//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini  (Read 4757 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« on: 26 May 2013, 07:50:49 PM »
Minggu, 26 Mei 2013 - 13:09 wib
 
Suasana ramai Candi Borobudur saat perayaan Waisak (Foto: Mutya/Okezone)
Suasana ramai Candi Borobudur saat perayaan Waisak (Foto: Mutya/Okezone)

MAGELANG - Seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan Waisak di Candi Borobudur tahun ini menarik banyak wisatawan. Sayangnya, kesakralan hari suci umat Budha ini menjadi ternodai karenanya.

 Tahun ini, Candi Borobudur tetap dibuka untuk umum saat prosesi Waisak. Ribuan turis, baik lokal maupun mancanegara, memadati candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, ini. Kebanyakan turis mengaku menanti ritual pelepasan seribu lampion, yang menjadi penanda berakhirnya prosesi Waisak tahun ini.

 Menurut pantauan Okezone pada Sabtu, 25 Mei 2013, pukul 14.00 WIB, jalanan menuju Taman Wisata Candi Borobudur sudah padat dan macet. Padahal, saat itu sedang ada prosesi kirab biksu dari Candi Mendut ke Candi Borobudur, salah satu bagian dari prosesi Waisak.

 Memasuki kawasan Candi, antrean gerbangnya mengular. Tampaknya, tahun ini adalah tahun teramai perayaan Waisak di Borobudur. Sebagian turis berasal dari Jakarta dan sekitarnya, tak hanya dari Jawa Tengah atau Yogyakarta.

 Pelataran Candi Borobudur sudah dialasi karpet kuning. Karpet yang seharusnya menjadi tempat duduk para umat Budha justru dipenuhi turis, sebagian besar anak muda yang tidur-tiduran sambil bercanda ria. Jumlah turis bahkan lebih banyak dibandingkan umat Budha yang ingin beribadah hingga cukup mengganggu kekhusyukannya.

 Pukul 17.00 WIB, para biksu dari majelis-majelis yang sudah dua hari melakukan prosesi Waisak dari Candi Mendut ke Candi Borobudur sudah berkumpul di panggung pelataran. Hujan rintik-rintik turun, membuat para turis mengembangkan payungnya selama menunggu acara dimulai.

 Hingga pukul 19.00, acara masih belum juga dimulai, padahal para biksu dan biksuni sudah berkumpul di panggung, siap untuk memanjatkan doa bersama. Hujan turun semakin deras, membuat pengunjung semakin resah.

 "Maaf, acara belum dapat kami mulai karena masih menunggu kedatangan Menteri Agama, Suryadarma Ali," kata pembawa acara. Sontak, pengunjung menyoraki dengan teriakan "huuuu" panjang. Tak sedikit yang memaki. "Kami sudah menunggu lama!" "Kapan acara lampionnya?," begitu teriak turis-turis itu. Pembawa acara pun mencoba menenangkan pengunjung dengan menggunakan kata-kata mutiara dari kitab ajaran Budha.

 Sekira pukul 20.00 WIB, akhirnya Menteri Agama datang. Kedatangannya disambut sorakan kecewa yang panjang. Sorakan ini juga terdengar saat Suryadarma membacakan sambutan dan saat pemuka agama Budha menyebutkan namanya.

 Saat sambutan dari pemuka agama Budha, pengunjung pun terdengar tak bisa tenang. Di sana-sini terdengar suara teriakan dan tawa mereka.

 Usai sambutan-sambutan, acara dilanjutkan dengan pembacaan doa dari biksu-biksu sembilan majelis yang hadir saat itu. Hujan masih turun deras, dan mirisnya pada saat pembacaan doa, pengunjung meringsek naik ke panggung.

Mereka naik ke panggung, berusaha berada sedekat mungkin dengan para biksu dan memotretnya. Hal ini tentu mengganggu panjatan doa mereka, apalagi pengunjung-pengunjung ini memotret dengan menggunakan flash.

"Tolong jangan naik ke altar, ini tempat yang tidak boleh dinaiki," kata seorang biksu kepada pengunjung. "Bila ingin berfoto, tolong memoto dari jauh, para biksu sedang berdoa," imbuhnya.

 Namun peringatan itu tidak dipatuhi pengunjung. Kejadian lebih ricuh lagi terjadi saat ritual Pradaksina, yaitu ritual para biksu mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali. Pengunjung semakin mendekat ke arah biksu, mencoba mengikuti mereka melakukan Pradaksina.

"Tolong, bagi pengunjung yang ingin juga melakukan Pradaksina, harap tertib. Jangan menghalangi jalannya biksu," demikian peringatan dari pembawa acara. Namun lagi-lagi diabaikan, bahkan seorang biksu terinjak-injak kakinya oleh pengunjung.

 Usai Pradaksina, harusnya dimulai acara yang ditunggu-tunggu, yaitu pelepasan 1.000 lampion. Namun sayang, karena hujan masih turun dengan derasnya, pelepasan lampion terpaksa dibatalkan.

Teriakan dan keluhan marah dari pengunjung segera terdengar. Sebagian meninggalkan area candi, sebagian lagi ada yang naik ke panggung, mengambil bunga-bunga dan hiasan panggung. Area Borobudur menjadi sangat kotor oleh botol minuman, tisu, dan bekas bungkus makanan.

 Waisak, yang seharusnya menjadi momen sakral ibadah umat Budha, justru sebaliknya. Umat Budha tidak dapat beribadah dengan tenang lantaran para turis penasaran menunggu pelepasan lampion, yang perhelatannya diadakan berbarengan.

http://travel.okezone.com/read/2013/05/26/407/812801/redirect

Offline neutral

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.510
  • Reputasi: 89
  • Gender: Female
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Vesak Day Celebration on Borobudur
« Reply #1 on: 26 May 2013, 09:16:57 PM »
Ini ada blogpost menarik, thoughts and solutions, semoga bermanfaat.

Vesak Day Celebration on Borobudur Temple: Thoughts on Religious Tourism

I wish one day I could post here a picture of thousands of lanterns flying over Borobudur Temple.

I have experienced sunset on Borobudur three times. The first and second ones were overwhelming. The third time; not so much since I came on Saturday, and the number of tourists were doubled.That does not make me love Borobudur less. That also does not make me wish there were less tourists coming to Borobudur. (What a loss for us, Indonesians, if it really happens.)

I have never experienced the Vesak celebration in Borobudur, and I have not planned to do it next year. I have friends who go all the way to see the lanterns lit and flown above the sky over Borobudur, and to experience the beauty and magic of it all. Do I think they are fools? Do I think non-Catholics who visit Vatican fools? Do I condemn non-Muslims who enter Blue Mosque in Istanbul? Do I despise non-Christians who take pictures with Santa Claus in shopping malls? I would be the damned one if the answer to all the questions is yes.

Religious tourism is a very important part of the industry. For the start, the money involved is big. It can be, and it should be good for the local economy. It’s good cash, and please do not be so naive and say that religions do not need money. Religions have been known to draw money from far less respectable ways than from tourism. Religious tourism is good money for both tourism industry and the religious elements involved.

Second; it’s good learning. For many, religious tourism is an uplifting experience. Even better if it’s an interfaith one. It’s actual learning that is far beyond what we have learned from the books. We learn to understand our own faith and belief, and we learn to respect other religions. I love to live in a country where non-believers like me can learn to appreciate believers by experiencing or at least witnessing their rituals.

Lastly, for Indonesia, a big Vesak celebration on Borobudur Temple is a “soft power” (in Monocle‘s lingo). While Christmas is often (but not only, not always) related to joyful shopping spree and generous giving, Buddhism bears another image: peaceful, serenity, and harmony. (Kindly note, I am not talking about what a certain religion actually means, but the image they usually bear.) Buddha statues are installed in spas and houses to endorse a serene atmosphere, for example. What does it mean for Indonesia?

Imagine pictures of lanterns flying on a beautiful evening in Borobudur Temple posted and featured in international media every year. CNN covering it, Travel+Leisure publishing the stories, and more. Imagine a caption like: “A peaceful Vesak evening in the biggest Muslim-populated country in the world.” Don’t we want it?Will this only affect what the outside world think about Indonesia? I don’t think so. A great image of our country will also encourage us to prove that it is more than just a mirage. It will eventually motivate us to be what the image is portraying us as. It will be our shared vision, our goal, and our mission. Surely the facts we are facing on ground level are usually far different, but that should not feed our apathy. That is the homework we have to deal with.

Today, Indonesian Twittersphere is happy to judge how tourists mess around the Vesak rituals on Borobudur Temple. Yes, some of them, or even most of them, do. The disturbance should stop. But, I disagree with the idea that tourists should be limited, or even banned from witnessing and experiencing this celebration.Religious tourism is not an easy thing for Indonesia. Let’s face it; we are not good in handling religions, and, popular destinations aside, we are quite behind other countries in the region when it comes to tourism management and services. And now we want to combine both? A lot of hardwork. But it’s not impossible.All that we need is tactical management.

Carefully selected operators should be appointed as officials to manage visitors to Borobudur on Vesak Day, and there are punitive regulations applied on these tour operators if the tourists they are handling misbehave. Photographers and videographers have to fill the forms that also indicate to which media they are affiliated with, and there should be an official recommendation letter published by the represented media. (Surely, it does not mean unaffiliated photographers and videographers have absolutely no access to the celebration, but it means there is a priority given, and there is a sense of bigger responsibility to behave properly.) These kind of filtering methods may not sound easy for visitors, but indeed, it should not be that easy. Those who really intend to go will follow the procedures.

And if it will take long for the goverment to design and apply the regulations that put the sacred rituals of Vesak on top priority, then the middle class should make good use of their resources – creative, financial, network, technical skills, etc. – to start spreading the awareness. How about as simple as blogging on tips for taking photographs of sacred rituals instead of cursing the misbehaving photographers? What if the cast of Arisan! 2 reunite to make a 5-minute movie that sends a clear message on how to properly follow their steps to join Vesak celebration in Borobudur Temple, then air it on YouTube, and make it go viral? What if the more experienced travellers offer their hands to help reminding the clueless visitors either directly or indirectly?

I understand that what I am suggesting is not the easiest way. Banning non-Buddhists to join the celebration will be easier. But it is also a one-step back for us who are in the process of learning to enrich our country with a different kind of celebration. There are far more benefits to welcome visitors than to shut the doors. There are ways to keep things running properly. We should believe that we are not a bunch of helpless, “mentally challenged” travellers. I still believe that we can do this better.

sumber: http://vehandojo.wordpress.com/2013/05/26/vesak-day-celebration-on-borobudur-temple-thoughts-on-religious-tourism/
« Last Edit: 26 May 2013, 09:20:10 PM by neutral »
Be it one day or a hundred day..Say good bye..it's hearbeat..no one ever prepared

Offline CintaViolet

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 536
  • Reputasi: 21
  • Gender: Female
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« Reply #2 on: 26 May 2013, 11:18:06 PM »
seringkali makna dari peringatan hari raya keagamaan jadi kurang pas / kurang sakral dengan adanya orang-orang yang kurang menghargai..
sangat disayangkan sekali..

semoga di tahun-tahun selanjutnya, panitia penyelenggara dapat memikirkan alternatif pengamanan ketertiban yang lebih baik sehingga umat, turis dan jurnalis dapat mengikuti perayaan tersebut dengan baik tanpa mengurangi kesakralannya, terutama bagi umat yang memperingatinya..  _/\_

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« Reply #3 on: 26 May 2013, 11:41:44 PM »
tentu bisa disediakan lampian yg nahan hujan....

dari plastik dan lebih besar lagi... atau diisi gas ringan....helium ?
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline sanjiva

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.091
  • Reputasi: 101
  • Gender: Male
Re: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« Reply #4 on: 27 May 2013, 02:20:40 AM »
Salah satu penyebabnya acara tersebut tidak berjalan khusyuk adalah banyaknya fotografer amatiran yang berebutan mengabadikan perayaan Waisak ini.  Motivasinya adalah untuk nantinya diikutkan lomba foto, dijual (kalau ada pihak yg mau pake alias ngarep.com), selain juga sekalian berwisata melihat hal2 unik di agama lain selain agama mereka.  Sayangnya semua itu dilakukan dengan mengabaikan etika, dan panitia juga membiarkan saja tanpa tegas mengatur hal ini.

Sudah pernah gw bahas di thread ini :
[Miris] Waisak di Borobudur Jadi Ajang Foto Hunting Tanpa Etika
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,22466.msg400075.html#msg400075
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« Reply #5 on: 27 May 2013, 05:49:50 AM »
Bos besar tidak di tempat sih
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« Reply #6 on: 27 May 2013, 07:48:26 AM »
tentu bisa disediakan lampian yg nahan hujan....

dari plastik dan lebih besar lagi... atau diisi gas ringan....helium ?

Rekan Cumi selalu memiliki ide yang brilian. Semoga bisa diwujudkan untuk ke depannya. :)

Perlu dipertimbangkan juga, dari sisi biaya lebih tinggi lampion tahan hujan atau jasa pawang hujan.  ^-^

 _/\_

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« Reply #7 on: 27 May 2013, 07:49:18 AM »
Salah satu penyebabnya acara tersebut tidak berjalan khusyuk adalah banyaknya fotografer amatiran yang berebutan mengabadikan perayaan Waisak ini.  Motivasinya adalah untuk nantinya diikutkan lomba foto, dijual (kalau ada pihak yg mau pake alias ngarep.com), selain juga sekalian berwisata melihat hal2 unik di agama lain selain agama mereka.  Sayangnya semua itu dilakukan dengan mengabaikan etika, dan panitia juga membiarkan saja tanpa tegas mengatur hal ini.

Sudah pernah gw bahas di thread ini :
[Miris] Waisak di Borobudur Jadi Ajang Foto Hunting Tanpa Etika
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,22466.msg400075.html#msg400075

Terima kasih untuk informasinya, saya baru mengetahuinya.  _/\_

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« Reply #8 on: 27 May 2013, 09:01:40 AM »
Rekan Cumi selalu memiliki ide yang brilian. Semoga bisa diwujudkan untuk ke depannya. :)

Perlu dipertimbangkan juga, dari sisi biaya lebih tinggi lampion tahan hujan atau jasa pawang hujan.  ^-^

 _/\_


semuanya bisa diaturlah bro sunya...
kalau  pakai pawang hujan tentu tidak...karna buddhist tidak ke arah sana...


siapkanlah acara... khusus utk keadaan hujan.... :P
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.153
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« Reply #9 on: 27 May 2013, 10:24:45 AM »
well, biasa wasiak memang di musim kemarau.

wa setuju untuk tidak memban tourist tapi lebih tepat mengaturnya, hal ini biasa di atur dengan adanya guide lokal sebagai penuntun (per group 50 turist dengan satu guide) yang memberikan tuntunan dan pedoman etika dan bisa terorganis dengan panitia waisak, juga pedoman harus di bagikan dan di beritahukan di hotel hotel dari berbintang hingga hotel melati juga losmen losmen kecil (setidaknya seminggu sebelum acara).

Bagi fotographer wa sebenarnya sudah membaca hal ini di website borobudur, setuju perlu adanya registrasi dan pendataan id ektp, asosiasi photographer. hingga bisa di bagikan pedoman pengambilan gambar hanya dari jarak tertentu tidak hanya kepada photographer tetapi juga dikirim ke asosiasi photographer, juga kartu photographer dengan nomer id yang jelas dan besar hingga mudah di kenali dari jarak cukup jauh.

Bila terjadi pelanggaran nomer tersebut  bisa di catat dan di persona nan gratakan untuk acara keagaman Buddha pada event event lainnya
« Last Edit: 27 May 2013, 10:47:12 AM by kullatiro »

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« Reply #10 on: 27 May 2013, 03:16:00 PM »

semuanya bisa diaturlah bro sunya...
kalau  pakai pawang hujan tentu tidak...karna buddhist tidak ke arah sana...


siapkanlah acara... khusus utk keadaan hujan.... :P

Pawang hujan itu profesi, rekan Cumi, tidak ada kaitannya dengan tujuan umat Buddha. _/\_

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Kisah Suram Waisak di Candi Borobudur Tahun Ini
« Reply #11 on: 27 May 2013, 10:52:30 PM »
Bos besar tidak di tempat sih
SHM nda ada sih
Samma Vayama