Rāhula Saṁyutta diberikan agar batin Rahula dipenuhi dengan pengetahuan Pandangan Cerah (Vipassanā Ñāṇa).
Tathāgata mengajarkan Rāhula kelompok Dhamma ini untuk memerintahkannya agar membuang keinginan dan kemelekatan terhadap tiga alam kehidupan. Khotbah ini beliau babarkan sejak Sāmanera Rāhula berusia tujuh tahun hingga saat ia menerima penahbisan dan memulai vassa pertamanya.
18. Rāhulasaṃyutta:
Khotbah Berkelompok Sehubungan dengan Rāhula
I. SUB BAB PERTAMA
1 (1) Mata, dan seterusnyaDemikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian Yang Mulia Rāhula mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:337
“Yang Mulia, baik sekali jika Bhagavā mengajarkan Dhamma kepadaku secara singkat, sehingga, setelah mendengarkan Dhamma dari Sang Bhagavā, aku akan berdiam sendirian, mengasingkan diri, rajin, tekun, dan teguh.”
“Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah mata adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—[245]“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”
“Apakah telinga … hidung … lidah … badan … pikiran itu adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap mata, kejijikan terhadap telinga, kejijikan terhadap hidung, kejijikan terhadap lidah, kejijikan terhadap badan, kejijikan terhadap pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan [batinnya] terbebaskan.338 Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan’. Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini’.”
2 (2) Bentuk, dan seterusnya… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah bentuk-bentuk … [246] … suara-suara… bau-bauan … rasa kecapan … objek-objek sentuhan … fenomena pikiran itu adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.” ….
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap bentuk-bentuk … kejijikan terhadap fenomena pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan …. Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini’.”
3 (3) Kesadaran… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah kesadaran-mata … kesadaran-telinga … kesadaran-hidung … kesadaran-lidah … kesadaran-badan … kesadaran-pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang mulia.” ….
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap kesadaran-mata … kejijikan terhadap kesadaran-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan …. Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini’.”
4 (4) Kontak… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah kontak-mata … kontak-telinga … kontak-hidung … kontak-lidah … kontak-badan … kontak-pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang mulia.” ….
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap kontak-mata … kejijikan terhadap kontak-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan …. [247] Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini’.”
5 (5) Perasaan… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah perasaan yang timbul dari kontak-mata … perasaan yang timbul dari kontak-telinga … perasaan yang timbul dari kontak-hidung … perasaan yang timbul dari kontak-lidah … perasaan yang timbul dari kontak-badan … perasaan yang timbul dari kontak-pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang mulia.” ….
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap perasaan yang timbul dari kontak-mata … kejijikan terhadap perasaan yang timbul dari kontak-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan …. Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini’.”
6 (6) Persepsi… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah persepsi-bentuk-bentuk … persepsi-suara-suara … persepsi-bau-bauan … persepsi-rasa kecapan … persepsi-objek sentuhan … persepsi-fenomena pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang mulia.” ….
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap persepsi-bentuk-bentuk … kejijikan terhadap persepsi-fenomena-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan…. Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini’.”
7 (7) Kehendak… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah kehendak sehubungan dengan bentuk-bentuk … kehendak sehubungan dengan suara-suara … kehendak sehubungan dengan bau-bauan … kehendak sehubungan dengan rasa kecapan … kehendak sehubungan dengan objek sentuhan … kehendak sehubungan dengan fenomena pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang mulia.” ….
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap kehendak sehubungan dengan bentuk-bentuk … kejijikan terhadap kehendak sehubungan dengan fenomena-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan …. Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini’.”
8( 8 ) Keinginan… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah keinginan akan bentuk-bentuk … keinginan akan suara-suara … keinginan akan bau-bauan … keinginan akan rasa kecapan … keinginan akan objek sentuhan … keinginan akan fenomena pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang mulia.” ….
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap keinginan akan bentuk-bentuk … kejijikan terhadap keinginan akan fenomena-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan …. Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini’.”
9 (9) Unsur-unsur… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah unsur tanah … unsur air … unsur panas … unsur angin … unsur ruang … unsur kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?”239—“Tidak kekal, Yang Mulia.” ….
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap unsur tanah … [249] … kejijikan terhadap unsur air … kejijikan terhadap unsur ruang … kejijikan terhadap unsur kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan …. Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini’.”
10 (10) Kelompok-kelompok… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah bentuk … perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?” —“Tidak kekal, Yang Mulia.” ….
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap bentuk … kejijikan terhadap kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan …. Ia memahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini’.”
II. SUB BAB KE DUA
11 (1) – 20 (10) Mata, dan seterusnya(Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini, Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatif-Nya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan.) [250-52]
21 (11) Kecenderungan TersembunyiDi Sāvatthī, Yang Mulia Rāhula mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:
“Yang Mulia, bagaimanakah seseorang mengetahui, bagaimanakah seseorang melihat, sehingga sehubungan dengan jasmani ini dengan kesadaran dan sehubungan gambaran-gambaran eksternal, pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan tidak lagi muncul di dalam dirinya?”340
“Bentuk apa pun, Rāhula, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—seseorang melihat segala bentuk sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku’.341
“Perasaan apa pun … Persepsi apa pun … Bentukan kehendak apa pun … Kesadaran apa pun, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—seseorang melihat segala kesadaran sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku’.
“Ketika seseorang mengetahui dan melihat demikian, Rāhula, maka sehubungan dengan jasmani ini dengan kesadaran dan sehubungan dengan seluruh gambaran eksternal, pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan kecenderungan tersembunyi sehubungan terhadap keangkuhan tidak lagi muncul di dalam dirinya.” [253]
22 (12) MelepaskanDi Sāvatthī, Yang Mulia Rāhula mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:
“Yang Mulia, bagaimanakah seseorang mengetahui, bagaimanakah seseorang melihat sehingga, sehubungan dengan jasmani ini dengan kesadaran dan sehubungan gambaran-gambaran eksternal, pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan keangkuhan, telah melampaui pembedaan, dan damai dan terbebaskan sempurna?”342
“Bentuk apa pun, Rāhula, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—setelah melihat segala bentuk sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku’, seseorang terbebaskan melalui ketidakmelekatan.
“Perasaan apa pun … Persepsi apa pun … Bentukan kehendak apa pun … Kesadaran apa pun, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—setelah melihat segala bentuk sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku’, seseorang terbebaskan melalui ketidakmelekatan.
“Ketika seseorang mengetahui dan melihat demikian, Rāhula, maka sehubungan dengan jasmani ini dengan kesadaran dan sehubungan dengan seluruh gambaran eksternal, pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan kecenderungan tersembunyi sehubungan terhadap keangkuhan, telah melampaui pembedaan, dan damai dan terbebaskan sempurna.