BERBAGAI CARA UNTUK MENANAM “BENIH KEBAIKAN“
Bagaimana cara menilai besar kecilnya “ Bibit Kebaikan “ yang ditanam . “Menanam bibit baik atau benih kebajikan “ ialah melakukan amal kebajikan. Umumnya orang-orang di Hong Kong , begitu berbiacara soal “ Melakukan amal kebaikan” past mengkaitkan dengan sederetan pengertian “ Ini adalah persoalan yang dilakukan orang kaya”, “ Hasil pendapatanku sedikit, bagaimana mungkin melakukan amal?”.
Aku harus mendermakan uang?”
Ini adalah suatu kesalahan pengertian, menganggap “Melakukan amal kebaikan” disampaikan dengan “ Mengeluarkan Uang” , harus “Mengeluarkan Uang”, barulah bisa “BERAMAL” , Padahal ruang lingkup “Beramal” cukup luas, ada amal dengan mengeluarkan uang, misalkan mendirikan rumah sakit, sekolah, panti perawatan orang usia lanjut, orang jompo, panti yatim piatu, memberi uang pada fakir miskin, mengobati dan memberikan obat secara cuma-Cuma, membanun jembatan dan jalan, memberi penerangan lampu jalan, menyumbang kepada korban bencana kelaparan dan bencana alam, beli peti mati bagi yang melarat, memperbaiki dan mendirikan kuil dan vihara, mencetak buku-buku agama untuk disebar luaskan secara gratis, membeli makhluk hidup untuk kemudian dilepaskan , dll.
Ada pula amal kebaikan yang tanpa “ KELUAR UANG” , misalkan tidak melakukan pembunuhan terhadap makhluk berjiwa ( mengurangi dosa membunuh dalam dunia ), menghapus dendam kesumat pada orang lain, menutupi kejelekan orang lain bahkan hanya mempopulerkan kebaikannya, menghapus segala pertentangan, mengumandangkan kebajikan dan kebijakan , menyingkirkan batu-batuan penghalang di jalanan termaksud kulit pisang, pecahan beling, menyeberangkan orang tua, anak kecil dan penderita cacat, mengalahkan tempat duduk bagi wanita hamil dan orang tua ;menolong sedapat mungkin bagi orang yang menderita sakit dalam perjalanan ; menghibur dengan kata-kata bagi penderita penyakit berat dan orang yang frustasi; membantu terwujudnya cita-cita seseorang, membantu orang lain agar sanak saudara dapat berkumpul kembali; membicarakan sejarah dan hikayat agar orang terbebas dari kebodohan dan kelaliman; menasehati orang membuang kemaksiatan dan agar menuju kepada kebenaran’ memaafkan kesalahan orang; secara suka rela membacakan Keng untuk orang lain untuk membantu menghindarkan bencana; menasehati orang agar percaya pada hokum sebab akibat; menolong orang tanpa pamrih; menyumbang darah untuk menolong orang, dll.
Jelaslah bahwa beramal tidak asti harus “ Keluar Uang”, yang penting harus dengan “SUNGGUH” “ hati mengerjakannya. “Beramal” sangat luas ruang lingkupnya, dimanapun terdapat “ Pintu menanamkan kebajikan”, terserah anda bersungguh “Hati” melakukannya atau tidak. Aku telah beberapa kali naik ferry berangkat dari kota Thay Ku menuju ke Cung Hwan, kudapatkan seorang karyawan ferry itu pada waktu kapal merapat ke dermaga, ia tidak bosan-bisannya menolong orang tua dan anak kecil menaiki atau menuruni ferry dan sikapnya ramah, tanpa terasa timbul dari hati sanubariku rasa hormat, secara diam-diam dengan sorot mataku menyampaikan rasa hormat dan pujian.
Melihat orang mengalahkan tempat duduk dalam bus, melihat orang membantu si buta menyeberagi jalan , aku menyampaikan rasa hormatku, dengan sorotan mata, mereka tidak saja bermoral tinggi dan mengagumkan, sebenarnya mereka pun sedang menanam benih kebajikan. Tidak jarang pula ada yang beramal baik tanpa di ketahui orang lain dan tanpa terdengar orang lain, misalnya menyumbang si miskin tanpa menyebut namanya, secara diam-diam menghapus dendam kesumat orang lain, secara diam-diam menghindarkan orang lain dari bahaya, secara diam-diam merampungkan terwujudnya cita-cita orang lain dsb, Benih kebajikan yang ditanamnya lebih besar. Kebajikan yang dilakukan secara terpendam ini dinamakan IM TEK, Dalam kitab suci Buddha disebut : KEBAIIKAN TANPA WUJUD
Berbuat baik ada perbedaan besar dan kecilnya, pada prinsipnya terbagi menjadi 2 macam :
1. Dikukur dari “Tingkat Kesungguhan Hati” , Misalnya si kaya menyumbangkan uang 100 yen si miskinpun menyumbangkan 100 Yen. 100 Yen yang di sumbangkan sikaya bagaikan sehelai bulu yang di cabut dari 9 ekor lembu, sebaliknya 100 Yen dari si miskin itu mungkin jatah makannya untuk beberapa hari. Oleh karenanya tingkat kesungguhan hati sangat jauh berbeda, biarpun sama-sama 100 Yen, sangat lebih besarlah amal yang di berikan si miskin, karma benih kebaikan yang ditanam jauh lebih besar. Jadi terkadang si miskin menyumbangkan beberapa puluh Yen akan lebih menang dari sumbangan beberapa ribu atau berpuluh ribu Yen yang dilakukan si kaya.
Misalkan pula, A dan B dengan lingkungan hidup yang sama, memberikan sumbangan dengan jumlah yang sama pula, Namun A setelah memberikan sumbangan, hatinya sering mengingat-ingat, ia berharap segera mendapatkan imbalan dan sering punya rasa menonjolkan pahala dan ia senang akan hal itu. Sebaliknya B setelah menyumbangkan tidak pernah ada rasa menonjolkan pahala, tidak pula ada keinginan agar segera menerima karma, ia tetap rendah hati, hemat dan hati-hati serta ulet bekerja , Dengan demikian tingkat kesungguhan hati A dan B berdua sangat jauh berbeda, tentu saja karma yang mereka terima nantinya B lebih besar dari A.
Dalam kitab suci Buddha dikatakan : “ Tempat yang tak berpahala adalah pahala yang besar” artinya orang yang berhati tanpa pahala maka pahala yang di kerjakan adalah pahala nan besar.
“Kesungguhan Hati” ialah “ TITIK TOLAK”, titik tolak dengan hati welas asih, Bagi orang yang cukup pembinaan imannya dan laku akhlaknya, titik tolak hati welas asih yang dipancarkan sangatlah jauh. Setiap kepaal sekte agama yang benar, setiap kali pada awal kebaktiannya pasti mempunyai harpan dan keinginan yang sama, ialah “ Menyeberangkan umatnya, menolong umatnya terbebas dari lautan kesengsaraan” Hati welas asih yang agung ini, adalah pahala besar yang tak dapat di nilai dan diukur. Kini seluruh kebaktian agama Buddha dan Tao, pada waktu sembahyang semua pahala kebaktian tersebut dilimpahkan pada umatnya, memohonkan perdamaian dunia, bebas bencana panen baik agar umatnya hidup tentram sejahtera, Inipun perwujudan pancaran hati welas asih suatu hakekat pahala yang tak ternilai.
Bagi orang yang mempelajari Buddhis dan Taois, pertapa yang bertekad mengamalkan kebajikan untuk merubah nasib orang agar lebih baik, harus memancarkan hati yang welas asih, bukan untuk dirinya, tetapi demi orang banyak dengan tekun meluku dan bertnam sedikit demi sedikit, lambat laun dengan sendirinya akan mendapatkan panen yang melimpah.
2. Diukur dari “ Tingkat menerima manfaat”, misalnya kebajikan yang dilakukan A hanya seorang yang mendapatkan manfaatnya sedangkan yang dilakukan B banyak orang yang mendapatkan manfaatnya, tentu saja B lebih unggul dari pada A , Misalkan pula C seorang yang cara hidupnya tidak benar, gemar berjudi dan perbuatan maksiat lainnya, hutangnya setumpuk, Lalu A dengan uangnya melunasi hutangnya sehingga C tertolong dari tuntutan hukum, Sebaliknya B dengan kata tuturnya memberikan pengarahan dan nasehat, sehingga C sadar dan berjalan di arah yang benar, dan selanjutnya C hidup bahagia. A dan B sama-sama memberkan manfaat pada seseorang menanam karma baik, tetapi A hanya untuk sementara memberikan manfaat pada C, sedangkan B untuk selamanya memberikan manfaat pada C, jelaslah pahala B lebih besar. Jadi belum tentu hanya dengan “UANG” barulah dapat melakukan amal kebajikan.
Kedua cara mengukur di atas itu masih di titik beratkan pada “ Titik Tolah Hati” . Tegasnya , belum tentu hanya si kaya yag dapat berbuat amal, si miskinpun asalkan dengan “ KESUNGGUHAN HATI” melakukannya, hasilnya akan melebihi si kaya, Jadi dengan “ Mengeluarkan Hati” Lebih berharga dari pada” Mengeluarkan Uang”.
Sumber : Buku Karma & Nasib by Liu Ie Yung