//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Vinaya Pitaka - Bhikkhu Vibhaṅga  (Read 10463 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Saṅghādisesa 8
« Reply #45 on: 14 September 2022, 10:02:03 PM »
Permutasi

Pemutasi bagian 1

Melakukan sendiri tuduhan

Walaupun ia tidak melihatnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Aku melihat bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Walaupun ia tidak mendengarnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Aku mendengar bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Walaupun ia tidak mencurigainya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Aku curiga bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Walaupun ia tidak melihatnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Aku melihat dan aku mendengar bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Walaupun ia tidak melihatnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Aku melihat dan aku curiga bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Walaupun ia tidak melihatnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Aku melihat dan aku mendengar dan aku curiga bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Walaupun ia tidak mendengarnya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Aku mendengar dan aku curiga ..." ... "Aku mendengar dan aku melihat ..." ... "Aku mendengar dan aku curiga dan aku melihat bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Walaupun ia tidak mencurigainya, ia menuduh seseorang melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Aku curiga dan aku melihat ..." ... "Aku curiga dan aku mendengar ..." ... "Aku curiga dan aku melihat dan aku mendengar bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Ia melihat bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi ia menuduhnya seperti ini: "Aku mendengar bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Ia melihat bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi ia menuduhnya seperti ini: "Aku curiga bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran ..." ... "Aku mendengar dan aku curiga bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Ia mendengar bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi ia menuduhnya seperti ini: "Aku curiga bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran ..." ... "Aku melihat bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran ..." ... "Aku curiga dan aku melihat bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Ia curiga bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi ia menuduhnya seperti ini: "Aku melihat bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran ..." ... "Aku mendengar bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran ..." ... "Aku melihat dan aku mendengar bahwa engkau melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik, bukan seorang monastik Sakya. ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Ia melihat bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi ia tidak dapat memastikan apa yang telah ia lihat, ia tidak mempercayai apa yang telah ia lihat, ia tidak ingat apa yang telah ia lihat, ia bingung terhadap apa yang telah ia lihat ... ia tidak dapat memastikan apa yang telah ia dengar, ia tidak mempercayai apa yang telah ia dengar, ia tidak ingat apa yang telah ia dengar, ia bingung terhadap apa yang telah ia dengar ... ia tidak dapat memastikan apa yang telah ia curigai, ia tidak mempercayai apa yang telah ia curigai, ia tidak ingat apa yang telah ia curigai, ia bingung terhadap apa yang telah ia curigai. Jika kemudian ia menuduhnya seperti ini: "Aku curiga dan aku melihat ..." ... "Aku curiga dan aku mendengar ..." ... "Aku curiga dan aku melihat dan aku mendengar bahwa engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan

Walaupun ia tidak melihatnya, ia menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Engkau telah terlihat. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Walaupun ia tidak mendengarnya ... Walaupun ia tidak mencurigainya, ia menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Engkau telah dicurigai. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Walaupun ia tidak melihatnya, ia menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Engkau telah terlihat dan engkau telah terdengar ..." ... "Engkau telah terlihat dan engkau dicurigai ..." ... "Engkau telah terlihat dan engkau telah terdengar dan engkau dicurigai. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran ..." ... Walaupun ia tidak mendengarnya ... Walaupun ia tidak mencurigainya, ia menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran: "Engkau telah dicurigai dan engkau telah terlihat ..." ... "Engkau dicurigai dan engkau telah terdengar ..." ... "Engkau dicurigai dan engkau telah terlihat dan engkau telah terdengar. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Ia telah melihat bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi ia membuatnya dituduh seperti ini: "Engkau telah terdengar ..." ... tetapi ia membuatnya dituduh seperti ini: "Engkau dicurigai ..." ... tetapi ia membuatnya dituduh seperti ini: "Engkau terdengar dan dicurigai. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Ia telah mendengar bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran ... Ia mencurigai bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi ia membuatnya dituduh seperti ini: "Engkau telah terlihat ..." ... tetapi ia membuatnya dituduh seperti ini: "Engkau telah terdengar ..." ... tetapi ia membuatnya dituduh seperti ini: "Engkau terlihat dan engkau telah terdengar. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang monastik ..." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Ia melihat bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, tetapi ia tidak dapat memastikan apa yang telah ia lihat, ia tidak mempercayai apa yang telah ia lihat, ia tidak ingat apa yang telah ia lihat, ia bingung terhadap apa yang telah ia lihat ... ia tidak dapat memastikan apa yang telah ia dengar, ia tidak mempercayai apa yang telah ia dengar, ia tidak ingat apa yang telah ia dengar, ia bingung terhadap apa yang telah ia dengar ... ia tidak dapat memastikan apa yang telah ia curigai, ia tidak mempercayai apa yang telah ia curigai, ia tidak ingat apa yang telah ia curigai, ia bingung terhadap apa yang telah ia curigai. Jika kemudian ia membuatnya dituduh seperti ini: "Engkau dicurigai dan engkau telah terlihat ..." ... ia bingung terhadap apa yang telah ia curigai. Jika kemudian ia membuatnya dituduh seperti ini: "Engkau dicurigai dan engkau telah terdengar ..." ... ia bingung terhadap apa yang telah ia curigai. Jika kemudian ia membuatnya dituduh seperti ini: "Engkau dicurigai dan engkau telah terlihat dan engkau telah terdengar. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha." Untuk setiap kalimatnya, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Permutasi bagian 2

Rangkuman

Seseorang adalah tidak murni, tetapi dipandang sebagai murni; seseorang adalah murni, tetapi dipandang sebagai tidak murni; seseorang adalah tidak murni dan dipandang sebagai tidak murni; seseorang adalah murni dan dipandang sebagai murni.

Pembabaran

Tidak murni tetapi dianggap sebagai murni

Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai murni, tetapi kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah.

Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai murni, tetapi kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai murni, tetapi kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan satu pelanggaran ucapan kasar dan satu pelanggaran perbuatan salah.

Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai murni, tetapi kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan pelanggaran ucapan kasar.

Murni tetapi dianggap sebagai tidak murni

Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka tidak ada pelanggaran.

Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan satu pelanggaran ucapan kasar dan satu pelanggaran perbuatan salah.

Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan pelanggaran ucapan kasar.

Tidak murni dianggap sebagai tidak murni

Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka tidak ada pelanggaran.

Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan satu pelanggaran ucapan kasar dan satu pelanggaran perbuatan salah.

Seorang yang tidak murni telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai tidak murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan pelanggaran ucapan kasar.

Murni dan dianggap sebagai murni

Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan dan satu pelanggaran perbuatan salah.

Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai murni, dan kemudian, tanpa mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan satu pelanggaran ucapan kasar dan satu pelanggaran perbuatan salah.

Seorang yang murni tidak melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika seseorang memandangnya sebagai murni, dan kemudian, setelah mendapat izinnya, berbicara dengan tujuan untuk melecehkannya, maka ia melakukan pelanggaran ucapan kasar.

Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: jika ia memandang seorang yang murni sebagai tidak murni; jika ia memandang seorang yang tidak murni sebagai tidak murni; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang yang tanpa dasar, yang kedelapan, selesai.


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Saṅghādisesa 9
« Reply #46 on: 14 September 2022, 10:02:59 PM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

Saṅghādisesa 9. Aturan Latihan Kedua tentang Kemarahan

Kisah Asal-mula

Pada suatu ketika, saat Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, para bhikkhu Mettiya dan Bhūmajaka sedang turun dari Puncak Hering ketika mereka melihat dua ekor kambing sedang melakukan hubungan seksual. Mereka berkata satu sama lain, "Ayo kita menamai kambing jantan itu Dabba orang Malla dan kambing betina itu bhikkhunī Mettiyā. Kita dapat mengatakan, 'Sebelumnya kami mengatakan apa yang kami dengar, tetapi sekarang kami melihat Dabba berhubungan seksual dengan bhikkhunī Mettiyā.'" Maka mereka memberi nama-nama itu kepada kedua kambing tersebut dan memberitahu para bhikkhu, "Sebelumnya kami mengatakan apa yang kami dengar, tetapi sekarang kami melihat Dabba berhubungan seksual dengan bhikkhunī Mettiyā."

Para bhikkhu menjawab, "Jangan berkata seperti itu. Yang Mulia Dabba tidak akan melakukan itu."

Para bhikkhu memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Dabba: "Dabba, apakah engkau ingat melakukan apa yang dikatakan oleh para bhikkhu ini?"

"Yang Mulia, Engkau mengetahui seperti apa aku."

Untuk kedua kali dan ketiga kalinya Sang Buddha mengajukan pertanyaan yang sama dan memperoleh jawaban yang sama. Kemudian Beliau berkata, "Dabba, para Dabba tidak memberikan jawaban berkelit demikian. Jika engkau melakukannya, katakanlah demikian; jika tidak, maka katakan tidak."

"Sejak aku lahir, Yang Mulia, aku tidak ingat pernah melakukan hubungan seksual bahkan di dalam mimpi, apalagi ketika terjaga."

"Baiklah, para bhikkhu, panggil para bhikkhu itu untuk mempertanggungjawabkan." Dan Sang Buddha bangkit dari dudukNya dan memasuki tempat kediamanNya.

Para bhikkhu kemudian menanyai Mettiya dan Bhūmajaka, yang memberitahu mereka apa yang telah terjadi. Para bhikkhu berkata, "Jadi kalian menuduh Yang Mulia Dabba dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, menggunakan dalih persoalan hukum yang tidak berhubungan?"

"Benar."

Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, "Bagaimana mungkin Mettiya dan Bhūmajaka menuduh Yang Mulia Dabba dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, menggunakan dalih persoalan hukum yang tidak berhubungan?"

Mereka menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara dan kemudian memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu: "Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegur mereka ... "Orang-orang dungu, bagaimana mungkin kalian dapat melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir

'Jika seorang bhikkhu yang marah dan tidak senang, menggunakan persoalan hukum yang tidak berhubungan, sebagai dalih untuk menuduh seorang bhikkhu melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan tujuan untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik, dan kemudian setelah beberapa lama, apakah ditanyai atau tidak, menjadi jelas bahwa persoalan hukum itu adalah tidak berhubungan dan digunakan sebagai dalih, dan ia mengakui niat buruknya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.'"

Definisi

Seorang:

siapa pun ...

Bhikkhu:

... Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan lengkap – bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.

Seorang bhikkhu:

bhikkhu lainnya.

Marah:

kesal, tidak puas, jengkel, memiliki kebencian, bermusuhan.

Tidak senang:

karena kekesalan itu, kebencian itu, ketidakpuasan, dan kejengkelan itu, maka ia menjadi tidak senang.

Persoalan hukum yang tidak berhubungan:

Ini adalah tidak berhubungan sehubungan dengan pelanggaran atau tidak berhubungan sehubungan dengan persoalan hukum.

Bagaimanakah suatu persoalan hukum adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum? Sebuah persoalan hukum yang muncul dari perselisihan adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari tuduhan, persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran, dan persoalan hukum yang muncul dari urusan. Sebuah persoalan hukum yang muncul dari tuduhan adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran, persoalan hukum yang muncul dari urusan, dan persoalan hukum yang muncul dari perselisihan. Sebuah persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari urusan, persoalan hukum yang muncul dari perselisihan, dan persoalan hukum yang muncul dari tuduhan. Persoalan hukum yang muncul dari urusan adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari perselisihan, persoalan hukum yang muncul dari tuduhan, dan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran. Adalah dengan cara ini bahwa sebuah persoalan hukum adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum.

Bagaimanakah suatu persoalan hukum adalah berhubungan dengan persoalan hukum? Sebuah persoalan hukum yang muncul dari perselisihan adalah berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari perselisihan. Sebuah persoalan hukum yang muncul dari tuduhan adalah berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari tuduhan. Sebuah persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran mungkin berhubungan atau tidak berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran.

Bagaimanakah sebuah persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran? Suatu pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual adalah tidak berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan pencurian, pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia, dan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas melampaui manusia. Suatu pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan pencurian adalah tidak berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia, pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas melampaui manusia, dan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual. Suatu pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia adalah tidak berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas melampaui manusia, pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual, dan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan pencurian. Suatu pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas melampaui manusia adalah tidak berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual, pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan pencurian, dan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia. Adalah dengan cara ini bahwa sebuah persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran adalah tidak berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran.

Bagaimanakah sebuah persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran adalah berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran? Suatu pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual adalah berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan hubungan seksual. Suatu pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan pencurian adalah berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan pencurian. Suatu pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia adalah berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan manusia. Suatu pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas melampaui manusia adalah berhubungan dengan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran sehubungan dengan kualitas melampaui manusia. Adalah dengan cara ini bahwa sebuah persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran adalah berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran.

Suatu persoalan hukum yang muncul dari urusan adalah berhubungan dengan persoalan hukum yang muncul dari urusan. Adalah dengan cara ini bahwa sebuah persoalan hukum adalah berhubungan dengan persoalan hukum.

Menggunakan sebagai dalih:

Dalih: ada sepuluh jenis dalih—dalih kasta, dalih nama, dalih keluarga, dalih karakteristik, dalih pelanggaran, dalih mangkuk-makanan, dalih jubah, dalih penahbis, dalih guru, dalih tempat kediaman.

[1]Dalih kasta: seorang bhikkhu melihat seorang bangsawan melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh bangsawan lainnya, dengan berkata, "Aku telah melihat seorang bangsawan. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha," maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
[2]Seorang bhikkhu melihat seorang brahmana ... Seorang bhikkhu melihat seorang pedagang ... Seorang bhikkhu melihat seorang pekerja melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh pekerja lainnya, dengan berkata, "Aku telah melihat seorang pekerja. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. ..." maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
[3]Dalih nama: seorang bhikkhu melihat seseorang yang bernama Buddharakkhita ... Dhammarakkhita ... Saṅgharakkhita melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh orang lain yang bernama Saṅgharakkhita, dengan berkata, "Aku telah melihat Saṅgharakkhita. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. ..." maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
[4]Dalih keluarga: seorang bhikkhu melihat seseorang yang nama keluarganya adalah Gotama ... Moggallāna ... Kaccāyana ... Vāsiṭṭha melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh orang lain yang bernama Vāsiṭṭha, dengan berkata, "Aku telah melihat Vāsiṭṭha. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. ..." maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
[5]Dalih karakteristik: seorang bhikkhu melihat seseorang yang tinggi ... pendek ... berkulit gelap ... berkulit cerah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh seorang berkulit cerah lainnya, dengan berkata, "Aku telah melihat seorang berkulit cerah. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. ..." maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
[6]Dalih pelanggaran: seorang bhikkhu melihat seseorang melakukan suatu pelanggaran ringan. Jika ia kemudian menuduhnya melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, "Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. ..." maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
[7]Dalih mangkuk-makan: seorang bhikkhu melihat seseorang membawa sebuah mangkuk besi ... sebuah mangkuk tanah berwarna hitam ... sebuah mangkuk tanah biasa melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh seorang lainnya yang membawa sebuah mangkuk tanah biasa, dengan berkata, "Aku telah melihat seseorang membawa mangkuk tanah biasa. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. ..." maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
[8]Dalih jubah: seorang bhikkhu melihat seorang pemakai jubah kain-usang ... memakai jubah yang diberikan oleh perumah tangga, melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh seorang lainnya yang memakai jubah yang diberikan oleh perumah tangga, dengan berkata, "Aku telah melihat seorang yang memakai jubah yang diberikan oleh perumah tangga. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. ..." maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
[9]Dalih penahbis: seorang bhikkhu melihat siswa dari seorang penahbis melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh siswa lainnya dari penahbis itu, dengan berkata, "Aku telah melihat siswa si penahbis itu. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. ..." maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
[10]Dalih guru: seorang bhikkhu melihat murid dari seorang guru melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh murid lainnya dari guru itu, dengan berkata, "Aku telah melihat murid si guru itu. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. ..." maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.
[11]Dalih tempat tinggal: seorang bhikkhu melihat seorang yang berdiam di suatu tempat kediaman tertentu melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Jika ia kemudian menuduh seorang lainnya yang menetap di tempat kediaman itu, dengan berkata, "Aku telah melihat seorang yang menetap di tempat kediaman itu. Engkau telah melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran. Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha," maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.

Melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran:

melakukan salah satu di antara empat.

Menuduh:

menuduhnya atau membuatnya dituduh.

Untuk membuatnya meninggalkan kehidupan monastik:

untuk membuatnya meninggalkan kebhikkhuan, meninggalkan status monastik, meninggalkan moralitasnya, meninggalkan manfaat kehidupan monastik.

Dan kemudian setelah beberapa lama:

pada momen, pada saat, pada detik setelah ia menjatuhkan tuduhan.

Ia ditanyai:

ia ditanyai tentang dasar-dasar tuduhannya.

Tidak:

ia tidak berbicara dengan siapa pun.

Persoalan hukum:

ada empat jenis persoalan hukum: persoalan hukum yang muncul dari perselisihan, persoalan hukum yang muncul dari tuduhan, persoalan hukum yang muncul dari pelanggaran, persoalan hukum yang muncul dari urusan.

Digunakan sebagai dalih:

ia menggunakan dalih tertentu di antara dalih-dalih yang disebutkan di atas.

Dan ia mengakui niat buruknya:

"Apa yang kukatakan adalah kosong," "Apa yang kukatakan adalah salah," "Apa yang kukatakan adalah tidak nyata," "Aku mengatakannya tanpa mengetahuinya."

Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:

... Oleh karena itu, juga, disebut "satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan".
« Last Edit: 16 September 2022, 08:50:08 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Saṅghādisesa 9
« Reply #47 on: 14 September 2022, 10:03:24 PM »
Permutasi

Melakukan sendiri tuduhan

Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, dan bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Jika ia kemudian menuduhnya melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, "Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha," dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.

Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran serius ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penebusan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan pengakuan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran perbuatan salah ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran ucapan salah. Jika ia kemudian menuduhnya melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, "Engkau bukan seorang monastik ..." dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.

Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran serius, dan bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran serius ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penebusan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan pengakuan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran perbuatan salah ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran ucapan salah ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Jika ia kemudian menuduhnya melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, "Engkau bukan seorang monastik ..." dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.

Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan ... pelanggaran yang mengharuskan pengakuan ... pelanggaran perbuatan salah ... pelanggaran ucapan salah, dan bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran ucapan salah ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penskorsan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran serius ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penebusan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan pengakuan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran perbuatan salah. Jika ia kemudian menuduhnya melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, "Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha," dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.

Rangkaian permutasi ini harus dihubungkan dengan memasangkan hal-hal satu demi satu.

Menyuruh orang lain untuk melakukan tuduhan

Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, dan bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Jika ia kemudian membuatnya dituduh melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, "Engkau bukan seorang monastik ...." dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.

Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran serius ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penebusan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan pengakuan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran perbuatan salah ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran ucapan salah. Jika ia kemudian membuatnya dituduh melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, "Engkau bukan seorang monastik ..." dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.

Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran serius, dan bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran serius ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penebusan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan pengakuan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran perbuatan salah ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran ucapan salah ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Jika ia kemudian membuatnya dituduh melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, "Engkau bukan seorang monastik ..." dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.

Seorang bhikkhu melihat bhikkhu kedua melakukan pelanggaran yang mengharuskan penebusan ... pelanggaran yang mengharuskan pengakuan ... pelanggaran perbuatan salah ... pelanggaran ucapan salah, dan bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran ucapan salah ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penskorsan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran serius ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan penebusan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran yang mengharuskan pengakuan ... tetapi bhikkhu pertama menganggapnya sebagai pelanggaran perbuatan salah. Jika ia kemudian membuatnya dituduh melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, dengan berkata, "Engkau bukan seorang petapa, bukan seorang monastik Sakya. Engkau dikeluarkan dari upacara uposatha, dari upacara undangan, dan dari prosedur hukum Sangha," dengan demikian menggunakan pelanggaran yang tidak berhubungan sebagai dalih, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan penskorsan untuk setiap kalimatnya.

Tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran: jika ia menuduh atau membuatnya dituduh sesuai dengan persepsi pribadinya sendiri; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang dalih (yang tidak berhubungan), yang kesembilan, selesai.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Saṅghādisesa 10
« Reply #48 on: 14 September 2022, 10:04:01 PM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

Saṅghādisesa 10. Aturan Latihan tentang Perpecahan dalam Sangha

Kisah Asal-mula

Pada suatu ketika, saat Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Devadatta menemui Kokālika, Kaṭamodakatissaka, Khaṇḍadeviyā-putta, dan Samuddadatta. Ia berkata kepada mereka, "Mari kita buat perpecahan dalam Sangha Petapa Gotama. Ayo kita merusak otoritasNya."

Kokālika berkata kepada Devadatta, "Petapa Gotama memiliki kekuatan supernormal yang kuat. Bagaimana kita dapat melakukan hal ini?"

"Baiklah, mari kita mendatangi Petapa Gotama dan memohon lima hal: 'Dalam berbagai cara, Yang Mulia, Engkau memuji sedikit keinginan, kepuasan, penghapusan kekotoran, praktik pertapaan, menginspirasi, mengurangi benda-benda, dan bersemangat. Dan ada lima hal yang mengarah menuju hal itu. Baik sekali, Yang Mulia,

[1]jika para bhikkhu menetap di dalam hutan belantara seumur hidup, dan siapa pun yang menetap di dekat daerah berpenghuni berarti melakukan pelanggaran;
[2]jika mereka memakan hanya dari dana makanan seumur hidup, dan siapa pun yang menerima undangan makan berarti melakukan pelanggaran;
[3]jika mereka memakai jubah kain-usang seumur hidup, dan siapa pun yang menerima kain-jubah dari seorang perumah tangga berarti melakukan pelanggaran;
[4]jika mereka menetap di bawah pohon seumur hidup, dan siapa pun yang bernaung di bawah atap berarti melakukan pelanggaran;
[5]jika mereka tidak memakan ikan dan daging seumur hidup, dan siapa pun yang memakannya berarti melakukan pelanggaran.'

Petapa Gotama tidak akan memperbolehkan hal-hal ini. Maka kita akan dapat memenangkan orang-orang atas kelima hal ini."

Kokālika berkata, "Adalah mungkin untuk menyebabkan perpecahan di dalam Sangha dengan kelima hal ini, karena orang-orang berkeyakinan dalam praktik keras."

Devadatta dan para pengikutnya kemudian mendatangi Sang Buddha, bersujud, dan duduk, dan Devadatta mengajukan permohonan ini. Sang Buddha menjawab, "Tidak, Devadatta. Mereka yang menginginkan boleh menetap di dalam hutan belantara, dan mereka yang menginginkan boleh menetap di dekat daerah berpenghuni. Mereka yang menginginkan boleh memakan hanya dari dana makanan, dan mereka yang menginginkan boleh menerima undangan makan. Mereka yang menginginkan boleh memakai jubah kain-usang, dan mereka yang menginginkan boleh menerima kain-jubah dari para perumah tangga. Aku memperbolehkan bawah pohon sebagai tempat peristirahatan selama delapan bulan dalam satu tahun, serta ikan dan daging yang murni dalam tiga aspek: seseorang tidak melihat, mendengar, atau mencurigai bahwa binatang itu dibunuh secara khusus untuk memberi makan seorang monastik."

Devadatta berpikir, "Sang Buddha tidak menyetujui kelima hal ini," dan ia menjadi senang dan gembira. Ia bangkit dari duduknya, bersujud, dan mengelilingi Sang Buddha dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi bersama para pengikutnya.

Kemudian Devadatta memasuki Rājagaha dan memenangkan orang-orang dengan kelima hal ini, dengan berkata, "Petapa Gotama tidak menyetujuinya, tetapi kami berlatih sesuai kelima hal ini."

Orang-orang dungu yang memiliki sedikit keyakinan berkata, "Para monastik Sakya ini mempraktikkan pertapaan dan mereka menjalani hidup untuk menghapuskan kekotoran. Tetapi Petapa Gotama hidup mewah dan memilih kehidupan bersenang-senang." Tetapi orang-orang bijaksana yang berkeyakinan mengeluhkan dan mengkritik Devadatta, "Bagaimana mungkin Devadatta melakukan perpecahan di dalam Sangha Sang Buddha? Bagaimana mungkin ia merusak otoritas Beliau?"

Para bhikkhu mendengar kritikan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya dengan cara yang sama.

Setelah menegur Devadatta dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai Devadatta: "Benarkah, Devadatta, bahwa engkau melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegurnya ... "Orang dungu, bagaimana mungkin engkau dapat melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir

'Jika seorang bhikkhu melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu atau berkeras untuk mengangkat persoalan hukum yang mengarah pada perpecahan, maka para bhikkhu harus mengoreksinya seperti ini, "Yang Mulia, jangan melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu atau berkeras untuk mengangkat persoalan hukum yang mengarah pada perpecahan. Berdiamlah bersama Sangha, karena Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan, dengan pembacaan bersama—adalah damai." Jika bhikkhu itu masih melanjutkan seperti sebelumnya, maka para bhikkhu harus mendesaknya hingga tiga kali untuk membuat ia berhenti. Jika kemudian ia berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.'"

Definisi

Seorang:

siapa pun ...

Bhikkhu:

... Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan lengkap – bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.

Sangha yang bersatu:

mereka yang berasal dari sekte Buddhis yang sama dan menetap di wilayah vihara yang sama.

Melakukan perpecahan:

dengan berpikir, "Apakah yang dapat kulakukan untuk memecah, memisahkan, dan memisahkan mereka?" Ia mencari faksi dan membentuk kelompok.

Mengangkat persoalan hukum yang mengarah pada perpecahan:

delapan belas landasan perpecahan.

Mengangkat:

setelah mengambil.

Mengangkat:

ia menyatakan.

Jika ia berkeras untuk:

jika ia tidak berhenti.

Nya:

bhikkhu yang melakukan perpecahan di dalam Sangha.

Para bhikkhu:

para bhikkhu lain, mereka yang melihat atau mendengarnya. Mereka harus mengoreksinya seperti berikut ini:

"Yang Mulia, jangan melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu atau berkeras untuk mengangkat persoalan hukum yang mengarah pada perpecahan. Berdiamlah bersama Sangha, karena Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan, dengan pembacaan bersama—adalah damai."

Dan mereka harus mengoreksinya untuk kedua dan ketiga kalinya. Jika ia berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika mereka yang mendengar tentang hal ini tidak mengatakan apa pun, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Bhikkhu itu, bahkan jika ia harus ditarik ke dalam Sangha, harus dikoreksi seperti berikut ini:

"Yang Mulia, jangan melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu atau berkeras untuk mengangkat persoalan hukum yang mengarah pada perpecahan. Berdiamlah bersama Sangha, karena Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan, dengan pembacaan bersama—adalah damai."

Mereka harus mengoreksinya untuk kedua dan ketiga kalinya. Jika ia berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Harus mendesaknya:

"Dan, para bhikkhu, ia harus didesak seperti berikut ini. Seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberikan informasi kepada Sangha:

'Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu sedang melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu. Dan ia masih terus melakukannya. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Ini adalah usul.

Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu sedang melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu. Dan ia masih terus melakukannya. Sangha mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui mendesaknya untuk membuatnya berhenti, harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujuinya harus berbicara.

Untuk kedua kalinya aku menyampaikan persoalan ini: ... Untuk ketiga kalinya aku menyampaikan persoalan ini. Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu sedang melakukan perpecahan di dalam Sangha yang bersatu. Dan ia masih terus melakukannya. Sangha mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui mendesaknya untuk membuatnya berhenti, harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujuinya silakan berbicara.

Sangha telah mendesak bhikkhu itu untuk membuatnya berhenti. Sangha menyetujuinya dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.'"

Setelah usul itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah tiap-tiap dari dua pengumuman pertama, ia melakukan pelanggaran serius. Ketika pengumuman terakhir selesai, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Bagi seorang yang melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, maka pelanggaran perbuatan salah dan pelanggaran serius dibatalkan.

Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:

... Oleh karena itu, juga, disebut "pelanggaran yang mengharuskan penskorsan".

Permutasi

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya demikian, dan ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya demikian, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran: jika ia tidak didesak; jika ia berhenti; jika ia gila; jika ia kehilangan akal sehat; jika ia dikuasai oleh kesakitan; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang perpecahan di dalam Sangha, yang kesepuluh, selesai.

« Last Edit: 16 September 2022, 08:50:29 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Saṅghādisesa 11
« Reply #49 on: 14 September 2022, 10:04:38 PM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

Saṅghādisesa 11. Aturan Latihan tentang Keberpihakan dalam Perpecahan

Kisah Asal-mula

Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai. Saat itu Devadatta sedang melakukan perpecahan di dalam Sangha, memecah otoritas. Para bhikkhu berkata, "Devadatta berbicara berlawanan dengan Ajaran dan latihan. Bagaimana mungkin ia melakukan perpecahan di dalam Sangha?"

Tetapi Kokālika, Kaṭamodakatissaka, Khaṇḍadeviyā-putta, dan Samuddadatta berkata kepada para bhikkhu itu, "Tidak, Para Mulia, Devadatta berbicara sesuai dengan Ajaran dan latihan. Dan ia berbicara dengan penerimaan dan persetujuan kami. Ia mengetahui tentang kami dan berbicara mewakili kami, dan kami menyetujui hal ini."

Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, "Bagaimana mungkin para bhikkhu ini dapat mendukung perbuatan Devadatta dalam memecah Sangha?"

Mereka menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara dan kemudian memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu: "Benarkah, para bhikkhu, bahwa ada para bhikkhu yang mendukung hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegur mereka... "Para bhikkhu, bagaimana mungkin orang-orang dungu ini dapat mendukung hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir

'Bhikkhu itu mungkin memiliki satu, dua, atau tiga bhikkhu yang memihaknya dan mendukungnya, dan mereka mungkin berkata, "Para Mulia, jangan mengoreksi bhikkhu ini. Ia berbicara sesuai dengan Ajaran dan latihan. Dan ia berbicara dengan penerimaan dan persetujuan kami. Ia mengetahui tentang kami dan berbicara mewakili kami, dan kami menyetujui hal ini." Para bhikkhu harus mengoreksi bhikkhu-bhikkhu tersebut dengan cara seperti ini, "Tidak, Para Mulia, bhikkhu ini berbicara berlawanan dengan Ajaran dan latihan. Dan jangan menyetujui perpecahan di dalam Sangha. Berdiamlah bersama Sangha, karena Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan, dengan pembacaan bersama—adalah damai." Jika bhikkhu-bhikkhu ini masih melanjutkan seperti sebelumnya, maka para bhikkhu harus mendesaknya hingga tiga kali untuk membuat mereka berhenti. Jika kemudian mereka berhenti, maka itu baik. Jika mereka tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.'"

Definisi

Itu:

bhikkhu itu yang melakukan perpecahan di dalam Sangha.

Mungkin memiliki bhikkhu-bhikkhu:

mungkin memiliki para bhikkhu lain.

Yang memihaknya:

mereka memiliki pandangan yang sama, keyakinan yang sama, kepercayaan yang sama dengannya.

Yang mendukungnya:

mereka memujinya dan memihaknya.

Satu, dua, atau tiga:

Ada satu, atau dua, atau tiga. Mereka mungkin mengatakan, "Para Mulia, jangan mengoreksi bhikkhu ini. Ia berbicara sesuai dengan Ajaran dan latihan. Dan ia berbicara dengan penerimaan dan persetujuan kami. Ia mengetahui tentang kami dan berbicara mewakili kami, dan kami menyetujui hal ini."

Para bhikkhu itu:

para bhikkhu yang memihaknya.

Para bhikkhu:

para bhikkhu lainnya, mereka yang melihat atau mendengar tentang hal itu. Mereka harus mengoreksinya seperti berikut ini:

"Tidak, Para Mulia, bhikkhu ini berbicara berlawanan dengan Ajaran dan latihan. Dan jangan menyetujui perpecahan di dalam Sangha. Berdiamlah bersama Sangha, karena Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan, dengan pembacaan bersama—adalah damai."

Dan mereka harus mengoreksinya untuk kedua kali dan ketiga kalinya. Jika mereka berhenti, maka itu baik. Jika mereka tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika mereka yang mendengar tentang hal ini tidak mengatakan apa pun, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Para bhikkhu itu, bahkan jika mereka harus ditarik ke dalam Sangha, harus dikoreksi seperti berikut ini:

"Tidak, Para Mulia, bhikkhu ini berbicara berlawanan dengan Ajaran dan latihan. Dan jangan menyetujui perpecahan di dalam Sangha. Berdiamlah bersama Sangha, karena Sangha yang bersatu—dalam kerukunan, dalam keharmonisan, dengan pembacaan bersama—adalah damai."

Mereka harus mengoreksinya untuk kedua kali dan ketiga kalinya. Jika mereka berhenti, maka itu baik. Jika mereka tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Harus mendesak mereka:

"Dan, para bhikkhu, mereka harus didesak seperti berikut ini. Seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:

'Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini dan ini memihak dan mendukung bhikkhu itu yang melakukan perpecahan di dalam Sangha. Dan mereka masih terus melakukannya. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus mendesak mereka untuk membuat mereka berhenti. Ini adalah usul.

Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini dan ini memihak dan mendukung bhikkhu itu yang melakukan perpecahan di dalam Sangha. Dan mereka masih terus melakukannya. Sangha mendesak mereka untuk membuat mereka berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui mendesak mereka untuk membuat mereka berhenti harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.

Untuk kedua kalinya aku menyampaikan persoalan ini: ... Untuk ketiga kalinya aku menyampaikan persoalan ini: Mohon, Yang Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini dan ini memihak dan mendukung bhikkhu itu yang melakukan perpecahan di dalam Sangha. Dan mereka masih terus melakukannya. Sangha mendesak mereka untuk membuat mereka berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui mendesak mereka untuk membuat mereka berhenti harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.

Sangha telah mendesak bhikkhu ini dan ini untuk membuat mereka berhenti. Sangha menyetujuinya dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.'"

Setelah usul itu, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah tiap-tiap dari dua pengumuman pertama, mereka melakukan pelanggaran serius. Ketika pengumuman terakhir selesai, mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Bagi seorang yang melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, maka pelanggaran perbuatan salah dan pelanggaran serius dibatalkan. Dua atau tiga dapat didesak bersama-sama, tetapi tidak lebih dari itu.

Mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:

... Oleh karena itu, juga, disebut "pelanggaran yang mengharuskan penskorsan".

Permutasi

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan mereka menyadarinya demikian, dan mereka tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi mereka tidak dapat memastikannya, dan mereka tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi mereka menyadarinya sebagai tidak sah, dan mereka tidak berhenti, maka mereka melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi mereka menyadarinya sebagai sah, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi mereka tidak dapat memastikannya, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan mereka menyadarinya demikian, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran: jika mereka tidak didesak; jika mereka berhenti; jika mereka gila; jika mereka kehilangan akal sehat; jika mereka dikuasai oleh kesakitan; jika mereka adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang keberpihakan dalam perpecahan, yang kesebelas, selesai.

« Last Edit: 16 September 2022, 08:50:48 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Saṅghādisesa 12
« Reply #50 on: 14 September 2022, 10:05:20 PM »
b]Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik[/b]
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

Saṅghādisesa 12. Aturan Latihan tentang Sulitnya Dikoreksi


Kisah Asal-mula

Pada suatu ketika, saat Sang Buddha sedang menetap di Kosambī di Vihara Ghosita, Yang Mulia Channa berperilaku buruk. Para bhikkhu akan memberitahunya, "Jangan lakukan itu; itu tidak diperbolehkan," dan ia akan menjawab, "Siapakah kalian yang boleh mengoreksi aku? Aku yang seharusnya mengoreksi kalian! Sang Buddha adalah milikku; Ajaran adalah milikku. Sang Guru merealisasikan Kebenaran karena aku. Seperti halnya rumput, ranting, dan dedaunan yang berguguran seketika terbang tertiup angin kencang, seperti halnya berbagai tanaman air seketika hanyut oleh arus dari pegunungan, demikian pula kalian—setelah meninggalkan keduniawian dengan berbagai nama, berbagai keluarga, berbagai kasta, berbagai rumah tangga—seketika terangkat. Jadi, siapakah kalian yang boleh mengoreksi aku? Aku yang seharusnya mengoreksi kalian! Sang Buddha adalah milikku; Ajaran adalah milikku. Sang Guru merealisasikan Kebenaran karena aku."

Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, "Bagaimana mungkin Yang Mulia Channa membuat dirinya tidak dapat dikoreksi ketika ia secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu?"

Mereka menegur Channa dalam berbagai cara dan kemudian memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai Channa: "Benarkah, Channa, bahwa engkau melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegurnya ... "Orang dungu, bagaimana mungkin engkau dapat melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir

'Jika seorang bhikkhu sulit dikoreksi, dan ia membuat dirinya tidak dapat dikoreksi ketika ia secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu sehubungan dengan aturan-aturan latihan yang dibacakan, dengan berkata, "Yang Mulia, jangan mengatakan apa pun kepadaku, apakah baik atau buruk, dan aku pun tidak akan mengatakan apa pun kepada kalian, apakah baik atau buruk. Mohon jangan mengoreksi aku," maka para bhikkhu harus mengoreksinya seperti ini: "Jadilah mudah dikoreksi, Yang Mulia, jangan tidak dapat dikoreksi. Dan mohon memberikan koreksi yang sah kepada para bhikkhu, dan para bhikkhu akan melakukan hal yang sama kepadamu. Karena adalah dengan cara ini maka komunitas Sang Buddha tumbuh, yaitu, melalui saling koreksi dan saling membersihkan pelanggaran." Jika bhikkhu itu masih terus melanjutkan seperti sebelumnya, maka para bhikkhu harus mendesaknya hingga tiga kali untuk membuatnya berhenti. Jika kemudian ia berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.'"

Definisi

Jika seorang bhikkhu sulit dikoreksi:

jika ia sulit dikoreksi, memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya sulit dikoreksi, membandel, tidak menerima instruksi dengan hormat.

Sehubungan dengan aturan-aturan latihan yang dibacakan:

sehubungan dengan aturan-aturan latihan dan Kode Monastik.

Para bhikkhu:

bhikkhu-bhikkhu lainnya.

Secara sah:

aturan-aturan latihan yang ditetapkan oleh Sang Buddha—ini disebut "secara sah". Ketika dikoreksi sehubungan dengan hal ini, ia membuat dirinya tidak dapat dikoreksi, dengan mengatakan, "Para Mulia, jangan mengatakan apa pun kepadaku, apakah baik atau buruk, dan aku pun tidak akan mengatakan apa pun kepadamu, apakah baik atau buruk. Mohon jangan mengoreksi aku."

Nya:

bhikkhu yang sulit dikoreksi.

Para bhikkhu:

para bhikkhu lain, mereka yang melihat atau mendengarnya. Mereka harus mengoreksinya seperti berikut ini:

"Jadilah mudah dikoreksi, Yang Mulia, jangan tidak dapat dikoreksi. Dan mohon memberikan koreksi yang sah kepada para bhikkhu, dan para bhikkhu akan melakukan hal yang sama kepadamu. Karena adalah dengan cara ini maka komunitas Sang Buddha tumbuh, yaitu, melalui saling koreksi dan saling membersihkan pelanggaran."

Dan mereka harus mengoreksinya untuk kedua kalinya dan untuk ketiga kalinya. Jika ia berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika mereka yang mendengar tentang hal ini tidak mengatakan apa pun, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Bhikkhu itu, bahkan jika harus ditarik ke dalam Sangha, harus dikoreksi seperti berikut ini:
"Jadilah mudah dikoreksi, Yang Mulia, jangan tidak dapat dikoreksi. Dan mohon memberikan koreksi yang sah kepada para bhikkhu, dan para bhikkhu akan melakukan hal yang sama kepadamu. Karena adalah dengan cara ini maka komunitas Sang Buddha tumbuh, yaitu, melalui saling koreksi dan saling membersihkan pelanggaran."

Mereka harus mengoreksinya untuk kedua kalinya dan untuk ketiga kalinya. Jika ia berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Harus mendesaknya:

"Dan, para bhikkhu, ia harus didesak dengan cara seperti berikut ini. Seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:

'Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu membuat dirinya tidak dapat dikoreksi ketika secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu. Dan ia masih terus melakukannya. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Ini adalah usul.
Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu membuat dirinya tidak dapat dikoreksi ketika secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu. Dan ia masih terus melakukannya. Sangha mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui mendesaknya untuk membuatnya berhenti harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.

Untuk kedua kalinya aku menyampaikan persoalan ini: ... Untuk ketiga kalinya aku menyampaikan persoalan ini: Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu itu membuat dirinya tidak dapat dikoreksi ketika secara sah dikoreksi oleh para bhikkhu. Dan ia masih terus melakukannya. Sangha mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui mendesaknya untuk membuatnya berhenti harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.

Sangha mendesak bhikkhu itu untuk membuatnya berhenti. Sangha menyetujui dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.'"

Setelah usul itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah tiap-tiap dari dua pengumuman pertama, ia melakukan pelanggaran serius. Ketika pengumuman terakhir selesai, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Bagi seorang yang melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, maka pelanggaran perbuatan salah dan pelanggaran serius dibatalkan.

Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:

... Oleh karena itu, juga disebut "pelanggaran yang mengharuskan penskorsan".

Permutasi

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya demikian, tetapi ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya demikian, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran: jika ia tidak didesak; jika ia berhenti; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang sulitnya dikoreksi, yang kedua belas, selesai.

« Last Edit: 16 September 2022, 08:51:06 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Saṅghādisesa 13
« Reply #51 on: 14 September 2022, 10:06:20 PM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Mengharuskan Penskorsan

Saṅghādisesa 13. Aturan Latihan tentang Perusak Keluarga-Keluarga

Kisah Asal-mula

Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Assaji dan Punabbasuka adalah para bhikkhu tuan rumah di Kīṭāgiri. Mereka jahat dan tidak tahu malu, dan berperilaku buruk dalam berbagai cara.

Mereka menanam pohon bunga-bungaan, menyiram dan memetiknya, dan kemudian merangkai bunga. Mereka membuat kalung dari bunga-bunga itu, kalung bunga dengan tangkai di satu sisi dan kalung bunga dengan tangkai di kedua sisi. Mereka membuat hiasan bunga, karangan bunga, hiasan kepala, perhiasan telinga, dan perhiasan dada. Dan mereka menyuruh orang lain melakukan hal yang sama. Kemudian mereka membawa benda-benda ini, atau mengirimnya, kepada para perempuan, putri-putri, gadis-gadis, menantu-menantu perempuan, dan budak-budak perempuan dari keluarga-keluarga baik.

Mereka makan dari piring yang sama dengan perempuan-perempuan ini dan minum dari wadah yang sama. Mereka duduk di tempat duduk yang sama dengan mereka, dan mereka berbaring di atas tempat tidur yang sama, di atas alas tidur yang sama, di bawah selimut yang sama, dan di atas alas tidur yang sama dan di bawah selimut yang sama. Mereka makan di waktu yang salah, meminum alkohol, dan memakai kalung bunga, wewangian, dan kosmetik. Mereka menari, bernyanyi, bermain musik, dan melakukan pertunjukan. Sewaktu para perempuan sedang menari, bernyanyi, bermain musik, dan melakukan pertunjukan, mereka juga demikian.

Mereka bermain berbagai permainan: catur delapan baris, catur sepuluh baris, catur khayalan, bermain jingkat, bermain togkat kayu, dadu, patok-lele, melukis dengan tangan, permainan bola, seruling-daun, bajak mainan, bersalto, kincir mainan, pengukur mainan, kereta mainan, busur mainan, menebak huruf, menebak pikiran, meniru cacat fisik.

Mereka berlatih menunggang gajah, menunggang kuda, mengendarai kereta, memanah, berpedang. Dan mereka berlari di depan gajah-gajah, kuda-kuda, dan kereta-kereta, dan mereka berlari mundur dan maju. Mereka bersiul, bertepuk tangan, bergulat, dan bertinju. Mereka menghamparkan jubah luar mereka di atas panggung dan berkata kepada para gadis penari, "Menarilah di sini, Saudari," dan mereka memberikan isyarat setuju. Dan mereka berperilaku buruk dalam berbagai cara.

Saat itu seorang bhikkhu yang telah menyelesaikan masa keberdiaman musim hujan di Kāsī sedang dalam perjalanan mengunjungi Sang Buddha di Sāvatthī ketika ia tiba di Kīṭāgiri. Pada pagi hari itu ia mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan memasuki Kīṭāgiri untuk mengumpulkan dana makanan. Tindak-tanduknya menyenangkan: dalam berjalan pergi dan kembali, dalam menatap ke depan dan ke samping, dan menekuk dan merentangkan tangannya. Matanya menatap ke bawah, dan ia sempurna dalam sikapnya. Ketika orang-orang melihatnya, mereka berkata, "Siapakah ini, bersikap seperti orang dungu dan selalu merengut? Siapakah yang akan memberikan makanan kepadanya? Dana makanan seharusnya diberikan kepada Yang Mulia Assaji dan Punabbasuka kita, karena mereka lembut, menyenangkan, senang berbicara, menyapa dengan senyuman, ramah, bersahabat, terbuka, yang berbicara lebih dulu."

Seorang umat awam tertentu melihat bhikkhu itu berjalan mengumpulkan dana makanan di Kīṭāgiri. Ia mendekatinya, bersujud, dan berkata, "Yang Mulia, apakah engkau telah menerima dana makanan?"

"Belum."

"Marilah, ayo kita ke rumahku."

Ia mengajak bhikkhu itu ke rumahnya dan memberinya makan. Kemudian ia berkata, "Hendak kemanakah engkau, Yang Mulia?"

"Aku hendak ke Sāvatthī untuk menemui Sang Buddha."

"Kalau begitu, sudilah bersujud di kaki Sang Buddha atas namaku dan katakan, 'Yang Mulia, vihara di Kīṭāgiri telah rusak. Assaji dan Punabbasuka adalah para bhikkhu tuan rumah di sana. Mereka jahat dan tidak tahu malu, dan berperilaku buruk dalam berbagai cara. Mereka menanam pohon bunga-bungaan, menyiramnya ... Dan mereka berperilaku buruk dalam berbagai cara. Mereka yang sebelumnya memiliki keyakinan, sekarang telah kehilangannya, dan tidak ada lagi sokongan untuk Sangha. Para bhikkhu yang baik telah pergi dan para bhikkhu jahat tinggal. Yang Mulia, mohon mengirim para bhikkhu untuk menetap di vihara di Kīṭāgiri.'"

Bhikkhu itu menyetujui, bangkit, dan melakukan perjalanan menuju Sāvatthī. Ketika akhirnya ia tiba, ia menghadap Sang Buddha di Vihara Anāthapiṇḍika. Ia bersujud kepada Sang Buddha dan duduk. Karena adalah kebiasaan bagi para Buddha untuk menyapa para bhikkhu yang baru tiba, Sang Buddha berkata kepadanya, "Aku harap engkau baik-baik saja, bhikkhu, aku harap engkau bertahan. Aku harap engkau tidak lelah dari perjalananmu. Dan dari manakah engkau datang?"

"Aku baik-baik saja, Yang Mulia, aku bertahan. Aku tidak lelah dari perjalanan." Kemudian ia memberitahu Sang Buddha tentang apa yang telah terjadi di Kīṭāgiri, dan menambahkan, "Dari sanalah aku datang, Yang Mulia."

Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu: "Benarkah, para bhikkhu, bahwa para bhikkhu jahat dan tidak tahu malu Assaji dan Punabbasuka berperilaku buruk seperti ini? Dan benarkah bahwa orang-orang itu yang sebelumnya berkeyakinan, sekarang telah kehilangannya, bahwa tidak ada lagi sokongan untuk Sangha, dan bahwa para bhikkhu yang baik telah pergi dan para bhikkhu jahat tinggal?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegur mereka ... "Para bhikkhu, bagaimana mungkin orang-orang dungu ini dapat berperilaku buruk seperti ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." Kemudian Beliau membabarkan ajaran dan berkata kepada Sāriputta dan Moggallāna: "Sāriputta, kalian berdua harus pergi dan melakukan prosedur hukum mengusir para bhikkhu Assaji dan Punabbasuka dari Kīṭāgiri. Mereka adalah murid-muridmu."

"Yang Mulia, bagaimanakah kami dapat melakukan prosedur mengusir para bhikkhu ini dari Kīṭāgiri? Mereka pemarah dan kasar."

"Bawalah banyak bhikkhu."

"Baik."

"Dan para bhikkhu, seperti inilah yang harus dilakukan. Pertama-tama kalian harus menuduh Assaji dan Punabbasuka. Kemudian mereka harus diingatkan pada apa yang telah mereka lakukan, sebelum mereka dituduh melakukan pelanggaran. Kemudian seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:

'Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Para bhikkhu ini, Assaji dan Punabbasuka adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku buruk mereka telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak oleh mereka telah terlihat dan terdengar. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus melakukan prosedur hukum mengusir mereka, melarang bhikkhu Assaji dan Punabbasuka menetap di Kīṭāgiri. Ini adalah usul.

Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Para bhikkhu ini, Assaji dan Punabbasuka adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku buruk mereka telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak oleh mereka telah terlihat dan terdengar. Sangha melakukan prosedur hukum mengusir mereka, melarang bhikkhu Assaji dan Punabbasuka menetap di Kīṭāgiri. Bhikkhu mana pun yang menyetujui dilakukannya prosedur hukum mengusir mereka, melarang bhikkhu Assaji dan Punabbasuka menetap di Kīṭāgiri, harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.

Untuk kedua kalinya ... Untuk ketiga kalinya aku menyampaikan persoalan ini. Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan ... silakan berbicara.

Sangha telah melakukan prosedur hukum mengusir mereka, melarang bhikkhu Assaji dan Punabbasuka menetap di Kīṭāgiri. Sangha menyetujui dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.'"

Segera setelah itu sebuah sangha para bhikkhu, yang dipimpin oleh Sāriputta dan Moggallāna, pergi ke Kīṭāgiri dan melakukan prosedur mengusir Assaji dan Punabbasuka, melarang mereka menetap di Kīṭāgiri. Setelah Sangha melakukan prosedur itu, mereka tidak berperilaku dengan selayaknya atau sepantasnya agar layak dibebaskan, juga mereka tidak memohon maaf kepada para bhikkhu. Sebaliknya mereka mencaci dan mencela para bhikkhu, dan mereka memfitnah para bhikkhu sebagai bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Dan mereka pergi dan mereka lepas jubah. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, "Bagaimana mungkin para bhikkhu ini bertindak seperti ini ketika Sangha telah melakukan prosedur hukum mengusir mereka?"

Para bhikkhu menegur bhikkhu Assaji dan Punabbasuka dalam berbagai cara dan kemudian memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu: "Benarkah, para bhikkhu, bahwa bhikkhu Assaji dan Punabbasuka bertindak seperti itu?" "Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegur mereka ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir

'Jika seorang bhikkhu yang hidup dengan disokong oleh sebuah desa atau pemukiman adalah seorang perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk, dan perilaku buruknya telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak olehnya telah terlihat dan terdengar, maka para bhikkhu harus mengoreksinya seperti berikut ini: "Yang Mulia, engkau adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku burukmu telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak olehmu telah terlihat dan terdengar. Tinggalkanlah vihara ini; engkau telah menetap di sini cukup lama." Jika ia menjawab, "Engkau bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Karena pelanggaran semacam ini, engkau hanya mengusir beberapa orang, tetapi tidak yang lainnya," para bhikkhu harus mengoreksinya seperti berikut ini: "Tidak, Yang Mulia, para bhikkhu tidak bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Yang Mulia, engkau adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku burukmu telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak olehmu telah terlihat dan terdengar. Tinggalkanlah vihara ini; engkau telah menetap di sini cukup lama." Jika bhikkhu itu masih terus melanjutkan seperti sebelumnya, maka para bhikkhu harus mendesaknya hingga tiga kali untuk membuatnya berhenti. Jika kemudian ia berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.'"

Definisi

Seorang bhikkhu ... sebuah desa atau pemukiman:

sebuah desa dan sebuah pemukiman dan sebuah kota yang termasuk dalam hanya sebuah desa atau sebuah pemukiman.

Kehidupan yang disokong oleh:

kain-jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dapat diperoleh di tempat itu.

Sebuah keluarga:

terdapat empat jenis keluarga: keluarga bangsawan, keluarga brahmana, keluarga pedagang, keluarga pekerja.

Seorang perusak keluarga-keluarga:

ia merusak keluarga-keluarga dengan bunga-bunga, buah, bubuk mandi, sabun, pembersih gigi, bambu, terapi pengobatan, atau dengan menyampaikan pesan dengan berjalan kaki.

Berperilaku buruk:

ia menanam pohon bunga-bungaan, dan menyuruh orang lain menanamnya; ia menyiram tanaman-tanaman itu dan menyuruh orang lain menyiramnya; ia memetik bunganya dan menyuruh orang lain memetiknya; ia merangkai bunga-bunga itu dan menyuruh orang lain merangkainya.

Telah terlihat dan terdengar:

mereka yang ada di sana melihatnya; mereka yang tidak ada di sana mendengarnya.

Keluarga-keluarga yang dirusak olehnya:

mereka kehilangan kepercayaan karenanya; mereka kehilangan keyakinan karenanya.

Telah terlihat dan terdengar:

mereka yang ada di sana melihatnya; mereka yang tidak ada di sana mendengarnya.

Nya:

Bhikkhu yang adalah perusak keluarga-keluarga itu.

Para bhikkhu:

para bhikkhu lain, mereka yang melihat atau mendengar tentang hal itu. Mereka harus mengoreksinya seperti ini: "Yang Mulia, engkau adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku burukmu telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak olehmu telah terlihat dan terdengar. Tinggalkanlah vihara ini; engkau telah menetap di sini cukup lama."

Jika ia menjawab, "Engkau bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Karena pelanggaran semacam ini, engkau hanya mengusir beberapa orang, tetapi tidak yang lainnya."

Nya:

bhikkhu itu yang mengadakan prosedur hukum melawannya.

Para bhikkhu:

para bhikkhu lain, mereka yang melihat atau mendengar tentang hal itu. Mereka harus mengoreksinya seperti ini: "Tidak, Yang Mulia, para bhikkhu tidak bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Yang Mulia, engkau adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku burukmu telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak olehmu telah terlihat dan terdengar. Tinggalkanlah vihara ini; engkau telah menetap di sini cukup lama." Dan mereka harus mengoreksinya untuk kedua dan ketiga kalinya.

Jika ia berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika mereka yang mendengar tentang hal ini tidak mengatakan apa pun, maka mereka melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Bhikkhu itu, bahkan jika ia harus ditarik ke dalam Sangha, harus dikoreksi seperti berikut ini: "Tidak, Yang Mulia, para bhikkhu tidak bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Yang Mulia, engkau adalah perusak keluarga-keluarga dan berperilaku buruk. Perilaku burukmu telah terlihat dan terdengar, dan keluarga-keluarga yang dirusak olehmu telah terlihat dan terdengar. Tinggalkanlah vihara ini; engkau telah menetap di sini cukup lama." Mereka harus mengoreksinya untuk kedua dan ketiga kalinya. Jika ia berhenti, maka itu baik. Jika ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Harus mendesaknya:

"Dan, para bhikkhu, ia harus didesak seperti berikut ini. Seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:

'Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini, yang telah dikenai prosedur hukum pengusiran yang dilakukan melawan dirinya, memfitnah para bhikkhu sebagai bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Dan ia masih terus melakukannya. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Ini adalah usul.

Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini, yang telah dikenai prosedur hukum pengusiran yang dilakukan melawan dirinya, memfitnah para bhikkhu sebagai bertindak karena keinginan, kebencian, kebodohan, dan ketakutan. Dan ia masih terus melakukannya. Sangha mendesaknya untuk membuatnya berhenti. Bhikkhu mana pun yang menyetujui pendesakan untuk membuatnya berhenti harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.

Untuk kedua kalinya aku menyampaikan persoalan ini ... Untuk ketiga kalinya aku menyampaikan persoalan ini ...

Sangha telah mendesak bhikkhu ini untuk membuatnya berhenti. Sangha menyetujui dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.'"

Setelah usul itu, ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah tiap-tiap dari dua pengumuman pertama, ia melakukan pelanggaran serius. Ketika pengumuman terakhir selesai, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan. Bagi seorang yang melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, maka pelanggaran perbuatan salah dan pelanggaran serius dibatalkan.

Ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan:

hanya Sangha yang memberikan percobaan untuk pelanggaran itu, mengembalikan ke awal, memberikan periode percobaan, dan merehabilitasi—bukan beberapa bhikkhu, bukan satu orang. Oleh karena itu disebut "sebuah pelanggaran yang mengharuskan penskorsan". Ini adalah nama dan sebutan untuk kelompok pelanggaran ini. Oleh karena itu, juga, disebut "pelanggaran yang mengharuskan penskorsan".

Permutasi

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, dan ia menyadarinya demikian, dan ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, dan ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang sah, tetapi ia menyadarinya sebagai tidak sah, dan ia tidak berhenti, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia menyadarinya sebagai sah, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika itu adalah prosedur hukum yang tidak sah, dan ia menyadarinya demikian, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran: jika ia tidak didesak; jika ia berhenti; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang perusak keluarga-keluarga, yang ketiga belas, selesai.
"Para Mulia, tiga belas aturan tentang penskorsan telah dibacakan, sembilan adalah pelanggaran segera, empat adalah setelah pengumuman ketiga. Jika seorang bhikkhu melakukan salah satunya, maka ia harus menjalani percobaan selama jumlah hari yang sama dengan lamanya ia menyembunyikan pelanggaran itu. Ketika ini selesai, maka ia harus menjalani periode percobaan selama enam hari lagi. Ketika ini selesai, ia harus direhabilitasi di mana pun terdapat sebuah sangha yang terdiri dari paling sedikit dua puluh bhikkhu. Jika bhikkhu itu direhabilitasi oleh sebuah sangha yang bahkan kurang satu dari dua puluh, maka bhikkhu itu tidak direhabilitasi, dan para bhikkhu itu bersalah. Ini adalah prosedur yang benar.
Sehubungan dengan hal ini, Aku bertanya kepada kalian, 'Apakah kalian murni dalam hal ini?' Untuk kedua kalinya Aku bertanya, 'Apakah kalian murni dalam hal ini?' Untuk ketiga kalinya Aku bertanya, 'Apakah kalian murni dalam hal ini?' Kalian murni dalam hal ini dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian."

Kelompok tiga belas selesai.

Berikut ini adalah rangkumannya:

"Dikeluarkannya, kontak fisik,
Tidak senonoh, dan kebutuhannya sendiri;
Pencomblangan, dan sebuah gubuk,
Dan sebuah tempat kediaman, tanpa dasar.
Dalih, dan perpecahan,
Mereka yang memihaknya;
Sulit dikoreksi, dan perusak keluarga-keluarga:
Tiga belas pelanggaran yang mengharuskan penskorsan."

BAB TENTANG PELANGGARAN-PELANGGARAN YANG MENGHARUSKAN PENSKORSAN SELESAI.
« Last Edit: 16 September 2022, 08:51:25 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Aniyata 1
« Reply #52 on: 14 September 2022, 10:24:55 PM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Tidak Pasti

Aniyata 1. Aturan Latihan Tidak Pasti Pertama

Para Mulia, kedua aturan tidak pasti ini akan dibacakan.

Kisah Asal-mula
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Yang Mulia Udāyī bergaul dan mengunjungi sejumlah keluarga di Sāvatthī. Ketika itu salah satu keluarga yang menyokongnya menyerahkan putri mereka untuk menikah dengan putra keluarga lain. Segera setelah itu Yang Mulia Udāyī mengenakan jubah di pagi hari, membawa mangkuk dan jubahnya, dan mendatangi keluarga pertama. Ketika ia tiba, ia bertanya di mana si putri, dan ia diberitahu bahwa si putri telah diserahkan kepada keluarga lain. Keluarga itu juga menyokong Udāyī. Kemudian ia pergi ke sana dan sekali lagi menanyakan di mana si gadis. Mereka berkata, "Ia sedang duduk di kamarnya." Ia mendatangi si gadis, dan keduanya duduk sendiri di tempat duduk tertutup dan tersembunyi yang cocok untuk suatu tindakan. Ketika mereka dapat, maka mereka berbincang; kalau tidak, maka ia membabarkan ajaran kepadanya.

Pada saat itu Visākhā Migāramātā memiliki banyak anak dan cucu yang sehat. Sebagai akibatnya, ia dianggap sebagai keberuntungan. Pada pengorbanan-pengorbanan, upacara-upacara, dan perayaan-perayaan, orang-orang akan memberi makan Visākhā terlebih dulu. Pada saat itu ia diundang oleh keluarga yang menyokong Udāyī itu. Ketika ia tiba, ia melihatnya duduk bersama dengan si gadis, dan ia berkata kepadanya, "Yang Mulia, tidaklah selayaknya bagimu untuk duduk sendirian dengan seorang perempuan di tempat tertutup dan tersembunyi yang cocok untuk suatu tindakan. Engkau mungkin tidak bermaksud pada tindakan itu, tetapi sulit untuk meyakinkan orang-orang yang memiliki keyakinan lemah." Tetapi Udāyī tidak mendengar. Setelah pergi, Visākhā memberitahu para bhikkhu tentang apa yang telah terjadi. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, "Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī duduk sendirian bersama dengan seorang perempuan di tempat tertutup dan tersembunyi yang cocok untuk suatu tindakan?"

Setelah menegur Udāyī dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Udāyī: "Benarkah, Udāyī, bahwa engkau melakukan hal ini?"
"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegurnya ... "Orang dungu, bagaimana engkau dapat melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir
'Jika seorang bhikkhu duduk sendirian dengan seorang perempuan di tempat duduk tertutup dan tersembunyi yang cocok untuk suatu tindakan, dan seorang umat awam perempuan yang dapat dipercaya melihatnya dan menuduhnya atas pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, atau pelanggaran yang mengharuskan penebusan, maka, jika ia mengakui bahwa ia duduk, maka ia harus dihukum menurut satu di antara tiga atau menurut apa yang dikatakan oleh umat awam perempuan yang dapat dipercaya itu. Aturan ini tidak dapat dipastikan.'"

Definisi

Seorang:

siapa pun ...

Bhikkhu:

... Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.

Seorang perempuan:

seorang perempuan manusia, bukan makhluk halus perempuan, bukan hantu perempuan, bukan binatang betina; bahkan seorang bayi perempuan yang terlahir pada hari itu, apalagi yang lebih tua.

Dengan:

bersama dengan.

Sendirian:

hanya bhikkhu itu dan perempuan itu.

Tertutup:

tertutup bagi mata dan tertutup bagi telinga.

Tertutup bagi mata:

seseorang tidak dapat melihat mereka berkedip, mengangkat alis, atau mengangguk.

Tertutup bagi telinga:

seseorang tidak dapat mendengar suara percakapan biasa.

Tempat duduk tersembunyi:

tersembunyi oleh dinding, tirai, pintu, gorden, pohon, tiang, karung gandum, atau yang lainnya.

Cocok untuk suatu tindakan:

seseorang mampu melakukan hubungan seksual.

Duduk:

si bhikkhu duduk atau berbaring di sebelah perempuan yang duduk. Perempuan duduk atau berbaring di sebelah bhikkhu yang duduk. Keduanya duduk atau keduanya berbaring.

Dapat dipercaya:

ia telah mencapai buah, ia telah menembus, ia telah memahami Ajaran.

Umat awam perempuan:

ia telah berlindung pada Sang Buddha, Ajaran, dan Sangha.

Melihat:

setelah melihat.

Jika ia menuduhnya melakukan pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, atau pelanggaran yang mengharuskan penebusan, maka, jika ia mengakui duduk, maka ia harus dihukum menurut satu dari tiga atau menurut apa yang dikatakan oleh umat awam perempuan yang dapat dipercaya itu:

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau duduk, melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan," dan ia mengakui itu, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau duduk, melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan," tetapi ia mengatakan, "Benar bahwa aku duduk, tetapi aku tidak melakukan hubungan seksual," maka ia harus dihukum untuk duduknya. Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau duduk, melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan," tetapi ia mengatakan, "Aku tidak duduk, melainkan berbaring," maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau duduk, melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan," tetapi ia mengatakan, "Aku tidak duduk, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau berbaring, melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan," dan ia mengakui itu, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau berbaring, melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan," tetapi ia mengatakan, "Benar bahwa aku berbaring, tetapi aku tidak melakukan hubungan seksual," maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau berbaring, melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan," tetapi ia mengatakan, "Aku tidak berbaring, melainkan duduk," maka ia harus dihukum untuk duduknya. Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau berbaring, melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan," tetapi ia mengatakan, "Aku tidak berbaring, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau duduk, melakukan kontak fisik dengan seorang perempuan," dan ia mengakui itu, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. ... "Benar bahwa aku duduk, tetapi aku tidak melakukan kontak fisik," maka ia harus dihukum untuk duduknya. ... "Aku tidak duduk, melainkan berbaring," maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. ... "Aku tidak duduk, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau berbaring, melakukan kontak fisik dengan seorang perempuan," dan ia mengakui itu, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. ... "Benar bahwa aku berbaring, tetapi aku tidak melakukan kontak fisik," maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. ... "Aku tidak berbaring, melainkan duduk," maka ia harus dihukum untuk duduknya. ... "Aku tidak berbaring, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau duduk sendirian dengan seorang perempuan di tempat tertutup dan tersembunyi yang cocok untuk suatu tindakan," dan ia mengakui itu, maka ia harus dihukum untuk duduknya. ... "Aku tidak duduk, melainkan berbaring,' maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. ... "Aku tidak duduk, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau berbaring sendirian dengan seorang perempuan di tempat tertutup dan tersembunyi yang cocok untuk suatu tindakan," dan ia mengakui itu, maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. ... "Aku tidak berbaring, melainkan duduk," maka ia harus dihukum untuk duduknya. ... "Aku tidak berbaring, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Tidak dapat dipastikan:

tidak ditentukan. Ini dapat menjadi pelanggaran yang mengharuskan pengusiran, pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, atau pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi

Jika ia mengaku pergi, dan ia mengaku duduk, dan ia mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia mengaku pergi, tetapi ia tidak mengaku duduk, namun ia mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia mengaku pergi, dan ia mengaku duduk, tetapi tidak mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk duduknya. Jika ia mengaku pergi, tetapi ia tidak mengaku duduk, juga ia tidak mengakui pelanggaran, maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia tidak mengaku pergi, tetapi ia mengaku duduk, dan ia mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia tidak mengaku pergi, juga ia tidak mengaku duduk, namun ia mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia tidak mengaku pergi, tetapi ia mengaku duduk, namun tidak mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk duduknya. Jika ia tidak mengaku pergi, juga tidak mengaku duduk, juga tidak mengakui pelanggaran, maka ia tidak boleh dihukum.

Pelanggaran pertama yang tidak pasti selesai.
« Last Edit: 16 September 2022, 08:51:50 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Aniyata 2
« Reply #53 on: 14 September 2022, 10:31:56 PM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelanggaran-Pelanggaran yang Tidak Pasti

Aniyata 2. Aturan Latihan Tidak Pasti Kedua

Kisah Asal-mula

Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Yang Mulia Udāyī mendengar bahwa Sang Buddha telah melarang duduk sendirian dengan seorang perempuan di tempat duduk tertutup dan tersembunyi yang cocok untuk suatu tindakan, dan karena itu maka ia duduk sendirian di tempat tertutup dengan gadis yang sama. Jika mereka dapat, maka mereka hanya berbincang; jika tidak maka ia membabarkan suatu ajaran.

Untuk kedua kalinya Visākhā diundang oleh keluarga itu. Ketika ia tiba, ia melihat Udāyī duduk sendirian di tempat tertutup dengan gadis yang sama, dan ia berkata kepada Udāyī, "Yang Mulia, tidaklah selayaknya bagimu untuk duduk sendirian dengan seorang perempuan di tempat tertutup. Engkau mungkin tidak bermaksud pada tindakan itu, tetapi sulit untuk meyakinkan orang-orang yang memiliki keyakinan lemah." Tetapi Udāyī tidak mendengar. Setelah pergi, Visākhā memberitahu para bhikkhu tentang apa yang telah terjadi. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, "Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī duduk sendirian bersama dengan seorang perempuan di tempat tertutup?"

Setelah menegur Udāyī dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Udāyī: "Benarkah, Udāyī, bahwa engkau melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegurnya ... "Orang dungu, bagaimana engkau dapat melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir

'Walaupun suatu tempat duduk tidak tersembunyi, juga tidak cocok untuk suatu tindakan, namun mungkin cocok untuk berbicara tidak senonoh kepada seorang perempuan. Jika seorang bhikkhu duduk sendirian dengan seorang perempuan di tempat duduk demikian, dan seorang umat awam perempuan yang dapat dipercaya melihatnya dan menuduhnya melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan atau pelanggaran yang mengharuskan penebusan, maka, jika ia mengakui duduk, maka ia harus dihukum menurut satu dari dua atau menurut apa yang dikatakan oleh umat awam perempuan yang dapat dipercaya itu. Aturan ini juga tidak dapat dipastikan.'"

Definisi

Walaupun suatu tempat duduk tidak tersembunyi:

tidak tersembunyi oleh dinding, tirai, pintu, kain gorden, pohon, tiang, karung gandum, atau apa pun yang lainnya.

Tidak cocok untuk suatu tindakan:

ia tidak dapat melakukan hubungan seksual.

Mungkin cocok untuk berbicara tidak senonoh kepada seorang perempuan:

ia dapat berbicara tidak senonoh kepada seorang perempuan.

Seorang:

siapa pun ...

Bhikkhu:

... Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.

Di tempat duduk demikian:

di jenis tempat duduk seperti itu.

Seorang perempuan:

seorang perempuan manusia, bukan makhluk halus perempuan, bukan hantu perempuan, bukan binatang betina. Ia memahami dan mampu membedakan ucapan buruk dan ucapan yang baik, apa yang sopan dan apa yang tidak sopan.

Dengan:

bersama dengan.

Sendirian:

hanya bhikkhu itu dan perempuan itu.

Tertutup:

tertutup bagi mata dan tertutup bagi telinga.

Tertutup bagi mata:

seseorang tidak dapat melihat mereka berkedip, mengangkat alis, atau mengangguk.

Tertutup bagi telinga:

seseorang tidak dapat mendengar suara percakapan biasa.

Duduk:

si bhikkhu duduk atau berbaring di sebelah perempuan yang duduk. Perempuan duduk atau berbaring di sebelah bhikkhu yang duduk. Keduanya duduk atau keduanya berbaring.

Dapat dipercaya:

ia telah mencapai buah, ia telah menembus, ia telah memahami Ajaran.

Umat awam perempuan:

ia telah berlindung pada Sang Buddha, Ajaran, dan Sangha.

Melihat:

setelah melihat.

Jika ia menuduhnya melakukan pelanggaran yang mengharuskan penskorsan atau pelanggaran yang mengharuskan penebusan, maka, jika ia mengakui duduk, maka ia harus dihukum menurut satu dari dua atau menurut apa yang dikatakan oleh umat awam perempuan yang dapat dipercaya itu:

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau duduk, melakukan kontak fisik dengan seorang perempuan," dan ia mengakui itu, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu.  Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau duduk, melakukan kontak fisik dengan seorang perempuan," tetapi ia mengatakan, "Benar bahwa aku duduk, tetapi aku tidak melakukan kontak fisik," maka ia harus dihukum untuk duduknya. ... "Aku tidak duduk, melainkan berbaring," maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. ... "Aku tidak duduk, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau berbaring, melakukan kontak fisik dengan seorang perempuan," dan ia mengakui itu, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. ... "Benar bahwa aku berbaring, tetapi aku tidak melakukan kontak fisik," maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. ... "Aku tidak berbaring, melainkan duduk," maka ia harus dihukum untuk duduknya. ... "Aku tidak berbaring, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah mendengar engkau berbicara tidak senonoh kepada seorang perempuan sewaktu duduk," dan ia mengakui itu, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah mendengar engkau berbicara tidak senonoh kepada seorang perempuan sewaktu duduk," tetapi ia mengatakan, "Benar bahwa aku duduk, tetapi aku tidak berbicara tidak senonoh," maka ia harus dihukum untuk duduknya. ... "Aku tidak duduk, melainkan berbaring," maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. ... "Aku tidak duduk, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah mendengar engkau berbicara tidak senonoh kepada seorang perempuan sewaktu berbaring," dan ia mengakui itu, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. ... "Benar bahwa aku berbaring, tetapi aku tidak berbicara tidak senonoh," maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. ... "Aku tidak berbaring, melainkan duduk," maka ia harus dihukum untuk duduknya. ... "Aku tidak berbaring, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau duduk sendirian dengan seorang perempuan di tempat tertutup," dan ia mengakuinya, maka ia harus dihukum untuk duduknya. ... "Aku tidak duduk, melainkan berbaring," maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. ... "Aku tidak duduk, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia menuduhnya seperti ini: "Aku telah melihat engkau berbaring sendirian dengan seorang perempuan di tempat tertutup," dan ia mengakuinya, maka ia harus dihukum untuk berbaringnya. ... "Aku tidak berbaring, melainkan duduk," maka ia harus dihukum untuk duduknya. ... "Aku tidak berbaring, melainkan berdiri," maka ia tidak boleh dihukum.

Aturan ini juga:

ini dikatakan dengan merujuk pada aturan yang tidak dapat dipastikan yang sebelumnya.

Tidak dapat dipastikan:

tidak ditentukan. Ini dapat menjadi pelanggaran yang mengharuskan penskorsan, atau pelanggaran yang mengharuskan penebusan.

Permutasi

Jika ia mengaku pergi, dan ia mengaku duduk, dan ia mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia mengaku pergi, tetapi ia tidak mengaku duduk, namun ia mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia mengaku pergi, dan ia mengaku duduk, tetapi tidak mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk duduknya. Jika ia mengaku pergi, tetapi ia tidak mengaku duduk, juga tidak mengakui pelanggaran, maka ia tidak boleh dihukum.

Jika ia tidak mengaku pergi, tetapi ia mengaku duduk, dan ia mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia tidak mengaku pergi, juga ia tidak mengaku duduk, namun ia mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk pelanggaran itu. Jika ia tidak mengaku pergi, tetapi ia mengaku duduk, namun tidak mengakui pelanggaran, maka ia harus dihukum untuk duduknya. Jika ia tidak mengaku pergi, juga tidak mengaku duduk, juga tidak mengakui pelanggaran, maka ia tidak boleh dihukum.

Pelanggaran kedua yang tidak pasti selesai.

"Para Mulia, kedua aturan tidak ipasti telah dibacakan. Sehubungan dengan hal ini, Aku bertanya kepada kalian, 'Apakah kalian murni dalam hal ini?' Untuk kedua kalinya Aku bertanya, 'Apakah kalian murni dalam hal ini?' Untuk ketiga kalinya Aku bertanya, 'Apakah kalian murni dalam hal ini?' Kalian murni dalam hal ini dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian."

Berikut ini adalah rangkumannya:

"Cocok untuk suatu tindakan,
Dan kemudian tidak cocok.
Pelanggaran-pelanggaran yang tidak dapat dipastikan telah ditetapkan
Oleh Yang Stabil, Sang Buddha yang terbaik."

BAB TENTANG PELANGGARAN-PELANGGARAN TIDAK PASTI SELESAI.
« Last Edit: 16 September 2022, 08:52:04 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Nissaggiya Pācittiya 1
« Reply #54 on: 15 September 2022, 10:49:14 AM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

Nissaggiya Pācittiya 1. Aturan Latihan tentang Musim Jubah

Para Mulia, tiga puluh aturan tentang pelepasan dan pengakuan ini akan dibacakan.

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama

Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Vesālī di Altar Gotamaka, Beliau memperbolehkan tiga jubah untuk para bhikkhu. Ketika mereka mendengar hal ini, para bhikkhu dari kelompok enam memasuki desa mengenakan satu set tiga jubah, menetap di vihara mengenakan set yang lain, dan pergi mandi dengan mengenakan set yang lain lagi. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, "Bagaimana mungkin para bhikkhu dari kelompok enam ini menyimpan jubah lebih?"

Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu: "Benarkah, para bhikkhu, bahwa kalian melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegur mereka ... "Orang-orang dungu, bagaimana kalian dapat melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal

'Jika seorang bhikkhu menyimpan jubah lebih, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.'"

Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua

Tidak lama kemudian Yang Mulia Ānanda menerima sehelai jubah tambahan. Ia ingin mempersembahkannya kepada Yang Mulia Sāriputta yang sedang menetap di Sāketa. Mengetahui bahwa Sang Buddha telah menetapkan aturan yang melarang jubah lebih, Ānanda berpikir, "Apakah yang harus kulakukan dalam situasi ini?" Ia memberitahu Sang Buddha, yang berkata, "Berapa lamakah, Ānanda, sebelum Sāriputta kembali?"

"Sembilan atau sepuluh hari."

Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu, kalian boleh menyimpan jubah lebih selama paling lama sepuluh hari. Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir

'Ketika jubahnya selesai dan musim jubah telah berakhir, seorang bhikkhu boleh menyimpan jubah lebih selama paling lama sepuluh hari. Jika ia menyimpannya lebih lama dari itu, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.'"

Definisi

Ketika jubahnya selesai:

bhikkhu itu telah membuat jubah; atau kain-jubah hilang, rusak, atau terbakar; atau harapannya untuk menerima kain-jubah baru telah dikecewakan.

Musim jubah telah berakhir:

ini berakhir menurut satu dari delapan kondisi utama atau Sangha mengakhirinya.

Selama paling lama sepuluh hari:

boleh disimpan maksimum selama sepuluh hari.

Jubah lebih:

jubah yang belum ditetapkan juga belum diberikan kepada seseorang.

Jubah:

satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil dari apa yang dapat diberikan kepada seseorang.

Jika ia menyimpannya lebih lama dari itu, maka jubah itu harus dilepaskan:

jubah itu harus dilepaskan pada fajar hari kesebelas.

Kain-jubah harus dilepaskan kepada Sangha, suatu kelompok, atau individu. "Dan, para bhikkhu, jubah itu harus dilepaskan seperti ini. Setelah menghadap Sangha, bhikkhu itu harus menata jubah atasnya di satu bahunya dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian ia harus berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata:

'Para Mulia, kain-jubah ini, yang telah kusimpan selama lebih dari sepuluh hari, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.'
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggaran itu. Pengakuan itu harus diterima oleh seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu. Kain-jubah yang telah dilepaskan itu kemudian harus diberikan kembali:

'Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Kain-jubah ini, yang akan dilepaskan oleh bhikkhu ini, telah dilepaskan kepada Sangha. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus mengembalikan kain-jubah ini kepada bhikkhu ini.'
Setelah mendatangi beberapa bhikkhu, bhikkhu itu harus menata jubah atasnya di satu bahunya dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian ia harus berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata:

'Para Mulia, kain-jubah ini, yang telah kusimpan selama lebih dari sepuluh hari, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada para mulia.'
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggaran itu. Pengakuan itu harus diterima oleh seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu. Kain-jubah yang telah dilepaskan itu kemudian harus diberikan kembali:

'Mohon, Para Mulia, aku memohon kalian untuk mendengarkan. Kain-jubah ini, yang akan dilepaskan oleh bhikkhu ini, telah dilepaskan kepada kalian. Jika baik menurut kalian, maka kalian harus mengembalikan kain-jubah ini kepada bhikkhu ini.'
Setelah mendatangi seorang bhikkhu, bhikkhu itu harus menata jubah atasnya di satu bahunya, berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata,

'Kain-jubah ini, yang telah kusimpan selama lebih dari sepuluh hari, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada engkau.'
Setelah melepaskannya, ia harus mengakui pelanggaran itu. Pengakuan itu harus diterima oleh bhikkhu itu. Kain-jubah yang telah dilepaskan itu kemudian harus diberikan kembali:

'Aku mengembalikan kain-jubah ini kepadamu.'"

Permutasi

Jika lebih dari sepuluh hari dan ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari sepuluh hari, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari sepuluh hari, tetapi ia menyadarinya sebagai kurang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.

Jika belum ditetapkan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika belum dialokasikan untuk orang lain, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika belum diberikan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak hilang, tetapi ia menyadarinya sebagai hilang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak rusak, tetapi ia menyadarinya sebagai rusak, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak terbakar, tetapi ia menyadarinya sebagai terbakar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak dicuri, tetapi ia menyadarinya sebagai dicuri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.

Jika ia menggunakan kain-jubah yang harus dilepaskan tanpa terlebih dulu melepaskannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari sepuluh hari, tetapi ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari sepuluh hari, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari sepuluh hari dan ia menganggapnya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran: jika dalam waktu sepuluh hari telah ditetapkan, dijatahkan untuk orang lain, diberikan, hilang, rusak, terbakar, dicuri, atau diambil atas dasar kepercayaan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Tidak lama kemudian para bhikkhu dari kelompok enam tidak mengembalikan kain-jubah yang telah dilepaskan. Mereka memberitahu Sang Buddha.

"Para bhikkhu, kain-jubah yang telah dilepaskan harus dikembalikan. Jika tidak dikembalikan, maka engkau melakukan pelanggaran perbuatan salah."

Aturan latihan tentang musim jubah, yang pertama, selesai.
« Last Edit: 16 September 2022, 08:52:41 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Nissaggiya Pācittiya 2
« Reply #55 on: 15 September 2022, 10:49:51 AM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

Nissaggiya Pācittiya 2. Aturan Latihan tentang Gudang

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertamap
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika. Saat itu para bhikkhu menitipkan salah satu jubah mereka kepada para bhikkhu lain dan kemudian bepergian dengan mengenakan sarung dan jubah atas. Karena disimpan dalam waktu yang lama, maka jubah-jubah itu menjadi berjamur. Para bhikkhu menjemurnya di bawah matahari.

Kemudian, sewaktu berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman, Yang Mulia Ānanda melihat para bhikkhu sedang menjemur jubah-jubah itu. Ia bertanya kepada mereka, "Jubah-jubah siapakah ini?" Dan mereka memberitahukan apa yang terjadi. Yang Mulia Ānanda mengeluhkan dan mengkritik mereka, "Bagaimana mungkin para bhikkhu itu menitipkan satu jubah kepada para bhikkhu lain dan kemudian bepergian dengan mengenakan sarung dan jubah atas?"

Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, Yang Mulia Ānanda memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Beliau mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu: "Benarkah, para bhikkhu, bahwa ada para bhikkhu yang melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegur mereka ... "Bagaimana mungkin orang-orang dungu itu dapat melakukan hal ini? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal

'Ketika jubahnya selesai dan musim jubah telah berakhir, jika seorang bhikkhu berpisah dari tiga jubahnya bahkan selama hanya satu hari, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.'"

Dengan cara inilah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua

Pada suatu ketika seorang bhikkhu tertentu di Kosambī jatuh sakit. Sanak-saudaranya mengirim pesan, yang mengatakan, "Pulanglah, Yang Mulia, kami akan merawat engkau." Para bhikkhu mendesaknya untuk pergi, tetapi ia berkata, "Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan bahwa kita tidak boleh berpisah dari tiga jubah kita. Sekarang karena aku sakit, aku tidak dapat melakukan perjalanan dengan tiga jubahku. Maka aku tidak dapat pergi."

Mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Beliau membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:

"Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk memberi izin kepada bhikkhu yang sakit untuk berpisah dari tiga jubahnya.

Dan izin ini harus diberikan seperti ini. Setelah mendatangi Sangha, bhikkhu yang sakit harus menata jubah atasnya di satu bahunya dan bersujud di kaki para bhikkhu senior. Kemudian ia harus berjongkok pada tumitnya, merangkapkan tangan, dan berkata, 'Para Mulia, aku sakit. Aku tidak mampu melakukan perjalanan dengan tiga jubahku. Aku memohon izin dari Sangha untuk berpisah dari tiga jubahku.' Dan ia harus memohon untuk kedua dan ketiga kalinya. Seorang bhikkhu yang kompeten dan mampu harus memberitahu Sangha:

'Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini sakit. Ia tidak mampu melakukan perjalanan dengan tiga jubahnya. Ia memohon izin dari Sangha untuk berpisah dari tiga jubahnya. Jika baik menurut Sangha, maka Sangha harus memberikan izin kepada bhikkhu ini untuk berpisah dari tiga jubahnya. Ini adalah usul.

Mohon, Para Mulia, aku memohon Sangha untuk mendengarkan. Bhikkhu ini sakit. Ia tidak mampu melakukan perjalanan dengan tiga jubahnya. Ia memohon izin dari Sangha unntuk berpisah dari tiga jubahnya. Sangha memberi izin kepada bhikkhu ini untuk berpisah dari tiga jubahnya. Bhikkhu mana pun yang menyetujui pemberian izin kepada bhikkhu ini untuk berpisah dari tiga jubahnya harus berdiam diri. Bhikkhu mana pun yang tidak menyetujui silakan berbicara.

Sangha telah memberi izin kepada bhikkhu ini untuk berpisah dari tiga jubahnya. Sangha menyetujui dan oleh karena itu berdiam diri. Aku akan mengingatnya demikian.'

Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir

'Ketika jubahnya selesai dan musim jubah telah berakhir, jika seorang bhikkhu berpisah dari tiga jubahnya bahkan selama hanya satu hari, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.'"

Definisi

Ketika jubahnya selesai:

bhikkhu itu telah membuat jubah; atau kain-jubah hilang, rusak, atau terbakar; atau harapannya untuk menerima kain-jubah baru telah dikecewakan.

Musim jubah telah berakhir:

ini berakhir menurut satu dari delapan kondisi utama atau Sangha mengakhirinya.

Jika seorang bhikkhu berpisah dari tiga jubahnya bahkan selama hanya satu hari:

dari jubah luar, jubah atas, atau sarung.

Kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui:

kecuali dengan persetujuan para bhikkhu.

Mengharuskan pelepasan:

jubah itu harus dilepaskan pada fajar.

Jubah itu harus dilepaskan kepada Sangha, kelompok, atau individu. "Dan, para bhikkhu, jubah itu harus dilepaskan seperti ini, (diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan penyesuaian seperlunya.)

'Para Mulia, jubah ini, yang telah berpisah dariku selama satu hari tanpa persetujuan para bhikkhu, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.' ... Sangha harus mengembalikan ... engkau harus mengembalikan ... 'Aku mengembalikan jubah ini kepadamu.'"

Permutasi

Rangkuman

Suatu area berpenghuni dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah rumah dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah gudang dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah menara jaga dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah rumah panggung dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah perahu dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah karavan dapat memiliki satu atau banyak akses; sepetak ladang dapat memiliki satu atau banyak akses; lantai penggilingan dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah vihara dapat memiliki satu atau banyak akses; sebuah tempat kediaman dapat memiliki satu atau banyak akses; bawah pohon dapat memiliki satu atau banyak akses; ruang terbuka dapat memiliki satu atau banyak akses.

Pembabaran

Area berpenghuni
"Suatu area berpenghuni dengan satu akses" merujuk pada berikut ini.
Area berpenghuni tertutup milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam area berpenghuni itu, maka seseorang harus berada di dalam area berpenghuni itu. Area berpenghuni terbuka milik satu suku: seseorang harus berdiam di dalam rumah di mana jubah itu disimpan, atau tidak pergi dari rumah itu melebihi serentangan lengan.
Suatu area berpenghuni tertutup milik banyak suku: jika jubah tersimpan di dalam sebuah rumah, maka seseorang harus berdiam di dalam rumah itu, di aula pertemuan publik, atau di pintu gerbang menuju area berpenghuni, atau tidak pergi dari aula pertemuan publik atau pintu gerbang itu melebihi serentangan lengan. Jika seseorang meletakkan jubah sejauh serentangan lengan sewaktu pergi ke aula pertemuan publik, maka ia harus berdiam di dalam aula pertemuan publik, atau di pintu gerbang menuju area berpenghuni, atau tidak pergi dari kedua itu melebihi serentangan lengan. Jika jubah itu tersimpan di dalam aula pertemuan publik, maka ia harus berdiam di dalam aula pertemuan publik, atau di pintu gerbang menuju area berpenghuni, atau tidak pergi dari kedua itu melebihi serentangan lengan. Suatu area berpenghuni terbuka milik banyak suku: seseorang harus berdiam di dalam rumah di mana jubah itu disimpan, atau tidak pergi dari rumah itu melebihi serentangan lengan.

Sebuah rumah
Sebuah rumah tertutup milik satu suku dan memiliki banyak kamar: jika jubah tersimpan di dalam rumah itu, maka seseorang harus berdiam di dalam rumah itu. Sebuah rumah terbuka milik satu suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di mana jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari kamar itu melebihi serentangan lengan.
Sebuah rumah tertutup milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: jika jubah tersimpan di dalam sebuah kamar, maka seseorang harus berdiam di dalam kamar itu, atau di pintu utama, atau tidak pergi dari kedua itu melebihi serentangan lengan. Sebuah rumah terbuka milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di mana jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari kamar itu melebihi serentangan lengan.

Sebuah gudang
Sebuah gudang tertutup milik satu suku dan memiliki banyak kamar: jika jubah tersimpan di dalam bangunan itu, maka seseorang harus berdiam di dalam bangunan itu. Sebuah gudang terbuka milik satu suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di mana jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari kamar itu melebihi serentangan lengan.
Sebuah gudang tertutup milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: jika jubah tersimpan di dalam sebuah kamar, maka seseorang harus berdiam di dalam kamar itu, atau di pintu utama, atau tidak pergi dari kedua itu melebihi serentangan lengan. Sebuah gudang terbuka milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di mana jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari kamar itu melebihi serentangan lengan.

Sebuah menara jaga
Sebuah menara jaga milik satu suku: jika jubah tersimpan di menara jaga itu, maka seseorang harus berdiam di dalam menara jaga itu.
Sebuah menara jaga milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di mana jubah itu tersimpan, atau di pintu utama, atau tidak pergi dari keduanya melebihi serentangan lengan.

Sebuah rumah panggung
Sebuah rumah panggung milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam rumah panggung itu, maka seseorang harus berdiam di dalam rumah panggung itu.
Sebuah rumah panggung milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di mana jubah itu tersimpan, atau di pintu utama, atau tidak pergi dari keduanya melebihi serentangan lengan.

Sebuah perahu
Sebuah perahu milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam perahu itu, maka seseorang harus berdiam di dalam perahu itu.
Sebuah perahu milik banyak suku dan memiliki banyak kamar: seseorang harus berdiam di dalam kamar di mana jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari kamar itu melebihi serentangan lengan.

Sebuah karavan
Sebuah karavan milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam karavan itu, maka seseorang tidak boleh pergi lebih dari 80 meter di depan atau di belakang karavan, dan tidak lebih dari 11 meter dari masing-masing sisi.
Sebuah karavan milik banyak suku: jika jubah tersimpan di dalam karavan itu, maka seseorang tidak boleh pergi dari karavan itu melebihi serentangan lengan.

Sepetak ladang
Sepetak ladang tertutup milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam ladang itu, maka seseorang harus berdiam di dalam ladang itu. Sebuah ladang terbuka milik satu suku: seseorang tidak boleh pergi dari jubah melebihi serentangan lengan.
Sebuah ladang tertutup milik banyak suku: jika jubah tersimpan di dalam ladang itu, maka seseorang harus berdiam di pintu gerbang menuju ladang, atau tidak pergi dari pintu gerbang atau jubah melebihi serentangan lengan. Sebuah ladang terbuka milik banyak suku: seseorang tidak boleh pergi dari jubah melebihi serentangan lengan.

Lantai penggilingan
Sepetak lantai penggilingan tertutup milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam lantai penggilingan itu, maka seseorang harus berdiam di dalam lantai penggilingan itu. Sebuah lantai penggilingan terbuka milik satu suku: seseorang tidak boleh pergi dari jubahnya melebihi serentangan lengan.
Sebuah lantai penggilingan tertutup milik banyak suku: jika jubah tersimpan di dalam lantai penggilingan itu, maka seseorang harus berdiam di pintu gerbang menuju lantai penggilingan, atau tidak pergi dari pintu gerbang atau jubah melebihi serentangan lengan. Sebuah lantai penggilingan terbuka milik banyak suku: seseorang tidak boleh pergi dari jubah melebihi serentangan lengan.

Sebuah vihara
Sebuah vihara tertutup milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam vihara itu, maka seseorang harus berdiam di dalam vihara itu. Sebuah vihara terbuka milik satu suku: seseorang tidak boleh pergi dari jubahnya melebihi serentangan lengan.
Sebuah vihara tertutup milik banyak suku: jika jubah tersimpan di dalam vihara itu, maka seseorang harus berdiam di pintu gerbang menuju vihara, atau tidak pergi dari pintu gerbang atau jubah melebihi serentangan lengan. Sebuah vihara terbuka milik banyak suku: seseorang tidak boleh pergi dari jubah melebihi serentangan lengan.

Sebuah tempat kediaman
Sebuah tempat kediaman tertutup milik satu suku: jika jubah tersimpan di dalam tempat kediaman itu, maka seseorang harus berdiam di dalam tempat kediaman itu. Sebuah tempat kediaman terbuka milik satu suku: seseorang harus berdiam di dalam tempat kediaman di mana jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari tempat kediaman itu melebihi serentangan lengan.
Sebuah tempat kediaman tertutup milik banyak suku: seseorang harus berdiam di dalam tempat kediaman di mana jubah itu tersimpan, atau di pintu gerbang menuju tempat kediaman, atau tidak pergi dari keduanya melebihi serentangan lengan. Sebuah tempat kediaman terbuka milik banyak suku: seseorang harus berdiam di dalam tempat kediaman di mana jubah itu tersimpan, atau tidak pergi dari tempat kediaman itu melebihi serentangan lengan.

Bawah pohon
Di bawah pohon milik satu suku: jika jubah disimpan di dalam area bayangan pohon siang hari, maka seseorang harus berdiam di dalam area tersebut.
Di bawah pohon milik banyak suku: seseorang tidak boleh pergi dari jubah melebihi serentangan lengan.

Ruang terbuka
Di ruang terbuka dengan satu akses: di area tidak berpenghuni, di hutan belantara, di area yang dibatasi lingkaran dengan radius 80 meter adalah satu akses. Di luar itu adalah banyak akses.

Jika ia telah berpisah dan ia menyadari bahwa ia telah berpisah, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia telah berpisah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, kecuali para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika ia telah berpisah, tetapi ia tidak menyadari bahwa ia telah berpisah, kecuali para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.

Jika jubah itu belum dilepaskan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika jubah itu belum diberikan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika jubah itu tidak hilang, tetapi ia menyadarinya sebagai hilang, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika jubah itu tidak rusak, tetapi ia menyadarinya sebagai rusak, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika jubah itu tidak terbakar, tetapi ia menyadarinya sebagai terbakar, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika jubah itu tidak dicuri, tetapi ia menyadarinya sebagai dicuri, kecuali jika para bhikkhu telah menyetujui, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.

Jika ia menggunakan jubah yang harus dilepaskan tanpa terlebih dulu melepaskannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak berpisah, tetapi ia menyadarinya sebagai berpisah, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak berpisah, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia tidak berpisah, dan ia menyadarinya sebagai tidak berpisah, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran
Tidak ada pelanggaran: jika sebelum fajar jubah itu telah dilepaskan, diberikan, hilang, rusak, terbakar, dicuri, atau diambil atas dasar kepercayaan; jika telah mendapatkan izin dari para bhikkhu; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang gudang, yang kedua, selesai.
« Last Edit: 16 September 2022, 08:52:55 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Nissaggiya Pācittiya 3
« Reply #56 on: 15 September 2022, 10:50:19 AM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

Nissaggiya Pācittiya 3. Aturan Latihan Ketiga tentang Musim Jubah

Kisah Asal-mula

Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, seorang bhikkhu telah diberikan kain-jubah di luar musim jubah. Sewaktu ia sedang membuat jubah, ia menyadari bahwa kainnya tidak cukup. Sambil mengangkatnya, ia menghaluskannya berulang-ulang.

Sewaktu sedang berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman, Sang Buddha melihat bhikkhu itu berbuat seperti ini. Beliau mendatanginya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan, bhikkhu?"

"Yang Mulia, aku telah diberikan kain-jubah di luar musimnya, tetapi tidak cukup untuk membuat jubah. Itulah sebabnya mengapa aku mengangkatnya dan menghaluskannya berulang-ulang."

"Apakah engkau berharap untuk menerima lebih banyak kain?"

"Benar."

Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk menyimpan kain-jubah-di-luar-musim jika kalian berharap untuk menerima lebih."

Ketika mereka mendengar hal ini, beberapa bhikkhu menyimpan kain-jubah-di-luar-musimnya selama lebih dari satu bulan, menyimpannya pada rak jubah dari bambu. Sewaktu sedang berjalan-jalan di sekitar tempat-tempat kediaman, Yang Mulia Ānanda melihat kain-jubah itu, dan ia bertanya kepada para bhikkhu, "Kain siapakah ini?"

"Ini adalah kain-jubah-di-luar-musim milik kami, yang kami simpan karena kami sedang mengharapkan lebih."

"Tetapi berapa lamakah kalian telah menyimpannya?"

"Lebih dari satu bulan."

Yang Mulia Ānanda mengeluhkan dan mengkritik mereka, "Bagaimana mungkin para bhikkhu ini menyimpan kain-jubah-di-luar-musimnya selama lebih dari satu bulan?"

Setelah menegur para bhikkhu ini dalam berbagai cara, Yang Mulia Ānanda memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai para bhikkhu itu: "Benarkah, para bhikkhu, bahwa ada bhikkhu-bhikkhu yang melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

Sang Buddha menegur mereka ... "Bagaimana mungkin orang-orang dungu itu dapat menyimpan kain-jubah-di-luar-musim selama lebih dari satu bulan? Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir

'Ketika jubahnya selesai dan musim jubah telah berakhir, jika kain-jubah-di-luar-musim diberikan kepada seorang bhikkhu, ia boleh menerimanya jika ia menginginkan. Jika ia menerimanya, maka ia harus segera membuatnya menjadi jubah. Jika tidak tersedia cukup kain, tetapi ia sedang mengharapkan lebih banyak, maka ia boleh menyimpannya selama paling lama satu bulan untuk memenuhi kekurangannya. Jika ia menyimpannya lebih dari itu, maka bahkan walaupun ia mengharapkan lebih banyak, ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.'"

Definisi

Ketika jubahnya selesai:

bhikkhu itu telah membuat jubah; atau kain-jubah itu hilang, rusak, atau terbakar; atau harapannya untuk menerima lebih banyak kain-jubah baru telah dikecewakan.

Musim jubah telah berakhir:

musim jubah berakhir menurut salah satu dari delapan kondisi atau Sangha mengakhirinya.

Kain-jubah-di-luar-musim:

bagi seorang yang tidak berpartisipasi dalam upacara membuat-jubah, ini adalah kain-jubah yang diberikan selama sebelas bulan. Bagi seorang yang berpartisipasi dalam upacara membuat-jubah, ini adalah kain-jubah yang diberikan selama tujuh bulan. Juga, jika diberikan dalam musim jubah, tetapi kain itu telah dialokasikan, ini disebut "kain-jubah-di-luar-musim."

Jika diberikan:

jika diberikan oleh suatu sangha, oleh suatu kelompok, oleh seorang kerabat, atau oleh seorang teman, atau jika itu adalah kain usang, atau jika ia memperolehnya melalui harta kekayaannya sendiri.

Jika ia menginginkan:

jika ia menginginkan, maka ia boleh menerimanya.

Jika ia menerimanya, maka ia harus segera membuatnya menjadi jubah:

harus dibuat dalam sepuluh hari.

Jika tidak tersedia cukup kain:

jika tidak ada cukup kain sewaktu jubah itu sedang dibuat.

Ia boleh menyimpannya selama paling lama satu bulan:

ia boleh menyimpannya maksimum selama satu bulan.

Untuk memenuhi kekurangan:

untuk tujuan menutup kekurangan.

Tetapi ia sedang mengharapkan lebih banyak:

ia sedang mengharapkan lebih dari suatu sangha, dari suatu kelompok, dari seorang kerabat, atau dari seorang teman, atau ia mengharapkan untuk menemukan kain usang, atau ia sedang mengharapkan untuk memperolehnya dengan harta kekayaannya sendiri.

Jika ia menyimpannya lebih lama dari itu, maka bahkan walaupun ia mengharapkan lebih banyak:

Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada hari yang sama dengan hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus dibuat menjadi jubah dalam sepuluh hari. Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada satu hari setelah hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus dibuat menjadi jubah dalam sepuluh hari. Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada dua hari setelah ... tiga hari setelah ... delapan belas hari setelah ... ... sembilan belas hari setelah hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus dibuat menjadi jubah dalam sepuluh hari. Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada dua puluh hari setelah hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus dibuat menjadi jubah dalam sembilan hari. Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada dua puluh satu hari setelah hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus dibuat menjadi jubah dalam delapan hari. ... dua puluh dua hari setelah ... dua puluh tujuh hari setelah ... Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada dua puluh delapan hari setelah hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus dibuat menjadi jubah dalam satu hari. Jika ia diberikan kain-jubah tambahan pada dua puluh sembilan hari setelah hari ia diberikan kain-jubah pertama, maka kain-jubah itu harus ditetapkan, dialokasikan untuk orang lain, atau diberikan pada hari itu juga. Jika ia tidak menetapkan, mengalokasikan untuk orang lain, atau memberikannya, maka kain-jubah itu harus dilepaskan pada fajar hari ketiga puluh.

Kain-jubah harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. "Dan, para bhikkhu, kain-jubah itu harus dilepaskan seperti berikut ini. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan penyesuaian seperlunya.)

"Para Mulia, kain-jubah-di-luar-musim ini, yang telah aku simpan selama lebih dari satu bulan, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.' ... Sangha harus mengembalikan ... kalian harus mengembalikan ... 'aku mengembalikan kain-jubah ini kepadamu.'"


Jika ia diberikan kain-jubah tambahan, tetapi berbeda dari kain-jubah pertama yang diberikan kepadanya, dan masih ada hari-hari tersisa, maka ia tidak perlu membuat jubah jika ia tidak menginginkan.

Permutasi

Jika lebih dari satu bulan dan ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari satu bulan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika lebih dari satu bulan, tetapi ia menyadarinya sebagai kurang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.

Jika belum ditetapkan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika belum dialokasikan untuk orang lain, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika belum diberikan, tetapi ia menyadarinya sebagai sudah, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak hilang, tetapi ia menyadarinya sebagai hilang, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak rusak, tetapi ia menyadarinya sebagai rusak, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak terbakar, tetapi ia menyadarinya sebagai terbakar, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika tidak dicuri, tetapi ia menyadarinya sebagai dicuri, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.

Jika ia menggunakan kain-jubah yang harus dilepaskan tanpa terlebih dulu melepaskannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari satu bulan, tetapi ia menyadarinya sebagai lebih, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari satu bulan, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika kurang dari satu bulan dan ia menyadarinya sebagai kurang, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran: jika dalam satu bulan telah ditetapkan, dialokasikan untuk orang lain, diberikan, hilang, rusak, terbakar, dicuri, atau diambil atas dasar kepercayaan; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan ketiga tentang musim jubah, yang ketiga, selesai.
« Last Edit: 16 September 2022, 08:53:08 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Nissaggiya Pācittiya 4
« Reply #57 on: 15 September 2022, 10:50:45 AM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

Nissaggiya Pācittiya 4. Aturan Latihan tentang Jubah Bekas Pakai

Kisah Asal-mula

Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Anāthapiṇḍika, mantan istri Yang Mulia Udāyī menjadi seorang bhikkhunī. Ia sering mengunjungi Udāyī, dan Udāyī juga sering mengunjunginya. Dan Udāyī berbagi makanan dengan bhikkhunī tersebut.

Suatu pagi Udāyī mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubah, dan mendatangi bhikkhunī itu. Kemudian ia membuka alat kelaminnya di hadapan bhikkhunī itu dan duduk di satu tempat duduk. Bhikkhunī itu juga membuka alat kelaminnya di hadapan Udāyī dan duduk di satu tempat duduk. Karena bernafsu melihat alat kelamin bhikkhunī itu, Udāyī mengeluarkan mani.

Kemudian ia berkata kepada bhikkhunī tersebut: "Saudari, ambilkan air. Aku hendak mencuci jubah."

"Serahkan kepadaku, Yang Mulia, aku akan mencucinya."

Kemudian ia memasukkan sedikit mani ke dalam mulutnya dan memasukkan sedikit ke dalam alat kelaminnya. Karena perbuatan itu ia menjadi hamil. Para bhikkhunī berkata, "Bhikkhunī ini tidak menghindari seks. Ia hamil."

Ia berkata, "Para Mulia, aku memang menghindari seks," dan ia memberitahukan kepada mereka apa yang telah terjadi.

Para bhikkhunī mengeluhkan dan mengkritik Udāyī, "Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī menyuruh seorang bhikkhunī untuk mencuci jubah bekas pakainya?" Kemudian mereka memberitahu para bhikkhu. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritiknya, "Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī menyuruh seorang bhikkhunī untuk mencuci jubah bekas pakainya?"

Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Udāyī: "Benarkah, Udāyī, bahwa engkau melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

"Apakah ia adalah kerabatmu?"

"Bukan."

"Orang dungu, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan kerabat tidak mengetahui apa yang selayaknya dan apa yang tidak selayaknya, apa yang menginspirasi dan apa yang tidak menginspirasi, dalam berurusan satu sama lain. Dan masih saja engkau melakukan hal ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan akhir

'Jika seorang bhikkhu menyuruh seorang bhikkhunī yang bukan kerabat, mencuci, mencelup, atau memukul jubah bekas pakai, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.'"

Definisi

Seorang:

siapa pun ...

Bhikkhu:

... Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.

Bukan kerabat:

siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya, apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.

Seorang bhikkhunī:

ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.

Jubah bekas pakai:

sarung atau jubah atas, bahkan yang dipakai hanya satu kali.

Jika ia menyuruh bhikkhunī itu untuk mencucinya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah dicuci, maka jubah itu harus dilepaskan. Jika ia menyuruhnya untuk mencelup, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Setelah dicelup, maka jubah itu harus dilepaskan. Jika ia menyuruhnya untuk memukul-mukulnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Ketika bhikkhunī itu memukulnya satu kali dengan tangannya atau dengan menggunakan alat, maka jubah itu harus dilepaskan.

Jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. "Dan, para bhikkhu, jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan penyesuaian seperlunya).

'Para Mulia, jubah bekas pakai ini, yang saya suruh seorang bhikkhunī yang bukan kerabat untuk mencucinya, hendak dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.' ... Sangha harus mengembalikan ... kalian harus mengembalikan ... 'Aku mengembalikan jubah ini kepadamu.'"

Permutasi

Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencuci jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencuci dan mencelup jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencuci dan memukul-mukul jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencuci, mencelup, dan memukul-mukul jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan dua pelanggaran perbuatan salah.

Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencelup jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencelup dan memukul-mukul jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencelup dan mencuci jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya mencelup, memukul-mukul, dan mencuci jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan dua pelanggaran perbuatan salah.

Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya memukul-mukul jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya memukul-mukul dan mencuci jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya memukul-mukul dan mencelup jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan satu pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan ia menyadarinya demikian, dan ia menyuruhnya memukul-mukul, mencuci, dan mencelup jubah bekas pakai, maka ia melakukan satu pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan dua pelanggaran perbuatan salah.

Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat, tetapi ia tidak dapat memastikannya ... Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat, tetapi ia menyadarinya sebagai kerabat ...

Jika ia menyuruhnya mencuci jubah bekas pakai milik orang lain, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia menyuruhnya mencuci alas duduk atau alas tidur, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika ia menyuruh seorang bhikkhunī yang sepenuhnya ditahbiskan hanya dari satu sisi, untuk mencuci, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Jika bhikkhunī tersebut adalah kerabat, tetapi ia menyadarinya sebagai bukan kerabat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut adalah kerabat, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut adalah kerabat dan ia menyadarinya demikian, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran: jika seorang bhikkhunī yang adalah kerabat melakukan pencucian dan seorang bhikkhunī yang bukan kerabat membantunya; jika seorang bhikkhunī mencuci tanpa diminta; jika bhikkhu itu menyuruh seorang bhikkhunī mencuci jubah yang belum dipakai; jika bhikkhu itu menyuruh seorang bhikkhuni mencuci benda kebutuhan apa pun selain jubah; jika itu adalah seorang bhikkhunī percobaan; jika itu adalah seorang sāmaṇerī; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang jubah bekas pakai, yang keempat, selesai.
« Last Edit: 16 September 2022, 08:53:32 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Nissaggiya Pācittiya 5
« Reply #58 on: 15 September 2022, 10:51:16 AM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

Nissaggiya Pācittiya 5. Aturan Latihan tentang Menerima Jubah

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama

Pada suatu hari ketika Sang Buddha sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, bhikkhunī Uppalavaṇṇā sedang menetap di Sāvatthī. Suatu pagi ia mengenakan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan memasuki Sāvatthī untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika ia telah menyelesaikan perjalanan mengumpulkan dana makanan itu dan telah memakan makanannya, ia pergi ke Hutan Orang Buta, di mana ia duduk di bawah sebatang pohon untuk bermeditasi siang.

Saat itu beberapa penjahat yang telah mencuri dan menjagal seekor sapi, sedang membawa dagingnya ke Hutan Orang Buta. Pemimpin penjahat itu melihat Uppalavaṇṇā yang sedang duduk di bawah pohon itu. Ia berpikir, "Jika putra-putraku dan adik-adikku melihat bhikkhunī ini, mereka akan mengganggunya," dan ia mengambil jalan lain. Segera setelah itu ketika daging telah dimasak, ia mengambil bagian terbaik, mengikatnya dengan pembungkus dari daun palem, menggantungnya di sebuah pohon tidak jauh dari Uppalavaṇṇā, dan berkata, "Petapa atau brahmana mana pun yang melihat pemberian ini, silakan ambil." Dan ia pergi.

Uppalavaṇṇā baru saja keluar dari keheningan ketika ia mendengar kepala penjahat itu mengucapkan pernyataan itu. Ia mengambil daging itu dan kembali ke tempat kediamannya. Keesokan paginya ia mempersiapkan daging itu dan membuatnya menjadi buntelan dengan jubah atasnya. Kemudian ia melayang ke angkasa dan turun di Hutan Bambu.

Ketika ia tiba, Sang Buddha telah memasuki sebuah desa untuk mengumpulkan dana makanan, tetapi Yang Mulia Udāyī ditinggal untuk menjaga tempat kediaman. Uppalavaṇṇā mendekati Udāyī dan berkata, "Yang Mulia, di manakah Sang Buddha?"

"Beliau memasuki desa untuk mengumpulkan dana makanan."

"Sudilah memberikan daging ini kepada Sang Buddha."

"Engkau akan menggembirakan Sang Buddha dengan daging ini. Jika engkau memberikan sarungmu kepadaku, engkau akan menggembirakan aku pula."

"Adalah sulit bagi para perempuan untuk memperoleh sokongan bahan-bahan, dan ini adalah satu dari lima jubahku. Aku tidak memiliki yang lainnya. Aku tidak bisa memberikannya."

"Saudari, seperti halnya seorang yang memberikan seekor gajah harus menghiasnya dengan sabuk pinggang, demikian pula engkau, ketika memberikan daging kepada Sang Buddha, harus menghias aku dengan sarungmu."

Karena didesak oleh Udāyī, Uppalavaṇṇā memberikan sarungnya kepada Udāyī dan kemudian kembali ke tempat kediamannya. Para bhikkhunī yang menerima mangkuk dan jubah Uppalavaṇṇā, menanyakan kepadanya di mana sarungnya. Dan ia memberitahu mereka apa yang telah terjadi. Para bhikkhunī mengeluhkan dan mengkritik Udāyī, "Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī menerima jubah dari seorang bhikkhunī? Adalah sulit bagi para perempuan untuk memperoleh sokongan bahan-bahan."

Para bhikkhunī memberitahu para bhikkhu. Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik Udāyī, "Bagaimana mungkin Yang Mulia Udāyī menerima jubah dari seorang bhikkhunī?"

Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Udāyī: "Benarkah, Udāyī, bahwa engkau melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

"Apakah ia kerabatmu?"

"Bukan."

"Orang dungu, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan kerabat tidak mengetahui apa yang selayaknya dan apa yang tidak selayaknya, apa yang baik dan buruk, dalam berurusan satu sama lain. Dan masih saja engkau melakukan hal ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal

'Jika seorang bhikkhu menerima jubah secara langsung dari seorang bhikkhunī yang bukan kerabat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.'"

Demikianlah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua

Kemudian, karena takut melakukaan perbuatan salah, para bhikkhu tidak menerima jubah dari para bhikkhunī walaupun dalam pertukaran. Para bhikkhunī mengeluhkan dan mengkritik mereka, "Bagaimana mungkin mereka tidak menerima jubah-jubah dari kami dalam pertukaran?"

Para bhikkhu mendengar kritikan para bhikkhunī itu dan mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:

"Para bhikkhu, Aku memperbolehkan kalian untuk menerima benda-benda dalam pertukaran dengan lima jenis orang: para bhikkhu, para bhikkhunī, para bhikkhunī percobaan, para sāmaṇera, dan para sāmaṇerī.

Aturan akhir

'Jika seorang bhikkhu menerima jubah secara langsung dari seorang bhikkhunī yang bukan kerabat, kecuali dalam pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.'"

Definisi

Seorang:

siapa pun ...

Bhikkhu:

... Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.

Bukan kerabat:

siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya, apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.

Seorang bhikkhunī:

ia telah diberikan penahbisan penuh oleh kedua Sangha.

Jubah:

salah satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil daripada apa yang dapat dialokasikan untuk orang lain.

Kecuali dalam pertukaran:

kecuali jika ada pertukaran.

Jika ia menerimanya, maka untuk usaha itu terjadi tindakan perbuatan salah. Ketika ia mendapatkan kain-jubah itu, maka itu harus dilepaskan.

Kain-jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. "Dan, para bhikkhu, kain-jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan penyesuaian seperlunya.)

'Para Mulia, kain-jubah ini, yang aku terima secara langsung dari seorang bhikkhu yang bukan kerabat tanpa apa pun sebagai pertukaran, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.' ... Sangha harus mengembalikan ... kalian harus mengembalikan ... 'Aku mengembalikan kain-jubah ini kepadamu.'"

Permutasi

Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, dan ia menerima kain-jubah dari bhikkhunī tersebut, kecuali sebagai pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, dan ia menerima kain-jubah dari bhikkhunī tersebut, kecuali sebagai pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika bhikkhunī tersebut bukan kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai kerabat, dan ia menerima kain-jubah dari bhikkhunī tersebut, kecuali sebagai pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.

Jika si bhikkhu menerima kain-jubah dari seorang bhikkhunī yang sepenuhnya ditahbiskan hanya dari satu sisi, kecuali sebagai pertukaran, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut adalah kerabat, tetapi ia menyadarinya sebagai bukan kerabat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut adalah kerabat, tetapi ia tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika bhikkhunī tersebut adalah kerabat dan ia menyadarinya demikian, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran: jika bhikkhunī itu adalah kerabat; jika banyak ditukarkan dengan sedikit, atau sedikit ditukarkan dengan banyak; jika bhikkhu itu mengambilnya atas dasar kepercayaan; jika ia meminjamnya; jika ia menerima benda kebutuhan apa pun selain kain-jubah; jika itu adalah seorang bhikkhunī percobaan; jika itu adalah seorang sāmaṇerī; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang menerima jubah, yang kelima, selesai.
« Last Edit: 16 September 2022, 08:53:41 AM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Nissaggiya Pācittiya 6
« Reply #59 on: 15 September 2022, 10:51:44 AM »
Koleksi Theravāda tentang Hukum Monastik
Aturan Kebhikkhuan dan Analisisnya
Bab tentang Pelepasan
Sub-bab tentang Jubah

Nissaggiya Pācittiya 6. Aturan Latihan tentang Meminta dari Bukan-Kerabat

Kisah Asal-mula

Sub-kisah pertama

Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Vihara Anāthapiṇḍika. Saat itu Yang Mulia Upananda orang Sakya mahir dalam mengajar. Suatu hari putra seorang pedagang kaya mendatangi Upananda, bersujud, dan duduk. Dan Upananda memberikan instruksi, menginspirasi, dan menggembirakannya dengan suatu ajaran. Setelah itu putra pedagang itu berkata kepada Upananda:

"Yang Mulia, beritahukanlah kepadaku apa yang engkau perlukan. Aku dapat memberikan kepadamu kain-jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan."

"Jika engkau ingin memberiku sesuatu, berikanlah sehelai pakaianmu."

"Adalah memalukan, Yang Mulia, bagi seorang putra dari keluarga yang baik untuk berjalan hanya dengan mengenakan sehelai pakaian. Tunggulah hingga aku pulang. Aku akan memberikan kepadamu pakaian ini atau yang lebih bagus."

Untuk kedua kali dan untuk ketiga kalinya Upananda mengatakan hal yang sama kepada si putra pedagang, dan ia menerima jawaban yang sama. Kemudian ia berkata, "Apa gunanya menawarkan kepadaku jika engkau tidak ingin memberi?"

Karena didesak oleh Upananda, putra pedagang itu memberikan sehelai pakaiannya dan pergi. Orang-orang bertanya kepadanya mengapa ia bepergian dengan hanya sehelai pakaian, dan ia memberitahu mereka apa yang terjadi. Orang-orang mengeluhkan dan mengkritik Upananda, "Para monastik Sakya ini memiliki banyak keinginan. Mereka tidak puas. Bahkan untuk memberikan penawaran wajar tidaklah mudah. Bagaimana mungkin mereka mengambil pakaiannya ketika putra pedagang itu membuat penawaran yang wajar?"

Para bhikkhu mendengar keluhan orang-orang itu, dan para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik Upananda, "Bagaimana mungkin Yang Mulia Upananda meminta sehelai jubah dari si putra pedagang?"

Setelah menegurnya dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha mengumpulkan Sangha dan menanyai Upananda: "Benarkah, Upananda, bahwa engkau melakukan hal ini?"

"Benar, Yang Mulia."

"Apakah ia kerabatmu?"

"Bukan."

"Orang dungu, orang-orang yang bukan kerabat tidak mengetahui apa yang selayaknya dan apa yang tidak selayaknya, apa yang baik dan buruk, dalam berurusan satu sama lain. Dan masih saja engkau melakukan hal ini. Hal ini akan mempengaruhi keyakinan orang-orang ..." ... "Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan sebagai berikut:

Aturan awal

'Jika seorang bhikkhu meminta sehelai jubah dari seorang perumah tangga laki-laki atau perempuan yang bukan kerabat, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.'"

Demikianlah Sang Buddha menetapkan aturan latihan ini untuk para bhikkhu.

Sub-kisah kedua

Tidak lama kemudian sejumlah bhikkhu yang sedang melakukan perjalanan dari Sāketa menuju Sāvatthī dirampok oleh para perampok. Mengetahui bahwa Sang Buddha telah menetapkan aturan latihan ini dan karena takut melakukan kesalahan, mereka tidak meminta jubah. Sebagai akibatnya, mereka berjalan telanjang menuju Sāvatthī, di mana mereka bersujud kepada para bhikkhu. Para bhikkhu di sana berkata, "Para petapa Ājīvaka ini adalah orang-orang baik, melihat mereka bersujud kepada para bhikkhu."

"Kami bukan Ājīvaka! Kami adalah para bhikkhu!"

Para bhikkhu meminta Yang Mulia Upāli untuk memeriksa mereka.

Ketika para bhikkhu telanjang itu memberitahunya tentang apa yang telah terjadi, Upāli berkata kepada para bhikkhu, "Mereka adalah para bhikkhu. Berikanlah mereka jubah."

Para bhikkhu yang memiliki sedikit keinginan mengeluhkan dan mengkritik mereka, "Bagaimana mungkin para bhikkhu bepergian telanjang? Tidakkah seharusnya mereka menutup dengan rerumputan dan dedaunan?"

Setelah menegur para bhikkhu itu dalam berbagai cara, mereka memberitahu Sang Buddha. Segera setelah itu Sang Buddha membabarkan ajaran dan berkata kepada para bhikkhu:

"Para bhikkhu, jika jubah seorang bhikkhu dicuri atau hilang, Aku memperbolehkannya untuk meminta jubah dari perumah tangga yang bukan kerabat. Pada vihara pertama di mana ia sampai, jika Sangha memiliki sehelai jubah vihara, selembar alas tempat tidur, alas lantai, atau penutup tempat tidur, maka ia harus mengambil itu dan mengenakannya, dengan berpikir, 'Ketika aku memperoleh jubah, aku akan mengembalikannya.' Jika tidak ada benda-benda ini, ia harus menutup dengan rerumputan dan dedaunan sebelum melanjutkan perjalanan. Ia tidak boleh bepergian sambil telanjang. Jika ia melakukan itu, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.

Dan, para bhikkhu, aturan latihan ini harus dibacakan seperti berikut ini:

Aturan akhir

'Jika seorang bhikkhu meminta jubah dari perumah tangga laki-laki atau perempuan yang bukan kerabat, kecuali pada situasi yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Berikut ini adalah situasi yang diperbolehkan: jubahnya dicuri atau jubahnya hilang.'"

Definisi:

Seorang:

siapa pun ...

Bhikkhu:

... Seorang bhikkhu yang telah diberikan penahbisan penuh oleh Sangha yang sepakat melalui prosedur sah yang terdiri dari satu usul dan tiga pengumuman yang tidak dapat dibatalkan dan lengkap—bhikkhu jenis inilah yang dimaksudkan dalam kasus ini.

Bukan kerabat:

siapa pun yang bukan keturunan dari leluhur laki-laki hingga delapan generasi sebelumnya, apakah dari pihak ibu atau dari pihak ayah.

Perumah tangga laki-laki:

laki-laki mana pun yang hidup di rumah.

Perumah tangga perempuan:

perempuan mana pun yang hidup di rumah.

Jubah:

salah satu dari enam jenis kain-jubah, tetapi tidak lebih kecil daripada apa yang dapat dialokasikan untuk orang lain.

Kecuali pada situasi yang diperbolehkan:

kecuali pada situasi yang diperbolehkan.

Jubahnya dicuri:

jubah seorang bhikkhu diambil oleh raja-raja, penjahat, perampok, atau siapa pun.

Jubahnya hilang:

jubah seorang bhikkhu terbakar, hanyut oleh air, dimakan tikus atau rayap, atau usang karena pemakaian.

Jika ia meminta, kecuali pada situasi yang diperbolehkan, maka untuk usaha itu terjadi tindakan pelanggaran perbuatan salah. Ketika ia mendapatkan jubah, maka jubah itu harus dilepaskan.

Kain-jubah itu harus dilepaskan kepada suatu sangha, suatu kelompok, atau individu. "Dan, para bhikkhu, kain-jubah itu harus dilepaskan seperti berikut. (Diuraikan seperti pada Pelepasan 1, dengan penyesuaian seperlunya.)

'Para Mulia, kain-jubah ini, yang aku terima setelah meminta dari seorang perumah tangga bukan kerabat, tetapi bukan pada situasi yang diperbolehkan, akan dilepaskan. Aku melepaskannya kepada Sangha.' ... Sangha harus mengembalikan ... kalian harus mengembalikan ... 'Aku mengembalikan kain-jubah ini kepadamu.'"

Permutasi

Jika orang itu bukan kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, dan ia meminta kain-jubah darinya, kecuali pada situasi yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika orang itu bukan kerabat, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, dan ia meminta kain-jubah darinya, kecuali pada situasi yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan. Jika orang itu bukan kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai kerabat, dan ia meminta kain-jubah darinya, kecuali pada situasi yang diperbolehkan, maka ia melakukan pelanggaran yang mengharuskan pelepasan dan pengakuan.

Jika orang itu adalah kerabat, tetapi si bhikkhu menyadarinya sebagai bukan kerabat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu adalah kerabat, tetapi si bhikkhu tidak dapat memastikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Jika orang itu adalah kerabat dan si bhikkhu menyadarinya demikian, maka tidak ada pelanggaran.

Tidak ada pelanggaran

Tidak ada pelanggaran: jika itu adalah situasi yang diperbolehkan; jika ia meminta dari kerabat; jika ia meminta dari mereka yang telah menawarkan; jika ia meminta untuk orang lain; jika itu diperoleh dari harta kekayaannya sendiri; jika ia gila; jika ia adalah pelaku pertama.

Aturan latihan tentang meminta dari bukan-kerabat, yang keenam, selesai.
« Last Edit: 16 September 2022, 08:54:08 AM by Indra »