Memang, topik tentang Tuhan tidak akan pernah ada matinya dan selalu menarik utk dibahas. Meski berpotensi menambah ego dan memecah kedamaian.
Sedikit pemahaman yg saya dapatkan sejauh ini, tentunya dr hasil diskusi dgn teman2 baik 1 agama atau lintas agama, juga pengetahuan2 dr luar. bukan hasil penembusan
Sependapat dgn sdr fabian c., pengertian Theis sendiri awalnya berasal dr kata "Dei" yg berarti dewa. Awalnya, atheis merupakan sebutan dr kaum pagan thdp golongan monoteis sperti penganut awal k*****n, yg dianggap bi'dah dan bisa membawa bencana sehingga para dewa/i tidak akan memberi berkah dan sebaliknya menurunkan bencana. Puncaknya pada masa kaisar Nero.
Tetapi, sejak awal kemenangan agama k*****n masa akhir kekuasaan Kaisar Konstantinopel dan terutama stelah konsili Nicaea, angin kemenangan yg berbalik arah membawa dampak pula, salah satunya adalah sebutan Atheis itu sendiri yg dibalikkan dan ditujukan pd kaum pagan yg politheis. Dan dewa yg maha segala itupun naik status menjadi Tuhan, utk membedakan dgn dewa2 kaum pagan (sebuah permainan ego kurasa) hingga masa kini, karenanya, membahas atheis dlm pengertian lalu krg cocok tentunya. Mau tdk mau, dan harus mau, kita mengikuti perkembangan zaman dan permainan pihak lain yg membuat permainan ini tentunya.
Untuk definisi buddhisme, mungkin tidak cocok digolongkan dlm atheis, pun tidak cocok pula dikatakan agnostik, lebih ke arah non-theistik sperti senior2 katakan sebelumnya kali ya
Arti kata Tuhan sendiri, berasal dr serapan kata Tuan atau Gusti, dari kata "Lord" yg terimbas pengaruh dr barat.
IMO, tidak ada orang yg benar2 memiliki pemahaman yg sama tentang Tuhan, setiap org pasti memilliki persepsinya sendiri2. Bergantung dr cara dia memandang 1 hal, seberapapun upaya utk menyamakan persepsinya dgn org lain.
Beruntunglah kita sbg buddhist(?) yg lebih memiliki proses segmentasi, dan pembabaran yg lebih jelas dalam dhamma. Sehingga tidak tercampur aduk antara 1 hal ini dgn hal yg lain. Meski negatifnya, berpotensi meningkatkan kesombongan dan menggagalkan kita utk melihat apa adanya, hanya nunut sesuai jalan yg ada.
Berbeda dgn penganut agama lain, yang lebih blur, meski secara meraba-raba dlm kegelapan sedikit merasakan, tetapi kurang jelasnya pembedaan dan penggolongan scara sistematis ini membuat pengertian Tuhannya pun rancu. Karenanya terkadang terasa kontradiktif antara ayat 1 dgn ayat lainnya.
Tapi pd bbrp yg berhasil melampaui lebih jauh, terlihat kalau merekapun sampai pd pemahaman dan pengalaman thdp sesuatu yg transendental (lokuttara), meski masih sedikit terjebak krn berusaha mengungkapkan yg adiduniawi melalui bahasa yg notabene produk duniawi (lokiya). Atau terjebak krn masih tetap mengusung dan mempertahankan ide dr ayat2 lain yg kontradiktif thdp pengalamannya.
Bbrp mistikus, sufi, beberapa yg berhasil mencapai pengalaman akan adanya suatu kekuatan transendental, pun seperti masih terjebak dlm ditthi tentang atta dan loka, krn meski mencapai melalui peleburan diri dgn yg transenden, misal melalui jalan cinta, maka kemudian cinta itulah yg menjadi egonya. Taoist, mencapai kesatuan rasa dgn semesta, dan semesta inilah yg menjadi egonya. jadi masih tdk bisa dikatakan benar2 sejalan dgn anatta menurutku.
Sedangkan Sang Buddha melalui berbagai metode upaya-kausalyanya yg benar2 efektif, tdk berusaha terlalu mempermasalahkan hal2 demikian, sebaliknya terkadang beliau mendorong tercapainya penembusan lokuttara dhamma melalui cara lokiya dhamma. Satu kutipan yg lebih saya sukai dr beliau yg pernah saya baca adlh:
"Ada atau tidak ada Tuhan, kenyataannya di dunia ini penderitaan tetap ada. Karenanya yg saya ajarkan adlh cara utk terbebas dr penderitaan."
Jadi benar2 tidak terlalu mempedulikan, kembali ke non-theistik?
Tentu saja ini semua masih hanya pemahaman yg sedikit dr saya. Jika ada kesalahan benar2 dimohon koreksinya, demi kemajuan saya juga. Cmiiw
mettacitena