sehat dan tanpa cela dan dapat hidup dalam kenyamanan.’ Itu adalah bagaiman seorang siswa mulia makan secukupnya.

10. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia menekuni kewaspadaan? Di sini, selama siang hari, sambil berjalan mondar-mandir dan duduk, seorang siswa mulia memurnikan pikirannya dari kondisi-kondisi yang merintangi. Pada jaga pertama malam hari, sambil berjalan mondar-mandir dan duduk, ia memurnikan pikirannya dari kondisi-kondisi yang merintangi. Pada jaga pertengahan malam hari di berbaring di sisi kanan dalam postur singa, dengan satu kaki di atas kaki lainnya, penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, setelah mencatat dalam pikirannya waktu untuk bangun. Setelah bangun, pada jaga ketiga malam hari, ia memurnikan pikirannya dari kondisi-kondisi yang merintangi. Itu adalah bagaimana seorang siswa mulia menekuni kewaspadaan. [356]

11. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia memiliki tujuh kualitas baik? Di sini seorang siswa mulia memiliki keyakinan; ia berkeyakinan pada Pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā sempurna, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati, mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa tandingan bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, tercerahkan, terberkahi.

12. “Ia memiliki rasa malu; ia malu terhadap perilaku salah dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, malu dalam melakukan perbuatan jahat yang tidak bermanfaat.

13. “Ia memiliki rasa takut pada pelanggaran; ia takut terhadap perilaku salah dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, takut dalam melakukan perbuatan jahat yang tidak bermanfaat.

14. “Ia telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan menggabungkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir, dengan makna dan kata-kata yang benar, dan menegaskan kehidupan suci yang murni dan sempurna – ajaran-ajaran seperti ini telah banyak ia pelajari, ia ingat, ia hafalkan, ia selidiki melalui pikiran dan ia tembus dengan baik melalui pandangan.

15. “Ia bersemangat dalam meninggalkan kondisi-kondisi yang tidak bermanfaat dan dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang bermanfaat; ia mantap, teguh dalam berusaha, tidak lengah dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang bermanfaat.

16. “Ia memiliki perhatian; ia memiliki perhatian dan keterampilan tertinggi; ia mengingat dan merenungkan apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu.

17. “Ia bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan sehubungan dengan munculnya dan lenyapnya yang mulia dan menembus dan menuntun menuju kehancuran total penderitaan.  Itu adalah bagaimana seorang siswa mulia memiliki tujuh kualitas baik.

18. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia yang adalah seorang yang tanpa kesulitan, sesuai kehendaknya, mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kedamaian yang menyenangkan di sini dan saat ini? Di sini, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang siswa mulia masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … Dengan meluruhnya kegembiraan … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga … Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang memiliki bukan-kesakitan-juga-bukan-kenikmatan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Itu adalah bagaimana seorang siswa mulia yang adalah seorang yang tanpa kesulitan, sesuai kehendaknya, mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kedamaian yang menyenangkan di sini dan saat ini.

19. “Ketika seorang siswa mulia telah menjadi seorang yang memiliki moralitas, menjaga pintu-pintu indrianya, makan secukupnya, dan menekuni kewaspadaan; ia memiliki tujuh kualitas baik, [357] dan ia adalah seorang yang tanpa kesulitan, sesuai kehendaknya, mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kedamaian yang menyenangkan di sini dan saat ini demikian, maka ia disebut sebagai seorang yang dalam latihan yang lebih tinggi yang telah memasuki sang jalan. Telur-telurnya tidak pecah; ia mampu menembus, mampu mencapai pencerahan, mampu mencapai keamanan tertinggi dari belenggu.

“Misalkan terdapat seekor ayam betina dengan delapan atau sepuluh atau dua belas butir telur, yang ia tutupi, erami, dan pelihara dengan baik.  Walaupun ia tidak menghendaki: ‘Oh, semoga anak-anakku dapat menusuk cangkangnya dengan cakar dan paruhnya dan menetas dengan selamat!’ namun anak-anak ayam itu mampu menembus cangkang mereka dengan cakar dan paruh dan menetas dengan selamat. Demikian pula, ketika seorang siswa mulia telah menjadi seorang yang memiliki moralitas … maka ia disebut sebagai seorang yang dalam latihan yang lebih tinggi yang telah memasuki sang jalan. Telur-telurnya tidak pecah; ia mampu menembus, mampu mencapai pencerahan, mampu mencapai keamanan tertinggi dari belenggu.

20. “Berdasarkan pada perhatian tertinggi yang sama yang memiliki kemurnian karena keseimbangan,  siswa mulia ini mengingat banyak kehidupan lampaunya … (seperti sutta 51, §24) … Demikianlah dengan aspek-aspek dan ciri-cirinya ia mengingat banyak kehidupan lampau. Ini adalah penetasan pertama seperti penetasan anak ayam dari cangkangnya.

21. “Berdasarkan pada perhatian tertinggi yang sama yang memiliki kemurnian karena keseimbangan, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, siswa mulia ini melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali … (seperti sutta 51, §25) … ia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai perbuatan mereka. Ini adalah penetasan ke dua seperti penetasan anak ayam dari cangkangnya.

22. “Berdasarkan pada perhatian tertinggi yang sama yang memiliki kemurnian karena keseimbangan, dengan menembus untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, siswa mulia ini di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda melalui hancurnya noda-noda. [358] Ini adalah penetasan ke tiga seperti penetasan anak ayam dari cangkangnya.

23. “Ketika seorang siswa mulia memiliki moralitas, itu berhubungan dengan perilakunya. Ketika ia menjaga pintu-pintu indrianya, itu berhubungan dengan perilakunya. Ketika ia makan secukupnya, itu berhubungan dengan perilakunya. Ketika ia menekuni kewaspadaan, itu berhubungan dengan perilakunya. Ketika ia memiliki tujuh kualitas baik, itu berhubungan dengan perilakunya. Ketika ia telah menjadi seorang yang tanpa kesulitan, sesuai kehendaknya, mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kedamaian yang menyenangkan di sini dan saat ini, itu berhubungan dengan perilakunya.

24. “Ketika ia mengingat banyak kehidupan lampau … dengan aspek-aspek dan ciri-cirinya, itu berhubungan dengan pengetahuan sejatinya. Ketika, dengan mata dewa … ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali dan memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai perbuatan mereka, itu berhubungan dengan pengetahuan sejatinya. Ketika, dengan menembus untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, ia di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda melalui hancurnya noda-noda, itu berhubungan dengan pengetahuan sejatinya.

25. “Siswa mulia demikian ini dikatakan sempurna dalam pengetahuan sejati, sempurna dalam perilaku, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati. Dan syair ini diucapkan oleh Brahmā Sanankumāra:

   ‘Kasta mulia ini dianggap sebagai
   Orang-orang terbaik sehubungan dengan silsilah;
   Tetapi yang terbaik di antara para dewa dan manusia adalah seorang
   Yang sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati.’

“Syair ini telah dilantunkan dengan baik oleh Brahmā Sanankumāra, bukan dilantunkan dengan buruk; diucapkan dengan baik, bukan diucapkan dengan buruk; syair ini memiliki makna, dan bukan tanpa makna, dan syair ini disetujui oleh Sang Bhagavā.:

26. Kemudian Sang Bhagavā bangun dan berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Bagus, bagus, Ānanda! Bagus sekali engkau telah membabarkan kepada orang-orang Sakya Kapilavatthu tentang siswa dalam latihan yang lebih tinggi yang telah memasuki sang jalan.” [359]

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Yang Mulia Ānanda. Sang Guru menyetujuinya. Orang-orang Sakya Kapilavatthu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Yang Mulia Ānanda.

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version