//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - seniya

Pages: 1 [2] 3 4 5 6 7 8 9 ... 228
16
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 01:28:47 PM »
121. Kotbah tentang Upacara Invitasi (Pavāraṇā)<372>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Rājagaha, Hutan Bambu, Tempat Perlindungan Tupai, menghabiskan pengasingan musim hujan bersama dengan sejumlah besar perkumpulan lima ratus orang bhikkhu.

Pada waktu itu saat hari kelimabelas bulan itu, pada waktu pengulangan aturan disiplin, dalam upacara invitasi (pavāraṇā), Sang Bhagavā duduk pada tempat duduk yang disediakan di hadapan perkumpulan bhikkhu. Beliau berkata kepada para bhikkhu:

Aku seorang brahmana, setelah mencapai penghentian sepenuhnya. [Aku] Raja Tabib yang tiada bandingnya dan jasmani saat ini adalah yang terakhir bagiku. Sebagai seorang brahmana, setelah mencapai penghentian sepenuhnya, sebagai Raja Tabib yang tiada bandingnya, dan jasmani saat ini adalah yang terakhir bagiku, aku mengatakan bahwa kalian adalah para putra sejatiku, lahir dari mulutku dan diubah oleh sifat alamiah Dharma. Sebagai para putra sejatiku, lahir dari mulutku dan diubah oleh sifat alamiah Dharma, kalian seharusnya melalui pengajaran mengubah [orang lain, dan juga] mengajarkan dan menasihati satu sama lain.<373>

Pada waktu itu Yang Mulia Sāriputta juga duduk di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Sāriputta bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha, dan berkata:

Baru saja Sang Bhagavā berkata [ini]: “Aku adalah seorang brahmana, setelah mencapai penghentian sepenuhnya. [Aku] Raja Tabib yang tiada bandingnya dan jasmani saat ini adalah yang terakhir bagiku. Sebagai seorang brahmana, setelah mencapai penghentian sepenuhnya, sebagai Raja Tabib yang tiada bandingnya, dan jasmani saat ini adalah yang terakhir bagiku, aku mengatakan bahwa kalian adalah para putra sejatiku, lahir dari mulutku dan diubah oleh sifat alamiah Dharma. Sebagai para putra sejatiku, lahir dari mulutku dan diubah oleh sifat alamiah Dharma, kalian seharusnya melalui pengajaran mengubah [orang lain, dan juga] mengajarkan dan menasihati satu sama lain.”

Sang Bhagavā menjinakkan mereka yang belum jinak, menenangkan mereka yang belum tenang, menyelamatkan mereka yang belum terselamatkan, membebaskan mereka yang belum terbebaskan, memadamkan mereka yang belum padam, membawa pada pencapaian sang jalan mereka yang belum mencapai sang jalan, mengembangkan dalam kehidupan suci mereka yang belum berkembang dalam kehidupan suci. [Beliau menyebabkan mereka] mengetahui sang jalan, tercerahkan pada sang jalan, mengenali sang jalan, dan membicarakan sang jalan.

Dari Sang Bhagavā para siswa memperoleh Dharma, menerima pengajaran, dan menerima nasihat. Setelah menerima pengajaran dan nasihat, dengan mengikuti perkataan Sang Bhagavā, mereka kemudian menjalankannya dan memperoleh pemahaman yang baik atas Dharma sejati sesuai dengan maknanya. Demikianlah. Sang Bhagavā, apakah tidak ada sesuatu untuk dicela dalam perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiranku?

Kemudian Sang Bhagavā berkata:

Sāriputta, aku tidak mencela perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiranmu. Mengapakah demikian? Sāriputta, engkau memiliki kebijaksanaan yang terpelajar, kebijaksanaan agung, kebijaksanaan yang cepat, kebijaksanaan yang lincah, kebijaksanaan yang tajam, kebijaksanaan yang luas, kebijaksanaan yang mendalam, kebijaksanaan yang membawa pembebasan, kebijaksanaan yang menembus dengan cemerlang. Sāriputta, engkau telah mencapai kebijaksanaan sejati.

Sāriputta, seperti halnya putra mahkota seorang raja pemutar roda, jika ia tidak melangkahi instruksi yang ia terima tetapi dengan hormat menerima apa yang diwarisi ayahnya, sang raja, kepadanya, ia kemudian dapat mewarisinya pada gilirannya. Dengan cara yang sama, Sāriputta, engkau dapat menjaga pemutaran roda Dharma yang telah kuputar. Karena alasan ini, Sāriputta, aku tidak mencela perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiranmu.

Yang Mulia Sāriputta merentangkan lagi tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Bhagavā dan berkata:

Demikianlah. Sang Bhagavā tidak mencela perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiranku. Apakah Sang Bhagavā tidak mencela perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran lima ratus orang bhikkhu ini?

Sang Bhagavā berkata:

Sāriputta, aku juga tidak mencela perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran lima ratus orang bhikkhu ini. Mengapakah demikian? Sāriputta, lima ratus orang bhikkhu ini semuanya telah mencapai pembebasan dari kemelekatan. Dalam diri mereka noda-noda telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, beban berat telah dibuang, belenggu penjelmaan telah dilenyapkan, dan mereka telah mencapai manfaat baik dari pengetahuan benar dan pembebasan benar.

Pengecualian satu-satunya adalah seorang bhikkhu yang sebelumnya kuramalkan bahwa ia akan, di sini dan saat ini, mencapai pengetahuan akhir, dengan memahami sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada kelangsungan lagi.”<374> Karena alasan ini, Sāriputta, aku tidak mencela perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran lima ratus orang bhikkhu ini.

Ketiga kalinya Yang Mulia Sāriputta merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha dan berkata:

Demikianlah. Sang Bhagavā tidak mencela perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiranku, serta beliau juga tidak mencela perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran lima ratus orang bhikkhu ini. Sang Bhagavā, di antara lima ratus orang bhikkhu ini, berapa banyakkah bhikkhu yang telah mencapai tiga pengetahuan lebih tinggi, berapa banyakkah bhikkhu yang telah mencapai pembebasan melalui kedua cara, dan berapa banyakkah bhikkhu yang telah mencapai pembebasan melalui kebijaksanaan?

Sang Bhagavā berkata:

Sāriputta, di antara lima ratus orang bhikkhu ini, sembilan puluh orang bhikkhu telahmencapai tiga pengetahuan lebih tinggi, sembilan puluh orang bhikkhu telah mencapai pembebasan melalui kedua cara, dan para bhikkhu sisanya telah mencapai pembebasan melalui kebijaksanaan.

Sāriputta, perkumpulan ini tanpa cabang, tanpa dedaunan, dan tanpa simpul atau kesalahan. Ia adalah [inti kayu] yang murni dan sejati, setelah berkembangan sepenuhnya.<375>

Pada waktu itu Yang Mulia Vaṅgīsa sedang duduk di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Vaṅgīsa bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha, dan berkata:

Demikianlah. Sang Bhagavā telah menyebabkanku berbahagia. Semoga Sang Sugata [lebih lanjut] menyebabkanku berbahagia, sehingga aku dapat, di hadapan Sang Buddha dan perkumpulan bhikkhu, mengucapkan syair-syair pujian yang layak.

Sang Bhagavā berkata, “Vaṅgīsa, lakukanlah seperti yang engkau inginkan.”

Kemudian di hadapan Sang Buddha dan perkumpulan bhikkhu, Yang Mulia Vaṅgīsa mengucapkan syair-syair pujian yang layak:

Hari ini, pada hari kelima belas, hari invitasi,
Sebuah perkumpulan lima ratus orang bhikkhu duduk bersama.
Setelah bebas dari semua belenggu,
Mereka adalah tanpa halangan, para pertapa yang telah mengakhiri kehidupan [berulang-ulang]

Bersinar dengan cahaya murni,
[Mereka] terbebaskan dari segala jenis kelangsungan.
Mereka telah mengakhiri kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian,
Melenyapkan noda-noda, dan melakukan apa yang harus dilakukan.

[Mereka] telah mengakhiri kegelisahan dan kekhawatiran serta belenggu keragu-raguan,
Keangkuhan dan noda penjelmaan,
Dan mereka telah memotong duri yang adalah belenggu ketagihan.
[Dikarenakan] Tabib Tertinggi, hal-hal ini tidak lagi muncul.

Berani bagaikan singa,
[Mereka] telah melenyapkan semua ketakutan.
Mereka telah menyeberangi kelahiran dan kematian,
Dengan semua noda sepenuhnya dilenyapkan.<376>

Seperti halnya seorang raja pemutar roda,
Dikelilingi oleh banyak pengiringnya,
Berkuasa atas keseluruhan wilayah,
Sampai sejauh samudera raya,

Dengan cara yang sama, sang penakluk yang gagah berani,
Sang pemimpin karavan yang tiada bandingnya,
Dihormati dengan gembira oleh para siswanya,
Yang telah merealisasi tiga [pengetahuan lebih tinggi] dan meninggalkan ketakutan terhadap kematian.

Semuanya adalah putra Sang Buddha,
Yang telah selamanya melenyapkan cabang, dedaunan, dan simpul.
Mereka memberikan penghormatan kepada Yang Paling Dimuliakan,
Yang memutar roda Dharma yang tiada bandingnya.<377>

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

17
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 01:19:39 PM »
120. Kotbah tentang Ajaran Ketidakkekalan<369>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Bentuk adalah tidak kekal; apa yang tidak kekal, itu adalah dukkha; apa yang adalah dukkha, itu adalah bukan-diri. Perasaan juga adalah tidak kekal; apa yang tidak kekal, itu adalah dukkha; apa yang adalah dukkha, itu adalah bukan-diri. Persepsi juga adalah tidak kekal; apa yang tidak kekal, itu adalah dukkha; apa yang adalah dukkha, itu adalah bukan-diri. Bentukan kehendak juga adalah tidak kekal; apa yang tidak kekal, itu adalah dukkha; apa yang adalah dukkha, itu adalah bukan-diri. Kesadaran juga adalah tidak kekal; apa yang tidak kekal, itu adalah dukkha; apa yang adalah dukkha, itu adalah bukan-diri. Yaitu: Bentik adalah tidak kekal ... perasaan ... persepsi ... bentukan kehendak ... kesadaran adalah tidak kekal; apa yang tidak kekal, itu adalah dukkha; apa yang adalah dukkha, itu adalah bukan-diri.

Seorang siswa mulia yang terpelajar, merenungkan dengan cara ini, mengembangkan tiga puluh tujuh faktor menuju pencerahan dengan kewaspadaan penuh dan perhatian benar yang tidak terhalangi.<370> Mengetahui seperti ini dan melihat seperti ini, pikirannya terbebaskan dari noda keinginan indria, dari noda penjelmaan, dan dari noda ketidaktahuan. Terbebaskan, ia mengetahui bahwa ia terbebaskan, dan ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri bagiku, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan; tidak akan ada kelangsungan lagi.”

Di antara makhluk-makhluk hidup apa pun yang ada – termasuk sembilan kediaman makhluk hidup, sampai dengan tingkatan melampaui landasan bukan-persepsi-juga-bukan-tanpa-persepsi, [yang disebut] “puncak penjelmaan” – di antara [semua] ini, ini adalah yang terkemuka, ini adalah yang termulia, ini adalah kemenangan, ini adalah yang terbesar, ini adalah yang paling mengagumkan, ini adalah yang paling unggul, yaitu: seorang Arahant di dunia. Mengapakah demikian? Karena seorang Arahant di dunia telah mencapai kedamaian dan kebahagiaan [sejati].

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Bebas dari kemelekatan adalah kebahagiaan tertinggi.
[Seorang Arahant] telah meninggalkan keinginan indria, dan tanpa ketagihan terhadap penjelmaan.
Ia telah selamanya membuang keangkuhan-“aku”,
Setelah merobek jala ketidaktahuan.

Ia telah mencapai ketanpa-gangguan,
Pikirannya adalah tanpa kekotoran.
Ia tidak terkotori oleh kemelekatan pada dunia,
Setelah menjalankan kehidupan suci dan mencapai pembebasan dari noda-noda.

Ia memahami dan mengetahui lima kelompok unsur kehidupan,
Bidang pengetahuannya adalah tujuh keadaan bermanfaat.<371>
Seorang pahlawan agung, ia berdiam di suatu tempat
Yang bebas dari semua ketakutan.

Setelah mencapai tujuh harta pencerahan,
Dan berlatih dalam pelatihan berunsur tiga,
Ia dikenal dengan baik sebagai seorang teman mulia,
Putra sejati dan tertinggi Sang Buddha.

Ia telah mencapai jalan berunsur sepuluh,
Seekor nāga agung dengan pikiran yang sangat terkonsentrasi.
Tertinggi di dunia ini,
Ia tanpa ketagihan terhadap penjelmaan.

Tidak terganggu oleh banyak urusan,
Terbebaskan dari kelangsungan yang akan datang,
Setelah memotong kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian.
Apa yang harus dilakukan telah dilakukan: ia telah melenyapkan noda-noda.

Ia telah memunculkan pengetahuan seseorang yang melampaui latihan
Setelah membuat jasmani ini yang terakhir baginya.
Dilengkapi dengan kehidupan suci tertinggi,
Pikirannya tidak bergantung pada orang lain.

Di atas, di bawah, dan di semua arah,
Tidak di mana pun ia menemukan kesenangan.
Ia dapat mengaumkan auman singa,
Yang tercerahkan tertinggi di dunia.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

18
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 01:16:04 PM »
119. Kotbah tentang Landasan untuk Berbicara<364>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Di sini terdapat [hanya] tiga landasan untuk berbicara,<365> bukan empat dan bukan lima. Jika seorang bhikkhu telah melihat [sesuatu], maka berdasarkan hal itu ia dapat berbicara, dengan mengatakan, “Aku melihatnya.” [Jika ia telah] mendengar ... mengenali ... mengetahui [sesuatu, maka berdasarkan hal itu] seorang bhikkhu dapat berbicara, dengan mengatakan, “Ini adalah apa yang kuketahui.”

Apakah tiga [landasan untuk berbicara]? Berdasarkan masa lampau seorang bhikkhu dapat berbicara, dengan mengatakan, “Seperti ini ia pada masa lampau.” Berdasarkan masa depan seorang bhikkhu dapat berbicara, dengan mengatakan, “Seperti ini ia pada masa depan.” Berdasarkan masa sekarang seorang bhikkhu dapat berbicara, dengan mengatakan, “Seperti ini ia sekarang.” Ini adalah tiga landasan untuk berbicara, bukan empat dan bukan lima.

Jika seorang bhikkhu telah melihat [sesuatu], maka berdasarkan hal itu ia dapat berbicara, dengan mengatakan, “Ia melihatnya.” [Jika ia telah] mendengar ... mengenali ... mengetahui [sesuatu, maka berdasarkan hal itu] seorang bhikkhu dapat berbicara, dengan mengatakan, “Ini adalah apa yang kuketahui.” Karena apa yang ia katakan adalah bermanfaat, ia memperoleh manfaat. Karena ia tidak mengatakan apa yang tidak bermanfaat, ia memperoleh manfaat.

Seorang siswa mulia mendengarkan dengan seksama dengan kedua telinga pada Dharma. Setelah mendengarkan dengan seksama dengan kedua telinga pada Dharma, ia meninggalkan satu faktor, berlatih satu faktor, dan merealisasi satu faktor. Setelah meninggalkan satu faktor, berlatih satu faktor, dan merealisasi satu faktor, ia mencapai konsentrasi benar.

Seorang siswa mulia, setelah mencapai konsentrasi pikiran yang benar, kemudian meninggalkan semua nafsu indria, kebencian, dan ketidaktahuan. Dengan cara ini seorang siswa mulia mencapai pembebasan pikiran. Setelah mencapai pembebasan, ia mengetahui bahwa ia terbebaskan. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada kelangsungan lagi.”<366>

Berdasarkan apa yang dikatakan seseorang, terdapat empat landasan di mana seseorang seharusnya mengamatinya, [dengan berpikir,] “Apakah yang mulia ini layak untuk terlibat dalam diskusi atau tidak layak untuk terlibat dalam diskusi?” Jika yang mulia ini tidak menanggapi secara tegas pada suatu argumen definitif, tidak menanggapi secara analitis pada suatu argumen analitis, tidak menanggapi secara konklusif pada suatu argumen konklusif, dan tidak menanggapi dengan penutupan pada suatu argumen akhir, maka dengan cara-cara ini yang mulia ini tidak layak untuk terlibat dalam diskusi, tidak layak untuk terlihat dalam perdebatan.

[Namun] jika yang mulia ia menanggapi secara tegas pada suatu argumen definitif, menanggapi secara analitis pada suatu argumen analitis, menanggapi secara konklusif pada suatu argumen konklusif, dan menanggapi dengan penutupan pada suatu argumen akhir, maka dengan cara-cara ini yang mulia ia layak untuk terlibat dalam diskusi, layak untuk terlibat dalam perdebatan.<367>

Selanjutnya, berdasarkan apa yang telah seseorang katakan, terdapat empat landasan lebih lanjut di mana seseorang dapat mengamatinya, [dengan berpikir,] “Apakah yang mulia ini layak untuk terlibat dalam diskusi atau tidak layak untuk terlibat dalam diskusi?” Jika yang mulia ini tidak konsisten tentang sudut pandang dan lawannya, tidak konsisten tentang apa yang diketahui, tidak konsisten tentang apa yang telah dijelaskan melalui perumpamaan-perumpamaan, dan tidak konsisten tentang prosedur, maka dengan cara-cara ini yang mulia ini tidak layak untuk terlibat dalam diskusi, tidak layak untuk terlibat dalam perdebatan.

[Namun] jika yang mulia ini konsisten tentang sudut pandang dan lawannya, konsisten tentang apa yang diketahui, konsisten tentang apa yang telah dijelaskan melalui perumpamaan-perumpamaan, dan konsisten tentang prosedur, maka dengan cara-cara ini yang mulia ini layak untuk terlibat dalam diskusi, layak untuk terlibat dalam perdebatan.<368>

Bergantung pada apa yang diucapkan, ia mengendalikan aktivitas ucapannya pada waktu [yang tepat]. Ia membuang pandangan-pandangan yang terbentuk sebelumnya, membuang keadaan pikiran yang marah, membuang keinginan indria, membuat kebencian, membuang delusi, membuang keangkuhan, membuang sikap diam yang keras kepala, membuang ketamakan dan keirihatian. Ia tidak mengejar kemenangan, tidak mengungguli orang lain, dan tidak mencengkeram kesalahannya. Ia hanya berbicara tentang apa yang penuh makna, tentang Dharma. Setelah berbicara tentang apa yang penuh makna, tentang Dharma, dan setelah mengajarkannya dan mengajarkannya lagi, ia sendiri bergembira dan menyebabkan orang lain bergembira. Pembicaraan tentang apa yang penuh makna demikian, pembicaraan tentang pokok-pokok bahasan demikian [ini] adalah pembicaraan mulia tentang apa yang penuh makna, pembicaraan mulia tentang hal-hal [ini]. Ini membawa sepanjang jalan pada penghancuran total noda-noda.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Jika ketika beragumen dalam sebuah diskusi,
Pikiran yang kebingungan menyimpan kerinduan dan keangkuhan,
Maka ini tidak mulia; ia menghancurkan kebaikan,
Dengan masing-masing mencari keuntungan atas yang lain.

Hanya mencari untuk menemukan kesalahan pada orang lain,
Berharap untuk mengalahkannya;
Berusaha lebih keras untuk kemenangan atas satu sama lain –
Para mulia tidak berbicara seperti ini.

Jika ia ingin menjadi kompeten dalam diskusi,
Seorang bijaksana seharusnya mengetahui pemilihan waktu [yang tepat].
Dengan Dharma dan dengan makna,
Ini adalah bagaimana para mulia berdiskusi.

Orang bijaksana berkata seperti ini:
Tanpa perselisihan, tanpa keangkuhan,
Tanpa perasaan kebencian,
Tanpa belenggu, tanpa noda-noda.

Selalu bersepaham dan tidak kebingungan,
Mereka berbicara dengan pengetahuan benar.
Mereka menerima apa yang dikatakan dengan baik,
Dan mereka sendiri tidak pernah berbicara kejahatan.

Dalam diskusi mereka tidak pernah menegur,
Dan tidak terpengaruh oleh teguran orang lain.
Mereka mengetahui sudut pandang dan dasar untuk ucapan mereka,
Ini adalah [cara] mereka berdiskusi.

Demikianlah ucapan para mulia,
Para bijaksana yang sepenuhnya telah memperoleh maknanya.
Untuk kebahagiaan dalam masa sekarang,
Dan untuk kedamaian pada kehidupan berikutnya,
Kalian seharusnya mengetahui bahwa seseorang yang terpelajar
Berbicara tanpa bias dan kedangkalan.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

19
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 01:12:36 PM »
118. Kotbah tentang Gajah<358>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Taman Timur, di Aula Ibu Migāra.

Pada waktu itu, pada malam hari, Sang Bhagavā bangkit dari duduk dalam keterasingan, turun dari aula itu, dan berkata, “Udāyin, marilah kita pergi bersama-sama menuju Sungai Timur untuk mandi.”<359>

Yang Mulia Udāyin menjawab, “Baik.”

Kemudian Sang Bhagavā pergi ke Sungai Timur bersama dengan Yang Mulia Udāyin. Beliau melepaskan jubahnya, meninggalkannya di tepi sungai, dan masuk ke dalam air untuk mandi. Setelah mandi, beliau keluar, mengusap tubuhnya [sampai kering], dan mengenakan jubahnya.

Pada waktu itu Raja Pasenadi memiliki seekor gajah (nāga) bernama Sati.<360> Ia menyeberangi Sungai Timur dengan disertai berbagai jenis musik yang menghibur. Ketika melihatnya, banyak orang berkata, “Ini adalah nāga di antara para nāga, seekor nāga kerajaan yang agung. Apakah namanya?”

Yang Mulia Udāyin merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha dan berkata:

Sang Bhagavā, gajah ini memiliki tubuh yang besar, dan banyak orang, ketika melihatnya, berkata, “Ini adalah nāga di antara para nāga, seekor nāga kerajaan yang agung. Apakah namanya?”

Sang Bhagavā berkata:

Demikianlah, Udāyin. Demikianlah, Udāyin. Gajah ini memiliki tubuh yang besar, dan banyak orang, ketika melihatnya, berkata, “Ini adalah nāga di antara para nāga, seekor nāga kerajaan yang agung. Apakah namanya?”

Udāyin, jika seekor kuda, unta, sapi, keledai, ular, manusia, atau sebatang pohon telah tumbuh sehingga memiliki bentuk tubuh yang besar, maka Udāyin, banyak orang, ketika melihatnya, berkata, “Ini adalah nāga di antara para nāga, seekor nāga kerajaan yang agung. Apakah namanya?”

Udāyin, di dunia ini dengan para dewa, māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, tentang siapa pun yang tidak melukai [orang lain] melalui [perbuatan] jasmani, ucapan, atau pikiran aku mengatakan, “Ia adalah seekor nāga.”<361> Udāyin, di dunia ini dengan para dewa, māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, Sang Tathāgata tidak melukai [orang lain] melalui [perbuatan] jasmani, ucapan, atau pikiran. Karena alasan ini aku disebut seekor nāga.

Kemudian Yang Mulia Udāyin merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha dan berkata:

Sang Bhagavā! Semoga Sang Bhagavā meningkatkan kekuatan inspiratifku! Semoga Sang Sugata meningkatkan kekuatan inspiratifku! Izinkanlahaku, di hadapan Sang Buddha, untuk melantunkan pujian terhadap Sang Bhagavā dengan syair-syair yang berhubungan dengan karakteristik seekor nāga!

Sang Bhagavā berkata, “Lakukanlah seperti yang engkau inginkan.”

Kemudian, Yang Mulia Udāyin, di hadapan Sang Buddha, memuji Sang Bhagavā dengan syair-syair yang berhubungan dengan karakteristik seekor nāga:

Yang Tercerahkan Sempurna, terlahir di antara manusia,
Menjinakkan dirinya sendiri, mencapai konsentrasi benar.
Menjalankan jalan mulia,
Ia menenangkan pikirannya dan dapat mencapai kebahagiaan oleh dirinya sendiri.

Dihormati oleh orang-orang
Karena melampaui semua hal,
Ia juga dihormati oleh para dewa
[Sebagai] seseorang yang telah menjadi Arahant, tanpa kemelekatan.

Ia telah melampaui semua belenggu,
Dari dalam hutan [belenggu], ia telah meninggalkan hutan itu [dengan mencapai nirvana].<362>
Setelah membuang kenikmatan indria, ia bergembira dalam kebosanan,
Bagaikan emas sejati yang diambil dari bijihnya.

Terkemuka sebagai Yang Tercerahkan Sempurna,
Bagaikan matahari yang naik di angkasa,
[Ia adalah] yang tertinggi di antara semua nāga,
Bagaikan puncak tertinggi di antara banyak gunung.

Dipuji sebagai seekor nāga agung,
Ia tidak melukai di mana pun.
Nāga di antara para nāga,
Sesungguhnya [ia] adalah seekor nāga yang tiada bandingnya.

Kelembutan dan tanpa melukai –
Dua hal ini adalah kaki [belakang] sang nāga.
Pertapaan dan selibat
Adalah latihan sang nāga.

Sang nāga agung memiliki keyakinan sebagai belalainya,
Dua jenis kebaikan sebagai gadingnya;
Perhatian sebagai lehernya, dan kebijaksanaan sebagai kepalanya,
Untuk merenungkan dan menganalisis ajaran;

Menerima dan mengingat ajaran-ajaran adalah perutnya,
Bergembira dalam keterasingan adalah dua kaki depannya.<363>
Menenangkan dengan baik napas masuk dan keluar,
Pikiran[nya] mencapai konsentrasi sempurna.

Sang nāga tetap terkonsentrasi ketika berjalan dan berdiri;
Ketika duduk ia terkonsentrasi dan juga ketika berbaring.
Sang nāga terkonsentrasi setiap saat.
Ini adalah keadaan tetap sang nāga.

Ia menerima makanan dari sebuah rumah tangga yang tanpa kecacatan.
Ia tidak menerimanya dari rumah tangga dengan kecacatan.
[Jika] ia menerima makanan yang rusak atau tidak murni,
Ia membuangnya, seperti seekor singa.

Makanan yang dipersembahkan kepadanya
Ia terima demi belas kasih terhadap orang lain.
Sang nāga, dalam memakan persembahan penuh keyakinan dari orang lain,
Mempertahankan kehidupannya tanpa kemelekatan.

Ia telah memotong semua belenggu, besar dan kecil,
Mencapai pembebasan dari semua ikatan.
Ke mana pun ia berjalan,
Pikirannya tidak terikat oleh kemelekatan apa pun.

Seperti halnya seroja putih
Lahir di dalam air dan tumbuh dipelihara oleh air,
[Tetapi] air berlumpur tidak dapat melekat
Pada keharuman tajam dan bentuk menyenangkannya –

Dengan cara yang sama, Yang Tercerahkan tertinggi
Lahir ke dunia dan aktif di dunia,
[Tetapi] tidak terkotori oleh kenikmatan indria,
Seperti halnya bunga [seroja] di mana air [berlumpur] tidak melekat padanya.

Seperti halnya api yang menyala-nyala
Akan berhenti membakar jika tidak diberikan bahan bakar.
Tanpa bahan bakar api tidak berlanjut;
Api yang demikian dikatakan telah padam.

Orang-orang bijaksana menyampaikan perumpamaan ini,
Berharap maknanya dapat dipahami.
Ini adalah apa yang telah diketahui sang nāga,
Dan apakah yang diajarkan oleh nāga di antara para nāga.

Bebas dari keinginan seksual dan kebencian,
Setelah membuang ketidaktahuan dan mencapai [keadaan] tanpa noda,
[Ketika] sang nāga meninggalkan jasmaninya,
Sang nāga dikatakan telah padam.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, Yang Mulia Udāyin bergembira dan menerimanya dengan hormat.

20
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 01:07:16 PM »
Bagian 11
Bab Panjang [Pertama]


117. Kotbah tentang [Pengasuhan] Menyenangkan<354>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Pada masa lampau, [sebelum] aku meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih sang jalan. Aku [hidup] dalam keleluasaan, kenyamanan, dan kebahagiaan, dengan dibesarkan dalam suatu cara yang [sangat] menyenangkan. Ketika aku [masih] tinggal dalam rumah ayahku, Suddhodana, ia membangun berbagai istana untukku: istana musim semi, istana musim panas, dan istana musim dingin.

Untuk menyediakan bagi hiburanku, ia memerintahkan berbagai jenis kolam bunga dibangun tak jauh dari istana-istanaku: kolam bunga untuk seroja biru, untuk seroja merah muda, untuk seroja merah, dan untuk seroja putih. Dalam kolam-kolam ini ia memerintahkan berbagai bunga air ditanam: seroja biru, seroja merah muda, seroja merah, dan seroja putih. Ia memerintahkan agar kolam-kolam itu diberi air dan bunga-bunga; dan ia memerintahkan agar kolam-kolam itu dijaga, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat menjangkaunya.

Untuk menyediakan bagi hiburanku, ia memerintahkan berbagai jenis bunga yang tumbuh di darat ditanam pada tepi kolam-kolam itu: melati berbunga besar, melati Arab, champak, lili harum, bunga beraroma madu, bunga mawar, dan teratai.<355>

Untuk menyediakan bagi hiburanku, ia menugaskan empat orang untuk memandikanku. Setelah memandikanku, mereka akan mengoleskan pasta kayu cendana merah pada tubuhku. Setelah mengoleskan pasta kayu cendana pada tubuhku, mereka memakaikan padaku pakaian sut, sama sekali baru dari atas sampai bawah, luar dan dalamnya. Siang dan malam mereka terus-menerus memegang payung penahan matahari di atasku, sang Putera Mahkota, sehingga aku tidak lembab oleh embun pada malam hari atau terbakar oleh matahari selama siang hari.

Sedangkan di rumah tangga lain yang biasa biji-bijian kasar, gandum, sup kacang, dan ginseng adalah makanan utama, dalam rumah tangga ayahku, Suddhodana, bahkan para pelayan yang paling rendah memiliki nasi dan hidangan mewah sebagai makanan utama mereka.

Selanjutnya, makanan terus-menerus dipersiapkan untukku dari burung dan binatang buruan, burung dan binatang yang paling cantik – burung pegar atau ayam hutan, dan rusa atau kijang – burung dan binatang buruan demikian, burung dan binatang yang paling cantik.

Aku ingat bagaimana, telah lama berlalu, ketika aku [masih] tinggal dalam rumah ayahku, Suddhodana, aku akan pergi ke istana utama untuk menghabiskan empat bulan musim panas. Di sana tidak ada laki-laki lain di sana, hanya para wanita untuk penghiburanku. Ketika berada di sana, aku tidak memiliki [pemikiran untuk] kembali. Ketika aku ingin mengunjungi taman-taman, tiga puluh orang anggota pasukan berkuda yang terbaik dipilih untuk memberikan pengawalan seremonial, baik di depan dan belakang aku, untuk menungguku dan memanduku – tidak mengatakan [para pelayan]-ku yang lain. Demikianlah kehormatan dan kekuasaanku. Demikianlah sangat menyenangkannya [pengasuhanku].

Aku juga ingat bagaimana, telah lama berlalu, aku melihat para petani yang beristirahat di sawah mereka, aku pergi ke bawah sebatang pohon jambu dan duduk bersila. Terasing dari kenikmatan indria, terasing dari keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, aku memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama, yang [disertai] kesadaran [terarah] dan perenungan [berkelanjutan], dengan sukacita dan kebagiaan yang lahir dari keterasingan.<356>

Aku berpikir, “Orang-orang duniawi yang bodoh dan tidak terpelajar itu sendiri tunduk pada penyakit, tidak terbebas dari penyakit. Ketika melihat orang lain jatuh sakit, mereka merasa jijik dan merendahkan mereka sebagai yang tidak diinginkan dan tidak menyenangkan, tidak mengamati [kondisi] mereka sendiri.”

Selanjutnya, aku berpikir, “Aku sendiri tunduk pada penyakit, tidak terbebas dari penyakit. Jika ketika melihat orang lain jatuh sakit aku merasa jijik dan merendahkan mereka sebagai yang tidak diinginkan dan tidak menyenangkan, maka itu akan tidak pantas bagiku, karena aku juga tunduk pada [kondisi] ini.” Ketika aku telah mengamati dengan cara ini, keangkuhan yang disebabkan oleh tidak berpenyakit secara alamiah lenyap.

Selanjutnya, aku berpikir, “Orang-orang duniawi yang bodoh dan tidak terpelajar itu sendiri tunduk pada usia tua, tidak terbebas dari usia tua. Ketika melihat orang lain menjadi tua, mereka merasa jijik dan merendahkan mereka sebagai yang tidak diinginkan dan tidak menyenangkan, tidak mengamati [kondisi] mereka sendiri.”

Selanjutnya, aku berpikir, “Aku sendiri tunduk pada usia tua, tidak terbebaskan dari usia tua.  Jika ketika melihat orang lain menjadi tua aku merasa jijik dan merendahkan mereka sebagai yang tidak diinginkan dan tidak menyenangkan, itu akan tidak pantas bagiku, karena aku juga tunduk pada [kondisi] ini.” Ketika aku telah merenung dengan cara ini, keangkuhan yang disebabkan oleh usia [muda] secara alamiah lenyap.<357>

Orang-orang duniawi yang bodoh dan tidak terpelajar adalah angkuh, sombong, dan menjadi lalai karena tidak berpenyakit. Karena keinginan indria ketidaktahuan mereka tumbuh dan mereka tidak menjalankan kehidupan suci. Orang-orang duniawi yang bodoh dan tidak terpelajar adalah angkuh, sombong, dan menjadi lalai karena masih [muda]. Karena keinginan indria ketidaktahuan mereka tumbuh dan mereka tidak menjalankan kehidupan suci.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Tunduk pada penyakit, tunduk pada usia tua, dan tunduk pada kematian.
[Walaupun] diri mereka sendiri sama halnya tunduk [pada hal-hal ini],
Orang-orang duniawi memandang [kondisi-kondisi ini] dengan kejijikan.
Jika aku merasa jijik [pada kondisi-kondisi ini],
[Walaupun] belum melampauinya,
Itu akan tidak pantas bagiku,
Karena aku juga tunduk pada hal ini.

Ia yang berlatih seperti ini
Merealisasi Dharma yang [membawa pada] kebebasan dari kelahiran kembali
Sehubungan dengan keangkuhan karena tidak berpenyakit,
Muda, dan berusia panjang.
Melenyapkan semua keangkuhan [demikian],
Seseorang melihat kedamaian dari kebosanan.

Dengan tercerahkan dengan cara ini,
Seseorang tidak gelisah sehubungan dengan kenikmatan indria.
Mencapai persepsi bahwa tidak ada hal [dalam kenikmatan indria],
Ia menjalankan kehidupan suci yang murni.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

21
DhammaCitta Press / Madhyama Agama vol. II (Bagian 11)
« on: 04 May 2021, 01:03:42 PM »
Berikut adalah terjemahan Madhyama Agama bagian 11 yang terdiri dari kotbah 117-131, yang merupakan bagian terakhir dari vol. II ini.

22
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 10)
« on: 02 April 2021, 04:52:44 PM »
Catatan Kaki:

<300> Padanan Pāli-nya adalah Vanapattha-sutta, MN 17 dalam MN I 104; untuk studi perbandingan lihat Anālayo, A Comparative Study of the Majjhima-nikāya, hal. 132–134.

<301> Vanapattha-sutta pertama kali menyelidiki kasus seorang bhikkhu yang tidak memiliki kemajuan dalam latihannya dan kekurangan kebutuhan; kemudian kasus tidak ada kemajuan dan berkecukupan kebutuhan, kemajuan dan kekurangan kebutuhan, dan kemajuan dan berkecukupan kebutuhan.

<302> Seperti dalam kasus kotbah sebelumnya, MĀ 107, padanan Pāli pada MĀ 108 yang saat ini adalah Vanapattha-sutta, MN 17 dalam MN I 104; untuk studi perbandingan lihat Anālayo, A Comparative Study of the Majjhima-nikāya, hal. 132–134.

<303> Perenungan ini berbeda dari perenungan dalam MĀ 107, yang lebih dekat pada Vanapattha-sutta, di mana keduanya menunjuk pada pengembangan perhatian dan konsentrasi, serta mencapai penghancuran noda-noda.

<304> Vanapattha-sutta pertama-tama menyelidiki kasus seorang bhikkhu yang tidak memiliki kemajuan latihannya dan kekurangan kebutuhan; kemudian kasus tidak ada kemajuan dan berkecukupan kebutuhan, kemajuan dan kekurangan kebutuhan, dan kemajuan dan berkecukupan kebutuhan.

<305> Padanan Pāli-nya adalah Samatha-sutta, AN 10.54 dalam AN V 98.

<306> Samatha-sutta menyamakan hal ini dengan seorang wanita muda atau pemuda yang memeriksa wajahnya pada sebuah cermin.

<307> Samatha-sutta menyimpulkan setelah kasus orang tersebut, yang tidak memiliki padanan untuk pernyataan umum yang mengikutinya dalam MĀ 109.

<308> Mengambil varian yang menambahkan 法, sesuai dengan kemunculan lebih awal dari ungkapan yang sama.

<309> Padanan Pāli-nya adalah Sacitta-sutta, AN 10.51 dalam AN V 92.

<310> Sacitta-sutta menyamakan hal ini dengan seorang wanita muda atau pemuda yang memeriksa wajahnya di sebuah cermin.

<311> Sacitta-sutta tidak menyebutkan keyakinan, perhatian, dan kebijaksanaan. Seperti yang dicatat oleh Bhikkhu Bodhi, The Numerical Discourses of the Buddha, hal. 1844, n. 2016, hal-hal ini bersama dengan semangat dan konsentrasi (yang disebutkan dalam kedua versi), membentuk lima indria.

<312> Sacitta-sutta berakhir pada titik ini, tidak memiliki padanan untuk diskusi tentang jubah, dst.

<313> Padanan Pāli-nya adalah Nibbedhika-sutta, AN 6.63 dalam AN III 410.

<314> Nibbedhika-sutta memiliki dua perbedaan kecil dalam urutan: (1) ia dimulai dengan kenikmatan indria, membahas noda-noda hanya belakangan pada titik di mana MĀ 111 menunjuk pada kenikmatan indria; (2) dalam masing-masing kasus ia membawa keberagaman sebelum akibat.

<315> Dalam Nibbedhika-sutta akibat perasaan alih-alih adalah kemunculannya pada kehidupan seseorang yang menyertai kebaikan dan keburukan.

<316> Penjelasan saat ini berhubungan dengan pengajaran tentang perenungan perasaan dalam padanan pada Satipaṭṭhāna-sutta, MĀ 98. Seperti Satipaṭṭhāna-sutta, Nibbedhika-sutta tidak menyebutkan perasaan jasmani dan batin, serta perasaan yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan kenikmatan indria.

<317> Nibbedhika-sutta memberikan daftar enam jenis persepsi berdasarkan enam objek indria.

<318> Nibbedhika-sutta menyajikan tiga pembedaan karma berdasarkan ia dialami dalam kehidupan ini, berikutnya, atau belakangan.

<319> Alih-alih bergaul dengan apa yang tidak disukai dan berpisah dari apa yang disukai, Nibbedhika-sutta menyebutkan dukacita, ratap tangan, kesakitan, kesedihan, dan keputusasaan.

<320> Mengambil bacaan varian集 alih-alih習.

<321> Nibbedhika-sutta menempatkan pencarian atas bantuan dari orang lain di bawah “akibat dukkha”, dan empat pembedaan ke dalam dukkha ringan atau ringan yang lenyap dengan cepat atau perlahan-lahan di bawah “keberagaman dukkha”.

<322> Padanan Pāli-nya adalah Purisindriyanāṇa-sutta (atau Udaka-sutta), AN 6.62 dalam AN III 402, yang memiliki Daṇḍakappa di Kosala sebagai lokasinya.

<323> Purisindriyanāṇa-sutta mengisahkan bahwa Ānanda pergi dengan sekelompok bhikkhu untuk mandi dan seorang bhikkhu bertanya tentang Devadatta, yang kemudian dikisahkan Ānanda kepada Sang Buddha.

<324> Tidak ada reaksi demikian oleh Ānanda yang dikisahkan dalam Purisindriyanāṇa-sutta.

<325> Purisindriyanāṇa-sutta hanya menggambarkan kasus ini dengan contoh benih baik yang ditaruh di tanah yang subur (di mana dalam MĀ 112 muncul agak belakangan); ia memiliki perumpamaan matahari terbit sehubungan dengan seseorang yang mengembangkan hal-hal bermanfaat dan yang akar-akar tidak bermanfaatnya akan segera lenyap.

<326> Kasus kedua dalam Purisindriyanāṇa-sutta alih-alih adalah seseorang yang kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah lenyap tetapi yang masih memiliki akar-akar tidak bermanfaat, yang dibandingkan dengan benih yang diletakkan di atas sebuah batu.

<327> Kasus keempat dalam Purisindriyanāṇa-sutta alih-alih adalah seseorang yang kualitas-kualitas bermanfaatnya telah lenyap dan yang akar-akar bermanfaatnya juga akan lenyap, yang disamakan dengan batu bara yang menyala diletakkan di atas sebuah batu atau permulaan kegelapan saat matahari tenggelam.

<328> Pada titik ini Purisindriyanāṇa-sutta berakhir, dengan tiada padanan untuk instruksi terakhir dalam MĀ 112.

<329> Padanan Pāli-nya adalah Mūlaka-sutta, AN 8.83 dalam AN IV 338 dan AN 10.58 dalam AN V 106. Ini berbeda dalam hal memiliki delapan dan sepuluh topik masing-masing; MĀ 113 memiliki sembilan.

<330> Latihan-latihan ini tidak disebutkan dalam Mūlaka-sutta, tetapi penjelasan yang dapat dibandingkan dapat ditemukan dalam kotbah setelah Mūlaka-sutta kedua, AN 10.59 dalam AN V 106.

<331> Padanan Pāli-nya adalah Uddaka-sutta, SN 35.103 at SN IV 83.

<332> Dalam Uddaka-sutta pernyataannya berbentuk sebait syair yang tersusun dalam kata-kata yang berbeda.

<333> Alih-alih kemahatahuan, klaim dalam Uddaka-sutta adalah telah menaklukkan segala hal.

<334> Terjemahan 狸 mengikuti petunjuk dalam Hirakawa, Buddhist Chinese-Sanskrit Dictionary, hal. 814, bahwa ini dapat menerjemahkan jambuka. Keseluruhan paragraf ini dengan penjelasan pencapaian dan kelahiran kembali Udakka tidak memiliki padanan dalam Uddaka-sutta.

<335> Tiga perasaan tidak dibahas dalam Uddaka-sutta.

<336> Tiga ketagihan tidak dibahas dalam Uddaka-sutta; maupun enam noda yang berhubungan dengan indria.

<337> Alih-alih nasihat untuk berlatih, Uddaka-sutta mengulangi bait syair yang dikutip lebih awal, yang dihubungkan dengan Uddaka, bersama dengan komentar Sang Buddha terhadapnya.

<338> Padanan Pāli-nya adalah Madhupiṇḍika-sutta, MN 18 at MN I 108; untuk studi perbandingan lihat Anālayo, A Comparative Study of the Majjhima-nikāya, hal. 134–138.

<339> Mengambil varian 行 alih-alih 志.

<340> Madhupiṇḍika-sutta mengatakan tentang tidak bergembira dalam sumber persepsi dan gagasan (yang berhubungan dengan) proliferasi konseptual, papanca.

<341> 分別, sedangkan Madhupiṇḍika-sutta mengatakan tentang proliferasi konseptual, papanca.

<342> Madhupiṇḍika-sutta mengambil urutan yang berlawanan, dengan membahas pertama kali kemunculan alat indria dan kemudian ketiadaannya.

<343> Dalam Madhupiṇḍika-sutta adalah Ānanda yang menyampaikan perumpamaan bola madu, yang melibatkan orang yang kelaparan.

<344> Mengambil varian 道 alih-alih 通.

<345> Padanan Pāli-nya adalah Gotamī-sutta, AN 8.51 dalam AN IV 274; untuk studi perbandingan lihat Anālayo, Madhyama-āgama Studies, hal. 449–488, 2016a.

<346> Permintaan Gotamī dalam kotbah Pāli tidak menunjuk pada empat buah seorang pertapa, yang mewakili empat tingkat pencerahan; ia juga membuat tiga permintaan satu setelah yang lain.

<347> Menurut Gotamī-sutta, mereka telah mencukur rambut mereka dan mengenakan jubah kuning.

<348> Gotamī-sutta memiliki sekumpulan perumpamaan pada bagian akhirnya, setelah Ānanda memberitahukan Sang Buddha bahwa Gotamī telah menjadi seorang bhikkhuni. Perumpamaan itu menggambarkan para perampok dengan mudah menyerang sebuah rumah dengan banyak perempuan dan sedikit laki-laki, dan dua jenis penyakit yang menjangkiti sawah atau ladang tebu, masing-masing. Ini diikuti oleh sebuah versi perumpamaan tanggul, yang dalam MĀ 116 memperkenalkan delapan garudhamma.

<349> Dalam Gotamī-sutta, Ānanda menanyakan tentang kemampuan para wanita untuk mencapai pencerahan dan mengingatkan Sang Buddha atas hutang budinya kepada ibu angkatnya Mahāpajāpatī Gotamī. Sang Buddha mengiyakan yang pertama kali dan tidak menjawab yang kedua, tetapi kemudian menetapkan delapan garudhamma. Sebuah penjelasan oleh Sang Buddha bahwa beliau telah menyelesaikan hutang budinya kepada ibu angkatnya dapat ditemukan dalam Dakkhiṇāvibhaṅga-sutta, MN 142 dalam MN III 254.

<350> Delapan garudhamma dalam Gotamī-sutta muncul dalam urutan yang berbeda. Garudhamma tentang penahbisan penuh menunjuk pada pelatihan masa percobaan dan menuntut bahwa penahbisan harus diberikan oleh kedua komunitas.

<351> Garudhamma yang berhubungan dalam Gotamī-sutta tidak menyebutkan pertanyaan tentang kotbah-kotbah, Vinaya, atau Abhidhamma.

<352> Sisa MĀ 116 tidak memiliki padanan dalam Gotamī-sutta; permintaan Gotamī atas garudhamma tentang penghormatan agar dihapuskan dapat ditemukan dalam Vin II 257.

<353> Ini menunjuk pada seorang Buddha, bukan menjadi seorang Arahant.

23
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 10)
« on: 02 April 2021, 04:49:38 PM »
Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, menerimanya dengan baik, mengingatnya dengan baik, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, mengelilingi beliau tiga kali, dan pergi. Ia pergi menemui Mahāpajāpatī Gotamī dan berkata kepadanya:

Gotamī, para wanita diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini. Mahāpajāpatī Gotamī, Sang Bhagavā telah menetapkan delapan aturan untuk dihormati, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka. Apakah delapan hal ini?

Gotamī, seorang bhikkhuni harus meminta penahbisan penuh dari para bhikkhu. Gotamī, ini adalah aturan pertama untuk dihormati yang ditetapkan Sang Bhagavā untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Gotamī, seorang bhikkhuni harus meminta pengajaran setiap setengah bulan dari para bhikkhu. Gotamī, ini adalah aturan kedua untuk dihormati yang ditetapkan Sang Bhagavā untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Gotamī, seorang bhikkhuni tidak diperbolehkan untuk menghabiskan pengasingan musim hujan di daerah di mana tidak ada bhikkhu. Gotamī, ini adalah aturan ketiga untuk dihormati yang ditetapkan Sang Bhagavā untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Gotamī, ketika seorang bhikkhuni menyelesaikan pengasingan musim hujan ia harus meminta dalam kedua perkumpulan tentang tiga hal: meminta tentang apa yang telah dilihat, apa yang telah didengar, dan apa yang telah dicurigai. Gotamī, ini adalah aturan keempat untuk dihormati yang ditetapkan Sang Bhagavā untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Gotamī, jika seorang bhikkhu belum memberikan seorang bhikkhuni izin untuk bertanya tentang kotbah-kotbah, disiplin, atau Abhidharma, maka bhikkhu itu tidak diperbolehkan menanyakan bhikkhu itu tentang hal-hal tersebut. [Hanya] jika bhikkhu itu memberikan izin kepadanya untuk bertanya tentang kotbah-kotbah, disiplin, atau Abhidharma ia diperbolehkan bertanya. Gotamī, ini adalah aturan kelima untuk dihormati yang ditetapkan Sang Bhagavā untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Gotamī, seorang bhikkhuni tidak diperbolehkan untuk menunjukkan pelanggaran seorang bhikkhu tetapi seorang bhikkhu diperbolehkan untuk menunjukkan pelanggaran seorang bhikkhuni. Gotamī, ini adalah aturan keenam untuk dihormati yang ditetapkan Sang Bhagavā untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Gotamī, jika seorang bhikkhuni melakukan pelanggaran berat, ia harus menjalani hukuman di hadapan kedua perkumpulan selama lima belas hari. Gotamī, ini adalah aturan ketujuh untuk dihormati yang ditetapkan Sang Bhagavā untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Gotamī, bahkan jika seorang bhikkhuni telah menerima penahbisan penuh selama seratus tahun ia masih harus bersujud dengan rendah hati di hadapan seorang bhikkhu yang baru saja ditahbiskan, bersikap hormat dan patuh, dan memberikan salam kepadanya, dengan merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan. Gotamī, ini adalah aturan kedelapan untuk dihormati yang ditetapkan Sang Bhagavā untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Gotamī, Sang Bhagavā telah menetapkan delapan aturan untuk dihormati ini, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka. Gotamī, Sang Bhagavā berkata demikian: “Jika Mahāpajāpatī Gotamī menjunjung tinggi delapan aturan untuk dihormati ini, maka ini adalah peninggalan rumahnya demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini, memperoleh penahbisan penuh, dan menjadi seorang bhikkhuni.”

Atas hal ini Mahāpajāpatī Gotamī berkata:

Yang Mulia Ānanda, dengarkanlah seraya aku memberitahukanmu sebuah perumpamaan. Para bijaksana, ketika mendengarkan sebuah perumpamaan, memahami maknanya.

Yang Mulia Ānanda, seperti halnya [ketika] seorang wanita ksatria, seorang wanita brahmana, seorang wanita perumah tangga, atau seorang wanita pekerja, yang cantik dan menarik, setelah membersihkan dan memandikan dirinya sendiri dan meminyaki tubuhnya dengan minyak wangi, dapat mengenakan pakaian bersih yang cemerlang, dan menghiasi dirinya dengan kalung yang terbuat dari berbagai jenis batu berharga. Seumpamanya seseorang, yang merasa bersikap baik terhadap wanita ini dan ingin memberinya manfaat dan membuatnya bahagia, kemudian memberikannya kalungan bunga seroja, kalungan bunga champak, kalungan bunga melati (sumanā), kalungan bunga melati Arab (vassikā), atau kalungan bunga mawar. Wanita itu akan bergembira dan menerimanya dengan kedua tangan dan menghiasi kepalanya dengan kalungan bunga itu.

Dengan cara yang sama, Yang Mulia Ānanda, Sang Bhagavā telah menetapkan bagi para wanita delapan aturan untuk dihormati dan aku menerimanya pada kepalaku dan akan menjunjung tingginya sampai akhir hidupku.

Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini, menerima penahbisan penuh, dan menjadi seorang bhikkhuni.<352>

Pada waktu belakangan, Mahāpajāpatī Gotamī diikuti dan dikelilingi oleh sekumpulan besar bhikkhuni. Ditemani oleh berbagai bhikkhuni senior dan sangat dihormati yang dikenal oleh raja, dan yang telah menjalankan kehidupan suci selama waktu yang lama, ia mendekati Yang Mulia Ānanda.

Setelah memberikan penghormatan kepada Yang Mulia Ānanda dan mengundurkan diri pada satu sisi, ia berkata:

Yang Mulia Ānanda seharusnya mengetahui bahwa ini adalah para bhikkhuni senior dan sangat dihormati, yang dikenal oleh raja, dan yang telah menjalankan kehidupan suci selama waktu yang lama. Terdapat para bhikkhu muda, baru dalam pelatihan, yang baru saja pergi meninggalkan keduniawian dan memasuki Dharma dan disiplin sejati ini, yang memulai [latihan ini] tak lama yang lalu. Kami berharap bahwa para bhikkhu tersebut seharusnya diperintahkan untuk memberikan penghormatan kepada para bhikkhuni ini berdasarkan senioritas mereka, sehingga mereka seharusnya menunjukkan penghormatan dan penghargaan serta memberi salam kepada para bhikkhu ini dengan merentangkan tangan mereka dengan telapak tangan disatukan.

Atas hal ini Yang Mulia Ānanda berkata, “Gotamī, tunggulah di sini. Aku akan pergi menemui Sang Buddha dan menanyakan beliau tentang hal ini.”

Mahāpajāpatī Gotamī berkata, “Baik, Yang Mulia Ānanda.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda pergi menemui Sang Buddha, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha dan mengundurkan diri pada satu sisi. Merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan, ia berkata kepada Sang Buddha:

Sang Bhagavā, Mahāpajāpatī Gotamī, ditemani oleh berbagai bhikkhuni senior dan sangat dihormati yang dikenal oleh raja dan yang telah menjalankan kehidupan suci selama waktu yang lama, mendatangiku hari ini. Setelah memberikan penghormatan pada kakiku dan berdiri pada satu sisi dengan telapak tangan disatukan, ia berkata kepadaku, “Yang Mulia Ānanda, para bhikkhuni senior dan sangat dihormati ini dikenal oleh raja dan telah menjalankan kehidupan suci selama waktu yang lama. Terdapat para bhikkhu muda, baru dalam pelatihan, yang baru saja pergi meninggalkan keduniawian dan memasuki Dharma dan disiplin sejati ini, yang memulai [latihan ini] tak lama yang lalu. Kami berharap bahwa para bhikkhu tersebut seharusnya diperintahkan untuk memberikan penghormatan kepada para bhikkhuni ini berdasarkan senioritas mereka, sehingga mereka seharusnya menunjukkan penghormatan dan penghargaan serta memberi salam kepada para bhikkhu ini dengan merentangkan tangan mereka dengan telapak tangan disatukan.”

Sang Bhagavā berkata:

Hentikan! Hentikan, Ānanda! Jagalah perkataanmu, janganlah berkata seperti ini! Ānanda, jika engkau mengetahui apa yang kuketahui, engkau tidak akan mengatakan sepatah kata pun [tentang hal ini], apalagi berkata seperti ini.

Ānanda, jika para wanita tidak diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin ini, maka para brahmana dan perumah tangga akan membentangkan pakaian mereka di atas tanah dan berkata, “Para pertapa yang tekun, berjalanlah di atas ini! Para pertapa yang tekun berlatih apa yang sulit dilatih. Berikanlah kami manfaat dan perolehan yang bertahan lama, kedamaian dan kebahagiaan [dengan melangkah di atas pakaian ini]!”

Ānanda, jika para wanita tidak diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin ini, maka para brahmana dan perumah tangga akan membentangkan rambut mereka di atas tanah dan berkata, “Para pertapa yang tekun, berjalanlah di atas ini! Para pertapa yang tekun berlatih apa yang sulit dilatih. Berikanlah kami manfaat dan perolehan yang bertahan lama, kedamaian dan kebahagiaan [dengan melangkah di atas rambut ini]!”

Ānanda, jika para wanita tidak diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin ini, maka para brahmana dan perumah tangga, ketika melihat para pertapa, akan menunggu di sisi jalan sambil memegang pada tangan mereka berbagai jenis makanan dan minuman, dengan berkata, “Para yang mulia, terimalah ini, makanlah ini, ambillah ini bersama kalian dan gunakan seperti yang kalian inginkan. Berikanlah kami manfaat dan perolehan yang bertahan lama, kedamaian dan kebahagiaan!”

Ānanda, jika para wanita tidak diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin ini, maka para brahmana yang berkeyakinan, ketika melihat para pertapa yang tekun, akan dengan hormat membawa mereka pada tangan, menuntun mereka ke dalam rumah mereka, dan memegang berbagai jenis barang materi untuk diberikan kepada para pertapa itu, dengan berkata, “Para yang mulia, terimalah ini, ambillah ini bersama kalian dan gunakan seperti yang kalian inginkan! Berikanlah kami manfaat dan perolehan yang bertahan lama, kedamaian dan kebahagiaan!”

Ānanda, jika para wanita tidak diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin ini, maka bahkan matahari dan bulan, sedemikian mereka diberkahi dengan kekuatan spiritual besar, kebaikan besar, keagungan besar – bahkan mereka tidak akan sama dengan keagungan spiritual seorang pertapa yang tekun, apalagi para praktisi ajaran lain yang kurus, tanpa kehidupan.

Ānanda, jika para wanita tidak diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin ini, maka Dharma sejati ini akan bertahan seribu tahun. Sekarang umurnya telah berkurang lima ratus tahun; ia akan bertahan hanya lima ratus tahun.

Ānanda, engkau seharusnya mengetahui bahwa terdapat lima posisi yang tidak dapat dicapai oleh seorang wanita. Adalah tidak mungkin bagi seorang wanita menjadi seorang Tathāgata, tanpa kemelekatan dan tercerahkan sempurna;<353> seorang raja pemutar roda; Sakka, raja para dewa; Raja Māra; atau Brahmā Agung. Ketahuilah bahwa seorang pria dapat mencapai lima keadaan ini. Adalah mungkin bahwa seorang pria dapat menjadi seorang Tathāgata, tanpa kemelekatan dan tercerahkan sempurna; seorang raja pemutar roda; Sakka, raja para dewa; Raja Māra; atau Brahmā Agung.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, Yang Mulia Ānanda dan para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

24
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 10)
« on: 02 April 2021, 04:48:54 PM »
116. Kotbah yang Diucapkan kepada Gotamī<345>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di antara orang-orang Sakya di Kapilavatthu di Nigrodhārāma, di mana beliau menghabiskan pengasingan musim hujan bersama sejumlah besar bhikkhu.

Pada waktu itu Mahāpajāpatī Gotamī pergi menemui Sang Buddha, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, mengundurkan diri pada satu sisi, dan berkata:

Sang Bhagavā, apakah para wanita dapat mencapai keempat buah seorang pertapa? Apakah para wanita karenanya akan diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini?<346>

Sang Bhagavā berkata kepadanya:

Hentikan! Hentikan, Gotamī! Janganlah berpikir demikian: “Para wanita akan diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini.” Gotamī, cukurlah rambutmu seperti ini, kenakan jubah kuning, dan selama sisa hidupmu jalankanlah kehidupan suci dalam kemurnian.

Atas hal ini, Mahāpajāpatī Gotamī, setelah ditolak oleh Sang Buddha, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, mengelilingi beliau tiga kali, dan pergi.

Pada waktu itu para bhikkhu sedang menambal jubah Sang Buddha, [dengan berpikir,] “Sang Bhagavā akan segera mengakhiri pengasingan musim hujannya di antara orang-orang Sakya. Jubah sedang ditambal dan tiga bulan telah berlalu. [Segera] beliau akan mengumpulkan jubahnya, membawa mangkuknya, dan mengembara di antara orang-orang.”

Mahāpajāpatī Gotamī mendengar bahwa para bhikkhu sedang menambal jubah Sang Buddha [dengan berpikir,] “Sang Bhagavā akan segera mengakhiri pengasingan musim hujannya di antara orang-orang Sakya. Jubah sedang ditambal dan tiga bulan telah berlalu. [Segera] beliau akan mengumpulkan jubahnya, membawa mangkuknya, dan mengembara di antara orang-orang.” Setelah mendengar hal ini, Mahāpajāpatī Gotamī pergi menemui Sang Buddha, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, mengundurkan diri pada satu sisi, dan berkata:

Sang Bhagavā, apakah para wanita dapat mencapai keempat buah seorang pertapa? Apakah para wanita karenanya akan diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini?

Sang Bhagavā kembali berkata kepadanya:

Hentikan! Hentikan, Gotamī! Janganlah berpikir demikian: “Para wanita akan diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini.” Gotamī, cukurlah rambutmu seperti ini, kenakan jubah kuning, dan selama sisa hidupmu jalankanlah kehidupan suci dalam kemurnian.

Atas hal ini, Mahāpajāpatī Gotamī, setelah ditolak kembali oleh Sang Buddha, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, mengelilingi beliau tiga kali, dan pergi.

Kemudian Sang Bhagavā mengakhiri pengasingan musim hujannya di antara orang-orang Sakya. Jubah telah ditambal dan tiga bulan telah berlalu. Beliau mengumpulkan jubahnya, membawa mangkuknya, dan pergi mengadakan perjalanan di antara orang-orang.

Mahāpajāpatī Gotamī, ditemani oleh beberapa wanita sesepuh dari suku Sakya, mengikuti untuk mengejar Sang Buddha, yang mengadakan perjalanan secara bertahap sampai beliau tiba di Nādika dan berdiam di Aula Ginjakāvasatha.<347>

Pada saat itu Mahāpajāpatī Gotamī pergi menemui Sang Buddha, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, mengundurkan diri pada satu sisi dan berkata:

Sang Bhagavā, apakah para wanita dapat mencapai keempat buah seorang pertapa? Apakah para wanita karenanya akan diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini?

Ketiga kalinya Sang Bhagavā berkata kepadanya:

Hentikan! Hentikan, Gotamī! Janganlah berpikir demikian: “Para wanita akan diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini.” Gotamī, cukurlah rambutmu seperti ini, kenakan jubah kuning, dan selama sisa hidupmu jalankanlah kehidupan suci dalam kemurnian.

Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī, setelah ditolak oleh Sang Buddha untuk ketiga kalinya, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, mengelilingi beliau tiga kali, dan pergi.

Lalu Mahāpajāpatī Gotamī berdiri di luar pintu masuk sambil menangis dalam dukacita yang mendalam, sepenuhnya diliputi oleh kekotoran, kaki telanjangnya berlumpur dan kotor [karena perjalanan itu]. Yang Mulia Ānanda, ketika melihat Mahāpajāpatī Gotamī berdiri di luar sambil menangis dalam dukacita yang mendalam, sepenuhnya diliputi oleh kekotoran, kaki telanjangnya berlumpur dan kotor, bertanya, “Gotamī, mengapakah engkau berdiri di luar pintu masuk sambil menangis dalam kesedihan yang mendalam, sepenuhnya diliputi oleh kekotoran, kaki telanjangmu berlumpur dan kotor?”

Mahāpajāpatī Gotamī menjawab, “Yang Mulia Ānanda, [ini karena] para wanita tidak diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini.”

Yang Mulia Ānanda berkata, “Gotamī, tunggulah di sini. Aku akan pergi menemui Sang Buddha untuk berbicara kepada beliau tentang hal ini.”

Mahāpajāpatī Gotamī menjawab, “Baik, tentu saja, Yang Mulia Ānanda.”

Kemudian, Yang Mulia Ānanda pergi menemui Sang Buddha [serta] memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha. Ia merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha dan berkata:

Sang Bhagavā, apakah para wanita dapat mencapai keempat buah seorang pertapa? Apakah para wanita karenanya akan diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini?

Sang Bhagavā berkata kepadanya:

Hentikan! Hentikan, Ānanda! Janganlah berpikir demikian: “Para wanita akan diizinkan untuk meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini.” Ānanda, jika para wanita diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini, kehidupan suci tidak akan bertahan lama. Ānanda, seperti halnya dalam sebuah keluarga dengan banyak perempuan dan sedikit laki-laki: apakah keluarga ini akan makmur?

Yang Mulia Ānanda berkata, “Tidak, Sang Bhagavā.”

[Sang Bhagavā berkata:]

Dengan cara yang sama, Ānanda, jika para wanita diizinkan untuk meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini, kehidupan suci tidak akan bertahan lama.

Ānanda, seperti halnya dalam sawah dan ladang gandum: jika gulma tumbuh, lahan itu akan hancur. Dengan cara yang sama, Ānanda, jika para wanita diizinkan untuk meninggalkan meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan dalam Dharma dan disiplin sejati ini, kehidupan suci tidak akan bertahan lama.<348>

Yang Mulia Ānanda berkata lebih lanjut:

Sang Bhagavā, Mahāpajāpatī Gotamī telah sangat memberikan manfaat kepada Sang Bhagavā. Mengapakah demikian? Setelah ibu Sang Bhagavā meninggal, Mahāpajāpatī Gotamī membesarkan Sang Bhagavā.<349>

Sang Bhagavā berkata:

Demikianlah, Ānanda, demikianlah, Ānanda. Mahāpajāpatī Gotamī sangat memberikan manfaat kepadaku; ia membesarkanku setelah ibuku meninggal. Tetapi, Ānanda, aku juga sangat memberikan manfaat kepada Mahāpajāpatī Gotamī. Mengapakah demikian?

Ānanda, karena aku Mahāpajāpatī Gotamī mengambil perlindungan kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, tidak memiliki keragu-raguan tentang tiga hal yang layak dihormati ini, dan [tidak memiliki keragu-raguan tentang empat kebenaran tentang] dukkha, munculnya, lenyapnya, dan sang jalan. Ia sempurna dalam keyakinan, menjaga moralitas, memiliki pengetahuan luas, sempurna dalam memberi, dan telah mencapai kebijaksanaan. Ia menghindari diri dari membunuh, telah meninggalkan pembunuhan. Ia menghindari diri dari mengambil apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan. Ia menghindari diri dari perbuatan seksual yang salah, telah meninggalkan perbuatan seksual yang salah. Ia menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah. Ia menghindari diri dari minuman keras, telah meninggalkan minuman keras.

Ānanda, jika karena orang lain, seseorang mengambil perlindungkan kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, tidak memiliki keragu-raguan tentang tiga hal yang layak dihormati ini, dan [tidak memiliki keragu-raguan tentang empat kebenaran tentang] dukkha, munculnya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya, sempurna dalam keyakinan, menjaga moralitas, memiliki pengetahuan luas, sempurna dalam memberi, dan telah mencapai kebijaksanaan; [jika orang itu] menghindari diri dari membunuh, telah meninggalkan pembunuhan; menghindari diri dari mengambil apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan; menghindari diri dari perbuatan seksual yang salah, telah meninggalkan perbuatan seksual yang salah; menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah; menghindari diri dari minuman keras, telah meninggalkan minuman keras – maka, Ānanda, bahkan jika seseorang memberikan persembahan kepada orang itu dengan pakaian dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup, selama sisa hidupnya, ia tidak dapat membalas kebaikan ini.

Ānanda, bagi para wanita aku sekarang akan menetapkan delapan aturan untuk dihormati, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka. Ānanda, seperti halnya seorang nelayan atau muridnya dapat membuat sebuah tanggul dalam perairan yang dalam untuk mencegah air masuk dan tidak membiarkannya mengalir keluar, dengan cara yang sama, Ānanda, aku sekarang menetapkan delapan aturan untuk dihormati, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka. Apakah delapan hal ini?

Ānanda, seorang bhikkhuni harus meminta penahbisan penuh dari para bhikkhu. Ānanda, ini adalah aturan pertama untuk dihormati yang kutetapkan untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.<350>

Ānanda, seorang bhikkhuni harus meminta pengajaran setiap setengah bulan dari para bhikkhu. Ānanda, ini adalah aturan kedua untuk dihormati yang kutetapkan untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Ānanda, seorang bhikkhuni tidak diperbolehkan untuk menghabiskan pengasingan musim hujan di daerah di mana tidak ada bhikkhu. Ānanda, ini adalah aturan ketiga untuk dihormati yang kutetapkan untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Ānanda, ketika seorang bhikkhuni telah menyelesaikan pengasingan musim hujan, ia harus meminta dalam kedua perkumpulan tentang tiga hal: meminta tentang apa yang telah dilihat, apa yang telah didengar, dan apa yang telah dicurigai. Ānanda, ini adalah aturan keempat untuk dihormati yang kutetapkan untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Ānanda, jika seorang bhikkhu belum memberikan izin untuk bertanya tentang kotbah-kotbah, disiplin, atau Abhidharma, maka bhikkhuni itu tidak diperbolehkan menanyakan bhikkhu itu tentang hal-hal tersebut. [Hanya] jika bhikkhu itu memberikan izin kepadanya untuk bertanya tentang kotbah-kotbah, disiplin, atau Abhidharma ia diperbolehkan bertanya. Ānanda, ini adalah aturan kelima untuk dihormati yang kutetapkan untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.<351>

Ānanda, seorang bhikkhuni tidak diperbolehkan untuk menunjukkan pelanggaran seorang bhikkhu tetapi seorang bhikkhu diperbolehkan untuk menunjukkan pelanggaran seorang bhikkhuni. Ānanda, ini adalah aturan keenam untuk dihormati yang kutetapkan untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Ānanda, jika seorang bhikkhuni melakukan pelanggaran berat (saṅghādisesa), ia harus menjalani hukuman di hadapan kedua perkumpulan selama lima belas hari. Ānanda, ini adalah aturan ketujuh untuk dihormati yang kutetapkan untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Ānanda, bahkan jika seorang bhikkhuni telah menerima penahbisan penuh selama seratus tahun ia masih harus bersujud dengan rendah hati di hadapan seorang bhikkhu yang baru saja ditahbiskan, bersikap hormat dan patuh, dan memberikan salam kepadanya dengan merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan. Ānanda, ini adalah aturan kedelapan untuk dihormati yang kutetapkan untuk para wanita, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka.

Ānanda, aku menetapkan bagi para wanita delapan aturan untuk dihormati ini, yang tidak boleh dilanggar para wanita tetapi harus dijunjung tinggi sampai akhir hidup mereka. Ānanda, jika Mahāpajāpatī Gotamī menjunjung tinggi delapan aturan untuk dihormati ini, maka ini adalah peninggalan rumahnya demi keyakinan, pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam Dharma dan disiplin sejati ini, memperoleh penahbisan penuh, dan menjadi seorang bhikkhuni.

25
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 10)
« on: 02 April 2021, 04:39:45 PM »
Setelah mendengar mendengar hal ini, Sang Bhagavā menyatakan pujian:

Bagus, bagus! Siswaku memiliki mata, pengetahuan, Dharma, makna. Mengapakah demikian? [Karena] sehubungan dengan hal ini yang diajarkan sang guru kepada para siswanya secara ringkas, tanpa menjelaskan rinciannya, siswa itu telah mengajarkannya secara terperinci dengan menggunakan ungkapan dan kata-kata ini. Kalian seharusnya mengingatnya seperti ini, sebagaimana [halnya] bhikkhu Mahākaccāna telah mengajarkannya. Mengapakah demikian? Berdasarkan penjelasan ini, demikianlah kalian seharusnya merenungkan maknanya.

Para bhikkhu, seperti halnya seseorang, karena berdiam di tempat yang terpencil, di gunung atau hutan, tiba-tiba memperoleh sebuah bola madu. Di mana pun bagian darinya yang ia makan, ia mendapatkan rasanya. Dengan cara yang sama, seorang anggota keluarga dalam Dharma dan disiplin sejatiku, di mana pun bagian darinya yang ia renungkan, ia mendapatkan rasanya: Merenungkan mata ia mendapatkan rasanya, merenungkan telinga ... hidung ... lidah ... badan ... merenungkan pikiran ia mendapatkan rasanya.<343>

Pada waktu itu Yang Mulia Ānanda sedang mengipasi Sang Buddha. Kemudian Yang Mulia Ānanda merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha dan berkata, “Sang Bhagavā, apakah nama ajaran ini? Bagaimanakah kami seharusnya mengingatnya?”

Sang Bhagavā berkata, “Ānanda, nama ajaran ini adalah ‘perumpamaan bola madu.’ Demikianlah engkau seharusnya mengingatnya.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Setelah menerima ajaran dengan perumpamaan bola madu ini, kalian seharusnya mempelajarinya dan mengulanginya. Mengapakah demikian? Para bhikkhu, ajaran dengan perumpamaan bola madu adalah penuh makna. Ia adalah akar kehidupan suci. Ia membawa menuju sang jalan,<344> menuju pencerahan, menuju nirvana. Jika para anggota keluarga mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, mereka seharusnya mengingat dengan baik perumpamaan bola madu ini.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, Yang Mulia Ānanda dan para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan baik.

26
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 10)
« on: 02 April 2021, 04:37:59 PM »
115. Kotbah dengan Perumpamaan Bola Madu<338>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di antara orang-orang Sakya di Kapilavatthu.

Kemudian Sang Bhagavā, pada saat fajar, ketika malam telah berlalu, setelah mengenakan jubahnya dan membawa mangkuknya, pergi ke Kapilavatthu untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah makan siang, beliau meletakkan jubah dan mangkuknya dan mencuci tangan dan kakinya. Dengan alas duduk di atas bahunya beliau pergi ke tempat pemujaan orang Sakya di sebuah hutan bambu. Memasuki hutan besar itu, beliau membentangkan alas duduknya di bawah sebatang pohon dan duduk bersila.

Kemudian orang Sakya Daṇḍapāṇi, dengan bersandar pada sebuah tongkat, datang dalam jalan-jalan sorenya. Ia mendekati Sang Buddha dan bertukar salam. Dengan bersandar pada tongkatnya, ia berdiri di hadapan Sang Buddha dan bertanya kepada Sang Bhagavā, “Pertapa Gotama, apakah dasar pengajaranmu? Apakah yang engkau ajarkan?”

Sang Bhagavā menjawab:

Orang Sakya, [ajaranku] adalah untuk tidak berselisih dengan siapa pun di seluruh dunia – para dewa, māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa – untuk berlatih kehidupan suci yang terasing dari kenikmatan indria,<339> meninggalkan sifat bermuka dua, memotong kekhawatiran, dan tidak melekat pada penjelmaan, tanpa penjelmaan, atau tanpa persepsi. Ini adalah dasar pengajaranku, ini adalah apa yang kuajarkan.

Ketika orang Sakya Daṇḍapāṇi mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, ia tidak menyetujui maupun menolak. Menggeleng-gelengkan kepalanya, orang Sakya Daṇḍapāṇi pergi. Tidak lama setelah orang Sakya Daṇḍapāṇi telah pergi, pada sore menjelang malam hari, Sang Bhagavā bangkit dari duduk bermeditasi dan pergi menuju aula pertemuan. Beliau duduk pada sebuah tempat duduk yang disediakan di hadapan Sangha para bhikkhu dan berkata kepada para bhikkhu:

Pagi ini aku mengenakan jubahku dan membawa mangkukku dan pergi memasuki Kapilavatthu untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah makan siang, aku meletakkan jubah dan mangkukku dan mencuci tangan dan kakiku. Dengan alas duduk di atas bahuku aku pergi ke tempat pemujaan orang Sakya di dalam sebuah hutan bambu. Memasuki hutan besar itu, aku membentangkan alas dudukku di bawah sebatang pohon dan duduk bersila.

Orang Sakya Daṇḍapāṇi, dengan bersandar pada sebuah tongkat, datang dalam jalan-jalan sorenya. Ia mendekatiku dan bertukar sama. Dengan bersandar pada tongkatnya, ia berdiri di hadapanku dan bertanya, “Pertapa Gotama, apakah dasar pengajaranmu? Apakah yang engkau ajarkan?” Aku menjawab, “Orang Sakya, [ajaranku] adalah untuk tidak berselisih dengan siapa pun di seluruh dunia – para dewa, māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa – untuk berlatih kehidupan suci yang terasing dari kenikmatan indria, meninggalkan sifat bermuka dua, memotong kekhawatiran, dan tidak melekat pada penjelmaan, tanpa penjelmaan, atau tanpa persepsi: ini adalah dasar pengajaranku, ini adalah apa yang kuajarkan.”

Ketika orang Sakya Daṇḍapāṇi mendengar apa yang kukatakan, ia tidak menyetujui maupun menolak. Menggeleng-gelengkan kepalanya, orang Sakya Daṇḍapāṇi pergi.

Kemudian seorang bhikkhu bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha, dan berkata:

Sang Bhagavā, apakah yang dimaksud dengan “tidak berselisih dengan siapa pun di seluruh dunia – para dewa, māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa – untuk berlatih kehidupan suci yang terasing dari kenikmatan indria, meninggalkan sifat bermuka dua, memotong kekhawatiran, dan tidak melekat pada penjelmaan, tanpa penjelmaan, atau tanpa persepsi”?

Sang Bhagavā berkata:

Bhikkhu, seumpamanya bahwa seseorang, dengan perenungan [yang berhubungan] sebagai sebabnya, meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan. Dengan kehendak dan persepsi ia berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.<340>

Ini disebut akhir dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir dukkha.

Setelah mengatakan hal ini, Sang Buddha bangkit dari tempat duduknya dan pergi menuju kediaman beliau untuk duduk bermeditasi. Kemudian para bhikkhu berpikir:

Teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mengetahui bahwa Sang Bhagavā telah bangkit dari tempat duduknya dan memasuki kediaman beliau untuk duduk bermeditasi, setelah mengucapkan hal ini secara singkat, tanpa menjelaskan rinciannya, [yaitu,] “Seumpamanya bahwa seseorang, dengan perenungan [yang berhubungan] sebagai sebabnya, meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan. Dengan kehendak dan persepsi ia berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.

“Ini disebut akhir dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir dukkha.”

Mereka lebih lanjut berpikir, “Teman-teman yang mulia, siapakah yang akan dapat menjelaskan secara terperinci makna dari apa yang baru saja dikatakan Sang Bhagavā secara singkat?”

Mereka lebih lanjut berpikir:

Yang Mulia Mahākaccāna sering dipuji oleh Sang Bhagavā dan oleh teman-teman bijaksananya dalam kehidupan suci. Yang Mulia Mahākaccāna akan dapat menjelaskan secara terperinci makna dari apa yang baru saja dikatakan Sang Bhagavā secara singkat. Teman-teman yang mulia, marilah kita bersama-sama mendekati Yang Mulia Mahākaccāna dan memintanya untuk menjelaskan hal ini. Sebagaimana Yang Mulia Mahākaccāna menjelaskannya, demikianlah kita akan mengingatnya dengan baik.

Kemudian para bhikkhu mendekati Yang Mulia Mahākaccāna. Setelah bertukar salam, mereka mengundurkan diri, berdiri pada satu sisi, dan berkata:

Yang Mulia Mahākaccāna, ketahuilah bahwa Sang Bhagavā bangkit dari tempat duduknya dan memasuki kediaman beliau untuk duduk bermeditasi, setelah mengucapkan hal ini secara singkat tanpa menjelaskan rinciannya, [yaitu,] “Para bhikkhu, seumpamanya bahwa seseorang, dengan perenungan [yang berhubungan] sebagai sebabnya, meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan. Dengan kehendak dan persepsi ia berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.

“Ini disebut akhir dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir dukkha.”

Kemudian kami berpikir demikian, “Teman-teman yang mulia, siapakah yang akan dapat menjelaskan secara terperinci makna dari apa yang baru saja dikatakan Sang Bhagavā secara singkat?” Kami lebih lanjut berpikir, “Yang Mulia Mahākaccāna sering dipuji oleh Sang Bhagavā dan oleh teman-teman bijaksananya dalam kehidupan suci. Yang Mulia Mahākaccāna akan dapat menjelaskan secara terperinci makna dari apa yang baru saja dikatakan Sang Bhagavā secara singkat.” Semoga Yang Mulia Mahākaccāna, demi belas kasih, mengajarkan kami secara terperinci!

Kemudian Yang Mulia Mahākaccāna berkata:

Teman-teman yang mulia, dengarkanlah seraya aku memberitahukan kalian sebuah perumpamaan. Ketika mendengar sebuah perumpamaan orang-orang memahami maknanya. Teman-teman yang mulia, seperti halnya seseorang yang menginginkan memperoleh inti kayu, mencarinya. Dalam pencarian inti kayu ia memasuki hutan, dengan membawa kapak. Ia melihat sebatang pohon besar yang memiliki akar, cabang, ruas, ranting, daun, bunga, dan inti kayu. Orang itu tidak mengambil akar, cabang, ruas, dan inti kayu tetapi hanya mengambil ranting dan mengambil ranting dan daun.

Teman-teman yang mulia, apa yang telah kalian katakan adalah seperti itu. Sang Bhagavā masih ada, tetapi kalian meninggalkan beliau dan datang untuk bertanya kepadaku tentang hal ini. Mengapakah demikian? Teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mengetahui bahwa Sang Bhagavā adalah mata, adalah pengetahuan, adalah makna, adalah Dharma, adalah guru Dharma, adalah jenderal Dharma. Pengajaran makna yang benar ini, pengungkapan semua makna, berasal dari Sang Bhagavā. Teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mendekati Sang Bhagavā sendiri untuk menanyakan tentang hal ini, dengan berkata, “Sang Bhagavā, bagaimanakah hal ini? Apakah makna dari hal ini?” Sebagaimana Sang Bhagavā mengajarkannya, demikianlah, teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mengingatnya.

Kemudian para bhikkhu berkata:

Benar, sesungguhnya, Yang Mulia Mahākaccāna, Sang Bhagavā adalah mata, adalah pengetahuan, adalah makna, adalah Dharma, adalah guru Dharma, adalah jenderal Dharma. Pengajaran makna yang benar ini, pengungkapan semua makna, berasal dari Sang Bhagavā. Kami seharusnya mendekati Sang Bhagavā sendiri untuk menanyakan tentang hal ini, dengan berkata, “Sang Bhagavā, bagaimanakah hal ini? Apakah makna dari hal ini?” Sebagaimana Sang Bhagavā mengajarkannya, demikianlah kami seharusnya mengingatnya dengan baik.

Namun demikian, Yang Mulia Mahākaccāna sering dipuji oleh Sang Bhagavā dan oleh teman-teman bijaksananya dalam kehidupan suci. Yang Mulia Mahākaccāna akan dapat menjelaskan secara terperinci makna dari apa yang dikatakan Sang Bhagavā secara singkat. Semoga Yang Mulia Mahākaccāna menjelaskannya secara terperinci, demi belas kasih!

Yang Mulia Mahākaccāna berkata kepada para bhikkhu:

Teman-teman yang mulia, dengarkanlah dengan seksama pada apa yang kukatakan. Teman-teman yang mulia, dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, kesadaran mata muncul. Pertemuan tiga hal ini adalah kontak. Dengan bergantung pada kontak terdapat perasaan. Jika terdapat perasaan, terdapat persepsi; jika terdapat persepsi, terdapat kehendak; jika terdapat kehendak, terdapat pemikiran; jika terdapat pemikiran, terdapat pembedaan.<341> Seorang bhikkhu, setelah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan dengan perenungan [yang berhubungan] demikian sebagai sebabnya, dengan kehendak dan persepsi berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.

Ini disebut akhir dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir dukkha.

Dengan cara yang sama untuk telinga … hidung … lidah … badan … dengan bergantung pada pikiran dan objek-objek pikiran, kesadaran pikiran muncul. Pertemuan tiga hal ini adalah kontak. Dengan bergantung pada kontak, terdapat perasaan. Jika terdapat perasaan, terdapat persepsi; jika terdapat persepsi, terdapat kehendak; jika terdapat kehendak, terdapat pemikiran; jika terdapat pemikiran, terdapat pembedaan. Seorang bhikkhu, setelah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan dengan perenungan [yang berhubungan] demikian sebagai sebabnya, dengan kehendak dan persepsi berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.

Ini disebut akhir dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir dukkha.

Teman-teman yang mulia, tanpa mata, tanpa bentuk-bentuk, dan tanpa kesadaran mata, kemunculan kontak dan manifestasi kontak bagi seorang bhikkhu adalah tidak mungkin. Jika kontak tidak bermanifestasi, kemunculan perasaan dan manifestasi perasaan adalah tidak mungkin. Jika perasaan tidak bermanifestasi, kemunculan dan manifestasi pemikiran, kehendak, dan persepsi seorang praktisi, yang pergi meninggalkan keduniawian dan berlatih dalam sang jalan, adalah tidak mungkin. Dengan cara yang sama untuk telinga … hidung … lidah … badan … tanpa pikiran, tanpa objek-objek pikiran, tanpa kesadaran pikiran, kemunculan kontak dan manifestasi kontak adalah tidak mungkin. Jika kontak tidak bermanifestasi, kemunculan perasaan dan manifestasi perasaan adalah tidak mungkin. Jika perasaan tidak bermanifestasi, kemunculan dan manifestasi pemikiran, kehendak, dan persepsi seorang praktisi, yang pergi meninggalkan keduniawian dan berlatih dalam sang jalan, adalah tidak mungkin.<342>

[Sebaliknya,] teman-teman yang mulia, karena mata, karena bentuk-bentuk, karena kesadaran mata, kemunculan kontak dan manifestasi kontak bagi seorang bhikkhu adalah pasti mungkin. Jika kontak bermanifestasi, kemunculan perasaan dan manifestasi perasaan adalah pasti mungkin. Jika perasan bermanifestasi, kemunculan dan manifestasi pemikiran, kehendak, dan persepsi seorang praktisi, yang pergi meninggalkan keduniawian dan berlatih dalam sang jalan, adalah pasti mungkin. Dengan cara yang sama untuk telinga ... hidung ... lidah ... badan ... karena pikiran, karena objek-objek pikiran, karena kesadaran pikiran, kemunculan kontak dan manifestasi kontak adalah pasti mungkin. Jika kontak bermanifestasi, kemunculan perasaan dan manifestasi perasaan adalah pasti mungkin. Jika perasan bermanifestasi, kemunculan dan manifestasi pemikiran, kehendak, dan persepsi seorang praktisi, yang pergi meninggalkan keduniawian dan berlatih dalam sang jalan, adalah pasti mungkin.

Teman-teman yang mulia, Sang Bhagavā bangkit dari tempat duduknya dan memasuki kediaman beliau untuk duduk bermeditasi, setelah mengucapkan hal ini secara singkat tanpa menjelaskan rinciannya, [demikian:] “Para bhikkhu, seumpamanya bahwa seseorang, dengan perenungan [yang berhubungan] sebagai sebabnya, meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan. Dengan kehendak dan persepsi ia berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.

“Ini disebut akhir dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir dukkha.”

Apa yang diucapkan Sang Bhagavā hanya secara singkat tanpa menjelaskan rinciannya, aku telah menjelaskannya secara terperinci dengan cara ini, dengan menggunakan ungkapan dan kata-kata ini. Teman-teman yang mulia, dekatilah Sang Buddha dan kemukakanlah [penjelasanku] secara lengkap [kepada beliau]. Sebagaimana Sang Bhagavā menjelaskan maknanya, teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mengingatnya!

Kemudian, setelah mendengar apa yang telah dikatakan Yang Mulia Mahākaccāna, dengan mengingatnya dengan baik dalam pikiran [bagaimana] mengulanginya, para bhikkhu bangkit dari tempat duduk mereka, mengelilingi Yang Mulia Mahākaccāna tiga kali, dan pergi. Mereka mendekati Sang Buddha. Setelah memberikan penghormatan kepada beliau, mereka mengundurkan diri, duduk pada satu sisi, dan berkata:

Sang Bhagavā, pengajaran yang diberikan Sang Bhagavā secara singkat tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci, di mana setelah itu beliau bangkit dari tempat duduknya dan memasuki kediaman beliau untuk duduk bermeditasi – Yang Mulia Mahākaccāna telah menjelaskannya kepada kami secara terperinci dengan menggunakan ungkapan dan kata-kata ini.

27
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 10)
« on: 02 April 2021, 04:04:40 PM »
114. Kotbah tentang Uddaka [Rāmaputta]<331>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Dalam perkumpulan-perkumpulan Uddaka Rāmaputta sering berkata seperti ini, “Dalam kehidupan ini aku telah merenungkan ini dan merealisasikan ini. Tidak mengetahui akar tumor, aku kemudian mengetahui sepenuhnya akar tumor.”<332>

Uddaka Rāmaputta tidak mengetahui segalanya tetapi ia mengaku mengetahui segalanya;<333> ia belum benar-benar mencapai realisasi tetapi mengaku telah mencapai realisasi.

Uddaka Rāmaputta memiliki pandangan dan mengajarkan seperti ini, “Kelangsungan adalah penyakit, tumor, duri. Mereka yang menyokong tanpa-persepsi adalah dungu. Mereka yang telah mencapai realisasi [mengetahui]: ini adalah tenang, ini adalah luhur, yaitu pencapaian landasan bukan-persepsi-juga-bukan-tanpa-persepsi.”

Ia bergembira dalam identitasnya sendiri dan melekat pada identitasnya sendiri. Melekat pada identitasnya sendiri, ia berlatih mencapai landasan bukan-persepsi-juga-bukan-tanpa-persepsi. Ketika hancurnya jasmani saat kematian, ia terlahir kembali di antara para dewa bukan-persepsi-juga-bukan-tanpa-persepsi. Ketika masa kehidupannya di sana berakhir ia akan kembali ke dunia ini dan terlahir kembali sebagai orang rendahan.<334>

Sehubungan dengan hal ini, seorang bhikkhu [dalam pengajaranku] dapat dengan benar mengatakan, “Dalam masa kehidupan ini aku telah merenungkan ini dan merealisasikan ini. Tidak mengetahui akar tumor, aku kemudian telah mengetahui sepenuhnya akar tumor.”

Bagi seorang bhikkhu, apakah perenungan benar? Seorang bhikkhu mengetahui enam landasan kontak, mengetahui munculnya, mengetahui lenyapnya, mengetahui daya tariknya, mengetahui bahayanya, dan mengetahui jalan membebaskan diri darinya. Ia mengetahui [hal ini] dengan kebijaksanaan, sebagaimana adanya. Bagi seorang bhikkhu, ini disebut perenungan benar.

Bagi seorang bhikkhu, apakah realisasi? Seorang bhikkhu mengetahui tiga [jenis] perasaan, mengetahui munculnya, mengetahui lenyapnya, mengetahui daya tariknya, mengetahui bahayanya, dan mengetahui jalan membebaskan diri darinya. Bagi seorang bhikkhu, ini disebut realisasi benar.<335>

Bagi seorang bhikkhu, apakah tidak mengetahui akar tumor tetapi kemudian mengetahui sepenuhnya akar tumor? Seorang bhikkhu menngetahui bahwa ketagihan dapat dilenyapkan dan ditarik keluar melalui akar-akarnya sepenuhnya, sehingga ia tidak akan muncul kembali. Bagi seorang bhikkhu, ini disebut tidak mengetahui akar tumor tetapi kemudian mengetahui sepenuhnya akar tumor.

Sehubungan dengan tumor, ini adalah jasmani, dengan bentuk kasar yang terbentuk dari empat unsur, lahir dari ayah dan ibu, dipelihara dengan makanan dan minuman, ditutupi dengan pakaian dan selimut, dipijit dan dimandikan, harus menahan penganiayaan – ia pada dasarnya adalah tidak kekal, bersifat memburuk dan melapuk. Ini disebut tumor.

Sehubungan dengan akar tumir, ini adalah tiga jenis ketagihan.<336> Ketagihan terhadap kenikmatan indria, ketagihan terhadap bentuk, dan ketagihan terhadap tanpa bentuk: ini disebut akar tumor.

Sehubungan dengan noda-noda tumor, ini adalah enam landasan kontak indria. Noda [yang berhubungan dengan] mata ketika melihat bentuk-bentuk, noda [yang berhubungan dengan] telinga ketika mendengar suara-suara, noda [yang berhubungan dengan] lidah ketika merasakan rasa-rasa, noda [yang berhubungan dengan] badan ketika mengalami sentuhan, noda [yang berhubungan dengan] pikiran ketika mengetahui objek-objek pikiran: ini disebut noda-noda tumor.

Para bhikkhu, aku telah mengajarkan kalian tentang tumor, dan tentang akar tumor.<337> Apa yang seharusnya dilakukan seorang guru untuk para siswanya demi belas kasih agung, kebaikan, simpati, dan perhatian, dengan mencari manfaat dan kesejahteraan mereka, mencari keamanan dan kebahagiaan mereka, itu telah kulakukan sekarang. Kalian juga seharusnya melakukan tugas kalian. Pergilah duduk dalam meditasi dan perenungan di tempat yang terpencil, di gunung, di dalam hutan, di bawah sebatang pohon, di tempat yang kosong dan tenang. Janganlah lalai. Lakukanlah usaha yang tekun, agar kalian tidak menyesal kelak. Inilah instruksiku; inilah pengajaranku.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

28
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 10)
« on: 02 April 2021, 04:00:24 PM »
113. Kotbah tentang Akar Semua Fenomena<329>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Jika para praktisi ajaran lain bertanya kepada kalian, “Apakah akar semua fenomena?”, kalian seharusnya menjawab mereka dengan cara ini, “Semua fenomena memiliki keinginan sebagai akarnya.”

Jika mereka bertanya lebih lanjut, “Apakah yang menghubungkan semua fenomena?”, kalian seharusnya menjawab dengan cara ini, “Kontak menghubungkan semua fenomena.”

Jika mereka bertanya lebih lanjut, “Dari manakah semua fenomena berasal?”, kalian seharusnya menjawab dengan cara ini, “Semua fenomena berasal dari perasaan.”

Jika mereka bertanya lebih lanjut, “Karena apakah semua fenomena ada?”, kalian seharusnya menjawab dengan cara ini, “Semua fenomena ada karena kehendak dan persepsi.”

Jika mereka bertanya lebih lanjut, “Apakah pemimpin semua fenomena?”, kalian seharusnya menjawab dengan cara ini, “Perhatian adalah pemimpin semua fenomena.”

Jika mereka bertanya lebih lanjut, “Apakah yang terkemuka di antara semua fenomena?”, kalian seharusnya menjawab dengan cara ini, “Konsentrasi adalah yang terkemuka di antara semua fenomena.”

Jika mereka bertanya lebih lanjut, “Apakah yang tertinggi di antara semua fenomena?”, kalian seharusnya menjawab dengan cara ini, “Kebijaksanaan adalah yang tertinggi di antara semua fenomena.”

Jika mereka bertanya lebih lanjut, “Apakah [inti] sejati semua fenomena?”, kalian seharusnya menjawab dengan cara ini, “Pembebasan adalah [inti] sejati semua fenomena.”

Jika mereka bertanya lebih lanjut, “Apakah puncak semua fenomena?”, kalian seharusnya menjawab dengan cara ini, “Nirvana adalah puncak semua fenomena.”

Demikianlah, para bhikkhu, keinginan adalah akar semua fenomena, kontak menghubungkan semua fenomena, semua fenomena berasal dari perasaan, semua fenomena ada karena kehendak dan persepsi, perhatian adalah pemimpin semua fenomena, konsentrasi adalah yang terkemuka di antara semua fenomena, kebijaksanaan adalah yang tertinggi di antara semua fenomena, pembebasan adalah [inti] sejati semua fenomena, dan nirvana adalah puncak semua fenomena.

Oleh sebab itu, para bhikkhu, kalian seharusnya berlatih dengan cara ini:<330> latihlah sikap mental [seseorang yang telah] pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, latihlah persepsi ketidakkekalan, latihlah persepsi dukkha dalam ketidakkekalan, latihlah persepsi bukan-diri dalam dukkha, latihlah persepsi ketidakmurnian, latihlah persepsi kejijikan terhadap makanan, latihlah persepsi tidak bergembira dalam seluruh dunia, latihlah persepsi kematian. Mengetahui kesukaan dan ketidaksukaan sehubungan dengan dunia, latihlah melihat mereka seperti ini dalam pikiran. Mengetahui kemunculan dan kelangsungan dunia, latihlah melihatnya seperti ini dalam pikiran. Mengetahui, sebagaimana adanya, muncul dan lenyapnya dunia, daya tariknya, bahayanya, dan jalan membebaskan diri darinya, latihlah melihatnya seperti ini dalam pikiran.

Jika seorang bhikkhu dapat berlatih sikap mental [seseorang yang telah] pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, maka ia dapat berlatih persepsi ketidakkekalan, berlatih persepsi dukkha dalam ketidakkekalan, berlatih persepsi bukan-diri dalam dukkha, berlatih persepsi ketidakmurnian, berlatih persepsi kejijikan terhadap makanan, berlatih persepsi tidak bergembira dalam seluruh dunia, dan berlatih persepsi kematian.

Mengetahui kesukaan dan ketidaksukaan terhadap dunia, ia dapat berlatih melihatnya seperti ini dalam pikiran; mengetahui kemunculan dan kelangsungan dunia, ia dapat berlatih melihatnya seperti ini dalam pikiran. Jika, mengetahui sebagaimana adanya, munculnya dunia, lenyapnya, daya tariknya, bahayanya, dan jalan membebaskan diri darinya, ia dapat berlatih melihatnya seperti ini dalam pikiran, maka seorang bhikkhu demikian dikatakan telah meninggalkan ketagihan dan melenyapkan belenggu-belenggu. Setelah dengan benar mengetahui dan dengan benar merenungkan semua fenomena, ia telah mencapai akhir dukkha.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

29
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 10)
« on: 02 April 2021, 03:55:57 PM »
Atas hal ini Yang Mulia Ānanda merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha dan berkata, “Sang Bhagavā sekarang telah menjelaskan tiga jenis orang dengan cara ini. Dapatkah beliau juga menjelaskan tiga jenis orang lainnya [yang berhubungan]?”

Sang Bhagavā berkata:

Beliau dapat menjelaskannya. Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan mengetahui bahwa orang ini telah mengembangkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat. Kemudian Sang Tathāgata menggunakan lagi pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang ini, dan menemukan bahwa kualitas-kualitas tidak bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas bermanfaatnya telah muncul. [Walaupun] kualitas-kualitas tidak bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas bermanfaatnya telah muncul, sisa akar-akar tidak bermanfaatnya belum terpotong, dan dari akar-akar tidak bermanfaat ini hal tidak bermanfaat dapat tumbuh kembali. Dengan cara ini orang ini bersifat mengalami kemunduran dan kemerosotan.<327>

Ānanda, seperti halnya api yang baru saja mulai terbakar, ketika hanya sebuah kobaran lidah api yang menyala, dan kemudian seseorang menambahkannya rumput kering atau kayu mati. Apakah yang engkau pikirkan, Ānanda: apakah api itu akan bertambah dan menyala-nyala?

Yang Mulia Ānanda menjawab, “Ia akan bertambah dan menyala-nyala, Sang Bhagavā.”

[Sang Bhagavā berkata:]

Dengan cara yang sama, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan mengetahui bahwa orang ini telah mengembangkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat. Kemudian Sang Tathāgata menggunakan lagi pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang ini, dan menemukan bahwa kualitas-kualitas tidak bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas bermanfaatnya telah muncul. [Walaupun] kualitas-kualitas tidak bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas bermanfaatnya telah muncul, sisa akar-akar tidak bermanfaatnya belum terpotong, dan dari akar-akar tidak bermanfaat ini hal tidak bermanfaat dapat tumbuh kembali. Dengan cara ini orang ini bersifat mengalami kemunduran dan kemerosotan. Ānanda, ini adalah apa yang disebut pengetahuan agung Sang Tathāgata atas indria orang-orang. Ini adalah bagaimana Sang Tathāgata dengan benar mengetahui akar-akar semua kualitas.

Selanjutnya, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan mengetahui bahwa orang ini telah mengembangkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat. Kemudian Sang Tathāgata menggunakan lagi pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang ini, dan menemukan bahwa kualitas-kualitas tidak bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas bermanfaatnya telah muncul. [Walaupun] kualitas-kualitas tidak bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas bermanfaatnya telah muncul, sisa akar-akar tidak bermanfaatnya belum terpotong, [tetapi] mereka pasti akan terpotong pada masa yang akan datang, dan dengan cara ini orang ini akan bersifat mencapai kemurnian.

Ānanda, seperti halnya ketika api telah terbakar habis sampai hanya sebuah lidah api [tersisa] dan seseorang datang dan menaruhnya pada tanah bersih yang rata atau menempatkannya di atas sebuah batu. Apakah yang engkau pikirkan, Ānanda: apakah api itu akan bertambah dan menyala-nyala?

Yang Mulia Ānanda menjawab, “Tidak, Sang Bhagavā.”

[Sang Bhagavā berkata:]

Dengan cara yang sama, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan mengetahui bahwa orang ini telah mengembangkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat. Kemudian Sang Tathāgata menggunakan lagi pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang ini, dan menemukan bahwa kualitas-kualitas tidak bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas bermanfaatnya telah muncul. [Walaupun] kualitas-kualitas tidak bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas bermanfaatnya telah muncul, sisa akar-akar tidak bermanfaatnya belum terpotong, [tetapi] mereka pasti akan terpotong pada masa yang akan datang, dan dengan cara ini orang ini mencapai kualitas-kualitas murni. Ānanda, ini adalah apa yang disebut pengetahuan agung Sang Tathāgata atas indria orang-orang. Ini adalah bagaimana Sang Tathāgata dengan benar mengetahui akar-akar semua kualitas.

Selanjutnya, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan melihat bahwa orang ini tidak memiliki bahkan sejumlah kecil karma hitam, tidak bahkan berjumlah sehelai rambut pun. Orang ini pasti penuh dengan kualitas-kualitas bermanfaat, yang memberikan kebahagiaan dan membawa akibat yang membahagiakan, dan pasti akan membawanya pada kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik dan mencapai kehidupan yang panjang [di sana]. Seseorang seperti ini pasti akan mencapai nirvana akhir dalam kehidupan ini juga.

Ānanda, seperti halnya ketika batu bara telah lama padam dan menjadi dingin, tetapi seseorang menambahkannya dengan rumput kering atau banyak kayu mati. Apakah yang engkau pikir, Ānanda: apakah batu bara mati tersebut akan mulai terbakar lagi?

Yang Mulia Ānanda menjawab, “Tidak, Sang Bhagavā.”

[Sang Bhagavā berkata:]

Dengan cara yang sama, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan melihat bahwa orang ini tidak memiliki bahkan sejumlah kecil karma hitam, tidak bahkan berjumlah sehelai rambut pun. Orang ini pasti penuh dengan kualitas-kualitas bermanfaat, yang memberikan kebahagiaan dan membawa akibat yang membahagiakan, dan pasti akan membawanya pada kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik dan mencapai kehidupan yang panjang [di sana]. Seseorang seperti ini pasti akan mencapai nirvana akhir dalam kehidupan ini juga. Ānanda, ini adalah apa yang disebut pengetahuan agung Sang Tathāgata atas indria orang-orang. Ini adalah bagaimana Sang Tathāgata dengan benar mengetahui akar-akar semua kualitas.

Ānanda, dari tiga jenis orang yang kujelaskan sebelumnya, yang pertama mencapai kualitas-kualitas murni, yang kedua bersifat mengalami kemunduran dan kemerosotan, dan yang ketiga, ketika hancurnya jasmani saat kematian, pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka. Dari tiga jenis orang yang kujelaskan berikutnya, yang pertama bersifat mengalami kemunduran dan kemerosotan, yang kedua mencapai kualitas-kualitas murni, dan yang ketiga akan mencapai nirvana akhir dalam kehidupan ini juga.<328>

Ānanda, aku sekarang telah menjelaskan kepadamu pengetahuan agung atas indria orang-orang. Apa yang seharusnya dilakukan seorang guru terhadap para siswanya demi belas kasih agung, simpati, dan perhatian, dengan mencari manfaat dan kesejahteraan mereka, mencari keamanan dan kebahagiaan mereka – itu telah kulakukan sekarang. Kalian semua seharusnya melakukan tugas kalian. Pergilah duduk bermeditasi dan merenung di tempat yang terpencil, di gunung, di dalam hutan, di bawah sebatang pohon, di tempat yang kosong dan tenang. Janganlah lalai. Lakukanlah usaha yang tekun, agar kalian tidak menyesal kelak. Inilah instruksiku; inilah pengajaranku.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

30
DhammaCitta Press / Re: Madhyama Agama vol. II (Bagian 10)
« on: 02 April 2021, 03:55:18 PM »
112. Kotbah yang Diucapkan di Anupiya<322>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di antara orang-orang Vajjī di desa Vajjī Anupiya.

Pada waktu itu Sang Bhagavā bangkit dari tempat duduk meditasi beliau pada sore menjelang malam hari, datang dari aula, dan berkata, “Ānanda, ikutlah bersamaku menuju Sungai Aciravatī untuk mandi.” Yang Mulia Ānanda menjawab, “Baik.”

Kemudian, Sang Bhagavā, diikuti oleh Yang Mulia Ānanda, pergi ke Sungai Aciravatī. Mereka melepaskan jubah mereka, meletakkannya di tepi sungai, dan masuk ke dalam air untuk mandi. Setelah mandi, mereka keluar lagi, mengeringkan tubuh mereka, dan mengenakan jubah mereka. Pada waktu itu Yang Mulia Ānanda sedang memegang sebuah kipas dan mengipasi Sang Buddha. Sang Bhagavā berbalik ke arahnya dan berkata:

Ānanda, karena Devadatta lalai, ia akan jatuh ke dalam penderitaan hebat. Ia pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka untuk berdiam selama satu kalpa penuh, tidak dapat menemukan pertolongan. Ānanda, tidakkah engkau mendengar dari para bhikkhu [lain] bahwa aku telah dengan pasti menyatakan bahwa Devadatta pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka untuk berdiam selama satu kalpa penuh, tidak dapat menemukan pertolongan?

Yang Mulia Ānanda menjawab, “Benar, aku telah mendengarnya.”

Pada waktu itu terdapat seorang bhikkhu tertentu yang telah bertanya kepada Yang Mulia Ānanda, “Apakah karena Sang Bhagavā menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengetahui pikiran Devadatta sehingga beliau telah dengan pasti menyatakan bahwa Devadatta pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka untuk berdiam selama satu kalpa penuh, tidak dapat menemukan pertolongan?”<323> [Sehubungan dengan pertanyaan itu,] Sang Bhagavā berkata:

Ānanda, bhikkhu itu mungkin masih muda, paruh baya, atau tua, [tetapi] ia sedungu seperti anak muda. Mengapakah demikian? Ia memiliki keragu-raguan karena Sang Tathāgata telah dengan pasti menyatakan hal ini. Ānanda, aku tidak melihat di dunia ini, dengan para dewa, māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, [siapa pun lainnya] yang akan kunyatakan dengan pasti tentangnya apa yang telah kunyatakan tentang Devadatta. Mengapakah demikian?

Ānanda, aku telah menyatakan bahwa Devadatta pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka untuk berdiam selama satu kalpa penuh, tidak dapat menemukan pertolongan. Ānanda, jika aku melihat bahwa Devadatta memiliki keadaan murni apa pun dalam dirinya, bahkan berjumlah sehelai rambut saja, maka aku tidak akan dengan pasti menyatakan bahwa Devadatta pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka untuk berdiam selama satu kalpa, tidak dapat menemukan pertolongan. [Namun,] Ānanda, aku tidak melihat bahwa Devadatta memiliki keadaan murni apa pun, bahkan berjumlah sehelai rambut saja, dalam dirinya. Oleh sebab itu aku telah dengan pasti menyatakan bahwa Devadatta pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka untuk berdiam selama satu kalpa, tidak dapat menemukan pertolongan.

Ānanda, seperti halnya tidak jauh dari sebuah desa terdapat sebuah lubang kotoran yang besar dan dalam, dan seseorang telah terjatuh ke dalamnya dan tenggelam sampai dasarnya. Seumpamanya seseorang lainnya datang dan tergerak hatinya karena belas kasih, kebaikan, simpati, dan perhatian, dengan mencari manfaat untuknya, mencari keamanan dan kebahagiaannya. Orang itu, setelah datang [ke lubang itu], berjalan di sekelilingnya dengan melihat padanya dan berkata, “Apakah orang ini memiliki bahkan satu titik, yang berjumlah sehelai rambut, yang tidak tercemari oleh kotoran, di mana aku dapat mencengkeramnya dan menariknya keluar?” [Tetapi] setelah melihatnya dengan seksama ia tidak melihat bahwa orang itu memiliki bahkan satu titik, yang berjumlah sehelai rambut, yang tidak tercemari oleh kotoran, sehingga ia dapat mencengkeram dengan tangannya dan menariknya keluar.

Dengan cara yang sama, Ānanda, jika aku melihat bahwa Devadatta memiliki keadaan murni apa pun dalam dirinya, bahkan berjumlah sehelai rambut saja, maka aku tidak akan dengan pasti menyatakan bahwa Devadatta pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka untuk berdiam selama satu kalpa, tidak dapat menemukan pertolongan. [Tetapi,] Ānanda, aku tidak melihat bahwa Devadatta memiliki keadaan murni apa pun dalam dirinya, tidak bahkan berjumlah sehelai rambut saja. Oleh sebab itu aku telah dengan pasti menyatakan bahwa Devadatta pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka untuk berdiam selama satu kalpa, tidak dapat menemukan pertolongan.

Kemudian, Yang Mulia Ānanda menangis.<324> Menyeka air mata dengan tangannya, ia berkata:

Adalah menakjubkan, Sang Bhagavā, adalah luar biasa bahwa Sang Bhagavā telah dengan pasti menyatakan bahwa Devadatta pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka untuk berdiam selama satu kalpa, tidak dapat menemukan pertolongan.

Sang Bhagavā berkata:

Tentu saja, Ānanda. Tentu saja, Ānanda, aku telah menyatakan bahwa Devadatta pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka untuk berdiam selama satu kalpa, tidak dapat menemukan pertolongan. Ānanda, jika engkau mendengar dari Sang Tathāgata penjelasan tentang “pengetahuan agung tentang membedakan indria orang-orang,” maka engkau pasti akan memperoleh keyakinan tertinggi kepada Sang Tathāgata dan pikiranmu akan bergembira.
Atas hal ini, Yang Mulia Ānanda merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha dan berkata:

Sang Bhagavā, sekarang adalah waktu yang tepat. Sang Sugata, sekarang adalah waktu yang tepat. Semoga Sang Bhagavā menjelaskan kepada para bhikkhu pengetahuan agung tentang mengetahui indria orang-orang. Para bhikkhu, ketika mendengarnya dari Sang Bhagavā, akan mengingatnya dengan baik.

Sang Bhagavā berkata, “Ānanda, dengarkanlah dengan seksama dan perhatikan dengan baik. Aku akan menjelaskan kepadamu pengetahuan agung tentang mengetahui indria orang-orang.” Yang Mulia Ānanda mendengarkan untuk menerima pengajaran.

Sang Bhagavā berkata:

Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan mengetahui bahwa orang ini telah mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat dan mengembangkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat. Kemudian, Sang Tathāgata menggunakan lagi pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang ini dan mengetahui bahwa kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat telah muncul. [Walaupun] kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat telah muncul, sisa akar-akar bermanfaat belum terpotong, dan dari akar-akar bermanfaat ini hal-hal bermanfaat akan tumbuh kembali. Dengan cara ini orang ini mencapai kualitas-kualitas murni.

Ānanda, seperti halnya ketika matahari pagi pertama kali muncul, kegelapan lenyap dan cahaya muncul. Apakah yang engkau pikirkan, Ānanda, ketika matahari naik lebih tinggi dan waktu makan tiba [di tengah hari], tidakkah kegelapan telah lenyap dan cahaya muncul?<325>

Yang Mulia Ānanda menjawab, “Demikianlah, Sang Bhagavā.”

[Sang Bhagavā berkata:]

Dengan cara yang sama, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan mengetahui bahwa orang ini telah mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat dan mengembangkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat. Kemudian Sang Tathāgata menggunakan lagi pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati orang ini dan mengetahui bahwa kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah muncul. [Walaupun] kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah muncul, sisa akar-akar bermanfaatnya belum terpotong, dan dari akar-akar bermanfaat ini hal-hal bermanfaat akan tumbuh lagi. Dengan cara ini, orang ini mencapai kualitas-kualitas murni.

Ānanda, bagaikan benih padi-padian, yang baik dan tidak rusak, tidak busuk atau hancur, tidak dirusak oleh angin dan panas, yang disimpan dengan aman pada musim gugur. Jika seorang perumah tangga memelihara benih itu dengan baik pada lahan yang subur dan mereka disiram oleh hujan pada waktunya, apakah yang engkau pikirkan, Ānanda: apakah benih tersebut akan tumbuh dan berkembang?

Yang Mulia Ānanda menjawab, “Benih tersebut akan tumbuh, Sang Bhagavā.”

[Sang Bhagavā berkata:]

Dengan cara yang sama, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan mengetahui bahwa orang ini telah mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat dan mengembangkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat. Kemudian Sang Tathāgata menggunakan lagi pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang ini dan mengetahui bahwa kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah muncul. [Walaupun] kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah muncul, sisa akar-akar bermanfaatnya belum terpotong, dan dari akar-akar bermanfaat ini hal-hal bermanfaat akan tumbuh kembali. Dengan cara ini orang ini mencapai kualitas-kualitas murni. Ānanda, ini adalah apa yang disebut pengetahuan agung Sang Tathāgata atas indria orang-orang. Ini adalah bagaimana Sang Tathāgata dengan benar mengetahui akar-akar semua kualitas.

Selanjutnya, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan beliau mengetahui bahwa orang ini telah mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat dan mengembangkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat. Kemudian Sang Tathāgata menggunakan lagi pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang ini, dan mengetahui bahwa kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah muncul. [Walaupun] kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah muncul, sisa akar-akar bermanfaatnya belum terpotong, [tetapi] mereka pasti akan terpotong pada masa yang akan datang. Demikianlah, orang ini bersifat mengalami kemunduran dan kemerosotan.<326>

Ānanda, seperti halnya ketika matahari tenggelam pada sore menjelang malam cahaya [mulai] lenyap dan kegelapan menghinggapi. Apakah yang engkau pikirkan, Ānanda, ketika matahari telah terbenam, apakah cahaya tidak akan [sepenuhnya] lenyap dan kegelapan [total] menghinggapi?

Yang Mulia Ānanda menjawab, “Demikianlah, Sang Bhagavā.”

[Sang Bhagavā berkata:]

Dengan cara yang sama, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan mengetahui bahwa orang ini telah mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat dan mengembangkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat. Kemudian Sang Tathāgata menggunakan lagi pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang ini, dan mengetahui bahwa kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah muncul. [Walaupun] kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah muncul, sisa akar-akar bermanfaatnya belum terpotong, [tetapi] mereka pasti akan terpotong pada masa yang akan datang. Demikianlah, orang ini bersifat mengalami kemunduran dan kemerosotan.

Ānanda, bagaikan benih padi-padian, yang baik dan tidak rusak, tidak busuk atau hancur, tidak dirusak oleh angin dan panas, yang disimpan dengan aman pada musim gugur. Jika seorang perumah tangga memelihara benih itu dengan baik pada lahan yang subur tetapi mereka tidak disiram oleh hujan pada waktunya, apakah yang engkau pikirkan, Ānanda: apakah benih tersebut akan tumbuh dan berkembang?

Yang Mulia Ānanda menjawab, “Tidak, Sang Bhagavā.”

[Sang Bhagavā berkata:]

Dengan cara yang sama, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, dan mengetahui bahwa orang ini telah mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat dan mengembangkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat. Kemudian Sang Tathāgata menggunakan lagi pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang ini, dan mengetahui bahwa kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah muncul. [Walaupun] kualitas-kualitas bermanfaat orang ini telah lenyap dan kualitas-kualitas tidak bermanfaatnya telah muncul, sisa akar-akar bermanfaatnya belum terpotong, [tetapi] mereka pasti akan terpotong pada masa yang akan datang. Demikianlah, orang ini bersifat mengalami kemunduran dan kemerosotan. Ānanda, ini adalah apa yang disebut pengetahuan agung Sang Tathāgata atas indria orang-orang. Ini adalah bagaimana Sang Tathāgata dengan benar mengetahui akar-akar semua kualitas.

Selanjutnya, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, [dengan menyadari,] “Aku tidak melihat dalam orang ini kualitas murni apa pun sama sekali, tidak bahkan berjumlah sehelai rambut pun. Orang ini pasti dipenuhi dengan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan jahat yang mengotori. Ini adalah akar-akar kelangsungan yang mendatang, yang mengakibatkan kesulitan dan penderitaan, sebab kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Ketika hancurnya jasmani saat kematian, seorang yang demikian pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka.”

Ānanda, bagaikan benih padi-padian yang busuk dan rusak, membusuk dan hancur, dirusak oleh angin dan panas, tidak tersimpan dengan aman pada musim gugur. Jika seorang perumah tangga menebarkan benih ini di lahan yang tandus, tidak memeliharanya dengan baik, dan hujan tidak turun pada waktunya, apakah yang engkau pikirkan, Ānanda: apakah benih tersebut akan tumbuh dan berkembang?

Yang Mulia Ānanda menjawab, “Tidak, Sang Bhagavā.”

[Sang Bhagavā berkata:]

Dengan cara yang sama, Ānanda, Sang Tathāgata menggunakan pengetahuan atas pikiran orang lain untuk mengamati pikiran orang lain, [dengan menyadari,] “Aku tidak melihat dalam orang itu kualitas murni apa pun sama sekali, tidak bahkan berjumlah sehelai rambut pun. Orang itu pasti dipenuhi dengan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan jahat yang mengotori. Ini adalah akar-akar kelangsungan yang mendatang, yang mengakibatkan kesulitan dan penderitaan, sebab kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Ketika hancurnya jasmani saat kematian, seorang yang demikian pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka.” Ānanda, ini adalah apa yang disebut pengetahuan agung Sang Tathāgata atas indria orang-orang. Ini adalah bagaimana Sang Tathāgata dengan benar mengetahui akar-akar semua kualitas.

Pages: 1 [2] 3 4 5 6 7 8 9 ... 228
anything