//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha  (Read 165453 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #45 on: 14 March 2009, 12:01:40 AM »
Hukum Kamma

Kamma artinya adalah “perbuatan”, meliputi semua jenis perbuatan berkehendak; yang baik maupun yang buruk; jasmani maupun batin; pikiran, perkataan maupun tindakan. Sang Buddha bersabda:

“Kehendak untuk berbuat (cetana) itulah yang Ku-namakan kamma. Sesudah berkehendak, orang lantas berbuat dengan badan jasmani, perkataan maupun pikiran.”

Semua perbuatan pada umumnya menimbulkan akibat, dan akibat ini merupakan sebab lain yang menghasilkan akibat yang lain, dan begitu seterusnya. Oleh karena itu hukum kamma juga dikenal sebagai hukum sebab-akibat. Semua yang terjadi di alam Semesta ini tidak terlepas dari hukum sebab-akibat. Segala sesuatu yang ada di dunia ini muncul karena ada sebab yang mengakibatkan keberadaannya, tidak ada yang muncul karena faktor kebetulan semata. Semua hal yang ada di dunia ini, baik yang konvensional maupun yang janggal, tentunya dapat dijelaskan secara ilmiah. Banyak di antara kita yang mempelajari dan mendalami bebagai ilmu pengetahuan, namun ketika satu kejadian yang tidak dapat kita mengerti terjadi pada kita maupun di sekitar kita, kebanyakan kita melupakan semua ilmu pengetahuan yang telah kita pelajari. Kita menganggap hal itu sebagai misteri, dan mungkin juga menciptakan ide-ide sendiri sesuai imajinasi kita yang bertentangan dengan fakta ilmiah di ilmu pengetahuan. Hukum kamma yang dibabarkan Sang Buddha tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Namun Hukum Kamma merupakan salah satu dari hukum kebenaran alam, yang keadaannya jauh melebihi pembuktian ilmu pengetahuan yang baru ditemukan oleh manusia saat ini. Untuk menyelami semua kebenaran, kita dapat melakukannya melalui analisis intensif dengan jalan meditasi.

Segala sesuatu yang ada dan menimpa diri kita adalah satu bentuk dari keseimbangan alam. Tidak ada yang tidak adil di dunia ini. Bilamana kita memperoleh kebahagiaan, yakinlah bahwa kamma yang telah kita lakukan adalah benar. Sebaliknya bila sesuatu yang menimpa kita membuat kita tidak berbahagia, maka kita telah melakukan kamma yang salah. Hukum Kamma tidak pilih kasih. Ia bukanlah makhluk, seseorang ataupun bentuk “person” lainnya. Ia adalah satu kebenaran di jagad raya. Hukum Kamma dapat mengakibatkan hal yang baik, maupun hal yang tidak baik. Sama seperti api. Bagi orang yang menggunakannya dengan baik, api dapat digunakan sebagai alat penerang, untuk memasak, penghangat suhu, dan lain-lain. Namun bagi orang yang salah menggunakannya, api dapat menjadi musuh dan membakar semua miliknya termasuk juga dirinya. Semua keadaan yang menimpa pada makhluk juga disebabkan oleh Hukum Kamma. Ada yang terlahir sebagai manusia, hewan, makhluk halus, dewa, dan sebagainya. Ada manusia yang terlahir cacat, terlahir dalam keluarga miskin, ada yang cantik, ada yang pintar, ada berbagai macam ras dan suku, serta ada wanita dan ada pria. Semuanya itu dikondisikan oleh kamma yang dilakukan pada kehidupannya yang lampau. Tidak ada bentuk “person” apa pun atau “satu kekuasaan di luar makhluk” yang membuat semua hal itu terjadi. Hukum Kamma ini termasuk dalam salah satu dari 5 Hukum Tertib Kosmis. Kelima Hukum Tertib Kosmis itu adalah sebagai berikut:

1.  Utu Niyama
     Disebut  juga sebagai  “Hukum Tertib Physical Inorganic”, misalnya gejala timbulnya angin dan hujan; yang mencakup pula hukum tertib silih-bergantinya musim dan perubahan iklim. Termasuk juga perubahan wujud zat seperti perubahan wujud air menjadi gas saat terjadi pemanasan terus-menerus.
2.  Bija Niyama
     Hukum Tertib Benih, yang meliputi munculnya tumbuh-tumbuhan. Seperti padi berasal dari benih padi, gula berasal dari batang tebu, termasuk juga beberapa hal dan kejadian yang menjadi keistimewaan dari berbagai macam tumbuhan.
3.  Kamma Niyama
     Hukum Kamma  (hukum sebab-akibat perbuatan), hukum yang menyeimbangkan semua perbuatan dengan efek yang muncul selanjutnya. Hukum ini juga yang mengakibatkan adanya tumimbal lahir atau penerusan kehidupan. Hukum ini dapat diumpamakan seperti gelombang permukaan air di kolam. Gelombang ini akan bergerak menjauh dari titik sumber asal gelombang itu (misalnya letak jatuhnya batu), namun pada akhirnya gelombang ini akan dipantulkan oleh dinding kolam dan kembali bergerak mendekati titik asal gelombang itu bermula.
4.  Dhamma Niyama
     Hukum tertib yang mengakibatkan terjadinya persamaan dari satu gejala yang khas, misalnya gempa bumi yang terjadi pada saat  Boddhisatta (Calon Sammasambuddha) dilahirkan. Hukum gravitasi dan hukum alam sejenisnya juga termasuk dalam Dhamma Niyama.
5.  Citta Niyama
     Hukum tertib yang mengakibatkan jalannya alam pikiran atau hukum batiniah; misalnya proses kesadaran, timbul dan tenggelamnya kesadaran, sifat-sifat kesadaran, kekuatan pikiran (batin), dan sebagainya. Hukum ini juga yang menyebabkan kesadaran penerus dapat masuk ke dalam embrio maupun terlahir di alam lain. Juga berbagai kemampuan batin seperti telepati, kemampuan untuk mengingat kehidupan-kehidupan lampau, kemampuan untuk membaca pikiran orang lain, dan juga semua gejala batiniah yang belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan modern.


Kelima Hukum Tertib Kosmis ini sudah ada sejak dahulu kala dan merupakan hukum yang memiliki sifatnya sendiri, serta saling bekerja bersama-sama di Jagad Raya tanpa diatur oleh siapa pun juga. Hukum Kamma dapat dibedakan menjadi empat golongan besar, yaitu:

1.  Menurut Jangka Waktu
     Golongan Hukum Kamma ini dapat dibagi lagi dalam empat jenis, yaitu:
     a. Kamma yang berbuah dalam jangka waktu satu kehidupan (ditthadhamma-vedaniya-kamma)
     b. Kamma yang berbuah dalam jangka waktu kehidupan berikutnya (upajja-vedaniya-kamma)
     c. Kamma yang berbuah pada kehidupan-kehidupan berikutnya (aparapariya-vedaniya-kamma)
     d. Kamma yang tidak berbuah karena tertimbun kamma yang lainnya (ahosi-kamma)
   Ketiga jenis kamma yang pertama adalah kamma yang dapat mengakibatkan (berbuah) pada suatu hari. Agar kamma-kamma itu dapat berbuah, diperlukan beberapa syarat untuk menyokong pertumbuhan “buah” tersebut. Jika syarat yang dibutuhkan tidak terpenuhi, maka kamma itu akan tidak berbuah (ahosi-kamma).

2.  Menurut Sifat Bekerjanya
     Golongan Hukum Kamma ini dapat dibagi lagi dalam empat jenis, yaitu:
     a. Janaka Kamma
         Adalah hukum yang menyebabkan timbulnya syarat untuk terlahirnya kembali suatu makhluk.
     b. Upatthambaka Kamma
         Adalah hukum yang mendorong terjaganya satu akibat daripada sebab (perbuatan) yang telah terjadi.
     c. Upapilaka Kamma
         Adalah hukum yang menekan, pula mengolah dan menyelaraskan satu akibat dari satu sebab.
     d. Upaghataka Kamma
         Adalah kamma  yang  meniadakan kekuatan dan akibat dari satu sebab yang telah terjadi, dan sebaliknya malah menyuburkan untuk berkembangnya kamma baru.

3.  Menurut Sifat dari Akibatnya
     Golongan Hukum Kamma ini dapat dibagi lagi dalam empat jenis, yaitu:
     a. Garuka Kamma
         Adalah  kamma  yang  digolongkan  dalam  jenis  yang  berat. Akibatnya  dapat  timbul  dalam  waktu satu kehidupan atatu kehidupan berikutnya. Tingkatan-tingkatan dalam Samadhi (jhana) juga termasuk dalam jenis kamma ini dan akibatnya lebih cepat daripada tingkatan batin lainnya. Termasuk pula dalam jenis ini adalah lima perbuatan durhaka yang akibat buruknya sangat berat, yaitu:
         1. Membunuh Ibu
         2. Membunuh Ayah
         3. Membunuh petapa atau orang suci
         4. Memecah-belah Sangha (perkumpulan bhikkhu)
         5. Melukai Sang Buddha
         Kelima perbuatan ini disebut juga sebagai anantarika kamma, yaitu kamma yang menyebabkan penerusan kehidupan selanjutnya di Alam Niraya (Neraka).
     b. Asanna Kamma
         Adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (makhluk) sebelum saat ajalnya dengan jasmani maupun batin. Dengan jasmani misalnya berbicara,  bergerak  maupun  bertindak. Dengan batin misalnya berpikir, merasakan, mengenang, mengingat-ingat perbuatan baik maupun perbuatan jahat yang pernah dilakukan, dan lain-lain. Kamma inilah yang akan menentukan keadaan kelahiran setiap makhluk yang akan datang.
     c. Acinna Kamma (Bahula Kamma)
         Bila seseorang (makhluk) tidak berbuat apa pun pada saat ajalnya, dengan demikian tidak terdapat Asanna Kamma. Maka yang menentukan keadaan kelahiran yang berikutnya adalah Acinna Kamma atau kamma kebiasaan. Kamma ini adalah perbuatan-perbuatan yang menjadi kebiasaan bagi seseorang (makhluk) sehingga seolah-olah merupakan watak baru.
     d. Kattata Kamma
         Sebagai syarat yang merupakan penentuan kelahiran seseorang (makhluk), bila Acinna Kamma tidak terdapat padanya. Kattata Kamma ini adalah kamma yang tidak begitu berat dirasakan akibatnya dari perbuatan-perbuatan yang lampau, sehingga kamma ini yang akan menentukan keadaan dari kehidupan selanjutnya.
« Last Edit: 08 January 2010, 10:57:23 AM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #46 on: 14 March 2009, 12:02:28 AM »
4.  Menurut Tempat dan Keadaan di mana Kamma Akan Berbuah (Berakibat)
     Golongan Hukum Kamma ini dapat dibagi lagi dalam empat jenis, yaitu:
     A. Kamma Buruk (tidak baik atau tidak bermoral)
         Kamma (perbuatan) buruk ini akan berbuah dan mengakibatkan malapetaka maupun bertumimbal-lahir di alam sengsara yang menderita. Semua perbuatan jahat ini berakar pada:
         1. Lobha, yaitu terikatnya keinginan pada sesuatu sehingga menimbulkan keserakahan.
         2. Dosa, yaitu ketidaksukaan atau penolakan yang sangat pada sesuatu sehingga menimbulkan kebencian.
         3. Moha, yaitu kebodohan batiniah sehingga menimbulkan kegelapan batin.

Kamma buruk ini terdiri atas sepuluh jenis yang terbagi melalui 3 golongan, yaitu :
    (1) Dilakukan dengan badan jasmani
    a. Pembunuhan
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan pembunuhan adalah :
        – adanya makhluk lain (objek)
        – kesadaran makhluk yang bersangkutan (subjek) akan adanya adanya hal ini
        – niat untuk membunuh
        – langkah-langkah perbuatan
        – kematian makhluk lain tersebut (objek) sebagai akibat tindakannya
Akibat dari pembunuhan yaitu datangnya malapetaka, banyak musuh, pendek umur, menderita berbagai penyakit, senantiasa berada dalam kesedihan, hidup di bawah tekanan dan kecemasan, terlahir kembali di lingkungan yang penuh kekerasan, terlahir kembali dalam keadaan cacat, terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, hidup dengan mengalami berbagai penyiksaan, terlahir kembali di alam-alam rendah, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   b. Pencurian
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan pencurian adalah :
       – adanya sesuatu yang merupakan milik makhluk lain (objek)
       – kesadaran makhluk yang bersangkutan (subjek) akan hal ini
       – niat untuk mengambil sesuatu milik orang lain yang tidak diberikan
       – langkah-langkah perbuatan
       – peralihan benda ke makhluk yang bertindak sebagai akibatnya
Akibat dari pencurian yaitu datangnya malapetaka, banyak musuh, kehilangan teman, terlahir kembali sebagai manusia yang miskin, dihina dan diremehkan, dirangsang oleh keinginan-keinginan yang selalu tidak tercapai, tidak dapat hidup mandiri, terlahir kembali dalam keadaan cacat, terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, terlahir kembali di alam-alam rendah, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   c. Berzinah
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan perzinahan adalah :
       – adanya makhluk lain (objek)
       – kesadaran makhluk yang bersangkutan (subjek) akan hal ini
       – niat untuk berhubungan
       – langkah-langkah perbuatan
       – tercapainya perbuatan tersebut
Akibat dari berzinah yaitu hamil (bagi makhluk berjenis kelamin wanita), pudarnya keindahan dari bentuk tubuh, datangnya malapetaka, banyak musuh, memiliki pasangan hidup yang tidak disenangi, menderita berbagai penyakit dan gangguan kelamin, dirangsang oleh nafsu yang tidak habis-habisnya, terlahir kembali sebagai orang yang mempunyai perasaan seks tidak normal (hyperseks, homoseksual, lesbian maupun sebagai banci atau tomboy), terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, terlahir kembali di alam-alam rendah, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   (2) Dilakukan dengan kata-kata
   a. Berdusta
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan berdusta adalah :
       – kemampuan berbicara oleh makhluk yang bersangkutan (subjek)
       – ide akan sesuatu hal yang merupakan kedustaan
       – niat untuk berdusta kepada makhluk lain
       – usaha untuk berdusta kepada makhluk lain yang mampu mendengar dan memahami penyampaian
       – terhasutnya makhluk lain (objek) akibat dari penyampaian dusta tersebut
Akibat dari berdusta yaitu datangnya malapetaka, banyak musuh, kehilangan teman, menjadi objek pembicaraan yang tidak baik oleh makhluk-makhluk lain, dihina dan dicela, tidak dipercayai oleh khalayak ramai, menderita berbagai gangguan kesehatan, terlahir kembali dengan paras yang buruk, terlahir kembali dengan suara yang tidak bagus, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   b. Berbicara kasar dan atau menghina
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan berbicara kasar atau menghina adalah :
       – kemampuan berbicara oleh makhluk yang bersangkutan (subjek)
       – ide akan sesuatu hal yang merupakan perkataan kasar dan atau penghinaan
       – niat untuk berkata kasar dan atau menghina
       – usaha untuk berkata kasar dan atau menghina
       – tersampaikannya kata kasar dan atau hinaan kepada makhluk lain (objek)
Akibat dari berbicara kasar dan atau menghina yaitu datangnya malapetaka, banyak musuh, sering dituduh berbuat yang tidak baik oleh makhluk lain, menjadi pembicaraan yang tidak baik oleh makhluk lain, menderita berbagai gangguan kesehatan, terlahir kembali dengan paras yang buruk, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   c. Berbicara tentang keburukan makhluk lain dan atau memfitnah
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan menggosip dan atau memfitnah adalah :
       – kemampuan berbicara oleh makhluk yang bersangkutan (subjek)
       – ide akan sesuatu hal yang merupakan pembicaraan tentang keburukan makhluk lain dan atau fitnah
       – niat untuk berbicara tentang keburukan makhluk lain dan atau memfitnah
       – usaha untuk berbicara tentang keburukan makhluk lain dan atau memfitnah
       – tersampainya info tentang keburukan makhluk lain dan atau fitnahan kepada makhluk lain (objek)
Akibat dari berbicara tentang keburukan orang lain dan atau memfitnah yaitu datangnya malapetaka, banyak musuh, tidak dipercayai oleh khalayak ramai, menderita berbagai macam penyakit, mendapati keburukan dan atau fitnahan yang sama seperti yang telah diucapkan, terlahir kembali dengan paras yang buruk, terlahir kembali sebagai makhluk yang sedikit sekali berpengaruh, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   d. Berbicara tentang hal-hal yang tidak perlu (omong kosong) atau membual  
       Syarat-syarat yang melandasi satu tindakan membual adalah :
       – kemampuan berbicara oleh makhluk yang bersangkutan (subjek)
       – ide akan sesuatu hal yang merupakan omong kosong atau bualan
       – niat untuk berkata omong kosong (omong besar) atau membual
       – usaha untuk berbicara tentang hal yang merupakan omong kosong dan bualan
       – tersampainya perkataan yang bersifat omong kosong dan bualan
Akibat dari berbicara tentang perkataan yang bersifat omong kosong dan bualan yaitu datangnya malapetaka, tidak dipercayai oleh khalayak ramai, menderita berbagai gangguan kesehatan, dirangsang oleh keinginan yang selalu tidak tercapai, terlahir kembali dengan paras yang buruk, terlahir kembali dengan kondisi yang penuh kekurangan, atau setidaknya munculnya masalah baru.

   (3) Dilakukan dengan pikiran
   a. Keserakahan
       Syarat-syarat yang melandasi satu bentuk pikiran akan keserakahan adalah :
       – sesuatu yang belum atau tidak dimiliki (dicapai) oleh makhluk yang bersangkutan (subjek)
       – keinginan untuk memilikinya atau mencapainya sehingga menciptakan kemelekatan
       – tekad yang kuat untuk meraihnya sebagai buah dari kemelekatan tersebut
Akibat dari keserakahan yaitu datangnya malapetaka, kehilangan teman, menderita berbagai gangguan kesehatan, dirangsang oleh keinginan yang tidak tercapai, kurang bisa berprestasi, terlahir kembali dengan kondisi yang serba kekurangan, terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, terlahir kembali ke alam-alam rendah lainnya, atau setidaknya munculnya kegelisahan.

   b. Kemauan ataupun pikiran tidak baik (jahat)
       Syarat-syarat yang melandasi satu bentuk pikiran tidak baik (jahat) adalah :
       – ide akan sesuatu hal yang dapat merugikan objek (makhluk lain) bila sudah terlaksana
       – keinginan agar hal tersebut dapat terjadi
       – langkah-langkah imajinasi dan atau disertai tekad yang kuat agar hal tersebut dapat terjadi
Akibat dari berpikir jahat (tidak baik) adalah datangnya malapetaka, kehilangan teman, menderita berbagai gangguan kesehatan, terlahir kembali dengan kondisi yang tidak baik, terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, terlahir kembali ke alam-alam rendah lainnya, atau setidaknya munculnya kegelisahan.

   c. Kekeliruan pandangan hidup
       Syarat-syarat yang melandasi satu bentuk pikiran keliru akan kehidupan adalah :
        – ide akan pandangan hidup yang kurang bijaksana
        – keinginan untuk menjalankan gaya hidup sesuai dengan pandangannya tersebut
        – ketidakpedulian dan tidak menerima pendapat lain sebagai buah dari kebodohan dan keras kepala
Akibat dari memiliki kekeliruan pandangan hidup adalah datangnya malapetaka, kehilangan teman, menderita berbagai gangguan kesehatan, terlahir kembali dengan menderita penyakit bawaan, terlahir kembali dengan keadaan yang tak terpuaskan, terlahir kembali ke alam-alam rendah lainnya, atau setidaknya munculnya ketidaknyamanan hidup dan ketidakpuasan diri.


     B. Kamma Baik yang Berakibat Hanya Sampai di Kehidupan di Alam Dunia ini
         Kamma (perbuatan) baik ini akan berbuah dan mengakibatan datangnya kebahagiaan dan kenyamanan dalam menjalankan hidup. Adapun 10 jenis perbuatan yang termasuk dalam kamma baik ini, yaitu:
          1.   Dana → beramal harta, perbuatan, maupun ucapan dan juga murah hati
          2.   Sila → hidup bersusila
          3.   Bhavana → bermeditasi dan menenangkan batin
          4.   Apacayana → berendah hati dan menghormat
          5.   Veyyavacca  → berbakti
          6.   Pattidana → berkecenderungan untuk membagi kebahagiaannya kepada makhluk-makhluk lain
          7.   Pattanumodana → turut berbahagia merasakan kebahagiaan makhluk-makhluk lain
          8.   Dhammasavana → mempelajari dan sering mendengarkan Dhamma (ajaran kebaikan)
          9.   Dhammadesana → menerangkan dan menyebarkan Dhamma (ajaran kebaikan)
          10. Ditthijukamma → berpandangan hidup yang benar

          Akibat dari melakukan perbuatan-perbuatan tersebut adalah:
          1.   Memperoleh kekayaan pada kehidupan ini dan kehidupan selanjutnya
          2.   Memiliki paras yang baik dan dihargai banyak orang karena kepribadian yang luhur
          3.   Mencapai kesucian dan memperoleh kemampuan gaib serta bertumimbal lahir di Alam Deva
          4.   Disenangi banyak orang dan terlahir kembali dalam keluarga yang luhur budi pekertinya
          5.   Dihargai banyak orang dan dapat meraih banyak cita-citanya yang luhur dan mulia
          6.   Hidup berbahagia dan terlahir kembali dengan berbagai bakat dan kepandaian
          7.   Hidup sehat berbahagia dan terlahir kembali dalam keluarga yang sejahtera
          8.   Hidup penuh kedamaian dan bijaksana serta terlahir kembali di alam-alam yang menyenangkan
          9.   Dihargai banyak orang, terlahir kembali sebagai orang besar atau bertumimbal lahir di Alam Deva
          10. Dihargai banyak orang, hidup sejahtera dan bertumimbal lahir di alam-alam yang menyenangkan


     C. Kamma Baik yang Berakibat Sampai di Kehidupan Alam Halus yang Masih Berwujud
         Kamma (perbuatan) baik ini terdiri atas 5 tingkat kebatinan (mental) yang hanya dapat dicapai oleh latihan-latihan meditasi, yaitu :
       1. Jhana Pertama
       Keadaan batin ini terdiri dari 5 tahap, yaitu :
          a. vittaka → usaha dalam tingkat permulaan untuk memegang objek meditasi
          b. vicara → keadaan batin yang sudah berhasil memegang objek meditasi dengan kuat
          c. piti → kegiuran karena telah mencapai kondisi mental (batin) tersebut
          d. sukha → kebahagiaan yang dirasakan akibat dari ketenangan pada keadaan mental (batin) tersebut
          e. ekaggata → pemusatan pikiran yang kuat hingga tidak menyadari lagi semua keadaan lingkungan
       2. Jhana Kedua
       Keadaan batin ini sudah berhasil menyingkirkan vittaka, sehingga hanya memiliki 4 tahap, yaitu vicara, piti,sukha dan ekaggata.
       3. Jhana Ketiga
       Keadaan batin ini sudah berhasil menyingkirkan vittaka dan vicara, sehingga hanya memiliki 3 tahap, yaitu piti, sukha dan ekaggata.
      4. Jhana Keempat
      Keadaan batin ini sudah berhasil menyingkirkan vittaka, vicara dan piti, sehingga hanya memliki 2 tahap yaitu sukha dan ekaggata.
      5. Jhana Kelima
      Keadaan batin ini sudah berhasil menyingkirkan vittaka, vicara, piti, dan sukha, sehingga hanya memiliki 1 tahap yaitu ekaggata dan muncul juga upekkha (keseimbangan batin).


     D. Kamma Baik yang Berakibat Sampai di Kehidupan Alam Halus yang Sudah Tidak Berwujud
         Kamma baik ini terdiri dari 4 tingkat kebatinan (mental) yang hanya dapat dicapai melalui latihan-latihan meditasi tinggi, yaitu :
   1. Akasanancayatana → batin berada dalam ruang yang tak terbatas
   2. Vinnancayatana → batin berada dalam kesadaran yang tak terbatas
   3. Akincannayatana → batin berada dalam keadaan kosong
   4. Neva-sanna-nasannayatana → batin    berada    dalam    keadaan    "bukan-pencerapan"   ataupun "bukan bukan-pencerapan"


Sang Buddha mengatakan:

“Segala sesuatu timbul, bergerak dan lenyap kembali sesuai dengan hukum-hukum yang bersangkutan karena syarat-syarat dan sebab-sebab tertentu yang saling berpadu. Seorang yang tidak dapat menguasai jasmani dan batinnya, tidak dapat menguasai nafsu keinginan-keinginannya, akan sedikit sekali memiliki sifat kebaikan dan kebijaksanaan dan lemah dalam tekadnya. Orang yang demikian akan mudah sekali menderita disebabkan oleh hal-hal yang kecil (sepele). Kita adalah pembuat kamma baik dan kamma buruk kita sendiri. Tidak ada seseorang atau makhluk (bentuk “person”) apa pun yang dapat membersihkan kamma buruk yang pernah kita lakukan. Hanya dengan kesadaran dan pengertian akan hal tersebutlah dan dengan disertai tekad yang kuat, maka seseorang dapat membersihkan dirinya dari segala perbuatan tidak baik dan menuju ke penyucian diri.”

   “Aku akan menjadi tua,
   “Aku belum mampu mengatasi hal itu,
   “Aku akan mengalami sakit,
   “Aku belum mampu mengatasi hal itu,
   “Aku akan mati,
   “Aku belum mampu mengatasi hal itu,
   “Aku adalah pemilik kammaku sendiri,
   “Pewaris kammaku sendiri,
   “Lahir dari kammaku sendiri,
   “Berhubungan dengan kammaku sendiri,
   “Terlindung oleh kammaku sendiri,
   “Apapun kamma yang kuperbuat,
   “Baik atau buruk,
   “Itulah yang akan kuwarisi,
   “Hendaklah ini selalu kita renungkan”


« Last Edit: 08 January 2010, 11:03:03 AM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #47 on: 14 March 2009, 12:04:45 AM »
Punnabbhava (Tumimbal Lahir)

Apa yang dimaksud dengan tumimbal lahir itu? Tumimbal lahir adalah proses penerusan kehidupan dalam bentuk kelahiran kembali. Satu proses penerusan kehidupan dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya sesuai dengan kammanya masing-masing.

Tidak ada “sesuatu” yang berpindah atau mengambil bentuk tubuh yang baru saat tumimbal lahir terjadi. Namun akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (makhluk), maka akan terlahirlah orang (makhluk) selanjutnya akibat dari perbuatan orang (makhluk) itu sebelumnya. Bila kita mendalami makna sebenarnya dari nyawa, maka kita akan menemukan fakta bahwa nyawa itu sebenarnya adalah energi. Seluruh Alam Semesta ini terdiri dari paduan energi, yang jika disederhanakan akan menjadi energi diam (potensial) dan energi gerak (kinetik). Energi potensial hanya dimiliki oleh segala sesuatu yang diam, sedangkan energi kinetik hanya dimiliki oleh segala sesuatu yang bergerak. Namun kedua energi ini dapat berpadu dan menjadi suatu energi mekanik.

Energi adalah sesuatu yang selalu bergerak, berubah dan mengambil bentuk lain. Contoh simpel yang sering ada dalam kehidupan kita di zaman moderen ini adalah batu baterai. Energi kimia yang terkandung dalam batu baterai dapat diubah menjadi energi listrik sehingga mampu menggerakan sesuatu benda atau menghasilkan bentuk energi lainnya. Ketika energi kimia yang dikandung pada batu baterai itu habis, maka energi listrik itu pun turut lenyap, demikian pula bentuk energi lain yang dihasilkan dari reaksi tersebut. Namun energi ini tidaklah lenyap dari Alam Semesta. Energi ini akan berubah sesuai dengan hukumnya dan kembali berubah menjadi energi lain. Ketika batu baterai itu sudah tidak lagi memiliki kandungan kimia yang dapat berubah menjadi energi listrik dan sebagainya, energi yang terkandung dalam batu baterai itu akan berubah dan memberi dampak bagi batu baterai itu sendiri. Misalnya kita dapat menemukan fakta bahwa batu baterai itu sudah lapuk dan mengeluarkan cairan. Ini adalah salah satu contoh dari perubahan energi, dan energi yang terkandung di batu baterai itu tidak hanya berubah dalam bentuk perubahan batu baterai itu sendiri saja. Selain itu perubahan bentuk dari batu baterai itu sendiri juga merupakan sebab dari perubahan energi selanjutnya.

Albert Einstein mengemukakan Hukum Kekekalan Energi :
"Energi tidak bisa diciptakan, juga tidak bisa dimusnahkan. Namun energi dapat diubah ke bentuk energi yang lain."

Kalau kita meneliti sifat dari energi ini, mungkin kita akan berpendapat bahwa energi itu kekal dan berarti tidak ada akhir dari tumimbal lahir. Pendapat itu tidaklah benar! Energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan oleh energi lain yang berada di luar energi tersebut. Energi dapat diciptakan dan demikian juga dapat dimusnahkan oleh energi itu sendiri. Karena itulah maka Sang Buddha pun bersabda :
“Semua benda muncul karena ada sebab, dan terdapat sebab lain di dalamnya pula yang dapat meniadakannya.”

Atas dasar hukum inilah, maka Sang Buddha mengajarkan kepada semua makhluk untuk berusaha dengan segala kemampuan dan kekuatannya sendiri untuk meraih atau mencapai sesuatu. Tidak ada hadiah atau hukuman di hukum alam, yang ada hanyalah berbagai konsekuensi. Tidak ada kesuksesan yang datang karena anugerah atau pemberian cuma-cuma, tidak ada surga atau neraka yang ditentukan dari satu kekuasaan luar, dan tidak ada pula Pembebasan Sempurna yang diberikan secara gratis. Semua ada konsekuensinya, dan semua harus diraih dengan usaha. Jika kita menengok teori Ilmu Fisika, maka kita akan mendapati bahwa “usaha” adalah satu bentuk perubahan energi. Alam semesta ini diliputi oleh “usaha”, oleh karena itulah perubahan pun terjadi. Dunia ini selalu berubah dan tidak akan pernah berhenti. Karena ada Hukum Perubahan, maka ada pula kemajuan-kemunduran atau suka-duka. Oleh karena itu, kita dapat berbahagia ketika perubahan yang baik terjadi pada hidup kita, dan kita dapat bersedih ketika perubahan yang tidak baik terjadi dalam hidup kita. Ketika perubahan terjadi dalam hidup kita, kita harus menerima perubahan itu sebagai keadaan alam yang sewajarnya. Sangat wajar, sangat natural, dan memang begitu seharusnya. Ketika kita menolak diri dari kenyataan akan terjadinya perubahan yang tidak baik itu, maka kita pun menderita.

Karena itulah Sang Buddha kemudian bersabda :
“Terimalah perubahan itu sebagai satu proses yang memang harus terjadi akibat paduan kamma. Jika engkau menolaknya, maka engkau akan menderita. “

Oleh karena energi dapat dimusnahkan oleh kekuatannya sendiri, maka ada kondisi dimana terbebas dari Lingkaran Samsara atau tumimbal lahir. Makna “dimusnahkan” itu bukanlah berarti membunuh, menghancurkan atau membinasakan diri. Kata itu mengandung artian bahwa energi itu memang bisa lenyap. Pengertian “lenyap” ini harus dipahami sebagai satu pengertian yang berarti “kebebasan”. Dengan lenyapnya (terbebasnya) energi itu dari proses perubahan, maka tidak akan ada lagi “usaha” yang meliputinya. Dengan demikian tidak ada lagi Hukum Perubahan yang ada pada energi tersebut. Atau dalam pengertian yang lebih kompleks, berarti tidak ada lagi unsur-unsur apapun yang melekat, lepas dari semua paduan dan hal-hal dualistis lainnya. Tidak lagi terkondisikan, tidak lagi dilahirkan, tidak lagi menjelma, tidak lagi tercipta, inilah Nibbana atau Pembebasan Sempurna.

Dalam mitologi Buddhisme, Alam Semesta ini terdiri dari 31 Jenis Alam Kehidupan, yaitu :
1) Arupa Loka (Alam Tanpa Bentuk)
    a. N’eva Sanna N’asannayatana
    b. Akincannayatana
    c. Vinnanancayatana
    d. Akasanancayatana
2) Rupa Loka (Alam Berbentuk)
    Makhluk-makhluk yang berada di alam ini adalah mereka yang telah melatih diri melalui jalan meditasi tinggi, sehingga batin mereka berada dalam tingkat kesucian (Jhana). Makhluk-makhluk ini terbagi atas 4 tingkat kesucian (Jhana), yang terbagi lagi menjadi 16 Alam Kehidupan, yaitu:
    A. Catutha Jhana Bhumi (Alam Jhana Keempat)
         a. Akamittha
         b. Sudassi
         c. Sudassa
         d. Atappa
         e. Aviha
         f. Asannasatta
         g. Vehapphala
    B. Tatiya Jhana Bhumi (Alam Jhana Ketiga)
         a. Subbakinha
         b. Appamanasubha
         c. Parittasubha
    C. Dutiya Jhana Bhumi (Alam Jhana Kedua)
         a. Abhassara
         b. Appamanabha
         c. Parittabha
    D. Pathama Jhana Bhumi (Alam Jhana Pertama)
         a. Maha Brahma
         b. Brahma Purohita
         c. Brahma Parisajja
3) Kama Loka (Alam Nafsu / Keinginan)
    A. Sugati (Alam Bahagia)
        ● Devaloka (Alam Dewa)
            a. Paranimmitavasavattu
            b. Nimmanaran
            c. Tusita
            d. Yama
            e. Tavatimsa
            f. Catummaharajika
        ● Manusa (Alam Manusia)
    B. Dugati (Alam Sengsara)
         a. Asurayoni
   Makhluk Asura adalah makhluk jin, dedemit, peri, raksasa, atau mungkin disebut juga sebagai dewa rendahan, misalnya naga, garuda, gandhabha, ataupun yakkha. Makhluk yang berada di alam ini termasuk dalam alam yang tidak berbahagia, karena di alam ini mereka tidak dapat hidup dan berbuat leluasa. Selain itu Alam Asura adalah suatu alam yang terdapat banyak ketidaknyamanan.

         b. Petayoni
   Terdapat empat jenis makhluk peta, yaitu:

– Paradattupajivika-peta, yaitu makhluk peta (setan) yang hidup dari makanan yang disuguhkan manusia dalam upacara sembahyang. Mereka inilah yang paling cepat dan paling mudah menerima pelimpahan jasa dalam upacara pattidana.
– Khupapipasika-peta, yaitu makhluk peta (setan) yang selalu penasaran, kelaparan, kehausan dan selalu dipenuhi rasa keserakahan.
– Nijjhamatanhika-peta, yaitu makhluk peta (setan) yang selalu menderita kedinginan, kepanasan atau rasa sakit lainnya.
– Kalakancika-peta, yaitu makhluk peta (setan) yang berwujud seperti makhluk Asura.

Makhluk Alam Peta tidak dapat mencerna makanan-makanan yang “bersih”, karena struktur biologis mereka memang tidak dapat menerima makanan seperti itu. Jika makhluk Peta memaksakan diri untuk memakan makanan seperti itu, maka tenggorokan mereka akan terasa kepanasan seperti terbakar. Oleh karena itulah, maka Makhluk Peta banyak memakan makanan kotor, lendir-lendir, sampah-sampah, dan sebagainya.

         c. Tiracchanayoni
   Makhluk Tiracchana adalah para hewan dan binatang, yang terdiri dari berbagai macam species seperti mamalia, reptil, amfibi, serangga, unggas, dan ikan.

         d. Niraya
   Niraya biasa sering disebut sebagai “neraka”. Alam Niraya adalah alam kehidupan yang penuh dengan penderitaan hebat. Makhluk-makhluk yang berada di alam ini akan selalu merasa dirinya tersiksa, menderita, kesakitan, kepanasan, dan berbagai penderitaan lainnya yang tanpa henti. Terdapat delapan Maha Niraya (Neraka Besar), yang masing-masingnya terbagi lagi sehingga keseluruhannya terdapat 136 Neraka. Delapan Maha Niraya itu antara lain:

<1> Sanjiva Niraya
Makhluk yang berada di alam ini akan merasakan penderitaan tubuhnya terpotong-potong menjadi kepingan-kepingan tiada putusnya. Makhluk di alam ini akan mati dan bertumimbal lahir lagi di alam ini lagi, sampai berkali-kali hingga kamma buruknya telah habis. Kata “Sanjiva” itu berarti “hidup lagi dan hidup lagi”.

<2> Kalasuta Niraya
“Kalasuta” berarti “benang hitam”. Penghuni alam ini akan merasakan seluruh tubuhnya terjerat oleh benang hitam dan selalu merasakan hantaman dan pukulan ke arah tubuh mereka.

<3> Sanghata Niraya
Sanghata Niraya (Neraka Penghancur) adalah neraka yang penghuninya merasakan dirinya dihantam dan dihancurkan oleh batu karang raksasa yang menyala-nyala.

<4> Roruva Niraya
Penghuni Neraka Roruva (daerah Tartarus) merasakan nyala api dan asap memasuki tubuh mereka melalui sembilan lubang seperti telinga, hidung, mulut, mata, dan sebagainya.

<5> Maha Roruva Niraya
Sementara itu di Neraka Maha Roruva (Roruva Besar), penghuninya merasakan dipanggang dalam nyala api yang besar sekali.

<6> Tapana Niraya
Makhluk yang menghuni alam ini akan berada dalam satu keadaan dimana mereka terikat dan melekat pada batang yang menyala, dan di seluruh lantai dan sekelilingnya pun menyala kobaran api yang luar biasa.

<7> Patapa Niraya
Sementara itu di Patapa Niraya (pembakaran yang hebat), penghuninya merasa dipaksa oleh pukulan “senjata otomatis” dan menyala-nyala, untuk mendaki gunung yang diliputi api, dan api itu menyerangnya kembali dengan kuat sehingga mereka terjatuh ke bawah dan kembali terikat pada `batang besi menyala, dan menderita demikian serta tidak dapat bergerak.

<8> Avici Niraya
Neraka Avici (yang berarti tanpa penghentian), yang merupakan neraka terbesar dan neraka yang paling menakutkan dan amat sengsara. Penghuni neraka ini akan merasakan semua penderitaan yang ada di 7 neraka lainnya, dan dengan frekuensi dan kualitas yang lebih dashyat.
« Last Edit: 08 January 2010, 11:09:42 AM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #48 on: 14 March 2009, 12:05:26 AM »
Paticca Samuppada (Fenomena Hidup dan Kehidupan – Sebab-Musabab yang Saling Bergantung)

Paticca Samuppada yaitu sebab-musabab yang saling bergantung. Standar format dari Paticca Samuppada tersebut memiliki Dua Interpretasi Utama, yakni satu format adalah sebagai proses yang berlangsung dari kehidupan satu ke kehidupan lain, sedangkan format yang lain merupakan sebuah proses segera, yang muncul di dalam saat-saat kesadaran. Sang Buddha bersabda :
   “Imasmim sati idam hoti,
   “Imassupadda idam uppajjati,
   “Imasmim asati idam na hoti,
   “Imassa nirodha idam nirujjati”

   Artinya :
   “Dengan adanya ini, maka terjadilah itu
   “Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu
   “Dengan tidak adanya ini, maka lenyaplah itu
   “Dengan terhentinya ini, maka terhentilah juga itu”


Fenomena ini menjelaskan tentang Hukum Relativitas. Segala sesuatu di Semesta Raya ini ada karena Hukum Relativitas. Semuanya merupakan perpaduan berbagai unsur, bergantung pada unsur, dan saling menjadikan. Fenomena kehidupan dan kelangsungan kehidupan ini dapat diterangkan dalam beberapa sudut pandang, antara lain :
– Sudut pandang Nidana 12 (12 Faktor)
– Sudut pandang Tayo Addha 3 (3 Periode)
– Sudut pandang Catusankhepa (4 Bagian)
– Sudut pandang Visatakara (4 Fase 5 Sebab-Akibat)
– Sudut pandang Tini Vattani (3 Lingkaran)
– Sudut pandang Ti Sandhi (3 Hubungan)

Berikut ini adalah pembahasan-pembahasan berdasarkan berbagai sudut pandang tersebut :
A.  12 Faktor (Nidana 12)
      1)   Avijja Paccaya Sankhara
            Dikondisikan oleh ketidaktahuan (avijja), maka terjadilah bentuk-bentuk kamma (sankhara)
      2)   Sankhara Paccaya Vinnanam
            Dikondisikan oleh bentuk-bentuk kamma, maka timbullah kesadaran (vinnana)
      3)   Vinnanam Paccaya Namarupam
            Dengan adanya kesadaran, maka timbullah batin (nama) dan badan jasmani (rupa)
      4)   Namarupam Paccaya Salayatanam
            Dikondisikan oleh batin dan badan jasmani, maka timbullah enam landasan indera (salayatana)
      5)   Salayatana Paccaya Phassa
            Dikondisikan oleh enam landasan indera, maka timbullah kontak (phassa)
      6)   Phassa Paccaya Vedana
            Dikondisikan oleh kontak, maka timbullah perasaan (vedana)
      7)   Vedana Paccaya Tanha
            Dikondisikan oleh perasaan, maka timbullah nafsu keinginan (tanha)
      8')  Tanha Paccaya Upadanam
            Dikondisikan oleh nafsu keinginan, maka timbullah kemelekatan (upadana)
      9)   Upadana Paccaya Bhava
            Dikondisikan oleh kemelekatan, maka timbullah proses penerusan (bhava)
      10) Bhava Paccaya Jati
            Dikondisikan oleh proses penerusan, maka terjadilah kelahiran kembali (jati)
      11) Jati Paccaya Jaramaranam
            Dikondisikan oleh kelahiran, maka terjadilah keluh-kesah, sakit, pelapukan, kematian, dll.
      12) Jara-Marana
            Keluh-kesah, sakit, pelapukan, kematian, dll. adalah takdir yang tidak dipat diingkari

Perlu diketahui, avijja (ketidaktahuan akan kebenaran abadi) bukanlah sebab utama, dan jara-marana bukanlah penyebab avijja. Tiap-tiap Nidana terjadi oleh dan juga berbarengan dengan itu menjadikan. Oleh karena itu mereka semua relatif, saling bergantungan dan saling mengikat serta tidak ada yang tunggal atau berdiri sendiri. Keluh-kesah, sakit, pelapukan, kematian, dan penderitaan adalah takdir yang memang tidak dapat dielakkan. Jadi cara untuk mengakhirinya adalah mengakhiri kelahiran. Mengapa ada kelahiran? Kelahiran ada karena ada sebab yang membawa kita untuk memperpanjang penderitaan. Setelah kematian terjadi, karena sebab itu masih ada maka terjadilah tumimbal lahir atau proses penerusan kehidupan (yang sering disalahartikan sebagai reinkarnasi). Sebab itu adalah proses yang kita buat, proses yang memperpanjang kamma, yaitu proses perbuatan (kamma). Hukum Kamma memiliki kekuatan yang mampu menyeret kita untuk bertumimbal lahir.

Mengapa kita membuat kamma yang bermacam-macam? Kita melakukannya karena kita melekat. Melekat pada sesuatu yang nikmat, melekat pada yang kita sayangi, melekat pada yang kita benci, dan sebagainya. Perasaan ini membuat kita ingin merasakan terus dan tidak rela untuk menghapusnya dalam kehidupan kita, sehingga kekuatan ini akan menyebabkan kita bertumimbal lahir. Lalu kenapa kita bisa melekat? Kita selalu “menginginakan”, dan kehendak itulah yang dinamakan sebagai nafsu. Karena nafsulah maka kita melekat. Lalu kenapa bisa ada nafsu? Nafsu bukanlah kodrat kehidupan yang tidak bisa diredam atau dikikis habis. Nafsu muncul karena dikondisikan oleh perasaan. Bila perasaan muncul terhadap sesuatu, maka bila tidak ada kebijaksanaan, pengendalian diri serta perhatian murni (sati), maka terjadilah keinginan untuk merasakan, lalu ingin mengulang-ulang untuk merasakan kembali, sehingga melekat, dan selanjutnya dilakukanlah kamma yang menyebabkan proses tumimbal lahir terjadi kembali.

Lalu apa yang menimbulkan perasaan ? Perasaan itu timbul karena dikondisikan oleh kontak. Kontak yang mengkondisikan ini adalah bentuk kontak batin yang berlangsung saat proses bersama antara indera, objek, perhatian dan media. Contohnya : Saat mata melihat objek penglihatan disertai perhatian pada saat cahaya cukup kuat, maka terjadilah proses batin yang disebut kontak bersamaan dengan kesadaran melihat. Saat kontak terjadi, maka perasaan otomatis muncul. Mengapa terjadi kontak ? Karena ada 6 landasan indera (salayatana). Indera pengelihatan mengadakan kontak dengan dunia luar dengan segala objek wujud, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Indera pendengaran mengadakan kontak dengan dunia luar dengan segala objek suara, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Indera penciuman mengadakan kontak dengan dunia luar dengan segala objek bebauan, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Indera perasa mengadakan kontak dengan dunia luarnya dengan segala objek rasa, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Indera peraba mengadakan kontak dengan dunia luar dengan segala objek bentuk, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Landasan batin (mental) mengadakan kontak dengan dunia luar dengan segala bentuk pikiran, mengkondisikan diri untuk mengenali dunianya. Karena kontak terjadi akibat adanya 6 landasan indera, bukan berarti kita harus menghancurkannya untuk mencapai kesucian. Semuanya ini dapat dikendalikan oleh sati (perhatian murni).

Mengapa ada salayatana (enam landasan indera) ? Karena ada batin (nama) dan jasmani (rupa). Batin ini bekerja bersama dengan jasmani dalam mengarungi kehidupan. Paduan dari batin dan jasmani ini akan mengkondisikan “alat” untuk mengenali dunianya. Alat inilah yang dinamakan indera. Objek-objek dunia seperti wujud, suara, bebauan, rasa, maupun bentuk itu ada bukan karena menyesuaikan dengan indera. Namun indera timbul karena menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lalu mengapa ada batin dan jasmani ? Karena ada proses yang menghubungkan kehidupan lampau dengan kehidupan sekarang. Ada kesadaran tumimbal lahir (patisandhi vinnana) yang menghubungkan kehidupan lampau dengan kehidupan sekarang. Lalu mengapa ada kesadaran tumimbal lahir (patisandhi vinnana) ? Karena ada sankhara (kamma) yang bermacam-macam telah dilakukan. Apakah yang telah dilakukan ? Yaitu perbuatan-perbuatan yang akan menyeret kita untuk terus berada dalam samsara (lingkaran penghidupan). Mengapa ada sankhara ? Karena dikondisikan oleh avijja (ketidaktahuan). Tidak mengerti hakekat dari segala sesuatu, tidak mengerti yang baik dan yang jahat, dan tidak mampu menyelami kebenaran abadi. Avijja adalah sumber dari 3 akar kejahatan, yaitu lobha (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha (kegelapan batin). Ketika avijja menyelubungi kita, dunia akan terasa gelap. Kita tidak lagi takut untuk berbuat salah, kita tidak lagi malu untuk berbuat yang tidak benar, kita tidak lagi mempunyai kebijaksanaan, terlebih lagi kita tidak akan mampu menguasai pikiran dan tindakan kita. Banyak contoh yang menunjukkan bukti bahwa manusia terselubungi oleh avijja. Mari kita tinjau contoh-contoh berikut :

Manusia dulu menganggap bahwa Matahari yang mengelilingi Bumi, namun kenyataannya Bumilah yang mengelilingi Matahari. Manusia dulu menganggap bahwa Bumi kita ini adalah datar, namun kenyataanya Bumi kita adalah bulat. Dulu kita menganggap bahwa langit kita adalah berwarna biru, namun kenyataanya langit berwarna transparan dan terbias sehingga nampak biru bila dilihat dari Bumi. Manusia dulu berpikir bahwa keturunan hanya dapat didapat melalui pembuahan alami, namun kenyataannya teknologi klonning dapat menciptakan generasi baru, termasuk dapat juga diterapkan pada manusia. Bukti-bukti tadi adalah contoh kecil ketidaktahuan manusia yang ternyata pendapatnya sudah dibuktikan salah oleh ilmu pengetahuan. Dhamma yang diajarkan Sang Buddha, adalah media yang paling tepat untuk mengikis avijja sampai habis ke akar-akarnya. Karena dengan melenyapkan avijja, maka kita akan mampu melihat kebenaran abadi.

Di dalam Tipitaka (Kitab Suci Agama Buddha, yang berisi semua ajaran dan khotbah Sang Buddha yang disalin dalam 3 bagian besar), dinyatakan bahwa Sang Buddha tidak selalu mendeskripsikan lingkaran Paticcasamuppada di dalam satu bentuk tetap (dari awal hingga akhir seperti di atas). Format seperti di atas digunakan dalam kasus ketika Sang Buddha sedang menjelaskan prinsip Paticca Samuppada secara umum, namun ketika Beliau sedang menjelaskan masalah yang lebih khusus, Beliau sering menjelaskannya dalam urutan yang terbalik, atau bahkan Beliau juga dapat memulainya dari faktor tengah, tergantung dari masalah yang berkaitan. Karena itu marilah kita mendalami Paticcasamuppada yang dilihat dari sudut pandang lainnya, dimulai dari Tiga Periode (Tayo Addha) dan Empat Bagian (Catusankhepa).


Gambar siklus Paticca Samuppada - 12 Nidana
« Last Edit: 14 March 2009, 06:27:32 PM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #49 on: 14 March 2009, 12:05:58 AM »
B.  Tiga Periode (Tayo Addha)
Lingkaran Paticca Samuppada ini dapat dilihat sebagai Lingkaran Tiga Periode yang antara lain :
1) Kehidupan lampau → avijja dan sankhara
2) Kehidupan kini → vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa, vedana, tanha, upadana dan bhava
3) Kehidupan mendatang → jati dan jara-marana
Di antara ketiga periode ini, periode yang di tengah (periode kehidupan kini) adalah fondasi kita. Dari pandangan ini, kita melihat hubungan antara bagian lampau sebagai sebab yang mengakibatkan pada bagian kini, dan bagian kini pun menjadi sebab yang mengakibatkan pada bagian yang mendatang. Dari pembahasan ini, kita dapat mengkategorikan peninjauan keseluruhan lingkaran Paticca Samuppada menjadi empat bagian lagi.

C.  Empat Bagian (Catusankhepa)
Empat Bagian (Catusankhepa) antara lain :
1) Sebab lampau → avijja dan sankhara
2) Akibat di masa kini → vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa dan vedana
3) Sebab kini → tanha, upadana dan bhava
4) Akibat di masa mendatang → jati dan jara-marana

Beberapa dari hubungan dalam lingkaran Paticca Samuppada ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Avijja dan sankhara
    Dari timbulnya avijja muncul pula tanha (hasrat rendah) dan upadana (kemelekatan, khususnya kemelekatan pada “keakuan”). Dengan kata lain, dengan munculnya ketidaktahuan (avijja) maka muncul pula kegelapan batin (kamasava-kekotoran batin yang berupa nafsu indera, bhavasava-kekotoran batin yang berupa hasrat untuk menjadi dan ditthasava-kekotoran batin yang berupa kemelekatan terhadap pandangan keliru). Artinya, ketika istilah avijja digunakan, maka mencakup pula hasrat rendah (tanha) dan kemelekatan (upadana). Dalam hal ini, avijja merupakan sebab lampau, sedangkan tanha dan upadana sebagai sebab di masa kini, mengandung arti yang sama. Namun avijja diklasifikasikan sebagi penentu dari yang lampau, sedangkan tanha dan upadana diklasifikasikan sebagai penentu dari masa kini, untuk menujukkan setiap faktor tersebut berperan di dalam keterkaitannya dengan faktor lain pada Paticca Samuppada.

2) Sankhara dan bhava
    Sankhara muncul di dalam periode kehidupan lampau, sedangkan bhava muncul di dalam periode kehidupan kini, namun masing-masing memainkan peran penting di dalam proses menjadi dalam alam kehidupan, kehidupan yang akan muncul kemudian. Dengan kata lain sankhara dan bhava memiliki arti yang serupa, hanya berbeda dalam penekanannya. Sankhara menunjukkan secara unik untuk faktor batin “kehendak” (cetana) , yang merupakan faktor utama dalam kreasi kamma (perbuatan). Bhava memiliki arti yang lebih luas, yakni mencakup kammabhava dan upapattibhava. Kammabhava seperti sankhara, memiliki kehendak sebagai kekuatan dasar motivasi, namun itu berbeda dari sankhara, di mana itu mencakup semua proses pembentukkan perbuatan. Upapattibhava menunjukkan lima kelompok kegemaran (pancakkhandha) yang muncul sebagai akibat dari kammabhava.

3) Vinnana sampai vedana, serta jati dan jara-marana
    Bagian lingkaran dari vinnana sampai vedana di dalam kehidupan ini, dideskripsikan satu demi satu untuk mengilustrasikan hubungan sebab-akibat dari semua faktor yang terlibat. Kelahiran (jati) bersama dengan kelapukan dan kematian (jara-marana) adalah hasil di masa mendatang. Lingkaran pada titik ini mengatakan bahwa sebab di masa kini pasti mengkondisikan hasil di masa mendatang Ini merupakan pengulangan, sebuah bentuk sederhana dari bagian kesadaran (vinnana) hingga perasaan (vedana) dari lingkaran Paticca Samuppada, yang menunjukkan kemunculan dan kepadaman dukkha. Kelapukan dan kematian juga bertindak sebagai titik penghubung dari sebuah lingkaran baru. Namun demikian, dapat dikatakan bahwa bagian dari vinnana hingga vedana, dan dari kelahiran hingga kelapukan dan kematian, secara virtual adalah sama.


D.  Empat Fase Lima Sebab-Akibat (Visatakara)
Dengan menyimak ketiga segmen yang mirip di dalam makna di atas, maka dikombinasikan dengan empat bagian dan tiga periode yang telah dibahas tersebut, maka dapatlah kita membagi lingkaran Paticcasamuppada ke dalam empat fase lima sebab-akibat sebagai berikut :
1) Lima sebab masa lampau → avijja, sankhara, tanha, upadana dan bhava
2) Lima akibat masa kini → vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa dan vedana (jati dan jara-marana)
3) Lima sebab masa kini → tanha, upadana, bhava, avijja dan sankhara
4) Lima akibat masa depan → vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa dan vedana (jati dan jara-marana)

E.  Tiga Lingkaran (Tini Vattani)

Keterangan :
Lingkaran pertama adalah lingkaran kekotoran batin (kilesa) → avijja, tanha dan upadana
Lingkaran kedua adalah lingkaran tindakan (kamma) → sankhara dan bhava
Lingkaran ketiga adalah lingkaran akibat (vipaka) → vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa dan vedana

Setiap kali kilesa muncul, hal ini akan berpengaruh terhadap tindakan (kamma) yang dilakukan, dan selanjutnya akan berdampak kepada hasil (vipaka) yang dialami para makhluk. Setiap hasil (vipaka) yang dialami akan disusul oleh respon batin. Bila respon batin ini kotor (diliputi oleh kekotoran batin / kilesa), maka siklus lingkaran tersebut akan bergulir terus-menerus. Dengan demikian lingkaran Paticca Samuppada akan berputar terus, tumimbal lahir akan terus berlangsung, dan dukkha pun terus bergulir.


F.  Tiga Hubungan (Ti Sandhi)
1) Hubungan pertama terjadi antara sankhara dengan vinnana
    Merupakan hubungan antara kammavatta dan vipakavatta yang terjadi pada saat tumimbal lahir. Hubungan ini sudah terjadi ketika konsepsi di rahim ibu kita.
2) Hubungan kedua terjadi antara vedana dengan tanha
    Merupakan hubungan antara vipakavatta dan kilesavatta yang terjadi pada kehidupan kini. Karena terjadi pada periode masa kini, maka hubungan ini dapat diputus.
3) Hubungan ketiga terjadi antara kammabhava dengan upapattibhava
    Merupakan hubungan antara kammabhava dengan upapattibhava yang terjadi di periode kehidupan mendatang berdasarkan hasil (vipaka) yang berupa  tumimbal lahir bersama dengan segala konsekuensi kehidupan yaitu kelapukan, sakit, duka-cita, keluh-kesah, ratap-tangis, kesedihan dan kematian. Dengan demikian, jelaslah bahwa siklus ketiga hubungan ini dapat diputus.

Lalu bagaimana cara untuk memutuskan siklus tersebut? Marilah kita pelajari pembahasan berikut :

Mari kita tinjau proses yang terjadi pada hubungan kedua terlebih dahulu. Sebagai contoh, misalnya seseorang melihat makanan yang lezat. Orang tersebut adalah “makhluk” yang sejatinya adalah perpaduan dari unsur jasmani dan unsur batin. Ketika landasan indera mata mengadakan kontak dengan dunia luar dengan makanan lezat tersebut sebagai objeknya, maka perasaan (vedana) pun muncul. Bila tidak ada perhatian murni dan kewaspadaan, maka hasrat rendah atau nafsu (tanha) pun muncul. Apabila hal ini terjadi, maka proses ini telah lengkap dan selanjutnya akan membawa kita menuju siklus berikutnya. Selanjutnya tanha akan mengakibatkan upadana (kemelekatan), dan pada akhirnya adalah dukkha. Dengan melatih perhatian murni (melihat objek tersebut sebagaimana adanya) dan kewaspadaan (waspada pada pergerakan pikiran yang bergerak secara alami / otomatis), maka tanha akan sulit untuk muncul, dan dalam tingkat batin yang lebih berkualitas, maka nafsu (tanha) ini tidak akan muncul kembali.

Bagaimana dengan hubungan ketiga? Hubungan ini merupakan hubungan antara perbuatan masa kini dengan akibat di kehidupan mendatang. Maksudnya kondisi pada kelahiran dan kehidupan kita di masa mendatang dipengaruhi oleh semua perbuatan kita di hidup ini. Dengan mengikis avijja (ketidaktahuan) serta membasmi dosa (kebencian), lobha (keserakahan) dan moha (kegelapan batin), serta menyelami Dhamma (kebenaran abadi), maka hubungan ini dapat diputus. Dengan terputusnya hubungan ketiga ini, maka tidak akan ada lagi hubungan pertama (yang memang tidak dapat diputuskan pada saat kita berada dalam siluks tersebut). Dengan terputusnya hubungan pertama maka tidak ada lagi hubungan kedua, dan demikian pula tidak akan ada lagi hubungan ketiga.

Demikianlah fenomena penghidupan yang semuanya saling bergantung dalam Hukum Sebab-Akibat. Semuanya timbul karena dikondisikan, dan dapat lenyap karena tidak ada kondisi yang mengkondisikan.
« Last Edit: 17 March 2009, 11:35:10 PM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #50 on: 14 March 2009, 12:06:36 AM »
Tiga Corak Umum Kehidupan

Tiga Corak Umum Kehidupan adalah 3 sifat universal yang berlaku di dalam Alam Semesta ini. Tidak ada yang dapat terlepas dari ketentuan ini. Tiga corak ini antara lain adalah :

1. Sabbe Sankhara Anicca
Artinya adalah segala sesuatu yang terdiri dari paduan unsur-unsur adalah tidak kekal.
   
Jika kita meneliti tentang semua kondisi yang ada di Alam Semesta ini, maka kita akan menemukan fakta bahwa itu semua adalah relatif, saling bergantung, dan merupakan paduan dari berbagai unsur. Dari satu kalimat tadi, kita seharusnya dapat menyimpulkan bahwa seiisi Alam Semesta ini memang ditakdirkan untuk selalu bergerak, berubah, dan tidak akan abadi. Namun jika kita meneliti tentang makna yang terkandung dalam kalimat-kalimat tadi, kita juga dapat menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang bukan merupakan paduan unsur-unsur adalah mungkin kekal, atau memang sama sekali kekal! Namun apakah memang ada sesuatu di Alam Semesta ini yang dapat berdiri sendiri (absolut) dan tidak bergantung pada faktor lainnya? Tentu saja jawabnya tidak ada di Alam Semesta ini. Karena kehidupan kita berada di dalam Alam Semesta, maka seluruh isi yang terkandungnya pun tidak akan dapat bertahan sampai selamanya. Kita dapat melihat contoh kehidupan seperti semua makhluk pasti akan mati, ia tidak akan mungkin dapat hidup selamanya. Demikian pula dengan berbagai keadaan di dunia ini, seperti keberhasilan tidaklah selamanya; karena kelak kita akan jatuh dalam kegagalan. Sang Buddha memang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang merupakan paduan unsur-unsur ini adalah tidak kekal, namun ada ‘sesuatu’ yang memang mutlak dan terlepas dari segala unsur tersebut. Jadi apakah yang tidak merupakan paduan unsur-unsur? Itu adalah Nibbana, Pembebasan Mutlak.


2. Sabbe Sankhara Dukkha
Artinya adalah segala sesuatu yang merupakan paduan unsur-unsur adalah dukkha.

Jika kita meneliti kembali tentang pemahaman pada poin pertama tentang anicca (tidak kekal), maka berarti semuanya itu adalah dukkha (penderitaan). Segala sesuatu yang memang ditakdirkan untuk bergerak, berubah, tidak kekal, semuanya itu hanyalah mengakibatkan dukkha (kehampaan, tidak memuaskan dan sebatas fatamorgana). Karena semua adalah anicca dan dukkha, oleh karena itu Sang Buddha mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun hal di dunia ini yang pantas untuk dilekati.


3. Sabbe Dhamma Anatta
Artinya adalah semua dhamma adalah tanpa substansi inti; Aku (Jiwa atau Roh).

Kalau kita meneliti lagi tentang tiga point tersebut, maka istilah sankhara (paduan unsur-unsur yang saling bergantung) dipakai pada poin pertama dan poin kedua. Namun pada poin ketiga, dipakailah istilah dhamma. Mengapa dipakai istilah dhamma dan bukannya sankhara? Di sinilah letak perbedaannya. Istilah sankhara hanya mencakup semua hal-hal dan benda-benda yang saling bergantung, baik fisik maupun mental. Kalau pada point ketiga istilah “sankhara” ini digunakan, maka mungkin orang akan berpendapat bahwa Roh (Jiwa) adalah sesuatu yang terlepas dari keadaan yang saling bergantung tersebut. Maka untuk mencegah salah penafsiran ini, Sang Buddha menggunakan istilah “dhamma”.

Istilah “dhamma” mempunyai arti yang sangat luas. Tidak terdapat istilah dalam tata-kata Buddhis yang mempunyai artian lebih luas dari dhamma. Dhamma tidak hanya mencakup benda / keadaan yang saling bergantung, tetapi juga pada yang tidak saling bergantung, misalnya Yang Mutlak, yaitu Nibbana. Tidak ada sesuatu di dalam Alam Semesta ini maupun di luar Alam Semesta ini yang tidak tercakup dalam istilah ini. Oleh karena itu, dengan penggunaan istilah dhamma ini, jelaslah bahwa memang dijelaskan bahwa tidak ada sesuatu benda atau keadaan apa pun yang mempunyai Roh atau Jiwa atau Aku atau substansi inti

Kata "Dhamma" pada syair sabbe dhamma anatta menunjukkan bahwa semua hal dan benda di Alam Semesta ini tidak memiliki core atau unsur mutlak. Tidak ada substansi inti yang bersifat absolut. Pada syair sabbe sankhara anicca dan sabbe sankhara dukkha dengan jelas dinyatakan bahwa segala hal dan benda di Alam Semesta ini bisa ada karena merupakan paduan unsur-unsur. Ini berarti semua hal dan benda di Alam Semesta adalah tidak permanen, penuh ketidakpuasan (fatamorgana) dan tanpa substansi inti.

Kenapa kata "Dhamma" tidak digunakan pada syair tentang "Anicca" dan "Dukkha"? Karena anicca dan dukkha itu hanya berlaku dalam segala hal dan benda yang merupakan paduan unsur. Paduan unsur-unsur adalah bersyarat. Bersyarat adalah terkondisikan dan mengkondisikan, karenanya anicca dan dukkha akan selalu ditemukan di dalamnya.

Kata "Dhamma" mencakup segala hal dan benda baik yang bersyarat (sankhata dhamma) maupun yang tidak bersyarat (asankhata dhamma). Apakah yang tidak bersyarat itu? Itu adalah padamnya hawa nafsu (ragakkhayo), padamnya kebencian (dosakkhayo) dan padamnya kegelapan batin (mohakkhayo). Harus dilihat dengan jelas, bahwa hawa nafsu, kebencian dan kegelapan batin adalah paduan unsur-unsur; di mana mereka akan muncul ketika kita sendiri yang menciptakannya. Karena itulah dengan terhentinya dari aktivitas menciptakan ini, maka keadaan ini berada di atas hidup dan mati; berada di atas sebab dan akibat; dan berada di luar jangkauan anicca dan dukkha.
   
Mungkin Anda perlu merenungkannya sendiri. Kalau sekiranya memang ada Teori Attavada, maka Beliau sudah tentu menerangkannya atau bahkan menyuruh semua pengikut-Nya untuk menjalankan teori tersebut guna menghentikan dukkha. Namun ternyata memang tidak ada teori seperti itu. Teori Attavada bagaimanapun juga coraknya dan bagaimanapun halus dan sempurna pembabarannya, adalah palsu dan merupakan khayalan belaka yang akan menciptakan berbagai macam persoalan, serta membawa serta penderitaan, ratap-tangis, kesedihan dan berbagai kesulitan lainnya. Sang Buddha bersabda :

“Terimalah satu “teori tentang Roh, Jiwa atau Aku yang kekal abadi” (Attavada), apabila dengan menerimanya maka tidak akan lagi timbul kekecewaan, ratap-tangis, penderitaan, kesedihan dan kemalangan.”

“Banyak orang yang menganggap Roh atau Jiwa atau Aku (Atta, dalam Bahasa Pali) adalah sama dengan “batin” atau “kesadaran”.  Namun lebih baik mereka menganggap badan jasmani itu sebagai Roh atau Jiwa atau Aku. Sebab badan jasmani itu padat, dapat dilihat dan disentuh, sedangkan batin, pikiran dan kesadaran (ctta, mano, vinnana) terus-menerus berubah dan dalam tempo yang lebih cepat dari perubahan yang terjadi pada badan jasmani.”

Jika kita ingin sedikit membuktikan akan keberadaan dari Atta (Aku atau Roh atau Jiwa), kita dapat mempraktekannya sekarang juga. Kita memiliki badan jasmani yang memang dapat bergerak sesuai dengan yang kita kehendaki. Dan begitu pula pada batin kita, kita dapat menggerakkan pikiran kita. Namun apakah kita dapat menggerakkan “Roh” kita? Ternyata tidak bisa, dan karena memang tidak ada Roh atau Jiwa atau Aku (Atta) yang ada. Mungkin ada pendapat yang mengatakan bahwa Roh itu berada di luar kita (badan jasmani dan batin), dan dialah yang menggerakkan “kita”. Sekali lagi kita dapat membuktikan bahwa hal itu salah. Jika memang begitu keadaannya, berarti pendapat itu mengatakan bahwa pikiran itu dikendalikan oleh Roh. Namun darimana Roh itu dapat berpikir? Jika memang Roh itu adalah pribadi yang berbeda dari kita (badan jasmani dan batin), maka siapakah Roh dan siapakah kita (badan jasmani dan batin)? Apakah keduanya berbeda? Jika memang berbeda, mengapa kita (badan jasmani dan batin) tidak bisa merasakan Roh? Apakah Roh dapat merasakan kita (badan jasmani dan batin)? Kalau begitu berarti Roh-lah yang bertanggungjawab atas semua perbuatan kita, karena semua kehendak berasal darinya. Lalu mengapa kita (badan jasmani dan batin) yang berbahagia dan yang menderita ketika sesuatu hal atau keadaan terjadi pada kita? Apa yang dirasakan Roh? Sebenarnya masih banyak lagi pertanyaan yang dapat memojokkan tentang Teori Attavada (Teori Adanya Roh atau Aku yang Kekal). Namun kita tidaklah perlu berbelat-belit dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Kita dapat mengurungkan niat kita untuk berargumen tentang pertanyaan-pertanyaan itu, dengan kembali menengok tentang makna dari Sabbe Sankhara Anicca. Jelaslah konyol jika kita menganggap ada sesuatu yang kekal di dalam yang tidak kekal.

Menurut Sang Buddha, berpegangan kepada anggapan bahwa “aku tidak mempunyai Atta” (teori pemusnahan diri), atau memegang anggapan tentang “aku mempunyai Atta” (teori kelangsungan abadi) adalah kesalahan. Karena keduanya timbul dari ide yang menyesatkan tentang adanya “Sang Aku” itu. Pendirian yang benar mengenai Doktrin Anatta (Tanpa Aku) adalah jangan memegang anggapan atau pandangan apa pun juga, melainkan melihat benda-benda secara objektif dan menurut keadaan yang sebenarnya; tanpa proyeksi-proyeksi mental melihat apa yang dinamakan “Aku” atau “makhluk” sebagai paduan dari unsur-unsur fisik dan mental, yang bekerjasama dan saling bergantungan dan satu arus dari perubahan-perubahan dari saat ke saat di dalam hukum sebab-akibat; tidak ada sesuatu yang kekal, berlangsung terus, dan segala sesuatunya pasti berubah.

Namun dari pandangan ini, mungkin akan ada pertanyaan siapa yang akan menerima hasil kamma. Tidak ada “siapa” yang akan menerimanya. Namun hasil perbuatan atau kamma (act, dalam Bahasa Inggris) yang dilakukan oleh sesuatu atau makhluk (yang merupakan paduan berbagai unsur), akan memberi dampak yang berakibat pada paduan unsur tersebut kelak. Doktrin Anatta (Tanpa Aku) ini janganlah dilihat sebagai pandangan negatif atau pesimis. Namun hal ini adalah kenyataan yang sesungguhnya, dan tidak dibuat-buat atau ditutup-tutupi. Dengan kebijaksanaan seharusnya kita dapat memahaminya, bahwa memang begitulah hakekat kehidupan. Ajaran pesimis dan ajaran optimis hanya akan merusak kebijaksanaan. Orang yang memegang ajaran tersebut adalah orang yang membutakan jalan kehidupannya dalam meraih kebenaran. Oleh karena itu, Anatta merupakan satu fakta (Nairatmyastita).
« Last Edit: 14 March 2009, 06:30:07 PM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #51 on: 14 March 2009, 12:07:00 AM »
Pergilah kalian,
demi kesejahteraan semua makhluk,
demi kebahagiaan semua makhluk,
atas dasar belas kasih kepada dunia,
demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.

Janganlah pergi berdua dalam satu jalan,
babarkanlah Dhamma ini,
yang indah pada awalnya,
indah pada pertengahannya,
dan indah pada akhirnya.



Buddha Gotama

« Last Edit: 14 March 2009, 12:08:45 AM by upasaka »

Offline m1ch43l

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 121
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #52 on: 14 March 2009, 01:39:15 AM »
thanx buat moderator yg baru  _/\_
semoga bs menambah pengetahuan saya walaupun agak pusing2 bacanya  ;D
Aku ini Buddha KTP yg sedang belajar dan memahami Dhamma

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #53 on: 14 March 2009, 04:10:39 PM »
lo .. masi lanjut to ... sip2 .. tar tula lanjut baca .. ta kira dari yg kemaren uda abis .. (uda cetak ;D)

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #54 on: 14 March 2009, 04:16:04 PM »
butuh waktu nech, untuk mencerna.

:jempol:
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #55 on: 15 March 2009, 03:27:05 PM »
Quote
Menurut Jangka Waktu
     Golongan Hukum Kamma ini dapat dibagi lagi dalam empat jenis, yaitu :
     a. Kamma yang berbuah dalam jangka waktu satu kehidupan (ditthadhamma-vedaniya-kamma)
     b. Kamma yang berbuah dalam jangka waktu kehidupan berikutnya (upajja-vedaniya-kamma)
     c. Kamma yang berbuah pada kehidupan-kehidupan berikutnya (aparapariya-vedaniya-kamma)
     d. Kamma yang tidak berbuah karena tertimbun kamma yang lainnya (ahosi-kamma)

Bisa tula mohon nanya ttg yg d. kamma yg tidak berbuah karna tertimbun kamma yg lainnya ? ini contohnya seperti apa ya ?

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #56 on: 15 March 2009, 08:40:42 PM »
Q : Bisa tula mohon nanya ttg yg d. kamma yg tidak berbuah karna tertimbun kamma yg lainnya (ahosi kamma) ? ini contohnya seperti apa ya ?
A : Ahosi Kamma adalah kamma (perbuatan) yang tidak memunculkan vipaka (akibat), karena tertimbun oleh kamma lain (Upaghataka Kamma). Setiap kamma cenderung akan menimbulkan vipaka, baik segera ataupun kelak. Vipaka akan muncul apabila semua syarat-syaratnya terpenuhi. Seperti benih yang ditanam, dapat tumbuh apabila syarat-syarat seperti tanah yang subur, air, temperatur, dll. menyokong pertumbuhannya. Bila tidak ada unsur-unsur pendukung; dan justru ada Upaghataka Kamma yang muncul, maka kamma itu tidak akan berbuah (menjadi Ahosi Kamma).

Sebagai contoh : Angulimala yang sudah banyak membunuh orang akan menerima vipaka buruknya, yaitu berupa kelahiran di alam rendah. Namun karena Angulimala menjalani kehidupan suci, banyak vipaka buruk yang menjadi ahosi. Salah satunya adalah Angulimala tidak terlahir di alam rendah, karena sudah merealisasi Nibbana.

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #57 on: 18 March 2009, 09:43:31 PM »
opaaaaaaaaa, anumodana opaaaaa\ ;D / _/\_ _/\_ _/\_
bisa nambah pengetahuan wnya nih...\ ;D /\ ;D /\ ;D /
thanksss opaaaaa\ ;D /\ ;D /\ ;D / _/\_
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #58 on: 18 March 2009, 09:45:14 PM »
[at] Citta Devi

:)
Belajar yang rajin yah, supaya nilai ujian-ujiannya bagus.

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha
« Reply #59 on: 20 March 2009, 12:29:19 AM »
[at] Citta Devi

:)
Belajar yang rajin yah, supaya nilai ujian-ujiannya bagus.
yoo opaa :yes: :yes: :yes:

wnya suka kisah waktu sang Buddha masih jadi pertapa, lalu bertemu dengan raja Bimbisara itu punya.... ;D ;D ;D
waktu itu pertapa Gotama sedang menuju ke Rajagaha, dalam perjalanan Beliau, Beliau melihat ada pengembala domba dan domba2nya, lalu Pertapa Gotama melihat ada Domba yang ketinggalan.
Domba tersebut tertinggal jauh dengan kawanannya karena kakinya terluka....
Lalu Samana Gotama melihatnya, dan kemudian menggendong si domba hingga ke tempat rombongannya...
Kemudian Beliau bertanya kepada penggembala domba, mau dibawa ke mana domba2nya...
dan Si penggembala pun menjawab akan dibawa ke kerajaan untuk dijagal dalam upacara yagna...
Lalu samana Gotama menanyakan kepada si penggembala, " Bolehkah saya ikut?"
dan penggembala pun mengiyakannya...
    Setiba di sana, ketika Domba akan dijagal(catatan: Upacaranya dilakukan secara terbuka), samana gotama berdiri di atas panggung, dan menghentikannya, Dan bertanya kepada yang hadir:
    " Jika diberikan pilihan, Hidup atau mati, apa yang akan anda sekalian pilih?"
Tentunya semuanya bakal memilih untuk hidup.
    " Lantas demikian juga dengan domba-domba ini, mereka juga tidak menginginkan kematian, hanya saja mereka tak dapat mengutarakannya. "
Lalu, setelah mendengar perkataan-perkataan samana gotama, perlahan-lahan upacara yagna mulai tidak dilakukan lagi....\ ;D /\ ;D /\ ;D /

W sukanya waktu Samana Gotama menggendong domba yang terluka itu menuju ke gerombolannya... ;D ;D ;D ;D wnya bayangin Sang Buddha gendongin si Domba, dibelakangNya lalu berjalan mengikuti gerombolan domba lainnya\<^0^>/ ;D ;D ;D
trus w juga suka, waktu Samana Gotama mengatakan bahwa Domba2 nya juga pengen hidup\<^^>/

W bayangin ceritanya waktu guru wnya ceritain, w suka cerita yg ini punya...... ;D ;D ;D
Coba bayangin samana gotama menggendong domba yang terluka itu dipundakNya, lalu mengikuti gerombolan domba yang lain\ ;D /\ ;D /
kayaknya berkesan amat bagian yang ini bagi wnya nih...^^
hanya sekedar share aja nih... unik lhe.... :P :P :P

Metta Cittena,
Citta ;D _/\_



   

 


May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

 

anything