//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - dilbert

Pages: 1 [2] 3
16
Diskusi Umum / Makna 84.000 dalam sutta
« on: 07 January 2009, 05:47:06 PM »
[at] Chingik

anu..

umur rata2 Makhluk Sukhavati berapa taon?...(Jangan jawab "tak terhingga" yak.. :hammer: )

dan apakah kamma lampau berlaku disana?..


kenapa jgn jawab tak terhingga? hehe..sy tau kalo saya bilang sekian kalpa, el sol akan menyanggah, "berarti itu terhingga 'khan?? " . Ya kalo sudah dibilang bukan kekal, berarti memang terhingga. Wong Buddha Amitahba suatu saat juga Mahaparinibbana , ini memang ada dalam Sutra. Istilah Tak terhingga itu adalah sebuah parameter belaka. Sama seperti istilah 84000 dalam tradisi India, tidak berarti memang harus pas 84000. Kebanyakan memaknai 84000 sebagai =sangat banyak. Istilah "Tak Terhingga" memang ada jumlahnya, kemudian ada lagi ukuran di atas tak terhingga, dan di atas atas tak terhingga, dan seterusnya.   Sebelumnya juga sudah pernah post buat bro el sol, tapi bro bilang ga make sense. hehe.. ya wes lah..mau gimana lagi. Saya juga ga bilang lu harus terima.
di sini: http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1638.15


 di Tradisi India (Theravada) tentang angka 84.000 yang dapat dianggap valid tidak lain adalah 84.000 pokok Dhamma yaitu jumlah materi induk topik, sutta, gatha, pertanyaan , jawaban yang diberikan Sang Buddha.

Dalam Vinaya terdapat 21.000 pokok Dhamma, dalam Sutta terdapat 21.000 pokok Dhamma, dan dalam Abhidhamma terdapat 42.000 pokok Dhamma. Jadi keseluruhan berjumlah 84.000 pokok Dhamma

Dalam Theragatha, Khuddaka Nikâya, Sutta Pitaka terdapatlah pernyataan Y.A Ânanda dalam bentuk syair:

”DVASÎTI BUDDHATO GANHAM DYE SAHASSÂNI BHIKKHUTO
CATURÂSITISAHASSÂNI YE ME DHAMMA PAVATINNO”

”Dari semua Dhamma yang Saya hafalkan, 82.000 Dhammakhandha Saya pelajari langsung dari Sang Buddha sendiri; sedangkan 2.000 Dhammakhandha dari para bhikkhu, sehinga seluruhnya berjumlah 84.000 Dhammakhandha. ”

Pernyataan pernyataan sembarang yang mencatut angka 84.000 dalam berbagai hal seperti 84.000 pintu dharma, 84.000 makhluk suci, 84.000 buddha dsbnya itu merupakan pernyataan yang tidak berdasarkan dan hanya asal catut saja...

17
Diskusi Umum / Seorang Bodhisatva lebih rendah dari Sotapanna ?
« on: 26 December 2008, 02:00:29 PM »
Dalam Ratana Sutta dikatakan

Saha-vassa dassanasampadaya, tayassu dhamma jahita bhavanti; Sakkaya-ditthi vicikicchitanca, silabbatam va pi yad-atthi kinci; Catuh-apayehi ca vippamutto, chaccabhithanani abhabba katum, idampi Sanghe ratanam panitam, etena saccena suvatthi hotu.

Seseorang yang telah memahami Pandangan Benar, tiga belenggu terlepaskan serentak, --- Sakkya-ditthi (keyakinan adanya diri yang kekal), Vicikiccha (keragu-raguan) dan Silabbataparamassa (percaya pada takhyul) ---. Terbebaskan dari empat alam menyedihkan. Ia tak dapat melakukan enam kejahatan berat. Sesungguhnya, dalam Sangha terdapat permata tak ternilai ini. Demi kebenaran ini, semoga semua mahluk berbahagia

Dengan demikian seorang Sotapanna tidak akan "terjatuh kedalam empat alam menyedihkan" karena tidak dapat melakukan enam kejahatan berat.

Bagaimana posisi seorang BODHISATVA yang ternyata dalam berbagai cerita JATAKA kelahiran BODHISATVA sebagai calon sammasambuddha, kerap kali terlahir sebagai binatang yang notabene adalah salah satu dari empat alam yang menyedihkan.

Apakah ini menandakan bahwa Bodhisatva (dalam jalur pencapaian sammasambuddha yang masih harus menempuh beberapa asankheya kappa dan beratus ratus dan bahkan beribu ribu kehidupan lagi) adalah secara pencapaian jalur kesucian DIBAWAH seorang SOTAPANNA (pemasuk arus yang mantap akan mencapai kesucian dalam paling lama 7 kali kehidupan lagi tanpa terlahir di alam menyedihkan) ?

18
Diskusi Umum / Milinda Panha : Tentang Diskusi...
« on: 19 December 2008, 11:02:13 PM »
BAB DELAPAN
PEMECAHAN DILEMA

Setelah merenungkan semalaman mengenai diskusinya dengan Nagasena, sang raja membuat delapan sumpah untuk dirinya sendiri: "Selama tujuh hari mendatang ini aku tidak akan memutuskan masalah hukum apa pun juga, aku tidak akan memelihara pikiran yang berisi nafsu keinginan, pikiran yang berisi kebencian atau pikiran yang berisi pandangan keliru. Terhadap semua pelayan dan mereka yang bergantung padaku aku akan bersikap rendah hati. Aku akan memperhatikan dengan seksama setiap perilaku tubuh serta enam inderaku. Aku akan mengisi pikiranku dengan cinta kasih bagi semua makhluk."

Kemudian Raja Milinda bermaksud berbicara kepada Nagasena seorang diri. Raja mengatakan, "Ada delapan tempat yang harus dihindari oleh orang yang ingin berdiskusi secara mendalam:

1. landasan pikiran yang tidak mantap di mana masalah yang didiskusikan menjadi tercerai-berai, bertele-tele, kabur dan tidak ada hasilnya;
2. tempat yang tidak aman di mana pikiran menjadi terganggu oleh rasa takut sehingga tidak dapat mencerap maknanya dengan jelas;
3. tempat yang berangin di mana suara menjadi tidak jelas;
4. tempat terpencil yang mungkin ada orang yang mencuri dengar;
5. tempat yang sakral di mana pokok pembicaraan mungkin menjadi terbelok ke situasi sekitarnya yang khidmat;
6. jalanan di mana pembicaraan mungkin menjadi dangkal;
7. jembatan di mana pikiran mungkin menjadi tidak stabil dan goyah; dan
8. tempat mandi umum di mana pembicaraan akan menjadi omongan sehari-hari.

"Juga ada delapan jenis orang, Nagasena, yang cenderung merusak suatu diskusi:
1. orang yang penuh nafsu,
2. orang yang pemarah,
3. orang yang diselimuti pandangan salah,
4. orang yang sombong,
5. orang yang iri hati,
6. orang yang malas,
7. orang yang hanya punya satu ide (fanatik buta), dan
8. orang tolol yang patut dikasihani.

Delapan jenis ini adalah perusak perdebatan tingkat tinggi.

"Ada delapan penyebab, Nagasena, yang menyebabkan berkembang dan matangnya kebijaksanaan:

1. berlalunya waktu,
2. bertumbuhnya reputasi,
3. seringnya bertanya,
4. berhubungan dengan pembimbing spiritual,
5. penalaran di dalam diri sendiri,
6. diskusi,
7. berhubungan dengan orang-orang yang berbudi luhur, dan
8. berdiam di tempat yang sesuai.

Tidak ada keberatan tentang tempat di sini ini, jadi kita dapat berdiskusi. Aku adalah murid teladan, aku dapat memegang rahasia dan pandangan terangku telah masak.

"Inilah, Nagasena, dua puluh lima tugas seorang guru terhadap muridnya yang baik:

1. Guru harus selalu melindungi muridnya,
2. memberitahukan apa yang harus dikembangkan,
3. memberitahukan apa yang harus dihindari,
4. memberitahukan apa yang harus ditekuni,
5. memberitahukan apa yang harus diabaikan.
6. Guru harus mengajar pentingnya tidur;
7. mengajar agar muridnya menjaga kesehatan,
8. mengajar tentang makanan apa yang harus dimakan atau dihindari,
9. mengajar agar tidak makan berlebihan,
10. membagi apa yang diperoleh di dalam mangkuknya.
11. Guru harus membesarkan hati muridnya yang lemah semangat, dan
12. menasihatinya tentang teman yang cocok,
13. menasihatinya tentang desa dan vihara mana yang patut dikunjungi.
14. Guru tidak boleh terseret di dalam canda atau percakapan tolol yang tak keruan dengan muridnya.
15. Bila guru melihat kelemahan muridnya, dia harus sabar terhadapnya.
16. Guru harus rajin,
17. harus hidup sesuai dengan moralitas,
18. harus patut dihormati, dan
19. harus berhati lapang.
20. Guru harus memperlakukan muridnya bagaikan anak kandungnya,
21. berjuang untuk membuatnya maju,
22. menguatkannya dalam pengetahuan,
23. mencintainya dan tidak pernah meninggalkannya saat dibutuhkan,
24. tidak pernah melalaikan tugas apa pun, dan
25. membawa muridnya kembali ke jalan yang benar bila dia khilaf."

"O, baginda, untuk murid awam, ada sepuluh sifat ini:

1. Dia harus berbagi suka dan duka Sangha,
2. memegang Dhamma sebagai pembimbingnya,
3. bersukacita di dalam memberi sejauh dia mampu, dan
4. harus berjuang untuk mengembangkan agamanya jika mulai pudar.
5. Dia memiliki pandangan benar, dan
6. setelah terbebas dari kesenangan merayakan pesta,1 dia tidak mengejar guru yang lain sekalipun demi kehidupannya.
7. Dia terus mengamati pikiran, perkataan dan perbuatannya,
8. Dia bersukacita di dalam keselarasan, dan
9. tidak penuh prasangka.
10. Karena tidak munafik, dia berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha.

19
Ketika banyak seruan untuk meniadakan perbedaan antara Theravada dan Mahayana dan melihat pada persamaan antara Theravada dan Mahayana, Dengan perantara forum ini, bolehkah kita memulai pembahasan (DEBAT) perbedaan antara Theravada dan Mahayana... Apakah ini di-HARAM-kan ?? Jika di-HARAM-kan, silahkan Thread ini di hapus saja... bagi peserta debat yang menginginkan identitasnya tidak ingin diketahui, mungkin dapat log-in dengan identitas baru. Ingat bahwa Debat hanya tentang ajaran, tidak mengarah kepada pribadi masing-masing...

20
Pada saat pemuda Pippali (bakal Maha Kassapa) dan gadis Bhaddakapilana berpisah untuk mencari jalan spiritual, Buddha tiba di Ràjagaha setelah melewatkan vassa pertama dan (dalam tahun Beliau mencapai Pencerahan Sempurna) sedang berdiam di Vihàra Veluvana. (Sebelum Beliau melakukan perjalanan ke Kapilavatthu.) Saat ia berada di dalam Kuñã Harum, Beliau mendengar gemuruh gempa bumi. Saat Beliau merenungkan untuk siapakah gempa bumi tersebut, Beliau mengetahui, “Karena kekuatan kebajikan, pemuda Pippali dan gadis Bhaddàkàpilànã menjadi petapa setelah tanpa ragu meninggalkan kekayaan mereka, mengabdikan kehidupan mereka untuk-Ku. Gempa terjadi dipersimpangan jalan di mana mereka berpisah. Aku akan membantu mereka.” Maka Beliau keluar dari Kuñã Harum, membawa sendiri mangkuk dan jubah-Nya. Dan tanpa meminta satu pun dari delapan puluh siswa untuk menyertai-Nya, Beliau melakukan perjalanan sejauh tiga gàvuta untuk menyambut mereka. Beliau duduk bersila di bawah pohon banyan yang dikenal dengan nama Bahuputtaka antara Ràjagaha dan Nàlanda.

Yang aneh adalah bahwa Beliau tidak duduk di sana seperti seorang bhikkhu tidak dikenal yang sedang berlatih dhutaïga keras; untuk meningkatkan keyakinan Yang Mulia Mahà Kassapa yang belum pernah berjumpa dengannya sebelumnya, Buddha tidak menyembunyikan kemegahan alami yang cemerlang dengan tanda-tanda besar dan kecil; sebaliknya Beliau duduk di sana, memancarkan sinar Buddha yang gilang-gemilang dan menyinari hingga jarak delapan puluh lengan. Sinar yang bergulung-gulung yang berukuran sebesar kerimbunan daun-daunan pohon yang rindang, atau sebesar roda kereta atau sebesar kubah istana, menyerbu dari satu tempat ke tempat lain, menerangi seluruh hutan seolah-olah terbit seribu bulan atau seribu matahari. Karena itu, seluruh hutan menjadi sangat indah dengan kemegahan tiga puluh dua tanda-tanda manusia luar biasa bagaikan langit yang diterangi oleh bintang-bintang, atau bagaikan permukaan air dengan lima jenis bunga teratai yang mekar berkelompok. Walaupun warna alami batang pohon banyan itu adalah putih, daunnya hijau dan daun-daunnya yang mulai layu berwarna merah, dengan kemegahan tubuh Buddha, seluruh pohon banyan Bahuputtaka dengan banyak dahannya berwarna kuning emas pada hari itu karena bermandikan cahaya tubuh Buddha.

Thera Kassapa berpikir, “Orang Mulia ini pasti adalah guruku, Buddha. Sesungguhnya aku menjadi bhikkhu, mengabdikan kebhikkhuanku kepada guru ini.” Dari tempat ia berdiri dan melihat Buddha, Thera berjalan, membungkukkan badannya; mendekat. Pada seluruh tiga jarak, jauh, sedang dan dekat, ia memberi hormat kepada Buddha dan menerima status siswa dengan menyatakan tiga kali, “Satthà me Bhante Bhagavà, sàvako’hamasmi, ‘Buddha Yang Agung, Engkau adalah guruku! Aku adalah siswa-Mu, Yang Mulia!”

Kemudian Buddha menjawab, “Anak-Ku Kassapa, jika engkau memberikan penghormatan yang begitu tinggi kepada bumi ini, bumi ini tidak akan mampu menahannya. Bagi-Ku, yang seperti juga para Buddha terdahulu, telah meninggalkan penghormatan tinggi seperti yang engkau perlihatkan, yang mengetahui kebesaran kualitas-kualitas-Ku, tidak akan mampu mengguncangkan bahkan sehelai bulu badan-Ku. Anak-Ku Kassapa, duduklah. Aku akan memberikan engkau warisan.” (Ini adalah penjelasan dari Etadagga Vagga, Ekaka Nipàta dari Komentar Aïguttara dan Penjelasan Thera Kassapagàthà, Cattàlãsa Nipàta dari Komentar Theragàthà.)

Tetapi dalam Cãvara Sutta dari Kassapa Saÿyutta, Nidàna Vagga, disebutkan sebagai berikut: ketika Thera Kassapa dengan khidmat mengucapkan status siswanya tiga kali, Buddha berkata:

“Kassapa, jika seorang yang tidak mengenal dengan baik muridnya, mengucapkan ‘Aku tahu’, atau tanpa melihatnya mengatakan ‘Aku melihatnya’, kepalanya akan jatuh, sedangkan bagi-Ku, Aku mengatakan ‘Aku tahu’, karena Aku memang mengetahuinya, atau Aku mengatakan ‘Aku melihatnya’ karena Aku memang melihatnya.”

(Di sini, arti dari: jika seorang guru di luar pengajaran para Buddha mengakui bahwa ia mengetahui atau melihat tanpa benar-benar mengetahui atau melihat seorang siswa yang penuh pengabdian dan keyakinan seperti penghormatan tinggi yang diperlihatkan oleh Thera Kassapa, kepala guru itu akan jatuh dari lehernya bagaikan buah kelapa masak yang jatuh dari tandannya. Atau kepalanya akan pecah menjadi tujuh keping.)

(Penjelasan lebih jauh: Jika Thera Kassapa memberikan penghormatan, yang didorong oleh keyakinan, kepada lautan luas, airnya akan lenyap bagaikan tetes air yang jatuh di atas panci panas. Jika ia memberikan penghormatan kepada gunung di alam semesta, gunung itu akan pecah berkeping-keping bagaikan gumpalan sekam. Jika ia mengarahkannya ke Gunung Meru, gunung itu akan hancur dan menjadi berantakan bagaikan segumpal adonan yang dipatuk oleh burung gagak. Jika ia mengarahkannya ke bumi ini, tanahnya akan berhamburan menjadi tumpukan debu yang tertiup angin. Penghormatan Thera yang begitu dahsyat tidak mampu mengguncang bahkan sehelai bulu halus di kaki Buddha, atau bahkan sehelai benang jubah yang terbuat dari kain-kain usang yang dikenakan oleh Yang Agung. Sungguh luar biasa kekuatan Buddha.)

Penahbisan Menjadi Bhikkhu Melalui Penerimaan Atas Nasihat Buddha

Setelah berkata, “Anak-Ku Kassapa, duduklah. Aku akan memberikan warisan kepadamu,” Buddha memberikan tiga nasihat kepada Thera (seperti yang tertulis dalam Civara Sutta dari Kassapa Saÿyutta):

“Kassapa, engkau harus berlatih dengan pikiran: ‘Aku akan selalu berdiam dalam hirã dan ottappa dalam berhubungan dengan para bhikkhu yang lebih senior, atau lebih junior, atau yang memiliki umur yang sama.’”

“Kassapa, engkau harus berlatih dengan pikiran: ‘Aku akan mendengarkan semua ajaran kebaikan. Aku akan mendengarkan dengan penuh perhatian semua ajaran itu, dengan penuh hormat merenungkannya dan mengingatnya.’”

“Kassapa, engkau harus berlatih dengan pikiran: ‘Perhatian atas badan jasmani (kàyagatà-sati) yang disertai dengan kebahagiaan (sukha) tidak akan meninggalkan aku!’”

Buddha memberikan tiga nasihat ini. Thera Kassapa juga menerimanya dengan penuh hormat. Tiga nasihat ini merupakan penahbisan bagi Thera. Penahbisan dengan cara ini hanya diterima olah Yang Mulia Mahà Kassapa sendiri dalam masa pengajaran Buddha, yang dikenal sebagai ovàda-pañiggahaõa upasampadà, ”penahbisan melalui penerimaan atas nasihat Buddha”.

(Buddha menahbiskan Thera Kassapa menjadi bhikkhu dengan tiga nasihat ini. Nasihat pertama, “Anak-Ku Kassapa, engkau harus mengembangkan dua kebajikan utama hirã dan ottappa saat engkau bertemu dengan tiga kelompok bhikkhu, yang lebih senior dalam hal usia maupun penahbisan, yang lebih junior, dan yang sama denganmu.” Dengan nasihat pertama ini, Thera Kassapa diajarkan untuk melenyapkan kesombongan dalam hal kelahiran, karena ia berasal dari kasta brahmana.)

(Nasihat kedua, “Anak-Ku, sewaktu engkau mendengarkan ajaran suci engkau harus penuh hormat dan penuh perhatian dengan menjulurkan kedua telingamu, telinga kebijaksanaan dan telinga jasmani, dalam tiga tahap pengajaran, pada awal, pada pertengahan, dan pada akhir.” Dengan nasihat ini, Thera Kassapa diajarkan untuk melenyapkan keangkuhan yang muncul karena pengetahuannya yang luas, karena ia adalah orang yang sangat cerdas.)

(Nasihat ketiga, “Anak-Ku Kassapa, engkau harus berusaha untuk tidak melepaskan Jhàna Pertama dari proses batinmu, Jhàna yang disertai oleh perasaan bahagia (sukha vedanà) yang berasal dari perhatian terhadap badan jasmani (kàyagatà-sati) dan objek-indria napas masuk dan keluar (ànàpàna àrammaõa).” Dengan nasihat ketiga ini, Thera diajarkan untuk melepaskan cinta diri dan kemelekatan atas diri sendiri (taõhà-lobha) yang berasal dari kepribadian yang kuat (upadhi), karena ia sangat tampan.)

Setelah menahbiskan Thera Kassapa menjadi bhikkhu dengan memberikan nasihat di bawah pohon banyan Bahuputtaka, Buddha pergi dan melakukan perjalanan bersama Thera mulia sebagai pengikut-Nya. Buddha memiliki tiga puluh dua tanda-tanda makhluk luar biasa di tubuh-Nya dan terlihat megah dan agung, Thera Kassapa terlihat agung dengan tujuh tanda. Thera Kassapa mengikuti persis di belakang Buddha bagaikan sebuah perahu kecil yang mengikuti perahu emas besar. Setelah menempuh jarak tertentu, Buddha berbelok dari jalan utama dan memberikan isyarat bahwa Beliau ingin duduk di bawah pohon. Mengetahui bahwa Guru ingin duduk, Thera melipat empat jubah luarnya (yang halus) dan menghamparkannya dan berkata, “Buddha Yang Agung, silakan Buddha Yang Agung duduk di sini. Perbuatan Buddha duduk di sini akan memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan kepadaku dalam waktu yang lama.”

Bertukar Jubah

Setelah duduk beralaskan jubah luar yang dilipat empat, Buddha meraba tepi jubah itu dengan tangannya yang berwarna seperti teratai mekar dan berkata, “Anak-Ku Kassapa, jubah luarmu ini terbuat dari sehelai kain tua yang sangat halus!”

(‘Mengapa Buddha mengucapkan kata-kata pujian?’ Jawabannya: Karena Beliau ingin bertukar jubah dengannya.

‘Mengapa Buddha ingin bertukar jubah?’ Jawabannya: Karena Beliau ingin menetapkan posisi Thera sebagai pengganti Beliau.

Bukankah penetapan posisi itu juga diberikan kepada Sàriputta dan Thera Moggallàna?’ Jawabannya: Ya, mereka juga, tapi Buddha berpikir: ‘Mereka berdua tidak berumur panjang. Mereka akan mencapai Parinibbàna sebelum diri-Ku. Akan tetapi, Kassapa, akan hidup hingga usia seratus dua puluh tahun. Empat bulan setelah Aku Parinibbàna, di dalam gua di mana tumbuh pohon sattapanni, ia akan mengadakan sidang (saïgàyanà) untuk membacakan dan menyepakati Dhamma dan Vinaya; ia akan melakukan sesuatu untuk Pengajaran-Ku sehingga dapat bertahan selama lima ribu tahun.’ Buddha juga berpendapat bahwa ‘Jika Aku menempatkannya di posisi-Ku, para bhikkhu akan mematuhinya.’ Demikianlah keinginan Buddha untuk menetapkan posisi Thera dalam posisi Beliau. Karena alasan itulah Buddha ingin bertukar jubah dan karena keinginan itulah Buddha memuji Mahà Kassapa.)

Jika seseorang dengan penuh kekaguman menyatakan kualitas baik dari mangkuk atau jubah, sudah menjadi kebiasaan bagi Thera mulia untuk menjawab, “Silakan terima mangkuk ini, Yang Mulia,” atau “Silakan terima jubah ini, Yang Mulia,” Oleh karena itu, mengetahui isyarat bahwa ‘Buddha Yang Agung ingin mengenakan jubah luarku, karena ia memuji kehalusannya,’ Thera berkata, “Buddha Yang Agung, sudilah Yang Mulia mengenakan jubah luar ini.” “Anak-Ku Kassapa, jubah apa yang akan engkau pakai kalau begitu?” Buddha bertanya. “Jika aku boleh memiliki jubah yang Engkau pakai, aku akan memakainya,” jawab Thera. Kemudian Buddha berkata, “Anak-Ku Kassapa, dapatkah engkau melakukan hal itu? Jubah ini yang terbuat dari potongan kain usang yang sudah sangat tua karena telah lama Kupakai. Sesungguhnya, saat Aku memungut kain itu, pada hari itu terjadi gempa bumi yang berguncang hingga ke bawah batas air. Mereka yang kurang mulia tidak akan mampu mengenakan jubah usang ini. Hanya mereka yang selalu berdiam di dalam praktik Dhamma dan mereka yang secara alami memiliki kemuliaan itu yang layak memakainya.” Setelah berkata demikian Buddha menyerahkan jubah-Nya kepada Thera Kassapa. Setelah bertukar jubah, Buddha memakai jubah Thera dan Thera memakai jubah Buddha. Pada waktu itu terjadi gempa bumi dahsyat yang berguncang hingga ke bawah batas air seolah-olah mengatakan, “Buddha Yang Agung, Engkau telah melakukan suatu hal yang sangat sulit dilakukan. Tidak pernah ada sebelumnya seorang Buddha menyerahkan jubah-Nya kepada siswa-Nya. Aku tidak dapat menahan kemuliaan-Mu.”

Pencapaian spiritualitas dan gelar Etadagga

Pada Yang Mulia Thera Kassapa, tidak pernah ada keangkuhan muncul dalam dirinya karena mendapatkan jubah Buddha; ia tidak pernah berpikir, “Sekarang aku mendapatkan jubah yang sebelumnya digunakan oleh Buddha; aku tidak perlu lagi berusaha untuk mencapai Jalan dan Buah yang lebih tinggi.” Sebaliknya, ia bertekad untuk melatih tiga belas praktik keras (dhutaïga) dengan gembira seperti yang diajarkan oleh Buddha. Karena ia berusaha keras dalam mengembangkan praktik Dhamma pertapaan, hanya tujuh hari ia menjadi seorang awam dan pada hari kedelapan, saat dini hari, ia mencapai Kearahattaan lengkap dengan empat Pengetahuan Analitis (Pañisambhidà-Magga ¥àna).

Dengan Thera ini sebagai teladan, Buddha membabarkan banyak khotbah seperti yang terdapat dalam Nidànavagga Kassapa Samyutta.

Buddha memuji Thera dalam banyak sutta seperti Cand’åpama-Sutta, di mana Buddha mengatakan, “Kassapo bhikkhave candåpamo kulàni upasaïkamati” “Para bhikkhu, Thera Kassapa mendekati penyumbangnya yang terdiri dari empat golongan dengan mengendalikan perbuatan, perkataan, dan pikirannya bagaikan bulan, yaitu, dengan terbebas dari perbuatan, ucapan, dan pikiran yang kasar, ia mendekati penyumbangnya.” Selanjutnya Buddha menganugerahkan gelar Etadagga dengan memuji praktik dhutaïga Thera mulia seperti tertulis dalam Kassapa Saÿyutta dengan ucapan:

“Etadaggam bhikkhave mama sàvakànam bhikkhånam dhutavàdànam yadidam Mahàkassapo.”

“Para bhikkhu, di antara para bhikkhu siswa-Ku, yang mempraktikkan dan menasihati yang lainnya untuk mempraktikkan dhutanga yang mulia yang meruntuhkan kotoran moral (kilesa), Thera Kassapa adalah yang terbaik.”

Sumber : Buddhavamsa (Riwayat Agung Para Buddha)

21
Chan atau Zen / Film tentang Bodhidharma (Sesepuh Chan China Pertama)
« on: 22 November 2008, 03:43:19 PM »

22
Chan atau Zen / Chan / Zen (Gerbang tanpa Gerbang) oleh Master Sheng Yen
« on: 05 November 2008, 05:19:24 PM »
Bagian Pertama

Spirit Chan

Kata Pengantar

Sebagai sebuah jendela tentang dunia Zen Cina (Chan), buklet ini merupakan ringkasan pemikiran Buddhist Chan dari bahan bahan ajaran Master Sheng Yen, baik yang sudah dipublikasikan maupun yang belum. Ini diterbitkan dengan harapan bisa memberi kepada para pemula dan masyarakat umum suatu perspektif baru yang segar tentang pengertian-pengertian : "diri", "pikiran", hubungan antara pribadi serta interaksi-interaksi kita di dunia. Pelajar dari penganut aliran spiritual atau dari tradisi Buddhist lain akan memperoleh sebuah pedoman yang bermanfaat guna memahami ide dasar dan metode metode Chan.
Spirit Chan adalah sebuah kupasan singkat padat tentang asal usul dan perkembangan Buddhisme Chan; merupakan pula suatu pengantar untuk prinsip prinsip serta perspekt if pokok dari teori dari praktek Buddhist Chan. Dua metode meditasi khusus Chan yang berasal dari tradisi Caodong dan Linji diterangkan secara jelas dan inspiratif, beserta pula sebuah metode sehari hari yang berguna untuk merilekskan tubuh dan pikiran kita.

Master Sheng-yen, penulis buku ini, adalah mutiara hidup di dunia Buddhist kontemporer. Disamping pengetahuannya yang sangat luas tentang kitab-kitab, pengalamannya sendiri dalam kebijaksanaan (wisdom) sang Buddha, konsistensinya pada Sila, usahanya memajukan pendidikan Buddhist, serta ikrar dan dedikasinya untuk "membangun dunia ini menjadi sebuah tanah Sukhavati., menggambarkan karakternya yang unik dan penting. Beliau adalah salah satu master (guru) generasi terakhir yang datang dari Timur untuk mengajarkan Buddhisme di Barat.

Kata-katanya yang jernih telah menyentuh dan membantu banyak orang di seluruh penjuru dunia. Demi kepentingan mereka semua yang ingin mulai menapaki jalan pencerahan - semoga buklet ini bisa mempersembahkan terang serta petunjuk arah.

23

Sampai dengan jam 10.00 WIB tgl 5 Nov, Yahoo news melaporkan Obama berhasil memenangkan 195 electorale collage (dari jumlah 270 yang harus didapatkan untuk memenangkan pemilihan). Kemudian dari analisa state per state (wilayah per wilayah) yang belum final, Obama sementara memimpin di wilayah Florida (27 suara), North Caroline (15 suara), Iowa (7suara) dan Colorado (5 suara) yang pada pemilu 2004 lalu dimenangkan oleh kubu Republik (Bush/McCain).

Sedangkan untuk wilayah Washington (11 suara), Oregon (7 suara) dan California (55 suara) secara tradisi menjadi milik Demokrat (Obama)... Jika skenario ini tidak berubah, maka

Obama akan mendapatkan tambahan 27+15+7+5+11+7+55 = 127 suara, sehingga total electorale college yang didapatkan OBAMA adalah 326 suara (hanya butuh 270 suara untuk memenangkan pemilihan).

Tanpa mendahului keseluruhan proses pemilihan, dari ANALISA STATE PER STATE yang SEDANG BERLANGSUNG maka

BARACK OBAMA IS THE PRESIDENT OF UNITED STATES.

24
Diskusi Umum / 84.000 pintu Dharma ?
« on: 05 September 2008, 10:25:54 PM »
Apakah benar benar ada 84.000 pintu dharma ?? seolah olah bahwa pintu dharma itu bisa didekati dari 84.000 cara.

Apa yang dimaksud dengan 84.000 itu ?? Dari salah satu sumber, saya mendapatkan bahwa
Yang dimaksud tidak lain adalah jumlah materi induk topik, sutta, gatha, pertanyaan , jawaban yang diberikan Sang Buddha. Dalam Vinaya terdapat 21.000 pokok Dhamma, dalam Sutta terdapat 21.000 pokok Dhamma, dan dalam Abhidhamma terdapat 42.000 pokok Dhamma. Jadi keseluruhan berjumlah 84.000 pokok Dhamma.

Dalam Theragatha, Khuddaka Nikâya, Sutta Pitaka terdapatlah pernyataan Y.A Ânanda dalam bentuk syair:
”DVASÎTI BUDDHATO GANHAM DYE SAHASSÂNI BHIKKHUTO
CATURÂSITISAHASSÂNI YE ME DHAMMA PAVATINNO”
”Dari semua Dhamma yang Saya hafalkan, 82.000 Dhammakhandha Saya pelajari langsung dari Sang Buddha sendiri; sedangkan 2.000 Dhammakhandha dari para bhikkhu, sehinga seluruhnya berjumlah 84.000 Dhammakhandha. ”

ISTILAH 84.000 pintu Dharma ini yang sering dipergunakan oleh "PIHAK-PIHAK" tertentu untuk menjustifikasi ajaran mereka sebagai salah satu "PINTU" dharma.

25
Kafe Jongkok / yang masukin shella m ke penjara ternyata roger
« on: 03 September 2008, 11:18:41 PM »
berdasarkan info dari saksi mata yang berada di tempat kejadian perkara, waktu polisi sudah nyampe di depan pintu kamar shella m yang akan di gerebek .... polisi berbicara lewat HT-nya dan bilang

" roger, roger .... sesuai informasi dari saudara kami siap melaksanakan penggrebekan .... roger "

serius amat bacanya he he he he ...

26
Koleksi lagu buddhis dan paritta saya (dalam format mp3)

1. Namo Amitabha (Imee Ooi) 36 MB (Megabyte)
2. Arya Ekadasa Mukha Dharani (Imee Ooi) 17 MB, sering dianggap dengan Ta Pei Cou versi Sanskrit yang pendek
3. Mantra of Kunrig (Buddha Vairochana Mantra, Tibetan Version) 24 MB
4. Buddha Visesa (Lantunan paritta suci dari bhikkhu di Vihara Wat phra kaeow, Thailand) 19 paritta total 41 MB
5. Chant of Metta (no translation) Imee Ooi 37 MB
6. Chant of Metta (Mandarin Translation) Imee Ooi 37 MB
7. Chant of Metta (English Translation) Imee Ooi 25 MB
8. Diamond Sutra (Sutra Intan / Vajracheddika Prajnaparamita Sutra / Cing Kang Cing) Imee Ooi total 8 files 48 MB
9. Green Tara Dharani (Imee Ooi) 27 MB
10. Jina Jaya Panjara Pannasara Gatha 4 MB
11. Namo Kwan Se Im Pu Sa (Imee Ooi) 38 MB
12. Usnisa Vijaya Dharani (Fuk Ting Cung Sen To Lo Ni Cing) Imee Ooi 26 MB
13. Prajna Paramita Hrdaya Sutra (Imee Ooi) 24 MB
14. Mantra of Great Compassionate (Ta Pei Cou) Imee Ooi 28 MB
15. Medicine Buddha Dharani (Bhaisjayaguru Buddha Dharani) Imee Ooi 18 MB
16. Namo Amitabha (Unknown version) 11 MB
17. Namo Amitabha (2nd Version of Imee Ooi) 54 MB
18. Jaya Mangala Gatha (Imee Ooi) 9 MB
19. Mi Tuo Ching (Complete) 58 MB
20. Namo Tassa Bhagavato Arahato SammaSambuddhasa 3 MB
21. Nilakantha Dharani (Imee Ooi) 11 MB
22. Sin Ching (Prajna Paramita Hrdaya Sutra / Sutra Hati) Imee ooi 11 MB
23. Om Mani Padme Hum (Unknown version) 22 MB
24. Om Mani Padme Hum (Unknown version) 34 MB
25. Om Mani Padme Hum (Tibetan Music) 33 MB
26. Ratana Sutta (Imee Ooi) 25 MB
27. Namo Amitabha (Imee Ooi - Ten Short Dharani Version) 22 MB
28. Om Mani Padme Hum (Imee Ooi - Ten Short Dharani Version) 23 MB
29. Maha Cundi Dharani (Imee Ooi - Ten Short Dharani Version) 39 MB
30. Dharani of Sri Devi (Imee Ooi - Ten Short Dharani Version) 41 MB
31. Ta Pei Cou (Usual Version) 27 MB
32. Ti Sarana (Imee Ooi) 23 MB
33. Narasiha Gatha (Imee Ooi) 25 MB
34. White Tara Mantra 3 MB
35. Five Words Mantra of Manjustri Bodhisatva (Imee Ooi) 16 MB
36. Mantra of Manjusri Bodhisatva (Imee Ooi) 16 MB

27
Diskusi Umum / Siddharta Lahir bukan pada tahun 623 SM ??
« on: 28 August 2008, 11:15:06 PM »
Dari reply thread sdr.Gandalf, dikatakan bahwa sejarahwan sekarang menyatakan bahwa Siddharta lahir bukan pada tahun 623 SM, tetapi 563 SM...

Bagaimana pendapat dari rekan rekan yang lain ?? Ada sumber yang kredibel tentang hal ini ?

28
Theravada / Sidang Sangha (Konsili) I
« on: 22 August 2008, 01:20:55 AM »
Yang Mulia ânanda Mencapai Kesucian Arahatta
Karena pencapaian Kearahattaan Yang Mulia ânanda berhubungan dengan sidang Pertama, kita akan membahas peristiwa tersebut merujuk pada Komentar Sãlakkhandha Vagga (Dãgha Nikàya) tentang topik ini.

Setelah menjalani misi-Nya tanpa mengenal lelah dalam memberikan Pembebasan kepada mereka yang layak, dimulai dari Khotbah Pertama, Dhammacakka, hingga khotbah terakhir kepada Petapa Subhadda, Buddha meninggal dunia di bawah pohon sàla kembar di taman para pangeran Malla di dekat Kusinàrà di tahun 148 Mahà Era. Pelenyapan total Buddha, tanpa menyisakan kelompok-kelompok kehidupan, terjadi pada hari purnama bulan Mei, dini hari. Para Pangeran Malla melakukan upacara pemakaman selama tujuh hari dengan meletakkan bunga dan wewangian di sekitar jenazah Buddha untuk menghormati Beliau. Seminggu ini disebut ‘Minggu Perayaan Pemakaman’.

Setelah perayaan tersebut, jenazah Buddha diletakkan di atas tumpukan kayu pemakaman tetapi tidak dapat terbakar meskipun para Pangeran Malla telah berusaha keras. Hanya pada hari ketujuh, setelah Yang Mulia Mahà Kassapa tiba dan memberi hormat, jenazah Buddha terbakar dengan sendirinya, sesuai kehendak Buddha sebelumnya. Minggu kedua itu disebut ‘Minggu Pembakaran’.

Setelah relik-relik Buddha dihormati oleh para Pangeran Malla selama tujuh hari dengan mengadakan perayaan, mereka menempatkan pengawal bertombak berlapis-lapis untuk mengamankan perayaan tersebut. Minggu ketiga itu disebut ‘Minggu Penghormatan Relik’.

Setelah tiga minggu berlalu, pada tanggal lima bulan deññha (Mei-Juni) dilakukan pembagian relik-relik Buddha (yang dipimpin oleh Brahmana Doõa, seorang guru brahmana). Pada hari itu terdapat kumpulan yang terdiri dari tujuh ratus ribu bhikkhu (di Kusinàrà). Pada pertemuan itu, Yang Mulia Mahà Kassapa teringat kata-kata tidak sopan yang dilontarkan oleh Subhadda, seorang bhikkhu tua yang melakukan perjalanan bersama Yang Mulia Mahà Kassapa dari Pàvà menuju Kusinàrà, pada hari ketujuh setelah Buddha meninggal dunia. Bhikkhu tua itu berkata kepada para bhikkhu yang meratapi kematian Buddha, “Teman-teman, jangan bersedih, jangan meneteskan air mata sia-sia. Karena mulai sekarang kita telah bebas dari kezaliman Bhikkhu Gotama yang selalu memerintah kita, ‘Ya, ini baik bagi seorang bhikkhu’, atau ‘Tidak, ini tidak baik bagi seorang bhikkhu.’ Sekarang kita bebas melakukan apa yang kita inginkan, dan tidak melakukan apa yang tidak kita inginkan.”

Lebih jauh lagi, Yang Mulia Mahà Kassapa melihat bahwa ajaran Buddha yang terdiri dari Tiga Ajaran Baik akan lenyap dengan mudah setelah kematian sumbernya, karena bhikkhu-bhikkhu jahat tidak menghormati sabda-sabda Buddha saat Buddha tidak ada lagi, dan jumlah mereka akan terus bertambah. Baik sekali jika para bhikkhu dikumpulkan dan membacakan semua Dhamma dan Vinaya yang diwariskan oleh Buddha.
Dengan demikian, Tiga Ajaran Baik akan bertahan lama. Demikianlah Yang Mulia Mahà Kassapa merenungkan.

Kemudian ia juga teringat akan pengakuan istimewa Buddha terhadapnya. “Buddha telah bertukar jubah luar-Nya denganku. Ia telah menyatakannya kepada para bhikkhu, ‘Para bhikkhu, dalam hal berdiam dalam Jhàna Pertama, Kassapa sebanding dengan-Ku; dan seterusnya,’ demikianlah ia memuji kekuatanku dalam pencapaian Jhàna dan juga Jhàna-Jhàna yang lebih tinggi, merangkul sembilan pencapaian Jhàna dengan berdiam dalam masing-masing tingkatannya, serta lima kekuatan batin. Juga, Bhagavà sambil berdiri di angkasa, dan melambaikan tangan-Nya, menyatakan, bahwa dalam hal Pembebasan diri dari empat jenis pengikut, Kassapa tidak ada tandingannya,’ dan ‘bahwa dalam hal sikap seimbang, Kassapa berperilaku bagaikan bulan.’ Kata-kata pujian ini sungguh tidak ada bandingnya. Aku harus bertindak sesuai kemuliaan itu dengan mengadakan sidang Saÿgha untuk membacakan Dhamma dan Vinaya untuk melestarikannya.”

“Bagaikan seorang raja yang mengangkat putra tertuanya sebagai pewaris tahta, menganugerahkan perlengkapan kerajaan dan kekuasaannya kepada putranya dengan pandangan untuk melestarikan kedaulatannya, demikian pula, Bhagavà telah memujiku secara berlebihan karena melihat bahwa, aku, Kassapa, akan mampu melestarikan ajaran-Nya.”

Setelah merenungkan demikian, Yang Mulia Mahà Kassapa menceritakan kepada perkumpulan bhikkhu tersebut tentang kata-kata tidak sopan yang dilontarkan oleh Subhadda, si bhikkhu tua (seperti telah disebutkan di atas) dan mengajukan usul:
“Sekarang, teman-teman, sebelum noda-noda moral mendapatkan landasan dan menjadi gangguan bagi Dhamma, sebelum kejahatan mendapatkan landasan dan menjadi gangguan bagi Disiplin, sebelum para penganut noda-noda moral mendapatkan kekuatan, sebelum penganut Dhamma baik menjadi lemah, sebelum para penganut kejahatan mendapatkan kekuatan, sebelum penganut Disiplin menjadi lemah, marilah kita membacakan Dhamma dan Vinaya dengan suara bulat dan melestarikan-Nya.”

Mendengar usulannya itu, kumpulan bhikkhu itu berkata kepadanya, “Yang Mulia Kassapa, silakan Yang Mulia memilih para bhikkhu untuk membacakan Dhamma dan Vinaya.” Yang Mulia Mahà Kassapa kemudian memilih empat ratus sembilan puluh sembilan Arahanta yang telah menghafal Tiga Piñaka, dan kebanyakan mereka juga memiliki empat Pengetahuan Analitis, Tiga Vijjà dan Enam Kekuatan Batin, dan dinyatakan oleh Bhagavà sebagai bhikkhu terbaik.

(Pemilihan empat ratus sembilan puluh sembilan bhikkhu menunjukkan bahwa satu telah disediakan untuk Yang Mulia ânanda. Alasannya adalah bahwa pada saat itu Yang Mulia ânanda belum mencapai kesucian Arahatta, dan masih melatih diri untuk menjadi seorang Arahanta. Tanpa ânanda tidaklah mungkin mengadakan sidang karena ia telah mendengarkan semua sabda Buddha yang terdiri dari Lima Nikàya atau kumpulan, Sembilan Aïga atau bagian, dan istilah-istilah dalam Dhamma yang berjumlah delapan puluh empat ribu.

Mengapa ânanda tidak dimasukkan dalam daftar pembaca oleh Yang Mulia Mahà Kassapa? Alasannya adalah bahwa Yang Mulia Mahà Kassapa ingin menghindari kritik bahwa ia pilih kasih terhadap ânanda karena masih ada Arahanta lain yang memiliki Empat Pengetahuan Analitis seperti ânanda sedangkan ânanda masih seorang sekkha, seorang yang masih melatih diri untuk mencapai Kearahattaan.

Kritik itu mungkin terjadi, mempertimbangkan fakta bahwa Yang Mulia Mahà Kassapa dan ânanda sangat akrab. Yang Mulia Mahà Kassapa memanggil ânanda dengan sebutan ‘anak muda ini’ padahal Yang Mulia ânanda berumur hampir delapan puluh tahun dengan rambut yang sudah memutih. (Baca Kassapa Saÿyutta, Cãvara Sutta, Nidàna Vagga). Lebih jauh lagi, Yang Mulia ânanda adalah seorang pangeran Sakya dan sepupu pertama Buddha. Karena alasan itu, walaupun Yang Mulia Mahà Kassapa mengetahui bahwa ânanda pasti terlibat dalam proyek pembacaan itu, ia menunggu persetujuan umum dari kumpulan itu untuk memilih ânanda.)

Ketika Yang Mulia Mahà Kassapa memberitahu kumpulan itu bahwa ia telah memilih empat ratus sembilan puluh sembilan Arahanta untuk tujuan itu, kumpulan itu sepakat mengusulkan Yang Mulia ânanda meskipun ia masih seorang sekkha. Mereka berkata, “Yang Mulia Mahà Kassapa, walaupun Yang Mulia ânanda masih seorang sekkha, ia bukanlah seorang yang dapat salah menilai. Terlebih lagi, ia adalah bhikkhu yang paling banyak belajar dari Buddha baik dalam hal Dhamma dan Vinaya.” Kemudian Yang Mulia Mahà Kassapa memasukkan ânanda dalam daftar pembaca. Demikianlah ada lima ratus pembaca yang dipilih dengan persetujuan kumpulan itu.

Kemudian mereka mempertimbangkan lokasi pembacaan itu.

29
Theravada / Thera Bàhiya Dàrucãriya
« on: 22 August 2008, 12:55:36 AM »
(27) Thera Bàhiya Dàrucãriya
(Nama asli bhikkhu ini adalah Bàhiya yang adalah nama negeri di mana ia dilahirkan. Kemudian ia lebih dikenal sebagai Bàhiya Dàrucãriya, ‘Bàhiya-berpakaian-serat’, karena ia memakai serat kayu sebagai pakaiannya, peristiwa itu akan diceritakan di bawah ini.)

(a) Cita-cita masa lampau
Bakal Bàhiya Dàrucãriya terlahir dalam sebuah keluarga kaya di Kota Haÿsàvatã pada masa kehidupan Buddha Padumuttara, seperti kebiasaan para bakal Siswa Besar lainnya, ia mengunjungi vihàra dan sewaktu mendengarkan khotbah ia menyaksikan seorang bhikkhu yang oleh Buddha dinyatakan sebagai yang terbaik di antara mereka yang mencapai Pencerahan dalam waktu singkat. Ia bercita-cita untuk meniru bhikkhu tersebut dan karena itu setelah memberikan persembahan besar ia mengungkapkan cita-citanya di hadapan Buddha untuk mencapai posisi itu pada masa depan. Buddha melihat bahwa cita-citanya itu akan tercapai dan mengucapkan ramalan.
Bermeditasi di Puncak Gunung
Orang kaya itu melakukan banyak kebajikan seumur hidupnya dan saat meninggal dunia, ia terlahir di alam dewa dan alam manusia silih berganti. Pada masa memudarnya ajaran Buddha Kassapa, ia dan sekelompok bhikkhu yang berwatak sama pergi ke puncak sebuah gunung yang tinggi dan curam dan bermeditasi si puncak gunung tersebut (seperti pada kisah Yang Mulia Dabba di atas). Berkat moralitasnya yang suci, ia terlahir kembali di alam dewa saat meninggal dunia.

(b) Kehidupan pertapaan dalam kehidupan terakhir
Pada masa antara dua Buddha (yaitu antara Buddha Kassapa dan Buddha Gotama), ia berada di alam dewa. Menjelang kemunculan Buddha Gotama, ia terlahir kembali dalam sebuah keluarga kaya di Negeri Bàhiya. Setelah dewasa, ia menikah dan melakukan perjalanan laut menuju Suvaõõabhåmi untuk suatu urusan dagang. Kapal yang ia tumpangi hancur oleh badai di laut dan semua orang kecuali dia, tewas dan menjadi makanan ikan dan kura-kura.
Sedangkan dirinya, karena harus mengarungi saÿsàra dalam kehidupan terakhirnya, ia bertahan hidup dengan berpegangan pada selembar papan dari kapal yang hancur tersebut selama tujuh hari. Ia dihanyutkan oleh ombak hingga mencapai pantai di Kota pelabuhan Suppàraka. Sebelum berjumpa dengan orang-orang lain, ia menutupi tubuhnya yang telanjang. Ia mengambil tanaman-tanaman air dari sebuah waduk dan menyelimuti tubuhnya. Kemudian ia menggunakan sebuah kendi tua yang sudah usang sebagai mangkuk untuk menerima makanan.
Penampilannya yang mengenaskan menarik perhatian banyak orang. “Jika ada seorang Arahanta di dunia ini, maka dia adalah Arahanta itu!” Begitulah mereka berbicara mengenainya. Mereka menganggap orang itu (orang suci menurut penilaian mereka) sedang menjalani praktik yang keras, dan menolak mengenakan pakaian yang pantas. Untuk membuktikan penilaian mereka itu, mereka memberikan pakaian baik kepadanya. Tetapi Bàhiya berpikir, “Orang-orang ini menerimaku karena pakaianku ini. Lebih baik aku tetap berpakaian seperti ini sehingga mereka tetap menghormatiku.” Karena itu ia menolak pakaian baik yang mereka berikan. Para penduduk menjadi lebih menghormatinya dan memberikan persembahan berlimpah kepadanya.
Setelah memakan makanannya, yang diterimanya dari para penduduk, Bàhiya masuk ke dalam sebuah cetiya tradisional. Para penduduk mengikutinya ke sana. Mereka membersihkan tempat itu untuk dijadikan tempat tinggalnya. Bàhiya kemudian berpikir, “Karena penampilan luarku, orang-orang ini menunjukkan penghormatan tinggi kepadaku. Hal ini mengharuskanku untuk hidup sesuai penghormatan mereka. Aku harus tetap menjadi seorang petapa yang baik dan benar.” Ia mengumpulkan serat dari kayu dan, menjahitnya dengan benang ikat, kemudian memakainya sebagai pakaian buatan sendiri. (Sejak saat itu, ia mendapat julukan ‘Bàhiya-Dàrucãriya, Bàhiya-berpakaian-serat-kayu.’)

Teguran Brahmà
Dari tujuh bhikkhu yang bermeditasi Pandangan Cerah di puncak gunung yang curam pada akhir masa pengajaran Buddha Kassapa, bhikkhu kedua mencapai Anàgàmã-Phala dan terlahir kembali di Alam Suddhàvàsa. Segera setelah terlahir di alam brahmà itu, ia mengingat kehidupan lampaunya dan mengetahui bahwa dia adalah satu di antara tujuh bhikkhu yang bermeditasi di puncak gunung yang curam dan yang pertama telah mencapai Kearahattaan dalam kehidupan itu, dari lima bhikkhu lainnya, ia melihat bahwa mereka semuanya terlahir di alam dewa.
Sekarang, salah satu di antara mereka telah menjadi Arahanta palsu di Suppàraka dan hidup mengandalkan kepercayaan para penduduk di sana, ia merasa adalah tugasnya untuk menegur temannya itu untuk berada di jalan yang benar. Ia merasa kecewa, karena Bàhiya Dàrucãriya dalam kehidupan lampaunya sebagai bhikkhu adalah seorang yang memegang teguh prinspi-prinsip moralitas, bahkan menolak makanan yang dikumpulkan oleh Arahanta temannya. Ia juga ingin menarik perhatian Bàhiya kepada kemunculan Buddha Gotama di dunia ini. Ia berpikir untuk membangkitkan semangat religius pada teman lamanya itu dan seketika ia turun dari alam brahmà dan muncul di depan Bàhiya Dàrucãriya dengan segala kemegahannya.
Bàhiya Dàrucãriya tiba-tiba melihat cahaya gilang-gemilang dan segera keluar dari kamarnya. Ia melihat brahmà itu dan setelah merangkapkan kedua tangannya, ia bertanya, “Siapakah engkau, Tuan?” “Aku adalah teman lamamu. Menjelang akhir masa Buddha Kassapa, aku adalah satu dari tujuh bhikkhu termasuk dirimu, yang pergi ke puncak gunung yang curam dan berlatih meditasi Pandangan Cerah. (Aku mencapai Anàgàmã-Phala, dan terlahir kembali di alam brahmà. Yang tertua di antara kita menjadi seorang Arahanta dan telah meninggal dunia dari kehidupannya itu. Lima orang lainnya, setelah meninggal dunia, terlahir kembali di alam dewa. Aku datang untuk menegurmu agar tidak hidup mengandalkan kepercayaan salah para penduduk.”

O Bàhiya: (1) Engkau bukan seorang Arahanta; (2) Engkau belum mencapai Arahatta-Magga; (3) Engkau bahkan belum memulai latihan menuju Kearahattaan. (Engkau belum melakukan sedikit pun praktik benar untuk mencapai Kearahattaan.) Buddha sekarang telah muncul di dunia ini, dan sedang berdiam di Vihàra Jetavana di Sàvatthã. Aku harap engkau pergi dan menjumpai Bhagavà.” Setelah menegurnya demikian, brahmà itu kembali ke alamnya.


30
The Indian Transmission

Shakyamuni Buddha
Mahakashyapa
Ananda
Madyatnika
Sansavasa
Upagupta
Dhrtaka
Micchaka
Vasumitra
Buddhanandi
Buddhamitra
Parsva
Punyayasas
Asvaghosa
Kapimala
Nagarjuna
Kanadeva
Rahulata
Sanghanandi
Gayasta
Kumarata
Jayata
Vasubandhu
Manorhita
Haklenayasas
Aryasimha
Basiasita
Punyamitra
Prajnatara

 

 

The Chinese Transmission
The Six Ancestors

Bodhidharma
Dazu Huike
Jianshi Sengcan
Dayui Daoxin
Daman Hongren
Dajian Huineng (to Nanyue Huairan & Qingyuan Xingsi)

 

The Rinzai Line

Nanyue Huairan
Mazu Daoyi
Baizhang Huaihai
Huanbo Xiyun
Linji Yixuan
Xianghua Cunjiang
Nanyuan Huiyong
Fengxue Yanzhao
Shoushan Xingnian
Daizi Yuanshan
Ciming Chuyuan
Yangqi Fanghui
Baiyun Shouduan
Wucu Fayan
Huanwu Keqin
Xuqiu Shaolong
Yingan Tanhua
Mian Xijie
Boan Zuxian
Wuzhuan Shifan
Xueyan Huilang
Jian Zongxin
Shishi Qingong (to Tae-Ko Bo-Wu in the Korean Transmission)

 

 

The Soto Line

Qingyuan Xingsi
Shitou Xiqian
Yaoshan Weiyan
Yunyan Tangsheng
Dongshan Liangjie
Yunju Daoying
Tongan Daopi
Tongan Guanshi
Liangshan Yuanguan
Dayang Jingxuan
Touzi Yiqing
Furong Daokai
Danxia Zichun
Zhenxie Qingliao
Tiantong Zongjue
Xuedou Zhijian
Tiantong Rujing (to Dogen in the Japanese transmission)

       

 

The Korean Transmission

 Tae-Ko Bo-Wu
Whan-Am Hon-Su
Ku-Gok Gak-Un
Byeok-Ke Joung-Shim
Byeok-Song Ji-Eom
Bu-Yong Yeong-Kwan
Cheong-Heo Hyu-Jeong
Pyeon-Yang Eong-Ki
Pung-Joung Heon-Shim
Weol-Dam Seol-je
Hwan-Seong Ji-An
Ho-Am Che-Jeong
Cheong-Bong Keo-An
Yul-Bong Cheong-Kwa
Keum-Heo Beop-Cheom
Young-Am He-Eon
Yeong-Weol Bong-Yul
Man-Hwa Bo-Seon
Kyong-Ho Seong-Wu
Man-Gong Weol-Myeon
Ko-Bong Gyeong-Uk
Seung-Sahn Haeng-Won
George Bomun Bowman

 

The Japanese Transmission

Eihei Dogen
Koun Ejo
Totsu Gikai
Keizan Jokin
Meiho Sotetsu
Shugen Dochin
Tetsuzan Shikaku
Keigan Eisho
Chuzan Ryohun
Gisan Tonin
Shogaku Kenryu
Kinen Horyu
Teishitsu Chisen
Kokei Shojun
Sesso Yuho
Kaiten Genju
Shuzan Shunsho
Chozan Genetsu
Fukushu Kochi
Meido Yuton
Hakuho Genteki
Gesshu Soko (to Manzan Dohaku & Tokuo Ryoko)
 

Dharma Cloud Lineage

Manzan Dohaku
Gekkan Giko
Daiyu Essho
Kegon Sokai
Shoun Taizui
Nichirin Togo
Sonno Kyodo
Sogaku Reido
Daishun Bengyu
Koho Hakugun
Keido Chisan
Jiyu Kennett

 

Three Treasures Lineage
     
Tokuo Ryoko
Hogan Soren
Sekiso Tesshu
Ryuko Ryoshu
Renzan Soho
Motsugai Shido
Gukei Youn
Kakusho Sodo
Daiun Sogaku
Hakuun Ryoko
Koun Yamada
Robert Aitken
John Tarrant

Pages: 1 [2] 3