//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Life is Full of Choices (Sen Huo Se Sien Ce)  (Read 2587 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline johny

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 11
  • Reputasi: 2
  • Gender: Male
Life is Full of Choices (Sen Huo Se Sien Ce)
« on: 06 March 2009, 02:02:17 PM »
Rekan - rekan dhamma yang saya hormati,

Sebelum kita melangkah lebih jauh, mari kita review presupposition berikut :

1. Setiap individu ada benih - benih kebuddhan
2. Setiap individu menginginkan kebahagiaan
3. Thread ini bersifat untuk direnungkan.

Terkait dengan fenomena Buddha Bar yang sedang berlangsung, saya terinspirasi untuk menuangkan kata-kata yang ada dalam pikiran saya dalam thread baru ini, soalnya ketika saya coba reply pada thread terkait, ternyata sudah di lock. Lalu saya coba buka thread baru....  :)

Dalam kehidupan ini, kita semua mempunyai pengalaman hidup yang berbeda - beda, ada pengalaman langsung dan ada pengalaman tidak langsung (yg kita ambil hikmahnya dari pengalaman yang di alami orang lain).... pengalaman - pengalaman yang masuk melalui pintu gerbang pengetahuan ini lah yang berperan serta dalam membentuk karakter dan sikap setiap orang.

Kadang begitu terkungkungnya kita, bagaikan katak dalam tempurung yang cakrawalanya hanya sebatas luas dari tempurung itu. Maaf, saya tidak menuduh, tapi karena itu pernah menjadi pengalaman hidup saya.

Kadang kita baru membaca sepenggal sutta, sepenggal paritta, sepenggal kheng, sepenggal dharani. Kita sudah berani mengambil kesimpulan, ini bukan asli, ini bukan karya Sang Buddha, ini palsu, ini Buddhist sesat.
Kita sering lupa mempertimbangkan kontek dan/atau konten dari sebuah sutta dan tindakan kita dalam kehidupan sehari - hari.

Karena masih berkhayal, maka saya menggunakan paradigma khayalan. Contoh sederhana, Kita melihat seseorang (A) sedang bersembunyi dibelakang tembok, dan kemudian kita dihampiri seseorang (B) dan bertanya, apakah kita melihat dimana A dgn ciri2 yg B jelaskan, sekelumit "khayalan" berkecambuk dalam pikiran kita. Kita berada diambang membuat/mengambil sebuah keputusan. Beberapa keputusan yang terlintas dalam pikiran yaitu :
1. Memberitahukan
2. Mengisyaratkan ketidaktahuan
3. Mislead si B (mengarahkan ke arah yang salah)
4. dan mungkin masih ada ide yang lain.

(tidak usah dijawab) karena ini bukan test psikologi...  ;D

Faktanya apapun yang kita lakukan itu ada konsekuensinya

Kita sering memperdebatkan apa yang masih berbentuk khayalan, maksud saya sesuatu yang belum tentu akan terjadi seperti yang kita pikirkan. Dan diakhiri dengan tanpa kesimpulan untuk kebaikan dan kebersamaan kita. Kok malah dicap "inilah wajah - wajah yang mengaku buddhist, bla - bla dkk" maaf saya tidak menyerang individu, tapi mengambil sebuah statement yang framenya tidak jelas. Maaf, saya juga akan menggunakan pernyataan khayalan, saya fikir, Sang Buddha tidak pernah bersabda "Setiap orang yang akan mencapai kesempurnaan harus melalui AKU, dan hanya Aku" atau "Setiap orang yang ingin menuju ke Nibbana, harus menggunakan kereta berlabel Theravada/Mahayana/Tao/Khong Hu Cu/Tantrayana." Saya tidak bermaksud menimbulkan pertentangan dan perdebatan lebih lanjut namun mari kita sama-sama merenung dan merenung bersama-sama.

Lingkar roda sepeda berfungsi ketika masing - masing jari-jari berada pada posisi yang berbeda - beda namun bertemu/berkumpul di poros tengah. Bapak/Ibu yang saya hormati, apakah itu naif, ketika saya dan mungkin orang - orang yang lain merindukan sebuah persatuan dalam sebuah sanggha yang bernama umat Buddha ?

Ketika kita protes dengan Buddha Bar, framenya apa ? silahkan kita lihat, ini berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, maaf, jangan melontarkan bahwa Sang Buddha melarang umat buddha berpolitik juga loh...  ;)

Apakah kasus BB diboncengi oleh orang - orang tertentu, itu persoalan yang lain, namun juga merupakan reaksi dari aksi yang lain. Kembali lagi, adalah konsekuensi sebuah kejadian.


Saya coba sajikan cuplikan dari Sakkapanha Sutta sebagai berikut :

"Raja dewa, khayalan 2) adalah penyebab dan sumber dari pengarahan pikiran. Inilah yang melahirkan pengarahan pikiran terjadi. Karena khayalan maka pengarah pikiran kita ada, dan bila khayalan tidak ada maka pengarahan pikiran pun tidak ada."
14.   "Bhante, bagaimanakah para bhikkhu yang mengikuti jalan kebenaran dapat melenyapkan khayalan ?"
"Raja dewa, ada dua macam Somanassa (pleasure) 3) yang saya nyatakan, yaitu yang perlu dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan. Ada dua macam domanassa 4) yang saya nyatakan, yaitu perlu dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan. Juga ada dua macam upekkha 5) yang saya nyatakan, yaitu yang perlu dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan.
Perbedaan dari Somanassa yang saya nyatakan adalah yang didasarkan pada : Bila mengembangkan Somanassa, kemudian melihat hal-hal buruk 6) berkembang, sedangkan hal-hal baik 7) berkurang, maka Somanassa demikian tidak perlu dikembangkan ; tetapi bila mengembangkan Somanassa, kemudian melihat hal-hal baik berkembang, sedang hal-hal buruk berkurang, maka Somanassa demikian perlu dikembangkan.
Dari Somanassa yang disertai pengarahan pikiran dan khayalan, dan Somanassa yang tidak disertai kedua faktor itu, maka yang terakhir inilah yang terbaik.

...........begitu juga dengan penjelasan Domanassa dan Uppekha.

Lalu maksud saya apa?.... Segala sesuatu yang kita pikirkan, ada konsekuensinya Bapak/Ibu. Bagi kita tidak berguna, bagi orang lain mungkin berguna. Seperti halnya mengejar kekayaan juga ada konsekuensinya, bukan hanya seputaran kemelekatan saja namun banyak hal-hal lain yang mengikutinya, yang menjadi landasan untuk seseorang itu berusaha, bekerja, berbisnis apapun ceritanya. Jadi tidak fair kalau labeling seseorang dengan kecap "kemelekatan", karena masih ada point - point pertimbangan lainnya.

Karena dalam arti Lobha itu sendiri, terjemahannya masih bervariasi, serakah, craving, attachment.

Cuplikan selanjutnya dari Sakkapanha Sutta

"Raja dewa, apakah kau mengakui bahwa kau telah menanyakan pertanyaan yang sama ini kepada para pertapa dan brahmana lain?"
"Ya, Bhante."
"Bilamana tidak keberatan, katakanlah kepadaKu apakah jawaban mereka kepadamu?"
"Tidak, sedikitpun tidak keberatan, bila Sang Bhagava atau orang yang seperti Dia mendengarkan apa yang akan saya katakan."
"Katakanlah, raja dewa."


Terlepas pro dan kon atas konteksnya (apakah salah terjemah atau tidak), Seorang Sammasambuddha saja masih menanyakan perihal keberatan atau tidaknya Raja Dewa (yang notabane) posisinya masih dibawah level Buddha, untuk memberikan jawaban.

Setelah mendapatkan jawaban, timbul pikiran "nakal" saya untuk berandai - andai (berkhayal)...Apa kata dunia, seandainya setelah dari Raja Dewa, Sakka memberikan pernyataan/jawabn...Sang Buddha kemudian memberikan argumen sebagai berikut :

Sudah saya duga, beginilah wajah - wajah yang mengaku pertapa dan brahmana yang ada di dunia.

Another cuplikan :

19.   "Raja dewa, apakah yang ada dalam pikiran ketika kau mengakui mengalami kepuasan dan kebahagiaan seperti itu?"
"Bhante, ada enam hal yang ada dalam pikiran ketika saya merasa puas dan bahagia :


Guru para dewa dan manusia, yang sempurna dalam pengetahuan, yang memiliki kekuatan abhinna saja masih bertanya.

Sedangkan, kita yang masih belajar saja sudah berusaha menjadi mind reader... shame on us....shame on us......

Masih banyak nilai - nilai yang bisa kita pelajari dari Sakkapanha Sutta. Terjemahan sutta ini saya dapatkan di  website Samaggi-Phala. Mungkin akan bermanfaat untuk rekan - rekan.

Detach things through wisdom
Harmony in and out for happy life.

Svatti hottu,
Johny

Offline ENCARTA

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 797
  • Reputasi: 21
  • Gender: Male
  • love letters 1945
Re: Life is Full of Choices (Sen Huo Se Sien Ce)
« Reply #1 on: 10 March 2009, 01:21:19 PM »
Sudah saya duga juga.. tidak seperti yg anda pikir

dunia gak selebar daun kelor

Offline johny

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 11
  • Reputasi: 2
  • Gender: Male
Re: Life is Full of Choices (Sen Huo Se Sien Ce)
« Reply #2 on: 10 March 2009, 02:10:40 PM »
Hi Sdr Encarta,

Boleh saya bertanya apakah yg srd maksud dengan
"Sudah saya duga juga.. tidak seperti yg anda pikir"

Jd kita bisa saling mengisi dan belajar..

terima kasih....

Offline ENCARTA

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 797
  • Reputasi: 21
  • Gender: Male
  • love letters 1945
Re: Life is Full of Choices (Sen Huo Se Sien Ce)
« Reply #3 on: 10 March 2009, 02:16:35 PM »
wah berjiwa besar, biar pun uda digituin

kita sama2 manusia.. suka dan duka tetap menangis kan, cuma tergantung dilihat dari sisi mana ;D

Offline johny

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 11
  • Reputasi: 2
  • Gender: Male
Re: Life is Full of Choices (Sen Huo Se Sien Ce)
« Reply #4 on: 10 March 2009, 02:55:10 PM »
 [at]  Sdr. Encarta,

Terima kasih atas pujian Sdr. Aprreciated.  :)

"kita sama2 manusia.. suka dan duka tetap menangis kan, cuma tergantung dilihat dari sisi mana Grin:jempol:

karena ini surat tak bersuara, dan tak bernada...jd sebaiknya saya bertanya, terima kasih...

Offline ENCARTA

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 797
  • Reputasi: 21
  • Gender: Male
  • love letters 1945
Re: Life is Full of Choices (Sen Huo Se Sien Ce)
« Reply #5 on: 10 March 2009, 09:39:59 PM »
ok setelah saya baca2 PM nya.. saya ingin basa basi kalau kita memang beda

Kadang begitu terkungkungnya kita, bagaikan katak dalam tempurung yang cakrawalanya hanya sebatas luas dari tempurung itu. Maaf, saya tidak menuduh, tapi karena itu pernah menjadi pengalaman hidup saya.

Kadang kita baru membaca sepenggal sutta, sepenggal paritta, sepenggal kheng, sepenggal dharani. Kita sudah berani mengambil kesimpulan, ini bukan asli, ini bukan karya Sang Buddha, ini palsu, ini Buddhist sesat.
Kita sering lupa mempertimbangkan kontek dan/atau konten dari sebuah sutta dan tindakan kita dalam kehidupan sehari - hari.


seberapa banyak sutta, seberapa banyak paritta, seberapa banyak kheng, seberapa banyak dharani
baru cukup?
tidak ada yg salah dengan baca membaca. bacaan cuma bacaan tidak lebih
ajaran cuma ajaran tidak lebih.. cuma membantumu saja.. biarpun sesat dimata orang lain.. kalau itu membantu.. why not?

misalnya perumpamaan saya dengan kasih buddha dimata aye tentang pengetahuan
<= kalau diumpamain dengan gambar disamping dan hembusan nafas di udara
semua aroma diudara bergitu dikasihi nya.. setiap detil, aroma pasir, pacarnya, laut, sinar matahari
setiap hembusan udara mengartikannya semua
misalnya pasir.. aroma yg tercium olehnya adalah kasih.. membawanya mengingat setiap langka dipasir, yg membawanya melihat sekelilingnya
pohon kelapa, batu karang, pasir, air laut,dll . yg sekarang maupun nanti
belum aroma pohoonnya, pacarnya, pasirnya nanti yg disaring dihidungnya, dll
belum tentang pandangan matanya
sentuhannya
:outoftopic: pujanga

yeh yeh maksud aye bergitu lah.. bagaimana kamu bisa menilai pemikiran seorang Buddha? apalagi sampai segitunya..
umpama aye sendiri saja aye kagak jelas dan ngerti dah :hammer:


bergitu saja om.. semoga kita maju dalam dhamma ;D

Offline johny

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 11
  • Reputasi: 2
  • Gender: Male
Re: Life is Full of Choices (Sen Huo Se Sien Ce)
« Reply #6 on: 11 March 2009, 01:26:35 PM »
Hi, Sdr Encarta,

tepat sekali apa yang Anda sampaikan, dan saya berterima kasih atas niat Anda untuk membantu saya atau pun  orang - orang yang ingin Anda bantu.

Sebagaimana yang saya yakini, Anda dan saya mungkin melihat satu fenomena dari sudut yang berbeda. Apa yang saya sharingkan bukan sebatas pepesan kosong tanpa landasan. Pengalaman yang saya lalui mungkin tidak Anda lalui. Dan sebagai seorang yang sedang belajar dan sebagai teman, saya menghargai pengalaman pribadi Anda.

ok setelah saya baca2 PM nya.. saya ingin basa basi kalau kita memang beda.

Izinan saya bertanya, kita beda dalam hal apa ? dalam pandangan, beda orang tua, beda AGAMA ?, etc...

Tentu saja secara fisik dan batin, kita beda dan tentu saja saya tidak berani lancang mengatakan bahwa batin saya lebih baik dari Anda.

Supaya kita bisa saling mengenal..... kenapa saya menggunakan kata "kita" bukan "saya" .... karena menurut saya, kata "kita" lebih sopan dan saya juga berada dalam lingkaran pembicaraan.

"Kadang begitu terkungkungnya kita, bagaikan katak dalam tempurung yang cakrawalanya hanya sebatas luas dari tempurung itu. Maaf, saya tidak menuduh, tapi karena itu pernah menjadi pengalaman hidup saya."

Pernyataan ini juga menyatakan kadang saya juga bagai katak dalam tempurung. So apakah saya menggunakan kondisi saya men-judge orang lain. No my fren.... oleh sebab itu saya nyatakan maaf, saya tidak menuduh,........

Saya khawatir akan terjadi kesalahpahaman, oleh sebab itu pada awal artikel saya sudah menyatakan dan mengajak mereview "presupposition"

Saya tidak menyatakan Anda pribadi bersalah, dalam setiap artikel yang saya tulis, baik di forum buddhis ataupun forum umum lain dan koran....

Saya berusaha sekemampuan saya untuk tidak menyerang individu (inilah alasan saya kenapa tidak menggunakan  [at]  who). Namun kadang kita perlu memberikan contoh yang explicit sebagai perenungan bersama, bukan bearti saya benci atau menyerang seseorang.

"Kadang kita baru membaca sepenggal sutta, sepenggal paritta, sepenggal kheng, sepenggal dharani. Kita sudah berani mengambil kesimpulan, ini bukan asli, ini bukan karya Sang Buddha, ini palsu, ini Buddhist sesat.
Kita sering lupa mempertimbangkan kontek dan/atau konten dari sebuah sutta dan tindakan kita dalam kehidupan sehari - hari. "


Pernyataan saya diatas tidak bermaksud menyatakan bahwa setiap orang HARUS BACA SEMUA sutta, semua dharani, semua kheng baru cukup. Maaf, apabila pernyataan saya diatas menjadi trigger pertanyaan Anda "seberapa banyak sutta, seberapa banyak paritta, seberapa banyak kheng, seberapa banyak dharani
baru cukup?" Karena landasan / motif pernyataan saya bukan mengacu kepada cukup atau tidaknya sutta,etc yang harus seseorang baca.

Saya, pribadi, tidak pernah mempermasalahkan autentisitas Kitab Suci yang kita miliki.

Namun faktanya dilapangan / kehidupan sehari - hari, ada orang yang terlalu cepat mengambil kesimpulan, karena kadang-kadang apa yang kita lihat didepan mata saja bisa mengelabui persepsi kita.

"tidak ada yg salah dengan baca membaca. bacaan cuma bacaan tidak lebih
ajaran cuma ajaran tidak lebih.. cuma membantumu saja..
"

Benar, tidak ada yang salah dengan baca - membaca. Saya setuju dengan pernyataan Anda, karena saya berpikir Ajaran Buddha Gaotama adalah ibarat sebuah perahu yang mengantarkan kita ke tujuan, dan kita harus (dengan bijaksana) meninggalkan perahu ini ketika kita sudah sampai pd pulau seberang. Apakah acuan ini yang ingin Anda sampaikan ? Saya setuju dengan Anda.

"biarpun sesat dimata orang lain.. kalau itu membantu.. why not? "

Jadi apakah Anda setuju dengan pendapat saya "Bagi kita tidak berguna, bagi orang lain mungkin berguna" ?

baik...mengenai sesat (deviasi) tentu kita harus mempunyai dasar untuk menyatakan itu. Kalau dikatakan
Buddha mengajarkan kita untuk membunuh, mencuri, dll. Saya setuju dengan Anda, ini penyimpangan (deviasi).

saya setuju dengan Anda, pada tahapan tertentu, seseorang harus mampu meng-dentifikasi mana yang akusala dan mana yang kusala. Karena ini bisa membantu perkembangan bathin seseorang. Tetapi tidak bisa kita pungkiri bahwa kehidupan seseorang pasti akan, sedikit banyaknya bercampur dengan tradisi etnisnya, tradisi dll.

Nah..tugas kita lah yang, menjelaskan kepada saudara-saudara kita, keluarga kita, sesuai dengan pola pikir mereka. alih - alih mencerca mereka sesat, dsb.

"misalnya perumpamaan saya dengan kasih buddha dimata aye tentang pengetahuan
<= kalau diumpamain dengan gambar disamping dan hembusan nafas di udara
semua aroma diudara bergitu dikasihi nya.. setiap detil, aroma pasir, pacarnya, laut, sinar matahari
setiap hembusan udara mengartikannya semua
misalnya pasir.. aroma yg tercium olehnya adalah kasih.. membawanya mengingat setiap langka dipasir, yg membawanya melihat sekelilingnya
pohon kelapa, batu karang, pasir, air laut,dll . yg sekarang maupun nanti
belum aroma pohoonnya, pacarnya, pasirnya nanti yg disaring dihidungnya, dll
belum tentang pandangan matanya
sentuhannya
Out of Topic pujanga"


Saya pikir tidak ada yang out of topic kecuali kita menginginkannya. Terima kasih, karya Anda sudah memberikan inspirasi bagi saya akan ragamnya pintu pengetahuan dan persepsi yang dibentuk oleh setiap individu. Tidak ada yang salah dengan karya ini.

"yeh yeh maksud aye bergitu lah.. bagaimana kamu bisa menilai pemikiran seorang Buddha? apalagi sampai segitunya.."

Izinkan saya bertanya, pernyataan saya yang mana yang membawa Anda sehingga timbul sebuah pertanyaan baru "bagaimana kamu bisa menilai pemikiran seorang Buddha? "

Baik saya jawab saja dengan jujur dan sepengetahuan saya, Saya tidak bisa menilai pemikiran seorang Buddha dan saya tidak bisa menilai pemikiran Sdr,  tetapi saya yakin tujuan dan tindakan Beliau baik dari pikiran, perkataan, dan perbuatan adalah mulia .

Apa yang ingin saya utarakan dari kisah Sakkapanha Sutta adalah moral yang bisa kita ambil hikmahnya. Itu saja. Kalau ada kesalahan dalam pemakaian kata-kata, saya terbuka untuk dikoreksi, karena asumsi saya, niat Anda adalah baik adanya.

Semoga perkenalan ini bisa membawa kita maju dalam dhamma, saddhu, saddhu...

pendapat saya pribadi, karena Buddha Gaotama tidak menyatakan ""Setiap orang yang akan mencapai kesempurnaan harus melalui AKU, dan hanya Aku" Maka keyakinan saya kepada Beliau semakin kuat.

Kita mungkin berbeda, berbeda dalam cara penyampaian, namun sekali lagi saya yakin sebagaimana presupposition saya .... tujuan Anda / niat Anda baik adanya, demikian pulu niat saya.

Apabila pendapat saya mengarah ke kesalahpahaman, saya mohon maaf. Terima kasih.

Svatti hottu,
Johny











 

anything