Kalau untuk menentukan apakah benar khotbah Sang Buddha, tentu kita tidak bisa tahu. Tapi kalau secara logika, bukankah semua khotbah Buddha sudah diulang dan dilestarikan secara verbal oleh para bhikkhu, kok tiba-tiba bisa ada tambahan? Apakah Ananda lupa menyebutkannya pada konsili I? Ataukah memang terlupakan dan tiba-tiba teringat kembali?
Kalau saya pribadi melihat strukturnya seperti catatan untuk mengingat atau gubahan syair pujian. Beberapa juga adalah pengulangan dari sutta lain. Berbeda sekali dengan sutta-sutta 'standard' yang biasa mengisahkan latar belakang, kemudian isi khotbah oleh Sang Buddha. Jadi IMO, itu memang tambahan bhikkhu belakangan, walaupun mungkin saja isinya tetap selaras dengan Ajaran Buddha.
Kalau kita kupas satu2 sutta2 yang diragukan ini, sepertinya semua juga mempunyai latar belakang :
1. Mangala Sutta, ada prolog (bahkan cerita) mengenai dewa yang silang pendapat soal berkah (mangala), kemudian menghadap Sang Buddha, akhirnya dibabarkanlah Mangala Sutta. Apakah peristiwa ini fiktif dan isi berkah2 utama di dalamnya bukan ajaran langsung Sang Buddha?
2. Ratana Sutta, ada cerita latar belakang karena bencana di Vesali pada waktu itu, kemudian Sang Buddha datang, kemudian munculah Ratana Sutta. Apakah kejadian di Vesali ini fiktif ?
3. Tirokuda Sutta, ada latar belakang tentang kejadian berupa gangguan makhluk halus yang dialami Raja Bimbisara yang akhirnya dijelaskan Buddha sebab musababnyalatar belakangnya serta cara pelimpahan jasa kepada mereka. Apakah kejadian ini fiktif?
4. Karaniyametta Sutta, ada latar belakang yaitu dengan pengantar berupa para bhikkhu yang mengalami gangguan makhluk halus di suatu tempat. Setelah berkonsultasi dengan Buddha akhirnya diajarkan seperti di paritta Karaniyamettasutta. Apakah cerita ini dibuat2 dan kejadian ini serta babaran Buddha itu fiktif?
Yang menjadi pertanyaan buat yang mengatakan sutta ini muncul belakangan dan bukan kata2 Buddha, adalah :
1. Bukankah struktur sutta2 di atas sama dengan struktur sutta2 sahih lainnya?
2. Isinya sangat selaras dengan ajaran Buddha, sama sekali tidak memunculkan makhluk fiktif (dewa, bodhisatva, buddha lain) untuk dipuja dan diminta tolong karena si makhluk konon katanya bertekad menolong semua makhluk yang menguncarkan namanya.
3. Kalau bikinan belakangan, bagaimana kalau sutta2 ini dikeluarkan saja dari 'daftar resmi' paritta yang sering dibacakan bhikkhu Theravada dan dijadikan seperti semacam Milinda Panha saja?