Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Buddhisme untuk Pemula => Topic started by: Nevada on 15 September 2009, 10:55:04 PM

Title: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 15 September 2009, 10:55:04 PM
Salam sejahtera semua teman-teman...  _/\_

Thread ini dibuat karena saya melihat antusias dari teman-teman yang cukup besar pada Board Buddhisme untuk Pemula ini. Saya bermaksud untuk menjadikan thread ini sebagai diskusi fundamental seputar Buddhisme, khususnya untuk teman-teman yang ingin menggali pemahaman lebih lanjut tentang Buddhisme. Topik pembahasannya bebas, asal berkaitan dengan muatan Buddhisme dan sumbangsih Buddhisme pada dunia ini. Saya harap thread ini dapat memfasilitasi teman-teman untuk menguji seberapa valid kandungan Ajaran Sang Buddha dan sumbangsihnya, serta dapat menjadi media bacaan yang ringkas, menyenangkan dan mencerahkan.

Untuk menjaga kenyamanan di thread ini, ada beberapa ketentuan yang saya buat, yaitu :
1) Thread ini adalah dari, oleh dan untuk kita bersama. Oleh karena itu, teman-teman boleh mengajukan pembahasan dan menyampaikan pendapatnya masing-masing.
2) Thread ini adalah ajang diskusi mengenai Buddhisme. Oleh karena itu, saya harap teman-teman tetap menjaga kerapian format ini.
3) Postingan yang hanya berisikan pernyataan Out of Topic, akan saya tindak-lanjuti dengan tegas; dengan atau tanpa pemberitahuan sebelumnya.
4) Semua pembahasan, pertanyaan, jawaban maupun pernyataan harus disampaikan dengan bahasa yang sopan.
5) Member yang menjadi provokator akan diberi peringatan secara terbuka. Bila member yang bersangkutan itu tidak memperbaiki perilakunya, maka pihak Moderator dan Administrator berhak untuk mengeluarkannya (banned) dari forum ini.

Semoga semua berbahagia.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 16 September 2009, 07:32:12 AM
Partamaxxxx, seberapa valid isi tipitaka itu yang benar2 ucapan asli dari Buddha, dan berapa persen kira2 isi tipitaka yang ditambah2kan atau merupakan khayalan?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: kamala on 16 September 2009, 08:13:07 AM
Kalo Ti Pitaka aja diragukan bagaimana dengan Tri Pitaka  ???
Namaste,
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: marcedes on 16 September 2009, 08:49:43 AM
Partamaxxxx, seberapa valid isi tipitaka itu yang benar2 ucapan asli dari Buddha, dan berapa persen kira2 isi tipitaka yang ditambah2kan atau merupakan khayalan?
i like you, i love you...hehehe

sy pernah post, dan entah kapan...
saya tidak tahu sang buddha itu pernah hidup atau tidak....apakah dongeng atau legenda...
yang jelas 4KM itu merupakan realita nyata dalam hidup ini...sekarangpun dapat di lihat...
toh mana ada makhluk yang lepas dari "SAKIT TUA DAN MATI"

jadi wajar kalau sangBuddha menyebutnya "SABBE SANKHARA ANICCA"
atau sebelum parinibbana kata-kata terakhir nya "VAYO DHAMMA SANKHARA,APAMADENA SAMPADETHA"

jadi simple banget rumus Ajaran Buddha..
ada bentukan = sakit tua dan mati
tidak ada bentukan = tidak ada sakit, tidak ada tua, tidak ada mati.
-------------------------------------
masalah makhluk halus toh memang secara kasatmata belum dapat dilihat oleh mata normal.
tapi entah kalian punya pengalaman dengan hal itu..

kalau saya pribadi sudah pernah lihat...
atau yang tidak percaya boleh pelihara Gumantong [ thai amulet yang ada kodham ] ^^
dan resiko tanggung sendiri.

kalau neraka saya pribadi belum lihat.....apalagi alam dewa atau dewa nya....
btw....saya tidak terlalu peduli dengan neraka maupun dewa...tapi kalau mau bantu kasih rejeki..boleh lah... ^^

yang paling parah saya rasakan adalah "dukkha" itu sendiri...
apalagi kemarin baru pulang pergi dari daerah busyet....4 jam, apalagi sana semua puasa...warung apapun tutup...terpaksa untuk makan saja butuh pindah, perjalanan 1 jam.
betul-betul sengsara.....untung banyak kang tau...jadi senang... $$$$$$$$   hehehe

metta.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 09:01:58 AM
Partamaxxxx, seberapa valid isi tipitaka itu yang benar2 ucapan asli dari Buddha, dan berapa persen kira2 isi tipitaka yang ditambah2kan atau merupakan khayalan?

kalo ada yg jawab neh pertanyaan, juga gak bakal dapat diterima..

pasti deh ada pertanyaan baru yaitu "seberapa pantas anda menjustifikasi kebenaran tipitaka?"

:P
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 09:02:59 AM
Gantian ane yg nanya...

"Kenapa jarang g liat orang Pribumi beragama Buddha?"
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sumedho on 16 September 2009, 09:39:12 AM
 [at] hatRed:

Pribumi mana? Pribumi Thailand, srilanka atau myanmar?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 09:48:41 AM
indo lah...........
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: marcedes on 16 September 2009, 09:57:43 AM
indo mana.....indo jawa, indo sumatra, indo kalimantan ,indo sulawesi, indo jayapura?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: HokBen on 16 September 2009, 10:03:33 AM
jawa banyak loh....
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 10:07:22 AM
selain.... yg mereka sebut Tionghoa...

pertanyaan kedua... boleh borong gak ya :P

"Kenapa ada bhikkhu2 yg suka ngelantur kesono kesini, suka ngobrol ma orang... kek si "brem brem" dan lain2.. apakah itu yg disebut melepas keduniawian ???
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 10:12:24 AM
katanya.. saat B. Gotama masih idup, kagak ada tuh yg make patung2 segala..

cuman pas kesengsem sama patung buatan orang greek aja baru ada patung....

tapi di sekolah dulu diajarin ada berapa macem ya ::) 5 kalo gak salah yg harus ada di altar..

yaitu bunga, air, dupa, patung, samaa apa lagi ya...buah kalo gak salah :-?

terus apakah itu membawa manfaat bagi batin? (emang sih menurut aye tergantung personal masing2, cuman apakah membawa kepada salah satu jalan dari jmbb? yaitu Pandangan benar? )

kalo tidak, kenapa dibiarkan?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 10:14:49 AM
Kenapa perkumpulan sangha.. kek gengster aja.......

kek mafia...... semuanya serba sembunyi sembunyi... terus ada kelompok kelompok.... sama toh kek mafia...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sumedho on 16 September 2009, 10:15:23 AM
selain.... yg mereka sebut Tionghoa...

pertanyaan kedua... boleh borong gak ya :P

"Kenapa ada bhikkhu2 yg suka ngelantur kesono kesini, suka ngobrol ma orang... kek si "brem brem" dan lain2.. apakah itu yg disebut melepas keduniawian ???

banyak lah, tapi tidak SANGAT banyak. mungkin belum pernah ketemu aja

soal bhikkhu ngelantur dan ngobrol yah sama seperti kita. Bedanya mereka memiliki sila yang jauh lebih banyak. Soal kemelekatan dan kebiasaan itu lain hal lagi.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sumedho on 16 September 2009, 10:17:23 AM
soal altar, itu cuma custom/kebiasaan setempat aja. ditempat laen mungkin beda lagi. itu untuk penghormatan. Ini bukan hal yang bertentangan dengan pandangan benar

soal gangster, bisa lebih spesifik?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: CKRA on 16 September 2009, 10:19:40 AM
Kenapa perkumpulan sangha.. kek gengster aja.......

kek mafia...... semuanya serba sembunyi sembunyi... terus ada kelompok kelompok.... sama toh kek mafia...

Kalau dilihat dari sisi yang pencahayaannya kurang mungkin terlihat bayangan demikian. Tapi kalau dengan pencahayaan yang cukup, bisa terlihat bagus juga kok. Tidak seseram yang dibayangkan.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 10:22:21 AM
soal altar, itu cuma custom/kebiasaan setempat aja. ditempat laen mungkin beda lagi. itu untuk penghormatan. Ini bukan hal yang bertentangan dengan pandangan benar

soal gangster, bisa lebih spesifik?

yg ini http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8719.0.html ;D
sama yg ini http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2994.0.html :D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sumedho on 16 September 2009, 10:27:33 AM
itu mah generalisasi. nda semua demikian bro. :)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 10:30:42 AM
emang isu general kan ???

disitu yg jadi pelakunya sudah terang2an disebut anggota sangha....

kalo ada anggota sangha lain yg bilang " bukan, mereka bukan anggota sangha kami, kami tidak seperti itu" <--- pengelompokkan bukan?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 16 September 2009, 11:07:35 AM
TS nya blom Onlen bih :))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Shining Moon on 16 September 2009, 11:41:30 AM
Gangster? Yang bener ajeh...
Menurut i malah lebih rapih loh kalau ada pengelompokkan. Bayangin kalau jalan sendiri-sendiri. Nggak ada ketua, nggak ada peraturan. Nanti kalau ada yang bikin ulah, cemane?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 11:43:50 AM
Apa persamaan dari Aliran2 Buddhisme...

contoh Theravada dan Mahayana.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Shining Moon on 16 September 2009, 11:46:46 AM
Numpang nanya. Kalau paritta sangham saranam gacchami, maksudnya kita berlindung pada sangha, sangha mana?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 11:47:24 AM
Numpang nanya. Kalau paritta sangham saranam gacchami, maksudnya kita berlindung pada sangha, sangha mana?

Ariya sangha
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: naviscope on 16 September 2009, 11:48:01 AM
^
Mereka empat pasang makhluk, terdiri dari delapan jenis makhluk suci, itulah Sangha siswa Bhagava
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 11:49:13 AM
^
4 kelompok makhluk suci
sangha di sepuluh penjuru mata angin

apa aja tuh yg 4... spulu penjuru mata angin yg mana aja...?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: naviscope on 16 September 2009, 11:55:29 AM
empat pasang makhluk suci (sotapanna, anagami, sakadagami, arahat)

sepuluh arah mata angin, ambil kompas saja bro....  kan ada delapan arah mata angin yach + atas + bawah dech...
jd total 10....

hati2 loh, TS nya galak loh, baca point2-nya, syarat2nya memberatkan loh.... :-w
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 16 September 2009, 12:35:42 PM
Partamaxxxx, seberapa valid isi tipitaka itu yang benar2 ucapan asli dari Buddha, dan berapa persen kira2 isi tipitaka yang ditambah2kan atau merupakan khayalan?

Sejarah penyusunan Tipitaka:

Ketika Sang Buddha baru saja mangkat (Parinibbana), seorang bhikkhu yang tidak disiplin bernama Subhaddha membujuk bhikkhu lain untuk tidak bersedih, karena kini tidak ada lagi orang yang bisa mengatur perilaku para bhikkhu sesuai disiplin (vinaya). Mendengar hal itu, Maha Kassapa Thera bergerak cepat mengadakan Sidang Konsili I untuk mengumpulkan semua Ajaran Sang Buddha. Di sidang itu, YA. Ananda mengulangi semua khotbah Sang Buddha. Sedangkan YA. Upali mengulangi semua peraturan (vinaya) yang ditetapkan oleh Sang Buddha. Pada akhir konsili yang dihadiri oleh 500 Arahanta ini, dikumpulkanlah Dhamma dan Vinaya yang diwejangkan dalam Bahasa Pali (Magadhi) dan disepakati secara bersama.

Pada mulanya Dhamma dan Vinaya ini diwariskan secara lisan. Sekitar satu abad setelah Sidang Konsili I, banyak bhikkhu di dalam tubuh Sangha yang mengajukan banding untuk menghapus dan merubah sebagian Vinaya yang dianggap terlalu keras. Kalangan bhikkhu ortodoks bersikukuh bahwa Vinaya tidak perlu diubah, sedangkan kalangan bhikkhu yang lain bersikeras untuk mengubah sebagian Vinaya. Perbedaan suara ini kembali melahirkan SIdang Konsili II. Hasil dari sidang ini menetapkan bhikkhu Sangha yang terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok ortodoks yang memegang teguh Dhamma-Vinaya sedari awal dikenal dengan nama Sthaviravada. Sedangkan kelompok reformasi lainnya dikenal dengan nama Mahasanghika. Kelompok Sthaviravada berusaha memegang kukuh dan melestarikan Dhamma-Vinaya secara lisan. Sedangkan kelompok Mahasanghika lebih lunak dan membuka diri pada pandangan baru sehingga menciptakan banyak wejangan filsafat tinggi di kemudian hari.

Pada masa abad ke-3 setelah Sang Buddha memasuki Parinibbana, Raja Asoka menjadi penguasa di Tanah India dan menjadi pengikut Buddhisme. Pada masa ini, banyak penyelundup dan bhikkhu gadungan yang memasuki Sangha. Para bhikkhu gadungan ini mencoba menyisipkan ajaran-ajaran lain ke dalam Dhamma-Vinaya. Banyak bhikkhu yang tidak bertindak-tanduk sesuai Dhamma-Vinaya, sehingga citra Buddhisme saat itu menurun. Melihat hal ini, Raja Asoka dan Sangha berupaya untuk mengambil tindakan tegas dengan mengadakan kembali Sidang Konsili III yang dihadiri 100 Arahanta. Sidang ini mengulang kembali Dhamma-Vinaya yang diyakini masih merupakan warisan dari Sidang Konsili I, meskipun diyakini oleh banyak pengamat bahwa isinya sudah sedikit tercemar. Pada akhir sidang ini, disepakati isi Tipitaka yang terdiri dari Sutta (khotbah Sang Buddha), Vinaya (Disiplin) dan Abhidhamma (filsafat metafisika batin) sebagai isinya. Sidang kali ini menguraikan Dhamma menjadi dua poin, yakni Sutta dan Abhidhamma. Setelah sidang disepakati, Raja Asoka mengutus beberapa Arahanta untuk pergi ke negeri sekitar India untuk menyebarkan Tipitaka. Salah satu utusannya adalah putra dari Raja Asoka sendiri. Raja Asoka juga membangun banyak stupa-stupa bernuansa Buddhisme pada masa itu.

Pada masa abad ke-1 sebelum Masehi, Bhikkhu Nagasena, seorang Arahanta, berdiskusi dengan seorang Raja bernama Milinda Panha. Diskusi ini membahas tentang apa itu Dhamma dan kebijaksanaan. Raja Milinda Panha terkesima dengan jawaban-jawaban Bhikkhu Nagasena, sehingga ia sangat menghormatinya. Diskusi ini diukir menjadi salah satu tulisan penting tentang Buddhisme. Tulisan ini dikenal dengan nama Kitab Milinda Panha. Di Myanmar pada zaman ini, kitab ini disejajarkan dengan kitab-kitab Tipitaka lainnya. Di dalam kitab itu, Bhikkhu Nagasena dengan jelas menyatakan bahwa banyak sekali orang yang masuk Sangha dan menjadi bhikkhu untuk tujuan tidak mulia. Kitab ini juga diakui oleh kelompok Mahasanghika, tapi terdapat beberapa perbedaan isi muatannya dengan versi Sthaviravada.

Pada tahun 83 SM, Sidang Konsili IV diadakan. Pada sidang ini, Tipitaka Pali disahkan dan untuk pertama kalinya diabadikan dalam bentuk tulisan. Tipitaka ini pun dibawa ke Sri Lanka.

Kelompok Mahasanghika juga melakukan 'pembersihan' dari aksi bhikkhu gadungan ini. Mereka pun menyebar ke beberapa daerah dan menyeberang ke negeri lain. Kelompok Mahasanghika sendiri berpencar ke beberapa wilayah. Di sana mereka berasimilasi dengan banyak tradisi setempat. Dan kelak mereka juga mengesahkan Dhamma-Vinaya yang disepakati secara tertulis.

Sthaviravada terbagi menjadi beberapa kelompok, salah satunya adalah Theravada. Theravada menjadi kelompok aliran yang masih bertahan sampai sekarang. Sedangkan Mahasanghika juga terdiri dari beberapa kelompok, dan di kemudian hari kelompok ini dikenal dengan nama Mahayana. Aliran Mahayana sendiri terbagi menjadi beberapa aliran kecil lainnya.

...


Dilihat dari sejarah ini, Tipitaka (Pali) diyakini sebagai kitab Buddhis yang memuat ajaran murni dari Sang Buddha. Meskipun beberapa isinya diyakini juga telah mengalami pergeseran karena tercemar.

Karena itu, kita tidak bisa memastikan bagian mana yang sudah mengalami pergeseran dari aslinya. Karena semua bagian sejarah itu sudah sangat sulit sekali untuk dilacak.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 16 September 2009, 12:52:48 PM
emang isu general kan ???

disitu yg jadi pelakunya sudah terang2an disebut anggota sangha....

kalo ada anggota sangha lain yg bilang " bukan, mereka bukan anggota sangha kami, kami tidak seperti itu" <--- pengelompokkan bukan?

Seperti yang sudah saya tuliskan mengenai "sejarah penyusunan Tipitaka" di atas. Kalau ada bhikkhu yang berperilaku menyimpang dari Dhamma-Vinaya, maka ia harus ditegur. Bila tetap tidak berubah, maka harus ditinggalkan atau dikeluarkan saja. Dan apabila dipertanyakan oleh khalayak ramai, maka harus ditegaskan bahwa ia sudah berperilaku menyimpang.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 16 September 2009, 12:54:51 PM
Apa persamaan dari Aliran2 Buddhisme...

contoh Theravada dan Mahayana.

Banyak sekali persamaannya. Sama-sama mengakui Sang Buddha sebagai Guru, sama-sama sepakat bahwa Pembebasan adalah tujuan tertinggi, sama-sama melihat bahwa penghidupan duniawi adalah dukkha, dll.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 12:57:47 PM
Apa persamaan dari Aliran2 Buddhisme...

contoh Theravada dan Mahayana.

Banyak sekali persamaannya. Sama-sama mengakui Sang Buddha sebagai Guru, sama-sama sepakat bahwa Pembebasan adalah tujuan tertinggi, sama-sama melihat bahwa penghidupan duniawi adalah dukkha, dll.

itu persamaan simbolisme saja...

tapi bagaimana dengan detilnya? adakah yg sama?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 16 September 2009, 01:02:11 PM
Apa persamaan dari Aliran2 Buddhisme...

contoh Theravada dan Mahayana.

Banyak sekali persamaannya. Sama-sama mengakui Sang Buddha sebagai Guru, sama-sama sepakat bahwa Pembebasan adalah tujuan tertinggi, sama-sama melihat bahwa penghidupan duniawi adalah dukkha, dll.

itu persamaan simbolisme saja...

tapi bagaimana dengan detilnya? adakah yg sama?

Secara garis besar, Aliran Theravada dan Aliran Mahayana adalah sama. Sama-sama Buddhisme. Tapi semakin kita mempelajari detilnya, kita akan semakin menemukan banyak perbedan. Perbedaan tidak selalu bertentangan. Tapi jika kita secara netral melihat detil dari ajarannya, memang ada formula tertentu yang mendasari perbedaan di antara keduanya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 01:05:41 PM
pertanyaan berikut...


sebenarnya ini topik di thread sebelah, cuman karena berhentiya udah i lanjut sini aja


Mengenai arwah, dan penjaga neraka, serta algojo2 dan Raja neraka...

dalam Thread Alam Neraka oleh ci Lily.. disitu dituliskan alam neraka itu alam yg menyiksa.. karena ada yg disiksa...

dan di sutta ini

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12597.msg206928.html#msg206928

ada tuh yg menyiksa dalam alam neraka...


bagaimana tanggapannya?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 16 September 2009, 01:25:27 PM
pertanyaan berikut...


sebenarnya ini topik di thread sebelah, cuman karena berhentiya udah i lanjut sini aja


Mengenai arwah, dan penjaga neraka, serta algojo2 dan Raja neraka...

dalam Thread Alam Neraka oleh ci Lily.. disitu dituliskan alam neraka itu alam yg menyiksa.. karena ada yg disiksa...

dan di sutta ini

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12597.msg206928.html#msg206928

ada tuh yg menyiksa dalam alam neraka...


bagaimana tanggapannya?

Ini mungkin salah satu perbedaannya.

Di Aliran Theravada, penghuni alam neraka akan menderita karena kondisi di alam itu sengsara. Bukan karena disiksa oleh algojo. Meskipun di dalam Sutta (Theravada) juga ada pernyataan adanya sang penjaga neraka.

Sedangkan di Aliran Mahayana, dituliskan dengan tegas di Sutra bahwa penghuni neraka akan menderita karena hukuman dari Raja Yama. Algojo neraka akan menghukum makhluk-makhluk yang terlahir di sana. Dan secara eksplisit hal ini menandakan bahwa Aliran Mahayana memegang konsep bahwa neraka adalah tempat hukuman.

Ada beberapa poin yang bisa ditinjau di sini, yaitu:
- Mungkin penjelasan tentang penjaga neraka di Sutta (Theravada) adalah perumpamaan.
- Bila Aliran Theravada juga memegang pandangan adanya penjaga neraka, maka ini merupakan salah satu muatan yang cukup selaras dengan Aliran Mahayana.
- Bila Aliran Theravada memegang adanya penjaga neraka, hal ini belum bisa dipastikan bahwa penjaga neraka itu yang menyiksa makhluk penghuni neraka. Jabatannya saja sangat berbeda. Penjaga hanya menjaga; bukan penghukum (algojo).
- Bila penjaga neraka itu juga merangkap sebagai algojo, maka ada ketidak-konsistenan di dalam doktrin Aliran Theravada.
- Bila Aliran Theravada terbukti konsisten dengan doktrinnya sendiri, dan Aliran Mahayana juga konsisten dengan doktrinnya sendiri; maka dari kasus ini saja kita sudah bisa melihat perbedaan fundamental di antara keduanya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 01:55:31 PM
^
dan kesimpulan pribadi anda sendiri seperti apa ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: purnama on 16 September 2009, 02:05:09 PM
- Bila Aliran Theravada juga memegang pandangan adanya penjaga neraka, maka ini merupakan salah satu muatan yang cukup selaras dengan Aliran Mahayana.
- Bila Aliran Theravada memegang adanya penjaga neraka, hal ini belum bisa dipastikan bahwa penjaga neraka itu yang menyiksa makhluk penghuni neraka. Jabatannya saja sangat berbeda. Penjaga hanya menjaga; bukan penghukum (algojo).

Pointnnya Ampir sama pak. Lagi pula penjaga neraka bukan saja raja yama. tiap - tingkatan beda - beda penjaga.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hatRed on 16 September 2009, 02:06:34 PM
Buddhisme milik siapa?

Theravada ngaku sebagai buddhisme
Mahayana mengaku sebagai buddhisme
dengan anak buahnya, kek Zen, tanah suci dan lain lain

bahkan baru baru ini MMD ngaku ngaku buddhisme juga

nah pertanyaan2 untuk buddhisme di thread ini buat yg mana? sendangkan sebagaimana dari awal dikatakan dalam detilnya masing2 berbeda.

terus siapa pula yg berhak menjawab pertanyaan untuk "buddhisme"?

bolehkan aliran "buddha" Maitreya menjawab di thread ini? (karena mereka juga ngaku ngaku buddhisme)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: purnama on 16 September 2009, 02:42:43 PM
Buddhisme milik siapa?

Theravada ngaku sebagai buddhisme
Mahayana mengaku sebagai buddhisme
dengan anak buahnya, kek Zen, tanah suci dan lain lain

bahkan baru baru ini MMD ngaku ngaku buddhisme juga

nah pertanyaan2 untuk buddhisme di thread ini buat yg mana? sendangkan sebagaimana dari awal dikatakan dalam detilnya masing2 berbeda.

terus siapa pula yg berhak menjawab pertanyaan untuk "buddhisme"?

bolehkan aliran "buddha" Maitreya menjawab di thread ini? (karena mereka juga ngaku ngaku buddhisme)

buddhism milik semua mahluk tepatnnya :))
tanah suci, zen kek, bahkan aliran tera kek, vajra kek, semua statusnya sama, cuman beda cara pengajaran aja.
aliran maitreya sih emang gado - gado, mau ngaku buddhism silakan . asal satu jangan ngaku ngaku buddshim, tapi ngajarin orang melakukan kriminal, ngak jual - jual tanah suci, ngak ajakin berontak kayak FLG, Atau Lu sheng yen. Selamanya ngajarinnya ngak merusak moral dan hukum negara. fine - fine aja bagi g sih :D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Kelana on 16 September 2009, 06:00:26 PM
Kenapa perkumpulan sangha.. kek gengster aja.......

kek mafia...... semuanya serba sembunyi sembunyi... terus ada kelompok kelompok.... sama toh kek mafia...

Jika kita balik bertanya menjadi: “mengapa gangster … kaya perkumpulan sangha saja.”  :)

Bagi saya, berkumpul, berkelompok adalah hal yang alami. Kenapa? Karena adanya kesamaan, hal-hal yang sama. Mereka yang memiliki kesamaan cenderung berkelompok. Lumba-lumba akan berkelompok dengan lumba-lumba, gajah dengan gajah, petapa dengan petapa. Di dalam berkelompok inilah mereka menjadi kuat, saling mendukung, saling membantu dalam hal tertentu, apakah untuk bertahan hidup maupun untuk mencapai kesucian.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 16 September 2009, 10:04:34 PM
Buddhisme milik siapa?

Theravada ngaku sebagai buddhisme
Mahayana mengaku sebagai buddhisme
dengan anak buahnya, kek Zen, tanah suci dan lain lain

bahkan baru baru ini MMD ngaku ngaku buddhisme juga

nah pertanyaan2 untuk buddhisme di thread ini buat yg mana? sendangkan sebagaimana dari awal dikatakan dalam detilnya masing2 berbeda.

terus siapa pula yg berhak menjawab pertanyaan untuk "buddhisme"?

bolehkan aliran "buddha" Maitreya menjawab di thread ini? (karena mereka juga ngaku ngaku buddhisme)

buddhism milik semua mahluk tepatnnya :))
tanah suci, zen kek, bahkan aliran tera kek, vajra kek, semua statusnya sama, cuman beda cara pengajaran aja.
aliran maitreya sih emang gado - gado, mau ngaku buddhism silakan . asal satu jangan ngaku ngaku buddshim, tapi ngajarin orang melakukan kriminal, ngak jual - jual tanah suci, ngak ajakin berontak kayak FLG, Atau Lu sheng yen. Selamanya ngajarinnya ngak merusak moral dan hukum negara. fine - fine aja bagi g sih :D

Buddhisme terdiri dari kata dasar "Buddha" dan "isme". Buddha artinya merujuk pada Sang Buddha Gotama; sedangkan isme artinya adalah kepercayaan atau ajaran. Jadi Buddhisme artinya adalah "ajaran Sang Buddha".

Buddhisme adalah satu label. Semua pihak menyatakan bahwa ajarannya adalah Buddhisme. Itu karena semua pihak menyatakan bahwa ajarannya adalah Ajaran Sang Buddha; atau setidaknya ajarannya selaras dengan ajaran Sang Buddha.

Buddhisme hanyalah satu istilah untuk menyebut suatu paham / ajaran sesuai dengan kategorinya. Tapi sesuai dengan kesepakatan, yang dinyatakan sebagai Buddhisme adalah Aliran Theravada, Aliran Mahayana dan Aliran Vajrayana. Ketiganya memiliki kriteria-kriteria yang sama, sehingga dinyatakan sebagai Buddhisme mainstream.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 20 September 2009, 07:28:10 AM
pertanyaan berikut...


sebenarnya ini topik di thread sebelah, cuman karena berhentiya udah i lanjut sini aja


Mengenai arwah, dan penjaga neraka, serta algojo2 dan Raja neraka...

dalam Thread Alam Neraka oleh ci Lily.. disitu dituliskan alam neraka itu alam yg menyiksa.. karena ada yg disiksa...

dan di sutta ini

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12597.msg206928.html#msg206928

ada tuh yg menyiksa dalam alam neraka...


bagaimana tanggapannya?

Teman-teman nimbrung ya?
Menurut pendapat saya sih, mungkin alam neraka ada juga kemiripan dengan alam manusia dalam beberapa hal, dimana para mahluk neraka hidup dengan segala kesukaran mereka sendiri, misalnya berjalan diantara semak berduri, atau lumpur panas mendidih, mungkin mereka bisa saling melukai di alam neraka, tetapi tak akan mati di alam neraka tersebut hingga karma buruknya habis.

Dalam sutta-sutta Pali ada diterangkan mengenai neraka dan penjaga gerbang neraka, Neraka menyakitkan bagi siapapun yang masuk ke dalamnya, sedangkan bagi meditator yang telah mengatasi rasa sakit (telah menyelami sepenuhnya dan terlepas dari rasa sakit), alam neraka telah tertutup baginya selama-lamanya.

sukhi hotu
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr.Jhonz on 20 September 2009, 08:27:41 AM
Aye mau ambil bagian

Jhana,
banyak di artikel2 meditasi terdapat kata jhana,dan untuk mencapai jhana cuma perlu disampaikan dalam dua lembar kertas saja, sehingga terkesan mencapai jhana adalah tidak sulit..
Pertanyaan sy,kenapa sy belum pernah bertemu,melihat,atau mendengar orang yg telah mencapai jhana(dikehidupan saat ini),baik jhana 1-4
adakah member Dc yg telah mencapai jhana?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 20 September 2009, 08:42:07 AM
Aye mau ambil bagian

Jhana,
banyak di artikel2 meditasi terdapat kata jhana,dan untuk mencapai jhana cuma perlu disampaikan dalam dua lembar kertas saja, sehingga terkesan mencapai jhana adalah tidak sulit..
Pertanyaan sy,kenapa sy belum pernah bertemu,melihat,atau mendengar orang yg telah mencapai jhana(dikehidupan saat ini),baik jhana 1-4
adakah member Dc yg telah mencapai jhana?


Saudara Jhonz yang baik,

Bila ada anggota DC yang telah mencapai Jhana, mungkin mereka juga tak mau bicara mengenai pencapaian mereka (walaupun bagi umat awam yang telah mencapai Jhana bukan merupakan pelanggaran bila mengungkapkan pencapaian mereka), tetapi bila ingin tahu apakah Jhana bisa dicapai atau tidak, lebih baik kita mengikuti retret meditasi Samatha (yang dibimbing oleh guru meditasi yang kompeten), nanti dari berbagi pengalaman dengan peserta lain setelah retret kita akan mengetahui sendiri, apakah ada yang mencapai Jhana atau tidak dalam kehidupan ini.

Sukhi hotu
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhi Dharma on 21 November 2009, 03:29:15 PM
Gantian ane yg nanya...

"Kenapa jarang g liat orang Pribumi beragama Buddha?"

Hwhwwhwhh banyak kok di daerah Pulau Jawa, apa lgi agama budhist mulai berkembang di daerah seperti Temanggung, Jepara, dan mulai dibangun vihara2...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Jerry on 21 November 2009, 05:28:57 PM
Aye mau ambil bagian

Jhana,
banyak di artikel2 meditasi terdapat kata jhana,dan untuk mencapai jhana cuma perlu disampaikan dalam dua lembar kertas saja, sehingga terkesan mencapai jhana adalah tidak sulit..
Pertanyaan sy,kenapa sy belum pernah bertemu,melihat,atau mendengar orang yg telah mencapai jhana(dikehidupan saat ini),baik jhana 1-4
adakah member Dc yg telah mencapai jhana?

Banyaknya lembar kertas yg dihabiskan tidak berbanding lurus dengan kemudahan dalam pencapaiannya. ;D

Gantian ane yg nanya...

"Kenapa jarang g liat orang Pribumi beragama Buddha?"

Hwhwwhwhh banyak kok di daerah Pulau Jawa, apa lgi agama budhist mulai berkembang di daerah seperti Temanggung, Jepara, dan mulai dibangun vihara2...
Bisanya bangun vihara mulu nih umat buddhisnya..
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Ario_botax on 22 November 2009, 07:41:00 PM
hmm..
mengenai orang pribumi yang beragama buddhist..
saya sudah sering lihat..
contoh beberapa teman saya yang berkuliah di univ Maha Prajna atau Nalanda..

Jadi saya rasa itu bukanlah sesuatu yang tidak biasa ^^..

Yup.. saya rasa misal umat banyak membangun vihara.. ga papa dunk.. ^^
yang penting mereka memiliki usaha untuk mengembangkan buddhisme..
namun memang selanjutnya perlu dibimbing untuk melatih diri sendiri dalam pencarian akan nibbana/nirvana..
 ^^
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: carinex on 22 November 2009, 07:48:51 PM
Saya ingin tanya, orang di Indonesia ini banyak yang ngaku Buddhist di KTPnya. Rajin sembahyang, ada altar di rumahnya, tapi kurang tahu tentang ajaran Buddha.

Yang ingin saya tanyakan, Umat yang menjalani itu sebenarnya itu umat Buddha, Tao atau Kong Hu Cu?
Karena nampaknya sang Buddha belum pernah ngajarin umatnya untuk berdoa.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: yanfei on 22 November 2009, 08:05:23 PM
bukankah dahulu kala orang2 melayu dan jawa itu beragama buddha?
Borobudur candi Buddha terbesar di dunia dibangun bangsa Jawa
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: tesla on 22 November 2009, 10:08:09 PM
Yang ingin saya tanyakan, Umat yang menjalani itu sebenarnya itu umat Buddha, Tao atau Kong Hu Cu?
umat Budha KTP ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Edward on 23 November 2009, 12:03:02 AM
apakah carinex yakin umat buddha kga ada diajarin berdoa?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Jerry on 23 November 2009, 12:48:36 AM
apakah carinex yakin umat buddha kga ada diajarin berdoa?
seharusnya sih ada, meski doanya agak2 berbeda dg di tetangga
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: carinex on 23 November 2009, 07:20:43 PM
apakah carinex yakin umat buddha kga ada diajarin berdoa?

Saya taunya kalo umat Buddha itu tipe doanya baca parrita/ liam keng(sori salah tulis)
Dan namaskara.
Tapi bukan yang seperti di Klenteng, nah yang ingin tanyakan lagi, yang di Klenteng itu cara sembahyangnya Tao, Kong Hu Cu atau Buddhist?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 30 November 2009, 01:02:02 PM
apakah carinex yakin umat buddha kga ada diajarin berdoa?

Saya taunya kalo umat Buddha itu tipe doanya baca parrita/ liam keng(sori salah tulis)
Dan namaskara.
Tapi bukan yang seperti di Klenteng, nah yang ingin tanyakan lagi, yang di Klenteng itu cara sembahyangnya Tao, Kong Hu Cu atau Buddhist?


Membaca paritta => membaca syair-syair perenungan
Liam keng (nian jing) => melafalkan puja kepada Buddha dan atau Bodhisattva
Namakara => memberi penghormatan dengan sikap bersujud

Kalau sembahyang kepada altar dewa-dewa di Kelenteng, itu adalah tradisi sembahyang orang Tionghoa. Tradisi ini merupakan kepercayaan yang berkembang dan dilestarikan oleh orang Tionghoa sejak dahulu. Confucius (Kong Hu Chu) adalah salah satu filsuf besar dari Tiongkok yang mendukung tradisi ini. Oleh karena itu, tradisi bersembahyang di Kelenteng bisa kita nyatakan sebagai tata-cara yang selaras dengan Agama Kong Hu Chu.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: chingik on 30 November 2009, 07:49:16 PM
apakah carinex yakin umat buddha kga ada diajarin berdoa?

Saya taunya kalo umat Buddha itu tipe doanya baca parrita/ liam keng(sori salah tulis)
Dan namaskara.
Tapi bukan yang seperti di Klenteng, nah yang ingin tanyakan lagi, yang di Klenteng itu cara sembahyangnya Tao, Kong Hu Cu atau Buddhist?


Membaca paritta => membaca syair-syair perenungan
Liam keng (nian jing) => melafalkan puja kepada Buddha dan atau Bodhisattva
Namakara => memberi penghormatan dengan sikap bersujud

Kalau sembahyang kepada altar dewa-dewa di Kelenteng, itu adalah tradisi sembahyang orang Tionghoa. Tradisi ini merupakan kepercayaan yang berkembang dan dilestarikan oleh orang Tionghoa sejak dahulu. Confucius (Kong Hu Chu) adalah salah satu filsuf besar dari Tiongkok yang mendukung tradisi ini. Oleh karena itu, tradisi bersembahyang di Kelenteng bisa kita nyatakan sebagai tata-cara yang selaras dengan Agama Kong Hu Chu.

Tambahin sedikit,
Liam keng tidak sebatas melafalkan puja kepada Buddha/bodhisatva, liamkeng = membaca keseluruhan isi Sutra (khotbah Buddha).

Klenteng boleh dikatakan sinkretisasi dari ketiga tradisi Tao, KongHuCu dan Buddhis.


Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: johan3000 on 30 November 2009, 08:28:09 PM
pertanyaan titipan:

kalau sulit dilahirkan utk menjadi Manusia,
kenapa manusia di Bumi dgn begitu mudah bertambah

(atau boleh dikatakan melakukan KB adalah pekerjaan berat) ?

thanks sebelumnya!
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr. Wei on 30 November 2009, 10:15:36 PM
Pertanyaan dari gw:
1. Apakah efek dari paritta? Apakah benar paritta bisa memberikan efek 'kekuatan' seperti penyembuhan penyakit, mengundang dewa, membawa rejeki, dsb atau paritta adalah bacaan yang memberikan panduan/renungan saja bagi manusia?

Menurut salah satu referensi buku yang gw baca, yaitu Keyakinan Umat Buddha karya Bhante Dhammananda, dikatakan bahwa paritta bila dilantunkan dengan nada yang tepat akan mengundang kehadiran para dewa, benarkah?

2. Mengenai Jataka, selama ini Jataka selalu terkesan layaknya sebuah dongeng bagi gw, sedangkan sepengetahuan gw, Buddhisme lebih mengundang nalar, lalu apakah kitab Jataka ini benar terjadi atau hanyalah perumpaan, atau rekaan?

3. BENARKAH bahwa dengan berdoa (bukan kepada Buddha, tapi kepada Bodhisattva, Deva, dll) akan mempercepat berbuahnya karma baik kita??? Atau doa itu memang tidak ada efeknya?

4. BENARKAH bahwa dengan membaca buku2 Dhamma secara tidur2an itu adalah perbuatan yang menghasilkan kamma buruk? Atau hanya sekedar tidak etis untuk dilakukan saja?

Demikian pertanyaan-pertanyaan saya, beberapa pertanyaan terlihat pertanyaan lama yang pernah ditanyakan sebelumnya, namun saya masih belum merasa jelas dengan penjelasan-penjelasan terdahulu. _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 30 November 2009, 10:30:22 PM
Pertanyaan dari gw:
1. Apakah efek dari paritta? Apakah benar paritta bisa memberikan efek 'kekuatan' seperti penyembuhan penyakit, mengundang dewa, membawa rejeki, dsb atau paritta adalah bacaan yang memberikan panduan/renungan saja bagi manusia?

Menurut salah satu referensi buku yang gw baca, yaitu Keyakinan Umat Buddha karya Bhante Dhammananda, dikatakan bahwa paritta bila dilantunkan dengan nada yang tepat akan mengundang kehadiran para dewa, benarkah?

2. Mengenai Jataka, selama ini Jataka selalu terkesan layaknya sebuah dongeng bagi gw, sedangkan sepengetahuan gw, Buddhisme lebih mengundang nalar, lalu apakah kitab Jataka ini benar terjadi atau hanyalah perumpaan, atau rekaan?

3. BENARKAH bahwa dengan berdoa (bukan kepada Buddha, tapi kepada Bodhisattva, Deva, dll) akan mempercepat berbuahnya karma baik kita??? Atau doa itu memang tidak ada efeknya?

4. BENARKAH bahwa dengan membaca buku2 Dhamma secara tidur2an itu adalah perbuatan yang menghasilkan kamma buruk? Atau hanya sekedar tidak etis untuk dilakukan saja?

Demikian pertanyaan-pertanyaan saya, beberapa pertanyaan terlihat pertanyaan lama yang pernah ditanyakan sebelumnya, namun saya masih belum merasa jelas dengan penjelasan-penjelasan terdahulu. _/\_

1. Kalau baca paritta, dan diperhatikan dengan benar-benar, biasanya ada kata-kata "semoga dengan kebenaran pernyataan ini". Jadi yang menyebabkan paritta manjur adalah kualitas batin pada saat membaca paritta. Kadang-kadang ada yang baca paritta, tapi tidak tahu artinya. Misalnya seumur hidup tidak pernah membunuh, tapi kenyataannya sering membunuh semut, nyamuk, kecoak, tapi mengharapkan parittanya manjur...

2. Syair-syair Jataka terdapat di Tipitaka, tetapi cerita yang melatarbelakanginya terdapat di Kitab-kitab komentar. Apakah kitab-kitab komentar itu palsu?

3. Salah satu sifat kamma adalah anatta, yaitu bukan diri, sehingga tidak bisa diatur. Seperti meminta kepada orang tua, apakah selalu terwujud? :D

4. Kalau memang lagi sakit dan tidak mampu, tetapi niatnya adalah belajar dengan sungguh-sungguh? Kalau memang karena malas, ya malas akibatnya...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr. Wei on 30 November 2009, 10:37:14 PM
^:)^ terima kasih sudah menanggapi pertanyaan2 tersebut dengan cepat, saya memang sedang menunggu2 jawabannya.

Dari penjelasan tersebut, saya ada ingin bertanya lagi:

Quote
1. Kalau baca paritta, dan diperhatikan dengan benar-benar, biasanya ada kata-kata "semoga dengan kebenaran pernyataan ini". Jadi yang menyebabkan paritta manjur adalah kualitas batin pada saat membaca paritta. Kadang-kadang ada yang baca paritta, tapi tidak tahu artinya. Misalnya seumur hidup tidak pernah membunuh, tapi kenyataannya sering membunuh semut, nyamuk, kecoak, tapi mengharapkan parittanya manjur...

Jadi kalau membaca denga kualitas batin yang baik, harapan yang terkandung dalam paritta tersebut manjur?

Quote
2. Syair-syair Jataka terdapat di Tipitaka, tetapi cerita yang melatarbelakanginya terdapat di Kitab-kitab komentar. Apakah kitab-kitab komentar itu palsu?

Kitab komentar setahu saya ditulis oleh para pemikir2 buddhis di zaman dahulu, saya tidak tahu tepatnya, mohon bimbingan dan CMIIW.

Quote
4. Kalau memang lagi sakit dan tidak mampu, tetapi niatnya adalah belajar dengan sungguh-sungguh? Kalau memang karena malas, ya malas akibatnya...

Efek jadi malas ini karena kita membiasakan diri kita malas atau memang itu akusala kamma?

Untuk jawaban nomor 3 sudah jelas sekali, terima kasih.

Mohon tanggapannya kembali ^:)^
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 30 November 2009, 10:41:35 PM
ah iya kualitas batin, sila, dan kebijaksanaan berpegaruh pada effek parrita
yah kek.. seorg cakkavati , ngomong.. di seekor gajah perang, kepada semua rakjat, prajurit, dan mentri
terus.. pengemis, ngomong hal sama, di tempat yg sama, dan kepada org2 yg sama...
hasilnya beda...jauh
hehehe perumpamaannya gitu
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr. Wei on 30 November 2009, 10:57:32 PM
Bukan, yang gw pertanyakan bukan itu, yang ingin gw tanyakan adalah, apakah paritta itu manjur? Sekalipun oleh seorang yang berkualitas batin tinggi???

Maksudnya, selama ini kita mengetahui bermacam2 paritta, mulai dari mengundang dewa, mendapat berkah, menyembuhkan penyakit, dsb. Nah apakah Paritta itu memang benar efektif adanya atau HANYA sebagai perenungan bagi yang sedang sakit, agar hatinya bisa terhibur/lebih tenang setelah membaca tulisan2 tersebut?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 30 November 2009, 10:58:39 PM
Jadi isi Tipitaka di mana Sang Buddha mengajarkan paritta itu bohong?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr. Wei on 30 November 2009, 11:08:31 PM
Tidak ada, tepatnya saya belum pernah menemukan. Yang ingin ditanyakan, efek dari paritta itu benar atau hanya sekedar perenungan? Saya tidak menuduh paritta bohong, tapi saya hanya ingin tau, apakah fungsi dari paritta itu.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhitthana on 01 December 2009, 01:38:25 AM
[at] Mr.Wei
Gw komentar hanya effeck paritta untuk orang sakit .....
paritta akan memberi effek manjur, bila sipasien dan yg membaca paritta mempunyai Sila (moral) yg baik
apalagi pembacaan paritta dilakukan oleh Bhante yg benar2 memegang vinaya ....
dan tentu saja ada kamma yg mendukung .....


Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 01 December 2009, 10:08:29 AM
Tidak ada, tepatnya saya belum pernah menemukan. Yang ingin ditanyakan, efek dari paritta itu benar atau hanya sekedar perenungan? Saya tidak menuduh paritta bohong, tapi saya hanya ingin tau, apakah fungsi dari paritta itu.

Banyak orang yang berpendapat bahwa hanya tindakan yang memiliki relevansi dengan kejadian / nasib. Maksudnya, banyak orang berpikir bahwa hanya cukup tindakan untuk membangun kehidupan. Tapi yang sedikit orang ketahui, ternyata pikiran dan ucapan juga punya andil besar dalam membangun kehidupan.

Ucapan bisa menghantarkan reaksi positif ataupun negatif. Dr. Masaru Emoto mendapatkan hasil penelitian mengenai kristal air. Bahwa ucapan positif seperti "danke", "gracias", "terima kasih", dsb. yang dipaparkan dari mulut ke dekat air mampu membuat kristal air berubah bentuk menjadi lebih indah. Sedangkan ucapan negatif seperti "hate" atau "benci" bisa membuat bentuk kristal air menjadi rusak.

http://netsains.com/2008/12/keajaiban-kristal-air/ (http://netsains.com/2008/12/keajaiban-kristal-air/)

(http://netsains.com/wp-content/uploads/2008/12/water-15-300x300.jpg)

Dalam setiap ucapan kita akan didahului oleh kehendak positif, kehendak negatif, atau netral. Membacakan paritta sudah sebaiknya dilandasi oleh kehendak positif, agar ucapan kita memiliki kekuatan positif. Bila seseorang membacanya dengan perenungan dan kebaikan yang mendalam, maka efek dari paritta akan lebih kuat. Efek dari paritta ini akan lebih kuat lagi bila dibacakan oleh seseorang yang memiliki kualitas tinggi dalam segi moralitas dan kebijaksanaannya.

Seperti kandungan dalam Vattaka Paritta, dahulu Bodhisatta mengucapkan Saccakiriya ketika hutan tempat tinggalnya terbakar oleh api. Karena sejak menjadi Bodhisatta, beliau tidak pernah mengucapkan kebohongan; maka ucapannya penuh dengan kekuatan. Sehingga dinyatakan setelah mengucapkan paritta itu, Bodhisatta selamat dari kebakaran; dan sampai akhir kappa ini, tempat itu tidak akan terbakar oleh api.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: exam on 01 December 2009, 10:23:23 AM
Tidak ada, tepatnya saya belum pernah menemukan. Yang ingin ditanyakan, efek dari paritta itu benar atau hanya sekedar perenungan? Saya tidak menuduh paritta bohong, tapi saya hanya ingin tau, apakah fungsi dari paritta itu.

Banyak orang yang berpendapat bahwa hanya tindakan yang memiliki relevansi dengan kejadian / nasib. Maksudnya, banyak orang berpikir bahwa hanya cukup tindakan untuk membangun kehidupan. Tapi yang sedikit orang ketahui, ternyata pikiran dan ucapan juga punya andil besar dalam membangun kehidupan.

Ucapan bisa menghantarkan reaksi positif ataupun negatif. Dr. Masaru Emoto mendapatkan hasil penelitian mengenai kristal air. Bahwa ucapan positif seperti "danke", "gracias", "terima kasih", dsb. yang dipaparkan dari mulut ke dekat air mampu membuat kristal air berubah bentuk menjadi lebih indah. Sedangkan ucapan negatif seperti "hate" atau "benci" bisa membuat bentuk kristal air menjadi rusak.

http://netsains.com/2008/12/keajaiban-kristal-air/ (http://netsains.com/2008/12/keajaiban-kristal-air/)

(http://netsains.com/wp-content/uploads/2008/12/water-15-300x300.jpg)

Dalam setiap ucapan kita akan didahului oleh kehendak positif, kehendak negatif, atau netral. Membacakan paritta sudah sebaiknya dilandasi oleh kehendak positif, agar ucapan kita memiliki kekuatan positif. Bila seseorang membacanya dengan perenungan dan kebaikan yang mendalam, maka efek dari paritta akan lebih kuat. Efek dari paritta ini akan lebih kuat lagi bila dibacakan oleh seseorang yang memiliki kualitas tinggi dalam segi moralitas dan kebijaksanaannya.

Seperti kandungan dalam Vattaka Paritta, dahulu Bodhisatta mengucapkan Saccakiriya ketika hutan tempat tinggalnya terbakar oleh api. Karena sejak menjadi Bodhisatta, beliau tidak pernah mengucapkan kebohongan; maka ucapannya penuh dengan kekuatan. Sehingga dinyatakan setelah mengucapkan paritta itu, Bodhisatta selamat dari kebakaran; dan sampai akhir kappa ini, tempat itu tidak akan terbakar oleh api.

utk masaru emoto ini, masih di ragukan, bisa jadi semacam hoax
silahkan baca di wiki utk memperkaya info

http://en.wikipedia.org/wiki/Masaru_Emoto

http://www.chem1.com/CQ/clusqk.html#EMOTO
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: exam on 01 December 2009, 10:28:34 AM
Tidak ada, tepatnya saya belum pernah menemukan. Yang ingin ditanyakan, efek dari paritta itu benar atau hanya sekedar perenungan? Saya tidak menuduh paritta bohong, tapi saya hanya ingin tau, apakah fungsi dari paritta itu.

parita bisa jadi seperti placebo
seperti orang yg keyakinannya kuat
bukankah orang yg optmis lebih banyak yg sembuh dari penyakitnya di banding orang yg pesimis.
seperti seorang pria yg baru kenal wanita cantik

biarpun hujan,dingin, sambil naik motor dengan angin kencang ke rumah wanita tsb jadi gak berasa.
tapi kalau sudah bosan, biarpun ngangkat telpon aja jadi berat
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 01 December 2009, 11:23:25 AM
Bukan, yang gw pertanyakan bukan itu, yang ingin gw tanyakan adalah, apakah paritta itu manjur? Sekalipun oleh seorang yang berkualitas batin tinggi???

Maksudnya, selama ini kita mengetahui bermacam2 paritta, mulai dari mengundang dewa, mendapat berkah, menyembuhkan penyakit, dsb. Nah apakah Paritta itu memang benar efektif adanya atau HANYA sebagai perenungan bagi yang sedang sakit, agar hatinya bisa terhibur/lebih tenang setelah membaca tulisan2 tersebut?
aku coba jawab yah...
yg mengundang dewa, mungkin manjur/mungkin tidak, tp klo mau lihat yg manjurnya keknya bisa dilihat saat acara2 tersebut, masalahnya dewa kelas brp yg dtg...
mendapat berkah..ga tau..paritta yg mana yah?
menyembuhkan penyakit juga ga tau....
kebanyakan paritta, yg aku tau memang banyak untuk perenungan, yg sakit menjadi tau bahwa sakit itu wajar, dll (di lihat dari kata2 paritta tsb), jika org yg sakit itu menerung, dan tidak "terikat" pada sakitnya..yah paritta sersebut manjur
beberapa pattita memang untuk hal2 khusus berhubungan dgn mahluk halus, nah khusus paritta ini, memang membutuhkan sila dankekuatan batin, terutama waktu meminta mahluk halus agar tidak menggagu, ataupun menggundang mahluk halus

ah sebaiknya di bahas, paritta apa yg di maksud? mungkin bisa di lihat artinya
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr. Wei on 01 December 2009, 05:14:06 PM
Sepertinya mulai sedikit mendapatkan jawaban.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 01 December 2009, 06:06:14 PM
Apakah ada orang yang punya kemampuan khusus untuk melihat Boddhisatva atau dewa yang sedang menolong umatnya?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 01 December 2009, 06:22:21 PM
kemampuan itu di sebut "mata dewa" di buddist, bukan cuma bisa lihat dewa, bahkan mahluk halus yg bukan dewa pun bisa di lihat..., aku punya cerita ttg ini waktu di tomohon...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 01 December 2009, 07:11:25 PM
hm sejauh ini semua itu masih katanya
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: bond on 01 December 2009, 07:22:37 PM
^
^

repot amat mas, panggil aja Betara indra , itu dewa pasti langsung menyahut  :whistle:


Konon daerah tuhan medho bersemayam daerah tangerang, ada seorang anak paramitha devi menulis buku tentang apa yg dilihat tentang dewa dan makhluk halus. Nah coba tanya dia aja. mungkin tuhan bisa mengkonfirmasi kebenarannya...


Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 01 December 2009, 07:51:24 PM
hm sejauh ini semua itu masih katanya
yup selama kmu tidak bisa melihatnya sendiri, cuma itu info yg bisa kmu dptkan (baik dari pembicaraan org, atau pun tulisan org lain):)
kalau memang ingin lihat sendiri, yah apa boleh buat..cari caranya :)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 01 December 2009, 08:10:13 PM
^
^

repot amat mas, panggil aja Betara indra , itu dewa pasti langsung menyahut  :whistle:


Konon daerah tuhan medho bersemayam daerah tangerang, ada seorang anak paramitha devi menulis buku tentang apa yg dilihat tentang dewa dan makhluk halus. Nah coba tanya dia aja. mungkin tuhan bisa mengkonfirmasi kebenarannya...



Batara Indra mah masih diragukan kekuatannya =))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 01 December 2009, 09:54:48 PM
^
^

repot amat mas, panggil aja Betara indra , itu dewa pasti langsung menyahut  :whistle:


Konon daerah tuhan medho bersemayam daerah tangerang, ada seorang anak paramitha devi menulis buku tentang apa yg dilihat tentang dewa dan makhluk halus. Nah coba tanya dia aja. mungkin tuhan bisa mengkonfirmasi kebenarannya...



Batara Indra mah masih diragukan kekuatannya =))

ad hominem
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 01 December 2009, 10:10:13 PM
^
^

repot amat mas, panggil aja Betara indra , itu dewa pasti langsung menyahut  :whistle:


Konon daerah tuhan medho bersemayam daerah tangerang, ada seorang anak paramitha devi menulis buku tentang apa yg dilihat tentang dewa dan makhluk halus. Nah coba tanya dia aja. mungkin tuhan bisa mengkonfirmasi kebenarannya...



Batara Indra mah masih diragukan kekuatannya =))

ad hominem
weleh2 Batara Indra langsung hadir =))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 01 December 2009, 11:24:52 PM
tentang paritta, ada masukan nih... baru baca2
di ebook RAPB
Quote
Untuk dapat memberikan manfaat, si pembaca harus memiliki empat kecakapan dan si pendengar juga harus memiliki empat kecakapan sebagai berikut:
(a) Empat kecakapan si pembaca
1. Si pembaca harus memiliki kemampuan membaca kalimat-kalimat dan kata-kata dalam bahasa Pàli dengan ucapan, artikulasi, dan aksen yang tepat.
2. Ia harus memahami benar kalimat-kalimat Pàli yang ia bacakan.
3. Si pembaca harus membacakan Paritta tanpa mengharapkan imbalan atau hadiah.
4. Paritta harus dibacakan dengan hati yang penuh cinta kasih dan welas asih.

Paritta hendaknya dibacakan hanya dalam kondisi ini agar efektif dalam menghindari dan menghalau bahaya yang akan terjadi bagi si pendengar. Jika kondisi ini tidak terpenuhi oleh si pembaca, tidak ada manfaat yang akan diperoleh dari pembacaan Paritta.
Kondisi dalam membacakan dan mendengarkan Paritta dijelaskan dalam Komentar Dãgha Nikàya. Si pembaca harus memelajari dan meneliti kata-kata dan kalimat-kalimat secara sistematis, serta harus memerhatikan dan memahami istilah-istilah Pàëi. Jika tidak benar-benar memelajari ucapan dan makna dari kata-kata Pàli, kecil kemungkinan untuk memperoleh manfaat yang diinginkan. Hanya pembacaan oleh mereka yang telah memelajari dengan sungguh-sungguh cara membaca Paritta ini yang akan menghasilkan manfaat yang besar. Pembacaan Paritta oleh mereka yang mengharapkan imbalan atau hadiah tidak akan menghasilkan manfaat apa pun. Pembacaan Paritta oleh mereka yang memiliki hati yang penuh cinta kasih dan welas asih dan dengan kecenderungan yang mengarah kepada Pembebasan dari lingkaran penderitaan akan sangat bermanfaat.
(Catatan: Oleh karena itu, siapa pun yang membacakan Paritta, terlebih dahulu harus memelajari bahasa Pàëi beserta komentar-komentarnya di bawah bimbingan seorang guru yang baik, juga diharapkan lebih memerhatikan cara pengucapan, aksen, dan penggalan. Setiap penghilangan kata, atau kalimat dari kitab Pàëi akan menyebabkan pembacaan itu menjadi tidak berguna. Pembacaan yang benar dengan pemahaman penuh atas maknanya merupakan kekuatan dari Paritta yang akan membawa manfaat yang diharapkan).
Kesalahan dalam cara membacakan, kesalahan dalam pengucapan, dan kesalahan memahami makna sebenarnya, apalagi ditambah dengan keinginan untuk memperoleh imbalan, akan mengurangi kekuatan Paritta dan tidak akan memperoleh manfaat yang diinginkan.
Oleh karena itu, harus ditekankan, mengenai pentingnya membaca Paritta sesuai kondisi yang telah digariskan, dengan hati penuh cinta kasih dan welas asih serta bertekad untuk terbebas dari saÿsara dan tidak mengharapkan imbalan).
Kegagalan dan Keberhasilan Seseorang yang Membacakan Paritta
Kegagalan seseorang dalam membacakan Paritta muncul karena dua penyebab, yaitu, payoga vippatti dan ajjhàsaya vippatti.
(1) Payoga vippatti artinya ketidakmampuan dalam mengucapkan kata-kata dan kalimat secara tepat dan ketidakmampuan dalam memahami maknanya, karena kurangnya usaha dalam belajar.
(2) Ajjhàsaya vippatti artinya pembacaan Paritta dengan keinginan untuk mendapat imbalan berupa benda atau kemasyhuran.

Keberhasilan seseorang dalam membacakan Paritta muncul karena dua penyebab, yaitu, payoga sampatti dan ajjhàsaya sampatti.
(1) Payoga sampatti artinya kemampuan dalam membacakan Paritta karena usaha yang rajin dalam memelajari cara yang benar dalam mengucapkan, dengan pemahaman penuh atas maknanya.
(2) Ajjhàsaya sampatti artinya kecakapan dalam membaca Paritta melalui cinta kasih dan welas asih dengan tekad agar mencapai kebebasan dan tanpa mengharapkan imbalan.
(Bagian vipatti dan sampatti ini dikutip dari Subkomentar âñanàñiya Sutta).


(b) Empat kecakapan si pendengar
1. Si pendengar harus terbebas dari kesalahan atas lima pelanggaran besar yang akibatnya akan segera berbuah (pa¤cànantariya kamma) yaitu, (a) membunuh ayah, (b) membunuh ibu, (c) membunuh seorang Arahanta, (d) melukai seorang Buddha, dan (e) memecah-belah kesatuan para siswa Buddha.
2. Si pendengar harus bebas dari pandangan salah (niyata-micchàdiññhi).
3. Si pendengar harus memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan mengenai kemanjuran dan manfaat dari Paritta.
4. Si pendengar harus mendengarkan pembacaan Paritta dengan tekun, penuh perhatian, dan penuh hormat.

dst...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 01 December 2009, 11:28:51 PM
Quote
Paritta yang Memiliki Kekuatan Istimewa
(1) Ratana Sutta memiliki kekuatan yang mencakup seratus ribu crore alam semesta. Sutta ini membantu dalam proses penembusan Magga-Phala ¥àõa dan pencapaian Nibbàna oleh lima ratus delapan puluh delapan ribu manusia, dewa dan brahmà. Demikianlah, syair-syair atau Paritta ini memiliki pengaruh dan kekuatan yang besar sekali.
(2) Maïgala Sutta juga memiliki kekuatan yang sangat besar melebihi seratus ribu crore alam semesta. Tidak terhitung banyaknya manusia, dewa, dan brahmà berhasil menembus Magga-Phala ¥àõa dan mencapai Nibbàna karena mendengarkan sutta ini.
(3) Mettà Sutta adalah sutta yang terkenal karena kekuatannya. Pengaruhnya menjangkau hingga lebih dari seratus ribu crore alam semesta. Sutta ini telah membantu para bhikkhu yang berdiam di dalam hutan mencapai kesucian Arahatta, melalui padamnya àsava. Dengan tekun melaksanakan instruksi-instruksi moral yang terdapat dalam sutta ini, seseorang akan memperoleh Jalan Pembebasan. Sutta ini juga merupakan Paritta yang sangat kuat dan berpengaruh.
(4) Khandha Sutta. Sebuah sutta lain yang berkekuatan besar, kekuatannya menjangkau hingga lebih dari seratus ribu crore alam semesta. Memiliki kekuatan dalam mengusir marabahaya yang disebabkan oleh berbagai jenis racun dalam setiap waktu. Sutta ini berisikan bagian yang menjelaskan kebajikan dan keagungan Buddha, Dhamma, dan Saÿgha juga menguraikan akibat baik dari cinta kasih (Mettà). Sebuah Paritta yang berkekuatan besar dan dapat menghasilkan manfaat istimewa.
(5) Dhajagga Sutta, juga merupakan sutta berkekuatan besar yang menjangkau lebih dari seratus ribu crore alam semesta. Perenungan terhadap kebajikan Buddha, Dhamma, dan Saÿgha yang dipuji-puji dalam sutta ini adalah alat untuk menambah kekuatan intelektual seseorang, untuk dapat menikmati kebahagiaan surgawi selama tiga ribu siklus dunia, untuk dapat terlahir sebagai Sakka sebanyak delapan puluh kali, sebagai raja dunia sebanyak seribu kali, sebagai raja biasa sebanyak tidak terhitung; untuk dapat terlahir sebagai orang kaya dan makmur dalam setiap kelahiran, karena harta kekayaan yang ia miliki tidak dapat hilang, dicuri atau dihancurkan. Selama seratus ribu siklus dunia, ia tidak akan terlahir di alam sengsara dan ia tidak dapat diganggu atau gemetar ketakutan. Kekuatan besar yang terkandung dalam sutta ini juga dapat membantu seseorang sehingga akhirnya mencapai kesucian Arahatta.
(6) Bojjhaïga Sutta, juga memiliki pengaruh dan kekuatan yang menjangkau lebih dari seratus ribu crore alam semesta, memiliki kekuatan dalam menghalau marabahaya dan penyakit. Usaha dan perenungan menyeluruh atas Tujuh Faktor Pencerahan Sempurna yang tercantum dalam sutta ini dapat membantu dalam mencapai Nibbàna dalam kehidupan ini juga melalui penembusan Magga dan Phala ¥àõa.
(7) âñànàñiya Sutta, awalnya digubah oleh empat dewa penjaga dari Alam Dewa Catumahàràjika, yang saat itu berkumpul di kota surgawi bernama âñànàña. Pertama-tama mereka bersujud kepada Tujuh Buddha, memuji sifat dan kebajikan mereka. Kemudian mereka menggubah sutta ini dan membuat pengumuman, ‘Mereka, makhluk-makhluk surgawi seperti yakkha yang tidak mau mematuhi instruksi-instruksi Buddha, juga tidak mematuhi aturan-aturan kedisiplinan yang kami tetapkan akan dihukum sesuai hukum surgawi.’ Para dewa penjaga kemudian menemui Tathàgata disertai oleh banyak pengikut dan pasukan, mereka mempersembahkan sutta yang mereka gubah itu kepada Bhagavà. Tathàgata kemudian mengajarkan sutta itu kepada para bhikkhu, yang kemudian menjadi Paritta yang berkekuatan besar dan mampu melindungi.
berminat?? jiah bahasa pali ku hancur.....
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: char101 on 01 December 2009, 11:56:07 PM
Kalau melihat sejarah di Tipitaka, kekuatan paritta itu bukannya yang mistis tapi dari arti kata-katanya. Perlindungan dari paritta dihasilkan ketika seseorang membaca paritta lalu didengar oleh mahkluk dari alam lain (misalnya ketika sedang berada di hutan) lalu karena isi paritta itu menyatakan niat baik pembacanya, makhluk alam lain itu tidak menggangu pembacanya => perlindungan.

Kasus lain ketika paritta dibacakan bisa membuat pendengarnya merasa senang sehingga sembuh dari penyakit.

Jadi perlindungan dari paritta itu tergantung dari apakah si pembaca paritta atau orang yang mendengarnya bisa mengerti artinya. Selain itu, sejauh apa efek dari paritta itu tergantung dari diri si pembaca paritta atau pendengarnya sendiri.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Ario_botax on 15 December 2009, 07:23:57 PM
hmm..
setelah membaca sebagaian buku biografi ajahn Mun..
tersirat bahwa pembabaran Dhamma itu bisa terdengar sampai ke alam dewa..

bahkan kata SADHU!!
dapat terdengar ke alam lain..

sehingga makhluk lain dapat teringat kembali akan kualitas DHAMMA ^^

wew.. selama kita belum dapat mengujinya melalui batin.. rasanya kurang bijak kalo kita langsung memutuskan bahwa paritta itu atau paritta ini tidak memiliki kekuatan atau memiliki kekuatan..
^^
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 11 January 2010, 02:45:55 AM
Tidak ada, tepatnya saya belum pernah menemukan. Yang ingin ditanyakan, efek dari paritta itu benar atau hanya sekedar perenungan? Saya tidak menuduh paritta bohong, tapi saya hanya ingin tau, apakah fungsi dari paritta itu.

Banyak orang yang berpendapat bahwa hanya tindakan yang memiliki relevansi dengan kejadian / nasib. Maksudnya, banyak orang berpikir bahwa hanya cukup tindakan untuk membangun kehidupan. Tapi yang sedikit orang ketahui, ternyata pikiran dan ucapan juga punya andil besar dalam membangun kehidupan.

Ucapan bisa menghantarkan reaksi positif ataupun negatif. Dr. Masaru Emoto mendapatkan hasil penelitian mengenai kristal air. Bahwa ucapan positif seperti "danke", "gracias", "terima kasih", dsb. yang dipaparkan dari mulut ke dekat air mampu membuat kristal air berubah bentuk menjadi lebih indah. Sedangkan ucapan negatif seperti "hate" atau "benci" bisa membuat
bentuk kristal air menjadi rusak.

http://netsains.com/2008/12/keajaiban-kristal-air/ (http://netsains.com/2008/12/keajaiban-kristal-air/)

(http://netsains.com/wp-content/uploads/2008/12/water-15-300x300.jpg)

Dalam setiap ucapan kita akan didahului oleh kehendak positif, kehendak negatif, atau netral. Membacakan paritta sudah sebaiknya dilandasi oleh kehendak positif, agar ucapan kita memiliki kekuatan positif. Bila seseorang membacanya dengan perenungan dan kebaikan yang mendalam, maka efek dari paritta akan lebih kuat. Efek dari paritta ini akan lebih kuat lagi bila dibacakan oleh seseorang yang memiliki kualitas tinggi dalam segi moralitas dan kebijaksanaannya.

Seperti kandungan dalam Vattaka Paritta, dahulu Bodhisatta mengucapkan Saccakiriya ketika hutan tempat tinggalnya terbakar oleh api. Karena sejak menjadi Bodhisatta, beliau tidak pernah mengucapkan kebohongan; maka ucapannya penuh dengan kekuatan. Sehingga dinyatakan setelah mengucapkan paritta itu, Bodhisatta selamat dari kebakaran; dan sampai akhir kappa ini, tempat itu tidak akan terbakar oleh api.

utk masaru emoto ini, masih di ragukan, bisa jadi semacam hoax
silahkan baca di wiki utk memperkaya info

http://en.wikipedia.org/wiki/Masaru_Emoto

http://www.chem1.com/CQ/clusqk.html#EMOTO


kalau ingin tau bener atau tidaknya,kenapa tidak melakukan uji coba?
Yg pertama: ambillah 3 buah botol yang bening dan ada tutupnya.diisi air yg sama
Yg kedua   : ambillah nasi dan isi kedalam masing2 botol .ditutup rapat2.supaya udara ga masuk.
Yg ketiga   : tempelkan kertas bertulisan kata bagus atau baik menghadap kedalam botol 1
                  tempelkan kertas bertulisan kata benci atau jelek menghadap kedalam botol 2.
                  dan ga usah tempel apa2 dibotol ke-3
Letakkan ke 3 botol ditempat terpisah.jaraknya harus agak jauh atau dikamar yang berbeda.
Dan setelah itu,lakukan pujian setiap hari kepada botol bertulis baik.katakanlah kamu indah,kamu luar biasa dll.pokoknya yg baik2 dan menyenangkan.sedangkan botol ke 2 bertulis jelek.Makilah dia setiap hari.
dan botol ke-3 jangan dilihat dan jangan bicara apapun.lakukan itu selama 1bulan dan liatlah bedanya.
ini mungkin agak sedikit gila,tapi bagi orang2 yang ingin tau ga ada salahnya mencoba.ingat jarak botolnya.jangan sampai kedengaran antara yg 1 dg yg lain.selamat mencoba...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 11 January 2010, 02:53:29 AM
[at] Mr.Wei
Gw komentar hanya effeck paritta untuk orang sakit .....
paritta akan memberi effek manjur, bila sipasien dan yg membaca paritta mempunyai Sila (moral) yg baik
apalagi pembacaan paritta dilakukan oleh Bhante yg benar2 memegang vinaya ....
dan tentu saja ada kamma yg mendukung .....




maaf,saya cuma mau menambahkan.dan sisakit harus punya keinginan yang besar untuk sembuh dan keyakinan.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 11 January 2010, 03:05:08 AM
sebelumnya saya minta maaf sama moderator.yang ingin saya tanyakan ini bukan bermaksud kurang ajar.tapi karena terkadang terlintas dipikiran saya.dan karena saya udah ikut disini,jadi mungkin saya bisa mendapat jawabannya.
1.Kenapa seorang bikhu ga menikah?
2.Dan bagaimanakah cara dia mengatasi......(anda mengerti maksud saya kan?)sepanjang hidupnya?
   Teman saya punya saudara yang menjadi seorang pastor.katanya mereka selalu diberikan obat untuk atasi itu.
3.Gagalkah jalan bikhu tersebut bila dia hanya di pikiran atau imajinasi?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 11 January 2010, 03:09:03 AM
Pertanyaan berikutnya:
Bagaimanakah pandangan dalam agama buddha tentang pernikahan beda agama?apakah seorang yang beragama budha boleh menikah dengan yang beda agama.tapi mereka tetap menjalankan agama masing-masing setelah menikah.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 11 January 2010, 07:24:35 AM
1. kenapa bhiku ga menikah?
karena dgn menikah banyak hal yg akan terjadi
1. harus memenuhi kebutuhan istri, anak
maka dia harus bekerja, demi memenuhi tuntutan itu

saat dia harus bekerja, maka latihannya di tinggalkan
saat dia berpikir ttg istri dan anaknya, maka latihannya di tinggalkan
saat dia berhadapan dgn suatu masalah mennyakut anak/istrinya , maka latihannya di tinggalkan

itu sebabnya... seorang bhikhu tidak menikah , seseorang yg telah menikah akan cukup sulit melaksanakan dasa sila..  (10 sila), apalagi untuk melaksanakan vinaya


2. silakan di perjelas maksudnya

3. tergantung .. ketika muncul hal yg tidak baik dalam pikiran hal tersebut di tekan , atau malah di kembangkan.... klo di tekan, maka tidak gagal dalam latihan. klo di kebangkan.. bisa menjadi gagal dalam latihan

4 tetang pernikahan beda agama
tidak ada larangan pernikahan beda agama.. walau pernikahan yg baik.. sebaiknya 2 org memiliki banyak kesamamaan, termasuk agama, pola pikir, kesukaan, makanan, film..dll
tp jika tidak sama tidak apa2, yg penting komitmentnya dalam pernikahan. suami melakukan tugas sebagai suami, istri melakukan tugas sebagai istri..dll
biasanya mulai muncul riak, saat anak mau di ajarin agama apa?
tp klo sudah ada komintmen dari awal..dan komintment itu di jaga..tetap ga ada masalah

lagian percuma sama dalam agama tp malah selingkuh...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dipasena on 11 January 2010, 08:23:19 AM
menarik ada thread ini, sy mau tanya :
1. apa bener siddharta itu setelah lahir bisa melangkah 7 langkah dan langsung di sambut oleh daun teratai ? bener ato mithos ? di tripitaka ga tertulis loh...

2. buddha tau (maha mengetahui) devadatta itu mempunyai niat buruk dan akan memecahbelahkan sangha (memberikan kesempatan tuk berbuat baik jika diterima dalam sangha) serta akan melakukan upaya pembunuhan seorang buddha, koq masih diterima sebagai bhikkhu ?

3. apakah di buddhism boleh meminta2 pada patung ? seperti yg terlihat setiap selesai puja bhakti, berdoa sambil mengharapkan keselamatan/kesehatan/kemakmuran/rejeki/jodoh dan sebagainya ?

4. ada kata "syukur" yg berarti "berterima kasih kepada pencipta", apakah di buddhism jg ada tradisi untuk ber-syukur ? sedangkan buddhism mengenal sistem kamma/karma, segala sesuatu merupakan buah dr perbuatan, bukan karena ada yg mengatur, jd perlukan tradisi ber-syukur ?

5. sebenarnya apakah ada "doa" didalam buddhism ? jika tidak, dimana kita bisa memohon/meminta "sesuatu" kepada suatu sosok yg lebih hebat/berkuasa diluar diri kita ? bagaimana pun manusia pasti akan mencari pertolongan yg lebih dapat menenangkan bathin nya pada saat diri nya mengalami penderitaan yg sangat hebat...

6. bagaimana seseorang dapat masuk dalam kerangka berpikir yg paling dasar orang lain yaitu "faith"/keyakinan... sebagaimana kita liat, hal ini sangat mudah dilakukan oleh kalangan agama tetangga...

7. buddhism diklaim sarat dengan kebenaran, bagiamana membuktikan kebenaran yg ada didalam buddhism ? kebenaran disini, bukan teori ato kebenaran yg dibuat benar sepihak, tp lebih kearah kebenaran yg nyata dapat dilihat, disaksikan dan dipahami semua orang... contoh : matahari terbit di timur, semua orang yakin akan hal itu...

8. sejak kapan dan mengapa ada tradisi menggunakan buddha rupang/patung dalam setiap ritual/puja bhakti buddhism, apa makna dari penggunaan patung ?

9. anda, saya dan seluruh umat buddhism tidak pernah melihat/bertemu/bertatap muka langsung dengan buddha, dari mana anda mengetahui bahwa buddha itu benar/pernah ada dan dari mana anda mengetahui bahwa ajaran yg ada di tripitaka itu benar ucapan/ajaran dari buddha ?

10. apa tolak ukur kebenaran itu menurut masing2 dan menurut buddhism ? setiap agama mengklaim kebenaran masing2, jd kebenaran mana yg paling benar ato setidaknya mendekati kebenaran dan mengapa ?

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 11 January 2010, 09:12:42 AM
1. di tipitaka tertulis... klo ga salah ..bagian khundakha nikaya..buddhavamsa , dan kayaknya itu tradisi para Buddha
2. karena, dgn mengenal Dhamma (walau hanya kulitnya), dia akan menjadi pancceka Buddha (jelas.setelah masa hidupnya di niraya selesai)
3. tidak ada larangan bagi umat awam..untuk meminta pada patung, manusia, dewa, binatang dll..tp jika yah..resiko tidak di beri tentu saja ada..., karena demikian, maka di sarankan sebaiknya tidak usah, karena malah tergantung, atau bahkan bisa menimbulkan pandagan yg salah.
4. ya di budhhist mengenal kata syukur (dalam bahasa indo...), tp jelas bukan berterima kasih kepada tuhan, tp tradisi ber syukur aku ga pernah dgr....
bersyukur.. lebih di mungkinkan karena kamma baik berbuah di saat yg tepat, yaitu saat kamma buruk berbuah (yah bagi ku itu saat yg tepat :P )
cth: ada cerita dari kenalan ku, temannya beli motor, cicil, belum sebulan motornya hilang.. tp justru mendapat hadiah mobil, karena saat beli motor dia mendapatkan kupon undian..dan dia memenangkan sebuah mobil.. :P
5.ada.. salah satu contoh atanatiya sutta
6. mudah... ada beberapa cara..
pendidikan dari dini, atau juga dgn memberikan janji surga dan penghapusan dosa...  cara itu yg paling ampuh, karena mayoritas manusia pasti pernah berbuat dosa, dgn penghapusan dosa..terutama hanya cukup dgn percaya saja.. (tampa perlu meltih diri dll), maka itu yg paling mudah..tp bukan yg paling benar.. (bahkan tidak tidak benar) menurut aku
7. mudah, tak ada yg abadi...
8. hmm..kurang tau persis, setau saya setelah buddha parinibanna
9. dgn menganalisa... that why, aku klo membaca sutta..atau tipitaka, selalu butuh tempat yg tenang, dan konsentrasi yg tinggi (menurut ku tinggi..belum tentu menurut org lain..tinggi di sini , yah mungkin konsentrasi maksimum yg bisa aku capai..walau menurut org lain masih rendah)
10. tolak ukurnya, apakah hal tsb bermanfaat, berguna, tidak merugikan org lain hmm..apa lagi yah..ntar saya pikir2 lagi..

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 11 January 2010, 01:34:55 PM
sebelumnya saya minta maaf sama moderator.yang ingin saya tanyakan ini bukan bermaksud kurang ajar.tapi karena terkadang terlintas dipikiran saya.dan karena saya udah ikut disini,jadi mungkin saya bisa mendapat jawabannya.
1.Kenapa seorang bikhu ga menikah?
2.Dan bagaimanakah cara dia mengatasi......(anda mengerti maksud saya kan?)sepanjang hidupnya?
   Teman saya punya saudara yang menjadi seorang pastor.katanya mereka selalu diberikan obat untuk atasi itu.
3.Gagalkah jalan bikhu tersebut bila dia hanya di pikiran atau imajinasi?

1) Seorang bhikkhu adalah seseorang yang meninggalkan kehidupan duniawi, seseorang yang meninggalkan kemelekatan pada kenikmatan panca indria dan pikiran, seorang yang menuju Kebahagiaan Tertinggi; yaitu kebahagiaan yang direalisasi dengan mencabut akar-akar penderitaan. Sudah seharusnya pula seorang bhikkhu tidak menikah. Karena menikah adalah perilaku manusia yang masih hidup di duniawi, menikah merupakan bentuk kemelekatan pada kenikmatan panca indria dan pikiran, dan menikah bukan merupakan jalan menuju Kebahagiaan Tertinggi.


2) Sebagai seorang bhikkhu, ia harus memiliki pemahaman benar. Seorang bhikkhu yang benar akan paham bahwa tidak menikah dan tidak melakukan hubungan seks adalah bukan karena dipaksa oleh Sang Buddha. Tetapi seorang bhikkhu yang benar akan memahami, bahwa sebuah perbuatan itu harus dilakukan dengan kebijaksanaan. Yaitu kebijaksanaan yang mempertimbangkan, bahwa apakah suatu perbuatan ini jika dilakukan akan membawa manfaat atau tidak.

Seorang bhikkhu yang benar akan melihat bahwa melakukan hubungan seks adalah melakukan perbuatan yang akan mendorongnya pada kemelekatan. Sebab berhubungan seks adalah perilaku yang memanjakan panca indria dan pikiran dengan kenikmatan duniawi. Seorang bhikkhu yang benar juga memahami, bahwa meskipun berhubungan seks akan memberikan kenikmatan; namun setelah kenikmatan ini berakhir, maka ketidakpuasan akan mendatanginya kembali. Seorang bhikkhu yang benar juga memahami, bahwa semua kebahagiaan duniawi sifatnya hanya menutupi dukkha secara sementara. Kebahagiaan duniawi adalah topeng dunia. Topeng yang menutupi wajah dunia yang sesungguhnya.

Melalui pemahaman yang benar seperti ini, seorang bhikkhu akan melihat bahaya dari satu perbuatan bernama "hubungan seks". Seorang bhikkhu yang benar akan melihat hubungan seks sebagai perbuatan yang tidak bermanfaat bagi kemajuan spiritual. Seorang bhikkhu yang benar akan menyadari; bila dirinya bisa berhagaia ketika tidak bergantung pada hubungan seks, maka itu merupakan kebahagiaan yang jauh lebih tinggi.

Seorang bhikkhu yang benar akan melihat suatu fenomena dari akarnya. Dari akar inilah, ketertarikan seksuil bisa dicabut. Seorang bhikkhu yang benar, bisa mengendalikan diri dari nafsu biologis melalui pemahaman benar. Oleh karena itulah, seorang bhikkhu yang benar tidak membutuhkan obat atau faktor eksternal lain untuk bisa mengendalikan hal ini. Seorang bhikkhu yang benar selalu sadar, bahwa nafsu itu muncul dari pikiran; dan dari pikiran pula nafsu ini bisa dilenyapkan. Seorang bhikkhu yang benar adalah seorang yang terkendali dalam setiap pikiran, ucapan dan perbuatannya.


3) Bhikkhu itu bukan gagal. Tetapi dia belum mendapatkan buah manfaat dari menjalani kehidupan suci. Sang Buddha selalu memotivasi semua orang yang belum mendapatkan buah ini. "Berjuanglah mencapai Pembebasan dengan tanpa lengah dan waspada".
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 11 January 2010, 01:38:04 PM
Pertanyaan berikutnya:
Bagaimanakah pandangan dalam agama buddha tentang pernikahan beda agama?apakah seorang yang beragama budha boleh menikah dengan yang beda agama.tapi mereka tetap menjalankan agama masing-masing setelah menikah.

Agama Buddha tidak melarang suatu pernikahan antar sepasang suami-istri yang berbeda agama. Agama Buddha juga menerima kesamaan hak semua orang untuk tetap menjalankan agamanya masing-masing.

Tetapi alangkah lebih baiknya bila sepasang suami-istri memiliki keyakinan yang sama, moralitas yang sama, kebijaksanaan yang sama, dan kedermawanan yang sama. Bila 4 pilar ini dimiliki, maka sepasang suami-istri ini akan memiliki kebahagiaan dalam jangka waktu yang panjang.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 11 January 2010, 02:05:42 PM
menarik ada thread ini, sy mau tanya :
1. apa bener siddharta itu setelah lahir bisa melangkah 7 langkah dan langsung di sambut oleh daun teratai ? bener ato mithos ? di tripitaka ga tertulis loh...

2. buddha tau (maha mengetahui) devadatta itu mempunyai niat buruk dan akan memecahbelahkan sangha (memberikan kesempatan tuk berbuat baik jika diterima dalam sangha) serta akan melakukan upaya pembunuhan seorang buddha, koq masih diterima sebagai bhikkhu ?

3. apakah di buddhism boleh meminta2 pada patung ? seperti yg terlihat setiap selesai puja bhakti, berdoa sambil mengharapkan keselamatan/kesehatan/kemakmuran/rejeki/jodoh dan sebagainya ?

4. ada kata "syukur" yg berarti "berterima kasih kepada pencipta", apakah di buddhism jg ada tradisi untuk ber-syukur ? sedangkan buddhism mengenal sistem kamma/karma, segala sesuatu merupakan buah dr perbuatan, bukan karena ada yg mengatur, jd perlukan tradisi ber-syukur ?

5. sebenarnya apakah ada "doa" didalam buddhism ? jika tidak, dimana kita bisa memohon/meminta "sesuatu" kepada suatu sosok yg lebih hebat/berkuasa diluar diri kita ? bagaimana pun manusia pasti akan mencari pertolongan yg lebih dapat menenangkan bathin nya pada saat diri nya mengalami penderitaan yg sangat hebat...

6. bagaimana seseorang dapat masuk dalam kerangka berpikir yg paling dasar orang lain yaitu "faith"/keyakinan... sebagaimana kita liat, hal ini sangat mudah dilakukan oleh kalangan agama tetangga...

7. buddhism diklaim sarat dengan kebenaran, bagiamana membuktikan kebenaran yg ada didalam buddhism ? kebenaran disini, bukan teori ato kebenaran yg dibuat benar sepihak, tp lebih kearah kebenaran yg nyata dapat dilihat, disaksikan dan dipahami semua orang... contoh : matahari terbit di timur, semua orang yakin akan hal itu...

8. sejak kapan dan mengapa ada tradisi menggunakan buddha rupang/patung dalam setiap ritual/puja bhakti buddhism, apa makna dari penggunaan patung ?

9. anda, saya dan seluruh umat buddhism tidak pernah melihat/bertemu/bertatap muka langsung dengan buddha, dari mana anda mengetahui bahwa buddha itu benar/pernah ada dan dari mana anda mengetahui bahwa ajaran yg ada di tripitaka itu benar ucapan/ajaran dari buddha ?

10. apa tolak ukur kebenaran itu menurut masing2 dan menurut buddhism ? setiap agama mengklaim kebenaran masing2, jd kebenaran mana yg paling benar ato setidaknya mendekati kebenaran dan mengapa ?

1) Menurut Tipiataka, demikianlah adanya. Lalu apakah benar ada kejadian seperti itu? Belum tahu, karena belum bisa dibuktikan.

2) Pertama, Sang Buddha memberi kesempatan kepada Devadatta menjadi bhikkhu untuk memperbaiki sifat buruknya; serta memberi kesempatan kepada Devadatta untuk mencapai Pembebasan Tertinggi. Tetapi kemudian Devadatta malah menjadi siswa durhaka. Meski Sang Buddha mengetahui niat buruk Devadatta, tetapi Beliau tidak mengeluarkannya dari Sangha. Sebab Devadatta tidak (terbukti) melakukan pelanggaran Vinaya. Yang dilakukan Sang Buddha adalah menghimbau seluruh bhikkhu untuk menjauhi agar tidak terpengaruh oleh Devadatta.

3) Meminta-minta (berdoa) pada patung tidak dilarang dalam Buddhisme. Tetapi Buddhisme mengajarkan bahwa perbuatan seperti itu adalah tidak bermanfaat, dan makin menjerumuskan seseorang ke dalam kemelekatan.

4) Istilah "syukur" tidak mutlak merujuk rasa terimakasih kepada Tuhan. "Syukur" identik dengan rasa puas. Dengan demikian, istilah "syukur" dalam pemahaman Buddhisme berarti "merasa puas dengan segala sesuatu yang dimiliki, tidak serakah untuk memiliki sesuatu yang belum dimiliki, dan tidak menolak sesuatu yang sudah dimiliki".

5) "Doa" dalam pengertian umum adalah panjatan kepada Tuhan, bisa berupa ucapan syukur, bisa berupa permintaan. Apakah ada doa dalam Buddhisme? Sebenarnya tidak ada. Tetapi di dalam Buddhisme ada "pengharapan". Pengharapan ini adalah ucapan yang dikeluarkan sebagai komplemen atas suatu kehendak, dan lebih spesifik merupakan kehendak baik. Misalnya: "Semoga semua makhluk hidup berbahagia".

6) Untuk masuk ke dalam kerangka berpikir seseorang, kita harus memiliki keterampilan berbicara, penampilan yang menarik, pembawaan yang berwibawa, kemampuan mengelola pembahasan, keahlian menguasai pembicaraan. Selain itu, ada faktor lain yang cukup mendukung; yaitu keseragaman pola pikir kita dengan pola pikir orang lain. Bila pola pikir kita seragam dengan pola pikir orang lain, maka kita mudah mengambil tempat di kerangka pikirannya. Selain itu, manusia pada umumnya adalah makhluk yang serakah. Jika kita mampu menyentil sisi keserakahannya, maka kita mampu menguasainya; sehingga ia jatuh dalam persuasi kita.

7) Buddhisme dinyatakan sebagai ajaran yang dapat dibuktikan kebenarannya; sesuai dengan sifat Dhamma, yaitu "ehipassiko" (mengundang untuk dipraktikkan dan dibuktikan). Yang perlu dibuktikan adalah realitas dunia ini, seperti yang menjadi inti pembabaran Sang Buddha, yakni 4 Kebenaran Mulia. Membuktikan realitas dunia ini bisa dilakukan dalam skala kecil. Misalnya bisa dilihat secara kasat mata, bahwa setetes air sifatnya adalah tidak kekal, tidak bisa memberi kepuasan mutlak, dan tersusun oleh beberapa atom (tanpa inti).

8') Patung Sang Buddha pertama kali dibuat oleh Bangsa Yunani, ketika Buddhisme sedang berkembang di Tanah Yunani. Seni pahat yang dikuasai oleh Bangsa Yunani telah melahirkan patung-patung Sang Buddha dengan kualitas yang luar biasa indah. Hal ini memicu kreativitas berbagai bangsa lain untuk ikut meramaikan Buddhisme dengan patung Sang Buddha. Seiring berkembangnya zaman, puja bakti pun mulai dibumbui oleh altar dan patung Sang Buddha.

9) Yang pertama, Sang Buddha adalah tokoh sejarah yang sudah diakui keberadaanya oleh para ahli sejarah. Yang kedua, banyak fakta yang menunjukkan bahwa Sang Buddha pernah hidup dan turut andil dalam perkembangan peradaban manusia di Bumi ini. Yang ketiga, kandungan tulisan di Tipitaka itu mengandung kebijaksanaan dan moralitas yang tinggi. Ajaran seperti ini adalah ajaran yang bisa dituangkan oleh orang besar, yang tidak lain tidak bukan adalah Sang Buddha. Yang keempat, tulisan di Tipitaka terlalu rapi untuk disimpulkan sebagai dongeng belaka. Jika seluruh isi Tipitaka adalah dongeng, maka tentu ada banyak sekali kontradiksi di dalamnya. Nyatanya isi Tipitaka bisa dikatakan hampir sempurna, jarang sekali ditemukan kecacatan. Buddhisme mengajarkan berpikir realistis. Tidak tertutup kemungkinan bahwa Tipitaka yang berusia ribuan tahun itu tidak mengalami pergeseran. Tetapi sejauh inti pesan Sang Buddha masih ditemukan jelas, maka semua pergeseran minor seperti itu tidaklah menjadi masalah. Bahkan seumpamanya Sang Buddha dinyatakan sebagai tokoh fiktif, hal itu tidak mengubah hakikat Dhamma itu sendiri.

10) Tolak ukur kebenaran dalam Buddhisme adalah mempraktikkan dan melihat sendiri hasilnya. Kebenaran harus diselami oleh masing-masing orang. Kebenaran bukan untuk diterima secara bulat-bulat. Dalam Buddhisme, tidak ada keharusan untuk menerima kebenaran dengan "iman" (kepercayaan meski belum melihat). Dalam Buddhisme, setiap orang harus menerima kebenaran dengan menganalisa dan melihat kebenaran itu sendiri.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 11 January 2010, 04:18:53 PM
sebelumnya saya minta maaf sama moderator.yang ingin saya tanyakan ini bukan bermaksud kurang ajar.tapi karena terkadang terlintas dipikiran saya.dan karena saya udah ikut disini,jadi mungkin saya bisa mendapat jawabannya.
1.Kenapa seorang bikhu ga menikah?
2.Dan bagaimanakah cara dia mengatasi......(anda mengerti maksud saya kan?)sepanjang hidupnya?
   Teman saya punya saudara yang menjadi seorang pastor.katanya mereka selalu diberikan obat untuk atasi itu.
3.Gagalkah jalan bikhu tersebut bila dia hanya di pikiran atau imajinasi?

1) Seorang bhikkhu adalah seseorang yang meninggalkan kehidupan duniawi, seseorang yang meninggalkan kemelekatan pada kenikmatan panca indria dan pikiran, seorang yang menuju Kebahagiaan Tertinggi; yaitu kebahagiaan yang direalisasi dengan mencabut akar-akar penderitaan. Sudah seharusnya pula seorang bhikkhu tidak menikah. Karena menikah adalah perilaku manusia yang masih hidup di duniawi, menikah merupakan bentuk kemelekatan pada kenikmatan panca indria dan pikiran, dan menikah bukan merupakan jalan menuju Kebahagiaan Tertinggi.


2) Sebagai seorang bhikkhu, ia harus memiliki pemahaman benar. Seorang bhikkhu yang benar akan paham bahwa tidak menikah dan tidak melakukan hubungan seks adalah bukan karena dipaksa oleh Sang Buddha. Tetapi seorang bhikkhu yang benar akan memahami, bahwa sebuah perbuatan itu harus dilakukan dengan kebijaksanaan. Yaitu kebijaksanaan yang mempertimbangkan, bahwa apakah suatu perbuatan ini jika dilakukan akan membawa manfaat atau tidak.

Seorang bhikkhu yang benar akan melihat bahwa melakukan hubungan seks adalah melakukan perbuatan yang akan mendorongnya pada kemelekatan. Sebab berhubungan seks adalah perilaku yang memanjakan panca indria dan pikiran dengan kenikmatan duniawi. Seorang bhikkhu yang benar juga memahami, bahwa meskipun berhubungan seks akan memberikan kenikmatan; namun setelah kenikmatan ini berakhir, maka ketidakpuasan akan mendatanginya kembali. Seorang bhikkhu yang benar juga memahami, bahwa semua kebahagiaan duniawi sifatnya hanya menutupi dukkha secara sementara. Kebahagiaan duniawi adalah topeng dunia. Topeng yang menutupi wajah dunia yang sesungguhnya.

Melalui pemahaman yang benar seperti ini, seorang bhikkhu akan melihat bahaya dari satu perbuatan bernama "hubungan seks". Seorang bhikkhu yang benar akan melihat hubungan seks sebagai perbuatan yang tidak bermanfaat bagi kemajuan spiritual. Seorang bhikkhu yang benar akan menyadari; bila dirinya bisa berhagaia ketika tidak bergantung pada hubungan seks, maka itu merupakan kebahagiaan yang jauh lebih tinggi.

Seorang bhikkhu yang benar akan melihat suatu fenomena dari akarnya. Dari akar inilah, ketertarikan seksuil bisa dicabut. Seorang bhikkhu yang benar, bisa mengendalikan diri dari nafsu biologis melalui pemahaman benar. Oleh karena itulah, seorang bhikkhu yang benar tidak membutuhkan obat atau faktor eksternal lain untuk bisa mengendalikan hal ini. Seorang bhikkhu yang benar selalu sadar, bahwa nafsu itu muncul dari pikiran; dan dari pikiran pula nafsu ini bisa dilenyapkan. Seorang bhikkhu yang benar adalah seorang yang terkendali dalam setiap pikiran, ucapan dan perbuatannya.


3) Bhikkhu itu bukan gagal. Tetapi dia belum mendapatkan buah manfaat dari menjalani kehidupan suci. Sang Buddha selalu memotivasi semua orang yang belum mendapatkan buah ini. "Berjuanglah mencapai Pembebasan dengan tanpa lengah dan waspada".

saya coba menyimpulkan dan tolong dikoreksi kalau kurang tepat:sebenarnya tidak ada peraturan/larangan seorang bikhu tidak boleh menikah oleh agama budha.seperti yang biasa saya dengar,kalau kamu mau jadi seorang bikhu maka kamu ga boleh kawin.tidak menikah bukan syarat untuk menjadi seorang bikhu/i.seperti kita mau melamar kerja,syarat belum menikah dll.dan tidak menikah juga bukan karena untuk mempermudah mencapai tujuan.tapi sebenarnya karena menikah itu sendiri adalah KEMELEKATAN.Apakah pikiran saya ini kurang tepat?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sunce™ on 11 January 2010, 04:23:26 PM
menjadi bhikkhu dan tidak boleh menikah sebagai syarat tak tertulis, karna itu sudah jelas.. arti dari bhikkhu adalah seorang pertapa/melepas keduniawian.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 11 January 2010, 04:24:53 PM
saya coba menyimpulkan dan tolong dikoreksi kalau kurang tepat:sebenarnya tidak ada peraturan/larangan seorang bikhu tidak boleh menikah oleh agama budha.seperti yang biasa saya dengar,kalau kamu mau jadi seorang bikhu maka kamu ga boleh kawin.tidak menikah bukan syarat untuk menjadi seorang bikhu/i.seperti kita mau melamar kerja,syarat belum menikah dll.dan tidak menikah juga bukan karena untuk mempermudah mencapai tujuan.tapi sebenarnya karena menikah itu sendiri adalah KEMELEKATAN.Apakah pikiran saya ini kurang tepat?

Orang yang sudah menikah, boleh menjadi bhikkhu. Orang yang belum menikah, juga boleh menjadi bhikkhu. Orang yang sudah bercerai, juga boleh menjadi bhikkhu. Yang tidak boleh adalah setelah menjadi bhikkhu kemudian menikah. Seseorang yang menjadi bhikkhu harus melepaskan semua jabatan, harta dan popularitasnya.

Tentu saja ada peraturan (Vinaya) yang menetapkan seorang bhikkhu untuk tidak menikah. Tetapi pada dasarnya, peraturan ini ditetapkan Sang Buddha untuk mengarahkan bhikkhu agar tidak melekat pada keluarga.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 11 January 2010, 05:31:21 PM
Bhikkhu Vinaya : Parajika 1 : Sex

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2256.0
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 12 January 2010, 04:19:53 AM
Bhikkhu Vinaya : Parajika 1 : Sex

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2256.0

ketat juga yah.........berat juga jadi bikhu.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: marcedes on 12 January 2010, 09:20:18 AM
Bhikkhu Vinaya : Parajika 1 : Sex

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2256.0

ketat juga yah.........berat juga jadi bikhu.
tergantung dari pribadi masing-masing....sulit tidak sulitnya..

kalau gw, sijh memang menjalani peraturan sebanyak itu sangat sulit...tp kalau sudah terbiasa mungkin tidak lagi.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 12 January 2010, 09:52:44 AM
Sebelumnya saya minta maaf,saya tidak tau topik ini termasuk dalam ini atau tidak.Dan saya berharap ini masih termasuk pertanyaan wajar bagi forum ini.

Dosa itu dilihat dari niatnya...

saya ingin tau bagaimana pandangan agama buddha :
-tentang sex pra nikah?
-tentang homosexual dan lesbian?
-tentang menonton video porno?
-dan selingkuh baik dalam berumah tangga maupun masih pacaran.





Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 12 January 2010, 10:03:24 AM
Sebelumnya saya minta maaf,saya tidak tau topik ini termasuk dalam ini atau tidak.Dan saya berharap ini masih termasuk pertanyaan wajar bagi forum ini.

Dosa itu dilihat dari niatnya...

saya ingin tau bagaimana pandangan agama buddha :
-tentang sex pra nikah?
-tentang homosexual dan lesbian?
-tentang menonton video porno?
-dan selingkuh baik dalam berumah tangga maupun masih pacaran.

Dalam Buddhisme, "dosa" adalah kotoran batin yang berwujud kebencian. Istilah perbuatan buruk yang kelak akan mengakibatkan penderitaan disebut dengan "kamma buruk".

Dalam pandangan Agama Buddha...

- Seks pra nikah tidak selalu dipukul rata sebagai kamma buruk (perbuatan tercela).

- Homoseksual (gay dan lesbian) adalah orang yang memiliki orientasi seks terhadap sejenisnya. Agama Buddha menghargai kebebasan hak semua orang. Hanya saja, orientasi seks ini dilihat sebagai orientasi seks yang kurang wajar; dan bisa memunculkan pertentangan di masyarakat.

- Menonton film porno adalah mengumbar kenikmatan indria mata, dan bisa berdampak mengotori pikiran dengan hal-hal porno. Perbuatan ini adalah perbuatan yang tidak bermanfaat (akusala kamma).

- Selingkuh baik ketika sudah berumah-tangga maupun masih pacaran adalah bentuk dari keserakahan (lobha). Agama Buddha mengajarkan kita untuk tidak mengumbar keserakahan, dan justru membimbing kita untuk puas dengan apa yang dimiliki (santutthi). Berselingkuh menandakan bahwa seseorang sadar bahwa dirinya adalah salah. Makanya orang yang berselingkuh, pasti pikirannya selalu cemas, berhati-hati, dan terus berusaha menutupi keadaan dengan muslihat. Orang seperti ini adalah orang yang sangat menderita secara mental.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: naviscope on 12 January 2010, 10:18:41 AM
keberatan, yang nomor 3

masak ga bole nonton filem, porno itu kan jabaran nya luas sekali.... ^,^
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 12 January 2010, 10:19:53 AM
hmm.....
1. sex pra nikah
sex pra nikah yg tidak salah ( dalam artian tidak di salahkan, walau pun segala bentuk sex baik pra nikah, maupun nikah.. demi untuk kehidupan suci, sebaiknya di hindarkan), yaitu :
 saling suka, ke dua2nya tidak dalam tanggungan org tua, mengerti konsekuensi yg akan terjadi dan siap untuk menghadapi konsekuensi tsb

2. homoseksual dan lesbian
2 hal di atas. sebenarnya tidak salah, tak ada salahnya jika laki2 menyukai laki2, perempuan menyukai perempuan, laki2 menyukai perempuan , perempuan menyukai laki2
semuanya cuma merupakan "kecenderugan"
biasanya laki2 cenderung menyukai perempuan,  tp ada juga laki2 yg cenderung menyukai laki2
tidak ada yg salah dalam hal ini
coba bandingkan , seorg homo (laki 2 yg cenderung menyukai laki2)
dan seorg normal
yg homo, walaupun menyukai sesama, tp tidak meyalurkan hasrat sex nya..melalui gay club atau semacamnya, hanya saja dia memang lebih menyukai laki2
tp yg normal, tiap malam minggu mengunjugi tempat pelacuran, padahal dia mempunyai istri, dia juga kadang membantu sesorg wanita dgn harapan bisa memuaskan napsu nya bersama wanita tsb , dll
dari sini terlihat, bukan orientasi  seksual yg di permasalahkan di sini, tp perbuatannya yg harus di lihat

3.tentang menonton video porno?
salah satu bentuk pemuasan napsu indra... yg tidak bermanfaat untuk mendalami kesucian, secara umum.. tidak di larang ( tidak ada larangan khusus bagi umat awam), tp akibat2 nya juga harap di tanggung sendiri. karena manusia tidak pernah puas, dan salah satu akibatnya iyalah mulai mencari2 video porno yg lain, dan jika masih tidak puas..maka mungkin dia akan mulai org untuk mempratekan apa yg dia tonton.. dst

4. selingkuh adalah hal yg buruk, yg seharusnya dihindari oleh umat awam, karena selingkuh adalah perbuatan asusila selain itu umat awam harusnya melatih diri untuk tidak berbohong dan tidak berbuat asusila, selingkuh merupakan salah satu bentuk kebohongan juga, selain itu bentuk tidak adanya kepuasan, terhadap apa yg sudah di miliki
 
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 12 January 2010, 10:20:43 AM
keberatan, yang nomor 3

masak ga bole nonton filem, porno itu kan jabaran nya luas sekali.... ^,^
yg bilang ga boleh siapa?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Juice_alpukat on 12 January 2010, 10:20:58 AM
-sex pranikah itu tentu merugikan khususnya bgi wanita, krna bila wanita hamil tapi prianya tdak brtanggung jawab.Nanti merugikan diri dan phak keluarga.
Jadi hal2yg trmask mrugikan diri,pihak keluarga,pemuasan nafsu scra salah( tidak diakui scra sah),maka itu tidak sesuai dngan ajaran sang Budha.
-dipandang scra kbnaran relatif, atau sammuti sacca, maka homo sex tentu brdampak memalukan diri sndiri dan keluarga.Kalau sdah tidak malu brarti tidak memiliki hiri (tidak malu brbuat yg tidak bnar),dan tentu ini sbgai sswa sang Budha,hendaknya memiliki rasa Hiri ini. Dan jelas sang Budha tidak mengajarkan pria boleh brhubungan homo sex, atau wanita boleh lesbian.
-mnonton video porno trmasuk hal2 yg brkaitan dngan pemuasan nafsu indriya. Ajaran Budha adalah mngajarkan siswanya untk tidak melakukan dua hal extrim yaitu menyiksa diri dan memuaskandiri dngan indriya,krna hal dmikian tidak membwa kebhagiaan. Malah makin trjebak kemelekatan. Sbgai siswa budha yg baik,mestinya menjauhkan diri dri hal2 yg brkaitan memuaskan nafsu indra.
-selingkuh adalah tidak baik,melanggar pancasila budhis. Dan menyakiti perasaan orang lain, sbaiknya dihndari.Sang Budha tidak mengajarkan manusia untk brbuat selingkuh.Tapi mengajarkan orang untk santutthi yaitu telah puas dngan apa yg dimiliki.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 12 January 2010, 10:37:07 AM
keberatan, yang nomor 3

masak ga bole nonton filem, porno itu kan jabaran nya luas sekali.... ^,^

Tidak dilarang kok. :)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Juice_alpukat on 12 January 2010, 10:50:35 AM
Untk hal no.3, kykny aq munapik jg ya,sbb aq sndiri masih nonton,jdi aq blum sepenuhnya jdi siswa budha yg baik, tpi kbnaran relatif dlm masyarakat, dikatakan umur + dri 21 tahun dah boleh mennton. ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: johan3000 on 12 January 2010, 11:19:36 AM
Sebelumnya saya minta maaf,saya tidak tau topik ini termasuk dalam ini atau tidak.Dan saya berharap ini masih termasuk pertanyaan wajar bagi forum ini.

Dosa itu dilihat dari niatnya...

saya ingin tau bagaimana pandangan agama buddha :
-tentang sex pra nikah?
-tentang homosexual dan lesbian?
-tentang menonton video porno?
-dan selingkuh baik dalam berumah tangga maupun masih pacaran.

Dalam Buddhisme, "dosa" adalah kotoran batin yang berwujud kebencian. Istilah perbuatan buruk yang kelak akan mengakibatkan penderitaan disebut dengan "kamma buruk".

Dalam pandangan Agama Buddha...

- Seks pra nikah tidak selalu dipukul rata sebagai kamma buruk (perbuatan tercela).

- Homoseksual (gay dan lesbian) adalah orang yang memiliki orientasi seks terhadap sejenisnya. Agama Buddha menghargai kebebasan hak semua orang. Hanya saja, orientasi seks ini dilihat sebagai orientasi seks yang kurang wajar; dan bisa memunculkan pertentangan di masyarakat.

- Menonton film porno adalah mengumbar kenikmatan indria mata, dan bisa berdampak mengotori pikiran dengan hal-hal porno. Perbuatan ini adalah perbuatan yang tidak bermanfaat (akusala kamma).

- Selingkuh baik ketika sudah berumah-tangga maupun masih pacaran adalah bentuk dari keserakahan (lobha). Agama Buddha mengajarkan kita untuk tidak mengumbar keserakahan, dan justru membimbing kita untuk puas dengan apa yang dimiliki (santutthi). Berselingkuh menandakan bahwa seseorang sadar bahwa dirinya adalah salah. Makanya orang yang berselingkuh, pasti pikirannya selalu cemas, berhati-hati, dan terus berusaha menutupi keadaan dengan muslihat. Orang seperti ini adalah orang yang sangat menderita secara mental.


Quote
- Menonton film porno adalah mengumbar kenikmatan indria mata, dan bisa berdampak mengotori pikiran dengan hal-hal porno. Perbuatan ini adalah perbuatan yang tidak bermanfaat (akusala kamma).
Kecuali anda bekerja di badan sensor.... apakah itu bisa malah disebut berbuat karma baik?....(yg terlalu panas tidak diumbar pada masyarakat yg bukan semestinya...)  ;D ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: johan3000 on 12 January 2010, 11:23:25 AM
keberatan, yang nomor 3

masak ga bole nonton filem, porno itu kan jabaran nya luas sekali.... ^,^

Tidak dilarang kok. :)

Mungkin pertanyaannya akibat dari kebanyakan nonton film BIRU gitu...
akibatnya baik,.... atau tidak baik ?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 12 January 2010, 11:40:33 AM
akibat nya yah? hmm..bisa baik, bisa ga baik...
tergantung bagaimana org itu mengambil makna apa yg di lihatnya
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 12 January 2010, 06:44:13 PM
Hebat...luar biasa.Saya puas dengan jawabannya.karena terlalu puasnya,saya jadi bingung sekarang.pikirannya lagi bentrok nih.karena jernih keliatan isi dalamnya dan sepertinya dangkal.begitu coba masuk,taunya dalam.kalau ga bisa berenang bisa tenggelam.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr.Jhonz on 15 January 2010, 09:59:26 PM
Nanya om
perihal; air suci paritta

apa makna air paritta dalam prosesi perayaan tri suci waisak,kenapa seakan2 air paritta menjadi air sucinya buddhism?

;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 15 January 2010, 10:41:05 PM
Pertama, Anda memiliki indria mata yang bisa melihat. Ada objeknya yaitu seorang wanita. Ada kondisi pendukung, yaitu cahaya dan tempat. Lalu indria mata mengadakan kontak dengan wanita.

Itu ketikan mod,dan ada yang mau saya pertanyakan lagi untuk lebih jelas.
Ketikan diatas itu sama aja dengan cerita lilin kemarinkan??kalau ga salah ingat,mata kita ini ada titik2nya yah?dimana jatuhnya tepat,maka kita bisa melihat.dan jika ada 1 faktor yang ga lengkap,makanya kita ga bs lihat.atau ada yg bs kita lihat padahal ga ada.spt fatamorgana atau jalan yang keliatan berair padahal tidak.
Mod,jangan2 setan/mahluk halus begitu juga yah???
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: andry on 16 January 2010, 10:10:33 AM
Nanya om
perihal; air suci paritta

apa makna air paritta dalam prosesi perayaan tri suci waisak,kenapa seakan2 air paritta menjadi air sucinya buddhism?

;D
si saia kurang tahu dalam hal ritual2, tp air itu salah satu media yg bagus untuk menyerap kekuatan,
mengenai air paritta=air sucinya buddhis! mungkin itu persepsi ente ajeh..
bagi saia air kobokan sang buddha itu =air suci buddhis.. see...
wkwkwk

Secara universal, ente harus liat kegunaan dari air...
baik air bersih/air yg agak kotor, dari sanalah kita harus menghargai air..
*ceramah selesai
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: andry on 16 January 2010, 10:13:45 AM
Pertama, Anda memiliki indria mata yang bisa melihat. Ada objeknya yaitu seorang wanita. Ada kondisi pendukung, yaitu cahaya dan tempat. Lalu indria mata mengadakan kontak dengan wanita.

Itu ketikan mod,dan ada yang mau saya pertanyakan lagi untuk lebih jelas.
Ketikan diatas itu sama aja dengan cerita lilin kemarinkan??kalau ga salah ingat,mata kita ini ada titik2nya yah?dimana jatuhnya tepat,maka kita bisa melihat.dan jika ada 1 faktor yang ga lengkap,makanya kita ga bs lihat.atau ada yg bs kita lihat padahal ga ada.spt fatamorgana atau jalan yang keliatan berair padahal tidak.
Mod,jangan2 setan/mahluk halus begitu juga yah???
bijimana?? nda mudeng
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 16 January 2010, 10:41:34 AM
nda mudeng apanya?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 16 January 2010, 11:10:46 AM
Nanya om
perihal; air suci paritta

apa makna air paritta dalam prosesi perayaan tri suci waisak,kenapa seakan2 air paritta menjadi air sucinya buddhism?

;D

Bukan air suci. Namun air paritta itu hanya sebagai simbolisasi dari berkah. Air paritta yang sering "disiram" dalam suatu seremonial Buddhis melambangkan berkah yang menyirami semua umat.


Quote from: upasaka
Pertama, Anda memiliki indria mata yang bisa melihat. Ada objeknya yaitu seorang wanita. Ada kondisi pendukung, yaitu cahaya dan tempat. Lalu indria mata mengadakan kontak dengan wanita.

Itu ketikan mod,dan ada yang mau saya pertanyakan lagi untuk lebih jelas.
Ketikan diatas itu sama aja dengan cerita lilin kemarinkan??kalau ga salah ingat,mata kita ini ada titik2nya yah?dimana jatuhnya tepat,maka kita bisa melihat.dan jika ada 1 faktor yang ga lengkap,makanya kita ga bs lihat.atau ada yg bs kita lihat padahal ga ada.spt fatamorgana atau jalan yang keliatan berair padahal tidak.
Mod,jangan2 setan/mahluk halus begitu juga yah???

Sebenarnya ada satu faktor lagi agar suatu objek dapat terlihat oleh indria mata, yaitu adanya perhatian. Misalnya Anda tidak mengarahkan perhatian ke suatu objek, Anda juga tidak bisa melihat suatu benda. Oleh karena itu, ada peribahasa yang berbunyi "gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, semut di seberang laut kelihatan".

Menurut Fisika, suatu objek bisa ditangkap oleh indria penglihatan bila titik fokus gambaran objek itu jatuh tepat di retina. Yang membuat jalan aspal terlihat berair / berminyak adalah karena adanya pembiasan. Sebab jalan aspal meradiasikan panas sinar matahari, sehingga udara di sekitar aspal itu memantulkan bayangan dan menyebabkan pembiasan. Indria mata kita menangkap hal ini dan membentuk persepsi bahwa jalan aspal itu berminyak, berair atau terlihat seperti mendidih.

Di dalam Tipitaka, tidak dijelaskan mengapa kita tidak bisa melihat penampakan makhluk halus, hantu atau dewa, maupun brahma. Tetapi memang dalam Tipitaka dikisahkan beberapa orang maupun bhikkhu yang bisa melihat dan berkomunikasi makhluk-makhluk itu. Suatu waktu, Sang Buddha juga pernah melakukan keajaiban di istana Raja Bimbisara agar semua orang bisa melihat hantu-hantu yang menunggu di luar dinding istana.

Menurut saya, makhluk halus, hantu, dewa dan brahma tidak bisa dilihat oleh penglihatan normal karena disebabkan oleh tingkat getaran atom dalam tubuh makhluk itu. Seperti yang mungkin sudah kita ketahui bersama, seluruh materi di dunia ini tersusun dari begitu banyak atom. Demikian pula setiap makhluk hidup tersusun dari begitu banyak atom. Atom yang saling berpadu disebut dengan molekul. Setiap atom terdiri dari proton, netron, dan elektron. Partikel-partikel elementer ini, bila dianalisa sampai ke akarnya pun hanya terdiri dari getaran-getaran.

Elektron bergerak mengelilingi inti atom (proton dan netron). Getaran ini berlangsung sangat cepat, sehingga suatu materi terlihat sebagai satu kesatuan padat. Seorang manusia yang bisa bergerak, berbicara, makan dan sebagainya inipun tersusun dari getaran yang sangat cepat ini. Kita melihatnya sebagai materi padat, padahal kenyataannya ia hanyalah kumpulan getaran-getaran. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa semua materi dan setiap makhluk hidup tersusun dari paduan atom-atom yang pada hakikatnya merupakan paduan dari berbagai getaran partikel elementer.

Mata manusia hanya bisa menangkap suatu materi dengan kecepatan getaran sekitar 300 juta meter per detik. Bila suatu "materi" bergerak dengan kecepatan getaran lebih atau kurang dari 300 juta meter per detik, maka tidak akan bisa ditangkap oleh indria mata manusia. Saya memiliki spekulasi kalau tubuh jasmani makhluk halus, hantu, dewa dan brahma tersusun dari getaran yang lebih atau kurang dari 300 juta per detik. Karena itulah mata manusia normal tidak bisa menangkap "penampakan" mereka. Namun bila manusia memiliki range atau mengarahkan kemampuan penglihatannya untuk selaras dengan getaran tersebut, maka mata manusia bisa menangkap "penampakan" mereka.

Terkadang mungkin pula getaran makhluk-makhluk itu sedikit melambat atau menjadi lebih cepat, sehingga sesuai dengan satuan getaran yang bisa ditangkap oleh mata manusia. Selain itu, makhluk-makhluk itu memiliki alam kehidupannya masing-masing. Jadi wajar saja mereka tidak bisa ditemukan di alam kehidupan manusia ini. Beberapa jenis makhluk peta (hantu) memang kadang berkeliaran di alam manusia. Seperti halnya makhluk tiracchana (hewan) yang juga hidup berbaur dengan makhluk manussa (manusia).

Mungkin demikian...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 16 January 2010, 11:25:50 AM
secakep-cakep orang..dipandang jadi atom yang bergetar...malah jadi ga berselera.
terus dari mana datangnya perasaan kasih,iba dll???kr anjing saja juga bisa melihatkan rasa sayangnya pada tuannya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 16 January 2010, 11:44:13 AM
secakep-cakep orang..dipandang jadi atom yang bergetar...malah jadi ga berselera.
terus dari mana datangnya perasaan kasih,iba dll???kr anjing saja juga bisa melihatkan rasa sayangnya pada tuannya.

Perasaan muncul dan tenggelam karena ada batin. Anjing juga memiliki perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran. Tapi kualitasnya di bawah manusia. :)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 16 January 2010, 01:11:22 PM
tumbuhan??????kan termasuk hidup.terus kita makan lagi
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 16 January 2010, 01:26:44 PM
asaïkhyeyya
itu apa artinya??
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 17 January 2010, 05:02:55 PM
Ketika Bodhisatta Pangeran sedang berada dalam perjalanan menuju taman kerajaan, para dewa berunding, “Waktunya bagi Pangeran Siddhattha untuk menjadi Buddha semakin dekat. Mari
514
Riwayat Agung Para Buddha
kita memperlihatkan pertanda kepadanya yang akan membuatnya melepaskan keduniawian dan menjadi petapa.” Mereka menyuruh salah satu dewa menyamar sebagai orang tua, berambut putih, tidak bergigi, punggung yang bungkuk, berjalan gemetaran menggunakan tongkat. Pertanda orang tua ini yang adalah penjelmaan dewa tidak dapat dilihat orang lain selain Bodhisatta dan kusirnya.
Saat melihat orang tua, Bodhisatta Pangeran bertanya kepada kusir, “O kusir, rambut orang itu tidak seperti orang lain, rambutnya semua putih. Badannya juga tidak seperti badan orang lain; giginya tidak ada; hanya ada sedikit daging (di tubuhnya); punggungnya bungkuk ia gemetaran. Disebut apakah orang itu? Si kusir menjawab, “Yang Mulia, orang seperti itu disebut orang tua.”

Apakah ini benar???karena dalam ringkasan mod upasaka.ga ada cerita dewa yang ikut andil...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 17 January 2010, 05:08:45 PM
tumbuhan??????kan termasuk hidup.terus kita makan lagi

Dalam terminologi Buddhisme, tumbuh-tumbuhan bukan termasuk makhluk hidup. Karena tumbuhan tidak memiliki citta (pikiran).


asaïkhyeyya
itu apa artinya??

Asankheyya artinya waktu yang lama dan tidak bisa dihitung. Dalam intepretasi lain, asankheyya adalah salah satu satuan kappa. Kappa adalah satuan usia proses dunia.

Antara kappa adalah satuan waktu yang diperlukan dalam satu proses pergerakan usia rata-rata manusia dari 10 tahun kemudian naik hingga ke 84.000 tahun, lalu turun lagi ke usia rata-rata 10 tahun.

Asankheyya kappa adalah lamanya proses siklus 20 antara kappa.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 17 January 2010, 05:24:06 PM
saya ada baca tentang pangeran nanda...niatnya kr 500 bidadari.tp akhirnya menjadi arahat?bs diterangkan apakah niat awal yg bedapun bs mendapat hasil?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 17 January 2010, 05:39:45 PM
Ketika Bodhisatta Pangeran sedang berada dalam perjalanan menuju taman kerajaan, para dewa berunding, “Waktunya bagi Pangeran Siddhattha untuk menjadi Buddha semakin dekat. Mari
514
Riwayat Agung Para Buddha
kita memperlihatkan pertanda kepadanya yang akan membuatnya melepaskan keduniawian dan menjadi petapa.” Mereka menyuruh salah satu dewa menyamar sebagai orang tua, berambut putih, tidak bergigi, punggung yang bungkuk, berjalan gemetaran menggunakan tongkat. Pertanda orang tua ini yang adalah penjelmaan dewa tidak dapat dilihat orang lain selain Bodhisatta dan kusirnya.
Saat melihat orang tua, Bodhisatta Pangeran bertanya kepada kusir, “O kusir, rambut orang itu tidak seperti orang lain, rambutnya semua putih. Badannya juga tidak seperti badan orang lain; giginya tidak ada; hanya ada sedikit daging (di tubuhnya); punggungnya bungkuk ia gemetaran. Disebut apakah orang itu? Si kusir menjawab, “Yang Mulia, orang seperti itu disebut orang tua.”

Apakah ini benar???karena dalam ringkasan mod upasaka.ga ada cerita dewa yang ikut andil...

Ya, saya sudah pernah berpikir kalau suatu saat nanti akan ada pertanyaan seperti ini. Karena itu, saya pernah menerbitkan sebuah posting untuk mengantisipasinya terlebih dahulu di sini => http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2188.msg132445.html#msg132445 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2188.msg132445.html#msg132445)

Jika Anda membaca riwayat Siddhattha Gotama di Kitab Buddhavamsa atau di Buku Riwayat Agung Para Buddha (The Great Chronicle of Buddhas), memang benar di sana dinyatakan bahwa ada dewa yang menyamar menjadi manusia dan memperlihatkan 4 peristiwa ke Pangeran Siddhattha Gotama. Sedangkan dalam ringkasan saya di thread Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,6525.0.html), tidak dinyatakan mengenai hal ini.

Saya memang sengaja tidak mencantumkan perihal ini dalam ringkasan itu. Sebab saya berusaha menyajikan sebuah ringkasan tentang perjalanan Siddhattha Gotama yang lebih mudah dimengerti oleh para pemula. Tidak hanya perihal "dewa", masih banyak perihal lain yang saya sajikan secara lebih ringkas dan padat. Karena itu, ada banyak skenario hidup Siddhattha Gotama yang saya potong dan tidak dicantumkan di ringkasan itu.

Bagi sebagian besar pemula, perihal seperti dewa, mara, brahma, fenomena gaib; adalah tidak masuk diakal. Para pemula sering menanam paradigma bahwa Buddhisme (Agama Buddha) adalah agama dongeng yang penuh mistis. Saya berniat untuk mengubah paradigma prematur itu dengan menyajikan ringkasan hidup Siddhatta Gotama sejelas mungkin, namun tetap cukup diterima secara akal sehat awam.

Di luar motivasi ini, ada beberapa motivasi lain yang tidak perlu saya jabarkan di publik seperti ini. Sekiranya semua teman-teman bisa paham kalau saya memang menyajikan ringkasan itu demikian, dengan tujuan agar para pemula tidak mendapat hambatan dalam memelajari kisah hidup Siddhattha Gotama. Oleh karena itu, saya sering kali menghimbau kepada para pemula untuk melanjutkan membaca riwayat ini yang lengkap di Buku Riwayat Agung Para Buddha. Buku RAPB ini bisa diunduh secara gratis di Perpustakaan DhammaCitta (http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/), atau bisa juga direquest di thread Request RAPB (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9384.225.html) dengan syarat sudah memenuhi dua adendum.

Semoga bisa dimengerti.  :)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 17 January 2010, 05:43:08 PM
Quote
Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berada di dekat Savatthi, di hutan Jeta, di Vihara Anathapindika. Pada saat itu Yang Ariya Nanda, saudara tiri Sang Bhagava, [2] putra bibi (dari pihak ibu) yang membesarkannya, memberitahukan sejumlah bhikkhu demikian: "Saya tidak puas menjalani kehidupan suci, sahabat-sahabat. Saya tidak dapat memikul kehidupan suci. Saya akan berhenti dari latihan ini dan kembali ke kehidupan rendah." [3]

   Kemudian seorang bhikkhu mendekati Sang Bhagava, bersujud, duduk di satu sisi dan berkata: "Yang Ariya Nanda, Bhante, saudara tiri Sang Bhagava, dari bibi yang membesarkan Nya, memberitahu sejumlah bhikkhu demikian : "Saya tidak puas menjalani kehidupan suci ..... saya akan berhenti dari latihan ini dan kembali ke kehidupan rendah."

   Kemudian Sang Bhagava berbicara kepada seorang bhikkhu: O, bhikkhu, atas namaku beritahukan bhikkhu Nanda, "Guru memanggilmu, sahabat Nanda."

   "Baiklah, Bhante," jawab bhikkhu itu. Dia mendekati Yang Ariya Nanda dan berkata, "Guru memanggilmu, sahabat Nanda."

   "Baiklah, sahabat," Yang Ariya Nanda menjawab, dan mendatangi Sang Bhagava, dia bersujud dan duduk di satu sisi. Sang Bhagava kemudian berkata kepadanya: "Apakah benar Nanda, bahwa kamu memberitahu sejumlah bhikkhu demikian: "Saya tidak puas menjalani kehidupan suci ..... saya akan kembali ke kehidupan rendah ?"

   "Ya, Bhante."

   "Tetapi mengapa, Nanda, kamu tidak puas dengan menjalani kehidupan suci?"

   "Ketika berangkat dari rumah, Bhante, seorang gadis Sakya yang tercantik di negeri ini, dengan rambutnya setengah tersisir, memandang saya dan berkata "Kembalilah segera, Tuan." [4] Ketika mengingat kembali hal itu, Bhante, saya tidak puas menjalani kehidupan suci ....., saya tidak dapat memikul kehidupan suci. Saya akan berhenti dari latihan ini dan kembali ke kehidupan rendah."

   Kemudian Sang Bhagava memegang tangan Yang Ariya Nanda, dan persis seperti seorang laki-laki kuat yang menjulurkan tangannya yang lentur atau melenturkan tangannya yang terjulur, demikianlah mereka lenyap dari hutan Jeta dan muncul di antara para dewa di surga Tavatimsa. Pada saat itu, kira-kira 500 bidadari berkaki merah muda datang untuk melayani Sakka, penguasa para dewa. Dan Sang Bhagava berkata kepada Yang Ariya Nanda, "Apakah kamu melihat 500 bidadari yang berkaki merah muda itu?"

   "Ya, Bhante."

   "Apa pendapatmu, Nanda, siapakah yang lebih cantik, lebih indah untuk dipandang, dan lebih menggiurkan - gadis Sakya yang tercantik di seluruh negeri atau 500 bidadari yang berkaki merah muda ini ?"

   "Bhante, dibanding dengan 500 bidadari yang berkaki merah muda ini, gadis Sakya, yang tercantik di seluruh negeri itu, seperti seekor monyet betina buntung [5] yang hidung dan telinganya dipotong. Dia tidak masuk hitungan; dia tidak cukup berharga dibandingkan dengan para bidadari itu; sama sekali tidak dapat dibandingkan. Lima ratus bidadari ini jauh lebih cantik, jauh lebih indah untuk dipandang, dan jauh lebih menggiurkan."

   "Bergembiralah, Nanda, bergembiralah Nanda! Saya jamin kamu akan mendapatkan 500 bidadari berkaki merah muda."

   "Bhante, jika Sang Bhagava menjamin bahwa saya akan mendapatkan 500 bidadari berkaki merah muda ini, saya akan puas menjalani kehidupan suci dibawah bimbingan Sang Bhagava."

   Kemudian Sang Bhagava memegang tangan Yang Ariya Nanda ..... dan dengan demikian mereka lenyap dari antara para dewa di surga Tavatimsa dan muncul di hutan Jeta.

   Para bhikkhu mendengar: "Dikatakan bahwa Yang Ariya Nanda, saudara tiri Sang Bhagava, putra bibi yang mengasuhnya, menjalani kehidupan suci demi para bidadari. Dikatakan bahwa Sang Bhagava telah menjamin bahwa dia akan mendapatkan 500 bidadari berkaki merah muda."

   Kemudian sahabat-sahabat bhikkhu dari Yang Ariya Nanda, berkeliling dengan menyebutnya "orang jaminan" dan "orang rendah", dengan mengatakan: "Yang Ariya Nanda adalah orang jaminan! Yang Ariya Nanda adalah orang rendah! Dia menjalani hidup suci demi para bidadari! Dikatakan bahwa Sang Bhagava menjamin dia akan mendapat 500 bidadari berkaki merah muda!"

   Maka Yang Ariya Nanda merasa terhina, malu, dan sedih karena sahabat-sahabatnya menyebutnya "orang jaminan" dan "orang rendah". Dengan hidup menyendiri, menyepi, rajin,bersemangat dan penuh tekad, dia segera menyadari, bahkan di sini dan saat ini juga melalui pengetahuan langsungnya sendiri, tujuan kehidupan suci yang tiada bandingnya itu dimana putra keluarga baik-baik sudah pada tempatnya pergi dari keadaan berumah ke keadaan tidak berumah, dan setelah masuk, dia tinggal di dalamnya. Dan dia tahu: "Selesailah sudah kelahiran, telah dijalani kehidupan suci, telah dilakukan apa yang harus dilakukan, tidak akan ada keadaan seperti ini lagi." Dan Yang Ariya Nanda menjadi salah seorang Arahat.

   Kemudian, setelah malam semakin larut, seorang dewata yang tampan sekali menyinari seluruh hutan Jeta, mendekati Sang Bhagava, bersujud dan berdiri di satu sisi. Sementara berdiri di sana, Sang Dewata berkata kepada Sang Bhagava: "Yang Ariya Nanda, Bhante, saudara tiri Sang Bhagava, putra bibi yang mengasuh Nya, dengan melenyapkan noda-noda, telah menyadari di sini dan saat ini juga, pembebasan batin yang tanpa noda, dan pembebasan penuh kebijaksanaan, dan setelah masuk, dia tinggal di dalamnya". Dalam batin Sang Bhagava pun muncul pengertian: "Nanda, dengan melenyapkan noda-noda, telah menyadari di sini dan saat ini juga, pembebasan batin yang tanpa noda, dan pembebasan penuh kebijaksanaan, dan setelah masuk, dia tinggal di dalamnya".

   Ketika malam itu telah berakhir, Yang Ariya Nanda mendekati Sang Bhagava, bersujud, duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, mengenai jaminan Sang Bhagava bahwa saya akan mendapatkan 500 bidadari berkaki merah muda tersebut, saya membebaskan Sang Bhagava dari janji itu."

   "Tapi, Nanda, dengan memahami jalan pikiranmu melalui pikiranku, pada saat itu saya tahu: 'Nanda telah menyadari di sini dan saat ini pembebasan batin yang tanpa noda dan pembebasan penuh kebijaksanaan'. Juga seorang dewata memberitahu saya: 'Yang Ariya Nanda, Bhante, telah menyadari di sini dan saat ini pembebasan batin yang tanpa noda dan pembebasan penuh kebijaksanaan'. Nanda, ketika batinmu telah terbebas dari noda-noda tanpa kemelekatan, dengan demikian saya bebas dari janji itu."

   Kemudian karena menyadari pentingnya hal itu, Sang Bhagava pada saat itu mengungkapkan kotbah inspirasi ini:

    Bhikkhu yang sudah melewati lumpur,
    Menghancurkan duri nafsu indria,
    Dan mencapai pemusnahan ketidaktahuan,
    Tak lagi terganggu oleh kesenangan dan rasa sakit.

sepintas yah.. dia bercita2 demi mendapatkan bidadari, tp kemudian karena malu di bilang orang jaminan, dia hidup menyendiri... nah yg jd pertanyaan apakah niat nya masih tetap ingin memiliki bidadari, atau ....?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 17 January 2010, 06:00:51 PM
[at] sriyeklina

Pertanyaan Anda sudah dijawab dengan benar oleh Bro The Ronald.

Jadi, karena bhikkhu-bhikkhu lain "menghina" Nanda sebagai bhikkhu yang termotivasi untuk mendapatkan 500 bidadari, maka Nanda merasa malu dan pergi menyendiri. Dalam kesendirian itu, Nanda justru termotivasi untuk membuktikan bahwa dia bukanlah seorang bhikkhu seperti itu. Oleh karena itu, Nanda membuang keinginan itu dan melatih diri hingga akhirnya berhasil merealisasi Nibbana.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 17 January 2010, 07:04:35 PM
Ketika Bodhisatta Pangeran sedang berada dalam perjalanan menuju taman kerajaan, para dewa berunding, “Waktunya bagi Pangeran Siddhattha untuk menjadi Buddha semakin dekat. Mari
514
Riwayat Agung Para Buddha
kita memperlihatkan pertanda kepadanya yang akan membuatnya melepaskan keduniawian dan menjadi petapa.” Mereka menyuruh salah satu dewa menyamar sebagai orang tua, berambut putih, tidak bergigi, punggung yang bungkuk, berjalan gemetaran menggunakan tongkat. Pertanda orang tua ini yang adalah penjelmaan dewa tidak dapat dilihat orang lain selain Bodhisatta dan kusirnya.
Saat melihat orang tua, Bodhisatta Pangeran bertanya kepada kusir, “O kusir, rambut orang itu tidak seperti orang lain, rambutnya semua putih. Badannya juga tidak seperti badan orang lain; giginya tidak ada; hanya ada sedikit daging (di tubuhnya); punggungnya bungkuk ia gemetaran. Disebut apakah orang itu? Si kusir menjawab, “Yang Mulia, orang seperti itu disebut orang tua.”

Apakah ini benar???karena dalam ringkasan mod upasaka.ga ada cerita dewa yang ikut andil...

Ya, saya sudah pernah berpikir kalau suatu saat nanti akan ada pertanyaan seperti ini. Karena itu, saya pernah menerbitkan sebuah posting untuk mengantisipasinya terlebih dahulu di sini => http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2188.msg132445.html#msg132445 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2188.msg132445.html#msg132445)

Jika Anda membaca riwayat Siddhattha Gotama di Kitab Buddhavamsa atau di Buku Riwayat Agung Para Buddha (The Great Chronicle of Buddhas), memang benar di sana dinyatakan bahwa ada dewa yang menyamar menjadi manusia dan memperlihatkan 4 peristiwa ke Pangeran Siddhattha Gotama. Sedangkan dalam ringkasan saya di thread Perjalanan Hidup Siddhattha Gotama menjadi Sang Buddha (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,6525.0.html), tidak dinyatakan mengenai hal ini.

Saya memang sengaja tidak mencantumkan perihal ini dalam ringkasan itu. Sebab saya berusaha menyajikan sebuah ringkasan tentang perjalanan Siddhattha Gotama yang lebih mudah dimengerti oleh para pemula. Tidak hanya perihal "dewa", masih banyak perihal lain yang saya sajikan secara lebih ringkas dan padat. Karena itu, ada banyak skenario hidup Siddhattha Gotama yang saya potong dan tidak dicantumkan di ringkasan itu.

Bagi sebagian besar pemula, perihal seperti dewa, mara, brahma, fenomena gaib; adalah tidak masuk diakal. Para pemula sering menanam paradigma bahwa Buddhisme (Agama Buddha) adalah agama dongeng yang penuh mistis. Saya berniat untuk mengubah paradigma prematur itu dengan menyajikan ringkasan hidup Siddhatta Gotama sejelas mungkin, namun tetap cukup diterima secara akal sehat awam.

Di luar motivasi ini, ada beberapa motivasi lain yang tidak perlu saya jabarkan di publik seperti ini. Sekiranya semua teman-teman bisa paham kalau saya memang menyajikan ringkasan itu demikian, dengan tujuan agar para pemula tidak mendapat hambatan dalam memelajari kisah hidup Siddhattha Gotama. Oleh karena itu, saya sering kali menghimbau kepada para pemula untuk melanjutkan membaca riwayat ini yang lengkap di Buku Riwayat Agung Para Buddha. Buku RAPB ini bisa diunduh secara gratis di Perpustakaan DhammaCitta (http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/), atau bisa juga direquest di thread Request RAPB (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9384.225.html) dengan syarat sudah memenuhi dua adendum.

Semoga bisa dimengerti.  :)

Ok,thx atas penjelasan yg sangat jelas.
Dan selanjutnya,berarti ini mungkin yg anda maksudkan,bhw memang ada nasib yg jk kondisi udah memungkinkan..itu tidak bisa kita elakkan.
Seperti yg begitu mendengar dhama dari sang budha,ada yg langsung mendapat pencerahan menjadi arahat,terlahir dialam tusita,mencapai sotapana dll.Itu bukan karena keberuntungan dia bisa ketemu dengan sang buddha tapi karena memang sudah waktunya untuk dia mencapai tingkat tersebut.Sang budha cuma membuka kunci terakhir untuk takdirnya mencapai itu.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 17 January 2010, 07:10:32 PM
[at]upasaka

Oleh karena itu, saya sering kali menghimbau kepada para pemula untuk melanjutkan membaca riwayat ini yang lengkap di Buku Riwayat Agung Para Buddha. Buku RAPB ini bisa diunduh secara gratis di Perpustakaan DhammaCitta, atau bisa juga direquest di thread Request RAPB dengan syarat sudah memenuhi dua adendum

Saya mengerti sekarang,kenapa anda dengan berbagai macam cara membuat saya ikut dlm posting.dengan himbauan,dengan saran,dengan menantang dll :)
Saya terima kasih karena begitu semangatnya anda memotivasi seseorang untuk belajar.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 17 January 2010, 07:17:21 PM
[at]The Ronald

Makasih udah membantu..:)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 17 January 2010, 07:19:20 PM
maunya kita copy yah sutta itu ke pemula.jadi ada sutta untuk pemula..he..he...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 17 January 2010, 07:27:39 PM
Quote
Dan selanjutnya,berarti ini mungkin yg anda maksudkan,bhw memang ada nasib yg jika kondisi udah memungkinkan..itu tidak bisa kita elakkan
yah, mungkin bisa di bilang begitu, tp agak rancu, lebih tepatnya jika kamma dah berbuah tidak dapat di elakan (karena kamma berbuah saat kondisi-kondisi penunjangnya tersedia)

Quote
Seperti yg begitu mendengar dhama dari sang budha,ada yg langsung mendapat pencerahan menjadi arahat,terlahir dialam tusita,mencapai sotapana dll.Itu bukan karena keberuntungan dia bisa ketemu dengan sang buddha tapi karena memang sudah waktunya untuk dia mencapai tingkat tersebut.Sang budha cuma membuka kunci terakhir untuk takdirnya mencapai itu.
hmm.. kebanyakan para murid tsb pernah menjalin kamma dgn kehidupan2 lampau Sang Buddha, dan kebanyakn dari mereka telah melatih diri untuk mencapai kesucian pada kehidupan2 lalu pula,  tp ada beberapa kejadian seseorg bisa mencapai tingkat tertentu pada saat pembabaran dhamma, tp tidak terjadi, hal ini di karenakan beberapa sebab masa itu (kehidupan itu) ..bukan hasil kamma ataupun buahnya pada masa lalu

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 17 January 2010, 07:38:45 PM
Quote
Dan selanjutnya,berarti ini mungkin yg anda maksudkan,bhw memang ada nasib yg jika kondisi udah memungkinkan..itu tidak bisa kita elakkan
yah, mungkin bisa di bilang begitu, tp agak rancu, lebih tepatnya jika kamma dah berbuah tidak dapat di elakan (karena kamma berbuah saat kondisi-kondisi penunjangnya tersedia)

Quote
Seperti yg begitu mendengar dhama dari sang budha,ada yg langsung mendapat pencerahan menjadi arahat,terlahir dialam tusita,mencapai sotapana dll.Itu bukan karena keberuntungan dia bisa ketemu dengan sang buddha tapi karena memang sudah waktunya untuk dia mencapai tingkat tersebut.Sang budha cuma membuka kunci terakhir untuk takdirnya mencapai itu.
hmm.. kebanyakan para murid tsb pernah menjalin kamma dgn kehidupan2 lampau Sang Buddha, dan kebanyakn dari mereka telah melatih diri untuk mencapai kesucian pada kehidupan2 lalu pula,  tp ada beberapa kejadian seseorg bisa mencapai tingkat tertentu pada saat pembabaran dhamma, tp tidak terjadi, hal ini di karenakan beberapa sebab masa itu (kehidupan itu) ..bukan hasil kamma ataupun buahnya pada masa lalu



benarkah???anda tau ceritanya ga??dibaagi donk kalau tau....;p
kan bisa nambah pengetahuan.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 18 January 2010, 12:27:35 AM
berarti para dewa ikut campur juga urusan manusia yah???
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 18 January 2010, 06:12:24 AM
berarti para dewa ikut campur juga urusan manusia yah???
iya..
klo jaman skrg  contoh mahluk2 halus ikut berinteraksi dgn manusia, bisa di lihat mulai dari ganguan2 mahluk halus, kemasukan, di tolong mahluk halus, penampakan, dll
masalahnya kita secara awam ga tau mana dewa mana bukan...

hmm.. mengenai singggungan kamma masa lampau  sang Buddha dgn murid2 nya bisa di baca di jataka
mengenai seseorg yg seharusnya bisa mencapai tingkat kesucian , tetapi malah tidak , salah satu contohnya ajatasattu, ini cupilak dari akhir SAMANNA PHALA SUTTA

Quote
Tidak berapa lama setelah Raja Ajatasattu pergi meninggalkan tempat itu, Sang Bhagava berkata kepada bhikkhu-bhikkhu : 'O para bhikkhu, sang raja merasa amat terpengaruh; ia merasa tersentuh hatinya. Dan seandainya, O para bhikkhu, sang raja tidak membunuh ayahnya sendiri, seorang raja yang setia pada Kebenaran, manusia Kebenaran; pastilah Mata Dhamma (dhamma-cakkhu) yang bersih tanpa noda akan timbul dalam dirinya.'
Demikianlah sabda Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas dan bersuka cita mendengar sabda Sang Bhagava itu.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 18 January 2010, 06:42:14 AM
kita ga tau yah apa fungsi para dewa???
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 18 January 2010, 07:25:35 AM
mau anya, istilah Triratna, trisarana, tipitaka pertama kali muncul dari mana? kenapa mirip konsep trimurti, trinitas ada 3 nya itu lho ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 18 January 2010, 07:58:19 AM
kita ga tau yah apa fungsi para dewa???
maksudnya? terus fungsi manusia apa?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 18 January 2010, 08:36:49 AM
dan bagi siapa?? :P jelas fungsi manusia bagi ayam potong dan nyamuk beda :P
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 08:52:09 AM
Cuma fungsi manusia sering jdi ancaman kehdupan ayam2. Sabbe satta bhavantu sukhitata.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 18 January 2010, 10:05:13 AM
Ok,thx atas penjelasan yg sangat jelas.
Dan selanjutnya,berarti ini mungkin yg anda maksudkan,bhw memang ada nasib yg jk kondisi udah memungkinkan..itu tidak bisa kita elakkan.
Seperti yg begitu mendengar dhama dari sang budha,ada yg langsung mendapat pencerahan menjadi arahat,terlahir dialam tusita,mencapai sotapana dll.Itu bukan karena keberuntungan dia bisa ketemu dengan sang buddha tapi karena memang sudah waktunya untuk dia mencapai tingkat tersebut.Sang budha cuma membuka kunci terakhir untuk takdirnya mencapai itu.

Dalam hal itu, bisa ya dan bisa tidak.

Ketika Sang Buddha membabarkan Dhamma, beberapa orang bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian sesuai dengan Parami mereka masing-masing. Parami (perbuatan luhur) yang sudah ditimbun mereka, akan mengondisikan talenta mereka untuk merealisasi tingkat-tingkat kesucian. Oleh karena itu, ada 3 jenis manusia (siswa) di dunia ini:
- mereka yang bisa merealisasi tingkat-tingkat kesucian saat mendengar khtobah Dhamma
- mereka yang bisa merealisasi tingkat-tingkat kesucian setelah khotbah Dhamma selesai
- mereka yang bisa merealisasi tingkat-tingkat kesucian dengan melatih diri setelah mendengar khotbah Dhamma

Maksud saya, ada beberapa kasus dimana seseorang tidak bisa mengelak dari buah perbuatan lampunya (vipaka). Misalnya kasus Maha Moggallana. Karena jauh di kehidupan lampuanya beliau pernah membunuh kedua orangtuanya, kelak perbuatan ini akan memunculkan akibat. Di kelahirannya sebagai Maha Moggallana, dia sudah memiliki "garis hidup" bahwa dia akan mati dibunuh. Meskipun dia merealisasi tingkat Arahat, serta menjadi murid utama Sang Buddha; tetap saja dia tidak bisa mengelak akibat itu. Dalam hidup ini, Maha Moggallana tewas setelah dibunuh oleh para perampok.

Demikian pula "garis hidup" yang dimiliki Siddhattha Gotama sejak lahir. Bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melihat ke masa depan, maka mereka bisa melihat bahwa seseorang telah memiliki nasib yang seolah sudah "ditentukan". Dalam agama lain, mungkin istilah ini seperti ditentukan oleh Tuhan. Namun dalam Buddhisme, istilah ini lebih akrab dijelaskan sebagai akibat perbuatan (vipaka) yang akan berbuah dalam kehidupan saat ini juga.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 18 January 2010, 10:07:53 AM
mau anya, istilah Triratna, trisarana, tipitaka pertama kali muncul dari mana? kenapa mirip konsep trimurti, trinitas ada 3 nya itu lho ;D

Memang kebetulan saja mereka semua mengenalkan suatu konsep dengan tiga pilar utama (disebut "tri"). Kalau melalui penelitian para ilmuwan barat, konsep Trinitas itu justru meniru konsep Triratna (Buddhisme Mahayana). :)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 18 January 2010, 10:58:41 AM
Kalau trimurti?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 18 January 2010, 11:16:10 AM
Kalau trimurti?

Trimurti adalah konsep 3 sifat Maha Brahma (Tuhan) dari kepercayaan Hindu. 3 sifat ini dituangkan dalam wujud 3 dewa, yaitu:
- Brahma => sebagai "sang pencipta"
- Shiva => sebagai "sang perusak" (penghukum)
- Vishnu => sebagai "sang pemelihara" (pelindung)

Belakangan ini ketiga sifat ini justru diidentifikasi oleh banyak orang sebagai 3 dewa; bukan lagi sebagai sifat Maha Brahma.

Konsep ini murni berasal dari Hindu.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 22 January 2010, 11:34:44 AM
[at]upasaka

Oleh karena itu, saya sering kali menghimbau kepada para pemula untuk melanjutkan membaca riwayat ini yang lengkap di Buku Riwayat Agung Para Buddha. Buku RAPB ini bisa diunduh secara gratis di Perpustakaan DhammaCitta, atau bisa juga direquest di thread Request RAPB dengan syarat sudah memenuhi dua adendum

Saya mengerti sekarang,kenapa anda dengan berbagai macam cara membuat saya ikut dlm posting.dengan himbauan,dengan saran,dengan menantang dll :)
Saya terima kasih karena begitu semangatnya anda memotivasi seseorang untuk belajar.

Saya memang memotivasi Anda untuk aktif di forum, supaya Anda bisa memetik manfaat di sini. Dan tidak hanya itu, ketika seseorang turut aktif di dalam forum, maka teman-teman yang lain juga mendapatkan manfaatnya.

Terimakasih juga atas respon Anda. Sekadar untuk ralat, saya tidak pernah menantang Anda agar aktif di forum. Saya hanya menghimbau agar Anda mendalami Buddhisme di forum, karena Anda akan mendapatkan banyak warna, dan teman yang lain juga bisa memetik manfaat dari ini.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr.Jhonz on 26 January 2010, 09:33:03 PM
Tanya;
pembunuhan adalah karma buruk,
lalu bagaimana dengan suku2 pedalaman Afrika yg hidup dgn mengandalkan BERBURU
apakah termasuk karma buruk juga?

;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sumedho on 26 January 2010, 10:11:48 PM
kamma kan patokannya niat yg dilanjutkan jadi perbuatan. mereka pake niat yg lanjut ke perbuatan? yah niat utk membunuh.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 26 January 2010, 10:28:11 PM
bagaimana kalau terlahir sebagai singa? udah terlahir di alam yang buruk, kesempatan untuk tidak membunuh juga susah.
terlahir di kesempatan yang bisa memilih adalah kesempatan yang sangat-sangat luar biasa baiknya.
karena itu mendengarkan dhamma disebut salah satu kesempatan paling langka.
buahnya udah ada, terlahir sebagai manusia, bisa mengetahui (walaupun cuma teori) bahwa ada kamma, bisa berpraktek.

jangan kita sia-siakan.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr.Jhonz on 26 January 2010, 10:53:42 PM
kamma kan patokannya niat yg dilanjutkan jadi perbuatan. mereka pake niat yg lanjut ke perbuatan? yah niat utk membunuh.
bos medho,artinya tetap karma buruk kan? Tapi,kalo ga berburu trus suku2 pedalaman mau makan apa? *Tanahnya tandus,peradabannya terbelakang,

;D

 [at] gachapin
benang merahnya jangan di bahas dulu ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sumedho on 26 January 2010, 11:00:18 PM
iya tetep kamma buruk dan....

makan apa? itu udah bisa ngomong sendiri, eh ketik sendiri kalau makan hewan perburuan. memang ada yg larang mereka?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 26 January 2010, 11:03:45 PM
hmm...emang berburu apa di tanah tandus?
soalnya kalo emang tandus ga ada tumbuhan yg bisa bertumbuh.. ga ada herbivora..

setau saya jenis umbi2an bisa tumbuh di tanah tandus...

pertanyaan berikutnya merka dpt air dari mana? jgn2 malah belum berburu dehidrasi...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr.Jhonz on 26 January 2010, 11:15:56 PM
:hammer:
aye jd bingung mau ketik apa..

Oke,jadi intinya suku2 Afrika udah terlahir di kondisi yg 'salah'?

;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr.Jhonz on 26 January 2010, 11:21:53 PM
hmm...emang berburu apa di tanah tandus?
soalnya kalo emang tandus ga ada tumbuhan yg bisa bertumbuh.. ga ada herbivora..

setau saya jenis umbi2an bisa tumbuh di tanah tandus...

pertanyaan berikutnya merka dpt air dari mana? jgn2 malah belum berburu dehidrasi...
kan ada jenis rumput2an yg bisa hidup di padang tandus,di situlah herbivora bertahan hidup

emang ada umbi2an,tapi tidak cukup memenuhi kebutuhan orang2 di gurun

;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 26 January 2010, 11:44:47 PM
[at] Mr.Jhonz

Memang ada orang-orang pedalaman di Afrika yang berburu. Hewan buruannya pun bisa monyet dan buaya. Jika di daerah tandus seperti gurun, jangankan hewan buruan; orang saja tidak bisa bertahan hidup di sana. Orang-orang yang hidup di sekitar gurun tetap tinggal di daerah yang tidak setandus gurun. Kadang mereka berternak hewan juga.

Apakah orang-orang pedalaman yang melakukan aktivitas berburu itu melakukan kamma buruk? Ya, jelas mereka melakukan kamma buruk. Menganiaya dan membunuh makhluk hidup, dengan motivasi apapun, kenal atau tidak kenal dengan hukum kamma; termasuk melakukan kamma buruk dalam pandangan Buddhisme.

Terlahir dalam kondisi kehidupan sebagai orang-orang seperti itu adalah kelahiran yang kurang beruntung. Disebut kurang beruntung karena seseorang yang terlahir dalam kondisi seperti itu akan terpengaruh tuntutan tradisi dan kondisi alam yang mengarahkannya untuk terus berburu. Apalagi jika orang itu terlahir di lingkungan yang tak mengenal Buddhadhamma, bahkan tidak sempat mengenal Buddhadhamma dalam hidupnya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr.Jhonz on 27 January 2010, 06:22:09 AM
Jika karma buruk berarti mereka akan terlahir di alam rendah dunk?apakah mereka punya peluang terlahir di alam bahagia?

*padahal ada beberapa sifat suku Afrika yg patut kita tiru,antara lain; monogami,bebas dari rasa cemas,bebas dari keinginan untuk memiliki <=suku HADZA,

;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 27 January 2010, 09:07:31 AM
Jika karma buruk berarti mereka akan terlahir di alam rendah dunk?apakah mereka punya peluang terlahir di alam bahagia?

*padahal ada beberapa sifat suku Afrika yg patut kita tiru,antara lain; monogami,bebas dari rasa cemas,bebas dari keinginan untuk memiliki <=suku HADZA,

;D

Belum tentu terlahir ke alam rendah. :)

Karena sebagai manusia, mereka tetap bisa melakukan banyak kebaikan. Selain itu, timbunan kamma baik di kehidupan-kehidupan lampau juga mungkin bisa mengondisikan mereka untuk terlahir ke kehidupan yang tidak buruk. Namun dari perbuatan mereka itu (berburu), tentu ada akibat (vipaka) yang akan muncul kelak.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mr.Jhonz on 27 January 2010, 10:18:51 AM
Thank jawabannya ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 27 January 2010, 01:51:24 PM
[at] Mr.Jhonz

Sama-sama. :)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 31 January 2010, 04:13:30 PM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Togejiro on 31 January 2010, 05:34:48 PM
^
^sangat terlarang om, kecuali kehadiran si janin bisa membahayakan nyawa si ibu.. :D
dalam situasi ini ada pengecualian toh drpd dua2nya tidak selamat :(

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ferryblu3 on 01 February 2010, 07:39:46 PM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???

melanggar sila 1 tentunya.. bagaimanapun mrk yg lahir it ad iktan karma ma qt, jd mengapa d aborsi.. toh it kerjaan qt jg.. ^^
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 05 February 2010, 11:41:59 PM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???

melanggar sila 1 tentunya.. bagaimanapun mrk yg lahir it ad iktan karma ma qt, jd mengapa d aborsi.. toh it kerjaan qt jg.. ^^

Pembunuhan adalah pelanggaran moralitas. Termasuk dalam melakukan aborsi (membunuh janin). Namun bila aborsi dilakukan dengan pertimbangan keselamatan ibu, maka perbuatan itu tidak bisa dipatok sebagai salah total. Di satu sisi, aborsi itu dilakukan untuk menyelamatkan ibu; dalam hal ini berarti perbuatan baik. Namun di satu sisi lainnya, aborsi itu dilakukan dengan mencelakai sang janin; dalam hal ini berarti perbuatan buruk.

Setiap perbuatan memiliki konsekuensinya masing-masing. Dalam pandangan Buddhisme mengenai kasus ini, ada perbuatan baik dan ada perbuatan buruk yang terkandung. Dan satu hal lagi, menurut pandangan Buddhisme, pikiran adalah pelopor. Jika aborsi dilakukan dengan terpaksa, maka pembunuhan janin yang dilakukan akan membuahkan akibat buruk yang tidak terlalu berat. Namun jika aborsi dilakukan dengan sengaja, maka pembunuhan janin yang dilakukan akan membuahkan akibat buruk yang lebih berat.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: chen83 on 23 March 2010, 12:26:03 PM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???
salah total.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: chen83 on 23 March 2010, 12:29:35 PM
Tanya;
pembunuhan adalah karma buruk,
lalu bagaimana dengan suku2 pedalaman Afrika yg hidup dgn mengandalkan BERBURU
apakah termasuk karma buruk juga?

;D
Tidak.  Mereka berburu untuk makan.  Istilahnya makan hewan untuk hidup.  Plus, kalau cuma segelintir, tentu ekosistem tetap terjaga.  Tidak seperti sekarang yang hidup untuk makan. (ngerti?)

Tapi dikaitkan dengan kita di sini, tunjuk ikan lalu koki masak, apakah karma buruk?  Iya, itu ikan bisa hidup lebih lama kalau kita beli buat lepasin.

Hidup soal pilihan jika masih ada pilihan.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: kusalaputto on 23 March 2010, 01:30:37 PM
Tanya;
pembunuhan adalah karma buruk,
lalu bagaimana dengan suku2 pedalaman Afrika yg hidup dgn mengandalkan BERBURU
apakah termasuk karma buruk juga?

;D
Tidak.  Mereka berburu untuk makan.  Istilahnya makan hewan untuk hidup.  Plus, kalau cuma segelintir, tentu ekosistem tetap terjaga.  Tidak seperti sekarang yang hidup untuk makan. (ngerti?)

Tapi dikaitkan dengan kita di sini, tunjuk ikan lalu koki masak, apakah karma buruk?  Iya, itu ikan bisa hidup lebih lama kalau kita beli buat lepasin.

Hidup soal pilihan jika masih ada pilihan.
bro chen mereka baik di belahan bumi mana pun, baik mengenal maupun tidak mengenal kamma, kalau membunuh itu kamma buruk di lakukan tidak ada perbedaan, untuk makan hidup maupun tidak , hanya saja besar dari kamma saja yg berbeda beda karena di dasari oleh cetana masing2. tapi inget sebagai kamma pun adil kalau melakukan kebaikan, di belahan bumi mana pun kalau melakukan kamma baik yah dapet kamma baik juga.
jadi intinya mereka yg berburu tetap kamma buruk namun mereka memberi makan keluarganya yah kamma baik, mereka pun bisa berbuat baik yg lain. jadi biar  bro tidak sampai salah _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Chuang on 25 March 2010, 02:27:16 PM
Partamaxxxx, seberapa valid isi tipitaka itu yang benar2 ucapan asli dari Buddha, dan berapa persen kira2 isi tipitaka yang ditambah2kan atau merupakan khayalan?

kalo ada yg jawab neh pertanyaan, juga gak bakal dapat diterima..

pasti deh ada pertanyaan baru yaitu "seberapa pantas anda menjustifikasi kebenaran tipitaka?"

:P

Haha...betul, setuju! Akan menjadi debat yg tidak berujung pangkal. Saya rasa, yg terpenting bukan soal hitung2an seberapa murni atau seberapa benar Ti pitaka...tapi Seberapa banyak kita mendapatkan manfaat dari isi kitab itu, utk mengikis kegelapan batin kita, utk memerangi musuh terbesar dan terberat kita, utk meraih kehidupan yang lebih bahagia, lebih bijaksana dan pada akhirnya merealisasikan solusi mutlak utk semua masalah2 dlm kehidupan kita. Tak penting Buddha pernah sungguh hidup atau hanay dongeng, penderitaan itu selalu ada dan satu paket dgn kehidupan kita.

Jadi, pertanyaan yg lebih penting mungkin adalah: Seberapa besar pengaruh Ti pitaka utk mentransformasikan diri kita menjadi pribadi2 yg lebih baik, lebih bahagia dan lebih berkesadaran?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Jayanto Putra on 13 June 2010, 10:09:15 PM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???

melanggar sila 1 tentunya.. bagaimanapun mrk yg lahir it ad iktan karma ma qt, jd mengapa d aborsi.. toh it kerjaan qt jg.. ^^

{/quote]

tergantung cetana, cetana apakah yang melandasi aborsi tersebut?

cetana untuk menyelamatkan kehidupan ataukah cetana untuk memusnahkan kehidupan?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mahadeva on 08 August 2010, 11:27:53 PM
Partamaxxxx, seberapa valid isi tipitaka itu yang benar2 ucapan asli dari Buddha, dan berapa persen kira2 isi tipitaka yang ditambah2kan atau merupakan khayalan?

maka dari itu Buddha menyampaikan tips dan trik bagaimana memilih agama yang benar pada suku kalama.
Buddha udh antisipasi pertanyaan seperti ini di forum DC, karena di forum kalama sudah ada banyak thread yg bunyinya " Seberapa valid kitab2 yang dipunyai nenek moyang kita, apakah tidak ada yang nambah2in?"

ini pertanyaan klasik, setiap jaman pasti ada yang tanya
jaman dulu sampe sekarang, emas kemurniannya tetap diuji

jadi untuk membuktikan keaslian tipitaka, dibuktikan saja, kalau membawa manfaat bagi perkembangan batin, lobha, dosa, moha berkurang bahkan lenyap, berarti isi tipitaka benar. tapi kalau tidak, bisa jadi ada bagian yang diganti. (bisa jadi praktisinya yang salah)

jadi ehipassiko aja
inget dhammanussati

oya ttg kebenaran tipitaka, salah satunya sudah dibuktikan kok, ttg 32 tanda agung
Vitruvian man ternyata sesuai pada bagian perbandingan panjang kepala-kaki dengan tangan-tangan
nigrodhaparima n dalo (tanda ke 19, search aja)
padahal penulis tipitaka dan leonardo jauh skali waktu dan daerahnya kok bisa sama?
http://en.wikipedia.org/wiki/Physical_characteristics_of_the_Buddha#The_32_Signs_of_the_Great_Man
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: indavadi on 19 August 2010, 12:57:12 AM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???

Sorry saya coba menambahkan, kalau tidak salah dalam agama Buddha tuh ada dikatakan syarat2 makhluk hidup tuh ada beberapa.
Janin ntah pada bulan keberapa dalam kandungan baru memenuhi syarat makhluk hidup, nah apakah aborsi dilakukan pada saat kehamilan pada bulan pertama atau minggu kedua tersebut melanggar sila pertama?
Karena janin pada saat itu belumlah memenuhi syarat2 untuk dikategorikan makhluk hidup kan??
Thanks atas infonya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 19 August 2010, 01:05:29 AM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???

Sorry saya coba menambahkan, kalau tidak salah dalam agama Buddha tuh ada dikatakan syarat2 makhluk hidup tuh ada beberapa.
Janin ntah pada bulan keberapa dalam kandungan baru memenuhi syarat makhluk hidup, nah apakah aborsi dilakukan pada saat kehamilan pada bulan pertama atau minggu kedua tersebut melanggar sila pertama?
Karena janin pada saat itu belumlah memenuhi syarat2 untuk dikategorikan makhluk hidup kan??
Thanks atas infonya.

Bro, mohon anda mengingat2 di mana anda membaca mengenai statement anda? di bagian mana dari ajaran Buddha yang mengatakan demikian. ini penting, karena berpotensi mengakibatkan kesalah-pahaman dengan menganggap bahwa Agama Buddha memperbolehkan aborsi.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: indavadi on 19 August 2010, 01:15:35 AM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???




Bro, mohon anda mengingat2 di mana anda membaca mengenai statement anda? di bagian mana dari ajaran Buddha yang mengatakan demikian. ini penting, karena berpotensi mengakibatkan kesalah-pahaman dengan menganggap bahwa Agama Buddha memperbolehkan aborsi.

Malam bro.
Saya menyampaikan hal tersebut, karena saya pernah menyampaikan masalah yagn sama tentang penebangan pohon termasuk kategori pelanggaran sila pertama dari Pancasila Buddhist ga?
Karena didalam ilmu Biologi, tumbuh tumbuhan dikategorikan makhluk hidup, tetapi jawaban yang saya dapat dari guru agama saya bahwa kategori Makhluk hidup dalam agama Buddha ada beberapa, tumbuh-tumbuhan tidak termasuk kategori makhluk hidup tetapi benda hidup.
Nah saya mencoba melemparkan masalah yang sama tentang aborsi.
Tentunya ini berupa statement dari umat yang sangat awam seperti saya, mohon bimbingannya.
Thanks.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 19 August 2010, 01:23:41 AM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???

Bro, mohon anda mengingat2 di mana anda membaca mengenai statement anda? di bagian mana dari ajaran Buddha yang mengatakan demikian. ini penting, karena berpotensi mengakibatkan kesalah-pahaman dengan menganggap bahwa Agama Buddha memperbolehkan aborsi.

Malam bro.
Saya menyampaikan hal tersebut, karena saya pernah menyampaikan masalah yagn sama tentang penebangan pohon termasuk kategori pelanggaran sila pertama dari Pancasila Buddhist ga?
Karena didalam ilmu Biologi, tumbuh tumbuhan dikategorikan makhluk hidup, tetapi jawaban yang saya dapat dari guru agama saya bahwa kategori Makhluk hidup dalam agama Buddha ada beberapa, tumbuh-tumbuhan tidak termasuk kategori makhluk hidup tetapi benda hidup.
Nah saya mencoba melemparkan masalah yang sama tentang aborsi.
Tentunya ini berupa statement dari umat yang sangat awam seperti saya, mohon bimbingannya.
Thanks.


Dalam kasus tumbuh-tumbuhan, menurut agama Buddha memang bukan makhluk hidup, karena menurut Buddhisme makhluk hidup terdiri dari, dengan pengecualian makhluk di alam Brahma tertentu, panca khandha, yaitu, jasmani, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan kesadaran. tumbuh2an tidak memiliki "persyaratan makhluk" ini. lebih jauh lagi, dalam 31 alam kehidupan versi Buddhisme, tidak ada alam tumbuh-tumbuhan. memang tidak semua hal harus bersesuaian dengan biologi.

sebaliknya dengan janin, bahkan janin yg baru berumur sehari pun sudah memiliki panca khandha walaupun masih lemah dan  belum terbentuk dengan sempurna
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: indavadi on 19 August 2010, 09:33:12 AM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???

Bro, mohon anda mengingat2 di mana anda membaca mengenai statement anda? di bagian mana dari ajaran Buddha yang mengatakan demikian. ini penting, karena berpotensi mengakibatkan kesalah-pahaman dengan menganggap bahwa Agama Buddha memperbolehkan aborsi.

Malam bro.
Saya menyampaikan hal tersebut, karena saya pernah menyampaikan masalah yagn sama tentang penebangan pohon termasuk kategori pelanggaran sila pertama dari Pancasila Buddhist ga?
Karena didalam ilmu Biologi, tumbuh tumbuhan dikategorikan makhluk hidup, tetapi jawaban yang saya dapat dari guru agama saya bahwa kategori Makhluk hidup dalam agama Buddha ada beberapa, tumbuh-tumbuhan tidak termasuk kategori makhluk hidup tetapi benda hidup.
Nah saya mencoba melemparkan masalah yang sama tentang aborsi.
Tentunya ini berupa statement dari umat yang sangat awam seperti saya, mohon bimbingannya.
Thanks.


Dalam kasus tumbuh-tumbuhan, menurut agama Buddha memang bukan makhluk hidup, karena menurut Buddhisme makhluk hidup terdiri dari, dengan pengecualian makhluk di alam Brahma tertentu, panca khandha, yaitu, jasmani, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan kesadaran. tumbuh2an tidak memiliki "persyaratan makhluk" ini. lebih jauh lagi, dalam 31 alam kehidupan versi Buddhisme, tidak ada alam tumbuh-tumbuhan. memang tidak semua hal harus bersesuaian dengan biologi.

sebaliknya dengan janin, bahkan janin yg baru berumur sehari pun sudah memiliki panca khandha walaupun masih lemah dan  belum terbentuk dengan sempurna

Ohhhh thanks ya atas pencerahannya.
Btw kalo begitu (maaf) sperma termasuk memilik Pancakhanda ga?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 19 August 2010, 11:03:18 AM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???

Bro, mohon anda mengingat2 di mana anda membaca mengenai statement anda? di bagian mana dari ajaran Buddha yang mengatakan demikian. ini penting, karena berpotensi mengakibatkan kesalah-pahaman dengan menganggap bahwa Agama Buddha memperbolehkan aborsi.

Malam bro.
Saya menyampaikan hal tersebut, karena saya pernah menyampaikan masalah yagn sama tentang penebangan pohon termasuk kategori pelanggaran sila pertama dari Pancasila Buddhist ga?
Karena didalam ilmu Biologi, tumbuh tumbuhan dikategorikan makhluk hidup, tetapi jawaban yang saya dapat dari guru agama saya bahwa kategori Makhluk hidup dalam agama Buddha ada beberapa, tumbuh-tumbuhan tidak termasuk kategori makhluk hidup tetapi benda hidup.
Nah saya mencoba melemparkan masalah yang sama tentang aborsi.
Tentunya ini berupa statement dari umat yang sangat awam seperti saya, mohon bimbingannya.
Thanks.


Dalam kasus tumbuh-tumbuhan, menurut agama Buddha memang bukan makhluk hidup, karena menurut Buddhisme makhluk hidup terdiri dari, dengan pengecualian makhluk di alam Brahma tertentu, panca khandha, yaitu, jasmani, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan kesadaran. tumbuh2an tidak memiliki "persyaratan makhluk" ini. lebih jauh lagi, dalam 31 alam kehidupan versi Buddhisme, tidak ada alam tumbuh-tumbuhan. memang tidak semua hal harus bersesuaian dengan biologi.

sebaliknya dengan janin, bahkan janin yg baru berumur sehari pun sudah memiliki panca khandha walaupun masih lemah dan  belum terbentuk dengan sempurna

Ohhhh thanks ya atas pencerahannya.
Btw kalo begitu (maaf) sperma termasuk memilik Pancakhanda ga?

sperma tidak memiliki pancakkhandha, kalau ada, bisakah anda membayangkan jutaan makhluk berperasaan dan berkesadaran ada di dalam kantung sperma anda?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: indavadi on 19 August 2010, 11:04:23 AM
Bagaimana pandangan dalam buddhisme tentang aborsi???

Bro, mohon anda mengingat2 di mana anda membaca mengenai statement anda? di bagian mana dari ajaran Buddha yang mengatakan demikian. ini penting, karena berpotensi mengakibatkan kesalah-pahaman dengan menganggap bahwa Agama Buddha memperbolehkan aborsi.

Malam bro.
Saya menyampaikan hal tersebut, karena saya pernah menyampaikan masalah yagn sama tentang penebangan pohon termasuk kategori pelanggaran sila pertama dari Pancasila Buddhist ga?
Karena didalam ilmu Biologi, tumbuh tumbuhan dikategorikan makhluk hidup, tetapi jawaban yang saya dapat dari guru agama saya bahwa kategori Makhluk hidup dalam agama Buddha ada beberapa, tumbuh-tumbuhan tidak termasuk kategori makhluk hidup tetapi benda hidup.
Nah saya mencoba melemparkan masalah yang sama tentang aborsi.
Tentunya ini berupa statement dari umat yang sangat awam seperti saya, mohon bimbingannya.
Thanks.


Dalam kasus tumbuh-tumbuhan, menurut agama Buddha memang bukan makhluk hidup, karena menurut Buddhisme makhluk hidup terdiri dari, dengan pengecualian makhluk di alam Brahma tertentu, panca khandha, yaitu, jasmani, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan kesadaran. tumbuh2an tidak memiliki "persyaratan makhluk" ini. lebih jauh lagi, dalam 31 alam kehidupan versi Buddhisme, tidak ada alam tumbuh-tumbuhan. memang tidak semua hal harus bersesuaian dengan biologi.

sebaliknya dengan janin, bahkan janin yg baru berumur sehari pun sudah memiliki panca khandha walaupun masih lemah dan  belum terbentuk dengan sempurna

Ohhhh thanks ya atas pencerahannya.
Btw kalo begitu (maaf) sperma termasuk memilik Pancakhanda ga?

sperma tidak memiliki pancakkhandha, kalau ada, bisakah anda membayangkan jutaan makhluk berperasaan dan berkesadaran ada di dalam kantung sperma anda?

Thanks.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Yi FanG on 19 August 2010, 11:40:48 PM
Memiliki kekayaan berarti dapat memberikan kemudahan bagi yang bersangkutan untuk memenuhi keinginan-keinginannya, tetapi kebahagiaan materi ini dapat segera berubah karena sulit untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena:
1. tidak mencari dan menambah barang-barang yg hilang.
2. tidak memperbaiki barang-barang yang telah rusak.
3. tidak bersikap sedang dalam menggunakan kekayaan.
4. memiliki orang yang mempunyai moral buruk untuk membantu mengurus rumah tangga.

ini kutipan dari buku saya, kurang ngerti ne maksudnya..

dan apa cara mempertahankan kekayaan?

mohon penjelasannya..

_/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Nevada on 20 August 2010, 12:30:39 AM
Memiliki kekayaan berarti dapat memberikan kemudahan bagi yang bersangkutan untuk memenuhi keinginan-keinginannya, tetapi kebahagiaan materi ini dapat segera berubah karena sulit untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena:
1. tidak mencari dan menambah barang-barang yg hilang.
2. tidak memperbaiki barang-barang yang telah rusak.
3. tidak bersikap sedang dalam menggunakan kekayaan.
4. memiliki orang yang mempunyai moral buruk untuk membantu mengurus rumah tangga.

ini kutipan dari buku saya, kurang ngerti ne maksudnya..

dan apa cara mempertahankan kekayaan?

mohon penjelasannya..

_/\_

Mungkin kurang tepat pertanyaan Yi Fang yang ini diajukan di thread ini. Tapi tidak apa-apa, saya coba memberi sedikit penjelasan...

1) Maksudnya jika pengeluaran kita tidak diimbangi dengan pendapatan yang cukup.
2) Maksudnya jika kita tidak memperbaiki penghasilan, harta dan aset yang sesekali nilainya sedang menurun.
3) Maksudnya jika kita tidak bisa mengatur penggunaan kekayaan (misalnya menjadi boros).
4) Maksudnya jika kita memiliki suami/istri atau kerabat yang tidak menjaga moral, kemungkinan besar kekayaan kita akan terkuras banyak olehnya.

Menurut Buddhisme, cara mempertahankan kekayaan yang paling penting adalah dengan cara menjalankan 4 prinsip yang dapat mempertahankan kebahagiaan sebagai perumah-tangga. 4 prinsip itu adalah:
- mengembangkan keterampilan bekerja dan fokus pada profesi yang ditekuni
- mengembangkan kehati-hatian dalam mengelola apa yang sudah kita dapatkan dari mata pencaharian yang baik
- bergaul dengan teman-teman yang baik
- menjalani kehidupan dengan seimbang (tidak berlebihan)

Access to Insight [Dighajanu (Vyagghapajja) Sutta: ShowHide
"Four conditions, Vyagghapajja, conduce to a householder's weal and happiness in this very life. Which four?"

"The accomplishment of persistent effort (utthana-sampada), the accomplishment of watchfulness (arakkha-sampada), good friendship (kalyanamittata) and balanced livelihood (sama-jivikata)".
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Jerry on 20 August 2010, 02:22:18 AM
Memiliki kekayaan berarti dapat memberikan kemudahan bagi yang bersangkutan untuk memenuhi keinginan-keinginannya, tetapi kebahagiaan materi ini dapat segera berubah karena sulit untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena:
1. tidak mencari dan menambah barang-barang yg hilang.
2. tidak memperbaiki barang-barang yang telah rusak.
3. tidak bersikap sedang dalam menggunakan kekayaan.
4. memiliki orang yang mempunyai moral buruk untuk membantu mengurus rumah tangga.

ini kutipan dari buku saya, kurang ngerti ne maksudnya..

dan apa cara mempertahankan kekayaan?

mohon penjelasannya..

_/\_
Kalo nurut saya, maksudnya kekayaan materi yang tidak dikelola dengan baik berpotensi menimbulkan 4 hal tersebut di atas.

1. Misalnya si Anu berasal dari golongan bawah atau menengah. Sedangkan si Fulan berasal dari golongan atas.
Jika si Anu dan si Fulan membeli buku seharga 50ribu rupiah dan kebetulan keduanya menghilangkan buku itu atau lupa tempat di mana mereka terakhir kali menaruh buku. Reaksi yang terjadi biasanya berbeda. Si Anu akan berusaha mencari dan menemukan kembali buku, apalagi berpikir bahwa 50ribut itu dikumpulkan dengan susah payah. Sedangkan si Fulan karena berpikir sebuah buku cuma bernilai 50ribu dan itu jatah jajan perharinya, tidak akan berusaha mencari dan lebih memilih untuk membeli yang baru lagi. Jika hal ini kerap terjadi, maka si Fulan akan terus menambah daftar barang2 yang hilang karena tidak berusaha menemukan kembali kehilangannya. Sikap Fulan yang tidak diperbaiki dan dilakukan terus menerus akan membentuk kebiasaan jelek sebagai pemboros.
Demikianlah dikatakan "kebahagiaan materi ini dapat segera berubah karena sulit untuk dipertahankan."

2. Demikian pula bila barang kepunyaan mereka rusak, si Anu akan berusaha memperbaiki sedangkan si Fulan mungkin akan memilih "lem biru" (lempar beli baru). Sikap Fulan yang tidak diperbaiki dan dilakukan terus menerus akan membentuk kebiasaan jelek sebagai pemboros. Demikianlah dikatakan "kebahagiaan materi ini dapat segera berubah karena sulit untuk dipertahankan."

3. Untuk yang ketiga saya rasa penggunaan kata "sedang" tidak tepat melainkan seharusnya "madya", "moderat" atau "menengah".
Jadi seharusnya kalimatnya: Tidak bersikap menengah dalam menggunakan kekayaan. Maksud dari bersikap moderat adalah tidak terlalu pelit pun tidak terlalu boros. Seperti halnya dalam makanan.
Akibat dari tindakan yang dilakukan secara terus menerus akan membentuk kebiasaan jelek menjadi pemboros. Demikianlah dikatakan "kebahagiaan materi ini dapat segera berubah karena sulit untuk dipertahankan."

Untuk keempat, misalkan si Fulan memiliki pembantu rumah tangga yang moralnya buruk, dan suka mencuri atau mengambil yang tidak diberikan ketika keluarga Fulan sedang lengah. Ini akan mengakibatkan kejatuhan kekayaan keluarga Fulan jika terus menerus dilakukan. Demikian dikatakan "kebahagiaan materi ini dapat segera berubah karena sulit untuk dipertahankan."

Cara untuk mempertahankan kekayaan telah dikutipkan oleh Opa Saka. ;)

_/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hemayanti on 22 September 2010, 09:13:25 PM
katanya.. saat B. Gotama masih idup, kagak ada tuh yg make patung2 segala..

cuman pas kesengsem sama patung buatan orang greek aja baru ada patung....

tapi di sekolah dulu diajarin ada berapa macem ya ::) 5 kalo gak salah yg harus ada di altar..

yaitu bunga, air, dupa, patung, samaa apa lagi ya...buah kalo gak salah :-?

terus apakah itu membawa manfaat bagi batin? (emang sih menurut aye tergantung personal masing2, cuman apakah membawa kepada salah satu jalan dari jmbb? yaitu Pandangan benar? )

kalo tidak, kenapa dibiarkan?

Saya ingin menggapi tentang persembahan di altar...
Menurut saya, kalo hanya liat bendanya mungkin gak akan bermanfaat buat perkembangan batin kita.
Nanti malah jadi nafsu pengen makan buah2 yang ada di altar.. hihihi.. ;D
Kalo buah2an sih oke aja, tapi kalo dupa ma lilin kan bahaya....  ;D
Cobalah meliat maknanya..
Makna dupa, lilin, bunga, air, dll itu pasti akan membawa manfaat bagi perkembangan batin kita..
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: johan3000 on 25 December 2010, 08:32:46 AM
Adakah dalam sutta tripitaka secara ekplisit (jelas)
   bahwa mata pencaharian spt
   1. nelayan ikan
   2. peternak ayam/ikan
   adalah bukan mata pencahariann yg baik ?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 25 December 2010, 11:19:59 AM
In My Humble Opinion



Persamaan Theravada dan Mahayana adalah mengenai

1) TIADA AKU / AN- ATTA / SUNYATA yang bisa dicari kesamaannya dengan Taoisme (Wu Wo) dan K*risten seperti fenomena "Pipi Kiri Ditampar,  Kasih Pipi Kanan" (Buddha: Tidak Membalas Kejahatan dengan Kejahatan)

Selama kita bisa MELENYAPKAN AKU apapun agamanya (Buddha, K*risten, Tao) semua bisa mencapai NIRVANA. Saya pribadi sangat menghormati Buddha, Laozi, dan Yesus.

MONOTHEISTIK EKSTREM seperti Islam dan Yahudi yang nampaknya tidak pernah diajarkan  ANATTA / WU WO tapi malah memperbesar AKU/EGO dengan kepercayaan mereka mengani JEHOVAH dan ALLAH SWT yang sangat EKSTREM EGOIS yang tidak pernah mau DI-DUA-KAN. Inilah yang disebut sebagai MONOTHEISTIK EKSTREM! Tidak ada jalan menuju Nibbana/Nirwana untuk orang-orang ekstrem dengan tuhan-tuhan egois ekstrem seperti ini.

2) NON THEISME dalam arti tidak mempercayai Tuhan Pencipta Semesta yang membedakannya dengan hampir semua agama di dunia (kecuali Jainisme yang juga NON THEIS seperti Buddhisme)

3) Menerima AHIMSA sebagai SILA tertinggi. Sehingga Buddhisme adalah agama yang paling MANUSIAWI dibandingkan semua agama di dunia! Dan saya yakin inilah yang membuat Buddhisme sebagai THE BEST RELIGION. Dan dalam hal ini Hinduisme yang diwakili Mahatma Gandhi telah membuktikan kehebatan doktrin AHIMSA yang berlawanan dengan paham TEROR ala agama-agama Semit seperti Is*lam Ekstrem dan K*risten Esktrem yang atas nama TUHAN mereka boleh membunuh MANUSIA.

4) MENOLAK paham ETERNALISME dan NIHILISME terutama dalam konsep Parinirvana / Parinibbana (yang membuat mereka berdebat tanpa akhir). Hanya Buddha yang tahu apakah Buddha setelah parinibbana lenyap tak berbekas atau masih memberkati dunia ini dengan Trikaya Nya (yang menurut saya mencontek Tri-sarira Hindu)

5) Percaya bahwa diri sendiri yang bisa menyelamatkan diri sendiri. Namun dalam perjalanannya terpecah antara harus sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang melahirkan Theravada dan Mahayana.

6) Sama-sama meditasi/samadhi

7) Sama-sama memiliki Sangha yang selibat

Perbedaan Theravada dan Mahayana adalah

1) Theravada cenderung Atheis - Mahayana cenderung Theis
2) Theravada cenderung Nihilis - Mahayana cenderung Eternalis
3) Theravada cenderung Konservatif - Mahayana cenderung Liberal
4) Theravada cenderung Individualis/Egois - Mahayana cenderung Sosialis/Altruis
5) Theravada cenderung memakai Pikiran Kritis - Mahayana cenderung memakai Hati Kasih
 


Saya sudah posting komentar-komentar serupa di
PANDANGAN KRITIS TERHADAP THERAVADA di forum THERAVADA dan di
PANDANGAN KRITIS TERHADAP MAHAYANA di forum MAHAYANA.

Semoga Buddhisme (Mahayana + Theravada) di Indonesia bangkit kembali dan MENYEMPURNAKAN semua agama dengan AHIMSA.

Sadhu..sadhu..sadhu

Buddham Saranam Gacchami/Nammo Buddhaya

Thema (Theravada Mahayana)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 25 December 2010, 11:36:47 AM
3) Menerima AHIMSA sebagai SILA tertinggi.
Thema (Theravada Mahayana)

mohon referensi sutta/sutra untuk statement anda di atas.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 25 December 2010, 12:32:03 PM
mohon referensi sutta/sutra untuk statement anda di atas.

Baik Mahayana maupun Theravada sama-sama menempatkan sila ini sebagai sila pertama. Sebenarnya sila ini adalah adopsi dari ikrar pertama Jainisme.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 25 December 2010, 12:39:01 PM
http://en.wikipedia.org/wiki/Jainism
1.Non-violence (Ahimsa) – to cause no harm to living beings.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila_(Buddha)
1.Aku bertekad melatih diri untuk menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi.
1.Pānātipātā veramani sikkhapadam samādiyāmi
http://en.wikipedia.org/wiki/Five_Precepts
1. I undertake the training rule to abstain from taking life

Bahasa boleh beda tapi intinya sama. Jangan tercekat dengan kata-kata atau bahasa
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 25 December 2010, 01:10:54 PM
Baik Mahayana maupun Theravada sama-sama menempatkan sila ini sebagai sila pertama. Sebenarnya sila ini adalah adopsi dari ikrar pertama Jainisme.


seorang bayi yg baru lahir tidak akan melakukan pembunuhan, apakah seorang bayi memiliki sila tertinggi?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 25 December 2010, 01:20:41 PM
http://en.wikipedia.org/wiki/Jainism
1.Non-violence (Ahimsa) – to cause no harm to living beings.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila_(Buddha)
1.Aku bertekad melatih diri untuk menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi.
1.Pānātipātā veramani sikkhapadam samādiyāmi
http://en.wikipedia.org/wiki/Five_Precepts
1. I undertake the training rule to abstain from taking life

Bahasa boleh beda tapi intinya sama. Jangan tercekat dengan kata-kata atau bahasa

entah siapa yg menulis halaman wiki tersebut tapi saya tidak sependapat, IMO samadhi bukan dicapai melalui tidak membunuh, dan ini bukan sekedar perbedaan bahasa.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: tesla on 25 December 2010, 01:28:13 PM
Baik Mahayana maupun Theravada sama-sama menempatkan sila ini sebagai sila pertama. Sebenarnya sila ini adalah adopsi dari ikrar pertama Jainisme.

ya sudah benar jadi dilanjutkan aja... :)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 26 December 2010, 04:05:54 PM
seorang bayi yg baru lahir tidak akan melakukan pembunuhan, apakah seorang bayi memiliki sila tertinggi?
Haaa.... (pinjem kebiasaan ko Hendra)
Pikiran Bro Indra kok kritis sekali ya. ^-^
Khas Theravadin gitu lho. :))
Terbukti khan teori saya bahwa Theravada cenderung memakai citta kritis logis. =))
Apa ya hubungan bayi yang citta-nya belum berkembang sempurna dengan sila buddhis? :??
Kok kayaknya lebay (berlebihan) gitu lho. ;)
No offense ya Bro Indra. ^:)^
Saya hanya mengamati kecenderungan pikiran bro Indra saja yang super super kritis.
Jangan dianggap ad hominem. ^:)^
Sebaliknya saya kagum dengan ketajaman pikiran seorang Theravadin yang setajam silet (pinjem istilah bro Tan).
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 26 December 2010, 04:26:44 PM
entah siapa yg menulis halaman wiki tersebut tapi saya tidak sependapat, IMO samadhi bukan dicapai melalui tidak membunuh, dan ini bukan sekedar perbedaan bahasa.

Saya juga tidak memaksakan pendapat saya kepada Anda. Beda pendapat boleh-boleh saja khan dalam Buddhisme? Kalo nggak ya mana mungkin ada Theravada dan Mahayana. Asal dalam hal-hal yang pokok kita setuju.

Jadi dari 7 persamaan pokok Theravada dan Mahayana yang saya ungkapkan  sebelumnya itu, hanya satu ini (ahimsa sebagai sila tertinggi) yang bro Indra gak sependapat? Atau ada lagi?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 26 December 2010, 05:16:12 PM
Haaa.... (pinjem kebiasaan ko Hendra)
Pikiran Bro Indra kok kritis sekali ya. ^-^
Khas Theravadin gitu lho. :))
Terbukti khan teori saya bahwa Theravada cenderung memakai citta kritis logis. =))
Apa ya hubungan bayi yang citta-nya belum berkembang sempurna dengan sila buddhis? :??
Kok kayaknya lebay (berlebihan) gitu lho. ;)
No offense ya Bro Indra. ^:)^
Saya hanya mengamati kecenderungan pikiran bro Indra saja yang super super kritis.
Jangan dianggap ad hominem. ^:)^
Sebaliknya saya kagum dengan ketajaman pikiran seorang Theravadin yang setajam silet (pinjem istilah bro Tan).

Nah,benerkan....itulah yang anda inginkan.Memberi umpan dan menikmati.Karena kecenderungan anda yang berpikir,anda menemukan suatu rahasia besar.Dan anda menikmati itu.Anda sudah tahu,bro Indra akan menjawab seperti itu.Tapi 1hal,seorang yang berpikiran kritis tidak akan mudah digoyahkan apa yang dia yakini.

Seharusnya dengan kemampuan anda yang seperti itu anda bisa membuat dana dhamma yang besar dengan mengajarkan orang supaya mengerti Buddhisme.Karena anda SANGAT AHLI dalam mengenali dan mempelajari kecenderungan seseorang.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhitthana on 26 December 2010, 10:35:51 PM
Saya juga tidak memaksakan pendapat saya kepada Anda. Beda pendapat boleh-boleh saja khan dalam Buddhisme? Kalo nggak ya mana mungkin ada Theravada dan Mahayana. Asal dalam hal-hal yang pokok kita setuju.

Jadi dari 7 persamaan pokok Theravada dan Mahayana yang saya ungkapkan  sebelumnya itu, hanya satu ini (ahimsa sebagai sila tertinggi) yang bro Indra gak sependapat? Atau ada lagi?
Sejak kapan dalam ajaran Buddha menempatkan Ahimsa sebagai sila tertinggi?  ::)
apa bunyi/isi yg terkandung dalam ahimsa ??  ???

Loe mao bikin aliran baru lagi yaah??  8)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Mahadeva on 27 December 2010, 08:01:31 AM
Sejak kapan dalam ajaran Buddha menempatkan Ahimsa sebagai sila tertinggi?  ::)
apa bunyi/isi yg terkandung dalam ahimsa ??  ???

Loe mao bikin aliran baru lagi yaah??  8)

iya, ga pernah tuh ahimsa sebagai sila tertinggi...kalo jain iya......orang ga bunuh hewan, tetep aja hewan itu mati suatu saat...hal2 yang tidak kekal seperti kehidupan dan usaha mempertahankan kehidupan bukanlah hal yang berharga dan layak untuk dilekati.....cuma nibbana saja.....

kadang orang banyak salah kira kalao buddhisme cuma melulu kegiatan sosial dan kasih...padahal lebih dari itu
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 27 December 2010, 08:12:50 AM
Haaa.... (pinjem kebiasaan ko Hendra)
Pikiran Bro Indra kok kritis sekali ya. ^-^
Khas Theravadin gitu lho. :))
Terbukti khan teori saya bahwa Theravada cenderung memakai citta kritis logis. =))
Apa ya hubungan bayi yang citta-nya belum berkembang sempurna dengan sila buddhis? :??
Kok kayaknya lebay (berlebihan) gitu lho. ;)
No offense ya Bro Indra. ^:)^
Saya hanya mengamati kecenderungan pikiran bro Indra saja yang super super kritis.
Jangan dianggap ad hominem. ^:)^
Sebaliknya saya kagum dengan ketajaman pikiran seorang Theravadin yang setajam silet (pinjem istilah bro Tan).

Ketika saya mencoba untuk membantah teori anda tentang sila tertinggi, anda menambahkan term and condition baru tentang citta yg telah berkembang sempurna. mohon anda menjelaskan tentang bagaimana citta yg sempurna ini? atau mungkin lebih baik anda menjelaskan terlebih dulu secara lengkap teori anda tentang ahimsa sebagai sila tertinggi lengkap dengan segala term & conditionnya agar saya dapat memahami maksud anda dan tidak perlu mengajukan pertanyaan2 bodoh.

ketika seseorang membunuh orang lain, apakah dia bisa berkata: "jangan dianggap saya membunuh, saya hanya membantunya agar segera reinkarnasi sehingga ia dapat memperoleh kehidupan yg lebih baik dalam kehidupan berikutnya." dan ia selamat dari hukuman?
contoh ini adalah sehubungan dengan ad hominem yg anda lakukan, anda mengatakan "jangan dianggap ad hominem", tetapi kenyataannya, bukannya menilai tulisan saya, anda malah mengomentari pribadi saya. apakah menurut anda ini adalah ad hominem atau bukan?

walaupun saya mempelajari ajaran Theravada namun saya pribadi tidak berani dan tidak pernah mengaku sebagai theravadin. penilaian anda terhadap saya hanyalah spekulasi anda.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 27 December 2010, 02:33:07 PM
Bro Indra,

Sabar ya. Satu dua hari lagi akan saya jawab. :))

Memang ini adalah topik yang HOT, karena saya sedang mengamati KECENDERUNGAN pola pikir Theravadin maupun Mahayanist di Dhammacitta ini.

Termasuk pikiran Buddhist saya sendiri yang terjebak di tengah-tengahnya. =))

Saya seperti terjepit di tengah-tengah singa carnivore Theravada dan gajah herbivore Mahayana.

Yang satu ganas dan bisa memangsa manusia kalau diganggu - dan yang satu lagi besar dan bisa bikin gepeng manusia kalau diganggu  ;D

Citta & Metta

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: rooney on 27 December 2010, 02:40:20 PM
Bro Indra,

Sabar ya. Satu dua hari lagi akan saya jawab. :))

Memang ini adalah topik yang HOT, karena saya sedang mengamati KECENDERUNGAN pola pikir Theravadin maupun Mahayanist di Dhammacitta ini.

Termasuk pikiran Buddhist saya sendiri yang terjebak di tengah-tengahnya. =))

Saya seperti terjepit di tengah-tengah singa carnivore Theravada dan gajah herbivore Mahayana.

Yang satu ganas dan bisa memangsa manusia kalau diganggu - dan yang satu lagi besar dan bisa bikin gepeng manusia kalau diganggu  ;D

Citta & Metta

Wkwkwk... kek ada yang makan orang aja, uda langsung jawab aja, kelamaan kalo pake analisa
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 27 December 2010, 02:57:24 PM
hmmm, sepertinya ada yang mau adu domba nih, ckckckck
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 27 December 2010, 04:59:46 PM
hmmm, sepertinya ada yang mau adu domba nih, ckckckck
Ada kecenderungan pikiran yang mendapat perasaan menyenangkan ketika dia berhasil memberikan rasa tidak menyenangkan kepada orang lain. Dimana emosi yang satu berloncatan kemana-mana.Dan emosi yang lain berkeliaran.Ada perasaan puas dan senang ketika melihat seperti itu.Sehingga dia ingin melakukan terus dan terus...menjadi ketagihan karena itu.

Kecenderungan pikirannya memakan dengan rakus semua objek pikirannya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 27 December 2010, 09:26:57 PM
Bro Indra,

Sabar ya. Satu dua hari lagi akan saya jawab. :))



Memang ini adalah topik yang HOT, karena saya sedang mengamati KECENDERUNGAN pola pikir Theravadin maupun Mahayanist di Dhammacitta ini.

Termasuk pikiran Buddhist saya sendiri yang terjebak di tengah-tengahnya. =))

Saya seperti terjepit di tengah-tengah singa carnivore Theravada dan gajah herbivore Mahayana.

Yang satu ganas dan bisa memangsa manusia kalau diganggu - dan yang satu lagi besar dan bisa bikin gepeng manusia kalau diganggu  ;D

Citta & Metta



sudah bisa membaca pikiran orang lain, :))
jadi tukang ramal aja ^:)^
 =)) =))
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 27 December 2010, 09:29:32 PM
Saya juga tidak memaksakan pendapat saya kepada Anda. Beda pendapat boleh-boleh saja khan dalam Buddhisme? Kalo nggak ya mana mungkin ada Theravada dan Mahayana. Asal dalam hal-hal yang pokok kita setuju.

Jadi dari 7 persamaan pokok Theravada dan Mahayana yang saya ungkapkan  sebelumnya itu, hanya satu ini (ahimsa sebagai sila tertinggi) yang bro Indra gak sependapat? Atau ada lagi?

saya tidak sependapat :)) :))

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhitthana on 27 December 2010, 11:27:25 PM
hmmm, sepertinya ada yang mau adu domba nih, ckckckck

Kayaknya ini "teman lama" om kumis  ;D
cuma ganti kulit n penampilan ......
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 28 December 2010, 12:06:49 AM
Saya juga tidak memaksakan pendapat saya kepada Anda. Beda pendapat boleh-boleh saja khan dalam Buddhisme? Kalo nggak ya mana mungkin ada Theravada dan Mahayana. Asal dalam hal-hal yang pokok kita setuju.

Jadi dari 7 persamaan pokok Theravada dan Mahayana yang saya ungkapkan  sebelumnya itu, hanya satu ini (ahimsa sebagai sila tertinggi) yang bro Indra gak sependapat? Atau ada lagi?

saya lebih suka membahas satu demi satu. setelah mengenai ahimsa ini kita tuntaskan, baru saya akan mempertimbangkan apakah akan melanjutkan ke hal yg lain atau tidak.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 28 December 2010, 06:39:21 AM
http://en.wikipedia.org/wiki/Jainism
1.Non-violence (Ahimsa) – to cause no harm to living beings.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila_(Buddha)
1.Aku bertekad melatih diri untuk menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi.
1.Pānātipātā veramani sikkhapadam samādiyāmi
http://en.wikipedia.org/wiki/Five_Precepts
1. I undertake the training rule to abstain from taking life

Bahasa boleh beda tapi intinya sama. Jangan tercekat dengan kata-kata atau bahasa

jangan dipaksakan 'sama' dengan alasan bahasa beda tapi intinya sama.
itu sama saja pembenaran utk anda sendiri.


 _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 28 December 2010, 07:08:04 AM
Quote
Adhitthana

Sejak kapan dalam ajaran Buddha menempatkan Ahimsa sebagai sila tertinggi? 
apa bunyi/isi yg terkandung dalam ahimsa ?? 

Loe mao bikin aliran baru lagi yaah?? 

Quote
Raynoism:
iya, ga pernah tuh ahimsa sebagai sila tertinggi...kalo jain iya......orang ga bunuh hewan, tetep aja hewan itu mati suatu saat...hal2 yang tidak kekal seperti kehidupan dan usaha mempertahankan kehidupan bukanlah hal yang berharga dan layak untuk dilekati.....cuma nibbana saja.....

Karena tanggapan bro Adhitthana dan bro Raynoism sejenis maka saya tanggapi barengan aja. Maaf kalau penjelasannya sangat panjang.

Pertama-tama, adalah mengenai ahimsa itu sendiri. A-himsa umumnya diterjemahkan sebagai non-violence / anti kekerasan namun arti sebenarnya adalah ‘tidak kejam/keras’ . Himsa itu artinya kejam/keras atau kekejaman/kekerasan.

Tindak kekerasan fisik seperti memukul, menampar, menendang, melukai dengan senjata, memperkosa, membunuh, dll adalah bentuk-bentuk kekejaman.

Tapi kekejaman/kekerasan yang paling ekstrem adalah pembunuhan. Lama-lama ahimsa diidentikkan dengan mengindari pembunuhan saja.

Karena itu ketika Buddha hidup, ahimsa identik dengan menghindari pembunuhan padahal arti sesungguhnya lebih luas dari itu, mencakup semua bentuk kekejaman/kekerasan fisik.

Ahimsa adalah ajaran khas Jainisme. Selain itu, Jainisme mengajarkan mengenai Jiva yang erat kaitannya dengan ahimsa.

Istilah Jiva ini diserap dalam bahasa Indonesia sebagai Jiwa yang artinya lebih kurang sama dengan Roh.

Padahal Jiva sendiri sebenarnya berarti ‘hidup’ atau ‘kehidupan’. Jadi pengertian Jiva jelas sedikit berbeda dengan pengertian Atta/Atman/Roh.

Menurut Jainisme bahkan tumbuhan pun punya Jiva karena tumbuhan adalah makhluk ‘hidup’ (kepercayaan ini kemudian direvisi oleh Buddhisme yang menganggap tumbuhan sebagai bukan makhluk hidup).

Jadi menebang pohon atau mencabut rumput pun oleh Jainisme sudah dianggap membunuh ‘kehidupan’ alias sudah membunuh ‘Jiva’ dan berarti sudah melakukan ‘Himsa’ / Kekerasan.

Dalam Vinaya, kalau tidak salah, ada aturan Bhikkhu tidak boleh menebang pohon. Ini jelas-jelas adalah jejak aturan Jainisme yang diserap ke dalam Vinaya Buddhisme.

Dan jangan lupa bahwa orang yang diangap paling kompeten dalam Vinaya adalah Upali, seorang mantan Jainisme.
 
Apa yang dikonsumsi pengikut Jainisme sehari-hari bila tumbuhan pun dianggap sebagai makhluk hidup yang tidak boleh dibunuh ? Kalau penganut Jainisme itu seorang Savaka / Sravaka (= Upasaka dalam Buddhisme, Sravaka dalam Buddhisme kemudian punya arti lain)  maka dia hanya akan mengkonsumsi buah-buahan yang umumnya tidak membunuh pohon-nya misalnya buah mangga, jambu, dll atau biji-bijian seperti gandum/padi dengan syarat mereka hanya mengambil bijinya dan tidak memotong batangnya apalagi mencabut akarnya.

Sedangkan seorang Sadhu (=bhikkhu dalam Buddhisme) selain hanya mengkonsumsi buah-buahan dan biji-bijian seperti Savaka, ditambah dengan aturan membatasi makan yaitu hanya makan sekali sehari (tradisi ini masih dapat dilihat dalam vihara Theravada) dan itupun dalam porsi yang sangat sedikit.

Sadhu suka melakukan puasa karena menurut mereka tubuh ini adalah sarangnya keinginan/nafsu (dan konsep yang sama diadopsi sebagai ‘tanha’ dalam Buddhisme) dan nafsu/tanha itu harus dilawan sekuat tenaga termasuk nafsu makan. Karena itu kadang ada Sadhu yang berpuasa sekian puluh hari tidak makan sama sekali! Ini adalah tradisi penyiksaan diri. Buddha pernah terjerumus ke dalamnya.

By the way, penggunaan istilah ‘Sadhu, Sadhu, Sadhu’ yang kini artinya lebih kurang adalah ‘Damai, Damai, Damai’ pada akhir artikel ‘Buddhisme’ jelas diambil dari istilah ‘pertapa Jainisme’ yang memang cinta kehidupan dan ‘cinta damai’ alias anti perang karena dalam perang pasti ada pembunuhan alias ada kehidupan yang tercabut dari akarnya.

Sang Buddha tertarik melepaskan kehidupan duniawinya dan menjadi pertapa setelah Beliau melihat orang tua, sakit, mati dan seorang Sadhu / pertapa Jainisme yang bersamadhi dengan begitu tenang dan damai yang memberiNya dorongan untuk mengikuti jejak Sadhu itu.
 
Bahkan setelah Gotama menjadi Buddha pun, Beliau sebagai mantan Jainisme tetap menghargai Lima Ikrar Jainisme, yang mana Ahmisa sebagai Ikrar Tertinggi dalam Jainisme ditempatkan di urutan pertama/teratas/tertinggi.

Buddha Gotama memperkenalkan Pancasila kepada orang awam yang sebenarnya merupakan revisi dari Lima Ikrar Jainisme. (Kalau tak percaya silahkan periksa ke link wikipedia yang telah saya berikan untuk sila ahimsa/tak membunuh itu, bandingkan antara Lima Ikrar Jainisme dan Panca Sila Buddhisme, sungguh mirip sekali.).

Khusus mengenai puasa makan yang sangat menyiksa diri, Buddha menentangnya dengan keras karena Beliau sendiri nyaris meninggal karena itu. Jadi Buddha kemudian mengambil tradisi Jain lain yang lebih moderat yaitu hanya makan sekali sehari, dan pola makannya pun tidak melulu buah-buahan/biji-bijan namun lebih longgar dengan boleh makan sayur/umbi (yang menurut Jainisme ini sudah melanggar ikrar Ahimsa).

Bagaimanapun juga, Buddha Gotama tetap menjunjung tinggi ‘Ahimsa’ (yang telah Beliau revisi maknanya) sebagai Sila Tertinggi yang diurutkan di nomor satu alias paling atas.

Revisinya berbunyi menghindari ‘pembunuhan’ makhluk ‘hidup’ dengan makna ‘makhluk hidup’ yang mengalami pergeseran. Tumbuhan, apapun jenisnya, biji-bijian, umbi-umbian, sayur-sayuran, dll tidak lagi dianggap sebagai makhluk hidup sehingga boleh dimakan.

Bahkan hewan yang masih dianggap makhluk hidup pun oleh Buddhisme Theravada  boleh dimakan dagingnya dalam kasus tertentu dengan syarat tertentu.

Di pihak lain, Buddhisme Mahayana melarang pembunuhan hewan untuk diambil dagingnya, yang oleh Theravada, Mahayana dianggap mengikuti anjuran sesat Devadatta, padahal sesungguhnya tidaklah demikian.

Penduduk India sudah ratusan tahun mengenal tradisi Sadhu Jainisme, ketika Bhikhhu mulai muncul. Bagi penduduk India saat itu, Bhikkhu adalah sejenis Sadhu gaya baru.

Penduduk India tetap menghormati kebiasaan Ahimsa ala Jainisme. Jadi mereka memberikan makanan tak ber‘jiwa’ kepada Bhikkhu, dengan lebih banyak variasi, tidak hanya buah dan biji, namun juga umbi dan sayur, karena makna ‘jiwa’ yang sudah bergeser tersebut.

Penduduk India tak berani memberikan daging kepada Bhikkhu karena takut menerima karma buruk bila kondisi dan syarat tertentu itu tak bisa dipenuhi. Lagipula mereka merasa syarat itu mustahil dipenuhi seperti syarat bahwa hewan itu tidak dengan sengaja dibunuh untuk dipersembahkan kepada bhikkhu.

Ditambah lagi mayoritas penduduk India jarang makan daging, mereka hanya makan daging sesekali ketika ada korban sapi/domba yang diselenggarakan para Brahmana (kebiasaan Brahmana ini kemudian berangsur-angsur berubah setelah dipengaruhi/ dikritik Buddhisme dan Jainisme sehingga sapi kemudian menjadi hewan suci yang tidak boleh dibunuh/dikorbankan dalam agama Hindu namun perlu waktu hingga ratusan tahun setelah Sang Buddha parinibbana untuk mengubah kebiasaan korban ala Brahmana yang mirip tradisi korban ala Is*lam saat Idul Adha itu).

Jadi dapat dipastikan bahwa tradisi pola makan vegetarian Mahayana, baik bhiksu/ni maupun awamnya, diturunkan dari tradisi Buddhisme di India saat itu dan bukan karena mengikuti anjuran Devadatta.

Dalam tradisi Mahayana, makan daging sama saja dengan membunuh hewan dan bertentangan dengan maitri karuna seorang Bodhisattva. Namun Mahayana hanya mewajibkan vegetarian pada bhiksu/ni, sedangkan umat awam tidak diwajibkan, melainkan hanya dianjurkan untuk mengurangi makan daging, dan kalau bisa tidak makan daging sama sekali tentu dianggap lebih bagus lagi. Mahayana mengkaitkan praktek vegetarian sebagai praktek dari sila pertama yang ‘tidak membunuh kehidupan’.

‘Pembunuhan’ yang paling dilarang dalam Buddhisme (baik Theravada maupun Mahayana)  adalah pembunuhan sesama manusia.

Nah sekarang coba simak kembali yang saya kutip dari wikipedia di bawah ini

Quote
http://en.wikipedia.org/wiki/Jainism  (http://en.wikipedia.org/wiki/Jainism)
1.Non-violence (Ahimsa) – to cause no harm to living beings.

 http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila_(Buddha)  (http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila_(Buddha))
1.Aku bertekad melatih diri untuk menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi.
1.Pānātipātā veramani sikkhapadam samādiyāmi

 http://en.wikipedia.org/wiki/Five_Precepts  (http://en.wikipedia.org/wiki/Five_Precepts)
1.   I undertake the training rule to abstain from taking life

Jainisme menyebutkan ahimsa sebagai tidak melukai makhluk hidup. Dipakai kata harm/melukai karena ini memang sesuai dengan yang dimaksud sebagai tindak kekejaman/kekerasan dalam Jainisme seperti yang sudah saya uraikan sebelumnya.

Lalu di wikipedia versi Indonesia ada kata-kata ‘menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan)’ .
{Kutipan wikipedia versi Indonesia ini sempat dikritik Bro Indra yang mengatakan bahwa tidak ada kaitan sila menghindari pembunuhan dengan Samadhi, dan kayaknya Bro Indra benar, karena sepanjang yang saya tahu, Theravada tak mengkaitkan sila ini dengan Samadhi, entah siapa yang menulis di wikipedia tersebut, tapi lupakan/hapus embel-embel Samadhi itu, maka kita akan menemukan kemiripannya)

Lalu di wikipedia versi Inggris: saya melatih aturan/sila untuk tidak mengambil kehidupan Perhatikan pemakaian kata life / kehidupan yang menunjukkan jejak ajaran Jainisme. Padahal bisa saja ditulis ‘not kill’ atau “no killing” yang lebih singkat bukan? Daripada ‘to abstain from taking life’ yang kepanjangan dan bertele-tele.  Dan di sini nggak ada embel-embel Samadhi. Haaaa…Kok versi Englishnya beda ama Indonesianya. Gak tau ah.. Gelap.  ;D

Setelah saya jelaskan panjang lebar, apakah bro Adhit dan bro Ray bisa memahami statement saya mengenai Ahimsa sebagai Sila Tertinggi? .

Saya mengeluarkan statement tersebut setelah saya mempelajari dengan seksama berbagai ajaran/aliran keagamaan dan filosofi yang tumbuh dan berkembang ketika Buddha Gotama hidup terutama Jainisme dan Brahmanisme.

Kalau memang istilah Tertinggi terasa tidak tepat bagi bro berdua, baiklah saya ganti dengan istilah Pertama saja,

Juga kalau istilah Ahimsa terasa tidak pas maka saya revisi dengan Tidak Membunuh saja

Jadi saya revisi dari Ahimsa sebagai Sila Tertinggi menjadi Tidak Membunuh sebagai Sila Pertama , Puas?

Dengan revisi ini saya harap tidak menimbulkan penafsiran yang bukan-bukan seolah-olah saya hendak mendirikan agama baru. =)) =))

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 28 December 2010, 07:11:24 AM
Quote
Indra:

Ketika saya mencoba untuk membantah teori anda tentang sila tertinggi, anda menambahkan term and condition baru tentang citta yg telah berkembang sempurna. mohon anda menjelaskan tentang bagaimana citta yg sempurna ini? atau mungkin lebih baik anda menjelaskan terlebih dulu secara lengkap teori anda tentang ahimsa sebagai sila tertinggi lengkap dengan segala term & conditionnya agar saya dapat memahami maksud anda dan tidak perlu mengajukan pertanyaan2 bodoh.

Bro Indra yang baik, penjelasan mengenai Ahimsa sebagai sila tertinggi sudah saya jelaskan di posting sebelumnya, yang sekaligus menjawab bro Ray dan bro Adhit.

Mengenai citta seorang bayi, saya balik bertanya kepada Anda, apakah citta seorang bayi sama atau berbeda dengan citta seorang dewasa? Itu yang menjawab istilah citta yang belum berkembang sempurna , bukan citta sempurna (artinya berbeda lho kalau kata ‘belum berkembang’ dihilangkan). Coba Bro Indra simak lagi komentar saya itu.

Quote
ketika seseorang membunuh orang lain, apakah dia bisa berkata: "jangan dianggap saya membunuh, saya hanya membantunya agar segera reinkarnasi sehingga ia dapat memperoleh kehidupan yg lebih baik dalam kehidupan berikutnya." dan ia selamat dari hukuman?

Tidak.

Quote
contoh ini adalah sehubungan dengan ad hominem yg anda lakukan, anda mengatakan "jangan dianggap ad hominem", tetapi kenyataannya, bukannya menilai tulisan saya, anda malah mengomentari pribadi saya. apakah menurut anda ini adalah ad hominem atau bukan?

Ya deh. Sekali lagi kalau itu dianggap sebagai ad hominem, saya minta maaf. Sorry. ^:)^ Peace.

Quote
walaupun saya mempelajari ajaran Theravada namun saya pribadi tidak berani dan tidak pernah mengaku sebagai theravadin. penilaian anda terhadap saya hanyalah spekulasi anda.

Bro, saya tidak begitu mengerti dengan kalimat Bro di atas, apakah maksudnya Bro Indra bukan pengikut Theravada walaupun mempelajari Theravada ---- atau --- Bro Indra adalah pengikut Theravada namun tidak mau disebut Theravadin, yang mungkin istilah Theravadin ini memiliki makna khusus yang berbeda dengan yang saya mengerti? Yang mana dalam pengertian saya Theravadin = pengikut Theravada.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 28 December 2010, 07:12:38 AM
Quote
Nah, benerkan....itulah yang anda inginkan. Memberi umpan dan menikmati. Karena kecenderungan anda yang berpikir, anda menemukan suatu rahasia besar.Dan anda menikmati itu. Anda sudah tahu,bro Indra akan menjawab seperti itu. Tapi 1 hal, seorang yang berpikiran kritis tidak akan mudah digoyahkan apa yang dia yakini.

Seharusnya dengan kemampuan anda yang seperti itu anda bisa membuat dana dhamma yang besar dengan mengajarkan orang supaya mengerti Buddhisme. Karena anda SANGAT AHLI dalam mengenali dan mempelajari kecenderungan seseorang.

Nggak sangat ahli, Sis. Buktinya kata bro Indra saya salah tuh. :(

Jujur, saya tidak menduga Bro Indra akan menjawab seperti itu, makanya saya terkejut dengan jalan pikirannya. :o

Dan saya sama sekali tidak menikmatinya, saya bukan tipe orang seperti itu Sis, tapi saya malah merasa aneh dengan jalan pikiran Bro Indra, mengapa lagi bahas sila ehhh… kok dihubungkan dengan bayi. :??

Kemudian, setelah membongkar file-file di otak saya, saya teringat bahwa Theravada biasanya membantah nilai luhur vegetarianisme Mahayana dengan menggunakan perbandingan sarkastik antara seorang vegetarian dengan seekor sapi yang herbivore, dengan gaya pertanyaan yang mirip sekali dengan Bro Indra. ;D

Jadi saya langsung menebak Bro Indra dari Theravada. Tapi sekali lagi, ternyata tebakan saya salah, Sis Sri.  :))

Nah lho?  Sis Sri koq juga ‘SANGAT AHLI’ mempelajari kecenderungan pikiran saya?  Wah seharusnya Sis Sri juga punya kemampuan membuat dana dhamma yang besar. =))

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 28 December 2010, 07:16:05 AM
Setelah mendapat banyak masukan dari rekan-rekan sekalian, saya harus merevisi ulang rumusan persamaan PEMIKIRAN antara Theravada dan Mahayana agar lebih fokus dari tujuh menjadi dua saja yaitu

1)   An-atta [Pali] / An-atman [Sanskrit ] yang dengan Dukkha dan Anicca [Pali] / Anitya [Sanskrit] membentuk Tilakkhana (= Tiga Corak = Anatta – Dukkha – Anicca) sebagai ajaran paling basic dari Buddhisme.
2)   Pari-nibbana [Pali] / Pari-nirvana [Sanskrit] yang Non Nihilis dan Non Eternalis

Kesampingkan dulu Sila Samadhi Prajna alias Ariya Magga ataupun Non Theisme

Jadi, sekali lagi, menurut saya, hanya ada DUA PERSAMAAN PEMIKIRAN yang sangat basic antara Theravada dan Mahayana :
1)    ANATTA
2)    PARINIBBANA yang bukan nihilis bukan eternalis.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 28 December 2010, 08:29:56 AM
Karena tanggapan bro Adhitthana dan bro Raynoism sejenis maka saya tanggapi barengan aja. Maaf kalau penjelasannya sangat panjang.

Pertama-tama, adalah mengenai ahimsa itu sendiri. A-himsa umumnya diterjemahkan sebagai non-violence / anti kekerasan namun arti sebenarnya adalah ‘tidak kejam/keras’ . Himsa itu artinya kejam/keras atau kekejaman/kekerasan.

Tindak kekerasan fisik seperti memukul, menampar, menendang, melukai dengan senjata, memperkosa, membunuh, dll adalah bentuk-bentuk kekejaman.

Tapi kekejaman/kekerasan yang paling ekstrem adalah pembunuhan. Lama-lama ahimsa diidentikkan dengan mengindari pembunuhan saja.

Karena itu ketika Buddha hidup, ahimsa identik dengan menghindari pembunuhan padahal arti sesungguhnya lebih luas dari itu, mencakup semua bentuk kekejaman/kekerasan fisik.

Ahimsa adalah ajaran khas Jainisme. Selain itu, Jainisme mengajarkan mengenai Jiva yang erat kaitannya dengan ahimsa.

Istilah Jiva ini diserap dalam bahasa Indonesia sebagai Jiwa yang artinya lebih kurang sama dengan Roh.

Padahal Jiva sendiri sebenarnya berarti ‘hidup’ atau ‘kehidupan’. Jadi pengertian Jiva jelas sedikit berbeda dengan pengertian Atta/Atman/Roh.

Menurut Jainisme bahkan tumbuhan pun punya Jiva karena tumbuhan adalah makhluk ‘hidup’ (kepercayaan ini kemudian direvisi oleh Buddhisme yang menganggap tumbuhan sebagai bukan makhluk hidup).

Jadi menebang pohon atau mencabut rumput pun oleh Jainisme sudah dianggap membunuh ‘kehidupan’ alias sudah membunuh ‘Jiva’ dan berarti sudah melakukan ‘Himsa’ / Kekerasan.

Dalam Vinaya, kalau tidak salah, ada aturan Bhikkhu tidak boleh menebang pohon. Ini jelas-jelas adalah jejak aturan Jainisme yang diserap ke dalam Vinaya Buddhisme.

Dan jangan lupa bahwa orang yang diangap paling kompeten dalam Vinaya adalah Upali, seorang mantan Jainisme.
 
Apa yang dikonsumsi pengikut Jainisme sehari-hari bila tumbuhan pun dianggap sebagai makhluk hidup yang tidak boleh dibunuh ? Kalau penganut Jainisme itu seorang Savaka / Sravaka (= Upasaka dalam Buddhisme, Sravaka dalam Buddhisme kemudian punya arti lain)  maka dia hanya akan mengkonsumsi buah-buahan yang umumnya tidak membunuh pohon-nya misalnya buah mangga, jambu, dll atau biji-bijian seperti gandum/padi dengan syarat mereka hanya mengambil bijinya dan tidak memotong batangnya apalagi mencabut akarnya.

Sedangkan seorang Sadhu (=bhikkhu dalam Buddhisme) selain hanya mengkonsumsi buah-buahan dan biji-bijian seperti Savaka, ditambah dengan aturan membatasi makan yaitu hanya makan sekali sehari (tradisi ini masih dapat dilihat dalam vihara Theravada) dan itupun dalam porsi yang sangat sedikit.

Sadhu suka melakukan puasa karena menurut mereka tubuh ini adalah sarangnya keinginan/nafsu (dan konsep yang sama diadopsi sebagai ‘tanha’ dalam Buddhisme) dan nafsu/tanha itu harus dilawan sekuat tenaga termasuk nafsu makan. Karena itu kadang ada Sadhu yang berpuasa sekian puluh hari tidak makan sama sekali! Ini adalah tradisi penyiksaan diri. Buddha pernah terjerumus ke dalamnya.

By the way, penggunaan istilah ‘Sadhu, Sadhu, Sadhu’ yang kini artinya lebih kurang adalah ‘Damai, Damai, Damai’ pada akhir artikel ‘Buddhisme’ jelas diambil dari istilah ‘pertapa Jainisme’ yang memang cinta kehidupan dan ‘cinta damai’ alias anti perang karena dalam perang pasti ada pembunuhan alias ada kehidupan yang tercabut dari akarnya.

Sang Buddha tertarik melepaskan kehidupan duniawinya dan menjadi pertapa setelah Beliau melihat orang tua, sakit, mati dan seorang Sadhu / pertapa Jainisme yang bersamadhi dengan begitu tenang dan damai yang memberiNya dorongan untuk mengikuti jejak Sadhu itu.
 
Bahkan setelah Gotama menjadi Buddha pun, Beliau sebagai mantan Jainisme tetap menghargai Lima Ikrar Jainisme, yang mana Ahmisa sebagai Ikrar Tertinggi dalam Jainisme ditempatkan di urutan pertama/teratas/tertinggi.

Buddha Gotama memperkenalkan Pancasila kepada orang awam yang sebenarnya merupakan revisi dari Lima Ikrar Jainisme. (Kalau tak percaya silahkan periksa ke link wikipedia yang telah saya berikan untuk sila ahimsa/tak membunuh itu, bandingkan antara Lima Ikrar Jainisme dan Panca Sila Buddhisme, sungguh mirip sekali.).

Khusus mengenai puasa makan yang sangat menyiksa diri, Buddha menentangnya dengan keras karena Beliau sendiri nyaris meninggal karena itu. Jadi Buddha kemudian mengambil tradisi Jain lain yang lebih moderat yaitu hanya makan sekali sehari, dan pola makannya pun tidak melulu buah-buahan/biji-bijan namun lebih longgar dengan boleh makan sayur/umbi (yang menurut Jainisme ini sudah melanggar ikrar Ahimsa).

Bagaimanapun juga, Buddha Gotama tetap menjunjung tinggi ‘Ahimsa’ (yang telah Beliau revisi maknanya) sebagai Sila Tertinggi yang diurutkan di nomor satu alias paling atas.

Revisinya berbunyi menghindari ‘pembunuhan’ makhluk ‘hidup’ dengan makna ‘makhluk hidup’ yang mengalami pergeseran. Tumbuhan, apapun jenisnya, biji-bijian, umbi-umbian, sayur-sayuran, dll tidak lagi dianggap sebagai makhluk hidup sehingga boleh dimakan.

Bahkan hewan yang masih dianggap makhluk hidup pun oleh Buddhisme Theravada  boleh dimakan dagingnya dalam kasus tertentu dengan syarat tertentu.

Di pihak lain, Buddhisme Mahayana melarang pembunuhan hewan untuk diambil dagingnya, yang oleh Theravada, Mahayana dianggap mengikuti anjuran sesat Devadatta, padahal sesungguhnya tidaklah demikian.

Penduduk India sudah ratusan tahun mengenal tradisi Sadhu Jainisme, ketika Bhikhhu mulai muncul. Bagi penduduk India saat itu, Bhikkhu adalah sejenis Sadhu gaya baru.

Penduduk India tetap menghormati kebiasaan Ahimsa ala Jainisme. Jadi mereka memberikan makanan tak ber‘jiwa’ kepada Bhikkhu, dengan lebih banyak variasi, tidak hanya buah dan biji, namun juga umbi dan sayur, karena makna ‘jiwa’ yang sudah bergeser tersebut.

Penduduk India tak berani memberikan daging kepada Bhikkhu karena takut menerima karma buruk bila kondisi dan syarat tertentu itu tak bisa dipenuhi. Lagipula mereka merasa syarat itu mustahil dipenuhi seperti syarat bahwa hewan itu tidak dengan sengaja dibunuh untuk dipersembahkan kepada bhikkhu.

Ditambah lagi mayoritas penduduk India jarang makan daging, mereka hanya makan daging sesekali ketika ada korban sapi/domba yang diselenggarakan para Brahmana (kebiasaan Brahmana ini kemudian berangsur-angsur berubah setelah dipengaruhi/ dikritik Buddhisme dan Jainisme sehingga sapi kemudian menjadi hewan suci yang tidak boleh dibunuh/dikorbankan dalam agama Hindu namun perlu waktu hingga ratusan tahun setelah Sang Buddha parinibbana untuk mengubah kebiasaan korban ala Brahmana yang mirip tradisi korban ala Is*lam saat Idul Adha itu).

Jadi dapat dipastikan bahwa tradisi pola makan vegetarian Mahayana, baik bhiksu/ni maupun awamnya, diturunkan dari tradisi Buddhisme di India saat itu dan bukan karena mengikuti anjuran Devadatta.

Dalam tradisi Mahayana, makan daging sama saja dengan membunuh hewan dan bertentangan dengan maitri karuna seorang Bodhisattva. Namun Mahayana hanya mewajibkan vegetarian pada bhiksu/ni, sedangkan umat awam tidak diwajibkan, melainkan hanya dianjurkan untuk mengurangi makan daging, dan kalau bisa tidak makan daging sama sekali tentu dianggap lebih bagus lagi. Mahayana mengkaitkan praktek vegetarian sebagai praktek dari sila pertama yang ‘tidak membunuh kehidupan’.

‘Pembunuhan’ yang paling dilarang dalam Buddhisme (baik Theravada maupun Mahayana)  adalah pembunuhan sesama manusia.

Nah sekarang coba simak kembali yang saya kutip dari wikipedia di bawah ini

Jainisme menyebutkan ahimsa sebagai tidak melukai makhluk hidup. Dipakai kata harm/melukai karena ini memang sesuai dengan yang dimaksud sebagai tindak kekejaman/kekerasan dalam Jainisme seperti yang sudah saya uraikan sebelumnya.

Lalu di wikipedia versi Indonesia ada kata-kata ‘menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan)’ .
{Kutipan wikipedia versi Indonesia ini sempat dikritik Bro Indra yang mengatakan bahwa tidak ada kaitan sila menghindari pembunuhan dengan Samadhi, dan kayaknya Bro Indra benar, karena sepanjang yang saya tahu, Theravada tak mengkaitkan sila ini dengan Samadhi, entah siapa yang menulis di wikipedia tersebut, tapi lupakan/hapus embel-embel Samadhi itu, maka kita akan menemukan kemiripannya)

Lalu di wikipedia versi Inggris: saya melatih aturan/sila untuk tidak mengambil kehidupan Perhatikan pemakaian kata life / kehidupan yang menunjukkan jejak ajaran Jainisme. Padahal bisa saja ditulis ‘not kill’ atau “no killing” yang lebih singkat bukan? Daripada ‘to abstain from taking life’ yang kepanjangan dan bertele-tele.  Dan di sini nggak ada embel-embel Samadhi. Haaaa…Kok versi Englishnya beda ama Indonesianya. Gak tau ah.. Gelap.  ;D

Setelah saya jelaskan panjang lebar, apakah bro Adhit dan bro Ray bisa memahami statement saya mengenai Ahimsa sebagai Sila Tertinggi? .

Saya mengeluarkan statement tersebut setelah saya mempelajari dengan seksama berbagai ajaran/aliran keagamaan dan filosofi yang tumbuh dan berkembang ketika Buddha Gotama hidup terutama Jainisme dan Brahmanisme.

Kalau memang istilah Tertinggi terasa tidak tepat bagi bro berdua, baiklah saya ganti dengan istilah Pertama saja,

Juga kalau istilah Ahimsa terasa tidak pas maka saya revisi dengan Tidak Membunuh saja

Jadi saya revisi dari Ahimsa sebagai Sila Tertinggi menjadi Tidak Membunuh sebagai Sila Pertama , Puas?

Dengan revisi ini saya harap tidak menimbulkan penafsiran yang bukan-bukan seolah-olah saya hendak mendirikan agama baru. =)) =))



Bro Thema,

berbeda dengan anda yg telah mempelajari dengan seksama berbagai ajaran/aliran agama, kami di sini hanyalah orang-orang yg sedang mempelajari Buddhism. IMO, urutan dalam sila/vinaya hanyalah sekedar pengurutan menurut kelompoknya, sama sekali bukan berdasarkan skala prioritas. Dalam Vinaya hanya membunuh manusia yg masuk dalam kelompok parajika, dan vinaya mencuri dan berhubungan seks juga masuk dalam kelompok yg sama. bagaimana anda menjelaskan hal ini?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 28 December 2010, 08:40:01 AM
Mengenai citta seorang bayi, saya balik bertanya kepada Anda, apakah citta seorang bayi sama atau berbeda dengan citta seorang dewasa? Itu yang menjawab istilah citta yang belum berkembang sempurna , bukan citta sempurna (artinya berbeda lho kalau kata ‘belum berkembang’ dihilangkan). Coba Bro Indra simak lagi komentar saya itu.
saya setuju bahwa citta pada bayi memang belum berkembang sempurna. jadi apakah teori anda hanya terbatas pada makhluk dengan citta yg sudah terkembang?

Quote
Ya deh. Sekali lagi kalau itu dianggap sebagai ad hominem, saya minta maaf. Sorry. ^:)^ Peace.
pada awal perkenalan anda, anda sudah mengajak agar diskusi dilakukan tanpa melakukan ad hominem. tapi setelah berjalan baru 2 atau 3 hari anda sendiri yg melakukan ad hominem, yg saya khawatir ini bukan suatu ketidaksengajaan. kita tidak bisa membunuh seseorang kemudian berkata "maaf" dan urusan selesai, bukan?

Quote
Bro, saya tidak begitu mengerti dengan kalimat Bro di atas, apakah maksudnya Bro Indra bukan pengikut Theravada walaupun mempelajari Theravada ---- atau --- Bro Indra adalah pengikut Theravada namun tidak mau disebut Theravadin, yang mungkin istilah Theravadin ini memiliki makna khusus yang berbeda dengan yang saya mengerti? Yang mana dalam pengertian saya Theravadin = pengikut Theravada.
sekali lagi, saya hanyalah seorang yg sedang mempelajari Buddhism dalam hal ini Theravada, saya tidak berani mengklaim bahwa saya seorang theravadin padahal saya blm menguasai ajaran theravada apalagi mempraktikkan ajarannya. selain sedang mempelajari Theravada saya juga mempelajari Mahayana, jadi apakah itu menjadikan saya seorang Mahayanist, atau seorang Thema juga?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 28 December 2010, 08:42:19 AM
Nah lho?  Sis Sri koq juga ‘SANGAT AHLI’ mempelajari kecenderungan pikiran saya?  Wah seharusnya Sis Sri juga punya kemampuan membuat dana dhamma yang besar. =))

Bagaimanakah hubungan antara mempelajari kecenderungan pikiran anda dengan kemampuan membuat dana dhamma yg besar?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 28 December 2010, 12:55:10 PM

Nggak sangat ahli, Sis. Buktinya kata bro Indra saya salah tuh. :(

Jujur, saya tidak menduga Bro Indra akan menjawab seperti itu, makanya saya terkejut dengan jalan pikirannya. :o
Baguslah jika anda tahu, anda tidak benar.

Quote
Dan saya sama sekali tidak menikmatinya, saya bukan tipe orang seperti itu Sis, tapi saya malah merasa aneh dengan jalan pikiran Bro Indra, mengapa lagi bahas sila ehhh… kok dihubungkan dengan bayi. :??

Kemudian, setelah membongkar file-file di otak saya, saya teringat bahwa Theravada biasanya membantah nilai luhur vegetarianisme Mahayana dengan menggunakan perbandingan sarkastik antara seorang vegetarian dengan seekor sapi yang herbivore, dengan gaya pertanyaan yang mirip sekali dengan Bro Indra. ;D
Jika anda tidak menikmatinya, maka anda tidak perlu membuat gambar tertawa dan bergulingan. Karena membuat gambar lagi tertawa untuk memberikan persepsi kepada orang bahwa anda sedang tertawa.

Saya tidak merasa sarkastik dengan pertanyaan bro indra. Karena pertanyaannya masih berhubungan dan bisa diterima dipikiran saya.Bagaimana dengan seorang idiot yang untuk melap air liur-nya saja tidak bisa?Apakah dia lebih baik karena tidak mampu melakukan pembunuhan?

Dan karena anda mengingat sesuatu yang lain sehingga anda menyamakan dengan situasi orang yang bertanya.Apakah itu namanya kecenderungan?Sehingga anda langsung menyebut lebay/berlebihan gitu lho?Kecenderungan pikiran andakah yang bekerja menganggap itu khas theravadin atau kecenderungan bro indra yang bertanya seperti itu khas theravadin.


Quote
Jadi saya langsung menebak Bro Indra dari Theravada. Tapi sekali lagi, ternyata tebakan saya salah, Sis Sri.  :))
Bukankah ini menunjukkan anda orang yang ahli?Anda menebak dan langsung mengungkapkan...INILAH KECENDERUNGAN THERAVADA.Karena 1 atau 2 orang yang kebetulan belajar dari aliran theravada, anda menyamakan semuanya dengan menyebut theravadin.

Quote
Nah lho?  Sis Sri koq juga ‘SANGAT AHLI’ mempelajari kecenderungan pikiran saya?  Wah seharusnya Sis Sri juga punya kemampuan membuat dana dhamma yang besar. =))
Saya tidak ahli,tapi saya berkata berdasarkan apa yang saya lihat.Anda baca ulang saja postingan anda..

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 28 December 2010, 02:54:30 PM
Bukankah ini menunjukkan anda orang yang ahli?Anda menebak dan langsung mengungkapkan...INILAH KECENDERUNGAN THERAVADA.Karena 1 atau 2 orang yang kebetulan belajar dari aliran theravada, anda menyamakan semuanya dengan menyebut theravadin.
Saya tidak ahli,tapi saya berkata berdasarkan apa yang saya lihat.Anda baca ulang saja postingan anda..


kebanyakan manusia banyak baca banyak lupa, :))
tapi ada juga yang banyak posting banyak juga lupa atau pura2 lupa =))
karena LDM masih tebal tanpa disadari, harap maklum sis ???
 
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 29 December 2010, 06:32:13 AM
Bro Indra & Sis Sriyeklina

Please calm down. Where is your No Self? Lost I think. :'( 

-------------------------------------------------------------------------------

>:D : Hey, you won’t and you can’t find No Self here, numb dumb! Coz in the beginning there is No Self at all here. It’s a B site - nothing but Great Emptiness here. You’d better go to A site to find some better Existing Self in the Great Existence there.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 29 December 2010, 10:29:36 AM
Tipikal sekali. Kalau sudah tidak berkutik, bawa-bawa 'no-self'. :D Ada-ada saja para 'suciwan' ini.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 29 December 2010, 10:42:51 AM
Bro Indra & Sis Sriyeklina

Please calm down. Where is your No Self? Lost I think. :'( 

-------------------------------------------------------------------------------

>:D : Hey, you won’t and you can’t find No Self here, numb dumb! Coz in the beginning there is No Self at all here. It’s a B site - nothing but Great Emptiness here. You’d better go to A site to find some better Existing Self in the Great Existence there.


seingat saya, saya tidak pernah mengaku telah merealisasi "no self". dan saya merasa sangat "calm" di sini. dari waktu ke waktu selalu saja ada member spt anda di forum ini. dan hal ini adalah sesuatu yg cukup menggembirakan, karena kami juga butuh hiburan, khususnya yg santai dan lucu.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 29 December 2010, 11:50:28 AM
^^^
betul tuh, sesuai dengan hukum alam timbul dan tenggelam
 :))

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 29 December 2010, 12:04:46 PM
Tipikal sekali. Kalau sudah tidak berkutik, bawa-bawa 'no-self'. :D Ada-ada saja para 'suciwan' ini.

Yah. Kok ikutan judging Bro. =))

Saya bukan suciwan. Saya Buddhist PEMIKIR BEBAS! =))

Lho bukannya Buddha bilang jangan percaya ini percaya itu sebelum membuktikannya sendiri?

Buddha menganjurkannya!

Dan ingat Buddha juga seorang PEMIKIR BEBAS!

Beliau dengan pemikirannya melawan agama-agama yang berkarat.

Well, saya terus terang kecewa di sini nggak ada Buddhist yang punya sense of humor termasuk ketika seorang awam Buddhist mengkritik agamanya sendiri. =))
Terlalu sensitive. percuma latihan meditasi vipassana kalo disentil sedikit saja sudah marah dan tersinggung.

Kayaknya pada lupa Dhammapada nih.

Dia menghinaku, Dia memukulku... lanjutkan sendiri deh. Khan udah jago semua di sini. Begitu jagonya sampai yang basic dilupakan. =))

Lebih bagus sikapnya orang kr****n.  Setidaknya ketika saya skeptis terhadap ajaran Y, mereka tidak langsung judge. =))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 29 December 2010, 12:10:12 PM
Yah. Kok ikutan judging Bro. =))

Saya bukan suciwan. Saya Buddhist PEMIKIR BEBAS! =))

Lho bukannya Buddha bilang jangan percaya ini percaya itu sebelum membuktikannya sendiri?

Buddha menganjurkannya!

Dan ingat Buddha juga seorang PEMIKIR BEBAS!

Beliau dengan pemikirannya melawan agama-agama yang berkarat.

Well, saya terus terang kecewa di sini nggak ada Buddhist yang punya sense of humor termasuk ketika seorang awam Buddhist mengkritik agamanya sendiri. =))
Terlalu sensitive. percuma latihan meditasi vipassana kalo disentil sedikit saja sudah marah dan tersinggung.

Kayaknya pada lupa Dhammapada nih.

Dia menghinaku, Dia memukulku... lanjutkan sendiri deh. Khan udah jago semua di sini. Begitu jagonya sampai yang basic dilupakan. =))

Lebih bagus sikapnya orang kr****n.  Setidaknya ketika saya skeptis terhadap ajaran Y, mereka tidak langsung judge. =))

saya kr****n kok saya suka langsung jugde? aya aya wae ckckckck
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 29 December 2010, 12:37:32 PM
saya kr****n kok saya suka langsung jugde? aya aya wae ckckckck

kr****n nyasaaaaaarrrrrr. =))
Bro, agama kr****n juga bagus kok terutama Hukum Kasih Sayangnya. I love it.
Saya ini Zen, Jadi saya ga peduli orang mau atheist kek, kr****n kek, buddha kek, asal dia punya big heart dan big sense of humor, pluralis, non diskriminatif, berpikir bebas. Dia adalah Zen juga bagi saya. Agama cuma label. Yang penting PRAKTEK bung.
Meditasi vipassana itu cuma membunuh Buddha dan membuat ego makin besar. Itu kritik frontal saya. Dan terbukti memang demikian kenyataannya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 29 December 2010, 12:47:23 PM
kr****n nyasaaaaaarrrrrr. =))
Bro, agama kr****n juga bagus kok terutama Hukum Kasih Sayangnya. I love it.
Saya ini Zen, Jadi saya ga peduli orang mau atheist kek, kr****n kek, buddha kek, asal dia punya big heart dan big sense of humor, pluralis, non diskriminatif, berpikir bebas. Dia adalah Zen juga bagi saya. Agama cuma label. Yang penting PRAKTEK bung.
Meditasi vipassana itu cuma membunuh Buddha dan membuat ego makin besar. Itu kritik frontal saya. Dan terbukti memang demikian kenyataannya.
hatinya gede? orang cacat dong?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 29 December 2010, 12:53:08 PM
hatinya gede? orang cacat dong?
Lebih baik cacat badan daripada cacat hati
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 29 December 2010, 01:24:57 PM
Lebih baik cacat badan daripada cacat hati
kalau cacat hati mah mahal biayanya :P
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Hendra Susanto on 29 December 2010, 02:17:22 PM
Lebih baik cacat badan daripada cacat hati

mungkinkah ini maksudnya hepatitis?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 29 December 2010, 02:19:58 PM
mungkinkah ini maksudnya hepatitis?
Bukan...kalau melihat secara kecenderungan saya...yang dimaksud Cacatnya, KANKER HATI.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 29 December 2010, 02:24:59 PM
PINDAH KE KESEHATAN =)) =)) =)) =))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Hendra Susanto on 29 December 2010, 02:27:23 PM
PINDAH KE KESEHATAN =)) =)) =)) =))

setau saya cacat hati berhubungan dengan kesehatan  ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dilbert on 29 December 2010, 03:30:32 PM
Tipikal sekali. Kalau sudah tidak berkutik, bawa-bawa 'no-self'. :D Ada-ada saja para 'suciwan' ini.

Mungkin Harus digampar ala ZEN baru bisa sadar...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 29 December 2010, 03:46:40 PM
Mungkin Harus digampar ala ZEN baru bisa sadar...
Sepertinya kalau sudah seperti ini, tamparan Zen juga tidak efek.
Buddha mengatakan semua fenomena adalah anatta (tanpa diri), tapi menurut Bro Thema, no-self itu bisa ada bisa hilang.

Spoiler: ShowHide
Please calm down. Where is your No Self? Lost I think. :'( 
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 29 December 2010, 04:08:15 PM
Mungkin Harus digampar ala ZEN baru bisa sadar...
Sepertinya kalau sudah seperti ini, tamparan Zen juga tidak efek.
Buddha mengatakan semua fenomena adalah anatta (tanpa diri), tapi menurut Bro Thema, no-self itu bisa ada bisa hilang.


Thema mode = on

"ternyata kalian para budis bisanya menghina dan main kekerasan saja, mana metta dan karuna kalian"

Thema mode = off


=)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 29 December 2010, 04:14:55 PM
Thema mode = on

"ternyata kalian para budis bisanya menghina dan main kekerasan saja, mana metta dan karuna kalian"

Thema mode = off


=)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =))

"Oh...Buddha...Ampuni saya!"    [-o<
Karena saya tidak meditasi vipasana makanya saya begini Buddha. Dan saya tidak melakukan meditasi vipasana karena saya tidak mau menghancurkan Buddha seperti pemberitahuan yang saya dapati. Saya sangat melekat pada Buddha.   ^:)^

 =)) =)) =))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 29 December 2010, 04:56:45 PM
Thema mode = on

"ternyata kalian para budis bisanya menghina dan main kekerasan saja, mana metta dan karuna kalian"

Thema mode = off


=)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =))
[Thema Mode]
Saya bukan Buddhis, tapi "Zen pikiran terbuka". Kalau ketemu Metta, bunuh si Metta. Ketemu Karuna, bunuh si Karuna. (Untung Metta sudah ga online dan Karuna sudah jadi kwaci sekarang).
[/Thema Mode]

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 29 December 2010, 05:02:27 PM
[Thema Mode]
Saya bukan Buddhis, tapi "Zen pikiran terbuka". Kalau ketemu Metta, bunuh si Metta. Ketemu Karuna, bunuh si Karuna. (Untung Metta sudah ga online dan Karuna sudah jadi kwaci sekarang).
[/Thema Mode]


metta juga udah jadi EVO kok =)) =)) =))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Thema on 30 December 2010, 01:10:27 PM
Nah gitu dong, rekan-rekan semua.
Kalo sudah ketawa khan suasananya gak tegang lagi.
saya terus terang ketika membaca perdebatan kalian di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana koq atmosfernya sengit, tegang, pokoknya nggak santai gitu lho

saya yang sudah terbiasa meditasi Zen terasa sekali manfaatnya yaitu selalu santai dan gak pernah tegang
bawaannya happy terus, bahkan ketika marah pun saya marah tapi tanpa merasa ada aku yang marah.
inti zen adalah PIKIRAN TAK BERGERAK sama fenomena di luar maupun di dalam. selalu aware. bahasa jawanya selalu eling.

Nah itulah paradoksnya.
bagaimana caranya agar tak bergerak.
bukankah usaha untuk tak bergerak itu sendiri sudah bergerak.
duh, susah deh diungkapkan pake kata-kata.
makanya coba dan praktekkan sendiri.

pokoknya rasanya enak deh. dan efek sampingnya adalah sense of humor saya sangat tinggi.
bahkan ketika kita dihina orang kita sama sekali tidak terpengaruh sedikitpun demikian pula saat dipuji orang.
saya bisa bergaul dengan semua orang dari semua agama, juga dengan semua orang dari berbagai aliran buddhis, tanpa ada diskriminasi, bebas leluasa
kalau sudah diskriminasi ya gagal deh meditasi Zen nya.

Oh ya meet buddha kill buddha itu bisa berarti kita harus waspada terhadap buddha/guru palsu seperti LSY misalnya.

sekarang giliran saya ketawa ah..ramein suasana..
=)) =)) =)) =))

oh ya ini postingan saya terakhir di sini.

yang di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana, saya akan bikin juga

Bye everybody

Namo Buddhaya
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 30 December 2010, 03:09:52 PM
Nah gitu dong, rekan-rekan semua.
Kalo sudah ketawa khan suasananya gak tegang lagi.
saya terus terang ketika membaca perdebatan kalian di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana koq atmosfernya sengit, tegang, pokoknya nggak santai gitu lho

saya yang sudah terbiasa meditasi Zen terasa sekali manfaatnya yaitu selalu santai dan gak pernah tegang
bawaannya happy terus, bahkan ketika marah pun saya marah tapi tanpa merasa ada aku yang marah.
inti zen adalah PIKIRAN TAK BERGERAK sama fenomena di luar maupun di dalam. selalu aware. bahasa jawanya selalu eling.

Nah itulah paradoksnya.
bagaimana caranya agar tak bergerak.
bukankah usaha untuk tak bergerak itu sendiri sudah bergerak.
duh, susah deh diungkapkan pake kata-kata.
makanya coba dan praktekkan sendiri.

pokoknya rasanya enak deh. dan efek sampingnya adalah sense of humor saya sangat tinggi.
bahkan ketika kita dihina orang kita sama sekali tidak terpengaruh sedikitpun demikian pula saat dipuji orang.
saya bisa bergaul dengan semua orang dari semua agama, juga dengan semua orang dari berbagai aliran buddhis, tanpa ada diskriminasi, bebas leluasa
kalau sudah diskriminasi ya gagal deh meditasi Zen nya.

Oh ya meet buddha kill buddha itu bisa berarti kita harus waspada terhadap buddha/guru palsu seperti LSY misalnya.

sekarang giliran saya ketawa ah..ramein suasana..
=)) =)) =)) =))

oh ya ini postingan saya terakhir di sini.

yang di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana, saya akan bikin juga

Bye everybody

Namo Buddhaya
bah, KENTUTTT!!!
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: rooney on 30 December 2010, 07:56:35 PM
Nah gitu dong, rekan-rekan semua.
Kalo sudah ketawa khan suasananya gak tegang lagi.
saya terus terang ketika membaca perdebatan kalian di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana koq atmosfernya sengit, tegang, pokoknya nggak santai gitu lho

saya yang sudah terbiasa meditasi Zen terasa sekali manfaatnya yaitu selalu santai dan gak pernah tegang
bawaannya happy terus, bahkan ketika marah pun saya marah tapi tanpa merasa ada aku yang marah.
inti zen adalah PIKIRAN TAK BERGERAK sama fenomena di luar maupun di dalam. selalu aware. bahasa jawanya selalu eling.

Nah itulah paradoksnya.
bagaimana caranya agar tak bergerak.
bukankah usaha untuk tak bergerak itu sendiri sudah bergerak.
duh, susah deh diungkapkan pake kata-kata.
makanya coba dan praktekkan sendiri.

pokoknya rasanya enak deh. dan efek sampingnya adalah sense of humor saya sangat tinggi.
bahkan ketika kita dihina orang kita sama sekali tidak terpengaruh sedikitpun demikian pula saat dipuji orang.
saya bisa bergaul dengan semua orang dari semua agama, juga dengan semua orang dari berbagai aliran buddhis, tanpa ada diskriminasi, bebas leluasa
kalau sudah diskriminasi ya gagal deh meditasi Zen nya.

Oh ya meet buddha kill buddha itu bisa berarti kita harus waspada terhadap buddha/guru palsu seperti LSY misalnya.

sekarang giliran saya ketawa ah..ramein suasana..
=)) =)) =)) =))

oh ya ini postingan saya terakhir di sini.

yang di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana, saya akan bikin juga

Bye everybody

Namo Buddhaya

Hahaha... perasaan dari awal postingan Thema ga terasa tuh selera humornya, malah terlihat seperti melucu buat diri sendiri... pissssss ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 30 December 2010, 08:10:08 PM
Hahaha... perasaan dari awal postingan Thema ga terasa tuh selera humornya, malah terlihat seperti melucu buat diri sendiri... pissssss ;D
emang kentut thema seperti itu =)) =)) =))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhitthana on 30 December 2010, 11:17:56 PM
Nah gitu dong, rekan-rekan semua.
Kalo sudah ketawa khan suasananya gak tegang lagi.
saya terus terang ketika membaca perdebatan kalian di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana koq atmosfernya sengit, tegang, pokoknya nggak santai gitu lho

saya yang sudah terbiasa meditasi Zen terasa sekali manfaatnya yaitu selalu santai dan gak pernah tegang
bawaannya happy terus, bahkan ketika marah pun saya marah tapi tanpa merasa ada aku yang marah.
inti zen adalah PIKIRAN TAK BERGERAK sama fenomena di luar maupun di dalam. selalu aware. bahasa jawanya selalu eling.

Nah itulah paradoksnya.
bagaimana caranya agar tak bergerak.
bukankah usaha untuk tak bergerak itu sendiri sudah bergerak.
duh, susah deh diungkapkan pake kata-kata.
makanya coba dan praktekkan sendiri.

pokoknya rasanya enak deh. dan efek sampingnya adalah sense of humor saya sangat tinggi.
bahkan ketika kita dihina orang kita sama sekali tidak terpengaruh sedikitpun demikian pula saat dipuji orang.
saya bisa bergaul dengan semua orang dari semua agama, juga dengan semua orang dari berbagai aliran buddhis, tanpa ada diskriminasi, bebas leluasa
kalau sudah diskriminasi ya gagal deh meditasi Zen nya.

Oh ya meet buddha kill buddha itu bisa berarti kita harus waspada terhadap buddha/guru palsu seperti LSY misalnya.

sekarang giliran saya ketawa ah..ramein suasana..
=)) =)) =)) =))

oh ya ini postingan saya terakhir di sini.

yang di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana, saya akan bikin juga

Bye everybody

Namo Buddhaya
memuji diri sendiri .... apakah juga hasil dari petapamu  ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 31 December 2010, 06:11:10 AM
memuji diri sendiri .... apakah juga hasil dari petapamu  ;D


hasil dari meditasi Zen
selalu santai, tidak tegang (maksudnya senyum terus, hati2 bisa dikirain ada 'terserang' penyakit jiwa ;D) ;D
ketika aku marah tapi bukan aku marah (yang pasti ada orang lain yang kena damprat oleh si aku :'()
inti Zen pikiran tidak bergerak (maksudnya pikiran diam ala MMD ?  ^-^)

ala Zen, ketemu Buddha bunuh Buddha, sesuai Tipitaka seorang Sammasambuddha tidak pernah Parinibbana karena dibunuh. :)

 =)) =)) =))

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 31 December 2010, 09:32:02 AM
inti Zen pikiran tidak bergerak (maksudnya pikiran diam ala MMD ?  ^-^)
ajaran mengenai pikiran berhenti itu sangat lumrah dan banyak diajarkan master2 zen, yg notabene buddhism mahayana klasik yg diakui di seluruh dunia. hanya di dc ajaran ini digolongkan secara resmi sebagai "bukan buddhism".
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhitthana on 02 January 2011, 12:56:50 AM
hasil dari meditasi Zen
selalu santai, tidak tegang (maksudnya senyum terus, hati2 bisa dikirain ada 'terserang' penyakit jiwa ;D) ;D
ketika aku marah tapi bukan aku marah (yang pasti ada orang lain yang kena damprat oleh si aku :'()
inti Zen pikiran tidak bergerak (maksudnya pikiran diam ala MMD ?  ^-^)

ala Zen, ketemu Buddha bunuh Buddha, sesuai Tipitaka seorang Sammasambuddha tidak pernah Parinibbana karena dibunuh. :)

 =)) =)) =))

 _/\_

Oooh gituuu  :yes:

Kalo ajaran yg selalu didengung-dengungkan agar pikiran dan aku berhenti ....
tetapi dalam tindakan selalu nge-block orang yg tidak sependapat
Itu Hasil bertapa Ala .... apa yaaaak?  ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 02 January 2011, 06:08:56 AM
ajaran mengenai pikiran berhenti itu sangat lumrah dan banyak diajarkan master2 zen, yg notabene buddhism mahayana klasik yg diakui di seluruh dunia. hanya di dc ajaran ini digolongkan secara resmi sebagai "bukan buddhism".


di dunia ini banyak hal yang lumrah, dan hal2 lumrah belum tentu sesuai 'pandangan benar'.
didunia ini banyak hal yang kadang kita anggap benar belum tentu benar, begitu juga sebaliknya.

jika benar demikian, forum DC sudah sesuai Buddha Dhamma dengan referensi Tipitaka Pali kanon. ^:)^

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 02 January 2011, 06:59:07 AM
di dunia ini banyak hal yang lumrah, dan hal2 lumrah belum tentu sesuai 'pandangan benar'.
didunia ini banyak hal yang kadang kita anggap benar belum tentu benar, begitu juga sebaliknya.

jika benar demikian, forum DC sudah sesuai Buddha Dhamma dengan referensi Tipitaka Pali kanon. ^:)^
tolong diperjelas, jadi maksud anda aliran zen itu pandangan salah alias sesat dan sah dianggap "bukan buddhisme"? mohon dijawab dengan jelas...
jadi forum dc ini juga hanya berlandaskan tipitaka pali kanon? apakah benar begitu?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhitthana on 02 January 2011, 10:48:47 PM
Bro Morpheus jangan terlalu berprasangka terhadap teman-teman di DC, kita semua juga menyadari  menghentikan pikiran perlu, bahkan sangat perlu, karena jika pikiran tidak berhenti-berhenti maka orang itu akan stress lalu gila karena otaknya "hang".  ;D  Oleh karena itu setiap hari kita perlu menghentikan/mengistirahatkan pikiran.

Jadi Gw saran kepada teman-teman untuk menghentikan pikiran setiap hari, dan ada jalan yang lebih mudah untuk menghentikan pikiran, yaitu pergi tidur saja, ini adalah jalan yang jauh lebih mudah untuk menghentikan pikiran dibandingkan dengan bermeditasi  ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhitthana on 02 January 2011, 11:07:59 PM
tolong diperjelas, jadi maksud anda aliran zen itu pandangan salah alias sesat dan sah dianggap "bukan buddhisme"? mohon dijawab dengan jelas...
jadi forum dc ini juga hanya berlandaskan tipitaka pali kanon? apakah benar begitu?

Bro adi lim ... gak ada kata n kalimat aliran zen itu salah a.k.a sesat
kok.... Bro Morpheus nambah2in  :o  ::) ..... kebiasaan jelek  :-w
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 03 January 2011, 08:10:15 AM
Bro adi lim ... gak ada kata n kalimat aliran zen itu salah a.k.a sesat
kok.... Bro Morpheus nambah2in  :o  ::) ..... kebiasaan jelek  :-w
om adhit, saya bilang ajaran itu "sangat lumrah dan banyak diajarkan master2 zen" (ditebelin sama om adi). trus om adi bilang banyak hal lumrah yg belum tentu sesuai 'pandangan benar'. saya minta klarifikasi, maksudnya apa? apalagi ditambahin "berarti forum dc sesuai Buddha Dhamma dengan referensi tipitaka kanon pali". tolong diperjelas...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Kelana on 03 January 2011, 11:51:04 AM
To stop your mind does not mean to stop the activities of mind. It means your mind pervades your whole body. Your mind follows your breathing. With your full mind you form the mudra in your hands. With your whole mind you sit with painful legs without being disturbed by them. This is to sit without any gaining idea.- (Shunryu Suzuki , First Master of Zen Center, San Francisco and Carmel Valley)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 03 January 2011, 11:56:58 AM
sepanjang yg gue pernah baca, menghentikan pikiran ala zen hanya berguna untuk menghentikan gerakan bendera ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 03 January 2011, 12:02:41 PM
Bro Morpheus jangan terlalu berprasangka terhadap teman-teman di DC, kita semua juga menyadari  menghentikan pikiran perlu, bahkan sangat perlu, karena jika pikiran tidak berhenti-berhenti maka orang itu akan stress lalu gila karena otaknya "hang".  ;D  Oleh karena itu setiap hari kita perlu menghentikan/mengistirahatkan pikiran.

Jadi Gw saran kepada teman-teman untuk menghentikan pikiran setiap hari, dan ada jalan yang lebih mudah untuk menghentikan pikiran, yaitu pergi tidur saja, ini adalah jalan yang jauh lebih mudah untuk menghentikan pikiran dibandingkan dengan bermeditasi  ;D

Dalam tidur, pikiran tidak berhenti, maka kita bisa mimpi, bisa reaksi terhadap alarm (tapi ga reaksi dengan suara lain), dan lain-lain.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhitthana on 03 January 2011, 10:34:03 PM
Dalam tidur, pikiran tidak berhenti, maka kita bisa mimpi, bisa reaksi terhadap alarm (tapi ga reaksi dengan suara lain), dan lain-lain.
jadi dengan apa menurut Bro Kain .... pikiran bisa berhenti?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 03 January 2011, 10:40:42 PM
pikiran (thought) tidak akan berhenti kalo anda tidur.
tidak perlu doktrin ini itu dan meditasi anu itu. jelas2 dalam tidur kita bermimpi.
bedakan thought (pikiran) dengan mind (batin).

dari introduction master sheng yen untuk song of mind:

In his poem Song of Mind, Niutou explains that our mind is originally pure, but when even one thought enters the mind, its purity is lost. He therefore placed  great importance on a method of practice, which is to watch our thoughts arising and falling. But the rise and fall (literally birth and death) of thoughts illusory because if the present thought remains unmoving, and does not dissapear, then a succeeding thought will not arise. At this point there is neither arising nor falling of thoughts. Therefore, there is nothing to cut off. Thus, Niutou says that while buddhas and sentient beings originally have no mind, mind comes about because we have thoughts. For sentient beings to attain buddhahood, their illusory mind must become no-mind, that is to say, become enlightened.

Niutou's method emphasizes cultivating wakefulness (hsing) and stillness (chi) together without attaching to either. In the beginning we must use our senses to observe the world, but we should not use discriminating mind to attach to the world. When we let go of discrimination, the illusory world that is presented to our senses will recede and disappear. Along with the vanishing of the illusory world, our ordinary mind also vanishes and we experience pure, or original, mind.

ini jelas2 instruksi vipassana dikemas dalam penyampaian zen. dalam bahasa lain, pengamatan secara pasif, alias sadar.
inilah menariknya, berbagai macam terminologi dan teori, tapi telunjuk2 ini mengarah ke bulan yg sama.
Title: Dptkah Engligtment dituangkan dlm programming ?
Post by: johan3000 on 04 January 2011, 02:08:58 AM
pikiran (thought) tidak akan berhenti kalo anda tidur.
tidak perlu doktrin ini itu dan meditasi anu itu. jelas2 dalam tidur kita bermimpi.
bedakan thought (pikiran) dengan mind (batin).

dari introduction master sheng yen untuk song of mind:

In his poem Song of Mind, Niutou explains that our mind is originally pure, but when even one thought enters the mind, its purity is lost. He therefore placed  great importance on a method of practice, which is to watch our thoughts arising and falling. But the rise and fall (literally birth and death) of thoughts illusory because if the present thought remains unmoving, and does not dissapear, then a succeeding thought will not arise. At this point there is neither arising nor falling of thoughts. Therefore, there is nothing to cut off. Thus, Niutou says that while buddhas and sentient beings originally have no mind, mind comes about because we have thoughts. For sentient beings to attain buddhahood, their illusory mind must become no-mind, that is to say, become enlightened.

Niutou's method emphasizes cultivating wakefulness (hsing) and stillness (chi) together without attaching to either. In the beginning we must use our senses to observe the world, but we should not use discriminating mind to attach to the world. When we let go of discrimination, the illusory world that is presented to our senses will recede and disappear. Along with the vanishing of the illusory world, our ordinary mind also vanishes and we experience pure, or original, mind.


ini jelas2 instruksi vipassana dikemas dalam penyampaian zen. dalam bahasa lain, pengamatan secara pasif, alias sadar.
inilah menariknya, berbagai macam terminologi dan teori, tapi telunjuk2 ini mengarah ke bulan yg sama.

jawaban yg menarik dari bro Morpeus,

kita tau spt Big Blue dpt diprogram utk mengalahkan pemain catur grand master.

Nah kita2 bagaimana utk pemeprogramman sejenis Big Blue tapi utk become enlightened.

dan dalam kondisi ini, udah tentu processornya masih terus bekerja ya spt halnya di Big Blue.

processor tidak perlu berhenti bekerja, tapi software/data/algorithm nya yg "englighted".

Gimana caranya ?  (asumsi gw kan bro Morpheus juga pakar programming!)


thx sebelumnya....
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 04 January 2011, 10:30:24 AM
jawaban yg menarik dari bro Morpeus,

kita tau spt Big Blue dpt diprogram utk mengalahkan pemain catur grand master.

Nah kita2 bagaimana utk pemeprogramman sejenis Big Blue tapi utk become enlightened.

dan dalam kondisi ini, udah tentu processornya masih terus bekerja ya spt halnya di Big Blue.

processor tidak perlu berhenti bekerja, tapi software/data/algorithm nya yg "englighted".

Gimana caranya ?  (asumsi gw kan bro Morpheus juga pakar programming!)


thx sebelumnya....
saya gak ngerti maksud anda.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 04 January 2011, 10:40:01 AM
jadi dengan apa menurut Bro Kain .... pikiran bisa berhenti?
Berhenti dalam definisi apa dulu? Kalau berhenti seperti mesin yang mati/tidak aktif, saya rasa tidak bisa, kecuali mungkin para Ariya yang mencapai Nirodha Samapati.
Kalau berhenti "bergerak" sama sekali (diam dalam satu objek), mungkin seperti dalam Samatha.
Sedangkan dalam vipassana, berhentinya adalah berhenti "berimprovisasi", hanya mencerap objek saja, tetapi apa yang tercerap itu, tidak lagi diproses lebih lanjut.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 04 January 2011, 10:45:47 AM
tolong diperjelas, jadi maksud anda aliran zen itu pandangan salah alias sesat dan sah dianggap "bukan buddhisme"? mohon dijawab dengan jelas...
jadi forum dc ini juga hanya berlandaskan tipitaka pali kanon? apakah benar begitu?


bold hitam, kalau bro Morpheus punya persepsi seperti diatas, itu hak bro Morpheus ^:)^

sampai sekarang saya belum pernah membaca pernyataan bahwa 'FORUM DC hanya berlandaskan Tipitaka Pali Kanon'
bahkan tuhan Su (penguasa tunggal) belum pernah mengeluarkan pernyataan ini.  :whistle:

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 04 January 2011, 10:57:49 AM
di dunia ini banyak hal yang lumrah, dan hal2 lumrah belum tentu sesuai 'pandangan benar'.
didunia ini banyak hal yang kadang kita anggap benar belum tentu benar, begitu juga sebaliknya.

jika benar demikian, forum DC sudah sesuai Buddha Dhamma dengan referensi Tipitaka Pali kanon. ^:)^

 _/\_
tolong diperjelas, jadi maksud anda aliran zen itu pandangan salah alias sesat dan sah dianggap "bukan buddhisme"? mohon dijawab dengan jelas...
jadi forum dc ini juga hanya berlandaskan tipitaka pali kanon? apakah benar begitu?


baca lagi yang biru
bagaimana jika ada 'penghuni DC' yang lain juga membuat pernyataan forum DC sudah sesuai dgn Buddha Dhamma referensi Mahayana Sankrit Pitaka ! atau referensi Zen Buddhisme ^:)^
itu sesuai selera masing2  :)) :))
 _/\_

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 04 January 2011, 11:26:01 AM
bold hitam, kalau bro Morpheus punya persepsi seperti diatas, itu hak bro Morpheus ^:)^

sampai sekarang saya belum pernah membaca pernyataan bahwa 'FORUM DC hanya berlandaskan Tipitaka Pali Kanon'
bahkan tuhan Su (penguasa tunggal) belum pernah mengeluarkan pernyataan ini.  :whistle:

 _/\_




Maksud Bro morph mungkin begini:
Bro Adi bilang menghentikan pikiran (MMD) tidak sesuai Buddhisme, sedangkan Zen sendiri juga ada bilang tentang menghentikan pikiran juga. Dengan demikian berarti Zen juga tidak sesuai dengan Buddhisme.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 11:33:46 AM
Dalam tidur, pikiran tidak berhenti, maka kita bisa mimpi, bisa reaksi terhadap alarm (tapi ga reaksi dengan suara lain), dan lain-lain.

Maaf numpang nanya bro, bila tidur (jika tidur pulas) pikiran tidak berhenti, jadi pikiran memikirkan apa bro...?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 04 January 2011, 12:47:27 PM
bold hitam, kalau bro Morpheus punya persepsi seperti diatas, itu hak bro Morpheus ^:)^
kok membicarakan persepsi saya..
saya nanya anda kok...

saya perjelas pertanyaan saya.
apa maksud pernyataan anda (dengan quote nebelin "sangat lumrah dan banyak diajarkan master2 zen"):
Quote
di dunia ini banyak hal yang lumrah, dan hal2 lumrah belum tentu sesuai 'pandangan benar'.
didunia ini banyak hal yang kadang kita anggap benar belum tentu benar, begitu juga sebaliknya.

jika benar demikian, forum DC sudah sesuai Buddha Dhamma dengan referensi Tipitaka Pali kanon.
gak susah kan pertanyaan saya?
kalo masih susah dimengerti, contoh jawabannya:
* gak, maksud saya bukan aliran zen. maksud saya "gak sesuai pandangan benar" itu bukan aliran zen. pernyataan saya untuk general saja.
* iya, menurut saya, ajaran berhentinya pikiran ala zen itu bukan pandangan benar alias sesat alias bukan buddhisme.

gampang tho?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 04 January 2011, 12:53:32 PM
Maaf numpang nanya bro, bila tidur (jika tidur pulas) pikiran tidak berhenti, jadi pikiran memikirkan apa bro...?
Sebelumnya, saya permisi tanya dulu. Menurut Bro Fabian, sesuai dengan teori Buddhisme, janin dalam kandungan yang masih sangat muda, berpikir atau tidak?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 12:57:51 PM
Sebelumnya, saya permisi tanya dulu. Menurut Bro Fabian, sesuai dengan teori Buddhisme, janin dalam kandungan yang masih sangat muda, berpikir atau tidak?

Saya kurang tahu bro, apakah menurut teori Buddhisme bayi dalam kandungan berpikir atau tidak (mungkin teman-teman bisa menjelaskan). Bagaimana dengan mereka yang tertidur pulas menurut bro Kainyn? Apakah mereka berpikir atau tidak?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 04 January 2011, 01:15:02 PM
Saya kurang tahu bro, apakah menurut teori Buddhisme bayi dalam kandungan berpikir atau tidak (mungkin teman-teman bisa menjelaskan). Bagaimana dengan mereka yang tertidur pulas menurut bro Kainyn? Apakah mereka berpikir atau tidak?
Sama seperti sebelumnya, "berpikir" menurut definisi bagaimana?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 04 January 2011, 01:16:33 PM
kalau orang mati berpikir gak ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Hendra Susanto on 04 January 2011, 01:17:39 PM
yes or no question ...  #:-S
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 01:20:10 PM
pikiran (thought) tidak akan berhenti kalo anda tidur.
tidak perlu doktrin ini itu dan meditasi anu itu. jelas2 dalam tidur kita bermimpi.
bedakan thought (pikiran) dengan mind (batin).

dari introduction master sheng yen untuk song of mind:

In his poem Song of Mind, Niutou explains that our mind is originally pure, but when even one thought enters the mind, its purity is lost. He therefore placed  great importance on a method of practice, which is to watch our thoughts arising and falling. But the rise and fall (literally birth and death) of thoughts illusory because if the present thought remains unmoving, and does not dissapear, then a succeeding thought will not arise. At this point there is neither arising nor falling of thoughts. Therefore, there is nothing to cut off. Thus, Niutou says that while buddhas and sentient beings originally have no mind, mind comes about because we have thoughts. For sentient beings to attain buddhahood, their illusory mind must become no-mind, that is to say, become enlightened.

Niutou's method emphasizes cultivating wakefulness (hsing) and stillness (chi) together without attaching to either. In the beginning we must use our senses to observe the world, but we should not use discriminating mind to attach to the world. When we let go of discrimination, the illusory world that is presented to our senses will recede and disappear. Along with the vanishing of the illusory world, our ordinary mind also vanishes and we experience pure, or original, mind.

ini jelas2 instruksi vipassana dikemas dalam penyampaian zen. dalam bahasa lain, pengamatan secara pasif, alias sadar.
inilah menariknya, berbagai macam terminologi dan teori, tapi telunjuk2 ini mengarah ke bulan yg sama.


Bro Morpheus yang baik, maaf numpang nanya, apakah bro Morpheus sependapat dengan Nietou, bahwa Buddha dan Arahat dan semua mahluk hidup awalnya tidak punya batin? Lalu mahluk kemudian menjadi punya batin karena memiliki pikiran? Kemudian untuk menjadi Arahat batin ilusi harus menjadi tanpa batin / no mind?

Kemudian dengan lenyapnya dunia ilusi, maka batin yang biasa juga lenyap dan kita mengalami batin awal yang murni.

Jadi mana yang benar pernyataan Niutou nih:
Apakah setelah batin ilusi lenyap masih ada batin?
Apakah setelah batin ilusi lenyap tak ada batin?
Apakah batin awal menyatu dengan batin biasa?
atau Terpisah dari batin biasa?
Jadi apakah Buddha dan Arahat tak ada batin?
Apakah Buddha dan Arahat melakukan segala sesuatu tanpa berpikir?

Maaf agak banyak pertanyaannya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 04 January 2011, 01:25:30 PM
kalau orang mati berpikir gak ;D
Kalau orang mati, jelas ga berpikir.


yes or no question ...  #:-S
Bukan, itu bukanlah pertanyaan yang bisa dijawab dengan "ya" atau "tidak".
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 01:27:29 PM
Sama seperti sebelumnya, "berpikir" menurut definisi bagaimana?
Kalau yang saya tahu berpikir ada tiga macam:
- berpikir hal-hal yang lalu misalnya, ingat perayaan pergantian tahun 2010 ke 2011
- berpikir hal-hal yang akan datang misalnya, besok saya makan apa ya? Pesanan bangku saya sudah dibuat oleh pak Rusdi atau belum ya...?
- Berpikir hal-hal yang sekarang misalnya, sekarang apa yang saya lupakan ya? 532+237= 769, dll.

Kalau menurut bro Kainyn berpikir definisinya apa...? Coba tolong terapkan pada orang yang tertidur pulas.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 04 January 2011, 01:36:17 PM
Kalau yang saya tahu berpikir ada tiga macam:
- berpikir hal-hal yang lalu misalnya, ingat perayaan pergantian tahun 2010 ke 2011
- berpikir hal-hal yang akan datang misalnya, besok saya makan apa ya? Pesanan bangku saya sudah dibuat oleh pak Rusdi atau belum ya...?
- Berpikir hal-hal yang sekarang misalnya, sekarang apa yang saya lupakan ya? 532+237= 769, dll.

Kalau menurut bro Kainyn berpikir definisinya apa...? Coba tolong terapkan pada orang yang tertidur pulas.
Kalau definisi berpikirnya sedemikian sederhana, maka jika diterapkan pada kondisi "tidur pulas", berarti jawabannya adalah tidak berpikir.

Mungkin Bro Fabian harus lebih terperinci dalam definisinya, sehingga kita bisa membahas lebih jauh apakah orang mabuk, orang terhipnotis, orang tidur dengan/tanpa mimpi, orang terpengaruh obat bius, janin pada awal kehamilan, "berpikir" atau tidak.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 04 January 2011, 01:48:28 PM
aye mau nanya kritis nih, sebenarnya cara mengajar budis itu ada semacam aturan atau urutan gitu dalam mempelajari nya, soalnya sepertinya dalam soal bahasa juga masih pada memusingkan istilah2 yang seharusnya bisa diselesaikan.

melihat perdebatan2 banyaknya istilah2 "AKU" , "PIKIRAN" , "ELING" , "ke-AKUan" , "SADAR" , "BATIN" , yang sepertinya tidak pernah ada kesamaan "PERSEPSI" ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 04 January 2011, 01:53:36 PM
aye mau nanya kritis nih, sebenarnya cara mengajar budis itu ada semacam aturan atau urutan gitu dalam mempelajari nya, soalnya sepertinya dalam soal bahasa juga masih pada memusingkan istilah2 yang seharusnya bisa diselesaikan.

melihat perdebatan2 banyaknya istilah2 "AKU" , "PIKIRAN" , "ELING" , "ke-AKUan" , "SADAR" , "BATIN" , yang sepertinya tidak pernah ada kesamaan "PERSEPSI" ;D
Kalau menurut saya, istilah yang dipakai tidak perlu selalu sama, tapi sebaiknya ada kejelasan dalam penggunaan istilah tersebut.
Soal kesamaan persepsi, itu tergantung "pembicara" dan "pendengar". Kalau sama-sama kepala batu dan tidak mau mengerti lawan bicara, tentu tidak akan terjadi kesamaan persepsi. Karena persepsi berbeda, maka diskusi yang baik juga tidak mungkin terjadi.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 04 January 2011, 01:57:34 PM
Kalau menurut saya, istilah yang dipakai tidak perlu selalu sama, tapi sebaiknya ada kejelasan dalam penggunaan istilah tersebut.
Soal kesamaan persepsi, itu tergantung "pembicara" dan "pendengar". Kalau sama-sama kepala batu dan tidak mau mengerti lawan bicara, tentu tidak akan terjadi kesamaan persepsi. Karena persepsi berbeda, maka diskusi yang baik juga tidak mungkin terjadi.

betul, tapi "seharusnya" seorang guru bisa memilih istilah yang lebih mudah di mengerti dan tidak menyesatkan. bahkan dari istilah yang mudah saja bisa menyesatkan apalagi istilah yang "ANEH" aye rasa bisa membuat pendengar atau murid lebih tidak mengerti.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: bond on 04 January 2011, 01:59:46 PM
betul, tapi "seharusnya" seorang guru bisa memilih istilah yang lebih mudah di mengerti dan tidak menyesatkan. bahkan dari istilah yang mudah saja bisa menyesatkan apalagi istilah yang "ANEH" aye rasa bisa membuat pendengar atau murid lebih tidak mengerti.

ANEH tapi Nyata ^-^
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Hendra Susanto on 04 January 2011, 02:05:59 PM
Hayolohhh gurunya siapa tucchhh... Apa maksudnya guru bahasa indonesia?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 04 January 2011, 02:09:33 PM
ngomong2 TS nya kemana ya? ;D dah lama gak nongol ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 04 January 2011, 02:12:56 PM
Bro Morpheus yang baik, maaf numpang nanya, apakah bro Morpheus sependapat dengan Nietou, bahwa Buddha dan Arahat dan semua mahluk hidup awalnya tidak punya batin? Lalu mahluk kemudian menjadi punya batin karena memiliki pikiran? Kemudian untuk menjadi Arahat batin ilusi harus menjadi tanpa batin / no mind?

Kemudian dengan lenyapnya dunia ilusi, maka batin yang biasa juga lenyap dan kita mengalami batin awal yang murni.

Jadi mana yang benar pernyataan Niutou nih:
Apakah setelah batin ilusi lenyap masih ada batin?
Apakah setelah batin ilusi lenyap tak ada batin?
Apakah batin awal menyatu dengan batin biasa?
atau Terpisah dari batin biasa?
Jadi apakah Buddha dan Arahat tak ada batin?
Apakah Buddha dan Arahat melakukan segala sesuatu tanpa berpikir?

Maaf agak banyak pertanyaannya.
bukan, itu bukan tulisan nietou.
tulisan di atas adalah opini master sheng yen yg mencoba menjelaskan puisi yg digubah oleh niutou farong, master zen di abad-6.

pertama-tama, anda gak bisa menyamakan terminologi buddhism theravada anda dengan terminologi zen buddhism. anda gak bisa menyamakan mind (zen) = batin (nama, theravada). bahkan "no-mind" (perhatikan tanda dash) itu bukanlah berarti "tidak ada batin". selama terminologinya dipegang dengan ngotot, percuma mencoba berdialog. seperti saya mencoba menunjukkan di mana menara monas dalam bahasa indonesia kepada chinese speaker.

mengenai pertanyaan di atas, saya bukan orang yg berkompeten menerangkan zen secara jelas dan mendasar walaupun mengerti apa yg coba disampaikan oleh buku itu. kesimpulan saya, inti ajaran (dalam konteks praktek dan meditasi, bukan doktrin) zen buddhism dengan theravada buddhism tidaklah berbeda jauh.

saya sarankan anda baca buku song of mind saja, di mana terdapat penjelasan yg sangat detil untuk tiap baris dari syairnya. dari sana kita bisa berdiskusi dengan lebih spesifik di forum zen, mahayana. sesuai dengan kompetensi dan pengertian saya tentunya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 02:13:36 PM
Kalau definisi berpikirnya sedemikian sederhana, maka jika diterapkan pada kondisi "tidur pulas", berarti jawabannya adalah tidak berpikir.

Mungkin Bro Fabian harus lebih terperinci dalam definisinya, sehingga kita bisa membahas lebih jauh apakah orang mabuk, orang terhipnotis, orang tidur dengan/tanpa mimpi, orang terpengaruh obat bius, janin pada awal kehamilan, "berpikir" atau tidak.

Saya rasa definisi kita sama bro, pada orang mabuk, orang terhipnotis, orang tidur tanpa mimpi, orang terpengaruh obat bius, janin pada awal kehamilan dll, pada keadaan tertentu tidak berpikir. Pertanyaannya, apakah tidak berpikir itu sudah ber Vipasssana?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 04 January 2011, 02:21:11 PM
betul, tapi "seharusnya" seorang guru bisa memilih istilah yang lebih mudah di mengerti dan tidak menyesatkan. bahkan dari istilah yang mudah saja bisa menyesatkan apalagi istilah yang "ANEH" aye rasa bisa membuat pendengar atau murid lebih tidak mengerti.
nah, itu dia. istilah yg disebut "aneh" itu bisa terasa nyaman dan mudah ditelinga orang lain.
sebaliknya, apa yg aneh bagi orang lain, mungkin terasa nyaman di telinganya.

perbedaan seperti itu adalah wajar2 saja. yg gak wajar itu kalo orang yg satu mengkafirkan yg lain karena orang lain memakai istilah yg "aneh" padahal dirinya belum juga berusaha menyelidiki dan mengerti istilah yg lain itu...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 02:29:23 PM
bukan, itu bukan tulisan nietou.
tulisan di atas adalah opini master sheng yen yg mencoba menjelaskan puisi yg digubah oleh niutou farong, master zen di abad-6.

pertama-tama, anda gak bisa menyamakan terminologi buddhism theravada anda dengan terminologi zen buddhism. anda gak bisa menyamakan mind (zen) = batin (nama, theravada). bahkan "no-mind" (perhatikan tanda dash) itu bukanlah berarti "tidak ada batin". selama terminologinya dipegang dengan ngotot, percuma mencoba berdialog. seperti saya mencoba menunjukkan di mana menara monas dalam bahasa indonesia kepada chinese speaker.
Justru itulah bro.. karena saya tak bisa menyamakan batin menurut terminologi Theravada dengan batin menurut terminologi Zen makanya saya bertanya bagaimanakah no-mind itu...?

Quote
mengenai pertanyaan di atas, saya bukan orang yg berkompeten menerangkan zen secara jelas dan mendasar walaupun mengerti apa yg coba disampaikan oleh buku itu. kesimpulan saya, inti ajaran (dalam konteks praktek dan meditasi, bukan doktrin) zen buddhism dengan theravada buddhism tidaklah berbeda jauh.
Kalau memang demikian, mungkin bro Morpheus  bisa berbagi kepada kita pengertian yang disampaikan buku itu, walaupun sedikit perbedaan tolong diterangkan jadi kita lebih mengerti.

Quote
Saya sarankan anda baca buku song of mind saja, di mana terdapat penjelasan yg sangat detil untuk tiap baris dari syairnya. dari sana kita bisa berdiskusi dengan lebih spesifik di forum zen, mahayana. sesuai dengan kompetensi dan pengertian saya tentunya.
Wah sayang sekali saya tidak memiliki buku itu, mungkin mahal ya..? Kalau begitu tolong terangkan inti ajarannya yang tak berbeda jauh dalam konteks praktek dan meditasi.
 
_/\_

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 04 January 2011, 02:31:35 PM
nah, itu dia. istilah yg disebut "aneh" itu bisa terasa nyaman dan mudah ditelinga orang lain.
sebaliknya, apa yg aneh bagi orang lain, mungkin terasa nyaman di telinganya.

ya betul, tetapi bisa juga sesuatu yang aneh bisa terasa nyaman dan mudah ditelinga orang lain karena dia tidak mengerti, sedangkan "mungkin" bagi orang yang mengerti maksudnya itu dianggap sesuatu yang salah sehingga terjadi perdebatan.

Quote
perbedaan seperti itu adalah wajar2 saja. yg gak wajar itu kalo orang yg satu mengkafirkan yg lain karena orang lain memakai istilah yg "aneh" padahal dirinya belum juga berusaha menyelidiki dan mengerti istilah yg lain itu...
semua juga adalah hal yang wajar, yang satu mengkafirkan yang lain, yang satu menolak ajaran yang tidak sesuai dengan pandangan yang tidak mendukung ajarannya, semua adalah fenomena yang tidak kekal ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 02:36:25 PM
ya betul, tetapi bisa juga sesuatu yang aneh bisa terasa nyaman dan mudah ditelinga orang lain karena dia tidak mengerti, sedangkan "mungkin" bagi orang yang mengerti maksudnya itu dianggap sesuatu yang salah sehingga terjadi perdebatan.
semua juga adalah hal yang wajar, yang satu mengkafirkan yang lain, yang satu menolak ajaran yang tidak sesuai dengan pandangan yang tidak mendukung ajarannya, semua adalah fenomena yang tidak kekal ;D

Saya setuju bro (bold), bila tidak demikian mungkin tidak terjadi perpecahan aliran. Sukurlah Buddhists walaupun mengkafirkan yang lain tapi tidak "mengumumkan perang/bunuh-bunuhan" terhadap yang lain. Itulah kelebihan Buddhists.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 04 January 2011, 02:38:50 PM
Justru itulah bro.. karena saya tak bisa menyamakan batin menurut terminologi Theravada dengan batin menurut terminologi Zen makanya saya bertanya bagaimanakah no-mind itu...?
Kalau memang demikian, mungkin bro Morpheus  bisa berbagi kepada kita pengertian yang disampaikan buku itu, walaupun sedikit perbedaan tolong diterangkan jadi kita lebih mengerti.
Wah sayang sekali saya tidak memiliki buku itu, mungkin mahal ya..? Kalau begitu tolong terangkan inti ajarannya yang tak berbeda jauh dalam konteks praktek dan meditasi.
 
nah itu dia... penjelasannya ada dalam berpuluh2 halaman dan saya gak berkompeten menyarikannya menjadi ringkas...
mungkin google book bisa menolong:
http://books.google.com.sg/books?id=1zvt9f0dl6IC&printsec=frontcover&dq=master+sheng+yen+one+mind+no-mind&source=bl&ots=BIx6-6FRcM&sig=WanYffFJS6oieoRM3q9Kq_lPulo&hl=en&ei=HM0iTd2dBsnVrQef7bncCw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDoQ6AEwBQ#v=onepage&q&f=false
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 04 January 2011, 02:47:32 PM
Saya setuju bro (bold), bila tidak demikian mungkin tidak terjadi perpecahan aliran. Sukurlah Buddhists walaupun mengkafirkan yang lain tapi tidak "mengumumkan perang/bunuh-bunuhan" terhadap yang lain. Itulah kelebihan Buddhists.
iya, paling main "masuk keranjang sampah" =))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 03:17:14 PM
Saya rasa definisi kita sama bro, pada orang mabuk, orang terhipnotis, orang tidur tanpa mimpi, orang terpengaruh obat bius, janin pada awal kehamilan dll, pada keadaan tertentu tidak berpikir. Pertanyaannya, apakah tidak berpikir itu sudah ber Vipasssana?

Bro fabian, waktu vipassana sudah bisa melihat organ manusia yang disebut otak? Apakah bro mendapatkan segala informasi dan pengetahuan ini dari vipassana?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 04 January 2011, 04:29:04 PM
Bro fabian, waktu vipassana sudah bisa melihat organ manusia yang disebut otak? Apakah bro mendapatkan segala informasi dan pengetahuan ini dari vipassana?
jadi maksudnya?

berhentinya pikiran berarti otak berhenti?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 04:45:51 PM
jadi maksudnya?

berhentinya pikiran berarti otak berhenti?
Tunggu jawabannya dari pakar vipassana. Apakah ketika tidur pulas, kita menggaruk tanpa sadar, menarik selimut tanpa sadar, atau berbalik tanpa sadar. Termasuk berpikir atau tidak?

Terus juga kasus orang yang jalan sambil tidur, atau yang bicara sambil tidur. Apakah itu berpikir atau tidak?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 04 January 2011, 04:55:50 PM
Tunggu jawabannya dari pakar vipassana. Apakah ketika tidur pulas, kita menggaruk tanpa sadar, menarik selimut tanpa sadar, atau berbalik tanpa sadar. Termasuk berpikir atau tidak?

Terus juga kasus orang yang jalan sambil tidur, atau yang bicara sambil tidur. Apakah itu berpikir atau tidak?
kalau "hilang kesadaran" a.k.a pingsan, berpikir atau tidak, sadar atau tidak?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 04 January 2011, 05:01:12 PM
kok membicarakan persepsi saya..
saya nanya anda kok...

saya perjelas pertanyaan saya.
apa maksud pernyataan anda (dengan quote nebelin "sangat lumrah dan banyak diajarkan master2 zen"):gak susah kan pertanyaan saya?
kalo masih susah dimengerti, contoh jawabannya:
* gak, maksud saya bukan aliran zen. maksud saya "gak sesuai pandangan benar" itu bukan aliran zen. pernyataan saya untuk general saja.
* iya, menurut saya, ajaran berhentinya pikiran ala zen itu bukan pandangan benar alias sesat alias bukan buddhisme.

gampang tho?


karena bro Morpheus anti selera orang lain, jadinya tidak gampang  :))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 04 January 2011, 05:04:04 PM
sepanjang yg gue pernah baca, menghentikan pikiran ala zen hanya berguna untuk menghentikan gerakan bendera ;D

menghentikan gerakan bendera tidak usah pakai pikiran, cukup diturunkan dari tiang a.k.a jangan dikibarkan  ^-^
 :))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 05:29:40 PM
kalau "hilang kesadaran" a.k.a pingsan, berpikir atau tidak, sadar atau tidak?
Saya belum pernah merasakan kondisi seperti bro ryu sebutkan, jadi jawaban-nya saya tidak tahu. Seandai-nya sudah pernah-pun, saya juga termasuk golongan tidak tahu.Kenapa?Karena jawaban yang diberikan oleh orang yang sudah biasa dan cenderung mahir dalam bervipassana berbeda dengan orang yang tidak pernah. Dan sekarang ini,saya ingin tahu, sudut pandang dari orang yang sudah punya banyak pengalaman dari vipassana. Bukan sudut pandang umat awam. Apakah bro ryu sudah ahli? 
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 04 January 2011, 06:36:53 PM
betul, tapi "seharusnya" seorang guru bisa memilih istilah yang lebih mudah di mengerti dan tidak menyesatkan. bahkan dari istilah yang mudah saja bisa menyesatkan apalagi istilah yang "ANEH" aye rasa bisa membuat pendengar atau murid lebih tidak mengerti.
Tergantung guru dan muridnya. Masing-masing harus saling menyesuaikan. Mungkin bagi satu orang, istilah tersebut membingungkan/menyesatkan, tapi bagi yang lain, ada kecocokan. Sekarang ini memang tidak ada guru yang sempurna. Semua masih terbatas pada kecenderungannya masing-masing. Jadi hanya cocok bagi sebagian orang (yang memiliki kecenderungan sama), tapi tidak cocok dengan lainnya.

Bagi murid yang tidak cocok dengan satu guru, memang sebaiknya tidak berguru padanya, tapi bukan berarti langsung menilainya tidak benar. Demikian juga bagi guru yang tahu tidak cocok, lebih baik tidak mengajarkan murid tersebut, namun tidak bijak kalau menilainya bodoh.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 04 January 2011, 07:16:19 PM
Saya belum pernah merasakan kondisi seperti bro ryu sebutkan, jadi jawaban-nya saya tidak tahu. Seandai-nya sudah pernah-pun, saya juga termasuk golongan tidak tahu.Kenapa?Karena jawaban yang diberikan oleh orang yang sudah biasa dan cenderung mahir dalam bervipassana berbeda dengan orang yang tidak pernah. Dan sekarang ini,saya ingin tahu, sudut pandang dari orang yang sudah punya banyak pengalaman dari vipassana. Bukan sudut pandang umat awam. Apakah bro ryu sudah ahli? 


ahli apa dulu !  :))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Kelana on 04 January 2011, 07:35:55 PM
With a method we can eventually work toward a concentrated mind - (Song of Mind: Wisdom from the Zen Classic Xin Ming
 By Shengyan, Sheng Yen)

Hanya penasaran, kata mind di kalimat tersebut diterjemahkan menjadi apa? pikiran atau batin?
Semoga ada yang mau membantu menjawabnya
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 04 January 2011, 07:39:07 PM
With a method we can eventually work toward a concentrated mind - (Song of Mind: Wisdom from the Zen Classic Xin Ming
 By Shengyan, Sheng Yen)

Hanya penasaran, kata mind di kalimat tersebut diterjemahkan menjadi apa? pikiran atau batin?
Semoga ada yang mau membantu menjawabnya

karena pasangannya adalah concentrated, berarti mind=pikiran, batin tidak bisa dikonsentrasikan.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 04 January 2011, 07:47:14 PM
Saya belum pernah merasakan kondisi seperti bro ryu sebutkan, jadi jawaban-nya saya tidak tahu. Seandai-nya sudah pernah-pun, saya juga termasuk golongan tidak tahu.Kenapa?Karena jawaban yang diberikan oleh orang yang sudah biasa dan cenderung mahir dalam bervipassana berbeda dengan orang yang tidak pernah. Dan sekarang ini,saya ingin tahu, sudut pandang dari orang yang sudah punya banyak pengalaman dari vipassana. Bukan sudut pandang umat awam. Apakah bro ryu sudah ahli? 

hmm saya sih ahli dalam bertanya kritis ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 07:58:49 PM
hmm saya sih ahli dalam bertanya kritis ;D

:hammer:
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Kelana on 04 January 2011, 08:20:53 PM
karena pasangannya adalah concentrated, berarti mind=pikiran, batin tidak bisa dikonsentrasikan.

OK Thanks Sdr. Indra.

Tapi ada kalimat terusannya semoga bisa dibantu juga:

With diligence and determination, concentration will improve until quite naturally, we evolve to the one-mind state of samadhi. However, in samadhi the mind still stops on one-mind, or the self. We must go beyond one-mind to no-mind. Here the mind truly stops on nothing. Only here can one truly be in accordance with all dharmas. (Song of Mind: Wisdom from the Zen Classic Xin Ming By Shengyan, Sheng Yen)

Apakah ketiga kata 'mind' di atas mengacu pada hal yang sama? batin atau pikiran?

Thanks

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 09:53:27 PM
Bro fabian, waktu vipassana sudah bisa melihat organ manusia yang disebut otak? Apakah bro mendapatkan segala informasi dan pengetahuan ini dari vipassana?

Sis Sriyeklina yang baik, saya tidak melihat organ otak pada waktu ber Vipassana. Hal-hal yang berhubungan dengan Vipassana sebagian besar memang saya ketahui dari mempraktekkan Vipassana.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 10:12:05 PM
Tunggu jawabannya dari pakar vipassana. Apakah ketika tidur pulas, kita menggaruk tanpa sadar, menarik selimut tanpa sadar, atau berbalik tanpa sadar. Termasuk berpikir atau tidak?
Terus juga kasus orang yang jalan sambil tidur, atau yang bicara sambil tidur. Apakah itu berpikir atau tidak?
Sis Sriyeklina yang baik, kalau menarik selimut tanpa sadar, menggaruk tanpa sadar atau berbalik tanpa sadar itu memang berpikir. Tapi bila orang tertidur pulas karena kelelahan misalnya, mungkin dia tak akan bereaksi walau diguncang-guncang, tidur di lantai, gatal karena banyak nyamuk dsbnya.

Mengigau, bicara dalam tidur memang kita berpikir, tapi itu bukan dalam keadaan tertidur pulas.

Apakah kita selalu mengigau atau selalu menggaruk tanpa sadar dalam tidur? Apakah kita selalu berpikir waktu tidur?

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 10:15:14 PM
Sis Sriyeklina yang baik, saya tidak melihat organ otak pada waktu ber Vipassana. Hal-hal yang berhubungan dengan Vipassana sebagian besar memang saya ketahui dari mempraktekkan Vipassana.

Kalau di vipassana, kita bergerak dalam keadaan tidur termasuk berpikir atau tidak?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 10:21:38 PM
Kalau di vipassana, kita bergerak dalam keadaan tidur termasuk berpikir atau tidak?
sis Sriyeklina yang baik, dalam keadaan tidak tertidur pulas mungkin kita memang bisa berpikir oleh karena itu kita mungkin bergerak dalam tidur, kalau dalam keadaan tertidur pulas saya rasa tidak....
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 10:23:34 PM
Sis Sriyeklina yang baik, kalau menarik selimut tanpa sadar, menggaruk tanpa sadar atau berbalik tanpa sadar itu memang berpikir. Tapi bila orang tertidur pulas karena kelelahan misalnya, mungkin dia tak akan bereaksi walau diguncang-guncang, tidur di lantai, gatal karena banyak nyamuk dsbnya.

Mengigau, bicara dalam tidur memang kita berpikir, tapi itu bukan dalam keadaan tertidur pulas.

Apakah kita selalu mengigau atau selalu menggaruk tanpa sadar dalam tidur? Apakah kita selalu berpikir waktu tidur?



Apa ukuran-nya bro bisa mengatakan itu pulas? Itu hanyalah persepsi bro saja.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 10:29:14 PM
Apa ukuran-nya bro bisa mengatakan itu pulas? Itu hanyalah persepsi bro saja.

Apakah sis Sriyeklina pernah tertidur pulas? Apakah sis Sriyeklina masih berpikir pada waktu tertidur pulas?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 04 January 2011, 10:29:37 PM
Apa ukuran-nya bro bisa mengatakan itu pulas? Itu hanyalah persepsi bro saja.
daripada panjang2, definisikan dulu "berpikir" seperti apa atau bagaimana.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 10:37:45 PM
daripada panjang2, definisikan dulu "berpikir" seperti apa atau bagaimana.
Tradisi
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 10:40:34 PM
Apakah sis Sriyeklina pernah tertidur pulas? Apakah sis Sriyeklina masih berpikir pada waktu tertidur pulas?

Oh...saya tidak tahu apakah saya pernah tidur pulas atau tidak. Tapi yang jelas, saya belum pernah tidur dalam keadaan yang sama setiap saat baik dari posisi-nya maupun dari barang-barangnya(selimut,sprei,bantal).
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 04 January 2011, 10:50:24 PM
karena bro Morpheus anti selera orang lain, jadinya tidak gampang  :))
gini aja, saya anggap anda tidak mau menjawab. ok?
case closed.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 10:56:23 PM
Oh...saya tidak tahu apakah saya pernah tidur pulas atau tidak. Tapi yang jelas, saya belum pernah tidur dalam keadaan yang sama setiap saat baik dari posisi-nya maupun dari barang-barangnya(selimut,sprei,bantal).
Mungkin keadaan kita berbeda, saya sering tertidur pulas, pada waktu tertidur pulas saya tak berpikir, kadang pulasnya 5 jam, kadang hanya 4 jam, 3 jam....

Pulasnya mirip dengan ketika saya dibius total sebelum di operasi ketika masih kecil, blank.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 11:03:59 PM
Mungkin keadaan kita berbeda, saya sering tertidur pulas, pada waktu tertidur pulas saya tak berpikir, kadang pulasnya 5 jam, kadang hanya 4 jam, 3 jam....

Pulasnya mirip dengan ketika saya dibius total sebelum di operasi ketika masih kecil, blank.

Kalau cuma tebak-tebakan yah tidak usah dibahas lagi :)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 04 January 2011, 11:07:03 PM
With a method we can eventually work toward a concentrated mind - (Song of Mind: Wisdom from the Zen Classic Xin Ming
 By Shengyan, Sheng Yen)

Hanya penasaran, kata mind di kalimat tersebut diterjemahkan menjadi apa? pikiran atau batin?
Semoga ada yang mau membantu menjawabnya
OK Thanks Sdr. Indra.

Tapi ada kalimat terusannya semoga bisa dibantu juga:

With diligence and determination, concentration will improve until quite naturally, we evolve to the one-mind state of samadhi. However, in samadhi the mind still stops on one-mind, or the self. We must go beyond one-mind to no-mind. Here the mind truly stops on nothing. Only here can one truly be in accordance with all dharmas. (Song of Mind: Wisdom from the Zen Classic Xin Ming By Shengyan, Sheng Yen)

Apakah ketiga kata 'mind' di atas mengacu pada hal yang sama? batin atau pikiran?
master sheng yen sering mengajarkan tahapan meditasi zen sebagai dari scattered mind - simple mind - one mind - no-mind.
tentu di sini maksudnya adalah pikiran:
scattered mind = orang biasa yang berkecamuk sejuta pikiran
simple mind = mulai tenang, sedikit pikiran berseliweran
one mind = saya tafsirkan sebagai samadhi
no-mind = batin orang yg tercerahkan
cmiiw.

perlu dicatat, master sheng yen native speaker chinese, bukan inggris. jadi mungkin terjemahannya pun bisa simpang siur.

menurut saya, yg penting adalah bukan membicarakan bagaimana itu keadaan no-mind, karena dibicarakan secara intelektual tidaklah ada gunanya. yg lebih penting adalah bagaimana dukkha itu jadi lenyap, yaitu instruksi meditasi itu sendiri...
Title: dpt pencerahan dijelaskan dlm programming language ?
Post by: johan3000 on 04 January 2011, 11:21:47 PM
Quote
Quote from: johan3000 on Today at 02:08:58 AM
jawaban yg menarik dari bro Morpeus,

kita tau spt Big Blue dpt diprogram utk mengalahkan pemain catur grand master.

Nah kita2 bagaimana utk pemeprogramman sejenis Big Blue tapi utk become enlightened.

dan dalam kondisi ini, udah tentu processornya masih terus bekerja ya spt halnya di Big Blue.

processor tidak perlu berhenti bekerja, tapi software/data/algorithm nya yg "englighted".

Gimana caranya ?  (asumsi gw kan bro Morpheus juga pakar programming!)


thx sebelumnya....
morpheus : saya gak ngerti maksud anda.



dua senior programmer and analysis duduk sambil ngobrol ngalor ngidul di hari weekend...

salah satu programmer tsb udah mencapai tingkat pencerahan, sedangkan yg lain tidak...

nah kira2 bagaimanakah programmer yg telah mencapai pencerahan menjelaskan pada yg tidak dalam
   programming language atau algorithm  / data structure ?
bagaimana programmer yg telah mencapai pencerah menulis kembali pengetahuannya kedalam robot sehingga robot tsb juga memiliki kwalitas yg sama ?

kira2 itulah maksudnya gw!... mohon ada yg bisa bantu ya... :P
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 04 January 2011, 11:22:09 PM
kutipan master sheng yen:
Quote
Niutou's method emphasizes cultivating wakefulness (hsing) and stillness (chi) together without attaching to either. In the beginning we must use our senses to observe the world, but we should not use discriminating mind to attach to the world. When we let go of discrimination, the illusory world that is presented to our senses will recede and disappear. Along with the vanishing of the illusory world, our ordinary mind also vanishes and we experience pure, or original, mind.
jelas dikatakan keadaan no-mind itu hasil dari wakefulness without attaching to it dengan kata lain pengamatan secara pasif alias sadar, tapi masih ada yg mencoba melucu menyamakan keadaan ini dengan tidur nyenyak atau pingsan... dibahas sampe berhalaman2 lagi...

sekali lagi, menurut saya, yg penting adalah bukan membicarakan bagaimana itu keadaan no-mind, karena dibicarakan secara intelektual tidaklah ada gunanya. yg lebih penting adalah bagaimana lenyapnya dukkha itu, yaitu instruksi meditasi itu sendiri...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 11:24:55 PM
Kalau cuma tebak-tebakan yah tidak usah dibahas lagi :)

Kalau yang saya alami memang demikian, bukan tebak-tebakan sis. Mengenai jumlah jam memang hanya perkiraan. Bila tertidur pulas walau 1 jam berarti pikiran berhenti selama 1 jam.
 
Intinya: ada waktu tertentu pikiran berhenti ketika tidur, yaitu ketika tertidur pulas.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhitthana on 04 January 2011, 11:25:44 PM
Berhenti dalam definisi apa dulu? Kalau berhenti seperti mesin yang mati/tidak aktif, saya rasa tidak bisa, kecuali mungkin para Ariya yang mencapai Nirodha Samapati.
Kalau berhenti "bergerak" sama sekali (diam dalam satu objek), mungkin seperti dalam Samatha.
Sedangkan dalam vipassana, berhentinya adalah berhenti "berimprovisasi", hanya mencerap objek saja, tetapi apa yang tercerap itu, tidak lagi diproses lebih lanjut.

bold ...
Apakah itu yg dimaksud ... "berdiam dalam Jhana" ??  ::)
Gw lebih "Sreg kalimat vipassana yaitu berhentinya berimprovisasi", hanya mencerap objek saja
tapi dari kedua kalimat tersebut ... belum ada titik temu yg benar2 mengartikan kata sesungguhnya dari berhentinya pikiran ...... sejujurnya saja apa manfaat dlm kegiatan sehari-hari Jika ada orang yg dikatakan sudah berhentinya  sang "aku" dan pikiran ??


Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 04 January 2011, 11:26:14 PM
nah kira2 bagaimanakah programmer yg telah mencapai pencerahan menjelaskan pada yg tidak dalam
   programming language atau algorithm  / data structure ?
bagaimana programmer yg telah mencapai pencerah menulis kembali pengetahuannya kedalam robot sehingga robot tsb juga memiliki kwalitas yg sama ?
oh pertanyaan kira2, ntar saya kira2kan jawabannya kalo ada waktu untuk berkira2...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Adhitthana on 04 January 2011, 11:32:41 PM
Tunggu jawabannya dari pakar vipassana. Apakah ketika tidur pulas, kita menggaruk tanpa sadar, menarik selimut tanpa sadar, atau berbalik tanpa sadar. Termasuk berpikir atau tidak?

Terus juga kasus orang yang jalan sambil tidur, atau yang bicara sambil tidur. Apakah itu berpikir atau tidak?
Mungkin maksud Sis ... apakah semua gerakan refleks adalah termasuk berpikir ato tidak ?
termasuk menepuk nyamuk  .... gitu yaaah ;D

ada diketerangan  Abhidhamma .....
ada kelas Abhidhamma di vihara dhammacakka .... minggu 1 dan 3 setiap bulan jam 4 sore  ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 11:33:02 PM
Kalau yang saya alami memang demikian, bukan tebak-tebakan sis. Mengenai jumlah jam memang hanya perkiraan. Bila tertidur pulas walau 1 jam berarti pikiran berhenti selama 1 jam.
 
Intinya: ada waktu tertentu pikiran berhenti ketika tidur, yaitu ketika tertidur pulas.
Sory bro...tidak usah dilanjutkan lagi. Karena mengganggu yang lain.Kalau ingin dilanjutkan bisa lewat PM. Tapi lebih baik tidak usah saja, karena saya juga iseng kok. Jalan atau tidak pikiran itu dalam tidur juga tidak membawa arti apa-apa buat saya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 04 January 2011, 11:34:26 PM
Mungkin maksud Sis ... apakah semua gerakan refleks adalah termasuk berpikir ato tidak ?
termasuk menepuk nyamuk  .... gitu yaaah ;D

ada diketerangan  Abhidhamma .....
ada kelas Abhidhamma di vihara dhammacakka .... minggu 1 dan 3 setiap bulan jam 4 sore  ;D

Terima kasih informasi-nya.
 ^:)^
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 11:54:50 PM
kutipan master sheng yen:jelas dikatakan keadaan no-mind itu hasil dari wakefulness without attaching to it dengan kata lain pengamatan secara pasif alias sadar, tapi masih ada yg mencoba melucu menyamakan keadaan ini dengan tidur nyenyak atau pingsan... dibahas sampe berhalaman2 lagi...

sekali lagi, menurut saya, yg penting adalah bukan membicarakan bagaimana itu keadaan no-mind, karena dibicarakan secara intelektual tidaklah ada gunanya. yg lebih penting adalah bagaimana lenyapnya dukkha itu, yaitu instruksi meditasi itu sendiri...


Bro Morpheus yang baik, diskusi mengenai pikiran yang berhenti itu saya rasa berkaitan dengan pernyataan bro Morph sendiri berikut:
Quote
ajaran mengenai pikiran berhenti itusangat lumrah dan banyak diajarkan master2 zen, yg notabene buddhism mahayana klasik yg diakui di seluruh dunia. hanya di dc ajaran ini digolongkan secara resmi sebagai "bukan buddhism".
Bukankah kedua pernyataan bro Morph yang di bold berbeda artinya?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 04 January 2011, 11:55:55 PM
Sory bro...tidak usah dilanjutkan lagi. Karena mengganggu yang lain.Kalau ingin dilanjutkan bisa lewat PM. Tapi lebih baik tidak usah saja, karena saya juga iseng kok. Jalan atau tidak pikiran itu dalam tidur juga tidak membawa arti apa-apa buat saya.
OK...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: johan3000 on 05 January 2011, 12:12:30 AM
oh pertanyaan kira2, ntar saya kira2kan jawabannya kalo ada waktu untuk berkira2...

tapi gw udah tau salah satu jawabnya dari pegalaman pribadi... cuma pingin tau bagaimana orang lain menjelaskannya.... dan gw tidak setuju dgn "pikiran yg berhenti"..........
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 05 January 2011, 06:06:48 AM
gini aja, saya anggap anda tidak mau menjawab. ok?
case closed.

udah dijawab masih tidak mengerti
setuju di closed :))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 05 January 2011, 09:12:58 AM
Bro Morpheus yang baik, diskusi mengenai pikiran yang berhenti itu saya rasa berkaitan dengan pernyataan bro Morph sendiri berikut:Bukankah kedua pernyataan bro Morph yang di bold berbeda artinya?
gak ada yg bertentangan. anda gak mengerti. ujung2nya selalu morpheus ngomongin kadal, fabian ngomongin kura2.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 05 January 2011, 09:24:07 AM
Saya rasa definisi kita sama bro, pada orang mabuk, orang terhipnotis, orang tidur tanpa mimpi, orang terpengaruh obat bius, janin pada awal kehamilan dll, pada keadaan tertentu tidak berpikir.
Saya rasa justru definisi kita berbeda. Saya sendiri setidaknya punya beberapa definisi "berpikir" yang berbeda, tergantung konteks pembicaraannya.


Quote
Pertanyaannya, apakah tidak berpikir itu sudah ber Vipasssana?
Kembali lagi, berpikir definisi yang mana?

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 05 January 2011, 09:24:53 AM
gak ada yg bertentangan. anda gak mengerti. ujung2nya selalu morpheus ngomongin kadal, fabian ngomongin kura2.
Maaf bro kedua pernyataan yang bertentangan itu yaitu: 1. Pengamatan secara pasif alias sadar. 2. ajaran mengenai pikiran yang berhenti adalah pernyataan anda sendiri, bukan pernyataan saya.

Pada waktu pikiran berhenti belum tentu sadar, pada waktu pengamatan pasif alias sadar belum tentu pikirannya berhenti.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 05 January 2011, 09:25:38 AM
Saya rasa justru definisi kita berbeda. Saya sendiri setidaknya punya beberapa definisi "berpikir" yang berbeda, tergantung konteks pembicaraannya.

Kembali lagi, berpikir definisi yang mana?


Definisi berpikir bro Kainyn bagaimana...?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 05 January 2011, 09:35:20 AM
Definisi berpikir bro Kainyn bagaimana...?
Dalam konteks sehari-hari, kegiatan memproses ide, sehingga tidur pulas/pingsan bukan berpikir.

Dalam konteks Vipassana yang dibicarakan ini, merespon objek indera dan menindaklanjuti respon tersebut berdasarkan kemelekatan akan diri, sehingga tidak melihat apa adanya, tetapi melihat menurut 'aku'.

Dalam konteks ilmiah, sepertinya adalah aktifitas otak yang melibatkan cerebral cortex.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 05 January 2011, 09:39:18 AM
Maaf bro kedua pernyataan yang bertentangan itu yaitu: 1. Pengamatan secara pasif alias sadar. 2. ajaran mengenai pikiran yang berhenti adalah pernyataan anda sendiri, bukan pernyataan saya.

Pada waktu pikiran berhenti belum tentu sadar, pada waktu pengamatan pasif alias sadar belum tentu pikirannya berhenti.
itu sudah diterangkan berjuta kali oleh ph, buku2 zen dan yg lain2, dan anda tetap ngotot memakai definisi anda sendiri mengenai berpikir dan berhentinya pikiran. selama anda tidak meletakkan definisi dan terminologi anda, anda tidak akan bisa mengerti apa itu berhentinya pikiran ataupun no-mind. pertentangan itu ada di kepala anda sendiri, terbukti dari kata2 yg ditebelin itu berasal dari anda sendiri.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 05 January 2011, 09:54:35 AM
udah dijawab masih tidak mengerti
setuju di closed :))
sebenernya saya mau jawaban yg jelas dan tegas, gak main sembunyi2. mungkin memang membutuhkan keberanian.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 05 January 2011, 10:38:32 AM
Dalam konteks sehari-hari, kegiatan memproses ide, sehingga tidur pulas/pingsan bukan berpikir.

Dalam konteks Vipassana yang dibicarakan ini, merespon objek indera dan menindaklanjuti respon tersebut berdasarkan kemelekatan akan diri, sehingga tidak melihat apa adanya, tetapi melihat menurut 'aku'.

Dalam konteks ilmiah, sepertinya adalah aktifitas otak yang melibatkan cerebral cortex.

bagaimana kalau dibandingkan ;D

wipasana "katanya" = pikiran berhenti = "aku" (atau keakuan?) tidak ada, kemudian pada saat tidak wipasana pikiran bergerak lagi, aku ada lagi.

pingsan atau tidur = pikiran berhenti = "aku" (atau keakuan?) tidak ada, kemudian pada saat tidak tidur pikiran bergerak lagi, aku ada lagi.

perbedaannya?

yang satu tanpa tujuan, tanpa tehnik "katanya hanya "eling" saja a.k.a diam

yang satu tanpa tujuan, tanpa tehnik juga keknya
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: sutarman on 05 January 2011, 11:27:49 AM
(saya copy paste dari Pertanyaan Kritis Mengenai Theravada)

Berhubung ada yang membawa-bawa nama Zen, saya terpanggil untuk menanggapi untuk meluruskan duduk persoalannya.
Zen tidak lebih tinggi atau rendah dibandingkan aliran Buddhisme lainnya.

Zen memang ajaran yang di luar kitab suci maupun bahasa karena Zen hanya membahas meditasi dan meditasi bisa dilakukan oleh semua orang dari berbagai agama sekalipun. Namun bukan berarti pula Zen tak punya sutra yang spesifik. Pada kenyataannya praktisi Zen dianjurkan membaca Tipitaka maupun Tripitaka namun dengan anjuran untuk tidak melekat kepada kitab-kitab itu.

ZEN : TIDAK BERGANTUNG PADA KATA-KATA DAN MENUNJUK LANGSUNG PADA PIKIRAN

Apa makna tidak bergantung pada kata-kata dalam Zen?

Seseorang harus SKEPTIS terhadap segala macam kitab suci (termasuk Tripitaka Sanskrit maupun Tipitaka Pali). Semua itu hanyalah susunan kata-kata dan bahasa yang walaupun benar bisa jadi disalahtafsirkan terutama dalam rangka meditasi yang merupakan Zen itu sendiri.

Petunjuk meditasi/samadhi yang diberikan orang lain sangat KECIL SEKALI KEMUNGKINANNYA bisa membantu seseorang mencapai keterbebasan pikiran. Mengapa? Karena setiap orang adalah unik. Dan metode meditasi yang telah baku belum tentu dan seringkali tidak cocok untuk semua orang.

Petunjuk dalam Zen/meditasi adalah petunjuk yang diperoleh secara langsung dari praktek dan kadang petunjuk itu datang secara mendadak/ tiba-tiba/ tidak disangka-sangka yang seringkali disebut sebagai pencerahan seketika. Pencerahan seketika ini tidak langsung membuat seseorang menjadi arahat atau bodhisattva atau sejenisnya namun hanya membuat seseorang semakin terbebas pikirannya dan semakin mengerti mengenai makna dan tujuan hidupnya sendiri yang tentu saja berlainan untuk tiap praktisi Zen.

Bagi seorang Guru/Master Zen mengajar meditasi/zen adalah sebuah seni. Yang namanya seni adalah unik, tak ada yang standard. Setiap guru Zen memiliki metode yang berbeda-beda dalam mengajar namun tujuannya tetap sama yaitu mencapai keterbebasan pikiran.

Apa itu meditasi Zen? PIKIRAN yang tenang, damai dan bebas dari kondisi baik/buruk di luar diri, bebas dari kemelekatan pada objek di luar diri.

Seseorang dalam bermeditasi haruslah menyadari mengenai ANATTA atau SUNYATA bahwa diri ini sesungguhnya KOSONG/SUNYA/WU karena yang namanya diri ini hanya tersusun dari jasmani dan batin yang dua-duanya tidak kekal / anicca / anitya.

Seseorang harus menyadari bahwa anatta ataupun sunyata itu sendiri hanyalah sebuah PANDANGAN/ view dalam bermeditasi dan jangan MELEKAT pada pandangan/view ini. Kalau kita sudah melekat pada anatta dan sunyata maka kita akan semati benda mati.

Kata-kata adalah simbol bahasa sedangkan pikiran adalah bahasa tanpa kata-kata.
Semua dhamma/dharma sesungguhnya sudah ada dalam pikiran kita.

Itulah yang disebut mengarah langsung pada pikiran dalam Zen.

NAFAS ITULAH BASIC YANG PALING BASIC DALAM ZEN

Konon Buddha pernah memberi teka-teki kepada semua murid utama mengenai apa yang disebut hidup itu. Semua murid utama memberikan berbagai jawaban yang kemudian ditolak oleh Buddha. Dan kemudian Buddha memberikan pencerahan dengan berkata, “Hidup adalah sepanjang nafas ini.” Dan semua murid utama takjub. Inilah kunci utama dalam bermeditasi.

Zen adalah meditasi. Meditasi adalah Zen. Karena Zen itu sendiri artinya meditasi. Namun berbeda dengan berbagai aliran lain dalam Buddhisme, meditasi dalam Zen tidak hanya dilakukan dalam keadaan duduk dengan posisi teratai/lotus (duduk bersila) namun juga dalam berbagai aktivitas sehari-hari. Inilah yang membedakan meditasi Zen dengan meditasi lainnya.

Kunci utama dalam bermeditasi Zen adalah mengatur panjang pendeknya nafas. Dan ini adalah sebuah seni tersendiri yang mana setiap orang harus mengalaminya sendiri dalam sebuah praktek langsung.

Secara alami, manusia yang tak pernah bermeditasi sekalipun secara refleks akan menghela nafas panjang untuk menyingkirkan beban dalam batinnya.

Nafas penting sekali peranannya dalam menenangkan atau mendamaikan pikiran. Hal yang sangat sederhana ini sangatlah disadari oleh Master-master Zen.

Dalam bermeditasi kita berupaya untuk mengatur nafas agar semakin panjang. Semakin panjang suatu nafas maka pikiran akan semakin rileks/santai dan tenang/damai.

Setelah pikiran rileks dan tenang barulah kita merenungkan kembali mengenai sunyata/anatta, anitya/anicca, dan dukkha atau yang biasa disebut sebagai tilakkhana atau tiga corak umum (anatta, dukkha, anicca)

Sambil bermeditasi merenungkan tilakkhana (tiga corak umum) itu kita juga bisa menyadari bahwa hidup ini hanyalah sepanjang nafas ini.

Nafas adalah jembatan yang menghubungkan hidup dengan kesadaran.

Nafas menyatukan tubuh/jasmani dengan pikiran/kesadaran (citta/vijnana).

Nafas adalah tanda kehidupan. Bila Anda tak lagi bernafas berarti Anda sudah mati.

Zen dengan cerdas menggunakan nafas ini untuk menghubungkan hidup dengan pikiran/kesadaran.

Menarik nafas panjang secara alami dapat menyatukan kembali pikiran yang terceraiberai atau terpencar sehingga menjadi terpusat. Itulah yang disebut sebagai konsentrasi pikiran dalam zen/meditasi (yang paling basic).

Ketika pikiran kita sudah terfokus/terkonsentrasi maka dengan nafas itu pula kita berusaha menyadari bahwa hidup itu hanya sepanjang nafas, badan ini ada hanya sepanjang nafas.

Boleh jadi detik berikutnya kita berhenti bernafas karena suatu hal yang mencabut kehidupan kita. Inilah yang disebut sebagai nafas yang menghubungkan pikiran dengan badan/tubuh/jasmani ini.

HIDUP INI BERHARGA / MEDITASI DALAM SETIAP HEMBUSAN NAFAS

Setelah menyadari bahwa hidup adalah sepanjang nafas atau keberadaan badan ini hanyalah sepanjang nafas yang kita tarik dan hembuskan maka kita arahkan pikiran kita untuk merenungi satu hal yang juga sangat basic/mendasar dalam meditasi/zen yaitu bahwa hidup ini sangatlah berharga dan tak bisa ditukar dengan materi apapun yang ada di dunia ini.

Setiap detik adalah berharga. Setiap tarikan dan hembusan nafas adalah berharga. Kalau pikiran kita setiap saat selalu dapat mempertahankan kesadaran/pikiran yang terpusat/terfokus semacam ini maka kita  dianggap berhasil dalam meditasi/zen.

Itulah yang disebut sebagai meditasi dalam berbagai macam aktivitas yang kita lakukan sehari-hari. Dan ini bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan walau secara konseptual nampaknya sederhana.

Secara alamiah bila badan kita bergerak maka pikiran kita cenderung bergerak pula sehingga akhirnya pikiran kita akhirnya terceraiberai dan tidak lagi terpusat/terfokus. Jadi walaupun secara konseptual nampaknya mudah/sederhana namun memusatkan pikiran/kesadaran dalam keadaan badan bergerak tidaklah mudah bahkan sangat sulit dalam prakteknya. Anda boleh mencobanya sendiri, dan kalau Anda bisa menguasainya dengan cepat berarti Anda berbakat dalam Zen.

Seorang pemula dalam meditasi Zen akan berlatih memusatkan pikiran ketika sedang berjalan. Biasanya dengan berjalan secara perlahan dan memperhatikan setiap langkah kita, karena bila kita berjalan cepat dan tergesa-gesa maka konsentrasi pikiran lebih mudah buyar.

Setiap kaki kita melangkah perlahan, seimbangkan langkah dengan nafas, dan sadari betapa ajaibnya kaki kita bisa melangkah dan badan kita bisa bergerak seiring dengan nafas yang kita tarik dan hembuskan. Sadari betapa berharganya nafas ini dalam setiap langkah kaki Anda. Namun jangan sampai Anda terlalu tegang dalam menyadarinya. Santai/rileks adalah salah satu syarat mutlak dalam meditasi bergerak.

Berjalan dalam kesadaran penuh seperti itu bukan perkara yang mudah.

Konon ada praktisi Zen yang berlatih hingga puluhan tahun hanya untuk bisa meditasi sambil berjalan. Mayoritas kita-kita ini memang seperti itu. Seringkali dalam keadaan yang dikejar waktu (cepat-cepat mau ke kampus/sekolah, ke kantor, atau pulang ke  rumah) membuat kita melupakan meditasi sambil berjalan.

Kita dapat memperhatikan gerakan langkah seorang Master Zen dalam berjalan yang biasanya pelan dan melangkah tanpa menimbulkan suara, tidak seperti manusia awam yang berjalan tergesa-gesa dan berisik.

Dalam tingkatan yang sudah mahir, seorang praktisi/master Zen dapat berjalan cepat namun tetap hening alias tidak menimbulkan suara.

Ada satu teknik yang cukup praktis dan mudah yaitu berjalan dengan sambil menyunggingkan sebuah senyum. Ini akan membuat kita lebih rileks dan tenang dan akan membuat kita dengan cepat menguasai meditasi saat berjalan. Tapi harus lihat-lihat situasi juga jangan sampai orang lain menyangka Anda gila karena suka tersenyum sendiri.
 
Berjalan sendirian sambil sedikit tersenyum lebih mudah dalam mengkonsentrasikan pikiran. Bagaimana bila kita harus berjalan bersama dengan orang lain dan orang lain itu mengajak kita berbicara? Ini jelas merupakan tantangan tersendiri kalau kita sudah bisa menguasai meditasi saat berjalan/bergerak.

Bagaimana kita memperhatikan ucapan lawan bicara kita namun di sisi lain kita tetap harus bermeditasi penuh kesadaran ketika sedang berjalan. Anda harus menemukan sendiri cara/tekniknya. Ini tak bisa diberikan oleh orang lain, harus dicoba/dipraktekkan sendiri dan setiap orang harus mencari pemecahannya sendiri.

Terlebih lagi bila kita berbicara sambil berjalan. Berbicara cenderung membuat kesadaran/pikiran kita buyar sama seperti kita berjalan/bergerak bahkan menurut saya pribadi berbicara lebih dahsyat membuyarkan konsentrasi pikiran.  Bagaimana pikiran kita tetap terpusat sambil kita  berbicara dan bergerak adalah tantangan terbesar dalam meditasi setiap saat/detik. Dan ini semua harus dilatih dengan tekun oleh diri Anda sendiri sebelum Anda menjadi mahir.

Seorang Master Zen biasanya berbicara dengan pelan agar dapat selalu menjaga konsentrasi pikiran. Hal ini disarankan juga bagi praktisi Zen pemula. Bukan berarti tidak ada seorang Master Zen yang bisa berbicara dengan suara keras namun konsentrasi pikirannya tetap terjaga. Master Zen Linji terkenal dengan suara teriakan kerasnya sebagai metode untuk pencerahan seketika. Tapi suara keras ini tidak disarankan bagi praktisi Zen pemula yang bahkan belum mahir mengkonsentrasikan pikiran ketika sedang berbicara dengan pelan atau normal. Harus ada tahap-tahapnya, mulai dari bicara pelan dan lembut, normal, hingga cepat dan keras. Mungkin diperlukan latihan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sebelum menjadi mahir untuk berbicara normal (tidak pelan namun juga tidak cepat, tidak lembut dan juga tidak keras).

Lagi-lagi tersenyum saat berbicara boleh Anda jadikan sebagai salah satu metode dalam berbicara sambil mempertahankan konsentrasi pikiran. Tersenyum sedikit membuat Anda lebih rileks ketika berbicara sambil tetap menjaga konsentrasi pikiran.

Yang lebih susah lagi adalah ketika kita harus menjalankan profesi yang membutuhkan pikiran itu sendiri (selain bergerak dan berbicara) untuk menyelesaikan tugas/kerja kita. Misalnya Anda adalah seorang dokter, insinyur, akuntan, pengacara yang memerlukan pikiran (selain bergerak dan berbicara) dalam mengerjakan tugas/kerja sehari-hari. Bagaimana Anda bisa melakukan semua aktivitas itu (berjalan/bergerak, berbicara/mendengar, berpikir) namun tetap bermeditasi setiap tarikan nafas adalah sebuah tantangan yang harus Anda temukan sendiri caranya.

Izinkan saya mengutip pendapat Master Zen Thich Nhat Hanh:

-------------------------------------------

Ketika berjalan seorang praktisi harus sadar bahwa ia sedang berjalan.
Ketika duduk, ia harus sadar bahwa ia sedang duduk.
Ketika berbaring, ia harus sadar bahwa ia sedang berbaring
Apapun posisi tubuhnya, ia harus menyadarinya

Napas adalah jembatan yang menghubungkan hidup dengan kesadaran,
yang menyatukan tubuh dengan pikiran.
Kapanpun pikiran terpencar berserakan, gunakan napas sebagai alat untuk mengumpulkan kembali pikiran.

Pikiran tidak menggenggam pikiran
Pikiran tidak mengusir pikiran
Pikiran hanya bisa mengamati dirinya sendiri

Jika seorang praktisi memahami pikirannya dengan jernih, ia akan bisa mencapai kemajuan tanpa banyak usaha.
Tetapi jika ia tidak tahu apa-apa tentang pikirannya, semua usahanya akan sia-sia.

Hanya dengan berlatih kesadaran, kita tidak menderita, tetapi merasakan kebahagiaan dan kedamaian sejati.
Hanya dengan berlatih kesadaran, kita bisa membuka pikiran dan mata cinta kasih.

--------------------------------------------------------

Hanya dengan tekun berlatih hingga mahir maka barulah Anda berhasil. Kuncinya sekali lagi hanya pada mengatur nafas dan kesadaran/pikiran mengenai keberhargaan hidup ini sekaligus kesadaran/pikiran bahwa hidup ini anatta, dukkha, anicca, yang mana semua kesadaran/pikiran itu harus tetaplah tenang dan damai setenang permukaan air yang tenang sehingga permukaan air itu menjadi cermin bagi apapun.

Mengenai nafas dalam kaitannya dengan keberhargaan dalam hidup ini, izinkan saya kembali mengutip pendapat Master Zen Thich Nhat Hanh yang menurut saya pribadi adalah tujuan paling tertinggi yang mestinya menjadi tujuan setiap praktisi Zen:

------------------------------------------------------------------------

SAAT INI adalah satu-satunya orang yang kita miliki.
ORANG YANG PALING PENTING adalah orang yang saat ini sedang bersama Anda, karena kita tidak akan permah tahu kita akan bersama siapa di masa yang akan datang.
TUGAS TERPENTING yang layak dikerjakan adalah membuat orang yang bersama Anda bahagia, itulah tujuan hidup ini.

------------------------------------------------------------------------

Bermeditasilah setiap saat.
Berlatih Zen dalam setiap tarikan dan hembusan nafas.

----------------------------------------------------------------------------------


KEAJAIBAN HIDUP SADAR
THE MIRACLE OF MINDFULNESS
(Sebuah perpaduan unik dan alami antara tradisi Theravada dan Mahayana di Vietnam)

Oleh: Thich Nhat Hanh
Sesepuh Zen dari Vietnam, Tokoh Perdamaian Internasional

Kutipan dari buku Keajaiban Hidup Sadar terbitan tahun 2010 (yang awal tahun 2011 ini masih beredar di Gramedia seharga Rp 30.000).

Halaman 6:

Ketika berjalan seorang praktisi harus sadar bahwa ia sedang berjalan.
Ketika duduk, ia harus sadar bahwa ia sedang duduk.
Ketika berbaring, ia harus sadar bahwa ia sedang berbaring
Apapun posisi tubuhnya, ia harus menyadarinya

Halaman 21:

Napas adalah jembatan yang menghubungkan hidup dengan kesadaran,
yang menyatukan tubuh dengan pikiran.
Kapanpun pikiran terpencar berserakan, gunakan napas sebagai alat untuk mengumpulkan kembali pikiran.

Halaman 39:

Pikiran tidak menggenggam pikiran
Pikiran tidak mengusir pikiran
Pikiran hanya bisa mengamati dirinya sendiri

Halaman 48 :

Jika seorang praktisi memahami pikirannya dengan jernih, ia akan bisa mencapai kemajuan tanpa banyak usaha.
Tetapi jika ia tidak tahu apa-apa tentang pikirannya, semua usahanya akan sia-sia.

Halaman 65 :

Hanya dengan berlatih kesadaran, kita tidak menderita, tetapi merasakan kebahagiaan dan kedamaian sejati.
Hanya dengan berlatih kesadaran, kita bisa membuka pikiran dan mata cinta kasih.

Halaman 75 :

Ketika realitas bisa diselami pada tataran tertingginya, seorang praktisi telah mencapai tingkat kebijaksanaan yang disebut pikiran non-diskriminatif – sebuah kemanunggalan menakjubkan yang mana tidak ada lagi pembedaan antara subjek dan objek.

Halaman 87 :

SAAT INI adalah satu-satunya orang yang kita miliki.
ORANG YANG PALING PENTING adalah orang yang saat ini sedang bersama Anda, karena kita tidak akan permah tahu kita akan bersama siapa di masa yang akan datang.
TUGAS TERPENTING yang layak dikerjakan adalah membuat orang yang bersama Anda bahagia, itulah tujuan hidup ini.

-------------------------------------------------------------------------

Buku Master Thich Nhat Hanh ini adalah buku mengenai Zen yang sangat sederhana karena mudah dipahami oleh orang awam sekalipun namun juga sangat bermutu karena langsung menyentuh pokok-pokok Zen yang selama ini saya ketahui dan praktekkan. Saya sarankan kepada teman-teman sedharma untuk membeli buku yang saya yakin akan sangat berguna untuk kemajuan batin kita.

Sutarman
(Praktisi Zen)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: sutarman on 05 January 2011, 11:43:07 AM
OK Thanks Sdr. Indra.

Tapi ada kalimat terusannya semoga bisa dibantu juga:

With diligence and determination, concentration will improve until quite naturally, we evolve to the one-mind state of samadhi. However, in samadhi the mind still stops on one-mind, or the self. We must go beyond one-mind to no-mind. Here the mind truly stops on nothing. Only here can one truly be in accordance with all dharmas. (Song of Mind: Wisdom from the Zen Classic Xin Ming By Shengyan, Sheng Yen)

Apakah ketiga kata 'mind' di atas mengacu pada hal yang sama? batin atau pikiran?

Thanks

Bro Kelana,

Saya coba bantu ya, tapi ini jangan dianggap 100% benar lho karena ini pendapat pribadi saya sebagai praktisi Zen.
Mind di sini memang berarti 'pikiran' (sepanjang yang saya tahu) karena Zen adalah mengenai konsentrasi pikiran setiap saat.
Sedangkan no-mind, 'no' ini saya duga diterjemahkan dari 'wu' sebuah istilah mandarin untuk 'sunyata'.
Jadi yang disebut no-mind itu maksudnya adalah pikiran 'sunyata' bukan tidak ada pikiran sama sekali.
Pikiran sunyata itu apa? Sepanjang yang saya ketahui pikiran sunyata adalah pikiran yang menyadari mengenai 'anatta' bahwa tidak ada yang disebut sebagai inti diri, yang disebut diri/self ini hanya gabungan dari berbagai skhanda (benar nggak ya nulis istilahnya? atau khanda?).

Semoga bisa membantu. _/\_
 
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dilbert on 05 January 2011, 12:00:11 PM
melihat NIBBANA dan merealisasikan NIBBANA, berbeda ya ?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 05 January 2011, 12:03:10 PM
bagaimana kalau dibandingkan ;D
Sebetulnya itu adalah beda penggunaannya saja, tergantung konteks pembicaraan. Mungkin seperti ini:
-Kepalanya terbentur benda keras dan kehilangan kesadaran
-Tanpa kesadaran akan keterbatasannya, dia memaksakan keinginannya

Kesadaran dalam konteks yang satu, tidak tepat digunakan dalam konteks lain.



Quote
wipasana "katanya" = pikiran berhenti = "aku" (atau keakuan?) tidak ada, kemudian pada saat tidak wipasana pikiran bergerak lagi, aku ada lagi.
Betul, bagi yang masih belum melenyapkan kemelekatan, maka akan timbul terus. Sama seperti orang (bukan ariya) yang mencapai jhana, maka nafsu dan bencinya juga 'hilang', namun tetap akan muncul lagi jika konsentrasinya pudar.


Quote
pingsan atau tidur = pikiran berhenti = "aku" (atau keakuan?) tidak ada, kemudian pada saat tidak tidur pikiran bergerak lagi, aku ada lagi.
Ini bukan dikatakan "keakuan" berhenti, tapi memang tidak aktif. Mungkin perbandingan sederhananya seperti komputer itu bathin, 'keakuan' adalah virus. Komputer terkena virus yang di-shut-down, tetap dihitung infected, walaupun virusnya tidak berperan.



Quote
perbedaannya?

yang satu tanpa tujuan, tanpa tehnik "katanya hanya "eling" saja a.k.a diam

yang satu tanpa tujuan, tanpa tehnik juga keknya

Kalau tekniknya, saya tidak komentar karena tidak mengikutinya.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 05 January 2011, 12:04:26 PM
 [at]  ci sriyeklina :

kalau merasa bingung mengenai "aku" "panca kanda" dll coba baca ulasan dari Y.M. Mahasi Sayadaw :

http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/bhara-sutta/
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 05 January 2011, 12:15:45 PM
Sebetulnya itu adalah beda penggunaannya saja, tergantung konteks pembicaraan. Mungkin seperti ini:
-Kepalanya terbentur benda keras dan kehilangan kesadaran
-Tanpa kesadaran akan keterbatasannya, dia memaksakan keinginannya

Kesadaran dalam konteks yang satu, tidak tepat digunakan dalam konteks lain.
yeah, ketika seseorang pingsan maka dia otomatis berhenti berpikir, tidak ada pandangan "aku" sama dong seperti vipasana.


Quote
Betul, bagi yang masih belum melenyapkan kemelekatan, maka akan timbul terus. Sama seperti orang (bukan ariya) yang mencapai jhana, maka nafsu dan bencinya juga 'hilang', namun tetap akan muncul lagi jika konsentrasinya pudar.
yeah, bedanya satu dilakukan dengan sadar, dan satu nya dilakukan tanpa sadar, hampir mirip hasilnya. ketika seseorang pnsan atau vipasana, dia "katanya" tidak melakukan karma baik atau buruk ;D

Quote
Ini bukan dikatakan "keakuan" berhenti, tapi memang tidak aktif. Mungkin perbandingan sederhananya seperti komputer itu bathin, 'keakuan' adalah virus. Komputer terkena virus yang di-shut-down, tetap dihitung infected, walaupun virusnya tidak berperan.
perbandingannya komputer itu pikiran, "keakuan" adalah program.
komputer asalnya tidak ada isinya, kemudian di isi porgram dll, ketika program hilang maka "keakuan" hilang ;D


Quote
Kalau tekniknya, saya tidak komentar karena tidak mengikutinya.
ok
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sostradanie on 05 January 2011, 01:13:00 PM
komputer asalnya tidak ada isinya, kemudian di isi porgram dll, ketika program hilang maka "keakuan" hilang ;D


Kalau seperti ini lebih mudah dipahami, tidak rumit, tidak panjang dan tidak berputar-putar.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dilbert on 05 January 2011, 01:21:31 PM
Di dalam banyak cerita ZEN tentang pencerahan para MASTER ZEN... dikenal dengan adanya pencerahan kecil dan pencerahan besar.
Contoh : Cerita pencerahan Master Hui Neng...
- Master Hui Neng di-katakan memiliki kebijaksanaan yang tinggi setelah membalas Gatha yang di-tulis-kan oleh Murid Utama Master Zen Hong Ren

Di sebuah tembok Shen Xiu menulis,
"Tubuh adalah pohon Bodhi
  Pikiran adalah tempat cermin bersih berkilau.
  Usaplah setiap hari dengan penuh perhatian, tanpa henti,
  agar tetap bersih dari debu duniawi"

Huineng adalah seorang murid yang berasal dari keluarga miskin dan buta huruf. Ia tinggal di vihara dengan tugas sebagai tukang giling gandum di dapur, karena ia yang buta huruf dianggap bodoh. Huineng meminta seorang temannya untuk membantunya menulis sementara ia mendiktekan:

"Pada hakikatnya tidak ada pohon pencerahan.
  Tidak juga ada cermin bersih kemilau dan tempat berdirinya.
  Karena sejak semula semuanya kosong,
  di mana pula debu bisa melekat?"

Gatha Hui Neng menimbulkan kehebohan di kalangan vihara karena menjadi semacam tandingan dari Gatha Shen Xiu. Akhirnya Hong Ren mengetahui tentang hal ini dan melihat sendiri Gatha Hui NEng.

Hong Ren : Gatha itu tidak mencerminkan pencerahan. Hapuskan !!

Hari-hari berikutnya, Hong Ren diam diam memperhatikan Hui Neng. dan pada suatu saat Hong Ren meminta Hui Neng datang ke kamar pribadinya pada tengah malam.
Malam itu, Hong Ren menjelaskan Sutra Intan (Vajracheddika Paramita Sutra / Sutra Kebajikan Pemotong Intan) kepada Hui Neng, yang tercerahkan sepenuhnya ketika mendengar kata-kata ini : "JAGALAH PIKIRANMU TETAP WASPADA TANPA MELEKAT PADA APAPUN DIMANAPUN."

Hong Ren memberikan jubah pewaris kepada Hui Neng.

Hong Ren : Di masa lalu, ketika bodhidharma datang ke Cina, orang tidak percaya pada kebenaran yang dikatakannya. Maka dalam Chan ada tradisi menurunkan jubah dan meneruskan pencerahan. Mulai sekarang kamu adalah pemimpin Chan ke-6. Jaga dirimu dan pergilah bertapa sebelum memberikan ajaran. Penyerahan jubah ini mungkin menimbulkan iri hati. Jadi kamu harus pergi dari tempat ini segera.

Sesampainya di tepi sungai.

Hong Ren : Mari kuseberangkan.

Setelah sampai di tengah sungai.

Hong Ren : Ketika murid masih kebingungan, guru harus menyeberangkannya. Bila ia sudah tercerahkan, ia harus menyeberang sendiri.

Hui Neng kemudian mengambil alih dayung.

Hong Reng: Di masa depan, dharma akan berkembang pesat melaluimu. Pergilah ke selatan. Dharma tidak mudah disebarkan. Tunggulah sampai waktunya tiba sebelum menjelaskannya.
Hui Neng : Terima kasih atas nasihat guru.
Hong Ren : Sebarkan benih di antara makhluk yang sadar, dan ia akan berbuah di tanah yang subur. Tanpa kesadaran takkan ada benih yang tumbuh; demikian pula tak ada hidup tanpa alam.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 05 January 2011, 02:44:29 PM
yeah, ketika seseorang pingsan maka dia otomatis berhenti berpikir, tidak ada pandangan "aku" sama dong seperti vipasana.
:D Ada sama, ada bedanya.
Betul, memang 'pandangan aku' sama-sama tidak jalan.


Quote
yeah, bedanya satu dilakukan dengan sadar, dan satu nya dilakukan tanpa sadar, hampir mirip hasilnya. ketika seseorang pnsan atau vipasana, dia "katanya" tidak melakukan karma baik atau buruk ;D
Walaupun ada persamaan (pikiran tidak bergerak), tapi bedanya sangat jauh antara sesuatu yang dilakukan dengan sadar dan tidak sadar. Saya beri contoh orang puasa, katakanlah subuh/fajar sampai maghrib. Satu orang menjalankan aktifitas tanpa makan, minum, dan menghindari nafsu dalam kurun waktu tersebut. Satu orang lainnya tidur pada waktu tersebut dan beraktifitas dari maghrib sampai Subuh (manusia shift malam). Keduanya sama-sama tidak makan, tidak minum, dan tidak melakukan pemuasan nafsu.

Apakah menurut Bro ryu keduanya adalah sama?


Quote
perbandingannya komputer itu pikiran, "keakuan" adalah program.
komputer asalnya tidak ada isinya, kemudian di isi porgram dll, ketika program hilang maka "keakuan" hilang ;D
Tidak bisa dibandingkan begitu, karena kita bicara proses yang berkesinambungan. Program hilang itu sama seperti seseorang meninggal di mana jasmani (hardware) dan bathin (terurai). Konteksnya berbeda, walaupun sama-sama menggunakan analogi komputer.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 05 January 2011, 03:33:24 PM
:D Ada sama, ada bedanya.
Betul, memang 'pandangan aku' sama-sama tidak jalan.
;D

Quote
Walaupun ada persamaan (pikiran tidak bergerak), tapi bedanya sangat jauh antara sesuatu yang dilakukan dengan sadar dan tidak sadar. Saya beri contoh orang puasa, katakanlah subuh/fajar sampai maghrib. Satu orang menjalankan aktifitas tanpa makan, minum, dan menghindari nafsu dalam kurun waktu tersebut. Satu orang lainnya tidur pada waktu tersebut dan beraktifitas dari maghrib sampai Subuh (manusia shift malam). Keduanya sama-sama tidak makan, tidak minum, dan tidak melakukan pemuasan nafsu.

Apakah menurut Bro ryu keduanya adalah sama?
kalau dari segi logika harusnya sih sama aja, kalau dari segi kepatutan dan aturan mereka tidak sama.

Quote
Tidak bisa dibandingkan begitu, karena kita bicara proses yang berkesinambungan. Program hilang itu sama seperti seseorang meninggal di mana jasmani (hardware) dan bathin (terurai). Konteksnya berbeda, walaupun sama-sama menggunakan analogi komputer.
program itu ibarat keinginan, di intall, uninstall, ketika sudah tidak ada yang diperlukan lagi uninstall semua sehingga semua program itu hilang.

kalau mati sih seperti semua penunjang seperti power sudah tidak ada lagi maka mati.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 05 January 2011, 03:52:04 PM
kalau dari segi logika harusnya sih sama aja, kalau dari segi kepatutan dan aturan mereka tidak sama.
Selain dari sisi logika, akibat yang dihasilkan pun berbeda.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 05 January 2011, 03:58:57 PM
Selain dari sisi logika, akibat yang dihasilkan pun berbeda.

akibatnya apa?

lebih baik mana?

ada berbagai macam sudut pandang nih ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 05 January 2011, 04:18:06 PM
<ngawur_mode>

ah, ngapain susah2 meditasi, mending konsumsi cannabis aja.

cannabis juga bisa hepi (piti dan sukha), mindful, bliss:
http://www.authorsden.com/visit/viewArticle.asp?id=43518

hasilnya / akibatnya / efeknya sama aja kok.

sekalian ama marijuana juga boleh:
http://www.marijuanameditation.com/jackgarrett/

</ngawur_mode>
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 05 January 2011, 04:26:16 PM
<ngebenerin_mode>

tetap gak bisa, karena ada usaha untuk beli, usaha untuk makainya, tetap diperlukan usaha

<ngebenerin_mode>
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dilbert on 05 January 2011, 04:38:35 PM
<ngawur_mode>

ah, ngapain susah2 meditasi, mending konsumsi cannabis aja.

cannabis juga bisa hepi (piti dan sukha), mindful, bliss:
http://www.authorsden.com/visit/viewArticle.asp?id=43518

hasilnya / akibatnya / efeknya sama aja kok.

sekalian ama marijuana juga boleh:
http://www.marijuanameditation.com/jackgarrett/

</ngawur_mode>

tapi sadar gak ya ?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 05 January 2011, 04:54:57 PM
akibatnya apa?
Tergantung yang menjalankan.

Quote
lebih baik mana?
Tergantung penilaian masing-masing.

Quote
ada berbagai macam sudut pandang nih ;D
Silahkan dianut pandangan yang cocok. ;D


Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 05 January 2011, 04:58:35 PM
Tergantung yang menjalankan.
Tergantung penilaian masing-masing.
Silahkan dianut pandangan yang cocok. ;D



begini saja, hasil yang selalu perlu di bahas.

pikiran berhenti, hasilnya? atau tidak ada hasil?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 05 January 2011, 05:07:27 PM
begini saja, hasil yang selalu perlu di bahas.

pikiran berhenti, hasilnya? atau tidak ada hasil?

Secara teori, pikiran (dalam artian aktifitas pikiran yang dilandasi kemelekatan) adalah sebab dukkha. Jika pikiran itu berhenti, maka ia hanya melihat segala sesuatu apa adanya, tidak ada kemelekatan, karena itu tidak ada dukkha.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: JimyTBH on 05 January 2011, 05:12:04 PM
Seorang Arahat masih memiliki citta dan cetasika donx??
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 05 January 2011, 05:15:15 PM
Secara teori, pikiran (dalam artian aktifitas pikiran yang dilandasi kemelekatan) adalah sebab dukkha. Jika pikiran itu berhenti, maka ia hanya melihat segala sesuatu apa adanya, tidak ada kemelekatan, karena itu tidak ada dukkha.


jadi di sini ada pikiran yang  dilandasi kemelekatan apakah ada pikiran yang tidak dilandasi kemelekatan? atau ada pikiran yang berhenti?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: bond on 05 January 2011, 05:38:11 PM
jadi di sini ada pikiran yang  dilandasi kemelekatan apakah ada pikiran yang tidak dilandasi kemelekatan? atau ada pikiran yang berhenti?

Mayoritas ada kemelekatan. Tidak usah jauh-jauh, yang diskusi disini ada yang tidak melekat ?  ;D

Jadi sulit pada putthujana untuk tidak melekat. Katakanlah melepas sesuatu tetapi melekat disatu sisi yang lain. Kecuali penembusan Dhamma minimal sotapanna, ada yang benar2 dilepas dan tak mungkin dilekati lagi.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 05 January 2011, 05:43:56 PM
Seorang Arahat masih memiliki citta dan cetasika donx??
Masih. Citta & Cetasika tidak mungkin berhenti selama masih hidup. Berpikir di sini adalah maññati.
Jadi menurut MN 1, seorang puthujjana mempersepsi (sañjānāti) objek, berpikir (maññati) akan objek, di dalam objek, terpisah dari objek, memiliki objek, dan bergembira akan objek. Hal tersebut karena ia tidak memahami (apariññāta).

Bagi seorang Arahat, setelah mengenali (Abhijāna) objek, maka tidak berpikir (na maññati) akan objek, di dalam objek, terpisah dari objek, memiliki objek, dan bergembira akan objek. Hal tersebut karena ia memahaminya (pariññāta).

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 05 January 2011, 05:51:11 PM
jadi di sini ada pikiran yang  dilandasi kemelekatan apakah ada pikiran yang tidak dilandasi kemelekatan? atau ada pikiran yang berhenti?
Kalau secara ideal, di mana SEMUA kemelekatan itu telah hilang sepenuhnya, maka saya jawab tidak tahu, karena saya belum sampai ke sana, dan seandainya sudah pun, tidak dapat membuktikannya. Tetapi dalam teori dhamma, memang ada pikiran yang tidak dilandasi kemelekatan lagi, yaitu pikiran para Arahat.

Kalau konteksnya sehari-hari, coba perhatikan saja orang di sekitar kita. Terhadap objek yang sama, jika pikiran dikuasai kemelekatan, maka perubahan kondisi terhadap objekt itu membawa seseorang cenderung pada 'kesenangan' dan 'penderitaan'. Sebaliknya jika tidak dikuasai kemelekatan, tidak membawa pada 'kesenangan' maupun 'penderitaan'.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: tesla on 05 January 2011, 05:55:59 PM
Kalau konteksnya sehari-hari, coba perhatikan saja orang di sekitar kita. Terhadap objek yang sama, jika pikiran dikuasai kemelekatan, maka perubahan kondisi terhadap objekt itu membawa seseorang cenderung pada 'kesenangan' dan 'penderitaan'. Sebaliknya jika tidak dikuasai kemelekatan, tidak membawa pada 'kesenangan' maupun 'penderitaan'.

apatis?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 05 January 2011, 06:05:16 PM
apatis?
Nah, kalau kesenangan/kesedihan biasa berhubungan dengan lobha/dosa, perasaan netral ini berkaitan dengan moha. Ada perasaan netral karena tidak mengetahui, tapi ada juga perasaan netral yang mengetahui.

Contoh sederhana: seorang cowok melihat sepasang kekasih bergandengan tangan di kejauhan. Dia 'menginginkan' atau 'menolak' objek tersebut, maka perasaannya netral. Lalu ketika makin lama, makin dekat, dilihatnyalah bahwa si cewek adalah pacarnya. Maka yang tadinya netral (karena ketidaktahuan) bisa berubah jadi tidak netral (karena mengetahui).

Secara general, 'pengetahuan'-lah yang membedakan orang 'mengendalikan diri' dan 'apatis'.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: tesla on 05 January 2011, 06:18:04 PM
Nah, kalau kesenangan/kesedihan biasa berhubungan dengan lobha/dosa, perasaan netral ini berkaitan dengan moha. Ada perasaan netral karena tidak mengetahui, tapi ada juga perasaan netral yang mengetahui.

Contoh sederhana: seorang cowok melihat sepasang kekasih bergandengan tangan di kejauhan. Dia (tidak) 'menginginkan' atau 'menolak' objek tersebut, maka perasaannya netral. Lalu ketika makin lama, makin dekat, dilihatnyalah bahwa si cewek adalah pacarnya. Maka yang tadinya netral (karena ketidaktahuan) bisa berubah jadi tidak netral (karena mengetahui).

Secara general, 'pengetahuan'-lah yang membedakan orang 'mengendalikan diri' dan 'apatis'.

kalau apatis kan udah tau pun tetap cuek aja, indifferent thd everything (fully apatis)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: JimyTBH on 05 January 2011, 07:24:44 PM
Masih. Citta & Cetasika tidak mungkin berhenti selama masih hidup. Berpikir di sini adalah maññati.
Jadi menurut MN 1, seorang puthujjana mempersepsi (sañjānāti) objek, berpikir (maññati) akan objek, di dalam objek, terpisah dari objek, memiliki objek, dan bergembira akan objek. Hal tersebut karena ia tidak memahami (apariññāta).

Bagi seorang Arahat, setelah mengenali (Abhijāna) objek, maka tidak berpikir (na maññati) akan objek, di dalam objek, terpisah dari objek, memiliki objek, dan bergembira akan objek. Hal tersebut karena ia memahaminya (pariññāta).
anumodana kainyn
bolehka saya tahu lebih lanjut apa sajakah citta & cetasika para arahat, anagami dan sakadagami dan sotapanna?
Apaka sotapanna masih mempunyai kusala citta?
Apakah arahat masih mempunyai maha kusala citta? dan seterusnya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: bond on 05 January 2011, 07:31:50 PM
Masih. Citta & Cetasika tidak mungkin berhenti selama masih hidup. Berpikir di sini adalah maññati.
Jadi menurut MN 1, seorang puthujjana mempersepsi (sañjānāti) objek, berpikir (maññati) akan objek, di dalam objek, terpisah dari objek, memiliki objek, dan bergembira akan objek. Hal tersebut karena ia tidak memahami (apariññāta).

Bagi seorang Arahat, setelah mengenali (Abhijāna) objek, maka tidak berpikir (na maññati) akan objek, di dalam objek, terpisah dari objek, memiliki objek, dan bergembira akan objek. Hal tersebut karena ia memahaminya (pariññāta).



Setau saya dan pernah bediskusi dengan Mister Hud dan membaca diskusi dia diberbagai milis dikatakan "tidak berpikir" = "pikiran berhenti" . dalam hal ini adalah dua makna yang berbeda.

Pikiran yang benar2 berhenti (sekaligus tidak berpikir) adalah nirodha samapati. Tidak berpikir dalam sutta(arahat) pun mengandung makna yang berbeda dengan tidak berpikir saat tidur pulas

Bagaimana ketika seorang arahat berpikir ketika melihat seorang yang menderita dan ingin mengetahui penyebabnya.

Contoh : Ketika Mogalana dikejar2 oleh musuhnya yang sampai berulang kali dia menghilangkan diri dan dengan abinna nya ia menemukan penyebabnya dari kelahiran lalu. Apakah ketika sebelum menggunakan abinna nya dia tidak berpikir " apakah penyebab dari semua kejadian ini"? Mungkinkah spontanitas tanpa sebab dia menggunakan abinna dan tau begitu saja tanpa berpikir dulu tentang objeknya ?(misalnya kenapa saya dikejar2 dan akan dibunuh--->berpikir terhadap objek atau tidak berpikir terhadap objek?)

Bagaimana hal tersebut bisa dijelaskan?

Apakah arahat masih hidup dan berada dalam nirodha samapati citta dan cetasikanya berhenti/tidak bekerja sama sekali atau masih ?
Jadi masih mungkinkah selama masih hidup khususnya arahat citta dan cetasika berhenti?


Metta
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 05 January 2011, 08:15:14 PM
sebenernya saya mau jawaban yg jelas dan tegas, gak main sembunyi2. mungkin memang membutuhkan keberanian.


lho bukannya anda sudah minta case diclosed ?

memang anda suka tidak konsisten atau tidak mengerti ?  ^-^
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 05 January 2011, 08:34:08 PM
kalau menurut pandangan aye, sebenarnya yang namanya pikiran itu tidak bisa berhenti, yang ada mungkin menghentikan pikiran yang berkembang sehingga dari pikiran menjadi pengamatan pasif, proses pikiran ada ya itu sebatas pengamatan pasif.

kalau dikatakan ketika pikiran berhenti maka disitulah akhir duka, tidak terlahir dll sepertinya terlalu sederhana penerangan itu sehingga bisa membingungkan pembaca.

dengan pemahaman paticasamapada seharusnya lebih bisa menjelaskan semua hal diatas.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 05 January 2011, 08:53:11 PM
tidak perlu telalu jauh sampai nirodha samapatti, pada jhana 2 and up pikiran juga berhenti. apakah dukkha berakhir di jhana 2?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 05 January 2011, 09:31:12 PM
tapi sadar gak ya ?
<ngotot_mode>
jelas sadar dong. mengkonsumsi cannabis dan marijuana kan gak tidur, masih bisa meditas malahan.
yg penting hasilnya sama dengan meditasi: bliss, mindful, piti dan sukha.
</ngotot_mode>
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 05 January 2011, 09:34:33 PM
lho bukannya anda sudah minta case diclosed ?

memang anda suka tidak konsisten atau tidak mengerti ?  ^-^

lho, saya cuman menjelaskan: tadi sebenernya saya mau jawaban yg tegas karena anda mengaku sudah menjawab.
saya udah gak menuntut anda menjawab kok...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 05 January 2011, 09:38:52 PM
tidak perlu telalu jauh sampai nirodha samapatti, pada jhana 2 and up pikiran juga berhenti. apakah dukkha berakhir di jhana 2?
Bahkan memasuki Jhana pertama pikiran sudah berhenti bro....
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 05 January 2011, 09:45:17 PM
aiyoh, terminologinya kemana2...
imo,

nirodha samapati = the cessation of perception and feeling
berpikir ala mmd = maññati
berhentinya pikiran ala mmd = tidak maññati lagi
jhana 2 = unifying mind (tinggal piti, sukkha, dan ekaggata). imo, masih ada pikiran tapi sangat terkonsentrasi, sama dengan one-mind ala zen, bukan no-mind. Referensi: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html. cmiiw.

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 05 January 2011, 09:46:46 PM
Bahkan memasuki Jhana pertama pikiran sudah berhenti bro....

kalo di pertama kan masih ada vitakka dan vicara yg adalah aktivitas pikiran
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 05 January 2011, 10:02:58 PM
aiyoh, terminologinya kemana2...
imo,

nirodha samapati = the cessation of perception and feeling
berpikir ala mmd = maññati
berhentinya pikiran ala mmd = tidak maññati lagi
jhana 2 = unifying mind (tinggal piti, sukkha, dan ekaggata). imo, masih ada pikiran tapi sangat terkonsentrasi, sama dengan one-mind ala zen, bukan no-mind. Referensi: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html. cmiiw.



maksud bang morph, berhenti pikiran ala mmd adalah no-mind?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 05 January 2011, 10:58:36 PM
maksud bang morph, berhenti pikiran ala mmd adalah no-mind?
saya pikir begitu. cmiiw.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 06 January 2011, 12:23:18 AM
kalo di pertama kan masih ada vitakka dan vicara yg adalah aktivitas pikiran

Setahu saya tidak dikatakan demikian bro, dikatakan bahwa Jhana pertama kurang memuaskan/kasar karena "kedekatannya" dengan vitakka dan vicara.

Maksudnya yang lebih tepat adalah untuk memasuki Jhana pertama harus melewati vitakka dan vicara terlebih dahulu, kalau Jhana kedua tak perlu melalui vitakka dan vicara lebih dahulu.
Dalam keadaan Jhana itu sendiri hanya ada faktornya, tapi untuk mengetahui/memeriksa faktor-faktor tersebut harus keluar Jhana.
Dalam Jhana bila ada aktivitas pikiran maka seketika itu juga ia akan keluar jhana.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 06 January 2011, 08:58:04 AM
kalau apatis kan udah tau pun tetap cuek aja, indifferent thd everything (fully apatis)
Thanks buat koreks "(tidak)"-nya.
Sebetulnya kita semua juga apatis terhadap hal-hal tertentu. Tidak mungkin kita menanggapi semua objek dengan respon 'suka' atau 'tidak suka'. Bedanya, yang menanggapi hal-hal sebagai netral secara tidak sama dengan orang lain secara general (di mana manusia hidup sebagai makhluk sosial) itu yang biasa kita sebut apati. Menurut saya begitu.


anumodana kainyn
bolehka saya tahu lebih lanjut apa sajakah citta & cetasika para arahat, anagami dan sakadagami dan sotapanna?
Apaka sotapanna masih mempunyai kusala citta?
Apakah arahat masih mempunyai maha kusala citta? dan seterusnya.
Yang ini saya tidak bisa jawab karena tidak mempelajari Abhidhamma, tapi setahu saya, Sotapanna sampai Anagami masih memiliki kusala citta, sementara bagi seorang Arahat, sudah tidak ada lagi kusala/akusala. Mereka tidak lagi menanam kamma baru.


Setau saya dan pernah bediskusi dengan Mister Hud dan membaca diskusi dia diberbagai milis dikatakan "tidak berpikir" = "pikiran berhenti" . dalam hal ini adalah dua makna yang berbeda.

Pikiran yang benar2 berhenti (sekaligus tidak berpikir) adalah nirodha samapati. Tidak berpikir dalam sutta(arahat) pun mengandung makna yang berbeda dengan tidak berpikir saat tidur pulas
Menurut saya, "nirodha samapati" memang berbeda dengan "na maññati". Dalam Nirodha Samapati, sepertinya semua khanda telah berhenti sepenuhnya seperti orang mati, namun kehidupannya masih ada. Bedanya pula dengan Asaññasatta sepertinya adalah para brahma Asaññasatta memiliki 'akar' untuk "maññati" tersebut, hanya saja dengan samadhinya yang kuat, proses "sañjānāti" (mempersepsi) dilewati. Jadi ketika samadhinya melemah, umur kehidupan di sana habis dan ia akan tetap melalui proses "sañjānāti" dan "maññati" kembali (sebab tetap masih belum melenyapkan Avijja).

Betul, "tidak berpikir" ("na maññati") sangat jauh definisinya dengan tidur pulas atau pingsan.

Quote
Bagaimana ketika seorang arahat berpikir ketika melihat seorang yang menderita dan ingin mengetahui penyebabnya.

Contoh : Ketika Mogalana dikejar2 oleh musuhnya yang sampai berulang kali dia menghilangkan diri dan dengan abinna nya ia menemukan penyebabnya dari kelahiran lalu. Apakah ketika sebelum menggunakan abinna nya dia tidak berpikir " apakah penyebab dari semua kejadian ini"? Mungkinkah spontanitas tanpa sebab dia menggunakan abinna dan tau begitu saja tanpa berpikir dulu tentang objeknya ?(misalnya kenapa saya dikejar2 dan akan dibunuh--->berpikir terhadap objek atau tidak berpikir terhadap objek?)

Bagaimana hal tersebut bisa dijelaskan?
Walaupun Arahat tidak lagi "berpikir" demikian, namun setiap arahat tetap masih membawa setiap kecenderungan di masa lampau. Hal ini disebut vasana, sama seperti kasus Pilinda Vaccha yang masih memanggil orang "vasala" (kasta terbuang). Kecenderungan ini juga yang menyebabkan para Arahat masih melakukan hal-hal yang dicela oleh Buddha seperti Pindola Bharadvaja yang "memamerkan" kesaktian. Walau kecenderungan ini masih ada, tetapi Arahat tidak lagi melekatinya, sehingga meski kecenderungannya adalah untuk menolong orang lain ada, tapi ia tidak menjadi senang/sedih karena itu. Maka walaupun ia parinibbana sebelum berhasil menolong orang tersebut, ia tetap tidak akan terlahir lagi di alam manapun.

(Catatan: ini adalah menurut Tradisi Theravada.)


Quote
Apakah arahat masih hidup dan berada dalam nirodha samapati citta dan cetasikanya berhenti/tidak bekerja sama sekali atau masih ?
Jadi masih mungkinkah selama masih hidup khususnya arahat citta dan cetasika berhenti?
Mungkin saja berhenti, saya juga tidak tahu karena tidak belajar Abhidhamma.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dilbert on 06 January 2011, 10:00:15 AM
Masih. Citta & Cetasika tidak mungkin berhenti selama masih hidup. Berpikir di sini adalah maññati.
Jadi menurut MN 1, seorang puthujjana mempersepsi (sañjānāti) objek, berpikir (maññati) akan objek, di dalam objek, terpisah dari objek, memiliki objek, dan bergembira akan objek. Hal tersebut karena ia tidak memahami (apariññāta).

Bagi seorang Arahat, setelah mengenali (Abhijāna) objek, maka tidak berpikir (na maññati) akan objek, di dalam objek, terpisah dari objek, memiliki objek, dan bergembira akan objek. Hal tersebut karena ia memahaminya (pariññāta).

Kalau tidak salah saya (CMIIW), citta dan cetasika pada seorang arahat hanya bersifat KIRIYA (menjalankan fungsi).
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dilbert on 06 January 2011, 10:03:11 AM
Nah, kalau kesenangan/kesedihan biasa berhubungan dengan lobha/dosa, perasaan netral ini berkaitan dengan moha. Ada perasaan netral karena tidak mengetahui, tapi ada juga perasaan netral yang mengetahui.

Contoh sederhana: seorang cowok melihat sepasang kekasih bergandengan tangan di kejauhan. Dia 'menginginkan' atau 'menolak' objek tersebut, maka perasaannya netral. Lalu ketika makin lama, makin dekat, dilihatnyalah bahwa si cewek adalah pacarnya. Maka yang tadinya netral (karena ketidaktahuan) bisa berubah jadi tidak netral (karena mengetahui).

Secara general, 'pengetahuan'-lah yang membedakan orang 'mengendalikan diri' dan 'apatis'.


Lebih ekstrim lagi, seorang Arahat, misalnya Mogallana ketika di-siksa oleh musuh yang mendendam-nya, tidak merasakan "like-dislike" (penderitaan bathin), walaupun tentu-nya mengalami penderitaan fisik. Apakah Mogallana ada "pengetahuan" bahwa dia sedang di siksa / di lukai ?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dilbert on 06 January 2011, 10:07:51 AM
Setau saya dan pernah bediskusi dengan Mister Hud dan membaca diskusi dia diberbagai milis dikatakan "tidak berpikir" = "pikiran berhenti" . dalam hal ini adalah dua makna yang berbeda.

Pikiran yang benar2 berhenti (sekaligus tidak berpikir) adalah nirodha samapati. Tidak berpikir dalam sutta(arahat) pun mengandung makna yang berbeda dengan tidak berpikir saat tidur pulas

Bagaimana ketika seorang arahat berpikir ketika melihat seorang yang menderita dan ingin mengetahui penyebabnya.

Contoh : Ketika Mogalana dikejar2 oleh musuhnya yang sampai berulang kali dia menghilangkan diri dan dengan abinna nya ia menemukan penyebabnya dari kelahiran lalu. Apakah ketika sebelum menggunakan abinna nya dia tidak berpikir " apakah penyebab dari semua kejadian ini"? Mungkinkah spontanitas tanpa sebab dia menggunakan abinna dan tau begitu saja tanpa berpikir dulu tentang objeknya ?(misalnya kenapa saya dikejar2 dan akan dibunuh--->berpikir terhadap objek atau tidak berpikir terhadap objek?)

Bagaimana hal tersebut bisa dijelaskan?

Apakah arahat masih hidup dan berada dalam nirodha samapati citta dan cetasikanya berhenti/tidak bekerja sama sekali atau masih ?
Jadi masih mungkinkah selama masih hidup khususnya arahat citta dan cetasika berhenti?


Metta


Dalam kasus Mogallana di-siksa oleh musuh-nya menjelang parinibbana-nya... Kitab-Kitab Komentar menyatakan bahwa kekuatan Kamma (Phala/VIpaka) yang di-atas segala-nya, sehingga ketika Kamma (phala/vipaka) itu akan berbuah sesuai dengan kondisi-nya, tidak ada yang bisa mencegah-nya. Sekalipun oleh seorang Arahat Mogallana yang terkenal dengan Abhinna-nya yang terunggul.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: K.K. on 06 January 2011, 10:33:14 AM
Kalau tidak salah saya (CMIIW), citta dan cetasika pada seorang arahat hanya bersifat KIRIYA (menjalankan fungsi).
Iya, yang saya baca memang begitu.


Lebih ekstrim lagi, seorang Arahat, misalnya Mogallana ketika di-siksa oleh musuh yang mendendam-nya, tidak merasakan "like-dislike" (penderitaan bathin), walaupun tentu-nya mengalami penderitaan fisik. Apakah Mogallana ada "pengetahuan" bahwa dia sedang di siksa / di lukai ?
Saya rasa ada. Ia mengetahui jasmani itu sedang disiksa, tapi karena ide kemelekatan seperti "aku tidak mau disiksa", "aku ingin bebas dari siksaan" dan sebagainya sudah tidak ada, maka ia tidak lagi merasakan penderitaan bathin.


Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dilbert on 06 January 2011, 10:37:37 AM
Iya, yang saya baca memang begitu.

Saya rasa ada. Ia mengetahui jasmani itu sedang disiksa, tapi karena ide kemelekatan seperti "aku tidak mau disiksa", "aku ingin bebas dari siksaan" dan sebagainya sudah tidak ada, maka ia tidak lagi merasakan penderitaan bathin.


Setuju... inti-nya kemelekatan yang menyebab-kan kelahiran kembali...

"JAGALAH PIKIRAN-MU TETAP WASPADA TANPA MELEKAT PADA APAPUN DAN DIMANAPUN"
--- Master Hui Neng mencapai pencerahan ketika mendengar wejangan Master Hong Ren seperti ini ---
Title: mengenapin kehendak TUHAN...
Post by: johan3000 on 20 February 2011, 03:30:35 PM
kalau agama tetangga sebelum meninggal. dia dpt mengucapkan/melaksanakan

"Aku sudah mengenapin kehendak TUHAN...."

nahh utk Buddhist, sesaat sebelum meninggal dunia,

ucapan apa yg diucapkan ....supaya meninggalnya "tidak menyesal"

perbuatan apa yg disiapkan sesaat sebelum meninggal ?
Title: Re: mengenapin kehendak TUHAN...
Post by: bawel on 20 February 2011, 03:42:11 PM
kalau agama tetangga sebelum meninggal. dia dpt mengucapkan/melaksanakan

"Aku sudah mengenapin kehendak TUHAN...."

nahh utk Buddhist, sesaat sebelum meninggal dunia,

ucapan apa yg diucapkan ....supaya meninggalnya "tidak menyesal"

perbuatan apa yg disiapkan sesaat sebelum meninggal ?

mungkin seperti yang diucapkan Devadatta ketika menjelang beliau wafat? ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: No Pain No Gain on 20 February 2011, 03:52:34 PM
kalau agama tetangga sebelum meninggal. dia dpt mengucapkan/melaksanakan

"Aku sudah mengenapin kehendak TUHAN...."

nahh utk Buddhist, sesaat sebelum meninggal dunia,

ucapan apa yg diucapkan ....supaya meninggalnya "tidak menyesal"

perbuatan apa yg disiapkan sesaat sebelum meninggal ?

dana makanan/patta/jubah ke bikkhu sangha...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: johan3000 on 20 February 2011, 05:21:47 PM
apa ya  yg diucapkan sama Devadatta  ?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 20 February 2011, 09:07:55 PM
^^^
........
Devadatta duduk diatas dipan dan meletakkan kakinya diatas atas tanah, Kemudian kakinya terbenam tanpa dapat dicegah. Ia terus terbenam, bagian-bagian tubuhmya terbenam satu demi satu, mata kaki, lutut, pinggang, dada dan leher, dan bumi ini menelannya dengan rakus hingga ke rahangnya saat ia mengucapkan sayir berikut :

Imehi atthiti tamaggapuggalam
devatidevam naradammasarathim
Samantacakkhum satapunnalakkhanam
panehi Buddham saranam upemi


Aku Devadatta di atas dipan kematianku berlindung dalam Buddha Yang Mulia dengan tulang belulang dan daya hidup ini yang hampir habis.
Dengan kesadaran, batin yang gembira dan mulai yang terdorong oleh 3 akar mulia
("aku berlindung didalam Buddha yang Mahatahu, mahluk terAgung di dunia, Guru Yang Maha Melihat yang mampu menertibkan mahluk-mahluk dan yang memiliki 32 tanda-tanda mulia seorang manusia luar biasa karena kebajikannya yang tidak terhitung.")

Sumber RAPB, edisi Dhammacitta

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: bawel on 20 February 2011, 09:50:32 PM
nah itu udah dijawab sama om adi ;D.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: icykalimu on 11 April 2011, 09:52:04 AM
Setahu saya tidak dikatakan demikian bro, dikatakan bahwa Jhana pertama kurang memuaskan/kasar karena "kedekatannya" dengan vitakka dan vicara.

Maksudnya yang lebih tepat adalah untuk memasuki Jhana pertama harus melewati vitakka dan vicara terlebih dahulu, kalau Jhana kedua tak perlu melalui vitakka dan vicara lebih dahulu.
Dalam keadaan Jhana itu sendiri hanya ada faktornya, tapi untuk mengetahui/memeriksa faktor-faktor tersebut harus keluar Jhana.
Dalam Jhana bila ada aktivitas pikiran maka seketika itu juga ia akan keluar jhana.

di sutta pitaka jhana ada 4. di abhidhamma jhana ada 5. tentu masih ada pikiran. namanya jhana citta 67
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: fabian c on 11 April 2011, 10:45:30 AM
di sutta pitaka jhana ada 4. di abhidhamma jhana ada 5. tentu masih ada pikiran. namanya jhana citta 67

bro Icykalimu yang baik, perbedaannya jumlah rupa Jhana menurut Sutta dan menurut Abhidhamma hanya cara meng"klasifikasi"kannya saja bro...

Mettacittena,
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: icykalimu on 13 May 2011, 09:23:49 PM
bro Icykalimu yang baik, perbedaannya jumlah rupa Jhana menurut Sutta dan menurut Abhidhamma hanya cara meng"klasifikasi"kannya saja bro...

Mettacittena,

o ya betul.
di sutta pitaka: jhana I: vitakka, vicara, piti, sukha, ekaggata
jhana II: piti, sukha, ekaggata
jhana III: sukha, ekaggata
jhana IV: upekkha, ekaggata.

di abhidhamma: jhana I: vitakka, vicara, piti, sukha, ekaggata
jhana II: vicara, piti, sukha, ekaggata
jhana III: piti, sukha, ekaggata
jhana IV: sukha, ekaggata
jhana V: upekkha, ekaggata
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 14 May 2011, 09:19:21 AM
Menurut Buddhisme apakah boleh makan daging? Syarat2nya apa aja y? Sy prnh baca daging yg tidak dibolehkan daging anjing, ular, harimau, manusia, soalnya tar bisa dimangsa jenis itu juga benar gak?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 14 May 2011, 09:22:12 AM
Menurut Buddhisme apakah boleh makan daging? Syarat2nya apa aja y? Sy prnh baca daging yg tidak dibolehkan daging anjing, ular, harimau, manusia, soalnya tar bisa dimangsa jenis itu juga benar gak?

menurut Buddhisme yg mana? Mahayana or Theravada?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 14 May 2011, 09:24:37 AM
2-2nya deh... ‎​​˘Ħiª˚⌣˚Ħiª˚⌣˚Ħiª˘..
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 14 May 2011, 09:31:51 AM
Menurut Buddhisme apakah boleh makan daging? Syarat2nya apa aja y? Sy prnh baca daging yg tidak dibolehkan daging anjing, ular, harimau, manusia, soalnya tar bisa dimangsa jenis itu juga benar gak?

Oleh : Bhikkhu Dhammavuddho Mahathera


NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA


PENDAHULUAN

Makan daging merupakan topik yang sangat sensitif. Ada beragam pandangan tentang makan daging dan setiap pandangan mungkin benar pada batas tertentu, tetapi pandangan-pandangan tersebut mungkin saja tidak bijaksana. Dalam hal ini, kita harus mengesampingkan pandangan pribadi kita dan bersikap lebih terbuka untuk melihat pandangan Sang Buddha. Hal ini penting sekali karena Beliau adalah Tathagata yang mengetahui dan melihat.

Sutta dan Vinaya akan menjadi sumber referensi kita karena di AN 4.180, Sang Buddha berkata bahwa jika bhikkhu tertentu mengatakan sesuatu, yang diklaim sebagai sabda Sang Buddha, maka perkataan tersebut haruslah dibandingkan dengan Sutta (kumpulan khotbah) dan Vinaya (disiplin kebhikkhuan). Jika perkataan tersebut sesuai dengan Sutta dan Vinaya, maka kita dapat menerimanya sebagai sabda Sang Buddha.

Pertimbangan selanjutnya adalah Sutta dan Vinaya mana yang menjadi acuan kita? Walaupun berbagai mazhab Buddhis mempunyai penafsiran yang berbeda tentang ajaran Sang Buddha, umumnya semua setuju bahwa empat Nikaya (Kumpulan-kumpulan), yaitu, Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, Samyutta Nikaya, dan Anguttara Nikaya, dan beberapa buku dari Khuddhaka Nikaya, adalah khotbah-khotbah tertua otentik Sang Buddha. Lebih lanjut, buku-buku kumpulan tertua ini konsisten secara keseluruhannya, mengandung rasa pembebasan, sementara buku-buku belakangan terkadang berisikan ajaran yang kontradiktif.

Buku-buku Vinaya dari berbagai mazhab Buddhis semuanya cukup serupa dengan Vinaya Theravada. Untuk alasan ini, Sutta-sutta kumpulan tertua dan Vinaya Theravada akan menjadi sumber referensi kita.


REFERENSI SUTTA


Majjhima Nikaya 55
Khotbah ini penting sekali karena disini Sang Buddha menyatakan dengan jelas pendapat Beliau tentang makan daging.

Tabib Raja, Jivaka Komarabhacca, datang mengunjungi Sang Buddha. Setelah memberi penghormatan, dia berkata: “Yang Mulia, saya telah mendengar hal ini: ‘Mereka menyembelih makhluk hidup untuk Samana Gotama (yaitu Sang Buddha); Samana Gotama dengan sadar memakan daging yang dipersiapkan kepadanya dari binatang yang dibunuh untuk dirinya’…”; dan bertanya apakah hal ini memang benar.

Sang Buddha menyangkal hal ini, menambahkan “Jivaka, saya nyatakan bahwa dalam tiga hal daging tidak diijinkankan untuk dimakan: apabila dilihat, didengar atau dicurigai (bahwa makhluk hidup tersebut telah secara khusus disembelih untuk dirinya) … Saya nyatakan bahwa dalam tiga hal daging diijinkan untuk dimakan: ketika tidak dilihat, didengar, atau dicurigai (bahwa makhluk hidup tersebut telah secara khusus disembelih untuk dirinya) ….”

Lebih lanjut, Sang Buddha menambahkan: “Jika seseorang menyembelih suatu makhluk hidup untuk Tathagata (yaitu Sang Buddha) atau para siswanya, dia menimbun banyak kamma buruk dalam lima hal … (i) Ketika dia berkata: ‘Pergi dan giring makhluk hidup itu’ ... (ii) Ketika makhluk hidup itu menderita kesakitan dan kesedihan ketika dijerat dengan lehernya yang terikat … (iii) Ketika dia berkata: ‘Pergi dan sembelihlah makhluk hidup itu’ … (iv) Ketika makhluk hidup itu mengalami kesakitan dan kesedihan karena disembelih … (v) Ketika dia mempersembahkan kepada Tathagata atau para siswanya dengan makanan yang tidak diijinkan …. ”

Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Sang Buddha membedakan antara daging yang diijinkan1 dengan tiga kondisi dan daging yang tidak diijinkan. Ini adalah kriteria yang paling penting sehubungan dengan makan daging.


Anguttara Nikaya 8.12
Jendral Siha, seorang pengikut Nigantha, beralih ke ajaran Buddha setelah dia belajar Dhamma dari Sang Buddha.

Dia mengundang Sang Buddha dan rombongan bhikkhu ke rumahnya hari berikutnya untuk bersantap, dan menyediakan daging dan makanan lainnya. Para Nigantha, yang cemburu karena seorang umat awam yang terkemuka dan berpengaruh telah pergi ke perkemahan Buddha, menyebarkan rumor bahwa Jendral Siha telah membunuh seekor binatang besar dan memasaknya
untuk samana Gotama, “… dan samana Gotama akan memakan daging tersebut, mengetahui bahwa daging itu memang dimaksudkan untuk dirinya, perbuatan itu dilakukan untuk kepentingannya.’

Ketika berita ini sampai ke telinga Jendral, dia menolak tuduhan mereka, berkata: “ … Sudah lama tuan–tuan yang terhormat ini (Nigantha) sudah berniat untuk meremehkan Buddha … Dhamma… Sangha: tetapi mereka tidak dapat mengganggu Yang Terberkahi dengan fitnahan kejam, kosong, bohong, yang tak benar. Tidaklah demi menopang hidup, kita dengan sengaja merampas hidup makhluk manapun.

Ini adalah salah satu khotbah yang dengan jelas menunjukkan bahwa Sang Buddha dan bhikkhunya makan daging. Juga, kita lihat bahwa daging dari binatang yang sudah mati ketika dibeli, diijinkan untuk dimakan, tetapi tidak diijinkan apabila binatangnya masih hidup.


Anguttara Nikaya 5.44
Ini tentang seorang umat awam, Ugga, yang mempersembahkan beberapa pilihan makanan yang baik untuk Sang Buddha: di antaranya adalah daging babi yang dimasak dengan buah jujube yang diterima oleh Sang Buddha.

Sekali lagi, ini jelas bahwa Sang Buddha dan para siswanya makan daging.


Sutta Nipata 2.2
Disini Sang Buddha mengingat kembali suatu peristiwa pada kehidupannya yang lampau pada masa Buddha Kassapa. Buddha Kassapa adalah gurunya saat itu.

Pada suatu ketika saat seorang petapa sekte luar bertemu dengan Buddha Kassapa dan mencacinya karena makan daging, yang dikatakannya sebagai noda dibandingkan dengan konsumsi makanan vegetarian.

Buddha Kassapa membalas: “Membunuh … melukai …. mencuri, berbohong, menipu … berzinah; inilah noda. Bukan makan daging.
… Mereka yang kasar, sombong, memfitnah, curang, jahat … kikir … inilah noda. Bukan makan daging.
… Kemarahan, keangkuhan, sifat keras kepala, kebencian, penipuan, keirihatian, pembualan… inilah noda. Bukan makan daging.
… Mereka yang bermoral buruk, …. dengki … congkak … menjadi orang yang paling keji, melakukan perbuatan demikian, inilah noda. Bukan makan daging.”


REFERENSI VINAYA


Patimokkha: Pacittiya 39
Dalam disiplin kebhikkhuan, seorang bhikkhu tidak diijinkan untuk meminta makanan khusus tertentu. Tetapi, sebuah pengecualian diijinkan di Patimokkha (peraturan kebhikkhuan) ketika bhikkhu itu sakit. Dalam keadaan ini, bhikkhu diijinkan untuk meminta produk dari susu, minyak makan, madu, gula, ikan, daging … Dengan jelas, ikan dan daging diijinkan untuk para bhikkhu.


Buku Kedisiplinan: Buku Keempat2
Dalam Mahavagga, sepuluh jenis daging dilarang bagi para bhikkhu: manusia, gajah, kuda, anjing, hyena, ular, beruang, singa, harimau, dan macan tutul. Kita dapat menyimpulkan dari sini bahwa daging dari binatang lain diijinkan, dengan terpenuhinya tiga kondisi untuk ‘daging yang diijinkan’, misalnya daging babi, daging sapi, ayam, dan lain sebagainya.


Buku Kedisiplinan : Buku Keempat3
Sup daging yang jernih diijinkan bagi bhikhhu yang sakit.


Buku Kedisiplinan : Buku Pertama4
Beberapa bhikkhu menuruni lereng dari Puncak Burung Nasar. Mereka melihat sisa hewan yang mati terbunuh oleh singa, menyuruh umat memasaknya dan memakannya. Di lain waktu, bhikkhu yang lain melihat sisa hewan yang mati terbunuh oleh harimau … sisa hewan yang mati terbunuh oleh macan tutul … dan lain sebagainya … menyuruh umat memasaknya dan memakannya.

Kemudian para bhikkhu ragu apakah itu sudah termasuk mencuri. Sang Buddha memberikan pengecualian kepada mereka dengan mengatakan tidak ada pelanggaran dalam mengambil apa yang menjadi milik binatang. Sekali lagi, di sini kita melihat bahwa para bhikkhu makan daging dan Sang Buddha tidak mengkritik atau melarang hal itu.


Buku Kedisiplinan : Buku Kedua5
Ini adalah kejadian ketika Arahat bhikkhuni Uppalavanna ditawarkan sebagian daging matang. Keesokan paginya, setelah mempersiapkan daging di biara wanita, dia pergi ketempat dimana Sang Buddha sedang tinggal untuk mempersembahkan kepadanya. Seorang bhikkhu, mewakili Sang Buddha, menerima persembahan itu dan mengatakan bahwa Uppalavanna telah menyenangkan Sang Buddha.

Jelaslah bahwa Sang Buddha memakan daging; apabila tidak, Arahat bhikkhuni Uppalavanna tidak akan mempersembahkannya.


Buku Kedisiplinan : Buku Kelima6
Bhikkhu Devadatta merencanakan untuk memecah-belah komunitas para bhikkhu dengan meminta Sang Buddha untuk menetapkan lima aturan, salah satunya adalah para bhikkhu tidak diijinkan makan ikan dan daging.

Sang Buddha menolak, dengan berkata : “Ikan dan daging sepenuhnya murni berdasarkan tiga hal: jika tidak dilihat, didengar atau dicurigai (telah dibunuh secara khusus untuk seseorang).”

Sang Buddha bersabda bahwa seorang bhikkhu harus mudah disokong. Jika seorang bhikkhu menolak untuk memakan jenis makanan tertentu (baik daging maupun sayuran) maka dia tidak mudah disokong.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 14 May 2011, 09:34:40 AM
BERBAGAI ALASAN SANG BUDDHA MENGIJINKAN MAKAN DAGING


Tidak Ada Kamma Langsung dari Pembunuhan
Sang Buddha berkata: “Ikan dan daging sepenuhnya murni (parisuddha) ….”7 artinya tidak ada kamma langsung8 (perbuatan yang disertai kehendak) dari pembunuhan jika binatang itu tidak dilihat, didengar atau dicurigai telah dibunuh secara khusus untuk seseorang.

Tanpa tiga kondisi ini, ada unsur kamma tak bajik dan, oleh karenanya, daging jenis itu tidak diijinkan.

Walaupun Sang Buddha mengijinkan makan daging, Beliau berkata di AN 4.261 bahwa kita menciptakan kamma tak bajik jika kita secara langsung mendorong terjadinya pembunuhan, menyetujui dan berbicara dengan bangga akan hal itu. Karena itu di AN 5.177 Sang Buddha berkata bahwa seorang umat awam tidak boleh berdagang daging, yang dijelaskan di kitab komentar sebagai pengembangbiakan dan menjual babi, ternak, ayam dan lain sebagainya untuk disembelih. Demikian pula, tidak diijinkan untuk memesan, misalnya sepuluh ekor ayam untuk keesokan harinya jika sejumlah binatang tersebut dimaksudkan disembelih untuk seseorang.


Vegetarian Tidak Cocok dengan Cara Hidup Para Bhikkhu Buddhis
Seorang bhikkhu seyogianya pergi meminta sedekah (mengemis) untuk makanannya kecuali dia (i) diundang untuk bersantap, (ii) makanan itu dibawa ke Vihara, atau (iii) makanan itu dimasak di Vihara. Dia tidak diijinkan untuk memasak makanan, menyimpan makanan untuk keesokan harinya, atau melibatkan diri dalam kegiatan bercocok tanam untuk menyokong dirinya sendiri. Dengan begitu, mengemis adalah salah satu dari dasar/landasan dari cara hidup para bhikkhu Buddhis.

Hal ini dapat dilihat di suatu negara Buddhis (misalnya Thailand) dimana seorang bhikkhu mempunyai kebebasan dan dukungan untuk sepenuhnya berlatih sesuai dengan ajaran Sang Buddha. Di sana kita melihat bukan hanya para bhikkhu tradisi kehutanan yang pergi meminta sedekah tetapi juga para bhikkhu dari kota kecil dan besar mengemis makanan setiap hari.

Karena seorang pengemis tidak pantas memilih-milih, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, vegetarianisme tidak cocok dengan cara hidup para bhikkhu Buddhis - - yang mungkin merupakan alasan lain mengapa Sang Buddha menolak permintaan Devadatta seperti yang disebutkan sebelumnya.


Argumentasi Permintaan dan Penyediaan
Beberapa orang beragumen bahwa walaupun dengan tiga kondisi yang disebutkan sebelumnya, seseorang pantas dicela karena makan daging menyebabkan adanya permintaan yang harus diimbangi dengan penyediaan dengan pembunuhan binatang. Dengan kata lain, makan daging dalam keadaan apapun mendorong pembunuhan binatang.

Kita harus paham bahwa ada dua jenis sebab dan akibat : (i) sebab dan akibat duniawi, di mana kehendak tidak dilibatkan, dan (ii) kamma-vipaka Buddhis, atau tindakan yang disertai kehendak/kesengajaan dan akibatnya. Makan daging yang diijinkan dengan tiga kondisi melibatkan hanya sebab dan akibat duniawi, dan tidak ada kamma dari membunuh. Makan daging yang tidak diijinkan melibatkan kamma tak bajik dan, karenanya, juga vipakanya. Oleh karena itu, makan daging harus dibagi dengan jelas menjadi dua bagian.

Argumentasi permintaan dan penyediaan tidaklah berlaku. Di bumi ini, sejumlah besar manusia9 dan binatang-binatang yang tidak terhitung jumlahnya terbunuh oleh kendaraan bermotor setiap hari. Hanya dengan mengendarai kendaraan atau bahkan duduk di atasnya, kita mendorong industri motor untuk membuat lebih banyak kendaraan bermotor. Jika kita menggunakan argumentasi permintaan dan penyediaan, maka hanya dengan menggunakan kendaraan bermotor kita mendukung pembunuhan binatang-binatang yang tak terhitung jumlahnya dan sejumlah besar manusia di jalanan setiap hari - - yang lebih buruk daripada makan daging!

Memang benar bahwa kita secara tidak langsung terlibat dalam pembunuhan binatang-binatang tetapi, seperti yang dijelaskan sebelumnya, tidak ada kamma-vipaka dari membunuh. Keterlibatan tidak langsung dalam pembunuhan adalah benar, jika kita makan daging maupun tidak, dan merupakan sesuatu yang tidak terelakkan. Kita akan mendiskusikannya di bawah.


Vegetarianisme juga Mendorong Pembunuhan
Kita mendorong pembunuhan walau sekalipun kita berpola makan vegetarian. Setiap hari monyet, tupai, rubah, kumbang, dan hama perusak lainnya dibunuh karena mereka makan dari pohon buah yang ditanam petani. Petani sayuran juga membunuh ulat bulu, keong, cacing, belalang, semut, dan serangga lainnya, dll.. Seperti di Australia contohnya, kangguru dan kelinci dibunuh setiap hari karena mereka memakan hasil panen.

Banyak barang yang umumnya dimanfaatkan setiap orang dengan mengorbankan nyawa berbagai makhluk hidup. Sebagai contoh, sutera dibuat dengan pengorbanan ulat sutera yang tidak terhitung jumlahnya, dan lapisan lak putih10 dari serangga lak yang tidak terhitung jumlahnya.

Kosmetik mengandung sejumlah besar unsur pokok hewani. Banyak zat tambahan makanan, seperti: pewarna, penyedap, pemanis, juga menggunakan unsur pokok hewani. Produk keju menggunakan dadih susu yang diekstrak dari perut anak sapi untuk mengentalkan susu.

Produk kulit dan bulu tentunya terbuat dari kulit binatang yang dibunuh untuk tujuan ini. Film fotografis menggunakan gelatin yang diperoleh dengan mendidihkan kulit, urat daging dan tulang dari binatang.

Bahkan pupuk untuk sayur-sayuran dan pohon buah sering menggunakan tulang ikan kering yang digiling, dan sisa potongan ikan lainnya. Penggunaan susu sapi dan madu juga melibatkan banyak kekejaman terhadap binatang dan serangga terkait.

Semua ini menunjukkan bahwa sungguh sulit untuk tidak terlibat dalam satu cara atau yang lain dalam kekejaman yang terjadi pada binatang-binatang.

Jadi seandainya seseorang menjadi vegetarian, seseorang hendaknya merenungi hal di atas dan menghindari kritik yang berlebihan terhadap mereka yang makan daging.


Binatang Tetaplah Dibunuh Walaupun Semua Manusia Menjadi Vegetarian Walaupun semua manusia menjadi vegetarian, binatang masih saja akan dibunuh. Ini karena binatang berkembang biak sangat cepat daripada manusia sehingga mereka dengan mudah menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia.

Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu, dibeberapa daerah Afrika, gajah adalah binatang yang dilindungi. Akan tetapi, sekarang mereka telah berkembang-biak dengan cepat dan menjadi ancaman, dan hukum perlindungan harus dilonggarkan untuk mengurangi jumlah mereka.

Di beberapa negara, anjing yang tidak terdaftar dibunuh agar tidak menjadi rabies dan menyerang manusia. Bahkan kelompok perlindungan terhadap kekejaman binatang membunuh jutaan anjing dan kucing dalam kandang setiap tahun karena akomodasi yang tidak memadai. – di Amerika Serikat, setiap tahunnya 14 juta dibinasakan dalam waktu seminggu setelah diselamatkan oleh kelompok kemanusiaan.

Pada akhirnya, pendapat bahwa vegetarianisme mencegah pembunuhan binatang adalah tidak benar. Meskipun demikian, adalah terpuji untuk berlatih vegetarianisme atas belas kasih, tetapi tidak sampai menjadi ekstrim akan hal itu.


Setiap Orang secara Tidak Langsung Terlibat dalam Pembunuhan Binatang
Apakah kita vegetarian atau sebaliknya, kita semua secara tidak langsung terlibat dalam pembunuhan binatang.

Area hutan yang luas harus digunduli untuk perumahan karena kita ingin tinggal di dalam rumah. Ini mengakibatkan kematian sejumlah besar binatang. Karena kita ingin menggunakan peralatan rumah tangga dan peralatan serba canggih lainnya, lagi, area hutan yang luas digunduli untuk lokasi-lokasi pabrik dan industri. Karena kita ingin menggunakan listrik, sungai-sungai dibendung untuk pemanfaatan listrik tenaga air. Ini mengakibatkan banjir di area hutan yang luas dengan mengorbankan hidup binatang.

Karena kita mengendarai kendaraan bermotor, binatang yang tak terhitung jumlahnya dan sejumlah besar manusia terbunuh di jalanan setiap harinya.

Lagi, demi keselamatan kita, anjing liar dibunuh agar tidak menjadi rabies. Dalam produksi berbagai produk yang kita gunakan setiap hari, seperti: makanan, obat-obatan, sutera, kosmetik, film, dan lain sebagainya., unsur pokok hewani digunakan dengan mengorbankan hidup binatang.

Jika kita menggunakan argumentasi permintaan dan penyediaan seperti yang dijelaskan sebelumnya maka kita tidak seharusnya tinggal dalam rumah, atau menggunakan barang-barang rumah tangga yang diproduksi pabrik, atau menggunakan tenaga listrik, atau mengendarai mobil, dsbnya.


Perumpamaan Pembunuhan Berseri
Andaikan ada kasus pembunuhan berseri di suatu kota, dengan adanya sejumlah wanita yang telah diperkosa kemudian dibunuh sehingga tidak ada wanita yang berani mengambil resiko keluar malam. Seisi kota gempar dan penduduk menuntut agar pihak berwenang menjalankan tugas mereka dan menangkap pembunuhnya. Jadi polisi, setelah beberapa bulan berusaha keras, akhirnya menangkap dalangnya. Setelah pemeriksaan panjang, hakim menjatuhkan hukuman mati pada dirinya. Pada hari yang ditentukan, pembunuh dibawa ke ruang eksekusi dimana petugas eksekusi menarik pengungkil untuk menghabisi nyawa si pembunuh.

Cerita ini menimbulkan pertanyaan: “Siapa yang terlibat dalam kamma buruk dari pembunuhan manusia (yakni si pembunuh berseri)?” Menurut hukum kamma-vipaka, petugas eksekusi melakukan pelanggaran yang paling berat karena dia secara sengaja melakukan pembunuhan. Berikutnya adalah hakim yang mengumumkan hukuman mati. Kedua orang ini secara langsung terlibat dalam kamma pembunuhan atas eksekusi dari pembunuh berseri. Polisi hanya terlibat secara tidak langsung dan tidak bertanggung jawab atas eksekusinya. Bagaimana dengan penduduk? Pada dasarnya pembunuh berseri dieksekusi untuk melindungi penduduk, yakni dieksekusi atas kebaikan penduduk, atau dengan kata lain, penduduk adalah orang-orang yang diuntungkan atas eksekusi tersebut. Jadi apakah penduduk bertanggung jawab atas keterlibatan kamma pembunuhan? Tidak, karena mereka tidak meminta eksekusi atas pembunuh berseri. Tetapi mereka turut terlibat apabila mereka meminta si pembunuh untuk dieksekusi.

Skenario di atas serupa dengan penyembelihan binatang untuk makanan. Orang yang menyembelih binatang tersebut menanggung kamma pembunuhan yang paling berat. Orang yang membiakkan binatang untuk disembelih juga terlibat dalam kamma pembunuhan. Mereka serupa dengan hakim yang menjatuhkan hukuman pada orang tersebut untuk dieksekusi. Tetapi orang yang membeli daging dari binatang yang sudah disembelih tidak terlibat dalam kamma pembunuhan walaupun, serupa dengan penduduk kota diatas, mereka adalah orang-orang yang diuntungkan. Akan tetapi jika seseorang memesan daging dari binatang yang hidup untuk disembelih, maka ada keterlibatan dalam pembunuhan.


’Chi Zhai’, bukan ’Chi Su’
Banyak umat Buddhis Tionghoa beranggapan salah bahwa Buddhisme Mahayana mengajari praktik vegetarian, dan bingung akan ’Chi Su’ (Vegetarianisme) dengan ’Chi Zai’ (tidak makan setelah petang hari sampai keesokan subuh). Dalam Sutta kumpulan tertua, ’Chi Su’ disebutkan sebagai praktek petapa sekte luar yang tidak bermanfaat. ’Chi Su’ dijalankan oleh Han Chuan (Buddhisme Tionghoa), bukan Bei Chuan (Buddhisme Mahayana), karena Buddhisme di Tibet dan di Jepang bukan vegetarian. Kaisar Liang Wu Di memerintahkan bhikshu dan bhikshuni Buddhis untuk berpola makan vegetarian.

Kata ’Zhai’ berarti tidak makan pada jam-jam tertentu, yakni berpuasa. Itu sebabnya bulan puasa umat Muslim disebut ’Kai Zhai’. Sang Buddha mengajari muridnya untuk ’Chi Zai’, yakni tidak makan (dengan pengecualian obat-obatan) setelah petang sampai keesokan subuh (jam 1 siang sampai 7 pagi di Malaysia). Di Han Chuan, makna dari ’Chi Zhai’ ini menjadi sinonim dengan ’Chi Su’.


KESIMPULAN

Sang Buddha tidak mendorong kita untuk makan daging atau menjadi vegetarian. Pilihan ini sepenuhnya tergantung kepada kita. Pokok pentingnya adalah memperhatikan dengan baik petunjuk dari Sang Buddha dalam MN 55 atas tiga kondisi untuk daging yang tidak diijinkan dan yang diijinkan.

Seorang Bhikkhu tidak diijinkan untuk memasak dan harus sepenuhnya tergantung pada persembahan dari para penyokong (umat awam). Bhikkhu juga diharuskan agar mudah disokong dan dirawat. Karena bhikkhu tidak diijinkan untuk meminta makanan tertentu (kecuali selama ia sakit), maka bhikkhu tidak dapat memilih makanannya. Dia harus menerima apapun yang dipersembahkan.

Umat awam mempunyai lebih banyak kebebasan untuk memilih makanan mereka, dan untuk umat awam adalah sepenuhnya tergantung pada pilihan pribadi masing-masing untuk makan daging atau menjadi vegetarian. Untuk alasan-alasan yang sudah dijelaskan sebelumnya, adalah penting untuk tidak terlalu kritis terhadap orang lain terkait dengan apapun yang menjadi pilihan kita.

Cara yang paling efektif untuk mengurangi pembunuhan dan kekejaman di dunia adalah pemahaman akan ajaran Sang Buddha. Pada akhirnya, penderitaan (dukkha) adalah karateristik dari kehidupan, dan cara untuk mengakhiri penderitaan adalah dengan melatih Jalan Mulia Berunsur Delapan ajaran Sang Buddha untuk keluar dari lingkaran kelahiran kembali.

SELESAI

Catatan :

1. Dengan pengecualian dari sepuluh jenis daging yang dilarang untuk para bhikkhu: manusia, gajah, kuda, anjing, hyena, ular, beruang, singa, harimau, dan macan tutul. Rujuklah pada Mahavagga, Book of the Discipline: Buku 4, halaman 298 s.d. 300. The Book of Discipline adalah terjemahan berbahasa Inggris dari kitab Vinaya (dalam Bahasa Pali) oleh Pali Text Society, Inggris.

2. Halaman 298 s.d. 300

3. Halaman 281

4. Halaman 98

5. Halaman 36 s.d. 38

6. Halaman 276 s.d. 277

7. Buku Kedisiplinan: Buku 5, halaman 276 s.d. 277

8. Baca “Only We Can Help Ourselves” oleh pengarang tentang penjelasan dari kamma. [Telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan dipublikasikan oleh DPD Patria Sumut]

9. Dua ribu setiap hari menurut laporan surat kabar.

10 Lak digunakan untuk memproduksi banyak produk, termasuk makanan.

Sumber :
Judul Asli : The Buddha’s View On Meat Eating
Penerjemah : Rety Chang Ekavatthi, S.KOM, BBA
Penyunting : Paulus Nyannavaddhano, S.KOM, M.T
Sumber : Vihara Buddha Gotama
Dipublikasikan : DPD Patria Sumatera Utara
Online di : Dhammacitta.org
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 14 May 2011, 09:38:48 AM
^wah lengkap banget ♥·♡ τнänκ чöü ♥·♡  kk donald eh ronald ‎​​˘Ħiª˚⌣˚Ħiª˚⌣˚Ħiª˘..

Pertanyaan lanjutan brti kita juga dianjurkan ga makan 10 daging yg dilarang itu ya? Alasannya kenapa ya? Kenapa daging kelinci ga termasuk ya? T_T
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 14 May 2011, 09:46:59 AM
Quote
Seorang Bhikkhu dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi sepuluh macam daging tersebut karena beberapa alasan yang secara ringkas tercantum di kitab Komentar Vinaya (Samattpasadika) seperti berikut ini. Daging manusia tidak seharusnya dimakan karena berasal dari spesies yang sama. Daging gajah dan kuda tidak seharusnya dimakan karena mereka adalah peliharaan dari seorang raja. Sedangkan daging anjing dan ular dikarenakan mereka termasuk jenis hewan yang menjijikkan, kelompok terakhir adalah singa, harimau, dan sebagainya, tidak seharusnya dimakan karena mereka tergolong binatang berbahaya dan jika dimakan bau daging binatang tersebut bisa membahayakan para bhikkhu yang bermeditasi di hutan.
sumber : http://www.forumbebas.com/thread-38549.html
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 14 May 2011, 09:51:05 AM
Mahayana menganut vegetarianism, jadi sama sekali tidak makan daging, tapi kalau udah pengen banget boleh lah dibuatkan daging2an dari tepung, tepung ini nantinya diolah hingga memiliki citarasa yang nyaris sama spt daging asli.

Theravada tidak menganut vegetarianism tapi ada batasan 10 jenis daging yg tidak boleh di makan, yaitu:
daging manusia, gajah, kuda, anjing, ular, singa, macan, macan-tutul, beruang dan hyena karena alasan binatang2 yg menjadi simbol kerajaan dan karena binatang itu dapat terprovokasi oleh aroma dari jenisnya yg dimakan oleh orang itu.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 14 May 2011, 09:51:54 AM
Anjing kan lucu kok menjijikkan... Pdhal dgr kt org daging ular bs buat kulit halus, tp jd ga brani deh... Gmn dengan daging monyet, daging sapi, daging buaya, daging penyu/labi2? Dgr2 ad yg blg penyu ga boleh juga.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 14 May 2011, 09:52:32 AM
^wah lengkap banget ♥·♡ τнänκ чöü ♥·♡  kk donald eh ronald ‎​​˘Ħiª˚⌣˚Ħiª˚⌣˚Ħiª˘..

Pertanyaan lanjutan brti kita juga dianjurkan ga makan 10 daging yg dilarang itu ya? Alasannya kenapa ya? Kenapa daging kelinci ga termasuk ya? T_T

hmm.. kelinci ya... mungkin krn kelinci gizinya lengkap, ada dagingnya.. ada sayurnya (bagian telinga itu sayuran kan??)(lirik avatarnya M14ka)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 14 May 2011, 09:56:51 AM
 [at] Ronald
Tu telinga bkn sayur :hammer: :))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 14 May 2011, 09:56:57 AM
Anjing kan lucu kok menjijikkan... Pdhal dgr kt org daging ular bs buat kulit halus, tp jd ga brani deh... Gmn dengan daging monyet, daging sapi, daging buaya, daging penyu/labi2? Dgr2 ad yg blg penyu ga boleh juga.

dalam theravada, batasan 10 jenis daging itu adalah aturan untuk bhikkhu, untungnya ... jadi untuk umat awam masih bebas
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 14 May 2011, 09:58:55 AM
hmm.. kelinci ya... mungkin krn kelinci gizinya lengkap, ada dagingnya.. ada sayurnya (bagian telinga itu sayuran kan??)(lirik avatarnya M14ka)

=))
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 14 May 2011, 10:00:04 AM
Wkwkwkwk tp kan ga manusiawi kalo kanibal... Kemarin br bc di China makan sop janin/bayi, keknya gimana gitu... Menurut pandangan kk gmn?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 14 May 2011, 10:02:56 AM
Wkwkwkwk tp kan ga manusiawi kalo kanibal... Kemarin br bc di China makan sop janin/bayi, keknya gimana gitu... Menurut pandangan kk gmn?

janin2 tertentu tidak dilarang, saya sering mengkonsumsi telur ayam kampung, itu kan juga janin. bagi umat awam tidak ada batasan larangan daging
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 14 May 2011, 10:06:21 AM
Got it.. ♥·♡ τнänκ чöü ♥·♡  kk infonya (=^____^= )
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 14 May 2011, 10:29:15 AM
‘Jadi jika seorang manusia (membunuh seekor domba untuk)
makan dagingnya, domba tersebut akan dilahirkan kembali sebagai
manusia, dan manusia itu, setelah dilahirkan kembali akan menjadi
domba (untuk membayar hutang sebelumnya). Maka makhluk hidup di
sepuluh keadaan kelahiran1, saling memakan dan maka membentuk
karma jahat yang tidak akan memiliki akhir. Hal ini terutama timbul dari
keinginan untuk mencuri.’

===================
Setelah nirvana saya, pada akhir masa Dharma, hantu-hantu ini
akan ditemukan di seluruh dunia, dan akan sombong mengatakan
bagaimana mereka hidup dari daging segar yang mengantarkan mereka
menuju penyadaran Bodhi. Ananda, saya mengizinkan para bhikkhu
makan hanya dari lima jenis daging segar1 dan suci yang merupakan hasil
dari kekuatan transformasi suci dan bukanlah pembunuhan binatang.


surangama sutra
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 14 May 2011, 10:52:09 AM
Ia tuh sy jg pernah bc surangama sutra yg isinya kalo ga salah 10 alasan kenapa ga boleh makan daging, tp bc2 byk yg aneh disana ya, kaya ada kata Tuhan, trus mantra dll...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 14 May 2011, 11:01:23 AM
Buddha Kassapa dalam Amagandha Sutta mengajarkan kurang lebih sbb: "adalah melakukan pembunuhan, mencuri, melakukan hubungan seksual yg salah, berbohong, inilah noda, bukan makan daging"
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 14 May 2011, 11:41:42 AM
Ia tuh sy jg pernah bc surangama sutra yg isinya kalo ga salah 10 alasan kenapa ga boleh makan daging, tp bc2 byk yg aneh disana ya, kaya ada kata Tuhan, trus mantra dll...
itu sebabnya mahayana jd vegetarian...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 14 May 2011, 11:47:24 AM
Okay ♥·♡ τнänκ чöü ♥·♡  penjelasannya.. Jgn lirik2 y, jd serem tar disenapan ‎​‎​ω̲̅k̲̅=Dω̲̅k̲̅:pω̲̅k̲̅=))ω̲̅k̲̅=))ω̲̅k̲̅:pω̲̅k̲̅
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: PIKOCHAN RAPTOR on 14 May 2011, 05:16:20 PM
Cie M14ka  :)
Kalo ada yg maw menembak Cie pake senapan, sy siap psng bdn jd tamengNya Cie M14ka   :P

 _/\_ SSBS
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: kullatiro on 14 May 2011, 05:53:07 PM
‘Jadi jika seorang manusia (membunuh seekor domba untuk)
makan dagingnya, domba tersebut akan dilahirkan kembali sebagai
manusia, dan manusia itu, setelah dilahirkan kembali akan menjadi
domba (untuk membayar hutang sebelumnya). Maka makhluk hidup di
sepuluh keadaan kelahiran1, saling memakan dan maka membentuk
karma jahat yang tidak akan memiliki akhir. Hal ini terutama timbul dari
keinginan untuk mencuri.’

===================
Setelah nirvana saya, pada akhir masa Dharma, hantu-hantu ini
akan ditemukan di seluruh dunia, dan akan sombong mengatakan
bagaimana mereka hidup dari daging segar yang mengantarkan mereka
menuju penyadaran Bodhi. Ananda, saya mengizinkan para bhikkhu
makan hanya dari lima jenis daging segar1 dan suci yang merupakan hasil
dari kekuatan transformasi suci dan bukanlah pembunuhan binatang.


surangama sutra


bila membaca jatakaathakata, bila manusia membunuh domba maka selama 99 kelahiran berikut akan lahir sebagai domba yang akan terbunuh pada setiap kelahiranya selama 99kali.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ryu on 14 May 2011, 05:57:36 PM

bila membaca jatakaathakata, bila manusia membunuh domba maka selama 99 kelahiran berikut akan lahir sebagai domba yang akan terbunuh.

jadi harga mati ya?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: UnReG on 04 June 2011, 05:15:15 PM
maap nih numpang tanya, gimana cara nyampein dhamma yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan, n indah pada akhir , apa yg perlu di jaga ato yg harus di hindari biar cara penyampaian dhamma itu bener2 indah pada permulaan, indah pada pertengahan , n indah pada akhir , thx
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: The Ronald on 04 June 2011, 05:51:23 PM
maap nih numpang tanya, gimana cara nyampein dhamma yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan, n indah pada akhir , apa yg perlu di jaga ato yg harus di hindari biar cara penyampaian dhamma itu bener2 indah pada permulaan, indah pada pertengahan , n indah pada akhir , thx
untuk dapat menyampaikan Dhamma yg indah pada awal, pertengahan, dan akhir..., sebelum disampaikan.... yg menyampaikan paling tidak harus telah menembus Dhamma itu sendiri.. dgn kata lain Arahat...
walaupun demikian...hanya yg punya kebijaksanaanlah (alias yg mempunyai sedikit debu dimatanya) yg beranggapan dhamma itu indah di awal, pertegahan dan akhir ...
bagi yg berpadagan salah.. yah..biasa aja..mungkin malah betein...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: icykalimu on 01 July 2011, 06:24:26 PM
jadi harga mati ya?

kayaknya bukan harga mati, soalnya dari atthakatha alias komentar.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: noyxjr on 24 November 2011, 10:35:51 AM
untuk dapat menyampaikan Dhamma yg indah pada awal, pertengahan, dan akhir..., sebelum disampaikan.... yg menyampaikan paling tidak harus telah menembus Dhamma itu sendiri.. dgn kata lain Arahat...
walaupun demikian...hanya yg punya kebijaksanaanlah (alias yg mempunyai sedikit debu dimatanya) yg beranggapan dhamma itu indah di awal, pertegahan dan akhir ...
bagi yg berpadagan salah.. yah..biasa aja..mungkin malah betein...

karena arahat juga yang sudah mencapai kesempurnaan dalam arti sudah tau seluk beluk kehidupan (semua alam)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: mj Khouw on 09 December 2011, 12:15:40 PM
Belum makan juga udah ga tega kali ngebayangin lucunya...
Hahaha    ^:)^     Ampuunn kelinci!    _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: linda.eng on 31 August 2012, 08:25:36 PM
Kok dibilang gengster????? Kok bisa???apa maksunya sembunyi2..
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: linda.eng on 31 August 2012, 10:01:52 PM
Kok dibilang gengster????? Kok bisa???apa maksunya sembunyi2..
wkwkwk.....nih coment yg ngm sagha kayak gengster....ada ada saja....sorry bro....he...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 13 October 2012, 09:14:04 PM
Teman-teman, mau tanya pendapatnya, apakah kalau kita memelihara binatang dengan mengurungnya menghasilkan karma buruk?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 13 October 2012, 09:20:38 PM
Teman-teman, mau tanya pendapatnya, apakah kalau kita memelihara binatang dengan mengurungnya menghasilkan karma buruk?

apakah anda berniat baik atau berniat buruk?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 13 October 2012, 09:34:32 PM
apakah anda berniat baik atau berniat buruk?

baik, soalnya kl ga dikurung tar kabur...tapi kasian juga binatangnya dikurung... aku pernah baca kalo kita mengurung binatang tar akibatnya kita jadi ga bebas ya? Apakah kita sebaiknya ga memelihara binatang?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 13 October 2012, 09:42:41 PM
baik, soalnya kl ga dikurung tar kabur...tapi kasian juga binatangnya dikurung... aku pernah baca kalo kita mengurung binatang tar akibatnya kita jadi ga bebas ya? Apakah kita sebaiknya ga memelihara binatang?

makanya jangan suka baca buku fiksi.

IMO, memelihara binatang juga termasuk perbuatan baik jika dibandingkan dengan menelantarkan binatang. Kebanyakan binatang2 peliharaan itu memang juga tidak bisa bertahan hidup jika dilepas bebas. tapi dalam memelihara tentu harus mempertimbangkan kesejahteraan binatang itu, merawatnya, memberi makan yg cukup, dll, bukan disiksa, misalnya mencabuti bulu2nya, menggantungnya di plafon rumah, dll.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 13 October 2012, 09:48:15 PM
makanya jangan suka baca buku fiksi.

IMO, memelihara binatang juga termasuk perbuatan baik jika dibandingkan dengan menelantarkan binatang. Kebanyakan binatang2 peliharaan itu memang juga tidak bisa bertahan hidup jika dilepas bebas. tapi dalam memelihara tentu harus mempertimbangkan kesejahteraan binatang itu, merawatnya, memberi makan yg cukup, dll, bukan disiksa, misalnya mencabuti bulu2nya, menggantungnya di plafon rumah, dll.

ia aku suka bngt memelihara binatang... tapi skarang sadar harus membuat mereka senyaman mungkin, kalo burung dulu aku pernah melepas didalam rumah tapi eek sembarangan dan pernah terbang keluar n kembali lagi jadi aku lepas lagi akhirnya ga kembali lg....hiksss... trus kalo ikan juga harus akuariumnya gede jadi ga stress n kebersihannya dijaga.. kalo kelinci harus sering diajak jalan-jalan gt kali ya.... tqq
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 13 October 2012, 09:50:02 PM
ia aku suka bngt memelihara binatang... tapi skarang sadar harus membuat mereka senyaman mungkin, kalo burung dulu aku pernah melepas didalam rumah tapi eek sembarangan dan pernah terbang keluar n kembali lagi jadi aku lepas lagi akhirnya ga kembali lg....hiksss... trus kalo ikan juga harus akuariumnya gede jadi ga stress n kebersihannya dijaga.. kalo kelinci harus sering diajak jalan-jalan gt kali ya.... tqq

kelinci tidak boleh, karena nanti kelinci itu akan jadi stress karena "kok jeruk makan jeruk" ?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: maitri88 on 18 October 2012, 01:41:12 PM
Salam sejahtera untuk semuanya.

Saya ingin bertanya kepada teman teman :

1. Apakah binatang mempunyai batin?
2. Sang Buddha menganjurkan kita sebaiknya menghindari pembunuhan terhadap binatang, lalu bagaimana kalau kita membeli ayam yang sudah
    dipotong di pasar, boleh ngga?
3. Di rumah saya banyak tikus..., tadinya saya biarin karena tahu tidak baik membunuh binatang. Setelah beberapa tahun mereka berkembang biak,
    tambah banyak...dan sangat mengganggu. Sofa, almari, buku buku,  kabel kabel barang elektronik dan komputer saya digigitin semua, sehingga rusak.
    Bolehkah saya menggunakan racun tikus untuk membunuh mereka, karena kalau saya biarkan sudah tidak tahan ?
4. Lalu mengenai nyamuk di kamar, ada yang bilang diusir saja, tapi ini membuat saya susah tidur karena digigit nyamuk di banyak tempat.
    Bolehkah saya semprot dengan Baygon?

Mohon pendapat teman teman dan terima kasih sebelumnya

Salam metta.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hemayanti on 18 October 2012, 03:16:35 PM
Salam sejahtera untuk semuanya.

Saya ingin bertanya kepada teman teman :

1. Apakah binatang mempunyai batin?
2. Sang Buddha menganjurkan kita sebaiknya menghindari pembunuhan terhadap binatang, lalu bagaimana kalau kita membeli ayam yang sudah
    dipotong di pasar, boleh ngga?
3. Di rumah saya banyak tikus..., tadinya saya biarin karena tahu tidak baik membunuh binatang. Setelah beberapa tahun mereka berkembang biak,
    tambah banyak...dan sangat mengganggu. Sofa, almari, buku buku,  kabel kabel barang elektronik dan komputer saya digigitin semua, sehingga rusak.
    Bolehkah saya menggunakan racun tikus untuk membunuh mereka, karena kalau saya biarkan sudah tidak tahan ?
4. Lalu mengenai nyamuk di kamar, ada yang bilang diusir saja, tapi ini membuat saya susah tidur karena digigit nyamuk di banyak tempat.
    Bolehkah saya semprot dengan Baygon?

Mohon pendapat teman teman dan terima kasih sebelumnya

Salam metta.
udah g bisa di modify, terpaksa post ulang. ;D
ngetik 2x, tapi gagal post.  :'(
ulang lagi deh yang ke 3.

1. batin terdiri dari 4 yaitu vinnana=kesadaran, vedana=perasaan, sanna=pencerapan, sankhara=bentuk2 pikiran. binatang bisa merasa sedih dan senang, juga bisa mengenali manusia, itu adalah bukti bahwa binatang juga memiliki batin.  :)

2. diatas udah jelas tertulis bahwa ayamnya udah mati sehingga tidak ada lagi pembunuhan disana.

3. mungkin bisa pakai perangkap tikus aja tanpa membunuh tikusnya.

4. lebih baik kalo dicari dulu apa penyebabnya dikamar bisa banyak nyamuk, sehingga bisa dilakukan pencegahan misalnya menutup pintu kamar lebih awal. atau mungkin ada banyak barang yang mengundang banyak nyamuk sehingga bisa disingkirkan saja. ;D
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: M14ka on 18 October 2012, 05:15:53 PM
udah g bisa di modify, terpaksa post ulang. ;D
ngetik 2x, tapi gagal post.  :'(
ulang lagi deh yang ke 3.

1. batin terdiri dari 4 yaitu vinnana=kesadaran, vedana=perasaan, sanna=pencerapan, sankhara=bentuk2 pikiran. binatang bisa merasa sedih dan senang, juga bisa mengenali manusia, itu adalah bukti bahwa binatang juga memiliki batin.  :)

2. diatas udah jelas tertulis bahwa ayamnya udah mati sehingga tidak ada lagi pembunuhan disana.

3. mungkin bisa pakai perangkap tikus aja tanpa membunuh tikusnya.

4. lebih baik kalo dicari dulu apa penyebabnya dikamar bisa banyak nyamuk, sehingga bisa dilakukan pencegahan misalnya menutup pintu kamar lebih awal. atau mungkin ada banyak barang yang mengundang banyak nyamuk sehingga bisa disingkirkan saja. ;D

nambahin lagi yg ke 4  mungkin bisa pake lotion/ spray anti nyamuk atau kelambu
(http://www.speed-toko-online.com/files/kelambu-nyamuk-modern-bed-canopy--back-to-nature..!!!!!!!!-new-design.jpg)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: godfrey on 18 October 2012, 07:28:59 PM
saya mau bertanya tentang abidhamma membahas apa saja kah abidhamma? lalu umat buddha punya ga sutta-sutta yg dijadikan satu sampai saat ini saya hanya membaca tipitaka tematik dan ilustrasi dhammapada, bukannya sutta itu ada banyak yah
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 18 October 2012, 11:38:14 PM
saya mau bertanya tentang abidhamma membahas apa saja kah abidhamma? lalu umat buddha punya ga sutta-sutta yg dijadikan satu sampai saat ini saya hanya membaca tipitaka tematik dan ilustrasi dhammapada, bukannya sutta itu ada banyak yah

Samyutta Nikaya (http://dhammacitta.org/perpustakaan/samyutta-nikaya-khotbah-khotbah-berkelompok-sang-buddha/)
Digha Nikaya (http://dhammacitta.org/perpustakaan/digha-nikaya-khotbah-khotbah-panjang-sang-buddha/)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: will_i_am on 19 October 2012, 07:06:31 AM
Majjhima Nikaya 1 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,17327.0.html)
Majjhima Nikaya 2 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,17773.0.html)
Majjhima Nikaya 3 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,18173.7.html)
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: hahn on 17 January 2013, 04:12:47 PM
saya mau tanya, ada gak sich buddha2 masa lampau sebelum buddha gautama..?  _/\_
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: William_phang on 17 January 2013, 04:19:22 PM
saya mau tanya, ada gak sich buddha2 masa lampau sebelum buddha gautama..?  _/\_

Silahkan baca ini dulu:

http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: adi lim on 18 January 2013, 11:27:05 AM
saya mau tanya, ada gak sich buddha2 masa lampau sebelum buddha gautama..?  _/\_

masa lampau banyak dan tak terhitung,
begitu juga yang akan datang

referensi sudah oleh bang William
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sunyata on 03 April 2013, 03:04:08 PM
Kalau tidak salah, saya pernah baca komentar seseorang di internet bahwa sutta-sutta adalah karangan Buddhaghosa dan murid-muridnya. Menurut member di sini bagaimana? Bagaimana cara kita mengetahui kebenarannya? Terima kasih.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 03 April 2013, 03:39:13 PM
Kalau tidak salah, saya pernah baca komentar seseorang di internet bahwa sutta-sutta adalah karangan Buddhaghosa dan murid-muridnya. Menurut member di sini bagaimana? Bagaimana cara kita mengetahui kebenarannya? Terima kasih.
ya ndak mungkin lah.

buddhaghosa ada di abad kelima sedangkan naskah2 yang ada di sekte2 awal sebelum jamannya buddhaghosa itu masih mirip satu sama yang lain. kalo memang semua sutta karangan buddhaghosa, maka sutta2 theravada sesudah jaman buddhaghosa akan berbeda jauh dengan sekte2 lain...

mungkin maksud teman anda bahwa buddhaghosa mengarang visudhimagga yang memuat ajaran yang tidak terdapat di sutta2 tipitaka...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 03 April 2013, 03:50:48 PM
Kalau tidak salah, saya pernah baca komentar seseorang di internet bahwa sutta-sutta adalah karangan Buddhaghosa dan murid-muridnya. Menurut member di sini bagaimana? Bagaimana cara kita mengetahui kebenarannya? Terima kasih.

bukan sutta2 tepatnya komentar-komentar atas sutta-sutta itu yg ditulis ulang oleh Buddhaghosa, sebagian komentar itu memang karangan Buddhaghosa tapi sebagian lainnya memang sudah ada sejak masa sebelum Buddhaghosa, juga sebagian lainnya oleh para komentator setelah Buddhaghosa
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sunyata on 03 April 2013, 04:36:07 PM
Terima kasih atas jawabannya. Pertanyaan lain, bagaimana caranya di zaman sekarang, kita tau situs ini adalah tempat kelahiran bodhisatta, situs itu adalah tempat dia mencapai kebuddhaan, di bawah pohon itu bodhisatta mencapai kebuddhaan dan tempat-tempat lainnya?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 03 April 2013, 04:52:15 PM
Terima kasih atas jawabannya. Pertanyaan lain, bagaimana caranya di zaman sekarang, kita tau situs ini adalah tempat kelahiran bodhisatta, situs itu adalah tempat dia mencapai kebuddhaan, di bawah pohon itu bodhisatta mencapai kebuddhaan dan tempat-tempat lainnya?

tentunya lokasi2 itu memang sudah dikenali dan ditandai kemudian informasi itu diwariskan secara turun temurun hingga akhirnya dicatat. sama spt dari mana kita tau di mana kita dilahirkan.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: morpheus on 03 April 2013, 04:58:32 PM
Terima kasih atas jawabannya. Pertanyaan lain, bagaimana caranya di zaman sekarang, kita tau situs ini adalah tempat kelahiran bodhisatta, situs itu adalah tempat dia mencapai kebuddhaan, di bawah pohon itu bodhisatta mencapai kebuddhaan dan tempat-tempat lainnya?
http://en.wikipedia.org/wiki/Buddhist_pilgrimage (http://en.wikipedia.org/wiki/Buddhist_pilgrimage)
bisa diklik satu demi satu...

kebanyakan mengikuti raja asoka... mungkin raja asoka juga mengikuti orang2 mulai dari jaman Buddha turun temurun.
bisa akurat, bisa juga hanya perkiraan yang diteruskan sampai sekarang.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sunyata on 03 April 2013, 05:04:02 PM
Terima kasih. Pertanyaan lain, bagaimana bisa seseorang duduk memperhatikan napas dan boom... pengetahuan tentang dukkha, tentang alam semesta, atau pun kekuatan batin dan sebagainya dapat dimilikinya?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 03 April 2013, 05:17:35 PM
Terima kasih. Pertanyaan lain, bagaimana bisa seseorang duduk memperhatikan napas dan boom... pengetahuan tentang dukkha, tentang alam semesta, atau pun kekuatan batin dan sebagainya dapat dimilikinya?

AN 5:23 (3) Kotoran

“Para bhikkhu,<984> ada lima kotoran ini pada emas, yang dengan dikotori olehnya maka emas menjadi tidak lunak, tidak lentur, dan tidak bersinar, melainkan rapuh dan tidak dapat dikerjakan dengan baik. Apakah lima ini? Besi, tembaga, timah, timbel, dan perak. Ini adalah kelima kotoran pada emas, yang dengan dikotori olehnya emas menjadi tidak lunak, tidak lentur, dan tidak cerah, melainkan rapuh dan tidak dapat dikerjakan dengan baik. Tetapi ketika emas terbebas dari kelima kotoran ini, maka emas menjadi lunak, lentur, dan bersinar, dapat dibentuk, dan dapat dikerjakan dengan baik. Kemudian perhiasan apa pun yang seseorang ingin hasilkan dari emas ini – apakah gelang, anting-anting, kalung, atau kalung bunga emas – ia dapat mencapai tujuannya.<985>

“Demikian pula, para bhikkhu, ada lima kotoran pikiran ini, yang dengan dikotori olehnya maka pikiran menjadi tidak lunak, tidak lentur, dan tidak bersinar, melainkan rapuh dan tidak terkonsentrasi dengan baik demi hancurnya noda-noda. Apakah lima ini? Keinginan indria, niat buruk, ketumpulan dan kantuk, kegelisahan dan penyesalan, dan keragu-raguan. Ini adalah lima kotoran pikiran, yang dengan dikotori olehnya maka pikiran menjadi tidak lunak, tidak lentur, dan tidak bersinar, melainkan rapuh dan tidak terkonsentrasi dengan baik demi hancurnya noda-noda. Tetapi ketika pikiran terbebas dari kelima kotoran ini, maka pikiran menjadi menjadi lunak, lentur, [17] dan bersinar, dapat dibentuk, dan terkonsentrasi baik demi hancurnya noda-noda. Kemudian, jika ada landasan yang sesuai, maka seseorang mampu merealisasikan kondisi apa pun yang dapat direalisasikan melalui pengetahuan langsung ke arah mana ia mengarahkan pikirannya.<986>

“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin: dari satu, semoga aku menjadi banyak; dari banyak, semoga aku menjadi satu; semoga aku muncul dan lenyap; semoga aku berjalan tanpa terhalangi menembus tembok, menembus dinding, menembus gunung seolah-olah melewati ruang kosong; semoga aku menyelam masuk dan keluar dari dalam tanah seolah-olah di dalam air; semoga aku berjalan di atas air tanpa tenggelam seolah-olah di atas tanah; dengan duduk bersila, semoga aku terbang di angkasa bagaikan seekor burung; dengan tanganku semoga aku menyentuh dan menepuk bulan dan matahari begitu kuat dan perkasa; semoga aku mengerahkan kemahiran dengan jasmani hingga sejauh alam brahmā,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.

“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku, dengan elemen telinga dewa, yang murni dan melampaui manusia, mendengar kedua jenis suara, surgawi dan manusia, yang jauh maupun dekat,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.

“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku memahami pikiran makhluk-makhluk dan orang-orang lain, setelah melingkupi pikiran mereka dengan pikiranku sendiri. Semoga aku memahami pikiran dengan nafsu sebagai pikiran dengan nafsu dan pikiran tanpa nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu; [18] pikiran dengan kebencian sebagai pikiran dengan kebencian dan pikiran tanpa kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian; pikiran dengan delusi sebagai pikiran dengan delusi dan pikiran tanpa delusi sebagai pikiran tanpa delusi; pikiran mengerut sebagai pikiran mengerut dan pikiran kacau sebagai pikiran kacau; pikiran luhur sebagai pikiran luhur dan pikiran tidak luhur sebagai pikiran tidak luhur; pikiran yang terlampaui sebagai pikiran yang terlampaui dan pikiran yang tidak terlampaui sebagai pikiran yang tidak terlampaui; pikiran terkonsentrasi sebagai pikiran terkonsentrasi dan pikiran tidak terkonsentrasi sebagai pikiran tidak terkonsentrasi; pikiran terbebaskan sebagai pikiran terbebaskan dan pikiran tidak terbebaskan sebagai pikiran tidak terbebaskan,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.

“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penghancuran dunia, banyak kappa pengembangan dunia, banyak kappa penghancuran dunia dan pengembangan dunia, sebagai berikut: “Di sana [256] aku bernama ini, dari suku ini, dengan penampilan begini, makananku seperti ini, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti ini, umur kehidupanku selama ini; meninggal dunia dari sana, aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana juga aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan begitu, makananku seperti itu, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; meninggal dunia dari sana, aku terlahir kembali di sini” – semoga aku mengingat mengingat banyak kehidupan lampauku dengan aspek-aspek dan rinciannya,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai. [19]

“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka sebagai berikut: “Makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan salah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak mencela para mulia, yang menganut pandangan benar, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan benar, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga.’ Demikianlah dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, semoga aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.

“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku, dengan hancurnya noda-noda, dalam kehidupan ini merealisasikan untuk diriku sendiri dengan pengetahuan langsung kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.”
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sunyata on 03 April 2013, 09:34:47 PM
Lalu kenapa Alara Kalama dan Udaka Ramaputta yg telah mencapai jhana bahkan sebelum bodhisatta mencapainya, tidak mengarahkan pikirannya untuk menghancurkan noda-noda dalam pikirannya, sehingga dalam kehidupan itu juga, mencapai kebuddhaan?
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Indra on 03 April 2013, 10:47:43 PM
Lalu kenapa Alara Kalama dan Udaka Ramaputta yg telah mencapai jhana bahkan sebelum bodhisatta mencapainya, tidak mengarahkan pikirannya untuk menghancurkan noda-noda dalam pikirannya, sehingga dalam kehidupan itu juga, mencapai kebuddhaan?

kenapa seseorang tidak melakukan apa yg seharusnya ia lakukan? bagaimana kita dapat menjawabnya? spekulasi yg cukup meyakinkan adalah bahwa mrk tidak tahu. Selain itu mrk juga menganggap bahwa pencapaian mrk adalah yg tertinggi sehingga tidak perlu melakukan hal lain lagi.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: sanjiva on 04 April 2013, 01:55:41 AM
Lalu kenapa Alara Kalama dan Udaka Ramaputta yg telah mencapai jhana bahkan sebelum bodhisatta mencapainya, tidak mengarahkan pikirannya untuk menghancurkan noda-noda dalam pikirannya, sehingga dalam kehidupan itu juga, mencapai kebuddhaan?

Karena mereka bukan pacceka buddha, yang punya kemampuan mengarahkan pikiran untuk mencapai pencerahan.  Jadi meski mampu, mereka tidak tahu musti ke sana dan tidak tahu bagaimana caranya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dilbert on 04 April 2013, 01:05:55 PM
Karena mereka bukan pacceka buddha, yang punya kemampuan mengarahkan pikiran untuk mencapai pencerahan.  Jadi meski mampu, mereka tidak tahu musti ke sana dan tidak tahu bagaimana caranya.

yah pasti bukan pacceka buddha... kalau yang nama-nya buddha, kan berarti sudah mencapai pencerahan / kesucian...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: allthingmustpass on 29 September 2013, 03:08:15 PM
suhu-suhu izinkan saya menanyakan:
1. darimana cerita asal usul hidup buddha berasal? apakah dari tipitaka?
2. dari cerita buddha, saya membaca kalau buddha baru pertama kali melihat orang sakit, mati dan tua saat keluar dari kerajaan? apakah ini bukannya berkontradiksi dengan logika:
          - dimana ibunya sendiri (Ratu Maya) sudah meninggal
          - siddharta sejak kecil sudah dididik dengan guru pribadi dan memiliki prestasi yang hebat dalam ilmu pengetahuan. masa pintar baru sadar hal paling DASAR dalam logika manusia ketika baru keluar dari istana. bukankah itu suatu kejanggalan menurut suhu-suhu?
3. bagaimana menyikapi kisah-kisah dalam cerita buddha yang terkesan metafisik (maaf terkesan tahyul), seperti waktu buddha lahir apa yang diinjak jadi teratai, dewa-dewi turun melihat buddha dan sebagainya? apakah ini cuma penambahan-penambahan saja atau memang ajaran asli buddha.

mohon jawaban suhu-suhu sekalian.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: William_phang on 29 September 2013, 03:51:52 PM
suhu-suhu izinkan saya menanyakan:
1. darimana cerita asal usul hidup buddha berasal? apakah dari tipitaka?
2. dari cerita buddha, saya membaca kalau buddha baru pertama kali melihat orang sakit, mati dan tua saat keluar dari kerajaan? apakah ini bukannya berkontradiksi dengan logika:
          - dimana ibunya sendiri (Ratu Maya) sudah meninggal
          - siddharta sejak kecil sudah dididik dengan guru pribadi dan memiliki prestasi yang hebat dalam ilmu pengetahuan. masa pintar baru sadar hal paling DASAR dalam logika manusia ketika baru keluar dari istana. bukankah itu suatu kejanggalan menurut suhu-suhu?
3. bagaimana menyikapi kisah-kisah dalam cerita buddha yang terkesan metafisik (maaf terkesan tahyul), seperti waktu buddha lahir apa yang diinjak jadi teratai, dewa-dewi turun melihat buddha dan sebagainya? apakah ini cuma penambahan-penambahan saja atau memang ajaran asli buddha.

mohon jawaban suhu-suhu sekalian.


Untuk cerita mengenai hidup Buddha ada terdapat didalam sutta, budhavamsa dan juga jataka. Untuk yang sudah disusun lengkap silahkan baca:
" Riwayat Agung Para Buddha":
http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/comment-page-1/

Setelah Buddha Lahir, 7 hari kemudianni ibunya meninggal dunia. Dan ketika di ramal oleh kaladevila bahwa anak ini adalah manusia agung dan akan meninggalkan duniawi jika beliau melihat 4 tanda: orang sakit, orang mati, orang tua, dan petapa. Oleh sebab tsb, raja Sudodhana mencegah Siddartha untuk melihat 4 kondisi tsb dengan membuat istana yg wewah untuk masing-masing musim.
Karena sudah dicegah oleh raja tentu Siddartha tidak mempunyai kesempatan untuk melihat 4 kondisi tsb.

Buddha memang mengajarkan ada 31 alam kehidupan, jd ya sangat masuk akal kalo para dewa melindungi calon Buddha. Dan setelah Siddartha mencapai pencerahan, para dewa datang mengunjungi dan belajar  dari Buddha.
Untuk orang2 yg telah mempunyai kemampuan bathin, mereka bisa melihat alam kehidupan yang lain.... sebenarnya kita blm mempunyai abhinna juga bisa melihat kehidupan yang lain - misalkan ada alam binatang....

Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: allthingmustpass on 29 September 2013, 04:19:30 PM
Untuk cerita mengenai hidup Buddha ada terdapat didalam sutta, budhavamsa dan juga jataka. Untuk yang sudah disusun lengkap silahkan baca:
" Riwayat Agung Para Buddha":
http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/comment-page-1/

Setelah Buddha Lahir, 7 hari kemudianni ibunya meninggal dunia. Dan ketika di ramal oleh kaladevila bahwa anak ini adalah manusia agung dan akan meninggalkan duniawi jika beliau melihat 4 tanda: orang sakit, orang mati, orang tua, dan petapa. Oleh sebab tsb, raja Sudodhana mencegah Siddartha untuk melihat 4 kondisi tsb dengan membuat istana yg wewah untuk masing-masing musim.
Karena sudah dicegah oleh raja tentu Siddartha tidak mempunyai kesempatan untuk melihat 4 kondisi tsb.

Buddha memang mengajarkan ada 31 alam kehidupan, jd ya sangat masuk akal kalo para dewa melindungi calon Buddha. Dan setelah Siddartha mencapai pencerahan, para dewa datang mengunjungi dan belajar  dari Buddha.
Untuk orang2 yg telah mempunyai kemampuan bathin, mereka bisa melihat alam kehidupan yang lain.... sebenarnya kita blm mempunyai abhinna juga bisa melihat kehidupan yang lain - misalkan ada alam binatang....

terima kasih jawabannya suhu

Quote
Untuk cerita mengenai hidup Buddha ada terdapat didalam sutta, budhavamsa dan juga jataka. Untuk yang sudah disusun lengkap silahkan baca:
" Riwayat Agung Para Buddha":
http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/comment-page-1/
terima kasih. apakah cerita ini berbeda-beda tiap tradisi? (theravada, mahayana, dll)

Quote
Setelah Buddha Lahir, 7 hari kemudianni ibunya meninggal dunia. Dan ketika di ramal oleh kaladevila bahwa anak ini adalah manusia agung dan akan meninggalkan duniawi jika beliau melihat 4 tanda: orang sakit, orang mati, orang tua, dan petapa. Oleh sebab tsb, raja Sudodhana mencegah Siddartha untuk melihat 4 kondisi tsb dengan membuat istana yg wewah untuk masing-masing musim.
Karena sudah dicegah oleh raja tentu Siddartha tidak mempunyai kesempatan untuk melihat 4 kondisi tsb.
1. apakah Siddharta sudah mengetahui Ibunya sudah meninggal, sebelum keluar istana? berarti Siddharta sudah mengenal konsep kematian?
2. Siddharta di dalam istana diajarkan pengetahuan dan cepat sekali menangkap pelajaran. dapat diambil informasi kalau Siddharta adalah anak yang cerdas. Tidakkah suhu merasa janggal seorang anak yang BRILIAN yang diberikan PENGETAHUAN oleh guru pribadi, tidak mengenal apa itu mati sakit dan tua??? sehingga siddharta baru mengetahuinya ketika bertanya pada kusir kudanya??
sebagai perbandingan, bahkan orang prasejarahpun bahkan beberapa hewan mengenal konsep kematian.

Quote
Buddha memang mengajarkan ada 31 alam kehidupan, jd ya sangat masuk akal kalo para dewa melindungi calon Buddha. Dan setelah Siddartha mencapai pencerahan, para dewa datang mengunjungi dan belajar  dari Buddha.
Untuk orang2 yg telah mempunyai kemampuan bathin, mereka bisa melihat alam kehidupan yang lain.... sebenarnya kita blm mempunyai abhinna juga bisa melihat kehidupan yang lain - misalkan ada alam binatang....
Saya sangat PERCAYA ada alam lain di dunia ini, karena pernah menggalami langsung .
namun saya bimbang apakah bentuk-bentuk seperti Siddharta baru lahir yang diinjak berubah menjadi teratai dll.. adalah ajaran yang ditambah-tambahkan. 
kalau memang sumber yang sah seperti itu juga tidak masalah buat saya. toh kita ehipassiko saja.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: William_phang on 29 September 2013, 04:46:58 PM
Kalo untuk kehidupan Siddartha sebelum meninggal kehidupan duniawi menuju kehidupan tanpa rumah...sebenarnya kisah yang berkembang dengan yang di nikaya agak berbeda. Jd ya saya juga tidak tahu mana yang benar.

Untuk sutta yang menjelaskan konsepsi dan kelahiran Bodhisattva (Siddharta Gotama) dapat di baca:

MN 123: Accariya-abhita sutta  (MN = Majjhima Nikaya)....

Untuk pelepasan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah:

MN 26 : Ariyapariyasana sutta

Kalo tidak salah  fenomena yang muncul ketika Bodhisattva lahir adalah keluhuran dan parami dari Boddhisattva...
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: allthingmustpass on 29 September 2013, 05:08:48 PM
Kalo untuk kehidupan Siddartha sebelum meninggal kehidupan duniawi menuju kehidupan tanpa rumah...sebenarnya kisah yang berkembang dengan yang di nikaya agak berbeda. Jd ya saya juga tidak tahu mana yang benar.

Untuk sutta yang menjelaskan konsepsi dan kelahiran Bodhisattva (Siddharta Gotama) dapat di baca:

MN 123: Accariya-abhita sutta  (MN = Majjhima Nikaya)....

Untuk pelepasan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah:

MN 26 : Ariyapariyasana sutta

Kalo tidak salah  fenomena yang muncul ketika Bodhisattva lahir adalah keluhuran dan parami dari Boddhisattva...

terima kasih jawabannya  :) . mungkin suhu lain yang belum online bisa menjawab kebingungan newbie
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Xan To on 01 October 2013, 11:54:44 PM
1. apakah Siddharta sudah mengetahui Ibunya sudah meninggal, sebelum keluar istana? berarti Siddharta sudah mengenal konsep kematian?
2. Siddharta di dalam istana diajarkan pengetahuan dan cepat sekali menangkap pelajaran. dapat diambil informasi kalau Siddharta adalah anak yang cerdas. Tidakkah suhu merasa janggal seorang anak yang BRILIAN yang diberikan PENGETAHUAN oleh guru pribadi, tidak mengenal apa itu mati sakit dan tua??? sehingga siddharta baru mengetahuinya ketika bertanya pada kusir kudanya??

1. Sepertinya tidak tahu. karena setelah ibunya meninggal dia dirawat oleh ibu tirinya yang juga adalah adik dari ibunya
2. Karena sudah dilarang ayahnya.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: will_i_am on 02 October 2013, 09:00:24 AM
di RAPB dituliskan bahwa semua pelayan pangeran adalah orang yang masih muda dan sehat (sengaja diseleksi oleh raja)

katena tidak pernah melihat kematian/penuaan/penyakit, maka wajar bila beliau tdk mengetahuinya, berbeda dengan kita yang sudah diajarkan konsep itu sejak kecil
Title: Nibbana, Dukha dan Rajin Bekerja
Post by: ibro on 22 April 2014, 09:55:36 PM
Teman-teman sekalian, mohon masukan untuk saya yang bingung:
Dalam ajaran Budha, tujuan akhir dari hidup ini seharusnya adalah Nibbana, keadaan ketika kita sudah bebas dari kemelekatan dan segala hal yang bersifat sementara (CMMIW).
Lalu mengapa Budha mengajarkan kita juga untuk hal bersifat duniawi, seperti yang saya baca id Anguttara Nikaya II 285 paragraph ke 1:
UTTHANASAMPADA: Rajin dan bersemangat dalam bekerja?

Kalau kelahiran saja sudah dianggap Dukha, mengapa juga kita harus rajin bekerja? mengapa tidak 'bekerjalah alakadarnya saja, sebatas agar kita dapat menghindari penderitaan kelaparan?

Kalau boleh saya juga ingin bertanya pada teman-teman:
Apakah tujuan hidup dari teman-teman? dan bagaimana teman-teman mengaitkannya dengan tujuan akhir yang adalah Nibbana?

Terimakasih sebelumnya,
Ibro.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: Sari Dewi on 23 April 2014, 12:42:28 AM
semua akan indah  "pada waktu"-nya.


Teman-teman sekalian, mohon masukan untuk saya yang bingung:
Dalam ajaran Budha, tujuan akhir dari hidup ini seharusnya adalah Nibbana, keadaan ketika kita sudah bebas dari kemelekatan dan segala hal yang bersifat sementara (CMMIW).
Lalu mengapa Budha mengajarkan kita juga untuk hal bersifat duniawi, seperti yang saya baca id Anguttara Nikaya II 285 paragraph ke 1:
UTTHANASAMPADA: Rajin dan bersemangat dalam bekerja?

Kalau kelahiran saja sudah dianggap Dukha, mengapa juga kita harus rajin bekerja? mengapa tidak 'bekerjalah alakadarnya saja, sebatas agar kita dapat menghindari penderitaan kelaparan?

Kalau boleh saya juga ingin bertanya pada teman-teman:
Apakah tujuan hidup dari teman-teman? dan bagaimana teman-teman mengaitkannya dengan tujuan akhir yang adalah Nibbana?

Terimakasih sebelumnya,
Ibro.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: dilbert on 23 April 2014, 12:00:28 PM
Teman-teman sekalian, mohon masukan untuk saya yang bingung:
Dalam ajaran Budha, tujuan akhir dari hidup ini seharusnya adalah Nibbana, keadaan ketika kita sudah bebas dari kemelekatan dan segala hal yang bersifat sementara (CMMIW).
Lalu mengapa Budha mengajarkan kita juga untuk hal bersifat duniawi, seperti yang saya baca id Anguttara Nikaya II 285 paragraph ke 1:
UTTHANASAMPADA: Rajin dan bersemangat dalam bekerja?

Kalau kelahiran saja sudah dianggap Dukha, mengapa juga kita harus rajin bekerja? mengapa tidak 'bekerjalah alakadarnya saja, sebatas agar kita dapat menghindari penderitaan kelaparan?

Kalau boleh saya juga ingin bertanya pada teman-teman:
Apakah tujuan hidup dari teman-teman? dan bagaimana teman-teman mengaitkannya dengan tujuan akhir yang adalah Nibbana?

Terimakasih sebelumnya,
Ibro.

Walaupun ketemu Buddha-pun, toh banyak manusia (termasuk makhluk apapun lainnya) tidak kemudian mengikuti jalan yang dilakukan Buddha (meninggalkan keduniawian). Jadi buat yang bertekad meninggalkan keduniawian, ikuti-lah jalan non-keduniawian yang diajarkan Buddha... Bagi yang masih melekat pada keduniawian pada kehidupan tersebut, minimal ikuti-lah jalan-jalan yang lebih baik (kusala) yang diajarkan Buddha, demi kebahagiaan semua makhluk.
Title: Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
Post by: ibro on 26 April 2014, 08:28:10 PM
Tq Sari Dewi untuk jawaban singkat, padat tapi sejujurnya membuat saya melongo  :)
Tq Dilbert untuk memberikan penjelasan yang bisa menjadi dasar pemahaman saya selanjutnya.
Title: Re: Nibbana, Dukha dan Rajin Bekerja
Post by: K.K. on 28 April 2014, 09:39:16 AM
Teman-teman sekalian, mohon masukan untuk saya yang bingung:
Dalam ajaran Budha, tujuan akhir dari hidup ini seharusnya adalah Nibbana, keadaan ketika kita sudah bebas dari kemelekatan dan segala hal yang bersifat sementara (CMMIW).
Tujuan akhir dalam Buddhisme memang Nibbana/Nirvana, tapi tidak selalu ditargetkan ataupun otomatis tercapai dalam hidup ini.

Quote
Lalu mengapa Budha mengajarkan kita juga untuk hal bersifat duniawi, seperti yang saya baca id Anguttara Nikaya II 285 paragraph ke 1:
UTTHANASAMPADA: Rajin dan bersemangat dalam bekerja?
Biasanya penghidupan dipisahkan menjadi 2 jenis: perumah-tangga yang masih menikmati kenikmatan indriah dan petapa yang telah meninggalkan keduniawian.
Sutta ini diberikan bagi mereka yang menjalani penghidupan sebagai perumah-tangga agar bisa menikmati keduniawian dengan cara yang benar dan tidak membawa pada penderitaan di masa depan.

Quote
Kalau kelahiran saja sudah dianggap Dukha, mengapa juga kita harus rajin bekerja?
Kelahiran sebagai dukkha adalah satu hal, tidak berhubungan dengan seseorang rajin/malas bekerja. Konteks di sini adalah agar seseorang bisa hidup di dunia dengan bahagia, maka kualitas kerajinan ini dibutuhkan.

Quote
mengapa tidak 'bekerjalah alakadarnya saja, sebatas agar kita dapat menghindari penderitaan kelaparan?
"Ala kadarnya" setiap orang itu berbeda. Tidak semua orang hidup hanya berfokus pada 'cukup makan'. Ada juga yang bekerja giat demi keluarga, demi membantu orang lain, atau memenuhi ambisi, dll. Jadi kembali lagi ini kembali pada pola pikir masing-masing saja, seberapa definisi "cukup" bagi dirinya sendiri.
Dan terlepas dari motivasinya, tetap kerajinan adalah kualitas yang baik.

Title: Bagaimana Buddhist menghadapin "MUSUH" ?
Post by: cumi polos on 18 June 2015, 01:59:12 AM
bagaimana seorang Buddhist menghadapin "MUSUH" ?

musuh diatas antara lain...
- anggota keluarga (ortu, anak) yg MELAWAN (tdk nurut)
- teman/rekan kerja yg menyudutkan kita
- lingkungan tao org lain yg mempersulit kita
- kesulitan, kekurangan, ketidak nyamanan....
- sakit, bahkan lumpuh sebagian

mohon pencerahannya...