I. Cinta (Metta)
Cinta, tanpa nafsu untuk memiliki, memahami dengan baik bahwa dalam
hakikat tertinggi, tidaklah ada kepemilikan maupun pemilik: inilah cinta yang
tertinggi.
Cinta, tanpa berbicara dan berpikir mengenai “Aku”, memahami dengan
baik bahwa apa yang dinamakan “Aku” sebenarnya hanyalah delusi.
Cinta, tanpa memilih maupun mengecualikan, memahami dengan baik
bahwa melakukan hal tersebut (diskriminasi) berarti menciptakan kualitas
sifat-sifat yang bertentangan dengan cinta itu sendiri: perasaan tidak suka,
kejengkelan maupun kebencian.
Cinta, merangkul semua makhluk: kecil maupun besar, jauh maupun
dekat, baik di darat, air, maupun udara.
Cinta, merangkul semua makhluk tanpa memihak, bukan hanya terhadap
orang-orang yang berguna, menyenangkan dan kita sukai.
Cinta, merangkul semua makhluk, baik yang memiliki batin luhur maupun
rendah, batin yang baik ataupun jahat. Mereka yang berhati mulia dan baik
dirangkul karena cinta mengalir ke mereka secara spontan. Mereka yang berhati
rendah dan jahat juga dirangkul karena mereka lah yang sangat membutuhkan
cinta. Banyak dalam diri mereka, benih-benih kebajikan mungkin telah
mati karena kurangnya kehangatan untuk dapat tumbuh dan bertunas, karena
benih itu telah musnah akibat kedinginan dalam dunia yang tanpa cinta.
Cinta, merangkul semua makhluk, memahami dengan baik bahwa kita
semua sama-sama merupakan pengembara dalam siklus eksistensi – bahwa
kita semua mengalami hukum yang sama mengenai penderitaan.
Cinta, bukan api sensasi yang membakar, menghanguskan dan menyiksa,
yang menyebabkan lebih banyak luka daripada yang dapat ia obati – yang
seketika menyala terang, dan tiba-tiba padam, menyisakan banyak perasaan
dingin dan kesepian dibandingkan sebelumnya.
Melainkan, cinta yang terulur bagaikan tangan yang lembut namun kokoh
kepada makhluk-makhluk yang sakit dan bermasalah, tidak berubah dalam
hal perasaan simpatiknya, tanpa kebimbangan, tidak menyurut ketika mendapatkan
respon apapun. Cinta yang memberikan kesejukan yang nyaman kepada
mereka yang terbakar oleh api penderitaan dan nafsu; yang merupakan
kehangatan pemberi kehidupan bagi mereka yang ditinggalkan dalam padang
pasir kesepian yang dingin, bagi mereka yang gemetaran kedinginan dalam
kebekuan dunia tanpa cinta; bagi mereka yang hatinya seolah telah menjadi
kosong dan kering akibat panggilan berulang-ulang meminta pertolongan
yang tak kunjung tiba, akibat perasaan putus asa yang paling dalam.
Cinta, yang merupakan keagungan hati dan pikiran yang luhur yang
mengerti, memahami dan siap untuk membantu.
Cinta, yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: inilah cinta
tertinggi.
Cinta, yang oleh “Ia yang Telah Tercerahkan” disebut sebagai “pembebasan
dari hati”, “keindahan yang paling luhur”: inilah cinta tertinggi.
Dan apa perwujudan tertinggi dari cinta?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya penderitaan,
jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk mencapai
kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.
II. Welas Asih (Karuna)
Dunia menderita. Namun kebanyakan manusia menutup mata dan telinganya.
Mereka tidak melihat aliran air mata yang terus mengalir dalam kehidupan;
mereka tidak mendengar jeritan dan ratap tangis kesedihan yang secara terus
menerus menyelubungi dunia ini. Kesedihan dan kesenangan kecil mereka
sendiri telah menghalangi pandangan mereka, menulikan telinga mereka.
Terikat oleh sikap mementingkan diri sendiri, hati mereka berubah menjadi
kaku dan sempit. Dengan hati yang kaku dan sempit, bagaimana mereka
dapat berjuang untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, untuk menyadari
bahwa dengan terlepas dari kemelekatan egois barulah dapat mencapai keterbebasan
dari penderitaan?
Welas asihlah yang menyingkirkan penghalang berat tersebut, membuka
pintu menuju pembebasan, membuat hati yang sempit menjadi seluas dunia.
Welas asih menyingkirkan beban berat yang ada di hati, beban yang melumpuhkan;
welas asih memberi sayap bagi mereka yang berada dalam keadaan
diri yang rendah.
Melalui welas asih, fakta adanya penderitaan akan dengan jelas selalu
hadir dalam batin kita, bahkan pada masa-masa ketika kita secara pribadi
sedang terbebas dari penderitaan. Welas asih akan memberi kita pengalaman
yang kaya mengenai penderitaan, sehingga menguatkan kita untuk menghadapinya,
ketika penderitaan tersebut menimpa diri kita.
Welas asih membuat kita bersyukur dan menghargai nasib kita dengan
menunjukkan pada kita bagaimana kehidupan pihak lain, yang seringkali jauh
lebih sukar dan menyedihkan dibanding hidup kita.
Lihatlah perjalanan tanpa akhir makhluk-makhluk, manusia dan hewan,
terbebani oleh kesedihan dan rasa sakit! Beban yang ada pada setiap dari
mereka, juga telah kita bawa melalui rentetan kelahiran berulang yang tak terukur
dalamnya dari suatu masa yang sangat lampau. Lihatlah ini, dan bukalah hatimu
terhadap welas asih!
Dan kesengsaraan ini mungkin saja menjadi nasib kita lagi! Ia yang tanpa
welas asih sekarang, suatu saat akan menangis menyesalinya. Jika perasaan
simpatik terhadap pihak lain sangat sedikit, perasaan simpatik ini juga akan
kita capai melalui pengalaman diri sendiri yang panjang dan menyakitkan.
Inilah hukum yang luar biasa dari kehidupan. Pahamilah ini, jagalah dirimu!
Makhluk-makhluk tenggelam dalam ketidakpedulian (ignorance), tersesat
dalam delusi, tergesa-gesa dari satu penderitaan ke yang lain, tidak mengetahui
penyebab sesungguhnya, tidak tahu bagaimana melarikan diri darinya. Penembusan
pemahaman terhadap hukum universal mengenai penderitaan ini merupakan
landasan nyata dari welas asih yang kita miliki, bukanlah karena adanya
fakta penderitaan tertentu saja.
Dengan demikian, welas asih kita juga akan mencakup mereka yang saat
ini mungkin sedang bahagia, namun bertindak dengan batin yang jahat dan
terdelusi. Dalam perbuatan yang mereka lakukan saat ini, kita akan dapat
melihat masa depan mereka yang penuh kesedihan, dan karenanya welas asih
akan muncul.
Welas asih dari seseorang yang bijaksana tidak akan menyebabkannya
menjadi korban dari penderitaan. Pikiran, kata-kata dan perbuatannya penuh
belas kasih. Akan tetapi, hatinya tidaklah bimbang; sebagaimana adanya,
jernih dan tenang. Dengan bagaimana lagi ia dapat membantu?
Semoga welas asih demikian dapat tumbuh dalam hati kita! Welas asih
yang merupakan keagungan hati dan pikiran yang luhur yang mengerti, memahami,
dan siap untuk membantu.
Welas asih yang merupakan kekuatan sekaligus pemberi kekuatan: inilah
welas asih tertinggi.
Dan apa perwujudan tertinggi dari welas asih?
Menunjukkan kepada dunia jalan yang menuntun pada berakhirnya
penderitaan, jalan tersebut ditunjukkan, dijalani dan direalisasikan untuk
mencapai kesempurnaan oleh Beliau, Ia yang Paling Berbahagia, Sang Buddha.