Wah, lebih bagus nanya sama yang praktek baca mantra. Mungkin bro Gandalf atau bro Tan yang paling kompeten di sini. Kalau saya sih nggak tahu. Saya khan cuma menganalisis pikiran-pikiran di sini.
Anda berusaha menganalisis pikiran, tapi yang terjadi adalah kecenderungan anda juga untuk berprasangka terhadap Theravada.
Skeptis terhadap kebenaran mutlak ajaran dari kedua belah pihak (termasuk akusala ya ) itulah isi utama batin saya ketika mengamati pola pikir Theravada dan pola pikir Mahayana.
Bagaimana mau menyebarkan Dharma/Dhamma kalau kita sendiri debat di sini tiada akhir dan tidak ada kesepakatan yang bisa diterima kedua belah pihak?
Biarkanlah perbedaan itu karena memang demikianlah adanya, tetapi yang terjadi anda sendiri yang mengungkit mengenai hal itu kembali kan?
Dan juga keraguan mengenai apa sih sebenarnya anatta? Ultimate Truth ini (pinjem istilah bro Ray) kayaknya juga nggak disepakati apa definisinya. Mungkin karena memang itulah MISTERI terbesar dalam agama Buddha? Yang tak bisa dijangkau logika dan pikiran ataupun kesadaran?
Sesuai dengan namanya anatta adalah ultimate truth, yang diluar jangkauan mereka yang tak suka bermeditasi, diluar jangkauan mereka yang perhatian dan konsentrasinya tidak mendalam. Anatta bukan harus dicari definisinya bro... anatta harus dialami, baru anda mengerti sepenuhnya.
Apakah anda suka bermeditasi Vipassana..?
Sama misteriusnya dengan Nibbana yang paling hanya bisa dikenali sifatnya yaitu sukha (bahagia).
[Skeptis Mode On] Benarkah Theravada sungguh-sungguh mengajarkan bahwa Nibbana adalah kekal? [Skeptis Mode Off]
Sama seperti diatas, Nibbana untuk dialami baru mengerti sepenuhnya
Lalu saya membaca lagi buku di bawah ini:
Saya mencoba menyimpulkan bahwa satu-satunya sifat positif mutlak dari Nibbana hanyalah kebahagiaan (sukha) karena Pandit Jinaratana Kaharudin sama sekali tidak menyebutkan atribut kekal pada Nibbana seperti Narada Mahathera. Dan saya pikir Pandit Jinaratana Kaharudin lebih tepat.
Apakah anda beranggapan Nibbana tidak kekal seperti pada pandangan Mahayana...?
1) Ada rekan-rekan yang ingin membantah bahwa Nibbana adalah kebahagiaan?
2) Dan kalau Nibbana adalah Sukha, apakah berarti Parinibbana adalah juga Sukha? Kalau Parinibbana juga sukha, apa yang merasakan sukha itu? Pastilah kita akan kebingungan sendiri dan terjebak lagi pada kecenderungan eternalis vs nihilis dalam menjawab pertanyaan ini.
1. Nibbana ada yang dialami ketika Pancakhandha masih tersisa, inilah Nibbana yang dirasakan kebahagiaannya.
Pada Arahat yang telah parinibbana
Khandha tak bersisa apakah menurut anda Parinibbana bahagia atau tidak?
2. Theravada tak pernah terjebak pada Nihilis, karena dari dulu dan sekarang yang ada hanya pancakhandha yang timbul-tenggelam. Apakah menurut anda pancakhandha yang timbul-tenggelam disebut nihilis?
3) Atau Parinibbana beyond sukha dan dukkha yang tak dapat dipahami kesadaran/pikiran/citta kita? Seperti perumpamaan seekor kura-kura yang mencoba menjelaskan daratan kepada seekor ikan? Perumpamaan ini saya kutip dari bukunya Narada Mahathera lho.
Benar sekali ucapan Narada Mahathera, tapi anda salah mengartikannya. Narada Mahathera maksudkan adalah sia-sia bagi kura-kura menerangkan ada daratan kalau ikan tersebut tidak berusaha membuktikan dan mencapai daratan. Ikan tak dapat mengerti daratan tetapi bukan berarti daratan tak ada. Daratan berada diluar kemampuannya memahami.
Pertanyaan saya disini adalah mengenai hal-hal paling pokok dalam agama Buddha yaitu Anatta dan (Pari)nibbana yang saling kait mengkait.
Saya hanya seorang yang ingin mencari kebenaran di tengah debat yang sengit antara Theravada dan Mahayana di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana di sana dan juga di sini.
Semua kita disini juga banyak yang belajar kedua aliran, seperti juga anda.
Saya memilih untuk percaya kepada ajaran Buddha Gotama yang nampaknya lebih logis dan sistematis dibandingkan ajaran Laozi, Konghucu, Yesus atau siapapun yang kurang logis dan kurang sistematis, namun saya melihat sebuah TITIK LEMAH ajaran BUDDHA itu sendiri yang sama sekali tak bisa mendefiniskan apa itu ANATTA (Bukan Ego? Tiada Ego? Bukan Inti? Tiada Inti? Bukan Atta? Tiada Atta? Bukan Diri? Tiada Diri? Bukan Aku? Tiada Aku? dll) dan apa itu PARINIBBANA yang bukan eternalis dan bukan nihilis.
Sesuai perumpamaan Narada Mahathera, cobalah mencapai daratan... bukan memikirkan hal itu yang hanya sia-sia..
Kalau kita sebagai Buddhist terombang-ambing sendiri antara kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis, bagaimana kita bisa meyakinkan orang lain untuk menjadi pengikut Buddha? Think about that my brothers and sisters.
Manusia bijaksana mencoba membuktikan sendiri, bukan berdebat tiada akhir.
Dan nampaknya apa yang saya pertanyakan tak akan pernah ada jawabannya. Karena itu perhatikan benar-benar kesimpulan saya mengenai Theravada dan Mahayana. Saya hanya bisa melihat kecenderungan eternalis vs kecenderungan nihilis itu.
Percakapan Bhikkhu Nagasena dan raja Milinda mungkin bisa dijadikan panutan disini:
"O baginda... saya tak dapat memperlihatkan Nibbana di hadapan anda, anda sendiri yang harus mencapainya".
Demikian juga dengan Anatta, saya tak dapat memperlihatkannya ke hadapan saudara Thema, anda sendiri harus berusaha mengalaminya, banyak meditator Vipassana jaman sekarang yang sudah mengalami Anatta, yang biasanya hanya mau berbagi pengalaman kepada orang yang juga sudah mengalaminya.
I think Anatta , Nirvana , and Parinirvana are Big Questions in Buddhism without the Answers. Alas, we can not meet Buddha Gotama to explain them well. How can we make other people believe in Buddhism if we can not explain anatta and/or (pari)nirvana?
COME and SEE