//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: GAY/LESBIAN apakah wajar ?  (Read 37929 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #30 on: 14 October 2009, 02:16:04 PM »
Jika ada teman kita yg gay/lesbi, sebaiknya bagaimana kita menyikapi hal tersebut ?

jika awalnya teman tsb bukan gay/lesbi tetapi bertemu dgn sese-"org" (boleh jadi pria ato wanita), terus sese-org ini mengawali dgn orientasi seks nya kpd tmn kita yg sebelumnya tdk tertarik, namun pada akhirnya jd terbujuk jg utk melakukannya, hal ini tentunya merupakan suatu "paksaan" secara lembut. dalam hal ini apakah anda menyetujui/melegalkan hubungan yg demikian atau sebaliknya ?


Jadikan temen seperti biasa saja. Nggak perlu dibeda-bedakan. Jika ada bujuk rayu dari orang tersebut, biasanya sikapi dengan wajar aja. Kalau memang kita tidak memiliki dorongan atau ketertarikan homoseksual di dalam diri kita buat apa kita khawatir? Justru kebanyakan orang yang kemudian takut "ditulari" jadi homoseks, di dalam dirinya memiliki dorongan homoseks juga  ;D. Lantas sebagian dari mereka kemudian mengambil sikap antipati terhadap homoseks secara berlebihan, seperti takut bersentuhan dan sebagainya, semata-mata khawatir dengan dorongan di dalam dirinya. Berdasarkan sebuah  penelitian, banyak orang yang sebelumnya menunjukkan gejala antipati yang kuat akan homoseks (Homophobia) sebenarnya adalah reaksi akan rasa takutnya akan dorongan homoseks yang ada pada dirinya. Jadi kalau di dalam diri anda memang sama sekali tidak memiliki dorongan tersebut, tidak perlu merasa khawatir menjadi homoseks. Kalau ada seseorang yang akhirnya "terpaksa secara halus" karena rayuan tersebut, sebenarnya di dalam dirinya sudah ada kecenderungan tersebut, hanya tinggal tunggu pemicunya.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #31 on: 14 October 2009, 03:43:39 PM »
Jika ada teman kita yg gay/lesbi, sebaiknya bagaimana kita menyikapi hal tersebut ?

jika awalnya teman tsb bukan gay/lesbi tetapi bertemu dgn sese-"org" (boleh jadi pria ato wanita), terus sese-org ini mengawali dgn orientasi seks nya kpd tmn kita yg sebelumnya tdk tertarik, namun pada akhirnya jd terbujuk jg utk melakukannya, hal ini tentunya merupakan suatu "paksaan" secara lembut. dalam hal ini apakah anda menyetujui/melegalkan hubungan yg demikian atau sebaliknya ?


salam sejahtera selalu Bro Sumana,
yang namanya Kalyanamitta adalah bila teman kita perlu kita koreksi, sebaiknya dikoreksi.
memang benar kita tidak perlu mengucilkan para Gay/Lesbian, kita tidak perlu buang muka, atau mencibir mereka, kita dapat bergaul biasa saja, namun yg jadi pertanyaan anda jika itu menimpa teman anda yang anda ketahui awalnya "Bukan kaum Gay/Lesbian", saran saya sebagai Kalyanamitta koreksilah sahabat anda, tetapi harus dg waktu yg tepat, jika mengkoreksi seseorang dg cara yg kasar tentu akan sakit hati, tapi jika dg cara halus akan lebih mengena.

Bagaimana jika diajak meditasi (maaf!! jangan ketawa dulu)
hal ini saya alami sewaktu di tanah air, salah satu umat vihara saya adalah banci, dia amat rajin membantu vihara, jika masak, masakan nya enak sekali (rasanya sedap), ringan tangan tanpa mengeluh, apapun dia kerjakan, kami semua bersahabat dengan dia, setiap minggu sll hadir puja bakti dan ikut meditasi, semoga dikelahiran beliau mendatang bisa mendapat kebahagiaan dan terlahir normal, mengingat beliau juga telah menimbun kebajikan di Vihara serta rajin meditasi. silahkan anda datang ke vihara saya hari minggu maka anda akan bertemu beliau.

semoga info saya ini bermanfaat.

may all beings be happy

mettacittena,

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #32 on: 14 October 2009, 04:09:34 PM »
saya jadi ingin menambahkan, bagaimana jika DC sebagai pelopor membuat group meditasi utk mereka, smg dg kebajikan mereka berlatih meditasi mereka dapat menembus "pencerahan"...sadhu3x

jadinya ada yg nyata...dapat diaplikasi ke mereka sehingga bermanfaat, tidak hanya teori melulu...(cepat2 kabur ntar kena tegur...permisi...)

mettacittena,

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #33 on: 14 October 2009, 04:11:40 PM »
Betul, ada banyak teori penyebab seseorang berorientasi homoseks. Dan saya menyinggung tiga teori yang paling familiar. Meski memang orientasi seks ini tidak semata-mata bisa dirubah dengan terapi saja, tapi ada beberapa kasus di mana terapi berhasil mengubahnya.

Teori yang familiar belum tentu benar loh. Be careful :) Teori hormon misalnya, gagal menjelaskan mengapa banyak gay yang tetap maskulin dan lesbian yang tetap feminin.  Hormon seksual hanya menjelaskan mengapa seseorang memiliki karakter maskulin atau feminine, namun tidak bisa menjelaskan orientasi seksual seseorang.

Dalam banyak kasus, usaha untuk merubah orientasi seksual seseorang seringkali menimbulkan penderitaan yang besar pada individu bersangkutan. Kalau memang anda memiliki contoh kasus seperti itu, tolong sebutkan agar bisa kita bahas.


Teori hormon di sini biasa dikenal dalam dua skenario. Yang pertama adalah skenario seseorang (misalnya pria) yang berperilaku dan merasa dirinya sebagai wanita; karena faktoral kandungan hormon. Karena faktor ini, secara alamiah dia tertarik pada sesama jenis. Skenario kedua adalah seseorang yang mulai tertarik pada orientasi seks ketika ia sudah memasuki masa puber. Mungkin pada awalnya dia cukup tertarik dengan lawan jenis, namun perlahan dia mulai menyukai sesama jenis.

Saya kurang setuju dengan teori hormon anda.Pada skenario yang pertama misalnya, banyak waria yang setelah memutuskan untuk berdandan sebagai perempuan yang kemudian melakukan terapi hormon semata-mata untuk tetap tampil dalam wujud perempuan. Jadi kalau hormon yang menyebabkan ia menjadi waria atau transgender, buat apa yang bersangkutan harus bersusah payah melakukan terapi hormon semata-mata agar tetap tampil feminin atau maskulin (untuk trans female to male)??? Pada banyak kejadian, waria justru memiliki ciri2 hormonal yang sangat maskulin (seperti bulu lebat, tubuh yang berotot, dsb  :))) sehinngga harus bersusah payah menutupinya. Bukankah ini menunjukkan bahwa bukan karena alasan hormon seseorang menjadi waria/transgender.
 
Sedangkan untuk skenario 2, sepengetahuanku, banyak homoseks yang awalnya belum pernah merasakan ketertarikan pada lawan jenis tetapi langsung tertarik pada sesama jenisnya (Ini kesimpulan dari beberapa skripsi tentang gay, wawancara penelitian yang kulakukan sendiri dan seorang temanku yang lesbian). Jadi tidak benar semua homoseks harus dimulai dari ketertarikan heteroseks terlebih dahulu sebelum akhirnya berubah orientasinya. Mereka dilahirkan memang sebagai homoseks. 

Orientasi seks sehat yang saya maksud bukan berarti mendiskreditkan hubungan intim sesama jenis. Orientasi seks yang sehat itu dibangun atas dasar komitmen, kasih-sayang, dan tanggung jawab. Di luar itu, semua hanyalah wujud aplikasi nafsu biologis. Dan tidak semua negara melegalkan pernikahan homoseksual. Oleh karena itu, kaum homoseksual cenderung hidup dalam hubungan yang kurang sehat.

Saya tidak paham mengapa anda tiba-tiba melompat dari hubungan yang sehat menuju ke hukum negara :) Lagipula untuk memiliki hubungan yang sehat tidak dibutuhkan peran negara  ;D. Sehat atau tidaknya suatu hubungan semata-mata karena individunya. So, meski ada pernikahan toh banyak yang main serong juga atau tak jurang juga memperlakukan pasangannya di rumah semata-mata sebagai boneka seksnya belaka. Selembar surat nikah tidak dapat menjamin relasi yang sehat dalam berpasangan....  :))
 
Betul. Faktor x itu adalah paradigma dan pola pandang internal. Seseorang yang hanya patah hati bisa saja bunuh diri daripada seseorang yang mengalami kebangkrutan super. Lalu kenapa seseorang bisa menjadi begitu lebay (berlebihan)? Itu karena akumulasi lobha-dosa-mohha yang membuatnya terus mengasihani diri sendiri dan membenci dunia hanya karena dikecewakan beberapa orang yang dianggapnya penting. Itu perbedaannya. Untuk orang yang bijak, sakit hati dikarenakan lawan jenis justru bisa membuatnya menjadi lebih dewasa dalam menghadapi hidup.

Nah, kalau kamu menyamakan sikap lebay dengan moha-dosa-lobha, wah rasanya koq nggak nyambung ya...???   [-X

Bagi saya pribadi, saya menghargai hak asasi bagi semua makhluk untuk hidup dalam kebebasannya. Homoseksual bukanlah hal yang perlu ditabukan dan dikucilkan.

Sikap yang pantas dipuji  =D>

Ada beberapa hal yang perlu ditekankan sebelum mengambil keputusan untuk berorientasi homoseks.

Homoseks bukan terjadi karena pengambilan keputusan... :) Kita yang tertarik pada lawan jenispun muncul ketertarikan bukan karena keputusan... Tapi mendadak aja muncul dorongan ketika melihat lawan jenis, misalnya muncul respon biologis tertentu  ;D. Saya menjadi heteroseks karena secara natural jadinya saya seperti ini, bukan karena keputusan saya. ketika saya terangsang secara biologis melihat cewek cantik dan masih muda sedang telanjang, hal ini bukan karena keputusan saya secara rasional, namun hasrat dalam tubuh saya yang bicara. Saya tidak bisa memerintahkan tubuh saya terangsang sesuai komando atau atas kemauan saya  :)) sebab itu nggak mungkin  ;D Demikian juga buat homoseks, mereka menjadi homoseks ya karena ada dorongan naluriahnya, bukan karena keputusan.


Pertama, perilaku homoseksual cenderung perilaku seks yang tidak sehat. Hal itu sudah saya uraikan sedikit di atas.

Wah, dari segi mana dikatakan tidak sehatnya?  :-?

Kedua, perilaku homoseksual adalah perilaku yang melenceng bagi fungsi biologis genital; reproduksi.

Masturbasi juga kan. Namun mengapa homoseks dianggap lebih mengerikan daripada masturbasi?  :-?

Dalam hal ini Anda juga seharusnya mempersoalkan Para Bhikkhu/Bhiksu yang selibat. Sebab ia memiliki genital yang memiliki fungsi reproduksi tapi dilencengkan menjadi sia-sia...Peringatan: Saya hanya memberi perbandingan, bukan sedang mengkritik kehidupan selibat loh... ;D

Intinya: Tidak ada yang bisa mewajibkan kelamin kita melakukan ini atau itu, selain diri kita sendiri  :)). Orang yang bijak tidak menghambur-hamburkan nafsunya, bukan karena ia merasa kelaminnya harus memiliki fungsi A atau B, namun ia sadar arti penting pengendalian nafsu. Nafsu dalam hal ini tidak mengenal hetero ataupun homo, nafsu adalah nafsu. Jika dihamburkan-hamburkan maka orang tersesat, jika dikendalikan dengan bijak maka dapat mendukung pencapaian penerangan.

Ketiga, perilaku homoseksual adalah wajar bagi nilai hak asasi manusia. Tapi perilaku ini merupakan penyimpangan interaksi seksual.

Bro, dalam kamus mana itu kata “penyimpangan interaksi seksual” muncul. Dalam dunia psikologi dan psikiatri saja, homoseksual tidak lagi dianggap sebagai penyimpangan.  :o

Buddhisme tidak menentang ataupun menyetujui perilaku ini. Karena perilaku seks seperti apapun dalam pandangan Buddhisme adalah sama; lobha.
Ya, karena itu Para Arahat pada dasarnya adalah aseksual.

Saya sendiri menghargai seseorang yang tegar menjalani hidupnya sebagai kaum homoseks. Tapi saya harap mereka bisa memahami tiga poin ini. Bila mereka sudah berani mengambil konsekuensi, maka silakan...
Maksud anda siap menjadi “menyimpang”. Ha... Anda di satu sisi berkata “menghargai” namun di sisi lain memberi cap “menyimpang” pada homoseks. Kalauanda tetap memberikan cap “menyimpang” ya itu namanya tidak menghargai. Jadi tidak perlu mengatakan kalau anda menghargai... Lebih jujur dan tidak perlu berbelit-belit  ;D

Itulah sebabnya kaum gay lebih riskan tertular HIV/AIDS.

Anda tidak bisa menyamaratakan semua gay lebih riskan tertular HIV... Saya tidak tahu apakah anda pernah bertemu dengan penderita HIV atau tidak... Namun, sebagai catatan saja, sebagian besar ODHA (Orang yang Hidup dengan HIV & AIDS) yang kutemui di Indonesia adalah heteroseks. Jumlah terbesar adalah pengguna narkoba suntik. Gay yang positif HIV sangat sedikit. Kalau anda tidak percaya silahkan lihat ke website milik KPA ini: http://www.aidsindonesia.or.id/data_detail.php?id_pages=40&id_language=2&id_ref_data=1&id_data=28

Ada banyak kasus seseorang bisa bertransformasi minat seks dari heteroseks ke homoseks. Faktor penyebab itu semua sudah kita singgung sedikit di atas. Lalu kenapa tidak mungkin ada kasus seseorang kembali bertransformasi minat seks dari homoseks ke heteroseks? :D

Yang mungkin sebenarnya hanya tranformasi dari homoseks dan heteroseks menjadi biseks. Jika seseorang yang awalnya memiliki orientasi tertentu, lantas di dalam dirinya muncul orientasi seksual lain, maka tidak mungkin ia serta merta melupakan “desire” seksual lamanya begitu saja. Maka jadinya orang tersebut menjadi biseks. Perpindahan orientasi seksual secara absolut (atau berubah 180 derajat) sama sekali tidak mungkin, tanpa adanya suatu perkecualian, yaitu terjadinya trauma terhadap orientasi seksual sebelumnya dan hal ini prosentase kasusnya sangat minim.

Transformasi dari homoseks ke heteroseks atau homoseks ke heteroseks, dalam arti berpindahan secara absolut dan sukarela, sebenarnya hampir-hampir mustahil. Jika ada kasus di mana seolah-olah terjadi transformasi dari “heteroseks” ke homoseks, itu biasanya terjadi karena pada umumnya orang tersebut tidak memahami orientasi seksual dirinya yang sebenarnya sehingga akhirnya bersikap kompromi dengan kecenderungan di masyarakat umum, sebelum akhirnya ia menemukan orientasi seksualnya. Sedangkan apa yang kita kira sebagai transformasi dari “homoseks” menjadi heteroseks, biasanya terjadi semata-mata munculnya dorongan yang kuat dari individu tersebut untuk diterima oleh masyarakat atau tidak tahan tekanan dari orang lain sehingga mengambil sikap “pura-pura” berubah orientasinya.


Saya tidak menyinggung seberapa mudahnya mencapai tingkat Arahat. Yang saya nyatakan adalah saya tidak menyetujui pendapat bahwa orientasi seks homoseks tidak bisa disembuhkan. Karena segala sesuatu ada dikarenakan suatu sebab, dan ada sebab lain yang bisa untuk meniadakannya. Tidak hanya orientasi homoseks; orientasi heteroseks, pedofilia seks, animalia seks, dsb. juga bisa disembuhkan dan ditanggalkan. :)

Maaf, perlu anda ketahui pedofilia, zoofilia, nekrofilia fetish dan sebagainya bukanlah termasuk orientasi seksual. Dalam wacana psikiatri dan psikologi, orientasi seksual hanya ada tiga, yaitu: heteroseks, homoseks, dan biseks, dan ketiga-tiganya dianggap setara dan sama sehatnya secara psikis. Kalau pedofilia, zoofilia, nekrofilia dan sebagainya itu memang masih dianggap sebagai gangguan psikologis.

Saya dalam hal ini menyinggung Arahat, karena ketika anda menyinggung tentang orang lepas “orientasi seksual” sama sekali, maka saya menyimpulkan haruslah orang yang telah lepas benar dari nafsu seksual. Sebab, orang yang belum lepas hasrat seksualnya pasti masih memiliki orientasi seksual, dan orang yang memiliki orientasi seksual berarti masih memiliki hasrat seksual. Jadi, jika orientasi seksual bisa ditanggalkan sama sekali berarti orang tersebut harus mencapai tingkat kesucian yang lepas dari hasrat seksual sama sekali. Bukankah begitu?
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #34 on: 14 October 2009, 04:24:43 PM »

bgini, jika dlm KTP dia pria, maka pd saat meninggal surat kematian dia disebutkan Gender sbg pria (ini yg sy maksud dg dikembalikan ke status awal, sesuai KTP), selanjutnya pertanyaan saya adalah sy minta bantuan utk mendptkan lagi referensi lain yg memiliki kisah sama, seseorang mengalami transgenital tapi mampu meraih arahat. jadi bukan ttg teori yg dikatakan para ahli, tapi ini benar2 nyata telah terekam dlm atthakatha ato tika dan yg sejenis...karena klo menulis paper kita hrs mendptkan beberapa referensi...smg penjelasan sy dpt diterima dg jelas...seblm n sesdhnya diucapkan terima ksh atas perhatian dan bantuannya

may all beings be happy

mettacittena,

sis Samaneri,
Di jaman Sang Buddha rasanya belum ada yang namanya transgenital. Lagipula tidak ada catatan mengenai orientasi seksual ataupun status kelamin dari Para Arahat, Anagami, Sakadagami ataupun Sotapanna di Jaman Sang Buddha :)) Wah, ini info yang benar2 sulit didapatkan.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #35 on: 14 October 2009, 04:40:44 PM »
Thanks Bro Sobat-Dhamma,
berarti hanya satu saja "Kisah Soreyya", yang karena mengagumi kulit putih bersih seorang arahat maka dia jadi wanita, untung aja timbunan kebajikan beliau cukup sehingga mampu menembus arahat.

untuk teori2 baik segi psikologis, medis, ato apapun, saya hargai, tapi apakah ada saran nyata dari DC? bagaimanapun mereka juga banyak yang berprestasi, jadi tidak ada salahnya bagaimana jika DC sbg pelopor ?
klo hny diskusi melulu, maaf siapa saja bisa...(klo kurang berkenan boleh dihapus ;D)

semoga ada langkah nyata, semoga semua mahkluk berbahagia...

mettacittena,

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #36 on: 14 October 2009, 05:44:29 PM »
Sebuah pandangan yang cukup menarik bro,

Tapi kenyataannya Sang Buddha sendiri memasukkan tindakan seks homoseksual ke dalam pelanggaran sila ketiga. Ini ada di dalam Upasaka Sutra yang dibabarkan Sang Bhagava sendiri. Kemudian dalam Sutra-sutra Mahayana yang lain juga tertulis bahwa Sang Buddha mengkategorikan seks sesama jenis sebagai tindakan seksual yang tidak pantas.

Dalam Cakkavatti Sihanada Sutta (Kanon Pali) disebutkan bahwa oleh karena micchadhamma umur manusia makin berkurang. YA Buddhaghosa memberikan komentaranya bahwa micchadhamma - yang kira2 berarti 'sesuatu yang salah/ keliru' adalah tindakan seksual antara sesama pria (gay) dan sesama wanita (lesbian). Jadi gay dan lesbian daalah faktor penyebab kemerosotan umat manusia.

Bahkan lebih tajam lagi, kitab Milinda Panha dan Visuddhimagga menyebutkan bahwa pandaka tidak dapat mencapai buah-buah kesucian (bahkan meditasi kasina-pun nggak bisa). Di kalangan Sarvastivada seperti Abhidharmakosa juga menyebutkan bahwa pandaka tidak dapat mencapai buah2 kesucian. Tapi tidak dijelaskan apakah ini berlaku pada semua kelima jenis pandaka. Namun kalau tidak salah saya pernah baca, bahwa Gampopa pernah mengatakan kalau seorang pandaka masih bisa mempraktekkan praktik Bodhisattva.

Peraturan yang melarang penggunaan anus / mulut sebagai objek lubang bagi alat kelamin untuk masuk sebenranya berkaitan dengan alasan kesehatan. Ini ditegaskan oleh Arya Nagarjuna sendiri di mana alasan pelanggaran sila ketiga bukan hanya objek orang yang tidak tepat saja, namun juga tindakan seksual yang merugikan kesehatan dimasukkan dalam pelanggaran sila ketiga. Dan yang sudah pasti adalah anal maupun oral sangat tidak disarankan karena bisa menyebabkan berbagai macam penyakit / luka.

Guru2 agung Vajrayana yang tercerahkan seperti Jey Tsongkhapa, Gampopa, Longchenpa, Jamgon Kongtrul, Patrul Rinpoche dan banyak lainnya juga menyebutkan anal atau oral seks sebagai tindakan seks yang menyimpang. Dalai Lama juga berkali-kali menegaskan bahwa tindakan seks gay / lesbi adalah bertentangan dengan agama Buddha.

Dalam Sutra Gongde Jing, Sang Buddha mengatakan bahwa homoseksual dapat mengantarkan seseorang pada kelahiran sebagai ubhavyanjanaka di kehidupan berikutnya. Master Hsuan Hua, murid Mahaguru Xu Yun dan pemegang garis silsilah Chan Guiyang juga menentang perilaku homoseksual dalam pembabaran Dharmanya dan mengatakan bahwa perilaku gay atau lesbi dapat menyebabkan kelahiran sebagai pandaka.

Pandaka dan homoseksual adalah berbeda, bisa dikatakan pandaka adalah para kaum homoseksual ekstrim yang nafsunya menggebu2. Dengan demikian anggapan bahwa pandaka tidak dapat tercerahkan tidak berlaku bagi kaum homoseksual secara keseluruhan. Namun yang jelas adalah homoseksual dapat mnegantarkan ke bentuk kelahiran manusia yang lebih rendah, mungkin inilah yang menyebakan tindakan homoseksual dimasukkan dalam pelanggaran sila.

Master Shengyen dari Dharma Drum, patriark Chan tradisi Linji dan Caodong juga mengatakan bahwa seks homoseksual adalah pelanggaran sila ketiga. Namun sama dengan Dalai Lama, Master Shengyen juga mendukung hak-hak dan perlakuan yang sama terhadap kaum gay.

Bahkan Bhante Uttamo Mahathera juga mengatakan bahwa homoseksual adalah perilaku menyimpang dan melanggar sila ketiga.

Kalau anggota Sangha yang pro homoseksual ada Bhante Dhammananda, Bhante Dhammika dan Ajahn Brahm. Bahkan Bhiksuni Thubten Chodron juga tidak menentang. Namun kenyataannya Sutra dan Sutta sabda Sakyamuni Buddha tidak berkata demikian.

Dulu dikenal segolongan bhiksu2 Tibet yang homo, melakukan pelanggaran Vinaya dengan berhubungan seks dengan para remaja pria menggunakan paha untuk merangsang alat kelamin (karena anus / mulut dianggap lubang yang terlarang). Mungkin karena melihat ini, Lama Jey Tsongkhapa memasukkan tindakan "berhubungan seks menggunakan paha" dalam kategori pelanggaran sila ketiga.

Tambahan: Dulu di Jepang lebih parah lagi, bhiksu2 banyak yang ada affair sama pelayan prianya ataupun para shramanera yang masih muda.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #37 on: 14 October 2009, 06:31:25 PM »
Intinya jelas bahwa Homoseksual (gay dan lesbi) adalah penyimpangan psikologi ngeseks dan fungsi seks sebenarnya.
Mengenai sila ketiga intinya penyimpangan seks, entah itu homoseksual ataupun heteroseksual yg ngeseks bebas walaupun belum menikah tetap melanggar sila ketiga.

Jangan gara2 tidak tertulis dalam tipitaka secara spesifik lalu dianggap sah segala penyimpangan seks yg terjadi. Seharusnya sebagai manusia mengenal Dhamma menggunakan panna untuk melihat segala sesuatu khususnya seks secara proposional dalam konteks perkembangan batin.

Gay dan Lesbi jelas menyimpang, kalau dibilang wajar tentu yg wajar menjadi tidak wajar. Yang seharusnya adalah sikap kita yg wajar terhadap mereka sebagaimana kita berinteraksi terhadap sesama manusia pada umumnya, tetapi bukan mewajarkan penyimpangan itu. Kalau sudah begini, entah mau jadi apa susunan moral kemasyarakatan kita.

Dan ini tidak berlaku hanya pada gay dan lesbi tetapi juga terhadap seks bebas/suka jajan.

Perlu diperjelas pula bahwa fungsi dari sila ketiga adalah untuk menghindari berkembangnya Lobha seks, jika lobha seks ini berkembang dan menjadi candu dan tidak terarah tentu melanggar sila. Bukan karena Sang Buddha tidak mengatakannya yg lebih spesifik lalu dianggap sah saja. Disinilah jadi orang ya mikir--->bahasa dewanya gitu  ;D

Mudah2an sila dapat dipegang teguh untuk perkembangan batin dan bukan untuk diplesetkan karena yang tertulis dan tidak tertulis.

 _/\_
« Last Edit: 14 October 2009, 06:34:57 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #38 on: 14 October 2009, 06:54:59 PM »
jagalah hati jangan kau nodai
jagalah iman lentera hidup ini
Samma Vayama

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #39 on: 14 October 2009, 07:39:16 PM »
maaf, saya ingin meluruskan permasalahan yg tampaknya memberikan kesan saya menyetujui pelanggaran Sila...maaf sekali lagi mohon jangan salah paham.

Bro Sobat-Dharma, Bro GandalftheElder, Bro Bond, Bro Andri yang baik,
sejak thread ini muncul yg ditanyakan bgmn kita bersikap, jadi saya teringat kisah Soreyya, lalu sy berpikir ingin membuat paper, selesai. titik, tidak ada saya menyetujui pelanggaran Sila, yang sy butuhkan adalah referensi utk menulis paper, apakah seseorang menyusun skripsi ttg Gay/Lesbi berarti dia menyetujui pelanggaran Sila?

selanjutnya saya menulis saran kpd Bro Sumana sbg kalyanamitta sebaiknya melakukan koreksi (krn bro Sumana mengatakan temannya dulu bukan Gay/Lesbi) agar teman tsb sadar. lebih jauh sy bercerita bhw ada umat di vihara kami yg sering bantu, disini sy bercerita ttg bagaimana kita bersikap, bukan lalu kita hajar dia rame2, kita buang jauh2, khan bukan demikian, klo mereka ingin puja bakti, ya nyatanya bener2 puja bakti dg baik, pengin meditasi ato harus kami usir..disini tidak menerima Gay/Lesbi meditasi...tentu tidak bukan?

mohon anda semua jangan salah paham, yang ditanyakan adalah bagaimana kita bersikap dg mereka, kita menulis ttg mereka, kita bersikap dlm masyarakat tidak berarti kita menyetujui pelangaran Sila. Ga mungkin orang mau puja bakti baik2 kita usir..tidak khan...

kemudian dlm kita bersikap ada baiknya sikap kita mengkoreksi mereka melalui meditasi, semoga bisa membimbing mereka ke jalan yang semestinya...mengkoreksi seseorang tidak harus dg kata2 kasar, tetapi dg metta, misal dg meditasi, itu juga salah satu bentuk mengembangkan metta, dg mereka bermeditasi lantas mereka jadi sadar dan tercerahkan...mana yang lebih baik dan mulia...mengucilkan mereka, menghajar mereka, ato membimbing mereka dg meditasi agar kembali ke jalan yg benar ? (maaf jika ada pihak2 yg kurang berkenan...ini saya menjelaskan masalah bukan untuk mendukung adanya Gay/Lesbi)

semoga penjelasan saya dapat menjernihkan kesan yang timbul seolah2 saya setuju dg pelanggaran Sila...

may all beings be happy

mettacittena,

Offline Tekkss Katsuo

  • Sebelumnya wangsapala
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.611
  • Reputasi: 34
  • Gender: Male
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #40 on: 14 October 2009, 08:45:50 PM »
 _/\_

menurut saya, gay, lesbian , bi, ataupun hetero..... semuanya sama, sama sama manusia... hanya saja karena yg hetero lebih banyak sehingga menjadi pihak major sedangkan yg homo menjadi pihak minoritas shg hal ini dipandang tdk wajar,, namun kembali kebatin batin masing masing, baik pihak hetero maupun homo yg masih terbelenggu oleh nafsu yang besar tetap sama sama akan mengembangkan LDM nya tanpa terkecuali... yang terpenting adalah bagaimana mereka mengendalikan pikiran mereka agar tdk melanggar sila 3.

Offline wiithink

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.630
  • Reputasi: 32
  • Gender: Female
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #41 on: 14 October 2009, 09:31:59 PM »
menurut gw sih wajar wajar aja dengan ada nya gay ato lesbian. salah satu faktor seseorang jadi gay ato lesbian tuh, adanya rasa troma.. makanya gw ndak heran kalo ada orang gay ato lesbian di sekitar lingkungan gw.

kalo gw, (mudah2an) berusaha ntuk mengajak mereka konseling dan menyarankan mereka ntuk melihat dunia dari sisi yang berbeda.. ada yang sukses alias balik ke normal, ada juga yang gagal

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #42 on: 15 October 2009, 12:33:24 AM »
Yg jelas sih Sang Buddha melarang kaum trans utk menjadi anggota Sangha dlm Vinaya.

_/\_ Samaneri Pannadevi
Kasus yg lain? Pernah ada koq di Indonesia, wanita yg bermalam di makam mantan Presiden I RI, Soekarno dan kemudian mengalami perubahan kelamin menjadi pria. Sempat masuk ke TV, ditayangkan di acara Kick Andy di Metro TV.
Bbrp link soal itu:
yahoogroups.com/msg33397.html]http://www.mail-archive.com/proletar [at] yahoogroups.com/msg33397.html

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=174980

http://www.kabarinews.com/printFriendly.cfm?articleID=31592

Atau kasus kehidupan sebelumnya dari Bhante Ananda yg pernah terlahir sbg Pandaka di salah 1 kehidupan sebelumnya sbg 1 dari sekian akibat krn berzinah? Yg ini saya belum mendapat referensinya, krn hanya mendengar dr sebuah dhammatalk oleh seorang Bhante.

_/\_
« Last Edit: 15 October 2009, 12:35:47 AM by xuvie »
appamadena sampadetha

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #43 on: 15 October 2009, 01:52:06 AM »
Quote from: sobat-dharma
Teori yang familiar belum tentu benar loh. Be careful :) Teori hormon misalnya, gagal menjelaskan mengapa banyak gay yang tetap maskulin dan lesbian yang tetap feminin.  Hormon seksual hanya menjelaskan mengapa seseorang memiliki karakter maskulin atau feminine, namun tidak bisa menjelaskan orientasi seksual seseorang.

Dalam banyak kasus, usaha untuk merubah orientasi seksual seseorang seringkali menimbulkan penderitaan yang besar pada individu bersangkutan. Kalau memang anda memiliki contoh kasus seperti itu, tolong sebutkan agar bisa kita bahas.

Betul. Apalagi teori yang tidak familiar, sangat meragukan kebenarannya. :)

Teori hormon telah menjelaskan mengapa banyak kaum gay yang tetap maskulin, dan mengapa banyak kaum lesbian yang tetap feminim. Silakan Anda baca di sini => http://en.wikipedia.org/wiki/Prenatal_hormones_and_sexual_orientation

Kandungan hormon estrogen yang cukup banyak dalam tubuh seorang pria, bisa membuatnya terobsesi untuk berperilaku atau bahkan ingin menjadi wanita. Salah satu contoh nyatanya adalah operasi transgender, maupun menjalani hidup sebagai shemale (waria). Sedangkan kandungan hormon testoteron yang cukup banyak dalam tubuh seorang wanita, bisa membuatnya terobsesi untuk berperilaku atau bahkan ingin menjadi lelaki.

Silakan Anda baca referensi-referensi ini...

- Mengenai pengalaman subjektif seseorang yang sudah keluar-masuk dalam kehidupan gay => http://au.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080501130756AAA8TuE
- Mengenai terapi awal untuk menyembuhkan orientator homoseks, berikut link untuk download buku petunjuk terapi dalam format pdf => http://psychservices.psychiatryonline.org/cgi/content/full/54/11/1552-a
- Mengenai hasil analisa ilmiah bahwa terapi bisa menyembuhkan orientasi homoseks => http://www.dailymail.co.uk/health/article-198760/Therapy-make-gays-heterosexual.html
- Mengenai hasil studi Robert Spitzer yang dipublikasi dalam sebuah paper tahun 2001 => http://www.ralliance.org/SpitzerStudy.html
- Siapakah Robert Spitzer, dan seberapa validkah studi dan prakteknya? => http://en.wikipedia.org/wiki/Robert_Spitzer_(psychiatrist)
- Website komunitas para ex-gay dan mantan kaum homoseks; mereka saling bercerita dan berbagi pengalaman => http://www.beyondexgay.com/who
- Kisah Jupiter Fortisimo yang pernah menjadi seorang gay => http://indonesianya.wordpress.com/2008/01/31/jupiter-fortissimo/
- dan masih banyak lagi...


Quote from: sobat-dharma
Saya kurang setuju dengan teori hormon anda.Pada skenario yang pertama misalnya, banyak waria yang setelah memutuskan untuk berdandan sebagai perempuan yang kemudian melakukan terapi hormon semata-mata untuk tetap tampil dalam wujud perempuan. Jadi kalau hormon yang menyebabkan ia menjadi waria atau transgender, buat apa yang bersangkutan harus bersusah payah melakukan terapi hormon semata-mata agar tetap tampil feminin atau maskulin (untuk trans female to male)??? Pada banyak kejadian, waria justru memiliki ciri2 hormonal yang sangat maskulin (seperti bulu lebat, tubuh yang berotot, dsb :)) ) sehinngga harus bersusah payah menutupinya. Bukankah ini menunjukkan bahwa bukan karena alasan hormon seseorang menjadi waria/transgender.
 
Sedangkan untuk skenario 2, sepengetahuanku, banyak homoseks yang awalnya belum pernah merasakan ketertarikan pada lawan jenis tetapi langsung tertarik pada sesama jenisnya (Ini kesimpulan dari beberapa skripsi tentang gay, wawancara penelitian yang kulakukan sendiri dan seorang temanku yang lesbian). Jadi tidak benar semua homoseks harus dimulai dari ketertarikan heteroseks terlebih dahulu sebelum akhirnya berubah orientasinya. Mereka dilahirkan memang sebagai homoseks.

Tidak semua kasus waria disebabkan faktoral hormon. Tidak semua kasus waria yang disebabkan faktoral hormon masih memiliki sifat maskulin yang kuat. Anda tidak bisa memukul rata semua kasus. Ada beberapa sebab yang mengakibatkan suatu hal. Tidak ada sebab tunggal ataupun sebab pertama. Tapi bisa saja di suatu kasus tertentu, ada sebab yang lebih dominan.

Coba kita lihat lagi tulisan saya sebelumya:
Skenario kedua adalah seseorang yang mulai tertarik pada orientasi seks ketika ia sudah memasuki masa puber. Mungkin pada awalnya dia cukup tertarik dengan lawan jenis, namun perlahan dia mulai menyukai sesama jenis.

Biar saya jelaskan kembali... Saya memakai kata "mungkin pada awalnya". Alasannya untuk menunjukkan kalau orientasi homoseksual pada kasus ini mulai berlangsung seiring dengan masa pubertas. Di mana ada kemungkinan saat masih kecil, orang itu cukup tertarik dengan lawan jenis (misalnya: bermain bersama, belajar bersama, jalan-jalan bersama, dsb.). Tapi setelah memasuki masa pubertas, pertumbuhan hormon mempengaruhinya dalam aspek minat seks. Ada beberapa kasus yang kedengarannya lucu. Saya pernah membaca referensi tentang seorang gay, yang pada awalnya dia tertarik dengan sesama lelaki setelah ia sendiri terangsang melihat tubuhnya yang tanpa busana di depan cermin. Obsesi ini kemudian semakin kuat sehingga dia pun memiliki minat seks pada sesama lelaki.


Quote from: sobat-dharma
Saya tidak paham mengapa anda tiba-tiba melompat dari hubungan yang sehat menuju ke hukum negara :) Lagipula untuk memiliki hubungan yang sehat tidak dibutuhkan peran negara ;D . Sehat atau tidaknya suatu hubungan semata-mata karena individunya. So, meski ada pernikahan toh banyak yang main serong juga atau tak jurang juga memperlakukan pasangannya di rumah semata-mata sebagai boneka seksnya belaka. Selembar surat nikah tidak dapat menjamin relasi yang sehat dalam berpasangan.... :))

Hubungan seks yang sehat memiliki tiga kriteria. Yang pertama sehat secara jasmaniah. Itu sidah kita bahas sebelumnya, yaitu hubungan seks anal (dan juga oral) serta berganti-ganti pasangan dan tidak menggunakan kondom adalah beresiko. Kriteria yang kedua adalah sehat secara psikologis. Artinya hubungan seks tidak dilakukan dengan paksaan, kekerasan, bersifat saling memberi, dan tidak merugikan pihak lain. Hal ini tidak perlu kita bahas, karena relevansinya adalah dengan si pelaku. Kriteria yang ketiga adalah secara hukum. Bila suatu negara tidak melegalkan, atau masyarakat tidak menerima orientasi seks itu, maka ini namanya hubungan seks tersebut tidak sehat. Lupakan mengenai selingkuh atau main serong. Itu adalah perihal personal dan tidak berkaitan dengan kriteria ketiga ini. Kriteria hubungan seks sehat yang ketiga ini berbicara mengenai nilai norma kemasyarakatan dan hukum yang berlaku. Bila suatu negara tidak melegalkan pernikahan homoseks, maka kaum homoseks hanya akan hidup meratapi nasibnya; "di mana cinta mereka tidak bisa bersatu di mahligai pernikahan". Sudah tentu hubungan mereka terdesak oleh hukum negara dan lingkungan masyarakat. ini yang saya maksudkan sebagai tidak sehat.


Quote from: sobat-dharma
Nah, kalau kamu menyamakan sikap lebay dengan moha-dosa-lobha, wah rasanya koq nggak nyambung ya...???   [-X

Coba kita tinjau lagi pernyataan saya di postingan sebelumnya...
...Faktor x itu adalah paradigma dan pola pandang internal. Seseorang yang hanya patah hati bisa saja bunuh diri daripada seseorang yang mengalami kebangkrutan super. Lalu kenapa seseorang bisa menjadi begitu lebay (berlebihan)? Itu karena akumulasi lobha-dosa-mohha yang membuatnya terus mengasihani diri sendiri dan membenci dunia hanya karena dikecewakan beberapa orang yang dianggapnya penting. Itu perbedaannya. Untuk orang yang bijak, sakit hati dikarenakan lawan jenis justru bisa membuatnya menjadi lebih dewasa dalam menghadapi hidup

Yang sedang saya singgung di postingan itu adalah reaksi personal terhadap masalah. Ada orang yang bunuh diri setelah patah hati; itu adalah wujud dari lobha-dosa-moha. Lobha karena dia ingin segera mencari kebebasan dari kesedihan. Dosa karena dia menolak kenyataan bahwa ia dikecewakan. Moha karena ia telah berbuat hal yang bodoh.

Demikian pula untuk kasus orang yang beralih orientasi ke homoseksual setelah dikecewakan lawan jenis. Itu semua adalah reaksi dasar manusia. Jenis kasus bunuh diri dan menjadi homoseks itu berbeda; tapi motivasinya sama.


Quote from: sobat-dharma
Homoseks bukan terjadi karena pengambilan keputusan... :) Kita yang tertarik pada lawan jenispun muncul ketertarikan bukan karena keputusan... Tapi mendadak aja muncul dorongan ketika melihat lawan jenis, misalnya muncul respon biologis tertentu ;D . Saya menjadi heteroseks karena secara natural jadinya saya seperti ini, bukan karena keputusan saya. ketika saya terangsang secara biologis melihat cewek cantik dan masih muda sedang telanjang, hal ini bukan karena keputusan saya secara rasional, namun hasrat dalam tubuh saya yang bicara. Saya tidak bisa memerintahkan tubuh saya terangsang sesuai komando atau atas kemauan saya :))  sebab itu nggak mungkin ;D  Demikian juga buat homoseks, mereka menjadi homoseks ya karena ada dorongan naluriahnya, bukan karena keputusan.

Kita semua terlahir sebagai ras manusia. Kita memiliki naluriah untuk menjadi makhluk pemakan segala jenis (omnivora). Sejak kecil, secara tidak sadar kita telah disisipkan pemkiran untuk memakan makanan yang bergizi seperti makanan hewani. Beberapa orang bahkan dipersuasi secara tidak langsung untuk lebih terfokus pada makanan hewani daripada nabati. Secara natural, kita semua telah dibimbing untuk menjadi makhluk yang bernafsu pada makanan-makanan. Oleh karena itu bisnis kuliner dan resto-cafe sedemikian meningkatnya. Tapi kita punya otoritas untuk mengambil keputusan ini. Menjadi seorang omnivora, vegetarian, fokus pada makanan hewani, atau makan hanya atas dasar pertimbangan untuk memberi tenaga pada tubuh dan melanjutkan hidup.

Demikian pula pada hal orientasi seks. Dalam Abhidhamma, seseorang memiliki watak yang dibentuk oleh berbagai faktor; salah satunya adalah tren / kecenderungan batin. Salah duanya adalah faktor eksternal; misalnya karena tekanan ataupun pengalaman. Kita yang terlahir dengan membawa orientasi seks heteroseks disebabkan karena kita membawa tren batin yang seperti ini di kehidupan lampau. Mengumbar nafsu seks dan perilaku seksual yang menyimpang bisa menyebabkan kita terlahir kembali dengan memiliki kecenderungan seks yang tidak normal.

Semua perilaku kita adalah keputusan kita. Harap Anda pahami, jangan terbesit di pikiran Anda bahwa ada hal-hal tertentu yang berjalan dengan sendirinya atau ada hal-hal yang tidak bisa kita putuskan. Dengan memegang pandangan benar dan pemahaman benar, seseorang yang sudah bergumul di orientasi seks homoseks bisa mengambil keputusan untuk tetap pada orientasi itu, beralih pada orientasi yang lain, menambah orientasi lain, ataupun meninggalkan semua orientasi itu.


Quote from: sobat-dharma
Wah, dari segi mana dikatakan tidak sehatnya? :-?

Sudah saya jelaskan berkali-kali di postingan sebelumnya. Silakan Anda membaca kembali postingan-postingan saya.


Quote from: sobat-dharma
Masturbasi juga kan. Namun mengapa homoseks dianggap lebih mengerikan daripada masturbasi?  :-?

Dalam hal ini Anda juga seharusnya mempersoalkan Para Bhikkhu/Bhiksu yang selibat. Sebab ia memiliki genital yang memiliki fungsi reproduksi tapi dilencengkan menjadi sia-sia...Peringatan: Saya hanya memberi perbandingan, bukan sedang mengkritik kehidupan selibat loh... ;D

Intinya: Tidak ada yang bisa mewajibkan kelamin kita melakukan ini atau itu, selain diri kita sendiri :)) . Orang yang bijak tidak menghambur-hamburkan nafsunya, bukan karena ia merasa kelaminnya harus memiliki fungsi A atau B, namun ia sadar arti penting pengendalian nafsu. Nafsu dalam hal ini tidak mengenal hetero ataupun homo, nafsu adalah nafsu. Jika dihamburkan-hamburkan maka orang tersesat, jika dikendalikan dengan bijak maka dapat mendukung pencapaian penerangan.

Orang bijak akan memikirkan terlebih dahulu sebelum berbuat. Apakah punya alat kelamin namun tidak digunakan untuk berhubungan seks itu kebodohan / kekeliruan? Tidak. Karena jika kita mengerti bahwa kenikmatan seksual hanya akan mengakibatkan dukkha, maka orang yang bijak tahu bahwa ia tidak perlu memakai alat kelamin sebagai fungsi untuk berhubungan seks atau reproduksi.

Mengenai masturbasi, itu adalah satu perilaku untuk memuaskan birahi / mencapai orgasme oleh diri sendiri. Secara seksologi, masturbasi memang salah satu perilaku seks. Tapi secara biologis, masturbasi bukanlah hubungan seks / kawin. Masturbasi bukan wujud aplikasi dari fungsi genital untuk bereproduksi. Masturbasi hanyalah penyimpangan hubungan seks, karena pemuasan dicapai tidak bersama dengan pasangan.


Quote from: sobat-dharma
Bro, dalam kamus mana itu kata “penyimpangan interaksi seksual” muncul. Dalam dunia psikologi dan psikiatri saja, homoseksual tidak lagi dianggap sebagai penyimpangan. :o

Istilah itu saya sendiri yang menggunakannya. Saya tidak tahu apakah ada orang lain yang juga menggunakannya atau memakai istilah lain yang mirip dengannya.

Sebagai manusia, kita sebaiknya menjunjung tinggi hak asasi manusia. Silakan setiap orang berbuat atas kehendaknya sendiri. Mau selibat, hetereoseks, homoseks, dsb... Tapi bila kita melihat struktur biologis dari manusia yang terdiri dari pria dan wanita, perilaku seks pada orientasi sesama jenis adalah penyimpangan interaksi seksual.

Organ kelamin (genital) pada manusia tersusun untuk 'saling melengkapi', sesuai keseimbangan hukum alam. Hubungan seks, hubungan intim, kawin, senggama; semua ini adalah aktivitas hubungan yang melibatkan organ kelamin. Organ kelamin pada pria dan wanita tersusun secara biologis sebagai organ yang kondusif untuk melakukan aktivitas seksual; yang pada akhirnya adalah fungsi reproduksi.

Hubungan seks antar sesama jenis tidak mewadahkan fungsional alamiah seperti ini. Seiring dengan minat umat manusia pada aktivitas seks, maka hubungan seks pun sudah dijadikan sarana hiburan. Minat seks pun tidak hanya terbatas pada lawan jenis, tapi juga pada sesama jenis, pada orang lain yang masih kecil, minat pada spesies lain, minat pada seonggok mayat, dsb.

Menurut data dari para ilmuwan... selain manusia, lumba-lumba adalah spesies mamalia lain yang juga melakukan hubungan seks sebagai sarana hiburan. Dan ternyata, spesies lumba-lumba juga mengenal adanya orientasi homoseks. => http://en.wikipedia.org/wiki/Homosexual_behavior_in_animals

Kini sudah lebih jelas, bahwa pada dasarnya orientasi seks heteroseks adalah rangsangan alamiah bagi semua makhluk yang berkembang biak melalui metode reproduksi-seksual. Tapi karena tingkat kecerdasan tertentu, beberapa makhluk menjadikan hubungan seks sebagai sarana hiburan. Dan sarana ini makin berkembang seiring inovasi pemikiran mereka sehingga muncullah orientasi-orientasi seks yang lain.
« Last Edit: 15 October 2009, 01:58:33 AM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
« Reply #44 on: 15 October 2009, 01:52:21 AM »
Quote from: sobat-dharma
Maksud anda siap menjadi “menyimpang”. Ha... Anda di satu sisi berkata “menghargai” namun di sisi lain memberi cap “menyimpang” pada homoseks. Kalauanda tetap memberikan cap “menyimpang” ya itu namanya tidak menghargai. Jadi tidak perlu mengatakan kalau anda menghargai... Lebih jujur dan tidak perlu berbelit-belit  ;D

Saya menghargai kebebasan semua orang. Terserah dia mau menjadi seorang homoseks, teroris, psikopat, dsb. Tapi saya harap mereka memutuskan untuk menjadi seperti itu dengan pemahaman yang matang. Dan saya hanya berusaha menyajikan informasi dari sudut pandang saya, agar kiranya mereka tahu semua konsekuensinya.

Supaya Anda tidak meraba-raba dan menyangka saya berbelit-belit, maka saya jelaskan maksud saya dalam satu kalimat:

"Saya menghargai kaum homoseks, tapi saya harap mereka paham dengan apa yang mereka lakukan."


Quote from: sobat-dharma
Anda tidak bisa menyamaratakan semua gay lebih riskan tertular HIV... Saya tidak tahu apakah anda pernah bertemu dengan penderita HIV atau tidak... Namun, sebagai catatan saja, sebagian besar ODHA (Orang yang Hidup dengan HIV & AIDS) yang kutemui di Indonesia adalah heteroseks. Jumlah terbesar adalah pengguna narkoba suntik. Gay yang positif HIV sangat sedikit. Kalau anda tidak percaya silahkan lihat ke website milik KPA ini: http://www.aidsindonesia.or.id/data_detail.php?id_pages=40&id_language=2&id_ref_data=1&id_data=28

Kalau mengenai data itu, saya sudah tahu. Jumlah penderita HIV/AIDS karena hubungan seks yang ada di Indonesia memang didominasi oleh kaum heteroseks; karena pergaulan bebas.

Yang saya maksud di postingan sebelumnya adalah bahwa kaum gay lebih beresiko terjangkit HIV/AIDS daripada kaum lesbian. Masih ingatkah Anda sejarah munculnya virus HIV/AIDS? Dulu di Amerika, beberapa orang mengidap penyakit aneh yang membuat sistem imun di tubuh mereka menurun drastis. Beberapa kasus orang meninggal dan ternyata teridentifikasi bahwa penyakit itu disebabkan oleh virus HIV. Dugaan kala itu diperkirakan bahwa virus menyeberang dari spesies kera ke manusia melalui kontak fisik (luka). Di Amerika pada waktu itu, kaum gay sedang merebak cukup pesat. Banyak kaum gay yang teridentifikasi mengidap HIV/AIDS. Padahal bisa Anda bayangkan bahwa kaum heteroseks di Amerika jelas sekali lebih banyak daripada kaum gay. Pada saat itu, publik mengutuk kaum gay sebagai kaum yang pantas mengidap penyakit AIDS karena perilaku mereka. Namun ketika seorang anak kecil yang bahkan belum pernah melakukan hubungan seks ternyata mengidap HIV/AIDS, publik pun dibuat terpana. Anak ini membawa HIV/AIDS sejak lahir. Publik pun mengerti bahwa HIV/AIDS bukanlah ganjaran bagi kaum gay. Tapi ini adalah permasalahan bagi umat manusia. Sejak saat itu, berlakulah undang-undang untuk melakukan hubungan seks yang aman.


Quote from: sobat-dharma
Yang mungkin sebenarnya hanya tranformasi dari homoseks dan heteroseks menjadi biseks. Jika seseorang yang awalnya memiliki orientasi tertentu, lantas di dalam dirinya muncul orientasi seksual lain, maka tidak mungkin ia serta merta melupakan “desire” seksual lamanya begitu saja. Maka jadinya orang tersebut menjadi biseks. Perpindahan orientasi seksual secara absolut (atau berubah 180 derajat) sama sekali tidak mungkin, tanpa adanya suatu perkecualian, yaitu terjadinya trauma terhadap orientasi seksual sebelumnya dan hal ini prosentase kasusnya sangat minim.

Transformasi dari homoseks ke heteroseks atau homoseks ke heteroseks, dalam arti berpindahan secara absolut dan sukarela, sebenarnya hampir-hampir mustahil. Jika ada kasus di mana seolah-olah terjadi transformasi dari “heteroseks” ke homoseks, itu biasanya terjadi karena pada umumnya orang tersebut tidak memahami orientasi seksual dirinya yang sebenarnya sehingga akhirnya bersikap kompromi dengan kecenderungan di masyarakat umum, sebelum akhirnya ia menemukan orientasi seksualnya. Sedangkan apa yang kita kira sebagai transformasi dari “homoseks” menjadi heteroseks, biasanya terjadi semata-mata munculnya dorongan yang kuat dari individu tersebut untuk diterima oleh masyarakat atau tidak tahan tekanan dari orang lain sehingga mengambil sikap “pura-pura” berubah orientasinya.

Silakan Anda menggenggam keyakinan seperti itu. Saya sangat menghargai hak Anda itu.

Yang pasti saya sudah sertakan beberapa bukti mengenai retransformasi orientasi seks di atas. Dan sampai sekarang saya masih memegang keyakinan bahwa orientasi seks hanyalah perihal tren batin dan otoritas untuk mengambil keputusan.


Quote from: sobat-dharma
Maaf, perlu anda ketahui pedofilia, zoofilia, nekrofilia fetish dan sebagainya bukanlah termasuk orientasi seksual. Dalam wacana psikiatri dan psikologi, orientasi seksual hanya ada tiga, yaitu: heteroseks, homoseks, dan biseks, dan ketiga-tiganya dianggap setara dan sama sehatnya secara psikis. Kalau pedofilia, zoofilia, nekrofilia dan sebagainya itu memang masih dianggap sebagai gangguan psikologis.

Saya dalam hal ini menyinggung Arahat, karena ketika anda menyinggung tentang orang lepas “orientasi seksual” sama sekali, maka saya menyimpulkan haruslah orang yang telah lepas benar dari nafsu seksual. Sebab, orang yang belum lepas hasrat seksualnya pasti masih memiliki orientasi seksual, dan orang yang memiliki orientasi seksual berarti masih memiliki hasrat seksual. Jadi, jika orientasi seksual bisa ditanggalkan sama sekali berarti orang tersebut harus mencapai tingkat kesucian yang lepas dari hasrat seksual sama sekali. Bukankah begitu?

Perilaku seksual apapun itu sama. Wacana dalam dunia psikiatri dan psikologi tidak bisa dipaksakan untuk selaras dengan prinsip Buddhisme. Dan saya lebih condong pada prinsip Buddhisme.

Betul. Saya menyatakan bahwa "orientasi homoseks bisa ditanggalkan; orientasi hetereoseks juga bisa ditanggalkan; orientasi seks apapun juga bisa ditanggalkan". Alasannya sudah saya ketik di postingan sebelumnya, bahwa orientasi seks disebabkan karena beberapa sebab. Dengan mematahkan penyebab kelangsungannya, kita bisa menanggalkan semua hasrat seksual.

Sekali lagi saya tegaskan, bukanlah perihal mudah atau sulitnya mencapai tingkat Arahat. Yang saya sebutkan di postingan sebelumnya adalah "semua orientasi seksual bisa ditanggalkan". Makanya saya tidak setuju dengan pernyataan dari Sigmund Freud.



Saya rasa diskusi kita mengenai hal ini cukup di sini. Selanjutnya, saya tidak ingin melanjutkan argumentasi pada Anda seputar hal ini.

Terima kasih atas diskusi yang menarik ini, Bro Sobat-Dharma. :)