//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bhavaviveka "vs" Hinayana  (Read 185701 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #60 on: 05 November 2008, 05:32:22 AM »
Quote

Outside the walls they stand,
   & at crossroads.
At door posts they stand,
   returning to their old homes.
But when a meal with plentiful food & drink is served,
   no one remembers them:
Such is the kamma of living beings.

Thus those who feel sympathy for their dead relatives
give timely donations of proper food & drink
   — exquisite, clean —
[thinking:] "May this be for our relatives.
      May our relatives be happy!"

And those who have gathered there,
   the assembled shades of the relatives,
with appreciation give their blessing
for the plentiful food & drink:
   "May our relatives live long
   because of whom we have gained [this gift].
   We have been honored,
   and the donors are not without reward!"

For there [in their realm] there's
   no farming,
   no herding of cattle,
   no commerce,
   no trading with money.
They live on what is given here,
   hungry shades
   whose time here is done.

As water raining on a hill
flows down to the valley,
   even so does what is given here
   benefit the dead.
As rivers full of water
fill the ocean full,
   even so does what is given here
   benefit the dead.

"He gave to me, she acted on my behalf,
   they were my relatives, companions, friends":
Offerings should be given for the dead
when one reflects thus
on things done in the past.
For no weeping,
   no sorrowing
   no other lamentation
      benefits the dead
      whose relatives persist in that way.
But when this offering is given, well-placed in the Sangha,
it works for their long-term benefit
and they profit immediately.

In this way    the proper duty to relatives has been shown,
      great honor has been done to the dead,
      and monks have been given strength:

   The merit you've acquired
      isn't small.


taken from hxxp://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/pv/pv.1.05.than.html

coba cari kata Vimapeta disini..-_-"...jelas2 gk ada gitu...

Wakakakaka  =))  =))

Baca tuh judulnya di link yang anda kasih:

Petavatthu
Stories of the Hungry Ghosts
(excerpt)

Anda tahu apa itu excerpt?

Anda tuh cuma bacanya ternyata cuma bagian I.5 aja toh....... Makanya saya tanya pada anda:

"Anda yakin udah baca tuh Petavatthu lengkap?"

Eh... baru baca sebagian kecil saja udah pede ngomong kalau di Petavatthu nggak ada kisah Vimanapeta..... ya ampun............. Konyol... konyol........  :))  :))  :))

Quote
buktinya dalam Mahayana para Boddhisatva level tinggi dah dianggap sebagai Buddha, karena level(baca: tingkat kesucian) mereka dah setaraf dengan Buddha!...nah loh?!...yg bener yg mana neh?...gw liat banyak umat2 Vajra(Vajra= maha) manggil Avalokhitesvara, tara, dll sebagai BUDDHA...bukan Boddhisatva, dan mereka jelasinnya ke gw karena Boddhisatva2 itu kesuciannya dah selevel sama Buddha...

Silahkan baca ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=5314.0

Kalau kagak kuat baca, ya terserah. Kalau anda mau tahu, ya baca.

Quote
Angulimala jadi Arahat waktu dia mati???...masalahnya khan dia jadi Arahat waktu dia masih idup..dan di boost sama kamma baek lampau dia sehingga bisa jadi Arahat...kayak diteken ajah pake batu..

tapi kalo Angulimala dah meninggal dunia..dan jadi lets say Dhammapala or Arahat...itu khan gk mungkin!...karena kondisi batin dan fisik sangat2 menderita...

bahkan sang Buddha pernah suruh Bhikkhu kasih makan orang laper yg pengen denger Dhamma, karena kalo laper denger Dhamma susah masuk..apalage Peta yg menderita terus menerus nonstop 24 jam...

IMPOSSIBLE!...

Wakakaka......

Nah... misalnya kalau ada pembunuh seperti Angulimala terus bertobat dan mencapai tataran Anagamin......... terus meninggal, terus masuk mana hayooo??

Menderita getoh yaa?? Padahal Anagamin itu langsung... wusssss.... masuk Surga Akanittha.....

Dan lagipula.... anda tahu Sabda Sang Buddha tentang perang?

Guru Buddha melanjutkan, “Buddha mengajarkan bahwa segala perang di mana terjadi pembantaian terhadap saudara-saudara sendiri adalah sangat
disayangkan sekali. Akan tetapi, Buddha tidak mengajarkan bahwa mereka yang terlibat perang untuk memelihara perdamaian dan ketentraman, setelah menggunakan berbagai cara untuk menghindari konflik, adalah pantas disalahkan.”


“Perjuangan tetap harus ada, karena pada hakikatnya hidup adalah perjuangan. Tetapi pastikan bahwa engkau tidak berjuang demi kepentingan pribadi hingga menentang kebenaran dan keadilan. Seseorang yang berjuang demi kepentingan pribadi untuk membesarkan dirinya sendiri atau memiliki kekuasaan atau kaya atau terkenal, tidak akan
mendapatkan penghargaan. Tetapi, dia yang berjuang demi perdamaian dan kebenaran akan memperoleh penghargaan besar; bahkan kekalahannya akan dianggap sebagai kemenangan.”

“Kemudian Sinha, jika seseorang pergi berperang bahkan untuk alasan yang pantas, dia harus siap-siap untuk dibunuh musuhnya karena kematian adalah bagian dari resiko seorang prajurit. Dan jika karmanya itu mengikutinya, dia tidak memiliki alasan apapun untuk mengeluh. Tetapi jika dia yang menang, keberhasilannya akan dianggap besar, tetapi tidak peduli sebesar apapun itu, roda kehidupan akan berputar kembali dan membawa hidupnya hancur lebur seperti debu."

Saya yakin Guan Yu adalah seorang yang seperti disebutkan Sang Buddha di atas.

Sekali lagi saya tekankan, bekerja karma tidak sesederhana yang anda bayangkan. Saya dan bro. Edward sudah menjelaskannya pada anda.

Anda seolah-olah menekankan bahwa karma buruk Guan Yu itu buesarrrr.... padahal... Guan Yu sendiri juga banyak berbuat kebajikan........

Bahkan Guan Yu berperang bukan karena menjajah atau alasan yang buruk, tetapi:

"Buddha tidak mengajarkan bahwa mereka yang terlibat perang untuk memelihara perdamaian dan ketentraman, setelah menggunakan berbagai cara untuk menghindari konflik, adalah pantas disalahkan.”

Lagian, baca dulu tentang Vimanapeta baru ngomong!  ^-^  ^-^

Quote
oh..haha..minta2 ama Boddhisatva buatan itu logika yak?...huahuahua
iyah deh..yg logikanya tinggi..huahuahua

Wakakaka...... ya logika dong..... ketika saya berpikir memohon pada Bodhisattva..... Bodhisattva itu ada di mana ya???

Pikiran saya kan? La karena saya sadari bahwa Bodhisattva itu sejatinya ada dalam pikiran saya, maka otomatis saya memohon pada diri saya sendiri... Lak getoh?

Alam Akanishta itu juga ada di alam pikiran saya sendiri.

10 alam tumibal lahir ada dalam pikiran saya sendiri.

Bedanya dengan agama lain: mayoritas kalau di agama lain memohon-mohon pada Tuhannya, mereka nggak menyadari bahwa Tuhan mereka itu ada dalam pikiran mereka sendiri, alhasil ya mereka merasa Tuhan itu berada di luar diri mereka.....

Quote
kalo bisa pake kata2 yg simple, instant dan gampang dimengerti...

aku bukan tipe nerd kuper yg kerjaannya duduk depan komputer 24/7..jadi gk biasa banget baca tulisan panjang2 dimonitor..

masih sayang gw sama mata gw...kasian....

Saya sudah menjelaskan apa adanya. Silahkan baca sendiri......

Hoooo..... anda lebih sayang mata anda ketimbang membaca uraian Dharma yang panjang tapi padahal kalau dibaca 10 menit aja udah selesai ???  ^-^

Apa hubungannya mata juga sama kata-kata yang simple dan gampang dimengerti?
Memang mata bisa berpikir tentang tulisan ya??

Wah.... bener-bener nerd nih...... kuper sama Dharma.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 05 November 2008, 05:49:43 AM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #61 on: 05 November 2008, 09:20:28 AM »
Banyak murid yang lulus sekolah/kuliah, tetapi tidak semua yang bisa menjadi GURU/DOSEN...

Semua makhluk dikatakan memiliki benih ke-buddha-an, tetapi tidak semua yang bisa menjadi seorang sammasambuddha (membabarkan ajaran).

Siklus kehidupan itu tidak terbatas. Selama masih berada dalam samsara, maka probabilitas seseorang utk memunculkan aspirasi agung itu jauh lebih memungkinkan dari pada angka nol sama sekali seperti yg anda pesimiskan.
Alhasil saya merasa lega setelah dalam Mahaparinirvana Sutra di mana Buddha mengatakan bahwa Icchantika juga dapat mencapai kebuddhaan.  Ini mencerminkan sifat egaliter dari ajaran Buddha. 
 

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #62 on: 05 November 2008, 01:05:47 PM »
Sebenarnya kalau saya pribadi tidak "mempermasalahkan" kitab mana satu yang lebih tua atau lebih orisinil. Tetapi lebih mengedepankan "isi" kitab-nya dan kecenderungan penafsirannya. Kitab Kitab yang "KONSISTEN" konsep-nya dari awal sampai akhir itulah yang dikatakan sebagai satu kesatuan yang logis.

Sama dong...saya juga  ;)

apakah dharmakaya di kutipan di atas dikatakan bahwa Tathagatha (BUDDHA) masih beredar ?? Karena dalam teks Pali, BUDDHA sendiri menghindari pertanyaan tentang apakah Tathagatha itu eksis ataupun tidak eksis setelah parinibbana. Tetapi ketika nibbana dicapai, dan dikatakan bahwa itulah kelahiran terakhir dan berakhirlah kelahiran dan kematian, LOGIS-nya yah tidak "BEREDAR" lagi.
Jadi mengapa "DHARMAKAYA" harus beredar lagi ?? Apakah untuk menolong "menyeberangkan" makhluk hidup ?? Jelas sekali bahkan di dalam sutra utama mahayana (Vajracheddika Sutra / Sutra Intan) dikatakan bahwa BAHKAN TATHAGATHA SENDIRI TIDAK DAPAT MENYELAMATKAN SATU MAKHLUK HIDUP MANAPUN. Ini sesuai dengan semboyan dan semangat bahwa KITA SEMUA YANG MENENTUKAN JALAN HIDUP MASING MASING, MEWARISI KARMA MASING-MASING, BLA BLA BLA...

Inilah yang saya katakan adanya in-konsistensi konsep jika melihat sebagian tafsiran para MAHAYANIS. (saya tidak katakan bahwa ajaran MAHAYANA semua salah, bahkan saya sangat mengagumi ajaran ZEN (salah satu aliran MAHAYANA)...)


Dharmakaya bebas dari dualitas. Pada hakikatnya tidak bisa dikatakan beredar atau tidak. Kondisi ini tentu tidak dapat dipahami oleh kita yang awam. Buddha sendiri mengatakan hanya sesama para Buddha yang dapat menyelaminya, bodhisatva bhumi-10 pun belum sanggup. Untuk memudahkannya, Buddha selalu menggunakan kata seperti "bukan ini maupun bukan itu, tidak ini maupun tidak itu". Padahal menggunakan bentuk verbal apapun utk menjelaskannya sudah merupakan satu hal yang menyimpang dari hakikat sejati itu sendiri. Tapi ya harus tetap begitu, kondisi makhluk hidup memang harus diajari secara verbal. Selanjutnya selami sendiri.   

Jika Buddha menghindari pertanyaan apakah Tathagata itu eksis atau tidak setelah parinibbana, mengapa masih mengatakan tidak beredar? sama saja masih dalam koridor 'kalo bukan ini, ya itu'.
Dalam Mahayana penghindaran ini hanya karena kondisinya belum tepat utk diutarakan kepada para pendengarnya pada momen itu. Sama seperti ada kalanya Buddha mengatakan kekal ada kalanya mengatakan tidak kekal. Pernyataan yang seolah-olah terlihat tidak konsisten banyak ditemukan dalam Sutta juga. Makanya Milindapanha banyak bertanya pada Nagasena sehubungan dengan hal2 seperti itu.

Jika dikatakan bahwa Tathagatagarbha merujuk pada potensi kebuddhaan atau bodhicitta, seharusnya seperti itulah yang harus di"pahami" bahwa hanya ada potensi pada semua makhluk bukan pada konsep Tathagatha yang dikatakan sebagai dharmakaya yang terus menerus "BEREDAR".

Justru Tathagatagarbha adalah salah satu cara bijak utk menunjuk tentang potensi itu. Mengapa salah satu? itulah pointnya. Selain istilah ini, Buddha menggunakan banyak terminologi utk menunjuk 'potensi' itu, seperti bodhicitta-> batin pencerahan, itu juga mengarah ke itu itu juga.  Agar kita tidak terpaku mati pada satu term dan memegangnya erat2.   Dalam tradisi Zen, kita diajarkan utk mengamati ko'an, seperti 'apa wujud sejati sebelum dilahirkan orangtua'? Ini juga satu kalimat yg mengarahkan kita utk menyadari hakikat pencerahan.  Dharmakaya adalah tidak lahir dan tidak lenyap, tidak berkembang dan tidak berkurang, bukan ada dan tiada.. , coba jelaskan pada ku apakah itu dikatakan terus beredar atau tidak? tidak bisa ungkapkan dengan kata2. Kalo sering terdengar Dharmakaya Buddha itu eksis, buktikan saja sendiri. Jika tidak mendapatkannya ya anggap saja tidak eksis lagi. Kalo melihatnya, ya eksis. Tapi apakah masih eksis? Sulit dijawab, sebab yang eksis itu pada hakikatnya kan Sunyata. Sekarang saja anda bilang Tubuh fisik itu ada atau tidak? Relatif, tergantung dari sudut pandang apa anda melihatnya.  Kalo ada , coba anda telusuri sampai ke bentuk atomis. Atom itu saja ada atau tidak? kalo ada coba diamati lebih dekat, itu hanya gabungan dari partikel proton dan elektron, seterusnya amati lebih dekat, apakah elektron itu ada? apakah quark itu ada? diteliti hingga ke ujung2nya juga tidak ada inti yg sebenarnya kosong belaka.  Semua ini berpijak pada sudut pandang saja.

Jika mencapai parinibbana, berarti Tathagatha tidak identik dengan dharmakaya. Atau Dharmakaya tidak identik dengan sosok seorang sammasambuddha. Ketika seorang sammasambuddha sudah parinibbana (sebagaimana dengan para arahat / savaka buddha ataupun pacceka buddha), maka sudah tidak ada lagi sosok buddha secara fisik/historis. Dengan ada atau tidaknya seorang sammasambuddha, Dharma (dengan huruf D besar, diartikan sebagai semua fenomena/hukum kesunyataan) tetap ada. Dengan adanya Dharma kita ibaratkan dharmakaya itu tetap ada, tetapi bukan dalam sosok seorang BUDDHA. Sehingga ini yang sering disalahartikan.

Sering salahartikan itu memang banyak. Makanya mengapa kita dinasihati utk menyelami dharma secara mendalam. Bukan menafsirkan secara dangkal. Kitab Pali saja jika tidak diselami secara mendalam juga banyak disalahartikan. Sampai sampai ajaran Buddha dikatakan pesimis karena mengajarkan dukkha. Ini satu contoh yg sering disalah tafsirkan bukan? Anggapan menjadi bhikkhu itu adalah utk orang yg putus asa, ini salah diartikan juga bukan? karena tidak menyelami dharma secara mendalam. Banyak sekali kesalahpahaman. Itu sulit dihindari. Apalagi penafsiran itu juga berbeda-beda. Itulah yang juga menyebabkan mengapa terbagi menjadi banyak sekte. Theravada saja terbagi ke banyak sekte juga, karena apa ? penafsiran yang saling berbeda2. 

 

 

 

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #63 on: 05 November 2008, 03:17:52 PM »
Banyak murid yang lulus sekolah/kuliah, tetapi tidak semua yang bisa menjadi GURU/DOSEN...

Semua makhluk dikatakan memiliki benih ke-buddha-an, tetapi tidak semua yang bisa menjadi seorang sammasambuddha (membabarkan ajaran).

Siklus kehidupan itu tidak terbatas. Selama masih berada dalam samsara, maka probabilitas seseorang utk memunculkan aspirasi agung itu jauh lebih memungkinkan dari pada angka nol sama sekali seperti yg anda pesimiskan.
Alhasil saya merasa lega setelah dalam Mahaparinirvana Sutra di mana Buddha mengatakan bahwa Icchantika juga dapat mencapai kebuddhaan.  Ini mencerminkan sifat egaliter dari ajaran Buddha. 
 

tidak ada angka nol yang saya katakan (mustahil/impossible). tetapi berdasarkan realitas bahwa memang semuanya tidak bisa mencapai tataran annutara sammasambuddha.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #64 on: 05 November 2008, 03:18:26 PM »
Quote
Wakakakaka   

Baca tuh judulnya di link yang anda kasih:

Petavatthu
Stories of the Hungry Ghosts
(excerpt)

Anda tahu apa itu excerpt?

Anda tuh cuma bacanya ternyata cuma bagian I.5 aja toh....... Makanya saya tanya pada anda:

"Anda yakin udah baca tuh Petavatthu lengkap?"

Eh... baru baca sebagian kecil saja udah pede ngomong kalau di Petavatthu nggak ada kisah Vimanapeta..... ya ampun............. Konyol... konyol........     
mana getehe...gw kira itu khan Petavatthu yg lengkap...

tapi dari excerptnya ajah dah bisa dilihat kalo alam peta itu sangat2 menderita..so back to topic...

Makhluk menderita = gk bisa belajar Dhamma...that's it!..and Guang kong kalo terlahir jadi Peta, maka tidak mungkin beliau bisa belajar Dhamma...
Quote
Silahkan baca ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=5314.0

Kalau kagak kuat baca, ya terserah. Kalau anda mau tahu, ya baca.

ini dah out of topic...nanti sek gw baca...

Quote
Wakakaka......

Nah... misalnya kalau ada pembunuh seperti Angulimala terus bertobat dan mencapai tataran Anagamin......... terus meninggal, terus masuk mana hayooo??

Menderita getoh yaa?? Padahal Anagamin itu langsung... wusssss.... masuk Surga Akanittha.....

 

Anagamin??....Anagami maksudne?...

seorang anagami yg telah meninggal akan terlahir kembali...akan terlahir di alam Suddhavasa...

Quote
Anagami literally means 'no returner'. An anagami will not be reborn in the sense sphere. If he does not attain the arahatship in the present life yet, he will be reborn in a Brahma realm or Pure Abode Suddhavasa, where he will attain arahatship and pass to Nibbana.

Taken from http://web.ukonline.co.uk/buddhism/mtinmon4.htm


seorang manusia bisa jadi Anagami memerlukan Kamma baek yg sangat besar!...contoh Angulimala, itu..sang Buddha sebelum menyadarkan Angulimala, beliau melihat dulu kamma Angulimala..apakah cukup bagi dia untuk jadi Arahat, dan ternyata cukup dan kalo dia sempet membunuh ibunya, maka tidak akan cukup kamma baek Angulimala untuk jadi Arahat...

ngerti?..

dan di case Guan gong, itu impossible bagi dia untuk bisa jadi Deva, kenapa?..

1.dia ngebunuh banyak2 orang
2.dia SEMPET JATUH ke alam peta
3.gk gampang keluar dari alam peta, karena isinya hanya penderitaan dan Buddha Dhamma tidak akan dimengerti oleh mereka yg sedang menderita...

Quote
Dan lagipula.... anda tahu Sabda Sang Buddha tentang perang?

Guru Buddha melanjutkan, “Buddha mengajarkan bahwa segala perang di mana terjadi pembantaian terhadap saudara-saudara sendiri adalah sangat
disayangkan sekali. Akan tetapi, Buddha tidak mengajarkan bahwa mereka yang terlibat perang untuk memelihara perdamaian dan ketentraman, setelah menggunakan berbagai cara untuk menghindari konflik, adalah pantas disalahkan.”
bah watever the stupid Buddha said...

what I know is that..sang Buddha mengajarkan bahwa nanem jagung keluar jagung...nanem padi keluar padi...mao disalahkan ato didewakan..tetap ajah Kamma tetap berjalan...


Quote
“Perjuangan tetap harus ada, karena pada hakikatnya hidup adalah perjuangan. Tetapi pastikan bahwa engkau tidak berjuang demi kepentingan pribadi hingga menentang kebenaran dan keadilan. Seseorang yang berjuang demi kepentingan pribadi untuk membesarkan dirinya sendiri atau memiliki kekuasaan atau kaya atau terkenal, tidak akan
mendapatkan penghargaan. Tetapi, dia yang berjuang demi perdamaian dan kebenaran akan memperoleh penghargaan besar; bahkan kekalahannya akan dianggap sebagai kemenangan.”
perjuangan yg dimaksudkan..dan gw yakin sekali...

perjuangany yg dimaksudkan adalah..perjuangan untuk membantu diri sendiri dan makhluk2 lain agar bisa bebas dari Dukkha, agar semua makhluk dapat berbahagia, walaupun dalam kondisi yg tidak sehat, contohnya perang, bencana alam ato wabah penyakit...

sang Buddha pernah quote(kira2 sperti ini) : " jika engkau menang, maka akan sombong dan merendahkan orang laen, jika engkau kalah maka engkau akan membenci orang2 yg menang."

gw liat dari quote itu + pancasila gw bisa buat kesimpulan yg lumayan kuat bahwa sang Buddha menolak perang 100% dengan alasan apapun juga!...

Quote
“Kemudian Sinha, jika seseorang pergi berperang bahkan untuk alasan yang pantas, dia harus siap-siap untuk dibunuh musuhnya karena kematian adalah bagian dari resiko seorang prajurit. Dan jika karmanya itu mengikutinya, dia tidak memiliki alasan apapun untuk mengeluh. Tetapi jika dia yang menang, keberhasilannya akan dianggap besar, tetapi tidak peduli sebesar apapun itu, roda kehidupan akan berputar kembali dan membawa hidupnya hancur lebur seperti debu."
watever thing..no comment for this one...nothing to discuss..

Quote
Saya yakin Guan Yu adalah seorang yang seperti disebutkan Sang Buddha di atas.

Sekali lagi saya tekankan, bekerja karma tidak sesederhana yang anda bayangkan. Saya dan bro. Edward sudah menjelaskannya pada anda.

Anda seolah-olah menekankan bahwa karma buruk Guan Yu itu buesarrrr.... padahal... Guan Yu sendiri juga banyak berbuat kebajikan........

Bahkan Guan Yu berperang bukan karena menjajah atau alasan yang buruk, tetapi:

"Buddha tidak mengajarkan bahwa mereka yang terlibat perang untuk memelihara perdamaian dan ketentraman, setelah menggunakan berbagai cara untuk menghindari konflik, adalah pantas disalahkan.”
iyah ELOE YAKIN KHAN?...

well...gk banget yak kalo loe bilank guan yu itu berperang bukan demi dirinya sendiri...tujuan dia perang apa?..untuk negara dia...kenapa perang untuk negara dia?..agar rakyat2 dia bisa damai dan tentram, dan kalo rakyatnya damai dan tentram, dia juga enak!...bisa buat sesukanya..yg dianggap bener ama dia...yah sama lar kayak pemikiran para Mujahid..gk beda banget..

Quote
Lagian, baca dulu tentang Vimanapeta baru ngomong!
ok gini ajah...gw dah nanya master gw tentang Vimanapeta, dia bilank dia gk tao...karena katane Petavatthu itu bukan bacaan favorit dia(katane gk berguna baca gituan)...karena skarang loe ada copynya, loe ketik ajah pengenalan Vimanapeta di Thread baru...jangan disini..tambah ribet nanti topikne..

 ;D

Quote
Wakakaka...... ya logika dong..... ketika saya berpikir memohon pada Bodhisattva..... Bodhisattva itu ada di mana ya???

Pikiran saya kan? La karena saya sadari bahwa Bodhisattva itu sejatinya ada dalam pikiran saya, maka otomatis saya memohon pada diri saya sendiri... Lak getoh?

Alam Akanishta itu juga ada di alam pikiran saya sendiri.

10 alam tumibal lahir ada dalam pikiran saya sendiri.

Bedanya dengan agama lain: mayoritas kalau di agama lain memohon-mohon pada Tuhannya, mereka nggak menyadari bahwa Tuhan mereka itu ada dalam pikiran mereka sendiri, alhasil ya mereka merasa Tuhan itu berada di luar diri mereka.....

bah..jangan pake pemikiran Theravada ke dalam Mahayana donk..jelas2 kalo konsep Boddhisatva Mahayana itu mirip2 sama konsep Deva ato Tuhan diagama laen...

Quote
Saya sudah menjelaskan apa adanya. Silahkan baca sendiri......

Hoooo..... anda lebih sayang mata anda ketimbang membaca uraian Dharma yang panjang tapi padahal kalau dibaca 10 menit aja udah selesai  

Apa hubungannya mata juga sama kata-kata yang simple dan gampang dimengerti?
Memang mata bisa berpikir tentang tulisan ya??

Wah.... bener-bener nerd nih...... kuper sama Dharma.
Think man..THINK!...

mata kalo liat monitor terus..bisa buta..

untuk apa mengorbankan mata gw buat artikel2 yg tidak jelas unsurnya?...ato untuk Dhamma yg notabene belum tentu benar....Ajahn Brahm pernah bilank...Kitab suci agama Buddha adalah meditasi...Tipitaka dll cuma map..

haha..aku mending kuper Dhamma daripada kuper beneran..

kalo kuper beneran nanti gk bisa melihat Dhamma yg sesungguhnya...cape deh..T_T
« Last Edit: 05 November 2008, 03:21:58 PM by El Sol »

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #65 on: 05 November 2008, 05:25:14 PM »
mana getehe...gw kira itu khan Petavatthu yg lengkap...

tapi dari excerptnya ajah dah bisa dilihat kalo alam peta itu sangat2 menderita..so back to topic...

Makhluk menderita = gk bisa belajar Dhamma...that's it!..and Guang kong kalo terlahir jadi Peta, maka tidak mungkin beliau bisa belajar Dhamma...


[at] El sol
Baca sini aja sol, http://samaggi-phala.or.id/tipitaka/sutta/khuddaka/petavatthu/petavatthu4_11.html

Cerita vimanapeta yg menikmati kebahagiaan itu ada , bukan tidak ada.
Jadi peta itu tidak selalu menderita 24 jam lho..

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #66 on: 05 November 2008, 05:46:21 PM »
 [at] atas

gw bukan mao menang debat yak...

tapi gw bener2 gk yakin kalo sutta itu asle..

karena bertentangan sama makhluk peta yg menderita yg tidak bisa makan ato minum..

apa beda Deva dan Vimanapeta kalo gitu?

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #67 on: 05 November 2008, 05:51:47 PM »
Yah, elu gak percaya kan terserah elu sol. Tapi pengikut Mahayana kan percaya kalau Sutra tersebut asli. Sebagai Pengikut Buddha, sebaiknya menghargai keyakinan orang lain kan?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #68 on: 05 November 2008, 05:56:23 PM »
Dalam RAPB yang berisikan ajaran Theravada juga memang ada dikisahkan tentang makhluk Peta yang menderita hanya pada siang hari sedangkan pada malam hari makhluk itu mengalami kemewahan dan kebahagiaan bagaikan dewa.

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #69 on: 05 November 2008, 06:03:25 PM »
Yah, elu gak percaya kan terserah elu sol. Tapi pengikut Mahayana kan percaya kalau Sutra tersebut asli. Sebagai Pengikut Buddha, sebaiknya menghargai keyakinan orang lain kan?
emankne gw maksa mereka supaya gk percaya??..

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #70 on: 05 November 2008, 06:20:18 PM »
Tenang sol, ga ada yg anggap elu mau menang ato kalah kok.
Cuma kami ingin meluruskan aja kesalahpahaman lu tentang keberadaan Peta.
Alam rendah tidak berarti tidak ada kesenangan sama sekali, buktinya anjing kesayangan rumah lu juga bisa happy kalo diajak main.  ;D
Yang total menderita itu adalah makhluk alam neraka. 

 

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #71 on: 05 November 2008, 06:31:26 PM »
 [at] atas
tetep ajah...

gw gk bisa bayangin gmana bisa makhluk2 alam peta yg kehausan, kelaparan(keinginan dan makanan)..bisa bahagia...bisa ada makanan dll...

gk make sense...

dan bertolak belakang sama yg sang Buddha bilank di
Quote
Outside the walls they stand,
   & at crossroads.
At door posts they stand,
   returning to their old homes.
But when a meal with plentiful food & drink is served,
   no one remembers them:
Such is the kamma of living beings.

Thus those who feel sympathy for their dead relatives
give timely donations of proper food & drink
   — exquisite, clean —
[thinking:] "May this be for our relatives.
      May our relatives be happy!"

And those who have gathered there,
   the assembled shades of the relatives,
with appreciation give their blessing
for the plentiful food & drink:
   "May our relatives live long
   because of whom we have gained [this gift].
   We have been honored,
   and the donors are not without reward!"

For there [in their realm] there's
   no farming,
   no herding of cattle,
   no commerce,
   no trading with money.
They live on what is given here,
   hungry shades
   whose time here is done.


As water raining on a hill
flows down to the valley,
   even so does what is given here
   benefit the dead.
As rivers full of water
fill the ocean full,
   even so does what is given here
   benefit the dead.

"He gave to me, she acted on my behalf,
   they were my relatives, companions, friends":
Offerings should be given for the dead
when one reflects thus
on things done in the past.
For no weeping,
   no sorrowing
   no other lamentation
      benefits the dead
      whose relatives persist in that way.
But when this offering is given, well-placed in the Sangha,
it works for their long-term benefit
and they profit immediately.

In this way    the proper duty to relatives has been shown,
      great honor has been done to the dead,
      and monks have been given strength:

   The merit you've acquired
      isn't small.
coba liat yg di bold

so, either one is fake..

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #72 on: 05 November 2008, 06:42:16 PM »
[at] atas
Tapi itu tidak merujuk pada SEMUA JENIS PETA
artinya, PETA itu banyak jenisnya juga. Ya salah satunya Vimanapeta.
Vimanapeta Itu bukan karangan saya, itu dikutip dari Petavatthu--> ucapan Buddha juga kan?
Okelah, biar fair, jangan percaya tapi juga jangan nolak mentah2. Asal dikaji secara komprehensif, ya bagus juga toh.   :D

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #73 on: 05 November 2008, 08:24:17 PM »

jika sudah mencapai Tingkatan Arahat...bagaimana bisa diconsider sebagai Boddhisatva lage??...

Ini kan menurut Mahayana bro.....  ;D

 _/\_
The Siddha Wanderer

Iya. Kalo Bodhisatta lebih tinggi, keadaan batinnya bagaimana? bingung nih bagaimana perbedaan keadaan batin Arahat dan Bodhisatta?

Mohon petunjuk senior-senior sekalian dong.
 _/\_
« Last Edit: 05 November 2008, 08:28:29 PM by truth lover »
The truth, and nothing but the truth...

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #74 on: 05 November 2008, 10:30:14 PM »
Banyak murid yang lulus sekolah/kuliah, tetapi tidak semua yang bisa menjadi GURU/DOSEN...

Semua makhluk dikatakan memiliki benih ke-buddha-an, tetapi tidak semua yang bisa menjadi seorang sammasambuddha (membabarkan ajaran).

Siklus kehidupan itu tidak terbatas. Selama masih berada dalam samsara, maka probabilitas seseorang utk memunculkan aspirasi agung itu jauh lebih memungkinkan dari pada angka nol sama sekali seperti yg anda pesimiskan.
Alhasil saya merasa lega setelah dalam Mahaparinirvana Sutra di mana Buddha mengatakan bahwa Icchantika juga dapat mencapai kebuddhaan.  Ini mencerminkan sifat egaliter dari ajaran Buddha. 
 

tidak ada angka nol yang saya katakan (mustahil/impossible). tetapi berdasarkan realitas bahwa memang semuanya tidak bisa mencapai tataran annutara sammasambuddha.

berdasarkan realitas?? realitas yang bagaimana? dari mana anda telah melihat realitas itu?