Di Alavikasutta, kalimat 'vivekamhā cavetukāmo' telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai "menginginkan ia terjatuh dari kehidupan suci'. Dalam Somasutta, kalimat 'samādhimhā cāvetukāmo' juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia di atas dengan kalimat sama. Penerjemahan yang benar seharusnya adalah 'menginginkan ia terjatuh dari konsentrasi'. Kata samādhi, seperti yang kita ketahui umumnya diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai 'konsentrasi'.
Sutta yang sama juga telah menerjemahkan syair berikut:
"Yaṃ taṃ isīhi pattabbaṃ, ṭhānaṃ durabhisambhavaṃ;
Na taṃ dvaṅgulapaññāya, sakkā pappotumitthiyā’’ti".
Sebagai:
"Yang bisa dicapai oleh para pertapa dan telah tercapai.
Tempat itu begitu tinggi dan susah untuk diajarkan kepada seorang wanita
Bahkan seorang wanita tidak mungkin akan mencapai pencerahan bahkan 2 jengkal jaripun tidak"
Menurut hemat saya, terjemahan syair di atas adalah demikian:
"Apapun keadaan yang sulit dicapai dan harus dicapai oleh para pertapa,
tidak bisa dicapai oleh seorang wanita yang memiliki kebijaksanaan (hanya) dua jari".
yaṃ = apapun, ṭhanaṃ = tempat, durabhisambhavaṃ = sulit dicapai, pattabaṃ = harus dicapai, isīhi = oleh para pertapa (sanskrit: rśi, Jawa: resi, Pali: isi). Jadi jika digabung, terjemahan di sini menjadi "apapun keadaan yang sulit dicapai dan harus dicapai oleh para pertapa".
na = tidak, taṃ= itu (merujuk pada keadaan yang sulit dicapai), dvaṅgulapaññāya= dengan kebijaksanaan (hanya) dua jari, sakkā= bisa, pappotum= untuk dicapai, itthiyā = oleh wanita.
itthiyā dan dvaṅgulapaññāya memiliki kasus yang sama, sehingga bisa diartikan sebagai "oleh seorang wanita yang memiliki kebijaksanaan hanya dua jari". Terjemahan keseluruhan kalimat adalah "tidak bisa dicapai oleh seorang wanita yang memiliki kebijaksanaan hanya dua jari". Kebijaksanaan dua jari (dvaṅgulapaññā) juga sering ditemukan dalam Kitab Veda untuk melecehkan seorang wanita yang dianggap sebagai makhluk bodoh.
Be happy.