Di dalam sutta pernah disinggung seorang petapa bernama Nigantha Nataputta yang seharusnya merupakan petapa Mahavira dari aliran Jainisme. Jika saya melihat riwayat hidup Mahavira yang awalnya sebagai seorang pangeran kemudian pada umur 30 meninggalkan kehidupan duniawi, hidup menjadi petapa sangat mirip dengan kisah pangeran Siddhata. Tidak hanya itu, jika sang petapa Gautama ketika mencapai pencerahan dan menyebut dirinya sebagai Buddha, maka Mahavira ketika mencapai pencerahan menyebutnya sebagai Jina (Dia yang menang).
Berbeda dengan ajaran Buddha, Jina mengajarkan dengan menyiksa diri secara ekstrim barulah dapat terbebas dari samsara. Salah satu contoh ekstrimnya, ketika Mahavira menjadi petapa dia mencabut rambutnya dengan tangan.
Bahkan Jainisme ini sebetulnya sedikit banyak mempengaruhi Buddhisme. Misalnya, dulunya para bikkhu tetap melakukan pindapata pada masa vassa, sedangkan para pengikut Nigantha tidaklah demikian karena takut membunuh makhluk-makhluk kecil. Buddha yang walaupun tidak menerima ekstrimisme tetapi menghormati tradisi ini akhirnya membuat tradisi supaya bikkhu untuk berdiam di dalam ketika masa hujan.
Yang saya ingin tahu, dalam sutta sebetulnya bagaimana pendapat Sang Buddha mengenai Nigantha Nataputta ini? Apakah dia seorang yang termasuk petapa yang sebetulnya sudah masuk ke salah satu 4 pencapaian atau seorang yang dianggap pura-pura tercerahkan dan seorang penipu?