Apakah benar Abhidhamma pernah disabdakan oleh Sang Buddha (setidaknya diuraikan kembali oleh Sariputta)? Pertanyaan ini muncul mengingat penyusunan Abhidhamma baru muncul pada Konsili ke-3?
Adakah alasan yang kuat dari sudut pandang Theravadin terhadap hal Ini?
Thanks
Saudara Kelana yang baik,
Pernah suatu ketika saya ingin menyusun riwayat hidup Sang Buddha sendiri karena pada waktu itu saya merasa kurang puas dengan riwayat hidup Sang Buddha (versi pandita Widya Dharma) yang saya anggap kurang lengkap. Dalam riset yang saya lakukan terhadap berbagai buku, saya mendapatkan kisah mengenai apa yang terjadi pada waktu Sang Buddha melewatkan musim hujan (vassa) di surga Tavatimsa. (kalau tidak salah kronologi 45 tahun setelah mencapai ke-Buddhaan yang disusun oleh somdet Sasana Sobhana, sekarang Sangha Raja Thailand juga ada ditulis).
Dalam Dhammapada Atthakata dikisahkan pada waktu setelah Sang Buddha mengalahkan para guru aliran lain dan memperlihatkan keajaiban kembar (Yamaka Patihariya) di gerbang kota Samkassa, lalu Beliau naik ke surga Tavatimsa dan melewatkan vassa disana selama tiga bulan. Kita tahu tahu bahwa seratus tahun di bumi sama dengan satu hari di surga Tavatimsa.
Jadi Sang Buddha hanya memiliki sedikit waktu mengajar di sana (kurang lebih beberapa menit saja menurut perhitungan di Tavatimsa). Bila Beliau Pindapatta Beliau turun ke bumi Beliau berpindapatta di Uttarakuru, sementara di surga Tavatimsa Beliau menciptakan tiruan Beliau sendiri yang mengajar para Dewa (Sang Buddha tidak memakan makanan surga padahal lebih enak, Untuk menebar berkah berupa kesempatan berdana kepada seorang Buddha yang luar biasa berkahnya).
Setelah Beliau selesai makan, Beliau beristirahat di danau Anotatta, disini Beliau mengulangi apa yang Beliau ajarkan di Tavatimsa kepada Y.A. Sariputta. Y.A Sariputta sendiri kemudian meneruskan apa yang di dengar Beliau kepada para Bhikkhu untuk dihafalkan.
Setelah selesai melewati musim hujan di surga Tavatimsa, Sang Buddha turun ke bumi pada saat Kathina. di Srilangka setiap tahun peristiwa Sang Buddha turun ke bumi dirayakan dan disebut Devorohana puja...
Mengapa Abhidhamma nampak berbeda dengan sutta?
Memang ada scholar yang meragukan Abhidhamma, karena sebelumnya dikatakan hanya ada dua pitaka, yaitu Dhamma dan Vinaya. (ajaran dan peraturan, Ajaran juga meliputi ajaran dari para murid Arahat yang memiliki kemampuan analitis-Patisambhida yang kemungkinan disetujui dan tidak ditolak oleh Sang Buddha).
Menurut seorang bhikkhu Yunani yang pernah me-riset mengenai hal ini, ia mengatakan bahwa Dhamma waktu itu terbagi lima yaitu: Digha, Majjhima, Samyutta, Anguttara dan Khuddaka.
Sedangkan Abhidhamma (mungkin kecuali Kathavatthu), pada waktu itu merupakan bagian dari Khuddaka. Perhatikan bahwa saya tidak mengatakan kitab disini, karena
Tipitaka waktu itu belum ditulis.
Pada konsili Sangha ke 3 ini, Abhidhamma dipisahkan dengan nikaya lain, sehingga belakangan timbul istilah Sutta dan Abhidhamma, untuk membedakan Abhidhamma dan Dhamma yang lain. Ini Merupakan pilihan yang wajar untuk mengubah istilah Dhamma yang lain menjadi Sutta, karena bila tidak maka akan timbul penafsiran buruk bahwa ada Dhamma yang lebih tinggi, dan Dhamma yang lebih rendah.
Padahal banyak hal yang diajarkan di Abhidhamma juga terdapat di Sutta.
Hal lain yang membuat scholar ragu akan keabsahan Abhidhamma adalah sistematikanya yang baik, terlepas dari absah atau tidak absah, menurut pendapat saya kemungkinan hal ini disebabkan Sang Buddha harus mengajarkan hal yang luas dalam waktu singkat, oleh karena itu harus sistematis, bedakan dengan Sutta yang dikhotbahkan oleh Sang Buddha pada berbagai kesempatan karena banyak waktu.
Struktur dari Abhidhamma yang berbeda dengan sutta juga membuat pilihan untuk memisahkan Abhidhamma dengan sutta nampak bisa diterima.
kesimpulan:
Terlepas benar atau tidaknya buku Abhidhamma yang ada di Tipitaka berasal dari Sang Buddha atau bukan,
- Isi dari Abhidhamma merupakan cerminan kemampuan batin seorang yang telah menembus.
- Selama Dhamma itu membawa pada terkikisnya lobha, dosa, moha maka sesuai Kalama Sutta, terimalah hal itu dan hidup sesuai dengannya.
- Konten...konten... konten... Tak perduli apakah suatu Dhamma di dahului kata
"Demikianlah yang kudengar..." atau Dhamma tidak di dahului kata "Demikianlah yang kudengar..." selama isinya sesuai dengan Dhamma yang lain maka kita sepantasnya menerima hal itu sesuai dengan pesan Sang Buddha dalam Mahaparinibbana Sutta (banyak juga sutta yang didahului dengan "Demikianlah yang kudengar..." tetapi ditolak oleh para sesepuh Theravada karena bertentangan dengan Dhamma yang lain, kan....?)
- Saya sendiri berpendapat
bila suatu ajaran dikatakan dari iblis, tetapi membawa kepada terkikisnya lobha, dosa, moha, membawa pada perkembangan batin, kemurnian batin, dan mengakhiri penderitaan maka saya akan menerima hal itu. Sebaliknya
bila suatu ajaran dikatakan berasal dari Malaikat atau Tuhan, tetapi ajaran tersebut mengajarkan untuk menimbun lobha, dosa, moha, dan tidak mengarah pada perkembangan batin, kemurnian batin, dan tak ada jalan mengakhiri penderitaan maka tentu saja saya menolak hal itu....
- Jadi kesimpulannya
Dhamma bukan harus diterima mentah-mentah atau ditolak mentah-mentah, sikapi Dhamma dengan bijaksana sesuai dengan Mahaparinibbana Sutta.
Semoga bermanfaat bagi kita semua.
sukhi hotu,