Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Komunitas => Keluarga & Teman => Topic started by: sumana on 13 October 2009, 11:26:28 AM

Title: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: sumana on 13 October 2009, 11:26:28 AM
 _/\_  _/\_  _/\_

Apakah menurut anda GAY/LESBIAN itu wajar ?
Apakah orang tua yg mendukung hal tersebut sehingga menjadi suatu ke-"wajar"-an ?

Wajar kah menurut anda ?
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 13 October 2009, 11:29:55 AM
selama masih terjebak samsara, wajar. menurut aye pribadi sih wajar-wajar aja
tapi secara norma sosial sih mungkin belum diterima yak di Indonesia.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Sumedho on 13 October 2009, 11:31:01 AM
wajar itu batasannya sangat bervariasi tergantung ukuran apa kita melihatnya.

kalau buat saya sih wajar saja. kalau buat norma di arab misalnya, yah tidak.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: hatRed on 13 October 2009, 11:35:07 AM
tidak wajar.

alat kelamin pria tidak didesain untuk berpasangan dengan pria

begitu pula perempuan.

bused dari tadi pagi topiknya yg ngeres2 melulu :hammer: apa g nya yg ngeres.. :hammer:
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Tekkss Katsuo on 13 October 2009, 12:24:20 PM
 _/\_

dalam dunia yg penuh samsara ini semua terjebak oleh jodoh kamma,,, segala sesuatu bisa wajar dan tidak wajar semua tergantung pada pandangan masing masing org, namun sesungguhnya pasangan apapun juga tidak terlepas dari kemelekatan akan jasmani dan batin.... So, mao wajar atau tdk org yg berpasangan yg tentukan sendiri, apakah hal itu wajar bagi mereka..

 _/\_
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 13 October 2009, 12:54:01 PM
_/\_  _/\_  _/\_

Apakah menurut anda GAY/LESBIAN itu wajar ?
Apakah orang tua yg mendukung hal tersebut sehingga menjadi suatu ke-"wajar"-an ?

Wajar kah menurut anda ?


salam sejahtera selalu Bro Sumana,
semula avatar anda mirip Bro Gachapin yaitu Sang Buddha, apakah benar ?

tentang pertanyaan anda, jika saya amati anda selalu menggunakan metoda Sang Buddha, yaitu pengulangan hingga 3 kali, sejak namaste (3x) hingga pertanyaan anda ini juga 3x. tetapi yg anda minta adalah 3 sisi, yaitu secara pandangan umum, orang tua dan pribadi (CMIIW).

saya rasa secara umum orang timur masih menolak, sedang orang barat lebih liberal. para orang tua selalu bersedih hati dan hancur bila putra/i nya menjadi berkepribadian demikian. secara pribadi saya sendiri melihat hal tsb masih belum bisa diterima baik dari sisi sosial maupun agama, klo mo nikah juga repot, klo bersosialisasi juga repot, namun ini semua kembali ke pribadi masing2.

sebenarnya sy ingin merujuk pada sutta, tapi blm ketemu di sutta mana, sysedang mencari di sutta mana yang mengisahkan hal ini, yaitu di Jaman Sang Buddha ada seorang Bhikkhu yang bernama YM.Kacchayana (atau YM.Kacchana yg mana yg benar blm ketemu suttanya), beliau karena berpikiran bagaimana klo menjadi seorang wanita (tepatnya waktu itu beliau bangga dg kulitnya yg halus, seperti wanita layaknya), maka berubah menjadi wanita, dan memiliki suami serta melahirkan 2 orang anak, yang dilahirkan sendiri dari rahim beliau serta menyusuinya sendiri. Karena timbunan kebajikan beliau cukup untuk mencapai arahat maka beliau mampu meraih arahat dan kembali menjadi semula. mohon para glomod, mod dan rekan2 DC yang bisa bantu untuk menemukan sutta ini mohon bantuan sharingnya, seblm n sesdhnya diucapkan terima kasih.

may all beings be happy

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 13 October 2009, 01:11:27 PM
bukan dari sutta. tetapi dari komentar dhammapada syair 43.
Dan yang berganti kelamin adalah Soreyya, karena melihat Maha Kacchayana.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: dhammadinna on 13 October 2009, 01:24:03 PM
http://web.ukonline.co.uk/buddhism/dmpada2b.htm

Verse 43

III (9) The Story of Soreyya

While residing at the Jetavana monastery, the Buddha uttered Verse (43) of this book, with reference to Soreyya, the son of a rich man of Soreyya city.

On one occasion, Soreyya accompanied by a friend and some attendants was going out in a luxurious carriage for a bath. At that moment, Thera Mahakaccayana was adjusting his robes outside the city, as he was going into the city of Soreyya for alms-food. The youth Soreyya, seeing the golden complexion of the thera, thought, "How I wish the thera were my wife, or else that the complexion of my wife were like that of his." As the wish arose in him, his sex changed and he became a woman. Very much ashamed, he got down from the carriage and ran away, taking the road to Taxila. His companions missing him, looked for him, but could not find him.

Soreyya, now a woman, offered her signet ring to some people going to Taxila, to allow her to go along with them in their carriage. On arrival at Taxila, her companions told a young rich man of Taxila about the lady who came along with them. The young rich man, finding her to be very beautiful and of a suitable age for him, married her. As a result of this marriage two sons were born; there were also two sons from the previous marriage of Soreyya as a man.

One day, a rich man's son from the city of Soreyya came to Taxila with five hundred carts. Lady-Soreyya recognizing him to be an old friend sent for him. The man from Soreyya city was surprised that he was invited, because he did not know the lady who invited him. He told the lady-Soreyya that he did not know her, and asked her whether she knew him. She answered that she knew him and also enquired after the health of her family and other people in Soreyya city. The man from Soreyya city next told her about the rich man's son who disappeared mysteriously while going out for a bath. Then the Lady-Soreyya revealed her identity and related all that had happened, about the wrongful thoughts with regard to Thera Mahakaccayana, about the change of sex, and her marriage to the young rich man of Taxila. The man from the city of Soreyya then advised the lady-Soreyya to ask pardon of the thera. Thera Mahakaccayana was accordingly invited to the home of Soreyya and alms-food was offered to him. After the meal, the lady-Soreyya was brought to the presence of the thera, and the man from Soreyya told the thera that the lady was at one time the son of a rich man from Soreyya city. He then explained to the thera how Soreyya was turned into a female on account of his wrongful thoughts towards the respected thera. Lady-Soreyya then respectfully asked pardon of Thera Mahakaccayana. The thera then said, "Get up, I forgive you." As soon as these words were spoken, the woman was changed back to a man. Soreyya then pondered how within a single existence and with a single body he had undergone change of sex and how sons were born to him, etc. And feeling very weary and repulsive of all these things, he decided to leave the household life and joined the Order under the thera.

After that, he was often asked, "Whom do you love more, the two sons you had as a man or the other two you had as a wife?" To them, he would answer that his love for those born of the womb was greater. This question was put to him so often, he felt very much annoyed and ashamed. So he stayed by himself and with diligence, contemplated the decay and dissolution of the body. He soon attained arahatship together with the Analytical Insight. When the old question was next put to him he replied that he had no affection for any one in particular. Other bhikkhus hearing him thought he must be telling a lie. When reported about Soreyya giving a different answer, the Buddha said, "My son is not telling lies, he is speaking the truth. His answer now is different because he has now realized arahatship and so has no more affection for anyone in particular. By his well-directed mind my son has brought about in himself a well-being which neither the father nor the mother can bestow on him."

Then the Buddha spoke in verse as follows:

Verse 43: Not a mother, nor a father, nor any other relative can do more for the well-being of one than a rightly-directed mind can.

At the end of the discourse many attained Sotapatti Fruition.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: dhammadinna on 13 October 2009, 01:31:07 PM
Berarti besar sekali pengaruh kekuatan pikiran yang salah, yang dilakukan Soreyya terhadap YM Mahakaccayana ya.. Bisa langsung berubah begitu..
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: johan3000 on 13 October 2009, 02:26:18 PM
_/\_  _/\_  _/\_

Apakah menurut anda GAY/LESBIAN itu wajar ?
Apakah orang tua yg mendukung hal tersebut sehingga menjadi suatu ke-"wajar"-an ?

Wajar kah menurut anda ?


Bagaimana kalau anak saya gay/lebian ?

nah itu perlu dilihat fisik (alat kelamin) dan psikis...(otak/pikirannya)...

kalau bukan kesalahan anak, ya ortu akan mendukung 100%
mencintain apa adanya...........

wajar atau tidak itu karna kesepakatan umum...........

menurut saya cowok ketemu tempel pipi itu tidak wajar...
soalnya mukanya berminyak terus ngapain ditempelin.......

tapi ada pihak lain yg senang melakukannya..... monggo aja....
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: bond on 13 October 2009, 02:33:21 PM
Secara psikologis, Gay atau lesbi tidak normal karena memang sudah tidak selaras dengan kodrat alam sebagaimana pria dan wanita. Tetapi dan tentunya kita  patut mengasihani mereka akibat perbuatan lampau mereka dengan tidak mengucilkan mereka ataupun melakukan diskriminasi sosial. Hanya dalam hal2 tertentu kelainan psikologis ini perlu diperhatikan. Misal dalam hal untuk menjadi bhikkhu.

Mengenai sorreya dan YM Mahakaccayana. Tidak hanya karena kelalaian dalam pikiran tetapi yg fatal adalah jatuhnya  benih pikiran pada tanah yg super subur (arahat) sehingga langsung berbuah.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 13 October 2009, 03:06:32 PM
bukan dari sutta. tetapi dari komentar dhammapada syair 43.
Dan yang berganti kelamin adalah Soreyya, karena melihat Maha Kacchayana.
http://web.ukonline.co.uk/buddhism/dmpada2b.htm

Verse 43

III (9) The Story of Soreyya

While residing at the Jetavana monastery, the Buddha uttered Verse (43) of this book, with reference to Soreyya, the son of a rich man of Soreyya city.

On one occasion, Soreyya accompanied by a friend and some attendants was going out in a luxurious carriage for a bath. At that moment, Thera Mahakaccayana was adjusting his robes outside the city, as he was going into the city of Soreyya for alms-food. The youth Soreyya, seeing the golden complexion of the thera, thought, "How I wish the thera were my wife, or else that the complexion of my wife were like that of his." As the wish arose in him, his sex changed and he became a woman. Very much ashamed, he got down from the carriage and ran away, taking the road to Taxila. His companions missing him, looked for him, but could not find him.

Soreyya, now a woman, offered her signet ring to some people going to Taxila, to allow her to go along with them in their carriage. On arrival at Taxila, her companions told a young rich man of Taxila about the lady who came along with them. The young rich man, finding her to be very beautiful and of a suitable age for him, married her. As a result of this marriage two sons were born; there were also two sons from the previous marriage of Soreyya as a man.

One day, a rich man's son from the city of Soreyya came to Taxila with five hundred carts. Lady-Soreyya recognizing him to be an old friend sent for him. The man from Soreyya city was surprised that he was invited, because he did not know the lady who invited him. He told the lady-Soreyya that he did not know her, and asked her whether she knew him. She answered that she knew him and also enquired after the health of her family and other people in Soreyya city. The man from Soreyya city next told her about the rich man's son who disappeared mysteriously while going out for a bath. Then the Lady-Soreyya revealed her identity and related all that had happened, about the wrongful thoughts with regard to Thera Mahakaccayana, about the change of sex, and her marriage to the young rich man of Taxila. The man from the city of Soreyya then advised the lady-Soreyya to ask pardon of the thera. Thera Mahakaccayana was accordingly invited to the home of Soreyya and alms-food was offered to him. After the meal, the lady-Soreyya was brought to the presence of the thera, and the man from Soreyya told the thera that the lady was at one time the son of a rich man from Soreyya city. He then explained to the thera how Soreyya was turned into a female on account of his wrongful thoughts towards the respected thera. Lady-Soreyya then respectfully asked pardon of Thera Mahakaccayana. The thera then said, "Get up, I forgive you." As soon as these words were spoken, the woman was changed back to a man. Soreyya then pondered how within a single existence and with a single body he had undergone change of sex and how sons were born to him, etc. And feeling very weary and repulsive of all these things, he decided to leave the household life and joined the Order under the thera.

After that, he was often asked, "Whom do you love more, the two sons you had as a man or the other two you had as a wife?" To them, he would answer that his love for those born of the womb was greater. This question was put to him so often, he felt very much annoyed and ashamed. So he stayed by himself and with diligence, contemplated the decay and dissolution of the body. He soon attained arahatship together with the Analytical Insight. When the old question was next put to him he replied that he had no affection for any one in particular. Other bhikkhus hearing him thought he must be telling a lie. When reported about Soreyya giving a different answer, the Buddha said, "My son is not telling lies, he is speaking the truth. His answer now is different because he has now realized arahatship and so has no more affection for anyone in particular. By his well-directed mind my son has brought about in himself a well-being which neither the father nor the mother can bestow on him."

Then the Buddha spoke in verse as follows:

Verse 43: Not a mother, nor a father, nor any other relative can do more for the well-being of one than a rightly-directed mind can.

At the end of the discourse many attained Sotapatti Fruition.

 [at]  Bro Gachapin, thanks banget, dlm wkt 17 menit sdh lgs terposting jwban anda, sungguh cepat sekali (dlm hati sy berharap semoga ujian bisa nanya ya...)...just kidding...skali lagi thanks...nambah boleh ya...ada lagi ngga? krn klo mo buat paper setidaknya ada 2 ato 3 referensi, mungkin bukan dijaman Sang Buddha, ada ngga ya?

 [at]  Sis Melia, thanks banget,wah anda dlm wkt 30 menit sdh lgs terposting, anda memberikan secara lengkap, ini sy butuhkan buat paper, ada lagi ngga ya? (bukan dikasih hati minta rempela lho, ini beneran nanya, thx)

may all beings be happy

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: dhammadinna on 13 October 2009, 03:15:10 PM
owh, saya justru nyontek dari bro gachapin, search di google ;D Btw, samaneri perlu bahan tentang materi apa? nanti saya coba carikan lagi...
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 13 October 2009, 03:30:14 PM
owh, saya justru nyontek dari bro gachapin, search di google ;D Btw, samaneri perlu bahan tentang materi apa? nanti saya coba carikan lagi...

wah cocok nih, semoga ujian bisa nanya nihhh...(hehehe...)
gini sis Melia klo mo buat paper setidaknya ada 2 ato 3 referensi, jadi selain kisah diatas, ada lagi ga? krn klo hnya dari 1 kasus saja kurang kuat, sehingga kalo ada beberapa maka bisa kuat datanya bisa dibuat paper, ini baru ide, krn tugas kita ada yg dari dosen, ada yg bebas, nah yg bebas kok tiba2 terbersit ttg hal ini 2 hari yg lalu gara2 salah satu rekan DC, ga tahunya ketemu hari ini dg Bro Gachapin dan anda. salut buat Bro Gachapin saya sll dibantu udah setahun gabung di DC, memang dia spt komputer, ditanya sll langsung kasih jawaban...skali lagi thanks Bro Gachapin n Sis Melia...

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: sobat-dharma on 13 October 2009, 03:43:12 PM
Menurut PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan & Diagnosis Gangguan Jiwa) yang diterbitkan oleh Depkes RI, homoseksual adalah varian orientasi seksual yang sama normalnya dengan heteroseksual.  Begitu juga menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) dan ICD-10 (Internatonal Classification of Disease).Ketiga manual dalam dunia psikiatri dan psikologi yang antara lain diterbitkan oleh APA (Amerika) dan WHO (Dunia) secara gamblang dan terbuka menyatakan bahwa homoseksual bukan lagi gangguan jiwa dan merupakan perilaku seksual yang sama sehatnya dengan heteroseksual sejak tahun 1973.

Bahkan, jauh hari di awal 1900an, Sigmund Freud, tokoh pendiri psikoanalisis yang sangat berpengaruh, jelas-jelas mengatakan bahwa homoseksual adalah hal yang wajar. Banyak tokoh besar dunia, seperti Leonardo Da Vinci, Tchaikovsky, Virginia Woolf, dll.adalah seorang homoseks. Selain itu, Sigmund Freud juga berusaha meyakinkan seorang ibu, yang menyuratinya untuk menanyakan pendapatnya tentang puteranya yang gay, bahwa homoseksual bukan penyakit dan tidak mungkin disembuhkan. Setiap usaha untuk merubah orientasi seksual seorang homoseks justru mengakibatkan penderitaan pada individu bersangkutan.

Penerus Freud, Carl Gustav Jung mengemukakan bahwa pada setiap manusia sebenarnya di dalam dirinya terdapat aspek maskulin maupun feminin secara bersamaan yang disebutnya sebagai Anima dan Animus. Seseorang yang secara sadar berkarakter maskulin pada sisi dalamnya sebenarnya tersembunyi feminitas, sebaliknya juga demikian. Jadi, setiap manusia apakah itu laki-laki ataupun perempuan memiliki sisi feminin maupun maskulin di dalam dirinya.

Sedangkan di dunia Antropologi, Ruth Benedict, seorang antropolog Amerika, jelas-jelas menegaskan bahwa yang menyebabkan masalah psikologis pada seorang homoseks bukanlah orientasi seksualnya semata-mata, melainkan sikap diskriminatif dari masyarakat sekitar yang mengasingkannya. Akibat diasingkan, dikucilkan dan banyak menerima perlakuan tidak adil yang akhirnya menyebabkan seorang homoseks mengalami tekanan.

Sayangnya, pendapat para ahli ini masih harus berbentulan dengan pandangan umum yang masih menilai perilaku homoseks sebagai hal yang tidak wajar. Akibatnya adalah munculnya perilaku yang melecehkan, merendahkan dan mendiskriminasi gay, lesbian dan biseks. Padahal kalau mau jujur, apalah bedanya kaum homoseks jika dibandingkan kita2 yang heteroseks? Perbedaan hanya pada orientasi seksual belaka, sedangkan sisanya tidak ada lagi yang berbeda. Benar-benar hanyalah manusia biasa!

 
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: bond on 13 October 2009, 03:52:14 PM
Bagaimana vinaya yg melarang seorang gay menjadi bhikkhu?
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 13 October 2009, 03:55:46 PM
itu sudah pernah dibahas bond. pandaka itu ada lima. yang dilarang adalah pandaka yang organnya ada kelainan. yang gay dan yang tukang ngintip (kalau modern, mungkin tukang nonton film porno kali yak =)) ) tidak dilarang.

tapi kalau sudah jadi Bhikkhu, tentu saja segala bentuk perbuatan seksual dilarang, entah dengan tangan sendiri, sesama jenis, mayat, lain jenis, binatang.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 13 October 2009, 03:58:33 PM
 _/\_

salam kenal Bro Sobat Dhamma,
salam sejahtera selalu,

saya mohon dibantu bisa ga? yang jadi pertanyaan saya 2 hari yl dg salah satu rekan DC itu adalah mengenai hal ini tapi bisa meraih arahat, klo hanya ditinjau dari segi kejiwaan dan lain sebagainya, itu bagian lain lagi, yang jadi perhatian saya adalah mereka2 ini mampu meraih arahat di kehidupan mereka saat itu juga...

biasanya khan kalo udah meninggal dia dibalikin ke status awal, klo dulunya cowok dijadikan cowok lagi kayak si "Ratu Banci" (lupa namanya, sorry), mamanya bule, ayahnya orang Indonesia, klo ga salah tinggal di bandung, kasihan meninggal krn Aids...nah klo ini memang dia dijadikan cowok lagi oleh keluarganya, namun yg sy  maksud kali ini adalah karena berhasil berubah bukan operasi maupun bukan karena meninggal, tapi karena memang kekuatan kamma seperti kisah Soreyya itu, anda bisa bantu kasih referensi Bro Sobat Dhamma? thanks seblm n sesdhnya.

may all beings be happy

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: bond on 13 October 2009, 04:07:17 PM
itu sudah pernah dibahas bond. pandaka itu ada lima. yang dilarang adalah pandaka yang organnya ada kelainan. yang gay dan yang tukang ngintip (kalau modern, mungkin tukang nonton film porno kali yak =)) ) tidak dilarang.

tapi kalau sudah jadi Bhikkhu, tentu saja segala bentuk perbuatan seksual dilarang, entah dengan tangan sendiri, sesama jenis, mayat, lain jenis, binatang.

Baru tau gay boleh jadi bhikkhu asal ..itunya normal  ^-^

Kalau gay cewek cemana yg gayanya kayak cewek gitu dah...bisa jadi bhikkhu juga asal anunya normal?

 

Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Nevada on 13 October 2009, 04:20:32 PM
Orientasi homoseksual hanya orientasi minat seks. Beberapa kasus karena disebabkan oleh pengaruh kadar hormon. Beberapa kasus disebabkan karena pengalaman buruk dengan lawan jenis. Beberapa kasus disebabkan karena ketertarikan sensasi hubungan.

Untuk kasus gay/lesbian karena faktor hormon, sebaiknya lingkungan tidak mediskriminasikan mereka; justru mengarahkan mereka pada orientasi seks yang lebih baik. Melalui pendekatan personal dan bimbingan, diharapkan agar mereka bisa beralih ke orientasi seks yang sehat. Untuk kasus gay/lesbian karena pengalaman buruk dengan lawan jenis, dibutuhkan dukungan ekstra dari orang-orang terdekat untuk membantunya menerima kenyataan dalam hidup mereka. Sebagian besar faktor ini dimotivasi oleh sakit hati dalam hubungan sosial antar-lawan jenis; maupun mencari pelampiasan orientasi seks pada sesama jenis. Maka dari itu, orang yang suka menyakiti perasaan pacarnya (lawan jenis), seringkali membuat pacarnya trauma dan menjadi beralih orientasi seks. Sedangkan untuk kasus gay/lesbian karena ketertarikan sensasi hubungan, hal ini disebabkan oleh sensasi hubungan intim sesama jenis yang lebih menarik daripada sensasi hubungan intim dengan lawan jenis. Kasus ini tergolong sebagai kasus perubahan pola pikir / transformasi minat. Tidak hanya orientasi seks, kasus transformasi minat ini juga hampir terjadi pada semua orang dalam aspek lain. Misalnya seseorang dulu tidak suka memakai baju merah, namun suatu hari dia menjadi suka memakai pakaian berwarna merah. Butuh penyadaran internal untuk dapat membuat mereka mengalihkan orientasi seks.

Menurut Centers for Disease Control, tingkat resiko terjangkit virus HIV/AIDS bagi seorang gay jauh lebih tinggi dari tingkat resiko bagi seorang lesbian. Orientasi homoseksual, terutama bagi kaum gay, cenderung riskan untuk terjangkit berbagai jenis penyakit kelamin.

Secara pribadi, saya tidak menyetujui pendapat Sigmund Freud yang menyatakan orientasi homoseksual tidak bisa disembuhkan. Orientasi homoseksual hanya orientasi minat seks. Melalui pandangan dan pemahaman yang baik, seseorang bisa mengalihkan orientasi seks ini; atau bahkan menanggalkan semua jenis orientasi seks.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: dhammadinna on 13 October 2009, 04:23:52 PM
Samaneri, cerita yang seperti itu tidak ketemu. Tp kalo referensi2 seputar citta vagga, bisa lihat di sini:

http://www.aimwell.org/Books/Suttas/Dhammapada/03-Citta/03-citta.html
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 13 October 2009, 04:34:32 PM
Samaneri, cerita yang seperti itu tidak ketemu. Tp kalo referensi2 seputar citta vagga, bisa lihat di sini:

http://www.aimwell.org/Books/Suttas/Dhammapada/03-Citta/03-citta.html

thanks, Sis Melia...krn klo ada yg lain tidak hanya berdasar satu kisah saja khn lbh kuat, misalnya kayak gini ya, orang jahat itu pasti masuk neraka khan, nah ini ada kisah angulimala sukses mencapai arahat, ada kisah Raja Asoka sukses jadi sotapanna, semua pembunuh awalnya, Raja Asoka membunuh 99 brothers nya yg se ayah, ditambah para bhikkhu krn tdk mau menjalankan uposatha, baru berhenti setelah kakaknya (oya 99-1 yg jadi bhikkhu) menghadang di depan pedang, sebenarnya perdana mentrinya yg melakukan tapi atas nama Raja, yah sama2 kamma ditanggung bersama...jadi dg kisah ini maksud saya juga begitu dg kisah yg gay/lesbi ini...kira2 ada kisah lain ga ya?...

skali lagi thanks banget atas perhatian Sis Melia...Anumodana

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 13 October 2009, 04:41:22 PM
Samaneri, cerita yang seperti itu tidak ketemu. Tp kalo referensi2 seputar citta vagga, bisa lihat di sini:

http://www.aimwell.org/Books/Suttas/Dhammapada/03-Citta/03-citta.html

nampaknya ada kesalahan ketik, di link ini dikisahkan Maha Kassapa, padahal yang benar Maha Kacchayana, kasihan pembaca yg tidak tahu pali text, akan membaca terjemahan ini pasti mengira Maha Kassapa.

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: dhammadinna on 13 October 2009, 04:43:48 PM
nampaknya ada kesalahan ketik, di link ini dikisahkan Maha Kassapa, padahal yang benar Maha Kacchayana, kasihan pembaca yg tidak tahu pali text, akan membaca terjemahan ini pasti mengira Maha Kassapa.

Oh iya, benar... :)
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: sobat-dharma on 14 October 2009, 01:20:33 AM
_/\_

salam kenal Bro Sobat Dhamma,
salam sejahtera selalu,

salam kenal juga pannadevi


saya mohon dibantu bisa ga? yang jadi pertanyaan saya 2 hari yl dg salah satu rekan DC itu adalah mengenai hal ini tapi bisa meraih arahat, klo hanya ditinjau dari segi kejiwaan dan lain sebagainya, itu bagian lain lagi, yang jadi perhatian saya adalah mereka2 ini mampu meraih arahat di kehidupan mereka saat itu juga...

Laki-laki dan perempuan, dalam Buddhisme, keduanya bisa mencapai Kearahatan. Mengapa gay, lesbian, biseks yang sering dianggap (secara kurang tepat) "berada di percampuran antara keduanya" tidak? Saya pikir pencapaian Kearahatan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, gender ataupun orientasi seksualnya. Kalau menurut saya tidak ada alasan mengatakan gay, lesbian dan biseks tidak mencapai Kearahatan... (cmiiw)

biasanya khan kalo udah meninggal dia dibalikin ke status awal, klo dulunya cowok dijadikan cowok lagi kayak si "Ratu Banci" (lupa namanya, sorry), mamanya bule, ayahnya orang Indonesia, klo ga salah tinggal di bandung, kasihan meninggal krn Aids...nah klo ini memang dia dijadikan cowok lagi oleh keluarganya, namun yg sy  maksud kali ini adalah karena berhasil berubah bukan operasi maupun bukan karena meninggal, tapi karena memang kekuatan kamma seperti kisah Soreyya itu, anda bisa bantu kasih referensi Bro Sobat Dhamma? thanks seblm n sesdhnya.

Mohon maaf, saya kurang mengerti pertanyaan Anda ataupun kisah tersebut. Mohon diperjelas.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: sobat-dharma on 14 October 2009, 02:15:12 AM
Orientasi homoseksual hanya orientasi minat seks. Beberapa kasus karena disebabkan oleh pengaruh kadar hormon. Beberapa kasus disebabkan karena pengalaman buruk dengan lawan jenis. Beberapa kasus disebabkan karena ketertarikan sensasi hubungan.

Banyak teori tentang alasan seseorang menjadi homoseks... Namun, para psikolog dan psikiater umumnya sepakat bahwa orientasi seksual seseorang tidak bisa dirubah semata-mata dengan terapi...

Untuk kasus gay/lesbian karena faktor hormon, sebaiknya lingkungan tidak mediskriminasikan mereka; justru mengarahkan mereka pada orientasi seks yang lebih baik. Melalui pendekatan personal dan bimbingan, diharapkan agar mereka bisa beralih ke orientasi seks yang sehat.

Maksudnya faktor bawaan? Teori hormon sebenarnya sudah banyak dibantah. Umumnya, hanya dikatakan penyebab homoseks adalah faktor bawaan atau genetis, bukan soal hormon (cmiiw). Dalam kasus ini, sepengalaman saya melalui beberapa penelitian dan data kebanyakan homoseks mulai merasakan sensasi ketertarikan seksualnya ada usia akil balik atau puber, sedangkan para waria merasakan dirinya sebagai perempuan yang terjebak dalam tubuh laki-laki sejak usia 4, 5 hingga 6 tahun. Hal ini bisa dijelaskan dengan teori psikologi. Ketertarikan seksual genital umumnya muncul pada usia puber sehingga orientasi seksual seseorang sebenarnya paling terasa muncul saat menginjak remaja, sedangkan identifikasi jenis kelamin seseorang muncul pada usia lebih dini yaitu sekitar 4-5 tahun. Maka, tidak heran dorongan homoseks banyak dirasakan pada usia remaja sedangkan perasaan dirinya adalah perempuan pada waria muncul pada usia 4-5 tahun. Hal ini memperkuat anggapan bahwa homseksual dan transgender dibentuk oleh faktor yang sifatnya genetis. Nah, kalau dikarenakan mereka dibentuk oleh faktor bawaan atau genetis mustahil untuk dirubah dengan pendekatan atau bimbingan kayak apapun. Sebaliknya, bimbingan dan konseling justru diarahkan untuk menerima orientasi seksual yang dirasakannya secara sehat dan wajar, apapun itu: hetero ataupun homo.

Lagipula, semua orientasi seksual sama sehatnya jika dilakukan dengan suka sama suka dan tidak berlebihan. Yang tidak sehat adalah nafsu seksual yang dipuaskan secara berlebihan (sebab mempertebal lobha) dan pelampisan seksual yang menyebabkan penderitaan makhluk lain. Bahkan untuk yang menjalankan kehidupan suci, segala bentuk kegiatan seks (apa itu hetero ataupun homo) tidak boleh diikuti.

Untuk kasus gay/lesbian karena pengalaman buruk dengan lawan jenis, dibutuhkan dukungan ekstra dari orang-orang terdekat untuk membantunya menerima kenyataan dalam hidup mereka. Sebagian besar faktor ini dimotivasi oleh sakit hati dalam hubungan sosial antar-lawan jenis; maupun mencari pelampiasan orientasi seks pada sesama jenis. Maka dari itu, orang yang suka menyakiti perasaan pacarnya (lawan jenis), seringkali membuat pacarnya trauma dan menjadi beralih orientasi seks.

Sepengalaman saya memang ada kasus seperti itu... Namun, saya juga mengenal banyak orang yang pernah mengalami luka dalam hubungan hetero tapi toh tidak pernah memutuskan untuk beralih kepada hubungan homoseksual. Jelas, ada faktor x yang menyebabkan terjadinya perbedaan pilihan orientasi kemudian hari antara individu-individu yang pernah mengalami kekecewaan dalam relasi heteroseksual.  Kalau menurutku, individu yang akhirnya memilih menjadi homoseks setelah kecewa dengan relasi heteroseksnya pada dasarnya di dalam dirinya telah memiliki dorongan tersebut. Hanya kemudian dorongan tersebut menunggu waktunya atau kesempatan untuk teraktualkan. Pada keseharian, kita semua dididik dalam lingkungan yang menekankan keunggulan dan saklarnya menjadi heteroseksual, sehingga kemudian dalam diri kita semua setelah dewasa terbentuk kesadaran untuk merepresi semua dorongan yang bertentangan dengan hasrat heteroseksual. Dalam diri individu yang memiliki dorongan homoseksual dan heteroseksual yang cenderung berimbang di dalam dirinya, karena adanya faktor budaya, dorongan homoseksual kemudian tampak seolah-olah tidak muncul. Pada kondisi ini, ia bisa merasa yakin dirinya adalah heteroseks dan terus bertahan demikian jika tidak ada peristiwa yang menyebabkannya mempertanyakan orientasinya.

Dalam kasus ini, peristiwa pemicu tidak harus berupa kekecewaan terhadap relasi heteroseksual belaka. Saya pribadi pernah menerima pertanyaan dari seorang klien, seorang bapak berusia 40 tahunan yang sudah beristeri dan beranak, tidak ada masalah dalam hubungan rumah tangganya, namun tiba-tiba terdorong untuk melakukan hubungan homoseks setelah menonton film porno gay. Jadi pemicu seorang heteroseks yang akhirnya  menjadi homoseks tidak semuanya dikarenakan oleh peristiwa2 negatif belaka.

Sedangkan untuk kasus gay/lesbian karena ketertarikan sensasi hubungan, hal ini disebabkan oleh sensasi hubungan intim sesama jenis yang lebih menarik daripada sensasi hubungan intim dengan lawan jenis. Kasus ini tergolong sebagai kasus perubahan pola pikir / transformasi minat. Tidak hanya orientasi seks, kasus transformasi minat ini juga hampir terjadi pada semua orang dalam aspek lain. Misalnya seseorang dulu tidak suka memakai baju merah, namun suatu hari dia menjadi suka memakai pakaian berwarna merah. Butuh penyadaran internal untuk dapat membuat mereka mengalihkan orientasi seks.

Kalau gitu, apa salahnya seseorang berubah minatnya. Mengapa perlu "disadarkan".

Menurut Centers for Disease Control, tingkat resiko terjangkit virus HIV/AIDS bagi seorang gay jauh lebih tinggi dari tingkat resiko bagi seorang lesbian. Orientasi homoseksual, terutama bagi kaum gay, cenderung riskan untuk terjangkit berbagai jenis penyakit kelamin.

Perilaku gay menjadi berisiko tertular HIV dan IMS hanya terjadi jika diikuti dengan analseks (seks melalui anus), sedangkan lesbian tidak mengenal analseks. Seks melalui anus berbahaya karena meninggalkan luka-luka kecil dalam anus sehingga menyebabkan virus dan bakteri mudah menyeberang ke jaringan tubuh yang lainnya. Hal yang sama sebenarnya berlaku juga dalam seks vaginal.  Baik analseks maupun vaginal sama-sama menyisakan luka dalam alat kelamin atau anggota tubuh yang menerima penetrasi, sehingga keduanya dikatakan berisiko tinggi terinfeksi HIV dan IMS. Penyebab penularan HIV dan IMS, salah satunya, terjadi karena hubungan seks yang tidak aman (tidak menggunakan kondom) dan sering bertukar-tukar pasangan, tidak dikarenakan oleh orientasi seksual tertentu. Dalam hal ini, pasangan gay yang saling setia dengan satu pasangan resiko penularannya akan lebih kecil dibandingkan lesbian yang selalu bertukar pasangan atau heteroseksual yang suka ke lokalisasi tanpa menggunakan kondom.

Secara pribadi, saya tidak menyetujui pendapat Sigmund Freud yang menyatakan orientasi homoseksual tidak bisa disembuhkan. Orientasi homoseksual hanya orientasi minat seks. Melalui pandangan dan pemahaman yang baik, seseorang bisa mengalihkan orientasi seks ini; atau bahkan menanggalkan semua jenis orientasi seks.

begitu juga heteroseksual juga hanya orientasi minat seksual.... Mudahkah bagi kita untuk menanggalkan orientasi seksual kita dan berganti dengan yang lain? Mungkinkah saya yang jelas-jelas selalu muncul "desire" ketika melihat perempuan yang sesuai selera saya  ;D kemudian berusaha menjadi homoseks dan pura-pura tidak menyukai perempuan??? Demikian juga, homoseks yang muncul "desire" di dalam dirinya ketika melihat laki-laki yang ia sukai, kemudian berpura-pura tidak lagi menyukai laki-laki...  Mungkin kita bisa mengajak atau mempersuasi seorang homoseks untuk melakukan hubungan seks dan mulai melihat lawan jenis sebagai obyek seksualnya, namun sama sekali mustahil menghilangkan minatnya pada sesama jenisnya. Jika seandainya orientasi seksual seseorang begitu mudah ditanggalkan, seperti hanya minat akan warna pakaian, dan lantas menjadi aseksual, maka seharusnya pencapaian menjadi Arahat hanya akan menjadi semudah membalik telapak tangan....  Karena membuang semua orientasi seksual sama saja membuang desire kita :)
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: sumana on 14 October 2009, 09:35:25 AM
Jika ada teman kita yg gay/lesbi, sebaiknya bagaimana kita menyikapi hal tersebut ?

jika awalnya teman tsb bukan gay/lesbi tetapi bertemu dgn sese-"org" (boleh jadi pria ato wanita), terus sese-org ini mengawali dgn orientasi seks nya kpd tmn kita yg sebelumnya tdk tertarik, namun pada akhirnya jd terbujuk jg utk melakukannya, hal ini tentunya merupakan suatu "paksaan" secara lembut. dalam hal ini apakah anda menyetujui/melegalkan hubungan yg demikian atau sebaliknya ?
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Nevada on 14 October 2009, 09:40:07 AM
Quote from: sobat-dharma
Banyak teori tentang alasan seseorang menjadi homoseks... Namun, para psikolog dan psikiater umumnya sepakat bahwa orientasi seksual seseorang tidak bisa dirubah semata-mata dengan terapi...

Betul, ada banyak teori penyebab seseorang berorientasi homoseks. Dan saya menyinggung tiga teori yang paling familiar. Meski memang orientasi seks ini tidak semata-mata bisa dirubah dengan terapi saja, tapi ada beberapa kasus di mana terapi berhasil mengubahnya.


Quote from: sobat-dharma
Maksudnya faktor bawaan? Teori hormon sebenarnya sudah banyak dibantah. Umumnya, hanya dikatakan penyebab homoseks adalah faktor bawaan atau genetis, bukan soal hormon (cmiiw). Dalam kasus ini, sepengalaman saya melalui beberapa penelitian dan data kebanyakan homoseks mulai merasakan sensasi ketertarikan seksualnya ada usia akil balik atau puber, sedangkan para waria merasakan dirinya sebagai perempuan yang terjebak dalam tubuh laki-laki sejak usia 4, 5 hingga 6 tahun. Hal ini bisa dijelaskan dengan teori psikologi. Ketertarikan seksual genital umumnya muncul pada usia puber sehingga orientasi seksual seseorang sebenarnya paling terasa muncul saat menginjak remaja, sedangkan identifikasi jenis kelamin seseorang muncul pada usia lebih dini yaitu sekitar 4-5 tahun. Maka, tidak heran dorongan homoseks banyak dirasakan pada usia remaja sedangkan perasaan dirinya adalah perempuan pada waria muncul pada usia 4-5 tahun. Hal ini memperkuat anggapan bahwa homseksual dan transgender dibentuk oleh faktor yang sifatnya genetis. Nah, kalau dikarenakan mereka dibentuk oleh faktor bawaan atau genetis mustahil untuk dirubah dengan pendekatan atau bimbingan kayak apapun. Sebaliknya, bimbingan dan konseling justru diarahkan untuk menerima orientasi seksual yang dirasakannya secara sehat dan wajar, apapun itu: hetero ataupun homo.

Lagipula, semua orientasi seksual sama sehatnya jika dilakukan dengan suka sama suka dan tidak berlebihan. Yang tidak sehat adalah nafsu seksual yang dipuaskan secara berlebihan (sebab mempertebal lobha) dan pelampisan seksual yang menyebabkan penderitaan makhluk lain. Bahkan untuk yang menjalankan kehidupan suci, segala bentuk kegiatan seks (apa itu hetero ataupun homo) tidak boleh diikuti.

Teori hormon di sini biasa dikenal dalam dua skenario. Yang pertama adalah skenario seseorang (misalnya pria) yang berperilaku dan merasa dirinya sebagai wanita; karena faktoral kandungan hormon. Karena faktor ini, secara alamiah dia tertarik pada sesama jenis. Skenario kedua adalah seseorang yang mulai tertarik pada orientasi seks ketika ia sudah memasuki masa puber. Mungkin pada awalnya dia cukup tertarik dengan lawan jenis, namun perlahan dia mulai menyukai sesama jenis.

Orientasi seks sehat yang saya maksud bukan berarti mendiskreditkan hubungan intim sesama jenis. Orientasi seks yang sehat itu dibangun atas dasar komitmen, kasih-sayang, dan tanggung jawab. Di luar itu, semua hanyalah wujud aplikasi nafsu biologis. Dan tidak semua negara melegalkan pernikahan homoseksual. Oleh karena itu, kaum homoseksual cenderung hidup dalam hubungan yang kurang sehat.


Quote from: sobat-dharma
Sepengalaman saya memang ada kasus seperti itu... Namun, saya juga mengenal banyak orang yang pernah mengalami luka dalam hubungan hetero tapi toh tidak pernah memutuskan untuk beralih kepada hubungan homoseksual. Jelas, ada faktor x yang menyebabkan terjadinya perbedaan pilihan orientasi kemudian hari antara individu-individu yang pernah mengalami kekecewaan dalam relasi heteroseksual.  Kalau menurutku, individu yang akhirnya memilih menjadi homoseks setelah kecewa dengan relasi heteroseksnya pada dasarnya di dalam dirinya telah memiliki dorongan tersebut. Hanya kemudian dorongan tersebut menunggu waktunya atau kesempatan untuk teraktualkan. Pada keseharian, kita semua dididik dalam lingkungan yang menekankan keunggulan dan saklarnya menjadi heteroseksual, sehingga kemudian dalam diri kita semua setelah dewasa terbentuk kesadaran untuk merepresi semua dorongan yang bertentangan dengan hasrat heteroseksual. Dalam diri individu yang memiliki dorongan homoseksual dan heteroseksual yang cenderung berimbang di dalam dirinya, karena adanya faktor budaya, dorongan homoseksual kemudian tampak seolah-olah tidak muncul. Pada kondisi ini, ia bisa merasa yakin dirinya adalah heteroseks dan terus bertahan demikian jika tidak ada peristiwa yang menyebabkannya mempertanyakan orientasinya.

Dalam kasus ini, peristiwa pemicu tidak harus berupa kekecewaan terhadap relasi heteroseksual belaka. Saya pribadi pernah menerima pertanyaan dari seorang klien, seorang bapak berusia 40 tahunan yang sudah beristeri dan beranak, tidak ada masalah dalam hubungan rumah tangganya, namun tiba-tiba terdorong untuk melakukan hubungan homoseks setelah menonton film porno gay. Jadi pemicu seorang heteroseks yang akhirnya  menjadi homoseks tidak semuanya dikarenakan oleh peristiwa2 negatif belaka.

Betul. Faktor x itu adalah paradigma dan pola pandang internal. Seseorang yang hanya patah hati bisa saja bunuh diri daripada seseorang yang mengalami kebangkrutan super. Lalu kenapa seseorang bisa menjadi begitu lebay (berlebihan)? Itu karena akumulasi lobha-dosa-mohha yang membuatnya terus mengasihani diri sendiri dan membenci dunia hanya karena dikecewakan beberapa orang yang dianggapnya penting. Itu perbedaannya. Untuk orang yang bijak, sakit hati dikarenakan lawan jenis justru bisa membuatnya menjadi lebih dewasa dalam menghadapi hidup.

Untuk kasus seorang bapak yang beralih orientasi menjadi homoseksual setelah menonton film porno gay, itu sudah saya jelaskan di postingan sebelumnya. Itu termasuk pada kasus teori transformasi minat seks.


Quote from: sobat-dharma
Kalau gitu, apa salahnya seseorang berubah minatnya. Mengapa perlu "disadarkan".

Bagi saya pribadi, saya menghargai hak asasi bagi semua makhluk untuk hidup dalam kebebasannya. Homoseksual bukanlah hal yang perlu ditabukan dan dikucilkan.

Ada beberapa hal yang perlu ditekankan sebelum mengambil keputusan untuk berorientasi homoseks. Pertama, perilaku homoseksual cenderung perilaku seks yang tidak sehat. Hal itu sudah saya uraikan sedikit di atas. Kedua, perilaku homoseksual adalah perilaku yang melenceng bagi fungsi biologis genital; reproduksi. Ketiga, perilaku homoseksual adalah wajar bagi nilai hak asasi manusia. Tapi perilaku ini merupakan penyimpangan interaksi seksual.

Buddhisme tidak menentang ataupun menyetujui perilaku ini. Karena perilaku seks seperti apapun dalam pandangan Buddhisme adalah sama; lobha. Saya sendiri menghargai seseorang yang tegar menjalani hidupnya sebagai kaum homoseks. Tapi saya harap mereka bisa memahami tiga poin ini. Bila mereka sudah berani mengambil konsekuensi, maka silakan...


Quote from: sobat-dharma
Perilaku gay menjadi berisiko tertular HIV dan IMS hanya terjadi jika diikuti dengan analseks (seks melalui anus), sedangkan lesbian tidak mengenal analseks. Seks melalui anus berbahaya karena meninggalkan luka-luka kecil dalam anus sehingga menyebabkan virus dan bakteri mudah menyeberang ke jaringan tubuh yang lainnya. Hal yang sama sebenarnya berlaku juga dalam seks vaginal.  Baik analseks maupun vaginal sama-sama menyisakan luka dalam alat kelamin atau anggota tubuh yang menerima penetrasi, sehingga keduanya dikatakan berisiko tinggi terinfeksi HIV dan IMS. Penyebab penularan HIV dan IMS, salah satunya, terjadi karena hubungan seks yang tidak aman (tidak menggunakan kondom) dan sering bertukar-tukar pasangan, tidak dikarenakan oleh orientasi seksual tertentu. Dalam hal ini, pasangan gay yang saling setia dengan satu pasangan resiko penularannya akan lebih kecil dibandingkan lesbian yang selalu bertukar pasangan atau heteroseksual yang suka ke lokalisasi tanpa menggunakan kondom.

Itulah sebabnya kaum gay lebih riskan tertular HIV/AIDS.


Quote from: sobat-dharma
begitu juga heteroseksual juga hanya orientasi minat seksual.... Mudahkah bagi kita untuk menanggalkan orientasi seksual kita dan berganti dengan yang lain? Mungkinkah saya yang jelas-jelas selalu muncul "desire" ketika melihat perempuan yang sesuai selera saya  ;D kemudian berusaha menjadi homoseks dan pura-pura tidak menyukai perempuan??? Demikian juga, homoseks yang muncul "desire" di dalam dirinya ketika melihat laki-laki yang ia sukai, kemudian berpura-pura tidak lagi menyukai laki-laki...  Mungkin kita bisa mengajak atau mempersuasi seorang homoseks untuk melakukan hubungan seks dan mulai melihat lawan jenis sebagai obyek seksualnya, namun sama sekali mustahil menghilangkan minatnya pada sesama jenisnya. Jika seandainya orientasi seksual seseorang begitu mudah ditanggalkan, seperti hanya minat akan warna pakaian, dan lantas menjadi aseksual, maka seharusnya pencapaian menjadi Arahat hanya akan menjadi semudah membalik telapak tangan....  Karena membuang semua orientasi seksual sama saja membuang desire kita :)

Ada banyak kasus seseorang bisa bertransformasi minat seks dari heteroseks ke homoseks. Faktor penyebab itu semua sudah kita singgung sedikit di atas. Lalu kenapa tidak mungkin ada kasus seseorang kembali bertransformasi minat seks dari homoseks ke heteroseks? :D

Saya tidak menyinggung seberapa mudahnya mencapai tingkat Arahat. Yang saya nyatakan adalah saya tidak menyetujui pendapat bahwa orientasi seks homoseks tidak bisa disembuhkan. Karena segala sesuatu ada dikarenakan suatu sebab, dan ada sebab lain yang bisa untuk meniadakannya. Tidak hanya orientasi homoseks; orientasi heteroseks, pedofilia seks, animalia seks, dsb. juga bisa disembuhkan dan ditanggalkan. :)
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: johan3000 on 14 October 2009, 10:37:39 AM
wuuu mantep benar penjelasan bro Upasaka ... spt mengikutin kuliah gitu...

gini aja dibuat Lesbian Town, dan Gay Town,...
biar mereka bisa hidup dgn tenteram disana
spt China Town gitu...

dan kapan2 kita bisa jalan2 kesana..
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 14 October 2009, 10:40:05 AM
_/\_

salam kenal Bro Sobat Dhamma,
salam sejahtera selalu,

salam kenal juga pannadevi


saya mohon dibantu bisa ga? yang jadi pertanyaan saya 2 hari yl dg salah satu rekan DC itu adalah mengenai hal ini tapi bisa meraih arahat, klo hanya ditinjau dari segi kejiwaan dan lain sebagainya, itu bagian lain lagi, yang jadi perhatian saya adalah mereka2 ini mampu meraih arahat di kehidupan mereka saat itu juga...

Laki-laki dan perempuan, dalam Buddhisme, keduanya bisa mencapai Kearahatan. Mengapa gay, lesbian, biseks yang sering dianggap (secara kurang tepat) "berada di percampuran antara keduanya" tidak? Saya pikir pencapaian Kearahatan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, gender ataupun orientasi seksualnya. Kalau menurut saya tidak ada alasan mengatakan gay, lesbian dan biseks tidak mencapai Kearahatan... (cmiiw)

Anda benar, tidak tergantung dan tidak ada diskriminasi seseorang mencapai arahat, itu dari pria ato perempuan sama2 memiliki kesempatan yang sama mencapai keArahatan. maksud saya yang dg kasus beda ini, contoh dari kisah Soreyya, adakah kisah lain dg yg mirip kasus tsb, bhw seseorang yg mengalami transgenital mampu meraih arahat selain kisah Soreyya? jika ada dpt dijadikan bahan refensi tugas paper (gitu maksud saya)

biasanya khan kalo udah meninggal dia dibalikin ke status awal, klo dulunya cowok dijadikan cowok lagi kayak si "Ratu Banci" (lupa namanya, sorry), mamanya bule, ayahnya orang Indonesia, klo ga salah tinggal di bandung, kasihan meninggal krn Aids...nah klo ini memang dia dijadikan cowok lagi oleh keluarganya, namun yg sy  maksud kali ini adalah karena berhasil berubah bukan operasi maupun bukan karena meninggal, tapi karena memang kekuatan kamma seperti kisah Soreyya itu, anda bisa bantu kasih referensi Bro Sobat Dhamma? thanks seblm n sesdhnya.

Mohon maaf, saya kurang mengerti pertanyaan Anda ataupun kisah tersebut. Mohon diperjelas.

bgini, jika dlm KTP dia pria, maka pd saat meninggal surat kematian dia disebutkan Gender sbg pria (ini yg sy maksud dg dikembalikan ke status awal, sesuai KTP), selanjutnya pertanyaan saya adalah sy minta bantuan utk mendptkan lagi referensi lain yg memiliki kisah sama, seseorang mengalami transgenital tapi mampu meraih arahat. jadi bukan ttg teori yg dikatakan para ahli, tapi ini benar2 nyata telah terekam dlm atthakatha ato tika dan yg sejenis...karena klo menulis paper kita hrs mendptkan beberapa referensi...smg penjelasan sy dpt diterima dg jelas...seblm n sesdhnya diucapkan terima ksh atas perhatian dan bantuannya

may all beings be happy

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: sobat-dharma on 14 October 2009, 02:16:04 PM
Jika ada teman kita yg gay/lesbi, sebaiknya bagaimana kita menyikapi hal tersebut ?

jika awalnya teman tsb bukan gay/lesbi tetapi bertemu dgn sese-"org" (boleh jadi pria ato wanita), terus sese-org ini mengawali dgn orientasi seks nya kpd tmn kita yg sebelumnya tdk tertarik, namun pada akhirnya jd terbujuk jg utk melakukannya, hal ini tentunya merupakan suatu "paksaan" secara lembut. dalam hal ini apakah anda menyetujui/melegalkan hubungan yg demikian atau sebaliknya ?


Jadikan temen seperti biasa saja. Nggak perlu dibeda-bedakan. Jika ada bujuk rayu dari orang tersebut, biasanya sikapi dengan wajar aja. Kalau memang kita tidak memiliki dorongan atau ketertarikan homoseksual di dalam diri kita buat apa kita khawatir? Justru kebanyakan orang yang kemudian takut "ditulari" jadi homoseks, di dalam dirinya memiliki dorongan homoseks juga  ;D. Lantas sebagian dari mereka kemudian mengambil sikap antipati terhadap homoseks secara berlebihan, seperti takut bersentuhan dan sebagainya, semata-mata khawatir dengan dorongan di dalam dirinya. Berdasarkan sebuah  penelitian, banyak orang yang sebelumnya menunjukkan gejala antipati yang kuat akan homoseks (Homophobia) sebenarnya adalah reaksi akan rasa takutnya akan dorongan homoseks yang ada pada dirinya. Jadi kalau di dalam diri anda memang sama sekali tidak memiliki dorongan tersebut, tidak perlu merasa khawatir menjadi homoseks. Kalau ada seseorang yang akhirnya "terpaksa secara halus" karena rayuan tersebut, sebenarnya di dalam dirinya sudah ada kecenderungan tersebut, hanya tinggal tunggu pemicunya.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 14 October 2009, 03:43:39 PM
Jika ada teman kita yg gay/lesbi, sebaiknya bagaimana kita menyikapi hal tersebut ?

jika awalnya teman tsb bukan gay/lesbi tetapi bertemu dgn sese-"org" (boleh jadi pria ato wanita), terus sese-org ini mengawali dgn orientasi seks nya kpd tmn kita yg sebelumnya tdk tertarik, namun pada akhirnya jd terbujuk jg utk melakukannya, hal ini tentunya merupakan suatu "paksaan" secara lembut. dalam hal ini apakah anda menyetujui/melegalkan hubungan yg demikian atau sebaliknya ?


salam sejahtera selalu Bro Sumana,
yang namanya Kalyanamitta adalah bila teman kita perlu kita koreksi, sebaiknya dikoreksi.
memang benar kita tidak perlu mengucilkan para Gay/Lesbian, kita tidak perlu buang muka, atau mencibir mereka, kita dapat bergaul biasa saja, namun yg jadi pertanyaan anda jika itu menimpa teman anda yang anda ketahui awalnya "Bukan kaum Gay/Lesbian", saran saya sebagai Kalyanamitta koreksilah sahabat anda, tetapi harus dg waktu yg tepat, jika mengkoreksi seseorang dg cara yg kasar tentu akan sakit hati, tapi jika dg cara halus akan lebih mengena.

Bagaimana jika diajak meditasi (maaf!! jangan ketawa dulu)
hal ini saya alami sewaktu di tanah air, salah satu umat vihara saya adalah banci, dia amat rajin membantu vihara, jika masak, masakan nya enak sekali (rasanya sedap), ringan tangan tanpa mengeluh, apapun dia kerjakan, kami semua bersahabat dengan dia, setiap minggu sll hadir puja bakti dan ikut meditasi, semoga dikelahiran beliau mendatang bisa mendapat kebahagiaan dan terlahir normal, mengingat beliau juga telah menimbun kebajikan di Vihara serta rajin meditasi. silahkan anda datang ke vihara saya hari minggu maka anda akan bertemu beliau.

semoga info saya ini bermanfaat.

may all beings be happy

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 14 October 2009, 04:09:34 PM
saya jadi ingin menambahkan, bagaimana jika DC sebagai pelopor membuat group meditasi utk mereka, smg dg kebajikan mereka berlatih meditasi mereka dapat menembus "pencerahan"...sadhu3x

jadinya ada yg nyata...dapat diaplikasi ke mereka sehingga bermanfaat, tidak hanya teori melulu...(cepat2 kabur ntar kena tegur...permisi...)

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: sobat-dharma on 14 October 2009, 04:11:40 PM
Betul, ada banyak teori penyebab seseorang berorientasi homoseks. Dan saya menyinggung tiga teori yang paling familiar. Meski memang orientasi seks ini tidak semata-mata bisa dirubah dengan terapi saja, tapi ada beberapa kasus di mana terapi berhasil mengubahnya.

Teori yang familiar belum tentu benar loh. Be careful :) Teori hormon misalnya, gagal menjelaskan mengapa banyak gay yang tetap maskulin dan lesbian yang tetap feminin.  Hormon seksual hanya menjelaskan mengapa seseorang memiliki karakter maskulin atau feminine, namun tidak bisa menjelaskan orientasi seksual seseorang.

Dalam banyak kasus, usaha untuk merubah orientasi seksual seseorang seringkali menimbulkan penderitaan yang besar pada individu bersangkutan. Kalau memang anda memiliki contoh kasus seperti itu, tolong sebutkan agar bisa kita bahas.


Teori hormon di sini biasa dikenal dalam dua skenario. Yang pertama adalah skenario seseorang (misalnya pria) yang berperilaku dan merasa dirinya sebagai wanita; karena faktoral kandungan hormon. Karena faktor ini, secara alamiah dia tertarik pada sesama jenis. Skenario kedua adalah seseorang yang mulai tertarik pada orientasi seks ketika ia sudah memasuki masa puber. Mungkin pada awalnya dia cukup tertarik dengan lawan jenis, namun perlahan dia mulai menyukai sesama jenis.

Saya kurang setuju dengan teori hormon anda.Pada skenario yang pertama misalnya, banyak waria yang setelah memutuskan untuk berdandan sebagai perempuan yang kemudian melakukan terapi hormon semata-mata untuk tetap tampil dalam wujud perempuan. Jadi kalau hormon yang menyebabkan ia menjadi waria atau transgender, buat apa yang bersangkutan harus bersusah payah melakukan terapi hormon semata-mata agar tetap tampil feminin atau maskulin (untuk trans female to male)??? Pada banyak kejadian, waria justru memiliki ciri2 hormonal yang sangat maskulin (seperti bulu lebat, tubuh yang berotot, dsb  :))) sehinngga harus bersusah payah menutupinya. Bukankah ini menunjukkan bahwa bukan karena alasan hormon seseorang menjadi waria/transgender.
 
Sedangkan untuk skenario 2, sepengetahuanku, banyak homoseks yang awalnya belum pernah merasakan ketertarikan pada lawan jenis tetapi langsung tertarik pada sesama jenisnya (Ini kesimpulan dari beberapa skripsi tentang gay, wawancara penelitian yang kulakukan sendiri dan seorang temanku yang lesbian). Jadi tidak benar semua homoseks harus dimulai dari ketertarikan heteroseks terlebih dahulu sebelum akhirnya berubah orientasinya. Mereka dilahirkan memang sebagai homoseks. 

Orientasi seks sehat yang saya maksud bukan berarti mendiskreditkan hubungan intim sesama jenis. Orientasi seks yang sehat itu dibangun atas dasar komitmen, kasih-sayang, dan tanggung jawab. Di luar itu, semua hanyalah wujud aplikasi nafsu biologis. Dan tidak semua negara melegalkan pernikahan homoseksual. Oleh karena itu, kaum homoseksual cenderung hidup dalam hubungan yang kurang sehat.

Saya tidak paham mengapa anda tiba-tiba melompat dari hubungan yang sehat menuju ke hukum negara :) Lagipula untuk memiliki hubungan yang sehat tidak dibutuhkan peran negara  ;D. Sehat atau tidaknya suatu hubungan semata-mata karena individunya. So, meski ada pernikahan toh banyak yang main serong juga atau tak jurang juga memperlakukan pasangannya di rumah semata-mata sebagai boneka seksnya belaka. Selembar surat nikah tidak dapat menjamin relasi yang sehat dalam berpasangan....  :))
 
Betul. Faktor x itu adalah paradigma dan pola pandang internal. Seseorang yang hanya patah hati bisa saja bunuh diri daripada seseorang yang mengalami kebangkrutan super. Lalu kenapa seseorang bisa menjadi begitu lebay (berlebihan)? Itu karena akumulasi lobha-dosa-mohha yang membuatnya terus mengasihani diri sendiri dan membenci dunia hanya karena dikecewakan beberapa orang yang dianggapnya penting. Itu perbedaannya. Untuk orang yang bijak, sakit hati dikarenakan lawan jenis justru bisa membuatnya menjadi lebih dewasa dalam menghadapi hidup.

Nah, kalau kamu menyamakan sikap lebay dengan moha-dosa-lobha, wah rasanya koq nggak nyambung ya...???   [-X

Bagi saya pribadi, saya menghargai hak asasi bagi semua makhluk untuk hidup dalam kebebasannya. Homoseksual bukanlah hal yang perlu ditabukan dan dikucilkan.

Sikap yang pantas dipuji  =D>

Ada beberapa hal yang perlu ditekankan sebelum mengambil keputusan untuk berorientasi homoseks.

Homoseks bukan terjadi karena pengambilan keputusan... :) Kita yang tertarik pada lawan jenispun muncul ketertarikan bukan karena keputusan... Tapi mendadak aja muncul dorongan ketika melihat lawan jenis, misalnya muncul respon biologis tertentu  ;D. Saya menjadi heteroseks karena secara natural jadinya saya seperti ini, bukan karena keputusan saya. ketika saya terangsang secara biologis melihat cewek cantik dan masih muda sedang telanjang, hal ini bukan karena keputusan saya secara rasional, namun hasrat dalam tubuh saya yang bicara. Saya tidak bisa memerintahkan tubuh saya terangsang sesuai komando atau atas kemauan saya  :)) sebab itu nggak mungkin  ;D Demikian juga buat homoseks, mereka menjadi homoseks ya karena ada dorongan naluriahnya, bukan karena keputusan.


Pertama, perilaku homoseksual cenderung perilaku seks yang tidak sehat. Hal itu sudah saya uraikan sedikit di atas.

Wah, dari segi mana dikatakan tidak sehatnya?  :-?

Kedua, perilaku homoseksual adalah perilaku yang melenceng bagi fungsi biologis genital; reproduksi.

Masturbasi juga kan. Namun mengapa homoseks dianggap lebih mengerikan daripada masturbasi?  :-?

Dalam hal ini Anda juga seharusnya mempersoalkan Para Bhikkhu/Bhiksu yang selibat. Sebab ia memiliki genital yang memiliki fungsi reproduksi tapi dilencengkan menjadi sia-sia...Peringatan: Saya hanya memberi perbandingan, bukan sedang mengkritik kehidupan selibat loh... ;D

Intinya: Tidak ada yang bisa mewajibkan kelamin kita melakukan ini atau itu, selain diri kita sendiri  :)). Orang yang bijak tidak menghambur-hamburkan nafsunya, bukan karena ia merasa kelaminnya harus memiliki fungsi A atau B, namun ia sadar arti penting pengendalian nafsu. Nafsu dalam hal ini tidak mengenal hetero ataupun homo, nafsu adalah nafsu. Jika dihamburkan-hamburkan maka orang tersesat, jika dikendalikan dengan bijak maka dapat mendukung pencapaian penerangan.

Ketiga, perilaku homoseksual adalah wajar bagi nilai hak asasi manusia. Tapi perilaku ini merupakan penyimpangan interaksi seksual.

Bro, dalam kamus mana itu kata “penyimpangan interaksi seksual” muncul. Dalam dunia psikologi dan psikiatri saja, homoseksual tidak lagi dianggap sebagai penyimpangan.  :o

Buddhisme tidak menentang ataupun menyetujui perilaku ini. Karena perilaku seks seperti apapun dalam pandangan Buddhisme adalah sama; lobha.
Ya, karena itu Para Arahat pada dasarnya adalah aseksual.

Saya sendiri menghargai seseorang yang tegar menjalani hidupnya sebagai kaum homoseks. Tapi saya harap mereka bisa memahami tiga poin ini. Bila mereka sudah berani mengambil konsekuensi, maka silakan...
Maksud anda siap menjadi “menyimpang”. Ha... Anda di satu sisi berkata “menghargai” namun di sisi lain memberi cap “menyimpang” pada homoseks. Kalauanda tetap memberikan cap “menyimpang” ya itu namanya tidak menghargai. Jadi tidak perlu mengatakan kalau anda menghargai... Lebih jujur dan tidak perlu berbelit-belit  ;D

Itulah sebabnya kaum gay lebih riskan tertular HIV/AIDS.

Anda tidak bisa menyamaratakan semua gay lebih riskan tertular HIV... Saya tidak tahu apakah anda pernah bertemu dengan penderita HIV atau tidak... Namun, sebagai catatan saja, sebagian besar ODHA (Orang yang Hidup dengan HIV & AIDS) yang kutemui di Indonesia adalah heteroseks. Jumlah terbesar adalah pengguna narkoba suntik. Gay yang positif HIV sangat sedikit. Kalau anda tidak percaya silahkan lihat ke website milik KPA ini: http://www.aidsindonesia.or.id/data_detail.php?id_pages=40&id_language=2&id_ref_data=1&id_data=28

Ada banyak kasus seseorang bisa bertransformasi minat seks dari heteroseks ke homoseks. Faktor penyebab itu semua sudah kita singgung sedikit di atas. Lalu kenapa tidak mungkin ada kasus seseorang kembali bertransformasi minat seks dari homoseks ke heteroseks? :D

Yang mungkin sebenarnya hanya tranformasi dari homoseks dan heteroseks menjadi biseks. Jika seseorang yang awalnya memiliki orientasi tertentu, lantas di dalam dirinya muncul orientasi seksual lain, maka tidak mungkin ia serta merta melupakan “desire” seksual lamanya begitu saja. Maka jadinya orang tersebut menjadi biseks. Perpindahan orientasi seksual secara absolut (atau berubah 180 derajat) sama sekali tidak mungkin, tanpa adanya suatu perkecualian, yaitu terjadinya trauma terhadap orientasi seksual sebelumnya dan hal ini prosentase kasusnya sangat minim.

Transformasi dari homoseks ke heteroseks atau homoseks ke heteroseks, dalam arti berpindahan secara absolut dan sukarela, sebenarnya hampir-hampir mustahil. Jika ada kasus di mana seolah-olah terjadi transformasi dari “heteroseks” ke homoseks, itu biasanya terjadi karena pada umumnya orang tersebut tidak memahami orientasi seksual dirinya yang sebenarnya sehingga akhirnya bersikap kompromi dengan kecenderungan di masyarakat umum, sebelum akhirnya ia menemukan orientasi seksualnya. Sedangkan apa yang kita kira sebagai transformasi dari “homoseks” menjadi heteroseks, biasanya terjadi semata-mata munculnya dorongan yang kuat dari individu tersebut untuk diterima oleh masyarakat atau tidak tahan tekanan dari orang lain sehingga mengambil sikap “pura-pura” berubah orientasinya.


Saya tidak menyinggung seberapa mudahnya mencapai tingkat Arahat. Yang saya nyatakan adalah saya tidak menyetujui pendapat bahwa orientasi seks homoseks tidak bisa disembuhkan. Karena segala sesuatu ada dikarenakan suatu sebab, dan ada sebab lain yang bisa untuk meniadakannya. Tidak hanya orientasi homoseks; orientasi heteroseks, pedofilia seks, animalia seks, dsb. juga bisa disembuhkan dan ditanggalkan. :)

Maaf, perlu anda ketahui pedofilia, zoofilia, nekrofilia fetish dan sebagainya bukanlah termasuk orientasi seksual. Dalam wacana psikiatri dan psikologi, orientasi seksual hanya ada tiga, yaitu: heteroseks, homoseks, dan biseks, dan ketiga-tiganya dianggap setara dan sama sehatnya secara psikis. Kalau pedofilia, zoofilia, nekrofilia dan sebagainya itu memang masih dianggap sebagai gangguan psikologis.

Saya dalam hal ini menyinggung Arahat, karena ketika anda menyinggung tentang orang lepas “orientasi seksual” sama sekali, maka saya menyimpulkan haruslah orang yang telah lepas benar dari nafsu seksual. Sebab, orang yang belum lepas hasrat seksualnya pasti masih memiliki orientasi seksual, dan orang yang memiliki orientasi seksual berarti masih memiliki hasrat seksual. Jadi, jika orientasi seksual bisa ditanggalkan sama sekali berarti orang tersebut harus mencapai tingkat kesucian yang lepas dari hasrat seksual sama sekali. Bukankah begitu?
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: sobat-dharma on 14 October 2009, 04:24:43 PM

bgini, jika dlm KTP dia pria, maka pd saat meninggal surat kematian dia disebutkan Gender sbg pria (ini yg sy maksud dg dikembalikan ke status awal, sesuai KTP), selanjutnya pertanyaan saya adalah sy minta bantuan utk mendptkan lagi referensi lain yg memiliki kisah sama, seseorang mengalami transgenital tapi mampu meraih arahat. jadi bukan ttg teori yg dikatakan para ahli, tapi ini benar2 nyata telah terekam dlm atthakatha ato tika dan yg sejenis...karena klo menulis paper kita hrs mendptkan beberapa referensi...smg penjelasan sy dpt diterima dg jelas...seblm n sesdhnya diucapkan terima ksh atas perhatian dan bantuannya

may all beings be happy

mettacittena,

sis Samaneri,
Di jaman Sang Buddha rasanya belum ada yang namanya transgenital. Lagipula tidak ada catatan mengenai orientasi seksual ataupun status kelamin dari Para Arahat, Anagami, Sakadagami ataupun Sotapanna di Jaman Sang Buddha :)) Wah, ini info yang benar2 sulit didapatkan.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 14 October 2009, 04:40:44 PM
Thanks Bro Sobat-Dhamma,
berarti hanya satu saja "Kisah Soreyya", yang karena mengagumi kulit putih bersih seorang arahat maka dia jadi wanita, untung aja timbunan kebajikan beliau cukup sehingga mampu menembus arahat.

untuk teori2 baik segi psikologis, medis, ato apapun, saya hargai, tapi apakah ada saran nyata dari DC? bagaimanapun mereka juga banyak yang berprestasi, jadi tidak ada salahnya bagaimana jika DC sbg pelopor ?
klo hny diskusi melulu, maaf siapa saja bisa...(klo kurang berkenan boleh dihapus ;D)

semoga ada langkah nyata, semoga semua mahkluk berbahagia...

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: GandalfTheElder on 14 October 2009, 05:44:29 PM
Sebuah pandangan yang cukup menarik bro,

Tapi kenyataannya Sang Buddha sendiri memasukkan tindakan seks homoseksual ke dalam pelanggaran sila ketiga. Ini ada di dalam Upasaka Sutra yang dibabarkan Sang Bhagava sendiri. Kemudian dalam Sutra-sutra Mahayana yang lain juga tertulis bahwa Sang Buddha mengkategorikan seks sesama jenis sebagai tindakan seksual yang tidak pantas.

Dalam Cakkavatti Sihanada Sutta (Kanon Pali) disebutkan bahwa oleh karena micchadhamma umur manusia makin berkurang. YA Buddhaghosa memberikan komentaranya bahwa micchadhamma - yang kira2 berarti 'sesuatu yang salah/ keliru' adalah tindakan seksual antara sesama pria (gay) dan sesama wanita (lesbian). Jadi gay dan lesbian daalah faktor penyebab kemerosotan umat manusia.

Bahkan lebih tajam lagi, kitab Milinda Panha dan Visuddhimagga menyebutkan bahwa pandaka tidak dapat mencapai buah-buah kesucian (bahkan meditasi kasina-pun nggak bisa). Di kalangan Sarvastivada seperti Abhidharmakosa juga menyebutkan bahwa pandaka tidak dapat mencapai buah2 kesucian. Tapi tidak dijelaskan apakah ini berlaku pada semua kelima jenis pandaka. Namun kalau tidak salah saya pernah baca, bahwa Gampopa pernah mengatakan kalau seorang pandaka masih bisa mempraktekkan praktik Bodhisattva.

Peraturan yang melarang penggunaan anus / mulut sebagai objek lubang bagi alat kelamin untuk masuk sebenranya berkaitan dengan alasan kesehatan. Ini ditegaskan oleh Arya Nagarjuna sendiri di mana alasan pelanggaran sila ketiga bukan hanya objek orang yang tidak tepat saja, namun juga tindakan seksual yang merugikan kesehatan dimasukkan dalam pelanggaran sila ketiga. Dan yang sudah pasti adalah anal maupun oral sangat tidak disarankan karena bisa menyebabkan berbagai macam penyakit / luka.

Guru2 agung Vajrayana yang tercerahkan seperti Jey Tsongkhapa, Gampopa, Longchenpa, Jamgon Kongtrul, Patrul Rinpoche dan banyak lainnya juga menyebutkan anal atau oral seks sebagai tindakan seks yang menyimpang. Dalai Lama juga berkali-kali menegaskan bahwa tindakan seks gay / lesbi adalah bertentangan dengan agama Buddha.

Dalam Sutra Gongde Jing, Sang Buddha mengatakan bahwa homoseksual dapat mengantarkan seseorang pada kelahiran sebagai ubhavyanjanaka di kehidupan berikutnya. Master Hsuan Hua, murid Mahaguru Xu Yun dan pemegang garis silsilah Chan Guiyang juga menentang perilaku homoseksual dalam pembabaran Dharmanya dan mengatakan bahwa perilaku gay atau lesbi dapat menyebabkan kelahiran sebagai pandaka.

Pandaka dan homoseksual adalah berbeda, bisa dikatakan pandaka adalah para kaum homoseksual ekstrim yang nafsunya menggebu2. Dengan demikian anggapan bahwa pandaka tidak dapat tercerahkan tidak berlaku bagi kaum homoseksual secara keseluruhan. Namun yang jelas adalah homoseksual dapat mnegantarkan ke bentuk kelahiran manusia yang lebih rendah, mungkin inilah yang menyebakan tindakan homoseksual dimasukkan dalam pelanggaran sila.

Master Shengyen dari Dharma Drum, patriark Chan tradisi Linji dan Caodong juga mengatakan bahwa seks homoseksual adalah pelanggaran sila ketiga. Namun sama dengan Dalai Lama, Master Shengyen juga mendukung hak-hak dan perlakuan yang sama terhadap kaum gay.

Bahkan Bhante Uttamo Mahathera juga mengatakan bahwa homoseksual adalah perilaku menyimpang dan melanggar sila ketiga.

Kalau anggota Sangha yang pro homoseksual ada Bhante Dhammananda, Bhante Dhammika dan Ajahn Brahm. Bahkan Bhiksuni Thubten Chodron juga tidak menentang. Namun kenyataannya Sutra dan Sutta sabda Sakyamuni Buddha tidak berkata demikian.

Dulu dikenal segolongan bhiksu2 Tibet yang homo, melakukan pelanggaran Vinaya dengan berhubungan seks dengan para remaja pria menggunakan paha untuk merangsang alat kelamin (karena anus / mulut dianggap lubang yang terlarang). Mungkin karena melihat ini, Lama Jey Tsongkhapa memasukkan tindakan "berhubungan seks menggunakan paha" dalam kategori pelanggaran sila ketiga.

Tambahan: Dulu di Jepang lebih parah lagi, bhiksu2 banyak yang ada affair sama pelayan prianya ataupun para shramanera yang masih muda.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: bond on 14 October 2009, 06:31:25 PM
Intinya jelas bahwa Homoseksual (gay dan lesbi) adalah penyimpangan psikologi ngeseks dan fungsi seks sebenarnya.
Mengenai sila ketiga intinya penyimpangan seks, entah itu homoseksual ataupun heteroseksual yg ngeseks bebas walaupun belum menikah tetap melanggar sila ketiga.

Jangan gara2 tidak tertulis dalam tipitaka secara spesifik lalu dianggap sah segala penyimpangan seks yg terjadi. Seharusnya sebagai manusia mengenal Dhamma menggunakan panna untuk melihat segala sesuatu khususnya seks secara proposional dalam konteks perkembangan batin.

Gay dan Lesbi jelas menyimpang, kalau dibilang wajar tentu yg wajar menjadi tidak wajar. Yang seharusnya adalah sikap kita yg wajar terhadap mereka sebagaimana kita berinteraksi terhadap sesama manusia pada umumnya, tetapi bukan mewajarkan penyimpangan itu. Kalau sudah begini, entah mau jadi apa susunan moral kemasyarakatan kita.

Dan ini tidak berlaku hanya pada gay dan lesbi tetapi juga terhadap seks bebas/suka jajan.

Perlu diperjelas pula bahwa fungsi dari sila ketiga adalah untuk menghindari berkembangnya Lobha seks, jika lobha seks ini berkembang dan menjadi candu dan tidak terarah tentu melanggar sila. Bukan karena Sang Buddha tidak mengatakannya yg lebih spesifik lalu dianggap sah saja. Disinilah jadi orang ya mikir--->bahasa dewanya gitu  ;D

Mudah2an sila dapat dipegang teguh untuk perkembangan batin dan bukan untuk diplesetkan karena yang tertulis dan tidak tertulis.

 _/\_
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: andry on 14 October 2009, 06:54:59 PM
jagalah hati jangan kau nodai
jagalah iman lentera hidup ini
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 14 October 2009, 07:39:16 PM
maaf, saya ingin meluruskan permasalahan yg tampaknya memberikan kesan saya menyetujui pelanggaran Sila...maaf sekali lagi mohon jangan salah paham.

Bro Sobat-Dharma, Bro GandalftheElder, Bro Bond, Bro Andri yang baik,
sejak thread ini muncul yg ditanyakan bgmn kita bersikap, jadi saya teringat kisah Soreyya, lalu sy berpikir ingin membuat paper, selesai. titik, tidak ada saya menyetujui pelanggaran Sila, yang sy butuhkan adalah referensi utk menulis paper, apakah seseorang menyusun skripsi ttg Gay/Lesbi berarti dia menyetujui pelanggaran Sila?

selanjutnya saya menulis saran kpd Bro Sumana sbg kalyanamitta sebaiknya melakukan koreksi (krn bro Sumana mengatakan temannya dulu bukan Gay/Lesbi) agar teman tsb sadar. lebih jauh sy bercerita bhw ada umat di vihara kami yg sering bantu, disini sy bercerita ttg bagaimana kita bersikap, bukan lalu kita hajar dia rame2, kita buang jauh2, khan bukan demikian, klo mereka ingin puja bakti, ya nyatanya bener2 puja bakti dg baik, pengin meditasi ato harus kami usir..disini tidak menerima Gay/Lesbi meditasi...tentu tidak bukan?

mohon anda semua jangan salah paham, yang ditanyakan adalah bagaimana kita bersikap dg mereka, kita menulis ttg mereka, kita bersikap dlm masyarakat tidak berarti kita menyetujui pelangaran Sila. Ga mungkin orang mau puja bakti baik2 kita usir..tidak khan...

kemudian dlm kita bersikap ada baiknya sikap kita mengkoreksi mereka melalui meditasi, semoga bisa membimbing mereka ke jalan yang semestinya...mengkoreksi seseorang tidak harus dg kata2 kasar, tetapi dg metta, misal dg meditasi, itu juga salah satu bentuk mengembangkan metta, dg mereka bermeditasi lantas mereka jadi sadar dan tercerahkan...mana yang lebih baik dan mulia...mengucilkan mereka, menghajar mereka, ato membimbing mereka dg meditasi agar kembali ke jalan yg benar ? (maaf jika ada pihak2 yg kurang berkenan...ini saya menjelaskan masalah bukan untuk mendukung adanya Gay/Lesbi)

semoga penjelasan saya dapat menjernihkan kesan yang timbul seolah2 saya setuju dg pelanggaran Sila...

may all beings be happy

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Tekkss Katsuo on 14 October 2009, 08:45:50 PM
 _/\_

menurut saya, gay, lesbian , bi, ataupun hetero..... semuanya sama, sama sama manusia... hanya saja karena yg hetero lebih banyak sehingga menjadi pihak major sedangkan yg homo menjadi pihak minoritas shg hal ini dipandang tdk wajar,, namun kembali kebatin batin masing masing, baik pihak hetero maupun homo yg masih terbelenggu oleh nafsu yang besar tetap sama sama akan mengembangkan LDM nya tanpa terkecuali... yang terpenting adalah bagaimana mereka mengendalikan pikiran mereka agar tdk melanggar sila 3.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: wiithink on 14 October 2009, 09:31:59 PM
menurut gw sih wajar wajar aja dengan ada nya gay ato lesbian. salah satu faktor seseorang jadi gay ato lesbian tuh, adanya rasa troma.. makanya gw ndak heran kalo ada orang gay ato lesbian di sekitar lingkungan gw.

kalo gw, (mudah2an) berusaha ntuk mengajak mereka konseling dan menyarankan mereka ntuk melihat dunia dari sisi yang berbeda.. ada yang sukses alias balik ke normal, ada juga yang gagal
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Jerry on 15 October 2009, 12:33:24 AM
Yg jelas sih Sang Buddha melarang kaum trans utk menjadi anggota Sangha dlm Vinaya.

_/\_ Samaneri Pannadevi
Kasus yg lain? Pernah ada koq di Indonesia, wanita yg bermalam di makam mantan Presiden I RI, Soekarno dan kemudian mengalami perubahan kelamin menjadi pria. Sempat masuk ke TV, ditayangkan di acara Kick Andy di Metro TV.
Bbrp link soal itu:
 yahoogroups.com/msg33397.html]http://www.mail-archive.com/proletar [at] yahoogroups.com/msg33397.html (http://www.mail-archive.com/proletar [at)

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=174980 (http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=174980)

http://www.kabarinews.com/printFriendly.cfm?articleID=31592 (http://www.kabarinews.com/printFriendly.cfm?articleID=31592)

Atau kasus kehidupan sebelumnya dari Bhante Ananda yg pernah terlahir sbg Pandaka di salah 1 kehidupan sebelumnya sbg 1 dari sekian akibat krn berzinah? Yg ini saya belum mendapat referensinya, krn hanya mendengar dr sebuah dhammatalk oleh seorang Bhante.

_/\_
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Nevada on 15 October 2009, 01:52:06 AM
Quote from: sobat-dharma
Teori yang familiar belum tentu benar loh. Be careful :) Teori hormon misalnya, gagal menjelaskan mengapa banyak gay yang tetap maskulin dan lesbian yang tetap feminin.  Hormon seksual hanya menjelaskan mengapa seseorang memiliki karakter maskulin atau feminine, namun tidak bisa menjelaskan orientasi seksual seseorang.

Dalam banyak kasus, usaha untuk merubah orientasi seksual seseorang seringkali menimbulkan penderitaan yang besar pada individu bersangkutan. Kalau memang anda memiliki contoh kasus seperti itu, tolong sebutkan agar bisa kita bahas.

Betul. Apalagi teori yang tidak familiar, sangat meragukan kebenarannya. :)

Teori hormon telah menjelaskan mengapa banyak kaum gay yang tetap maskulin, dan mengapa banyak kaum lesbian yang tetap feminim. Silakan Anda baca di sini => http://en.wikipedia.org/wiki/Prenatal_hormones_and_sexual_orientation

Kandungan hormon estrogen yang cukup banyak dalam tubuh seorang pria, bisa membuatnya terobsesi untuk berperilaku atau bahkan ingin menjadi wanita. Salah satu contoh nyatanya adalah operasi transgender, maupun menjalani hidup sebagai shemale (waria). Sedangkan kandungan hormon testoteron yang cukup banyak dalam tubuh seorang wanita, bisa membuatnya terobsesi untuk berperilaku atau bahkan ingin menjadi lelaki.

Silakan Anda baca referensi-referensi ini...

- Mengenai pengalaman subjektif seseorang yang sudah keluar-masuk dalam kehidupan gay => http://au.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080501130756AAA8TuE
- Mengenai terapi awal untuk menyembuhkan orientator homoseks, berikut link untuk download buku petunjuk terapi dalam format pdf => http://psychservices.psychiatryonline.org/cgi/content/full/54/11/1552-a
- Mengenai hasil analisa ilmiah bahwa terapi bisa menyembuhkan orientasi homoseks => http://www.dailymail.co.uk/health/article-198760/Therapy-make-gays-heterosexual.html
- Mengenai hasil studi Robert Spitzer yang dipublikasi dalam sebuah paper tahun 2001 => http://www.ralliance.org/SpitzerStudy.html
- Siapakah Robert Spitzer, dan seberapa validkah studi dan prakteknya? => http://en.wikipedia.org/wiki/Robert_Spitzer_(psychiatrist)
- Website komunitas para ex-gay dan mantan kaum homoseks; mereka saling bercerita dan berbagi pengalaman => http://www.beyondexgay.com/who
- Kisah Jupiter Fortisimo yang pernah menjadi seorang gay => http://indonesianya.wordpress.com/2008/01/31/jupiter-fortissimo/
- dan masih banyak lagi...


Quote from: sobat-dharma
Saya kurang setuju dengan teori hormon anda.Pada skenario yang pertama misalnya, banyak waria yang setelah memutuskan untuk berdandan sebagai perempuan yang kemudian melakukan terapi hormon semata-mata untuk tetap tampil dalam wujud perempuan. Jadi kalau hormon yang menyebabkan ia menjadi waria atau transgender, buat apa yang bersangkutan harus bersusah payah melakukan terapi hormon semata-mata agar tetap tampil feminin atau maskulin (untuk trans female to male)??? Pada banyak kejadian, waria justru memiliki ciri2 hormonal yang sangat maskulin (seperti bulu lebat, tubuh yang berotot, dsb :)) ) sehinngga harus bersusah payah menutupinya. Bukankah ini menunjukkan bahwa bukan karena alasan hormon seseorang menjadi waria/transgender.
 
Sedangkan untuk skenario 2, sepengetahuanku, banyak homoseks yang awalnya belum pernah merasakan ketertarikan pada lawan jenis tetapi langsung tertarik pada sesama jenisnya (Ini kesimpulan dari beberapa skripsi tentang gay, wawancara penelitian yang kulakukan sendiri dan seorang temanku yang lesbian). Jadi tidak benar semua homoseks harus dimulai dari ketertarikan heteroseks terlebih dahulu sebelum akhirnya berubah orientasinya. Mereka dilahirkan memang sebagai homoseks.

Tidak semua kasus waria disebabkan faktoral hormon. Tidak semua kasus waria yang disebabkan faktoral hormon masih memiliki sifat maskulin yang kuat. Anda tidak bisa memukul rata semua kasus. Ada beberapa sebab yang mengakibatkan suatu hal. Tidak ada sebab tunggal ataupun sebab pertama. Tapi bisa saja di suatu kasus tertentu, ada sebab yang lebih dominan.

Coba kita lihat lagi tulisan saya sebelumya:
Skenario kedua adalah seseorang yang mulai tertarik pada orientasi seks ketika ia sudah memasuki masa puber. Mungkin pada awalnya dia cukup tertarik dengan lawan jenis, namun perlahan dia mulai menyukai sesama jenis.

Biar saya jelaskan kembali... Saya memakai kata "mungkin pada awalnya". Alasannya untuk menunjukkan kalau orientasi homoseksual pada kasus ini mulai berlangsung seiring dengan masa pubertas. Di mana ada kemungkinan saat masih kecil, orang itu cukup tertarik dengan lawan jenis (misalnya: bermain bersama, belajar bersama, jalan-jalan bersama, dsb.). Tapi setelah memasuki masa pubertas, pertumbuhan hormon mempengaruhinya dalam aspek minat seks. Ada beberapa kasus yang kedengarannya lucu. Saya pernah membaca referensi tentang seorang gay, yang pada awalnya dia tertarik dengan sesama lelaki setelah ia sendiri terangsang melihat tubuhnya yang tanpa busana di depan cermin. Obsesi ini kemudian semakin kuat sehingga dia pun memiliki minat seks pada sesama lelaki.


Quote from: sobat-dharma
Saya tidak paham mengapa anda tiba-tiba melompat dari hubungan yang sehat menuju ke hukum negara :) Lagipula untuk memiliki hubungan yang sehat tidak dibutuhkan peran negara ;D . Sehat atau tidaknya suatu hubungan semata-mata karena individunya. So, meski ada pernikahan toh banyak yang main serong juga atau tak jurang juga memperlakukan pasangannya di rumah semata-mata sebagai boneka seksnya belaka. Selembar surat nikah tidak dapat menjamin relasi yang sehat dalam berpasangan.... :))

Hubungan seks yang sehat memiliki tiga kriteria. Yang pertama sehat secara jasmaniah. Itu sidah kita bahas sebelumnya, yaitu hubungan seks anal (dan juga oral) serta berganti-ganti pasangan dan tidak menggunakan kondom adalah beresiko. Kriteria yang kedua adalah sehat secara psikologis. Artinya hubungan seks tidak dilakukan dengan paksaan, kekerasan, bersifat saling memberi, dan tidak merugikan pihak lain. Hal ini tidak perlu kita bahas, karena relevansinya adalah dengan si pelaku. Kriteria yang ketiga adalah secara hukum. Bila suatu negara tidak melegalkan, atau masyarakat tidak menerima orientasi seks itu, maka ini namanya hubungan seks tersebut tidak sehat. Lupakan mengenai selingkuh atau main serong. Itu adalah perihal personal dan tidak berkaitan dengan kriteria ketiga ini. Kriteria hubungan seks sehat yang ketiga ini berbicara mengenai nilai norma kemasyarakatan dan hukum yang berlaku. Bila suatu negara tidak melegalkan pernikahan homoseks, maka kaum homoseks hanya akan hidup meratapi nasibnya; "di mana cinta mereka tidak bisa bersatu di mahligai pernikahan". Sudah tentu hubungan mereka terdesak oleh hukum negara dan lingkungan masyarakat. ini yang saya maksudkan sebagai tidak sehat.


Quote from: sobat-dharma
Nah, kalau kamu menyamakan sikap lebay dengan moha-dosa-lobha, wah rasanya koq nggak nyambung ya...???   [-X

Coba kita tinjau lagi pernyataan saya di postingan sebelumnya...
...Faktor x itu adalah paradigma dan pola pandang internal. Seseorang yang hanya patah hati bisa saja bunuh diri daripada seseorang yang mengalami kebangkrutan super. Lalu kenapa seseorang bisa menjadi begitu lebay (berlebihan)? Itu karena akumulasi lobha-dosa-mohha yang membuatnya terus mengasihani diri sendiri dan membenci dunia hanya karena dikecewakan beberapa orang yang dianggapnya penting. Itu perbedaannya. Untuk orang yang bijak, sakit hati dikarenakan lawan jenis justru bisa membuatnya menjadi lebih dewasa dalam menghadapi hidup

Yang sedang saya singgung di postingan itu adalah reaksi personal terhadap masalah. Ada orang yang bunuh diri setelah patah hati; itu adalah wujud dari lobha-dosa-moha. Lobha karena dia ingin segera mencari kebebasan dari kesedihan. Dosa karena dia menolak kenyataan bahwa ia dikecewakan. Moha karena ia telah berbuat hal yang bodoh.

Demikian pula untuk kasus orang yang beralih orientasi ke homoseksual setelah dikecewakan lawan jenis. Itu semua adalah reaksi dasar manusia. Jenis kasus bunuh diri dan menjadi homoseks itu berbeda; tapi motivasinya sama.


Quote from: sobat-dharma
Homoseks bukan terjadi karena pengambilan keputusan... :) Kita yang tertarik pada lawan jenispun muncul ketertarikan bukan karena keputusan... Tapi mendadak aja muncul dorongan ketika melihat lawan jenis, misalnya muncul respon biologis tertentu ;D . Saya menjadi heteroseks karena secara natural jadinya saya seperti ini, bukan karena keputusan saya. ketika saya terangsang secara biologis melihat cewek cantik dan masih muda sedang telanjang, hal ini bukan karena keputusan saya secara rasional, namun hasrat dalam tubuh saya yang bicara. Saya tidak bisa memerintahkan tubuh saya terangsang sesuai komando atau atas kemauan saya :))  sebab itu nggak mungkin ;D  Demikian juga buat homoseks, mereka menjadi homoseks ya karena ada dorongan naluriahnya, bukan karena keputusan.

Kita semua terlahir sebagai ras manusia. Kita memiliki naluriah untuk menjadi makhluk pemakan segala jenis (omnivora). Sejak kecil, secara tidak sadar kita telah disisipkan pemkiran untuk memakan makanan yang bergizi seperti makanan hewani. Beberapa orang bahkan dipersuasi secara tidak langsung untuk lebih terfokus pada makanan hewani daripada nabati. Secara natural, kita semua telah dibimbing untuk menjadi makhluk yang bernafsu pada makanan-makanan. Oleh karena itu bisnis kuliner dan resto-cafe sedemikian meningkatnya. Tapi kita punya otoritas untuk mengambil keputusan ini. Menjadi seorang omnivora, vegetarian, fokus pada makanan hewani, atau makan hanya atas dasar pertimbangan untuk memberi tenaga pada tubuh dan melanjutkan hidup.

Demikian pula pada hal orientasi seks. Dalam Abhidhamma, seseorang memiliki watak yang dibentuk oleh berbagai faktor; salah satunya adalah tren / kecenderungan batin. Salah duanya adalah faktor eksternal; misalnya karena tekanan ataupun pengalaman. Kita yang terlahir dengan membawa orientasi seks heteroseks disebabkan karena kita membawa tren batin yang seperti ini di kehidupan lampau. Mengumbar nafsu seks dan perilaku seksual yang menyimpang bisa menyebabkan kita terlahir kembali dengan memiliki kecenderungan seks yang tidak normal.

Semua perilaku kita adalah keputusan kita. Harap Anda pahami, jangan terbesit di pikiran Anda bahwa ada hal-hal tertentu yang berjalan dengan sendirinya atau ada hal-hal yang tidak bisa kita putuskan. Dengan memegang pandangan benar dan pemahaman benar, seseorang yang sudah bergumul di orientasi seks homoseks bisa mengambil keputusan untuk tetap pada orientasi itu, beralih pada orientasi yang lain, menambah orientasi lain, ataupun meninggalkan semua orientasi itu.


Quote from: sobat-dharma
Wah, dari segi mana dikatakan tidak sehatnya? :-?

Sudah saya jelaskan berkali-kali di postingan sebelumnya. Silakan Anda membaca kembali postingan-postingan saya.


Quote from: sobat-dharma
Masturbasi juga kan. Namun mengapa homoseks dianggap lebih mengerikan daripada masturbasi?  :-?

Dalam hal ini Anda juga seharusnya mempersoalkan Para Bhikkhu/Bhiksu yang selibat. Sebab ia memiliki genital yang memiliki fungsi reproduksi tapi dilencengkan menjadi sia-sia...Peringatan: Saya hanya memberi perbandingan, bukan sedang mengkritik kehidupan selibat loh... ;D

Intinya: Tidak ada yang bisa mewajibkan kelamin kita melakukan ini atau itu, selain diri kita sendiri :)) . Orang yang bijak tidak menghambur-hamburkan nafsunya, bukan karena ia merasa kelaminnya harus memiliki fungsi A atau B, namun ia sadar arti penting pengendalian nafsu. Nafsu dalam hal ini tidak mengenal hetero ataupun homo, nafsu adalah nafsu. Jika dihamburkan-hamburkan maka orang tersesat, jika dikendalikan dengan bijak maka dapat mendukung pencapaian penerangan.

Orang bijak akan memikirkan terlebih dahulu sebelum berbuat. Apakah punya alat kelamin namun tidak digunakan untuk berhubungan seks itu kebodohan / kekeliruan? Tidak. Karena jika kita mengerti bahwa kenikmatan seksual hanya akan mengakibatkan dukkha, maka orang yang bijak tahu bahwa ia tidak perlu memakai alat kelamin sebagai fungsi untuk berhubungan seks atau reproduksi.

Mengenai masturbasi, itu adalah satu perilaku untuk memuaskan birahi / mencapai orgasme oleh diri sendiri. Secara seksologi, masturbasi memang salah satu perilaku seks. Tapi secara biologis, masturbasi bukanlah hubungan seks / kawin. Masturbasi bukan wujud aplikasi dari fungsi genital untuk bereproduksi. Masturbasi hanyalah penyimpangan hubungan seks, karena pemuasan dicapai tidak bersama dengan pasangan.


Quote from: sobat-dharma
Bro, dalam kamus mana itu kata “penyimpangan interaksi seksual” muncul. Dalam dunia psikologi dan psikiatri saja, homoseksual tidak lagi dianggap sebagai penyimpangan. :o

Istilah itu saya sendiri yang menggunakannya. Saya tidak tahu apakah ada orang lain yang juga menggunakannya atau memakai istilah lain yang mirip dengannya.

Sebagai manusia, kita sebaiknya menjunjung tinggi hak asasi manusia. Silakan setiap orang berbuat atas kehendaknya sendiri. Mau selibat, hetereoseks, homoseks, dsb... Tapi bila kita melihat struktur biologis dari manusia yang terdiri dari pria dan wanita, perilaku seks pada orientasi sesama jenis adalah penyimpangan interaksi seksual.

Organ kelamin (genital) pada manusia tersusun untuk 'saling melengkapi', sesuai keseimbangan hukum alam. Hubungan seks, hubungan intim, kawin, senggama; semua ini adalah aktivitas hubungan yang melibatkan organ kelamin. Organ kelamin pada pria dan wanita tersusun secara biologis sebagai organ yang kondusif untuk melakukan aktivitas seksual; yang pada akhirnya adalah fungsi reproduksi.

Hubungan seks antar sesama jenis tidak mewadahkan fungsional alamiah seperti ini. Seiring dengan minat umat manusia pada aktivitas seks, maka hubungan seks pun sudah dijadikan sarana hiburan. Minat seks pun tidak hanya terbatas pada lawan jenis, tapi juga pada sesama jenis, pada orang lain yang masih kecil, minat pada spesies lain, minat pada seonggok mayat, dsb.

Menurut data dari para ilmuwan... selain manusia, lumba-lumba adalah spesies mamalia lain yang juga melakukan hubungan seks sebagai sarana hiburan. Dan ternyata, spesies lumba-lumba juga mengenal adanya orientasi homoseks. => http://en.wikipedia.org/wiki/Homosexual_behavior_in_animals

Kini sudah lebih jelas, bahwa pada dasarnya orientasi seks heteroseks adalah rangsangan alamiah bagi semua makhluk yang berkembang biak melalui metode reproduksi-seksual. Tapi karena tingkat kecerdasan tertentu, beberapa makhluk menjadikan hubungan seks sebagai sarana hiburan. Dan sarana ini makin berkembang seiring inovasi pemikiran mereka sehingga muncullah orientasi-orientasi seks yang lain.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Nevada on 15 October 2009, 01:52:21 AM
Quote from: sobat-dharma
Maksud anda siap menjadi “menyimpang”. Ha... Anda di satu sisi berkata “menghargai” namun di sisi lain memberi cap “menyimpang” pada homoseks. Kalauanda tetap memberikan cap “menyimpang” ya itu namanya tidak menghargai. Jadi tidak perlu mengatakan kalau anda menghargai... Lebih jujur dan tidak perlu berbelit-belit  ;D

Saya menghargai kebebasan semua orang. Terserah dia mau menjadi seorang homoseks, teroris, psikopat, dsb. Tapi saya harap mereka memutuskan untuk menjadi seperti itu dengan pemahaman yang matang. Dan saya hanya berusaha menyajikan informasi dari sudut pandang saya, agar kiranya mereka tahu semua konsekuensinya.

Supaya Anda tidak meraba-raba dan menyangka saya berbelit-belit, maka saya jelaskan maksud saya dalam satu kalimat:

"Saya menghargai kaum homoseks, tapi saya harap mereka paham dengan apa yang mereka lakukan."


Quote from: sobat-dharma
Anda tidak bisa menyamaratakan semua gay lebih riskan tertular HIV... Saya tidak tahu apakah anda pernah bertemu dengan penderita HIV atau tidak... Namun, sebagai catatan saja, sebagian besar ODHA (Orang yang Hidup dengan HIV & AIDS) yang kutemui di Indonesia adalah heteroseks. Jumlah terbesar adalah pengguna narkoba suntik. Gay yang positif HIV sangat sedikit. Kalau anda tidak percaya silahkan lihat ke website milik KPA ini: http://www.aidsindonesia.or.id/data_detail.php?id_pages=40&id_language=2&id_ref_data=1&id_data=28

Kalau mengenai data itu, saya sudah tahu. Jumlah penderita HIV/AIDS karena hubungan seks yang ada di Indonesia memang didominasi oleh kaum heteroseks; karena pergaulan bebas.

Yang saya maksud di postingan sebelumnya adalah bahwa kaum gay lebih beresiko terjangkit HIV/AIDS daripada kaum lesbian. Masih ingatkah Anda sejarah munculnya virus HIV/AIDS? Dulu di Amerika, beberapa orang mengidap penyakit aneh yang membuat sistem imun di tubuh mereka menurun drastis. Beberapa kasus orang meninggal dan ternyata teridentifikasi bahwa penyakit itu disebabkan oleh virus HIV. Dugaan kala itu diperkirakan bahwa virus menyeberang dari spesies kera ke manusia melalui kontak fisik (luka). Di Amerika pada waktu itu, kaum gay sedang merebak cukup pesat. Banyak kaum gay yang teridentifikasi mengidap HIV/AIDS. Padahal bisa Anda bayangkan bahwa kaum heteroseks di Amerika jelas sekali lebih banyak daripada kaum gay. Pada saat itu, publik mengutuk kaum gay sebagai kaum yang pantas mengidap penyakit AIDS karena perilaku mereka. Namun ketika seorang anak kecil yang bahkan belum pernah melakukan hubungan seks ternyata mengidap HIV/AIDS, publik pun dibuat terpana. Anak ini membawa HIV/AIDS sejak lahir. Publik pun mengerti bahwa HIV/AIDS bukanlah ganjaran bagi kaum gay. Tapi ini adalah permasalahan bagi umat manusia. Sejak saat itu, berlakulah undang-undang untuk melakukan hubungan seks yang aman.


Quote from: sobat-dharma
Yang mungkin sebenarnya hanya tranformasi dari homoseks dan heteroseks menjadi biseks. Jika seseorang yang awalnya memiliki orientasi tertentu, lantas di dalam dirinya muncul orientasi seksual lain, maka tidak mungkin ia serta merta melupakan “desire” seksual lamanya begitu saja. Maka jadinya orang tersebut menjadi biseks. Perpindahan orientasi seksual secara absolut (atau berubah 180 derajat) sama sekali tidak mungkin, tanpa adanya suatu perkecualian, yaitu terjadinya trauma terhadap orientasi seksual sebelumnya dan hal ini prosentase kasusnya sangat minim.

Transformasi dari homoseks ke heteroseks atau homoseks ke heteroseks, dalam arti berpindahan secara absolut dan sukarela, sebenarnya hampir-hampir mustahil. Jika ada kasus di mana seolah-olah terjadi transformasi dari “heteroseks” ke homoseks, itu biasanya terjadi karena pada umumnya orang tersebut tidak memahami orientasi seksual dirinya yang sebenarnya sehingga akhirnya bersikap kompromi dengan kecenderungan di masyarakat umum, sebelum akhirnya ia menemukan orientasi seksualnya. Sedangkan apa yang kita kira sebagai transformasi dari “homoseks” menjadi heteroseks, biasanya terjadi semata-mata munculnya dorongan yang kuat dari individu tersebut untuk diterima oleh masyarakat atau tidak tahan tekanan dari orang lain sehingga mengambil sikap “pura-pura” berubah orientasinya.

Silakan Anda menggenggam keyakinan seperti itu. Saya sangat menghargai hak Anda itu.

Yang pasti saya sudah sertakan beberapa bukti mengenai retransformasi orientasi seks di atas. Dan sampai sekarang saya masih memegang keyakinan bahwa orientasi seks hanyalah perihal tren batin dan otoritas untuk mengambil keputusan.


Quote from: sobat-dharma
Maaf, perlu anda ketahui pedofilia, zoofilia, nekrofilia fetish dan sebagainya bukanlah termasuk orientasi seksual. Dalam wacana psikiatri dan psikologi, orientasi seksual hanya ada tiga, yaitu: heteroseks, homoseks, dan biseks, dan ketiga-tiganya dianggap setara dan sama sehatnya secara psikis. Kalau pedofilia, zoofilia, nekrofilia dan sebagainya itu memang masih dianggap sebagai gangguan psikologis.

Saya dalam hal ini menyinggung Arahat, karena ketika anda menyinggung tentang orang lepas “orientasi seksual” sama sekali, maka saya menyimpulkan haruslah orang yang telah lepas benar dari nafsu seksual. Sebab, orang yang belum lepas hasrat seksualnya pasti masih memiliki orientasi seksual, dan orang yang memiliki orientasi seksual berarti masih memiliki hasrat seksual. Jadi, jika orientasi seksual bisa ditanggalkan sama sekali berarti orang tersebut harus mencapai tingkat kesucian yang lepas dari hasrat seksual sama sekali. Bukankah begitu?

Perilaku seksual apapun itu sama. Wacana dalam dunia psikiatri dan psikologi tidak bisa dipaksakan untuk selaras dengan prinsip Buddhisme. Dan saya lebih condong pada prinsip Buddhisme.

Betul. Saya menyatakan bahwa "orientasi homoseks bisa ditanggalkan; orientasi hetereoseks juga bisa ditanggalkan; orientasi seks apapun juga bisa ditanggalkan". Alasannya sudah saya ketik di postingan sebelumnya, bahwa orientasi seks disebabkan karena beberapa sebab. Dengan mematahkan penyebab kelangsungannya, kita bisa menanggalkan semua hasrat seksual.

Sekali lagi saya tegaskan, bukanlah perihal mudah atau sulitnya mencapai tingkat Arahat. Yang saya sebutkan di postingan sebelumnya adalah "semua orientasi seksual bisa ditanggalkan". Makanya saya tidak setuju dengan pernyataan dari Sigmund Freud.



Saya rasa diskusi kita mengenai hal ini cukup di sini. Selanjutnya, saya tidak ingin melanjutkan argumentasi pada Anda seputar hal ini.

Terima kasih atas diskusi yang menarik ini, Bro Sobat-Dharma. :)
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: GandalfTheElder on 15 October 2009, 03:28:57 AM
Quote
Yg jelas sih Sang Buddha melarang kaum trans utk menjadi anggota Sangha dlm Vinaya.

Apalagi saya memang penrah baca bahwa secara psikologis, bahwa orang homo yang trans ataupun banci mengidap suatu gangguan kejiwaan karena dia tidak puas dengan jenis kelaminnya yang sekarang. Namun tentu, tidak semua kaum homoseksual seperti ini dan tidak semuanya terganggu jiwanya.

Orientasi homoseks (psikologis) adalah wajar, namun tindakan seksual homoseks itulah (jasmaniah) yang menyimpang dan dapat menyebabkan berbagai permasalahan baik itu dari segi kesehatan ataupun dari segi sosial ataupun dari segi karma (dapat terlahir jadi pandaka).

Quote
Atau kasus kehidupan sebelumnya dari Bhante Ananda yg pernah terlahir sbg Pandaka di salah 1 kehidupan sebelumnya sbg 1 dari sekian akibat krn berzinah? Yg ini saya belum mendapat referensinya, krn hanya mendengar dr sebuah dhammatalk oleh seorang Bhante.

Ananda memang pernah terlahir menjadi seorang pertapa homoseksual yang saling jatuh cinta dengan seorang Raja Naga, lihat Manikantha Jataka.

Quote
Saya menghargai kebebasan semua orang. Terserah dia mau menjadi seorang homoseks, teroris, psikopat, dsb. Tapi saya harap mereka memutuskan untuk menjadi seperti itu dengan pemahaman yang matang. Dan saya hanya berusaha menyajikan informasi dari sudut pandang saya, agar kiranya mereka tahu semua konsekuensinya.

Supaya Anda tidak meraba-raba dan menyangka saya berbelit-belit, maka saya jelaskan maksud saya dalam satu kalimat:

"Saya menghargai kaum homoseks, tapi saya harap mereka paham dengan apa yang mereka lakukan."

Setuju. Bahkan Dalai Lama dan Master Shengyan pun memiliki pendapat yang mirip dengan anda soal kaum homoseksual.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: sobat-dharma on 16 October 2009, 02:03:51 PM
Bro GandalftheElder, Bro Bond, Bro Andri, Bro Upasaka, dan Sis Pannadevi,

Dalam diskusi ini, saya menangkap seolah-olah orientasi seksual disamakan dengan Pandaka. Namun kalau kita menilik arti kata sebenarnya dari "pandaka" yang berarti "laki-laki yang tidak memiliki buah pelir" maka secara harafiah yang dimaksudkan dalam sutra-sutra adalah kasim atau kaum kebirian. Dalam hal ini, di India, kasim atau kaum kebirian adalah laki-laki yang dengan sengaja mengangkat kelaminnya untuk menjadi pandaka. Di India modern pun, kaum kebirian dikenal dengan nama "Hijrah." Hijrah bukan sekadar persoalan transformasi jenis kelamin seperti konsep "transeksual" di Barat. Hijrah sebenarnya sangat berbeda dengan waria. Hijrah atau kasim (atau Pandaka) mengangkat alat kelaminnya, sedangkan banyak waria sama sekali tidak dan transeksual melakukan operasi ganti kelamin (bukan sekadar menghilangkan kelaminnya). Di India, Hijrah juga dikenal memiliki kekuatan atau kesaktian dan memperoleh penghidupannya dengan berkeliling dari rumah ke rumah untuk memberikan berkat karena dipercaya berkat yang diberikan oleh Hijrah lebih manjur daripada berkat dari dewa  :)) )

Nah, kalau kita kembali ke Pandaka, maka tidak lain yang dimaksud sebenarnya adalah kaum kebirian ini, bukan homoseksual ataupn waria. Kedua yang terakhir ini, sebenarnya adalah konsep yang lahir karena pengaruh budaya Barat. Pandaka sendiri tidak langsung sinonim artinya dengan homoseksual dan waria, namun meliputi deskripsi rentang perilaku dan kondisi fisik yang luas. Kelima jenis Pandaka tersebut adalah:

(1) asittakapandaka: orang yang memperoleh kepuasan dari mengoral kelamin orang lain dan dari menelan air maninya, atau siapa hanya menjadi secara seksual terpuasukan setelah menelan air mani orang lain.

(2) ussuyapandaka: voyeurisme, seseorang yang memperoleh kepuasan seksual dari menonton laki2 dan wanita saling berhubungan seks.

(3) opakkamikapandaka:Kasim (Eunuch), orang-orang yang orang seksual dikastrasi. Yang lain tidak sama dengan empat jenis dari pandaka Orang-orang ini mencapai kondisi mereka setelah kelahiran dan tidak terlahir sebagai pandaka. Dalam hal ini, Laksamana Ceng Ho yang banyak dipuja oleh orang Tionghoa sebenarnya termasuk dalam golongan ini.

(4) pakkhapandaka: Orang-orang yang menjadi secara seksual tergugah di paralel dengan tahap dari bulan.  

(5) napumsakapandaka (juga kadang kala dipanggil sekedar napumsaka): Seseorang dengan alat kelaminnya tidak bisa ditentukan dengan jelas, apakah laki-laki atau perempuan, mempunyai hanya satu saluran kandung kemih. Berbeda dengan yang nomer 3, napumsaka terlahirkan dengan alat kelamin yang tidak jelas atau tidak ada. Beberapa orang menafsirkan hal ini sama dengan homoseks yang dikatakan kebanci-bancian, namun yang diartikan di sini sebenarnya jelas, yang tidak jelas adalah alat kelaminnya. Dalam dunia kedokteran kita mengenal Interseks, yaitu orang dilahirkan dengan kelamin ganda atau hermaprhodite. Jadi jelas yang dimaksud sebagai napumsaka adalah interseks atau hermaprhodite, bukan homoseks karena pada dasarnya secara genital atau fungsi reproduksi seksual tidak ada gangguan sama sekali pada apa yang kita sebut sebagai homoseks.

Nah, dari kelima jenis pandaka di atas, sama sekali tidak disinggung tentang "percintaan antara sesama jenis" melainkan hanyalah deskripsi mengenai perilaku tertentu (misalnya oral seks & voyeurisme) dan orang dengan kondisi genital tertentu (kasim dan interseks) serta orang yang terakhir adalah orang yang memiliki siklus seksual yang aneh dan tidak lazim karena muncul dan hilang mengikuti bulan. Dalam hal ini, sebagian darinya bisa berlaku juga untuk heteroseksual.

Lebih lanjut lagi, jika kita periksa ke Vinaya Pitaka, kita akan menemukan pada bagian Sangghadisesa, "Ketika itu seorang bhikkhu bermaksud untuk membuat (mani) keluar, berkata kepada seorang samanera, "Mari, Awuso, Samanera, peganglah alat kelamin saya ." Ia memegang alat kelaminnya dan asucinya pun keluar. Muncul penyesalan pada dirinya ... "Bhikkhu anda telah melakukan pelanggaran sangghadisesa." (Vinaya Pitaka, Buku 1, hal. 275)  Kutipan ini menunjukkan bahwa memegang alat kelamin pada sesama bhikkhu hingga air mani keluar menyebabkan bhikkhu tersebut akan dibawa ke persidangan sangha dan diberi hukuman, namun dalam hal ini tidak berarti harus lepas jubah (ciimw), karena tidak dianggap sebagai dukkata. Hanya bhikkhu yang secara diam-diam menyentuh alat kelamin samaneran pada saat ia sedang  tertidur dianggap sebagai dukkata.

Dalam hal ini, kita lihat bahwa aksi menyentuh kelamin sesama jenis hingga air mani keluar tidak dimasukkan ke dalam kriteria Pandaka, padahal dalam perspektif masa kini perilaku tersebut akan dikategorikan sebagai homoseksual. Hukuman berat hanya akan diberikan pada yang menyerang secara gelap di malam-malam yang sebenarnya identik dengan pelecehan seksual dan pemerkosaan (cmiiw, soalnya saya kurang paham benar bedanya sangghadisesa dan dukkata).

Jadi, jika kita di sini konsep "pandaka" tidak sama dengan homoseks dan pada kenyataannya tidak semua perilaku yang kita anggap homoseksual pada masa kini dianggap sebagai pandaka. Dengan kata lain, yang dilarang dalam sila ketiga Buddhis adalah perilaku tertentu seperti oral seks dan voyeurisme yang dapat dianggap sebagai perilaku seks yang salah.

Kelima sila Buddhis jangan dilihat sebagai seperangkat aturan baku yang sifatnya kaku dan ketat definisinya. Sebaliknya. sila-sila Buddhis diadakan untuk membantu umat Buddhis untuk mengulangi lobha, moha dan dosa di dalam dirinya. Perilaku seks yang salah dan mengambil barang yang bukan miliknya harus dikaitkan kembali dengan lobha, meminum minuman memabukan dan berbohong harus dilihat sebagai moha, sedangkan membunuh adalah dosa. Maka ketika kita membahas perilaku seks yang salah, sebenarnya singkatnya adalah semua perilaku seks yang dilandaskan pada lobha yang kuat adalah salah, tidak peduli apakah orang itu orientasi seksualnya homoseks atau heteroseks. Bahkan untuk yang menjalankan kehidupan suci sangat jelas sekali kalau seks itu sendiri adalah bentuk lobha. Pancasila Buddhis dalam hal ini adalah soal mengikis habis lobha, moha dan dosa, bukan soal menentukan secara definitif dan teknis mana perilaku yang melanggar mana yang tidak sebagaimana dilakukan dalam syariah agama I.

Mengenai apakah perilaku homoseks adalah menyimpang atau tidak, telah jelas kukatakan bahwa dalam ilmu psikologi dan psikiater menurut standar WHO, APA hingga Depkes RI semuanya telah sepakat untuk mencabutnya dari kriteria gangguan jiwa. Jika kemudian ada yang melihat seseorang menjadi homoseks akibat kamma buruk di masa lampau, saya setuju akan hal ini. Namun, kondisi yang merupakan kamma buruk dari masa lampau tidak harus dijadikan aib atau menyimpang. Misalnya, perempuan dan orang yang terlahir cacat pun dalam Buddhisme dianggap sebagai hasil kamma buruk di masa lampau, namun tidak berarti mereka harus dianggap menyimpang, dikucilkan serta diasingkan semata-mata karena kondisi yang dibawanya sejak lahir.  Selain itu cukup aneh, jika seseorang menyandang kondisi yang dibawanya sejak lahir, kemudian harus dianggap melanggar pancasila semata-mata karena kondisi yang dibawa sejak lahir tersebut???
 
Inilah yang menjadi perdebatan antara saya dan bro upasaka, apakah homoseksual adalah bawaan atau pilihan. Dalam hal ini, secara ilmiah telah banyak dibuktikan bahwa homoseks adalah hasil dari bawaan. Lihat artikel ini: http://en.wikipedia.org/wiki/Biology_and_sexual_orientation. Jika seseorang menjadi homoseks karena bawaan sejak  lahir sungguh aneh seseorang dikucil dan dianggap melanggar sila hanya karena ia menjadi homoseks?

Mengenai apakah seorang homoseks bisa mencapai tingkat kesucian atau tidak. Jika menurut Abhidhamma, maka orang yang dianggap dapat mencapai jhana adalah Tihetuka Puggala (yaitu orang yang terlahir dengan moha, lobha dan dosa yang tipis), sedangkan Dvihetuka Puggala dan Ahetuka Puggala dianggap tidak mungkin mencapai jhana. Namun, pembagian ini sama sekali tidak terkait dengan jenis kelamin ataupun komposisi hormon atau kromosom di tubuh seseorang. Dalam hal ini, saya sebenarnya sangat meragukan jika ada yang mengatakan bahwa seseorang tidak bisa mencapai tingkat kesucian semata-mata hanya karena kondisi fisik yang dibawanya sejak lahir. Dalam Mahayana, saya juga mengenal bahwa semua makhluk hidup memiliki "Bodhicitta" atau hakikat Kebuddhaan dalam dirinya dan memiliki potensi yang sama untuk mencapai Kebuddhaan, maka jika pertanyaan apakah seorang homoseks bisa mencapai Kebuddhaan atau tidak? Maka jawabanku berdasarkan pandangan ini.

Terimakasih atas diskusinya. Saya juga akan mengakhiri diskusi ini sampai sini saja. Untuk teman-teman gay, lesbian dan waria Buddhis yang kebetulan mengikuti diskusi ini mohon jangan berkecil hati dikarenakan pandangan sebagian anggota forum ini. Saya tetap menyampaikan bahwa semua makhluk memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai Kebuddhaan atau tingkat kesucian manapun, jangan putus asa untuk terus berlatih! Seorang laki-laki heteroseks pun, yang dikatakan lahir karena hasil kamma baik di masa lampau, jika tidak berlatih dan tenggelam dalam lobha, moha dan dosa tetap tidak ada gunanya! Okey selamat berjuang dan semoga semua makhluk mencapai pantai seberang!  
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Jerry on 16 October 2009, 08:49:05 PM
Bawaan atau pilihan sih saya ngga bahas deh.. Tapi kalau berhubungan dg kesucian..
Baik heteroseks atau homoseks, sama saja, sama2 tdk akan merealisasi kesucian selagi masih memiliki hawa nafsu yg kuat dlm diri. Saat kesucian terealisasi, jelas jenis orientasi seks bagaimanapun tidak akan relevan lagi, tepatnya sudah tidak memiliki orientasi seksual lagi.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: bond on 17 October 2009, 09:31:32 AM
^
^
Setuju bos
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: naviscope on 17 October 2009, 09:58:33 AM
_/\_  _/\_  _/\_

Apakah menurut anda GAY/LESBIAN itu wajar ?


ketika cinta tidak lagi memandang jenis kelamin,

cinta itu menjadi terlarang....  (kutipan dari "lelaki terindah" by Andrei Aksana)

jd ingat lagu VIRGIN - Cinta terlarang (Aw... Aw..)
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Tekkss Katsuo on 17 October 2009, 10:17:56 AM
 _/\_

Luar biasa Applause  buat Bro Xuvieeee
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 17 October 2009, 04:01:06 PM
Yg jelas sih Sang Buddha melarang kaum trans utk menjadi anggota Sangha dlm Vinaya.

_/\_ Samaneri Pannadevi
Kasus yg lain? Pernah ada koq di Indonesia, wanita yg bermalam di makam mantan Presiden I RI, Soekarno dan kemudian mengalami perubahan kelamin menjadi pria. Sempat masuk ke TV, ditayangkan di acara Kick Andy di Metro TV.
Bbrp link soal itu:
 yahoogroups.com/msg33397.html]http://www.mail-archive.com/proletar [at] yahoogroups.com/msg33397.html (http://www.mail-archive.com/proletar [at)

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=174980 (http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=174980)

http://www.kabarinews.com/printFriendly.cfm?articleID=31592 (http://www.kabarinews.com/printFriendly.cfm?articleID=31592)

Atau kasus kehidupan sebelumnya dari Bhante Ananda yg pernah terlahir sbg Pandaka di salah 1 kehidupan sebelumnya sbg 1 dari sekian akibat krn berzinah? Yg ini saya belum mendapat referensinya, krn hanya mendengar dr sebuah dhammatalk oleh seorang Bhante.

_/\_

Salam sejahtera selalu Bro Xuvie,
Thanks atas link nya, sy udah buka, hanya yang no.2 saja bisa saya buka sedang link yang pertama ama ketiga tidak bisa saya buka, entah kenapa... :)

Jadi yg sy baca baru ttg atlit Indonesia (untung pemerintah memberi bantuan kepadanya, sehingga agak terbantu, baguslah, thanks utk pemerintah)

Ttg YM.Ananda, thanks infonya, nah jadi nambah lagi sekarang referensi saya, walau YM.Ananda tidak bisa menjadi arahat pada saat itu, lain cerita ttg "kisah Soreyya" yg mampu menembus Arahat dlm kehidupan saat itu juga, tp ga apa2, masih mending ada tambahan referensi, drpd tidak samasekali...sekali lagi thanks ya Bro Xuvie atas bantuannya...+GRP  ;D

may all beings be happy

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 17 October 2009, 04:10:40 PM
Ananda memang pernah terlahir menjadi seorang pertapa homoseksual yang saling jatuh cinta dengan seorang Raja Naga, lihat Manikantha Jataka.




Salam sejahtera selalu Bro Gandalf,
Thanks juga untuk tambahan info anda yang melengkapi info dari Bro Xuvie...saya banyak dibantu dari forum ini...semoga DC tambah sukses...besok2 minta bantuan lagi ya... ;D

may all beings be happy

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 17 October 2009, 04:15:18 PM
yahhh...buat quote nya keliru, udah dibetulin masih juga salah, masak postingan sy di dlm quote, tolong deh mod yang baik...itu posting sy dikeluarin dr quote gmn ya? maklum gaptek...hehehe...thanks.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 17 October 2009, 05:21:56 PM
Bawaan atau pilihan sih saya ngga bahas deh.. Tapi kalau berhubungan dg kesucian..
Baik heteroseks atau homoseks, sama saja, sama2 tdk akan merealisasi kesucian selagi masih memiliki hawa nafsu yg kuat dlm diri. Saat kesucian terealisasi, jelas jenis orientasi seks bagaimanapun tidak akan relevan lagi, tepatnya sudah tidak memiliki orientasi seksual lagi.

salam Bro Xuvie,
yang saya beri warna blue, untuk menekankan permasalahan yg ingin sy sharing disini.

saya tidak menanggapi tentang hetero/homo yg melakukan pelanggaran, tp yg saya tanggapi pencapaian tingkat kesucian yg seperti anda maksud diatas (maaf jika kurang berkenan),bhw menurut anda saat tingkat kesucian terealisasi mk sdh mjd asexual, sedangkan dari kuliah saya mendapatkan spt ini syarat utk menembus kesucian tingkat pertama Sotapanna menurut Dighanikaya di Mahalisutta: “Mahali bhikkhu tinnam samyojanānam parikkhayā Sotāpanno hoti avinipāta dhammo niyato sambodhi-parāyano” (DN.6)   juga  sutta dlm Majjhimanikaya di Alagaddupamasutta also mention : “Yesam  bhikkhunam tīṇi saṃyojanāni pahīnāni sabbe te Sotāpannā avinipātadhammā niyatā sambodhiparāyanā” (MN 22 ; I 140 - 42), jelas2 disebutkan hanya mematahkan 3 belenggu dasar utk mjd Sotapanna (Sakkāyaditthi, vicikicchā dan sīlabbatta-parāmāsa).


Sedangkan utk Sakadagami, mematahkan lagi 3 akar akusala : rāga, dosa, mohā disebutkan dalam Dighanikaya di Mahalisutta :  "……mahāli, bhikkhū tīṇṇaṃ saṃyojanāni parikkhayā rāgadosamohānaṃ tanuttā sakadāgāmi hoti sakideva imaṃ lokaṃ āgantvādukkhassantaṃ karoti….." (DN.6), atau sutta dlm Majjhimanikaya di Alagaddupamasutta : "……yesaṃ bhikkhūnaṃ tīṇi saṃyojanāni pahīnāni, rāgadosamohā tanubhūtā, sabbe te sakadāgāmino, sakideva imaṃ lokaṃ āgantvā dukkhassantaṃ karissanti……" (MN 22; 352 – 55), dimana Sakadagami hny sekali lagi saja terlahir kembali di alam dunia manusia atau dialam deva setelah itu mencapai Arahat. Kisah Wanita Uttara yang hampir dibunuh Sirima krn cemburu, beliau Sakadagami tetapi tetap menjalani kehidupan berumahtangga.

Barulah Anagami yang dalam hal ini menjalani kehidupan selibat (umat perumahtangga bisa mencapai Anagami contohnya seperti Ratu samavati) nah ini syarat mutlak yaitu meninggalkan kehidupan seksuil. Anagami mematahkan 5 belenggu dasar  (oraṃbhāgiya saṃyojana),disebutkan dlm Majjhimanikaya di Alagaddupamasutta :”…..yesaṃ bhikkhūnaṃ pañcorambhāgiyāni saṃyojanāni pahīnāni, sabbe te opapātikā tattha parinibbāyino anāvattidhammā tasmā lokā….” (MN 22; 352 – 55).  atau dlm  Dighanikaya di Mahalisutta : “…..mahāli, bhikkhu orambhāgiyānaṃ saṃyojanānaṃ parikkhayā opapātiko hoti tattha parinibbāyī anāvattidhammo tasmā lokā. (DN.6).  

Arahat dlm Majjhimanikaya di Alagaddupama sutta maupun dlm Dighanikaya di Mahalisutta, :”…..ye te bhikkhū arahanto khīnāsavā vusitavanto katakaranīyā ohitabhārā anuppattasadatthā parikkhī nabhavasaññojanā sammadaññā vimuttā, vattaṃ tesaṃ natthi paññāpanāya”. (MN 22; 352 – 55)
“…..mahāli, bhikkhu āsavānaṃ khayā anāsavaṃ cetovimuttiṃ paññāvimuttiṃ dittheva dhamme sayaṃ abhiññā sacchikatvā upasampajja viharati...” (DN.6)

ini saya sekedar sharing, saya sendiri masih BELAJAR bahkan saya mendapat banyak hal dari DC, semoga sharing saya ini ada manfaat.

jadi mulai Anagami ke Arahat saja yang telah murni aseksuil, umat perumahtangga yang mencapai Anagami telah meninggalkan kehidupan seksuil mereka. Sehingga Raja Pasenadi (Kosala) membebaskan ratunya untuk melayani beliau, tetapi beliau amat menaruh hormat dg Ratu Samavati dan sering berdiskusi ttg dhamma dg beliau, oleh karena hal ini pula lah yang menjadikan magandiya cemburu dan membunuh ratu beserta 500 dayangnya dg membakar istana beliau.

sekali lagi ini hanya sharing, jangan merasa saya mengkritik, itu tidak, sy membutuhkan belajar lagi lebih mendalam.

may all beings be happy

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Jerry on 17 October 2009, 05:46:07 PM
Thanks samaneri utk GRPnya.. _/\_

Utk link 1 memang tidak bisa, sedang link 2 dan 3 bisa koq. Semua link itu masih bercerita ttg 1 org yg sama, Sukarnah. Link 1 cukup lengkap ceritanya, permasalahannya kenapa tdk bisa dibuka adl karena (a keong) scr otomatis diubah menjadi [at]. coba copy-paste linknya dng mengubah [at] kembali menjadi (a keong).

Yup, thanks utk tambahannya. Sebelumnya saya juga berniat menulis ttg hanya anagami dan arahat yg secara sempurna mematahkan belenggu 'nafsu'. Dg demikian ada kemungkinan bahwa para homoseks pun dpt mencapai setidaknya tingkat kesucian sakadagami. Tapi saya tdk melanjutkan krn bbrp alasan, pertama, ini hanya kesimpulan saya berdasar rasio yg ada. Kenyataannya, kebenaran terkadang tidak berjalan sesuai logika rasio dan memang tidak ada bukti eksplisit dlm sutta mengenai kaum homoseks yg mencapai tingkat kesucian sejauh yg saya ketahui (cmiiw). Ke-2, saya pikir tidak ada salahnya utk tdk terlalu spesifik menjelaskan demikian. Karena ada pepatah 'do not feed the troll'. Dgn memberitahukan demikian, dikhawatirkan (syukur2 kalo tidak :P) akan ada pembenaran lagi lebih lanjut oleh oknum berkepentingan. Karena pertimbangan ini, saya hanya menulis kesucian saja secara general. Saya, mencoba belajar dr pengalaman, melihat bahwa meski sebuah kebenaran adlh faktual, benar adanya, tetapi pengungkapannya harus sesuai tempat dan waktu, juga manfaat dr kebenaran tsb.

Maafkan atas kekurangan saya, cmiiw.

mettacittena
_/\_
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 17 October 2009, 07:57:03 PM
di vinaya & komentarnya setahu saya biasanya diceritakan pelanggar pertama. dan biasanya dilakukan oleh chabbagiyya, grup enam bhikkhu, yang masing-masing memimpin 500 orang, termasuk bhikkhuni. salah satunya adalah memasturbasi samanera, yang bisa dibilang merupakan perbuatan homoseksual. setahu saya grup enam ini di dalam komentar dicatat tidak mencapai perkembangan batin yang berarti
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Jerry on 17 October 2009, 08:23:53 PM
di vinaya & komentarnya setahu saya biasanya diceritakan pelanggar pertama. dan biasanya dilakukan oleh chabbagiyya, grup enam bhikkhu, yang masing-masing memimpin 500 orang, termasuk bhikkhuni. salah satunya adalah memasturbasi samanera, yang bisa dibilang merupakan perbuatan homoseksual. setahu saya grup enam ini di dalam komentar dicatat tidak mencapai perkembangan batin yang berarti
Biasanya? Apakah itu berarti mereka senantiasa mengulang perbuatan tsb?
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 17 October 2009, 08:32:46 PM
gak sih, cuma sebagian besar vinaya disusun karena kegiatan ekstrakurikuler mereka :)
biasanya pelanggaran pertama
tapi dari grup enam itu, 2 bhikkhu lumayan bersih.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Tekkss Katsuo on 17 October 2009, 08:37:54 PM
 _/\_

btw chabbagiyya tidak dikeluarkan dari Sangha kan sering melakukan??? soalnya ada pake kata biasanya  :))

 _/\_
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Jerry on 17 October 2009, 08:47:32 PM
:o wkwkwkw.. Kegiatan ekskul :))
Sip sip.. thanks infonya. clicked _/\_
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: pannadevi on 18 October 2009, 12:04:34 PM
Thanks samaneri utk GRPnya.. _/\_

Utk link 1 memang tidak bisa, sedang link 2 dan 3 bisa koq. Semua link itu masih bercerita ttg 1 org yg sama, Sukarnah. Link 1 cukup lengkap ceritanya, permasalahannya kenapa tdk bisa dibuka adl karena (a keong) scr otomatis diubah menjadi [at]. coba copy-paste linknya dng mengubah [at] kembali menjadi (a keong).

Yup, thanks utk tambahannya. Sebelumnya saya juga berniat menulis ttg hanya anagami dan arahat yg secara sempurna mematahkan belenggu 'nafsu'. Dg demikian ada kemungkinan bahwa para homoseks pun dpt mencapai setidaknya tingkat kesucian sakadagami. Tapi saya tdk melanjutkan krn bbrp alasan, pertama, ini hanya kesimpulan saya berdasar rasio yg ada. Kenyataannya, kebenaran terkadang tidak berjalan sesuai logika rasio dan memang tidak ada bukti eksplisit dlm sutta mengenai kaum homoseks yg mencapai tingkat kesucian sejauh yg saya ketahui (cmiiw). Ke-2, saya pikir tidak ada salahnya utk tdk terlalu spesifik menjelaskan demikian. Karena ada pepatah 'do not feed the troll'. Dgn memberitahukan demikian, dikhawatirkan (syukur2 kalo tidak :P) akan ada pembenaran lagi lebih lanjut oleh oknum berkepentingan. Karena pertimbangan ini, saya hanya menulis kesucian saja secara general. Saya, mencoba belajar dr pengalaman, melihat bahwa meski sebuah kebenaran adlh faktual, benar adanya, tetapi pengungkapannya harus sesuai tempat dan waktu, juga manfaat dr kebenaran tsb.  
Maafkan atas kekurangan saya, cmiiw.

mettacittena
_/\_

Salam sejahtera Bro Xuvie,
terima kasih kembali anda juga send GRP ya kemarin?
saya ingin mengakhiri diskusi ini, tp sblmnya mohon diperhatikan yang sy bold dg blue colour, karena,SANGAT JELAS hal itu tidak mungkin dicapai karena syarat dasar "Right View" tidak memenuhi, bagaimana mungkin mampu mematahkan belenggu?

jadi tidak perlu kuatir bhw akan dipakai sebagai pembenaran, karena jelas2 mereka saja tidak mampu melihat mana yang benar dan mana tidak...

semoga info ini ada manfaat

saya juga masih belajar, mari kita sama2 belajar...

besok2 klo saya nanya boleh ya...thanks seblm n sesdhnya..

thanks sekali utk Bro Gachapin, sll siap menolong, bagai juru selamat... (permisi pamit dulu, ntar keburu orangnya nongol)

may all beings be happy

mettacittena,
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: dipasena on 18 October 2009, 12:45:39 PM
wajar, sangat wajar... yg tidak wajar adalah cara pandang dan cara berpikir... kenapa ?

karena hubungan seseorang dengan orang lain hanya dibatasi oleh rasa suka dan rasa ingin memiliki, entah ia berhubungan/berpasangan dengan sesama jenis maupun beda jenis. yg membuat nya aneh adalah pandangan dimasyarakat, karena secara umum, seseorang pasti akan berhubungan/berpasangan dengan lawan jenis, sehingga jika seseorang tidak berhubungan/berpasangan dengan lawan jenis, maka dianggap aneh/tidak wajar...

dan mereka yg memiliki perbedaan dalam menjalin hubungan, tetap lah manusia yg juga mempunyai kesempatan tuk berkembang dan mencapai tingkat kesucian.

hal ini menjadi rancu ketika di kaitkan dengan konsep ke-tuhan-an, ia tidak menyukai seseorang yg berhubungan/berpasangan sesama jenis (homoseksual/lesbi) tp kenapa ia menciptakan seseorang itu dengan karakter demikian ? tanya kenapa ?
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Dhamma Sukkha on 18 October 2009, 06:53:26 PM
Thanks samaneri utk GRPnya.. _/\_

Utk link 1 memang tidak bisa, sedang link 2 dan 3 bisa koq. Semua link itu masih bercerita ttg 1 org yg sama, Sukarnah. Link 1 cukup lengkap ceritanya, permasalahannya kenapa tdk bisa dibuka adl karena (a keong) scr otomatis diubah menjadi [at]. coba copy-paste linknya dng mengubah [at] kembali menjadi (a keong).

Yup, thanks utk tambahannya. Sebelumnya saya juga berniat menulis ttg hanya anagami dan arahat yg secara sempurna mematahkan belenggu 'nafsu'. Dg demikian ada kemungkinan bahwa para homoseks pun dpt mencapai setidaknya tingkat kesucian sakadagami. Tapi saya tdk melanjutkan krn bbrp alasan, pertama, ini hanya kesimpulan saya berdasar rasio yg ada. Kenyataannya, kebenaran terkadang tidak berjalan sesuai logika rasio dan memang tidak ada bukti eksplisit dlm sutta mengenai kaum homoseks yg mencapai tingkat kesucian sejauh yg saya ketahui (cmiiw). Ke-2, saya pikir tidak ada salahnya utk tdk terlalu spesifik menjelaskan demikian. Karena ada pepatah 'do not feed the troll'. Dgn memberitahukan demikian, dikhawatirkan (syukur2 kalo tidak :P) akan ada pembenaran lagi lebih lanjut oleh oknum berkepentingan. Karena pertimbangan ini, saya hanya menulis kesucian saja secara general. Saya, mencoba belajar dr pengalaman, melihat bahwa meski sebuah kebenaran adlh faktual, benar adanya, tetapi pengungkapannya harus sesuai tempat dan waktu, juga manfaat dr kebenaran tsb.  
Maafkan atas kekurangan saya, cmiiw.

mettacittena
_/\_

Salam sejahtera Bro Xuvie,
terima kasih kembali anda juga send GRP ya kemarin?
saya ingin mengakhiri diskusi ini, tp sblmnya mohon diperhatikan yang sy bold dg blue colour, karena,SANGAT JELAS hal itu tidak mungkin dicapai karena syarat dasar "Right View" tidak memenuhi, bagaimana mungkin mampu mematahkan belenggu?

jadi tidak perlu kuatir bhw akan dipakai sebagai pembenaran, karena jelas2 mereka saja tidak mampu melihat mana yang benar dan mana tidak...

semoga info ini ada manfaat

saya juga masih belajar, mari kita sama2 belajar...

besok2 klo saya nanya boleh ya...thanks seblm n sesdhnya..

thanks sekali utk Bro Gachapin, sll siap menolong, bagai juru selamat... (permisi pamit dulu, ntar keburu orangnya nongol)

may all beings be happy

mettacittena,
mari kita sama2 telusurin mii... \;D/\;D/\;D/
sotapanna itu seseorg yg telah mematahkan 3 belenggu pertama...
yaitu, belenggu pertama, kepercayaan ttg adanya diri/jiwa yg kekal
belenggu kedua, keragu2an terhadap Sang Buddha, Dhamma, Sangha, dan dirinya sendiri.
belenggu ketiga, kepercayaan yg salah, bahwa upacara sembahyang dpt membebaskan manusia dari kesalahan2nya...
seorg homo sekalipun, walaupun ia homo dan sifat homonya itu tdk mempengaruhi(tdk ada sangkut paut dgn ketiga belenggu tsb), maka homo sekalipun itu, pasti dapat mencapai tingkat kesucian pertama mii...
tapi, klo sikap homonya itu ada berhub. dgn beberapa faktor yg menghambat patahnya ketiga belenggu(spt misalnya homo krn ia juga tdk mengerti akan dhamma(dlm berbagai arti), maka ia menjadi homo... maka ia akan sulit mematahkan belenggu2 tsb...

skrg pertanyaannya apakah sifat homo(faktor org tsb homo) itu mempengaruhi kesepuluh belenggu tsb atau tdk?
klo tdk, maka no problem capai tingkat kesuciann... 8)/ 8)/ 8)/
tapi klo yaa, dan berpengaruh akan terpatahkannya belenggu pertama, maka sotapanna sekalipun tdk mungkin utk dicapai...

harus dilihat dari dapat mematahkan 10 belenggunya ato tdk...
klo seorg homo dapat, maka tak akan pengaruh status homonyaa...
tapi kecuali, homo itu karena ada kamma buruknya yg juga menghalanginya dalam pencapaian itu, maka ia tdk bisa mencapai tataran kesucian itu...

musti melihat faktor2nyaa....
homo itu menghambatnya mencapai tingkat kesucian tdk?

metta cittena,
Citta _/\_

Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: nancy on 18 October 2009, 08:33:42 PM
 [at] citta devi

Yang pasti untuk mencapai tingkat kesucian harus meninggalkan sifat ke-homoan dan kelesbian.  _/\_
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Tekkss Katsuo on 18 October 2009, 09:25:14 PM
 _/\_

bukan hanya sifat kehomoan dan kelesbian, bahkan nafsu terhadap hetero juga sama juga harus ditinggalkan untuk merealisasikan tingkat kesucian Anagami dan Arahat.... selain itu Nafsu juga harus dilemahkan untuk mencapai kesucian seperti Sotapana dan Sakadagami... jika terlalu bernafsu baik hetero maupun homo juga tdk akan mampu mencapai kesucian..

 _/\_
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Forte on 19 October 2009, 09:50:53 AM
kemarin saya ikut pernikahan abang saya secara K. Sungguh menyedihkan, pendeta sana menjelek2an gay n lesbi yang katanya berlumuran dosa. :(
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: hatRed on 19 October 2009, 09:59:05 AM
^
  wah, selamat buat abangnya yah.. ditunggu ponakannya :))

  yah, emang "orang sono" mah emang begitu... penuh dengan kebencian :P
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Forte on 19 October 2009, 10:04:10 AM
yeah.. thanks.. lagi digodain.. :))
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 19 October 2009, 10:18:35 AM
orang sini juga diliputi kebencian, kalo belon suci
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: J.W on 19 October 2009, 03:04:59 PM
objek adalah netral....  :whistle:
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: dipasena on 19 October 2009, 03:37:09 PM
jangan ganggu banci.... jangan ganggu banci....
itu lah penggalan lagu project pop...

jenuh ku di olok banci.... jenuh ku di olok lesbi...
aku jg manusia... aku jg katanya ciptaan tuhan...
jangan kau salahkan diri ku... tapi yang patut dipertanyakan, kenapa tuhan menciptakan diri ku demikian...

ku juga tau mau begini, sejak ku dilahirkan, tapi ku tak berdaya...
seandainya ku dapat memilih tuk menjadi...
seandainya ku dapat menentukan tuk menjadi...
seorang manusia normal dalam anggapan kalian...

apa salah diri ku hingga kau tidak dapat menerima keberadaan ku...
padahal kau mengatakan ciptaan tuhan begitu indah...
padahal kau bangga dengan ciptaan tuhan...
tapi kau merendahkan dan melecehkan diri ku yang kau anggap tidak normal dalam pandangan kalian...

oh... betapa tragis hidup ini...
seandainya ku dapat menentukan jalan hidup ku dan masyarakat mau menerima keberadaan ku


kitab sutta-tono IX : 666 -999
ratapan seorang banci/lesbi
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Tekkss Katsuo on 19 October 2009, 08:33:13 PM
ckckckck

dr dulu liat bro Dhanuttono emank seorg penyair hebat.. salutt  ^:)^

btw ada yg berpendapat kalo melalui sex kemungkinan juga bisa mencapai pencerahan? gmana tuh tanggapannya.. (ada hubungan dgn topic ini nga ya?  :))  )
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Jerry on 19 October 2009, 08:37:39 PM
OOT! buka aja topik baru. tp keqnya udah pernah ada dibahas tuh di thread lain.. coba bongkar2 kuburan thread lama..
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Tekkss Katsuo on 19 October 2009, 08:41:53 PM
wew..... :))
 ^:)^ ^:)^ ^:)^

udh dicari tp kagak ada. haha
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Jerry on 19 October 2009, 09:01:02 PM
^

Nih ada koq:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,219.0.html (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,219.0.html)

nyarinya yg bener atuh.. :P
baca2 dulu gih sblom buka topik baru. kali2 dah terjawab di sana

ok.. BTT

:backtotopic:

Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Tekkss Katsuo on 19 October 2009, 09:14:16 PM
 _/\_

ok bos
 :))
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: nyanadhana on 28 October 2009, 12:42:40 PM
daripada banyak mengurus jenis kelamin seseorang mendingan berlatih Dhamma dengan baik, terlalu banyak mengkaji gay etis atau bukan merupakan hal yang absurd karena anda bukanlah mereka dan anda juga tidak mengerti bagaimana jalan pikiran manusia...kenapa budaya bangsa indonesia adalah budaya gosip ya...wew.yang penting koridornya begini....tidak berbuat sesuatu yang dianggap cela oleh para bijaksana itulah berkah utama.
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: Tekkss Katsuo on 28 October 2009, 01:30:08 PM
^
^
^

 :whistle:

ok bosss

 _/\_
Title: Re: GAY/LESBIAN apakah wajar ?
Post by: markosprawira on 31 October 2009, 07:55:13 PM
kalo ga salah ada pilem DKI (warkop) yg judulnya OK boss......