//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)  (Read 42902 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #150 on: 26 February 2011, 08:32:39 PM »
514) Menghilangnya Sang Buddha sepertinya adalah suatu demonstrasi “visual” dari syairnya. Setelah mencabut kesenangan dalam penjelmaan, Beliau mampu menghilang dari pandangan Baka, representasi tertinggi dari penjelmaan dan kebenaran dunia. Tetapi Baka, karena terikat pada penjelmaan oleh kemelekatan, tidak mampu melampaui jangkauan pengetahuan Sang Buddha, yang melingkupi penjelmaan dan tanpa-penjelmaan, pada saat yang sama pengetahuan itu melampaui penjelmaan dan tanpa-penjelmaan.

515) Ini adalah kecondongan yang sama yang muncul dalam pikiran Sang Buddha pada masa segera setelah pencerahannyabaca MN 26.19. Bandingkan juga dengan DN 16.3.34/ii.112 di mana Māra mencoba untuk membujuk Sang Buddha yang baru tercerahkan untuk segera meninggal dunia dengan damai.

516) Tādiso: yaitu, apakah Beliau mengajar atau tidak mengajar, Beliau tetap adalah Sang Tathāgata.

SUTTA 50

517) Nama ini berarti “Penjahat” atau “Yang Jahat”. Dalam konsep semesta Buddhis, posisi Māra, seperti halnya Mahā Brahmā, adalah posisi yang tetap yang dipegang oleh individu-individu berbeda sesuai dengan kamma mereka.

518) Kakusandha adalah Buddha pertama yang muncul dalam siklus kosmis yang sekarang ini yang disebut “masa keberuntungan”. Beliau diikuti oleh Buddha Konagamaṇa dan Kassapa, dan setelahnya adalah kemunculan Buddha Gotama yang sekarang ini.

519) Nama ini berarti “Yang tanpa banding”.

520) Seorang yang telah mencapai lenyapnya, sepertinya, tidak akan mengalami luka atau kematian di dalam pencapaian itu sendiri. Pada Vsm XXIII, 37 dikatakan bahwa pencapaian itu melindungi bahkan benda-benda miliknya seperti jubah dan tempat duduknya dari kehancuran.

521) Nama ini berarti “Yang selamat”.

522) Yaitu, dengan memunculkan kekotoran dalam pikiran mereka, maka ia akan mencegah mereka membebaskan diri dari saṁsāra.

523) MA bersusah payah menunjukkan bahwa Māra tidak mengerahkan kekuatan untuk mengendalikan perbuatan mereka, yang mana jika demikian maka ia sendiri yang akan bertanggung jawab dan para brahmana tidak menghasilkan kamma buruk karena perbuatan itu. Sebaliknya, Māra membuat para brahmana membayangkan gambaran para bhikkhu yang terlibat dalam perilaku yang tidak selayaknya, dan ini membangkitkan kebencian mereka dan memicu mereka untuk menggoda para bhikkhu itu. Niat Māra dalam melakukan hal itu adalah untuk membangkitkan kemarahan dan kekesalan para bhikkhu.

524) “Leluhur” (bandhu) adalah Brahmā, yang disebut demikian oleh para brahmana karena mereka menganggapnya sebagai leluhur pertama. MA menjelaskan bahwa adalah kepercayaan di antara para brahmana bahwa mereka adalah keturunan mulut Brahmā, khattiya adalah keturunan dada Brahmā, vessa [ ]dari perut, sudda dari kaki, dan samaṇa dari telapak kaki.

525) Jhāyanti pajjhāyanti nijjhāyanti apajjhāyanti. Walaupun kata kerja ini secara berdiri sendiri tidak memiliki makna negatif, rangkaian ini jelas dimaksudkan sebagai penurunan. Pada MN 108.26, empat kata kerja ini digunakan untuk menggambarkan meditasi seseorang yang pikirannya dikuasai oleh lima rintangan.

526) Empat brahmavihāra adalah penawar yang tepat bagi kekejaman pada orang lain, serta bagi kecenderungan pada kemarahan dan kekesalan dalam pikiran seseorang.

527) Kali ini Māra berniat untuk menjatuhkan para bhikkhu dalam kesombongan, kepuasan, dan kelengahan.

528) MA mengutip sebuah sutta (AN 7:46/iv.46-53) menyebutkan bahwa empat meditasi ini adalah penawar, berturut-turut, bagi keinginan indria, keinginan akan rasa kecapan, ketertarikan pada dunia, dan ketergila-gilaan pada perolehan, kehormatan, dan pujian.

529) MA: Tatapan gajah (nāgapalokita) berarti bahwa tanpa menggerakkan leher, ia memutar seluruh tubuhnya untuk melihat. Māra Dūsi bukan mati karena tatapan gajah Sang Buddha, melainkan karena kamma buruk yang ia hasilkan dalam menyerang seorang siswa utama yang memotong kehidupannya pada saat itu juga.

530) Neraka Besar, juga disebut Avīci, dijelaskan secara lengkap dalam MN 130.16-19.

531) MA: perasaan ini, yang dialami dalam Neraka Besar tambahan, dikatakan lebih menyakitkan daripada perasaan yang dialami dalam Neraka Besar itu sendiri.

532) Buddha Kakusandha disebut Brahmana dalam makna seperti pada MN 39.24.

533) Referensinya adalah pada SN 51:14/v.269-70.

534) Baca MN 37.11.

535) Baca MN 37.12.

536) Referensinya adalah pada SN 6:5/i.145.

537) Syair ini merujuk pada kemampuan YM. Moggallāna dalam mengerahkan kekuatan batin terbang di angkasa seperti burung.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~