Dhammarakkhita: beberapa kisah lainnyaKronologi Sri Lanka mencatat bahwa Yonaka Dhammarakkhita dan banyak dari para pengikutnya mengadakan perjalanan ke Sri Lanka untuk upacara pemberkahan perdana atas Stupa Besar.[240] Ini bukan perlakuan yang kita harapkan dari seorang pengikut ajaran yang bersifat memecah belah, tetapi seorang sesepuh yang dihormati dari tradisi itu.
Komentar Abhidhamma masih menggambarkan Dhammarakkhita, walau ia jauh, sebagai seorang guru yang dihormati. Berikut adalah uraian dengan kata-kata sendiri dari Dictionary of Pali Proper Names:
Punabbasukutumbikaputta Tissa Thera: Ia berasal dari Sri Lanka, dan menyeberang ke India, di mana ia belajar di bawah Yonaka Dhammarakkhita. Dalam perjalanan pulang melalui laut ia merasa ragu-ragu atas satu kata, dan kembali sepanjang jalan, seratus league, untuk berkonsultasi dengan gurunya. Di jalan dari pelabuhan ia menyebutkan kata itu pada seorang perumah tangga, yang begitu gembira terhadapnya sehingga ia memberikannya selembar selimut dan seratus ribu. Selimut ini Tissa berikan kepada gurunya, tetapi gurunya memotongnya dan menggunakannya sebagai kain bentangan, sebagai contoh kepada yang lain (untuk tidak menginginkan barang-barang mewah). Tissa menyelesaikan keragu-raguannya dan kembali ke Jambukola. Di sana, di Vālīkāvāma, ketika ia sedang menyapu halaman cetiya, para bhikkhu lain menanyainya pertanyaan-pertanyaan untuk menyusahkannya. Tetapi ia dapat menjawab semua pertanyaan ini, karena telah mencapai paṭisambhidā. VibhA. 389.
Hubungan antara Dhammarakkhita dan Abhidhamma juga diisyaratkan dalam teks pasca-kanonik mirip-Abhidhamma, Milindapañha. Teks ini, yang ada dalam beberapa versi, dengan terkenal mencatat (atau menemukan kembali) suatu dialog antara raja Yunani Milinda (Menander) dan bhikkhu Buddhis Nāgasena. Versi Pali memperkenalkan seseorang tertentu bernama Dhammarakkhita dalam suatu peran kunci. Nāgasena, setelah pelatihan awalnya, melakukan “perjalanan panjang” ke timur ke Aśokārāma di Pāṭaliputta untuk menerima ajaran dari “Dhammarakkhita”. Peristiwa ini tidak muncul dalam terjemahan Mandarin dari versi Sarvāstivāda. Umumnya disetujui bahwa versi Pali telah menjadi subjek perluasan, beberapa jelas tidak sesuai dengan sejarah.[241] Salah satu tujuan modifikasi ini adalah untuk menghubungkan kembali aksi dari teks ini dengan daerah penting Buddhis di timur. Demikianlah teks ini menyebutkan lima sungai; dalam versi Mandarin empat dari sungai-sungai ini berasal dari barat laut India, tetapi dalam Pali, semuanya ada di daerah timur.[242] Karena Milindapañha ditetapkan di barat laut, tampaknya mungkin bahwa para penyusun Pali ingin membawa aksi tersebut kembali lebih jauh ke timur, ke negeri-negeri yang mereka lebih familiar, dan yang memiliki pergaulan yang panjang dengan daerah penting Buddhis.
Tidak ada kebetulan bahwa kembalinya ini ke “vihara Aśoka”, pusat aksi dalam kisah Konsili Ketiga, dan bahwa di sini, dengan Dhammarakkhita sebagai guru, sehingga Nāgasena menjadi seorang Arahat. Tampaknya bahwa versi Pali, sementara memuliakan penyebaran Dhamma ke negeri-negeri asing, masih menyayangi tempat-tempat lama, dan membawa pahlawannya kembali ke daerah pedalaman untuk kejadian penting pencerahannya. Demikianlah penyisipan peristiwa Dhammarakkhita mungkin juga untuk membuat hubungan dengan “Dhammarakkhita orang Yunani” yang lebih baik untuk mengajar guru orang Yunani, Nāgasena? Tidak mungkin bahwa “Dhammarakkhita” yang sama dapat hidup di masa Aśoka dan Milinda, walaupun McEvilley menganggap ini mungkin.[243] Tetapi mempertimbangkan kurangnya perhatian terhadap historisitas yang ditunjukkan oleh para penyusun Pali, ini tidak mempengaruhi identifikasi dua orang Dhammarakkhita ini.
Demikianlah “Dhammarakkhita” tetaplah seorang sesepuh yang dihormati bagi Mahāvihāravāsin selama waktu yang panjang, yang dikenang dengan baik oleh mereka sebagai saudara jauh yang berhasil membawa Dhamma ke wilayah-wilayah Yunani. Ini sangat sesuai dengan naskah yang ada dan penunjukan prasasti pada Dharmaguptaka, yang terpusat di Gandhāra, yang lama berada di bawah kekuasaan orang Yunani.
Ajaran-Ajaran dan Teks-Teks DharmaguptakaPenyelidikan teks-teks dan gagasan-gagasan Dharmaguptaka menegaskan hubungan dekat mereka dengan Mahāvihāravāsin. Pertama-tama kita akan melihat bagaimana mereka digambarkan dalam sumber-sumber Mahāvihāravāsin.
Kathāvatthu Mahāvihāravāsin memberikan daftar ratusan poin perdebatan antara berbagai aliran. Namun, aliran-aliran ini tidak disebut namanya dalam teks, dan untuk menemukan siapa yang menganut pandangan-pandangan ini – atau setidaknya, siapakah yang diyakini Mahāvihāravāsin menganut pandangan-pandangan ini – kita harus berbalik ke komentar [Kathāvatthu]. Dalam pendahuluannya, komentar mengelompokkan “Dhammaguttika” sebagai salah satu cabang dari Mahīśāsaka, dan karenanya mereka dianggap di antara 17 aliran yang “bersifat memecah belah” atau “menyimpang”. Tetapi ini hanyalah penyapuan penolakan sektarian semua aliran yang berbeda. Dalam isi komentar tidak menyebutkan Dharmaguptaka. Demikianlah Mahāvihāravāsin mengetahui Dharmaguptaka, tetapi mereka tidak mengetahui pandangan yang tidak disetujui yang dianut Dharmaguptaka.
Informasi tentang ajaran-ajaran Dharmaguptaka dapat ditemukan dalam Vasumitra:[244]
* Sang Buddha, ketika masih hidup, termasuk dalam Sangha.
* Pemberian yang diberikan kepada Sang Buddha lebih berjasa daripada pemberian yang diberikan kepada Sangha.
* Pemberian yang dibuat pada sebuah stupa adalah berjasa.
* Pembebasan dari para Buddha dan dua kendaraan (= sāvaka dan paccekabuddha) adalah sama (ini disebutkan hanya dalam terjemahan Xuanzang), walaupun jalannya berbeda.[245]
* Mereka yang berada di luar Buddhisme tidak dapat mencapai lima pengetahuan istimewa (abhiññā).
* Tubuh seorang Arahat adalah tanpa āsava.
Empat yang pertama akan dapat diterima oleh Mahāvihāravāsin; yang kelima tidak; yang terakhir, sementara terlalu kabur untuk benar-benar masuk akal bagi semua orang kecuali seorang Abhidhammika, akan bertentangan dengan penafsiran Mahāvihāravāsin, yang menganggap bahwa tubuh seorang Arahat dapat menjadi objek kekotoran bagi orang lain; tetapi mungkin ini dimaksudkan lebih sebagai suatu koreksi atas poin pertama dari “5 poin” Mahāsaṅghika.
Sebagai tambahan pada pandangan-pandangan ini, Vasubandhu[246] mengatakan bahwa Dharmaguptaka menganggap, sepaham dengan Mahāvihāravāsin dan berlawanan dengan Sarvāstivādin, bahwa realisasi kebenaran terjadi semuanya dalam seketika (ekābhisamaya).
Ini akan membawa kita terlalu menyimpang untuk menyelidiki secara rinci teks-teks sebenarnya dari Dharmaguptaka, tetapi suatu peninjauan yang cepat cukup untuk memperkuat kesan kedekatan mereka dengan Mahāvihāravāsin.
Berkenaan dengan Vinaya Dharmaguptaka, Pachow dalam penelitiannya tentang pāṭimokkha menyatakan: “Dharmaguptaka mengikuti sangat dekat teks Pali dalam kebanyakan kasus, tidak hanya dalam menomori rangkaian-rangkaiannnya tetapi juga dalam isinya, kecuali bagian [sekhiya], yang mana teks Dharmaguptaka menambahkan 26 aturan larangan yang berkenaan dengan stupa.”[247]
Berkenaan dengan literatur sutta, McQueen mempelajari berbagai versi dari Sāmaññaphala Sutta, dan menyimpulkan bahwa dari semuanya, Mahāvihāravāsin dan Dharmaguptaka merupakan tradisi kuno yang terdekat dan berdiri berdekatan. Ia juga mengatakan bahwa kedekatan ini juga berlaku untuk Dīgha Nikāya Mahāvihāravāsin secara umum ketika dibandingkan dengan Dīrgha Āgama Dharmaguptaka: “Kumpulan-kumpulan ini secara umum sangat dekat; ketidaksepahaman utama jarang. Di mana perbedaan memang terjadi, Dīrgha [Dharmaguptaka] lebih sering salah (belakangan), dengan menunjukan perubahan dan perluasan dari teks.”[248]
Akhirnya, Frauwallner dalam pembahasannya tentang karya Abhidharma Dharmaguptaka yang bertahan satu-satunya, Śāriputrābhidharma, menunjukkan hubungan yang dalam antara karya ini dan berbagai buku Abhidhamma Mahāvihāravāsin, termasuk Dhammasaṅgaṇī, Vibhaṅga, Dhātukathā, dan Paṭṭhāna. Ia menyimpulkan dengan mengatakan “Sementara terutama berdasarkan suatu bahan kuno yang diturunkan, bahkan ini diatur dalam cara yang berbeda seperti yang dibandingkan dengan aliran-aliran lain yang telah kita bahas [Mahāvihāravāsin and Sarvāstivāda]. Ini [Abhidharma Dharmaguptaka] mengandung sedikit dalam cara inovasi atau evolusi ajaran.”[249] Demikianlah, sementara menerima bahwa terdapat beberapa perbedaan yang penting dalam bidang Abhidhamma, jelas terdapat suatu sumber umum. Tidak ada alasan mengapa perbedaan demikian seperti yang ada tidak muncul dalam periode panjang perkembangan Abhidhamma yang berlangsung setelah pemisahan aliran-aliran.
Penemuan naskah yang baru-baru ini dari Gandhāra memberikan kita sumber baru teks-teks Dharmaguptaka, dan wawasan baru ke dalam bagaimana mereka berkembang. Menurut Richard Solomon, teks-teks yang ada, yang berada dalam kondisi kerusakan yang sangat buruk, berasal dari masa sesaat setelah Masehi, yaitu awal dari periode pertengahan Buddhisme India. Teks-teks ini tidak memiliki keseragaman tekstual seperti yang kita harapkan dari teks Pali, dan demikianlah Solomon menyatakan teks-teks ini berasal dari masa ketika kanon belum terbentuk sepenuhnya. Kemungkinan lain, bisa jadi bahwa Dharmaguptaka tidak menempatkan seistimewa seperti Mahāvihāravāsin tentang ketepatan tekstual: kita telah melihat bahwa Dīpavaṁsa menganggap perpecahan akar berasal dari tekstualitas yang jelek, dan keulungan paṭisambhidā dalam risalah-akar mereka Paṭisambhidāmagga menegaskan sentralitas analisis tekstual bagi aliran ini. Sesungguhnya, Mahāvihāravāsin, sejauh yang kita ketahui, merupakan satu-satunya aliran yang menghasilkan kumpulan komentar yang lengkap atas teks-teks kanon. Mungkin kita harus menganggap mereka sebagai aliran tafsir tekstual yang terkemuka.
Teks-teks Gandhārī dari Dharmaguptaka hanya sebagian yang telah dipelajari. Jelas teks-teks ini mewakili suatu tradisi tekstual yang berbeda dengan tradisi yang dipertahankan dalam literatur Pali atau Āgama Mandarin, dengan pengecualian yang jelas bahwa mereka sangat sepaham dengan teks-teks Dharmaguptaka Mandarin yang ada, dalam sejauh perbandingan yang telah dibuat. Tetapi tidak ada perbedaan ajaran yang nyata. Satu-satunya unsur yang benar-benar baru adalah pengenalan beberapa kisah berjenis avadāna yang berkaitan dengan tokoh-tokoh terkemuka lokal. Demikianlah Dharmaguptaka menyesuaikan literatur mereka pada budaya lokal, namun tanpa mengubah ajarannya.
Jadi tampaknya bahwa pemisahan antara Mahāvihāravāsin dan Dharmaguptaka bukan disebabkan oleh Dhamma ataupun Vinaya, tetapi hanya geografi. Dharmaguptaka merupakan cabang barat laut dari Vibhajjavāda, dan Mahāvihāravāsin atau Theravādin merupakan cabang selatan. Sementara Mahāvihāravāsin dalam suasana yang bertikai mengeluarkan kecaman murni yang resmi atas Dharmaguptaka, teks-teks, ajaran-ajaran, dan sejarah sebaliknya mengungkapkan suatu persamaan yang dekat.
Catatan Kaki Bab 8:[218] Pali Vinaya 1.55
[219] Thūpavaṁsa 20: yonakaraṭṭhe alasaṇdā nagarato yonaka dhammarakkhitatthero tiṁsa bhikkhu sahassāni (“… dari kota Alexandria di negeri Yonaka, Yonaka Dhammarakkhita dan 30.000 orang bhikkhu [datang]…”.) Ini menunjuk pada kunjungannya pada pembukaan Stupa Agung di Sri Lanka.
[220] Komentar memperlakukan dua kata ini bersama-sama, misalnya Dhammapāda Aṭṭhakathā 257: Dhammassa guttoti so dhammagutto dhammarakkhito.
[221] Sumber-sumber Pali sangat konsisten dalam menamakan bhikkhu ini, tetapi terdapat beberapa pengecualian. Dalam kisah yang baru kita ceritakan tentang Dhammarakkhitta mengubah keyakinan adik raja, bhikkhu ini ditunjuk sebagai “Yonakamahādhammarakkhita”. Tetapi teks Mandarin di sini hanya memiliki Dharmagupta (曇無德 CBETA, T24, no. 1462, p. 682, c14) Hal yang sama, pada Mahāvaṁsa 29.39 kita menemukan Yonamahādhammarakkhita. Tetapi ini patut diperhatikan bahwa nama-nama bhikkhu itu tunduk pada modifikasi yang membingungkan. Awalan “Mahā” ditambahkan atau tidak, seperti yang kita lihat dalam kasus Yonaka [Mahā] Dhammarakkhita. Terdapat banyak sekali nama-nama yang berawalan “Dhamma-“ yang normal dalam masa modern untuk menghilangkan Dhamma dan hanya menggunakan unsur kedua; dengan demikian Dhammarakkhita menjadi “Rakkhita”. Juga umum untuk menamakan seorang bhikkhu berdasarkan negeri asalnya, tetapi lagi ini dapat diterapkan sangat tidak konsisten. Maka, tanpa berusaha menyelesaikan sesuatu yang definitif, saya membayangkan apakah beberapa bhikkhu ini mungkin adalah orang yang sama, yang dikenali dengan gelar-gelar yang sedikit berbeda di negeri-negeri yang berbeda.
[222] CBETA, T24, no. 1462, p. 684, c17-p. 685, a4. Para guru Hemavata dalam CBETA, T24, no. 1462, p. 686, a5-9
[223] Tidak ditemukan dalam bagian pertama, tetapi di bawah dalam CBETA, T24, no. 1462, p. 684, b26
[224] Poin ini sayangnya samar-samar dalam terjemahan Bapat, di mana ia menerjemahkan 曇無德 (tan-wu-de) seakan-akan mencari kembali pada suatu dhamma(rakkhi)ta yang awal (misalnya, Bapat, 36). Tetapi 曇無德 adalah penerjemahan standar dari Dharmagupta, yang digunakan belasan kali dalam pengertian ini. Karena kita mengetahui bahwa Sanghabhadra sangat memahami fonetik yang mewakili rakkhita oleh 勒棄多 (le-qi-duo), mengapa ia menggunakan suatu kombinasi terjemahan yang membingungkan demikian dalam konteks yang sama? Penafsiran Bapat mengharuskan bahwa penerjemahan Sanghabhadra secara sembarangan tidak konsisten. Bahkan untuk fonetik India yang sama yang berakhiran –ta, Sanghabhadra menggunakan dua karakter yang berbeda: 德 (de) dan 多 (duo). Ini hanya masuk akal jika 曇無德 diterjemahkan sebagai Dharmagupta, karena dalam kasus ini penerjemahan ini adalah penggunaan umum, bahkan jika tidak secara internal konsisten dalam bacaan ini. Oleh sebab itu saya berpikir bahwa pasti benar bahwa teks Sanghabhadra membaca Dharmagupta (atau yang sama) dan terjemahan Bapat sebagai Dhammarakkhita berasal dari anggapannya bahwa Sudassanavinayavibhāsā adalah terjemahan dari Samantapāsādikā; walaupun mencatat banyak perbedaan antara dua teks ini, ia masih cenderung membaca teks Pali kembali ke bahasa Mandarin.
[225] Sebagai contoh, dalam setiap kisah misi, sebuah angka diberikan berdasarkan konversi dan penahbisan yang dibuat. (Lamotte, History of Indian Buddhism, 296) Dalam dua kisah, dalam 12 kasus angka-angkanya sama. Dalam kasus-kasus sisanya perbedaannya adalah, dengan menyebutkan versi Pali pertama kali: 100000/1000; 37000/7000; 37000/30000; 13000/3000; 170000 (atau 137000)/73000; 10000/1000. Dengan demikian kapan pun keduanya berbeda, versi Pali lebih besar daripada versi Mandarin, dan perbedaan ini selalu oleh suatu jumlah buatan yang mencurigakan.
[226] Jika nama-namanya tidak membuat bingung dan keduanya dihitung sebagai satu nama.
[227] Salomon
[228] Atau setidaknya, Sudassanavinayavibhāsā tidak menyebutkan Dīpavaṁsa. Kadangkala Sudassanavinayavibhāsā mengutip syair-syair yang ditemukan dalam Dīpavaṁsa, tetapi sementara Samantapāsādikā menyebutkan Dīpavaṁsa dengan nama, Sudassanavinayavibhāsā hanya mengatakan syair-syair ini diucapkan oleh orang-orang zaman kuno: 今說往昔偈讚 (CBETA, T24, no. 1462, p. 687, c3, c17-18)
[229] Dīpavaṁsa 4.86
[230] Bapat l-liii; lihat Guruge, 96.
[231] CBETA, T22, no. 1428, p. 968, b15-16. Versi Dharmaguptaka dari Brahmajāla sangat dekat dengan versi Pali, dengan hanya variasi sepele dalam urutan dan susunan kata dari 62 pandangan salah. Untuk studi yang rinci, lihat Cheng.
[232] 於此第三百年中。從說一切有部。又出一部。名正地部。於此第三百年中。從正地部。又出一部。名法護部。此部自說勿伽羅是我大師。於此第三百年中。從說一切有部。又出一部。名善歲部。亦名飲光弟子部 (CBETA, T49, no. 2033, p. 20, b14-18). Ini adalah terjemahan Paramārtha, terjemahan Xuan-zang sepaham, dengan mengatakan bahwa Dharmaguptaka mengikuti guru Moggallāna (自稱我襲採菽氏師, CBETA, T49, no. 2031, p. 15, b16-17; di mana Moggallāna diterjemahkan sebagai 採菽氏, cai-shu-shi. Terjemahan ini berasal dari suatu kisah yang menyatakan bahwa nama keluarga Moggallāna berasal dari nenek moyang yang terbiasa memetik (採) buncis (菽, Pali mugga). Terjemahan Kumarajiva mengatakan bahwa: “Mahīśāsaka memunculkan aliran lain yang disebut Dharmaguptaka, yang mengikuti guru utama mereka Moggallāna.” (彌沙部中復生異部。因師主因執連名曇無德 (CBETA, T49, no. 2032, p. 18, b1-2) Menurut Li Ch’ung An terdapat kesalahan goresan di sini, dengan 因執連 alih-alih 目揵連. Lihat
http://ccbs.ntu.edu.tw/FULLTEXT/JR-BJ001/03_02.htm#n36)
[233] Rockhill, 1992, 184
[234] CBETA, T45, no. 1852, p. 9, c13-15
[235] 其薩婆多部。復生彌沙塞部。目揵羅優婆提舍。起曇無屈多迦部 (CBETA, T24, no. 1465, p. 900, c2-4)
[236] Misalnya Pali Vinaya 1.42: addasā kho bhagavā sāriputtamoggallāne dūratova āgacchante, disvāna bhikkhū āmantesi – ‘ete, bhikkhave, dve sahāyakā āgacchanti, kolito upatisso ca. etaṁ me sāvakayugaṁ bhavissati aggaṁ bhaddayugan’ti.
[237]
http://www.budd.cn/news/budren/news_budren_20030430_9.html[238] Kv 9.3, 9.4, 9.5, 9.6.
[239] 餘義多同法藏部執 (CBETA, T49, no. 2031, p. 17, b2)
[240] Lihat catatan di atas dari Thūpavaṁsa. Kejadian ini lebih awal dicatat dalam Mahāvaṁsa 29.39: Yonanagarā’lasandāso, yonamahādhammarakkhito; thero tiṁsa sahassāni bhikkhū ādāya āgamā.
[241] Seperti penyebutan Milinda mengunjungi enam guru ajaran lain yang hidup pada masa Sang Buddha.
[242]
http://www.saigon.com/~anson/ebud/milinda/ml-01.htm[243] McEvilley, 378
[244] Lihat Dutt, 172
[245] 佛與二乘解脫雖一。而聖道異 (CBETA, T49, no. 2031, p. 17, a25)
[246] Abhidharmakośa vi. 27
[247] Pachow, 39. Untuk suatu tantangan atas penafsiran yang biasa bahwa Dharmaguptaka memiliki persamaan khusus atas pemujaan stupa, lihat
http://sectsandsectarianism.googlepages.com/dharmaguptakasandthestupa[248] McQueen, 190
[249] Frauwallner, 1995, 116