//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - xenocross

Pages: 1 2 [3] 4 5 6 7 8 9 10 ... 79
31
Kalau sudah abhisekha, artinya sudah ada guru, sudah ada samaya (sumpah)
Harusnya tidak boleh. Kalau patah, akan ada konsekuensi

Terkecuali jika guru tidak memberikan pemahaman yang benar di awal, tidak mempersiapkan murid, dan melanggar samaya guru dengan menyakiti murid; dalam hal ini, murid tidak salah, dan boleh pergi.

32
Penerjemahan dan penulisan Teks Buddhisme / Re: Buku "Jalur Nibbana"
« on: 29 November 2017, 08:19:17 AM »
Quote
Setelah Atisha berada di Ngari selama tiga tahun, ia berangkat bersama penerjemah Nagtso untuk kembali ke India. Namun, perang yang berkecamuk di perbatasan Nepal menghalangi perjalanan mereka. Nagtso menjadi teramat sangat cemas karena kini tampaknya mustahil baginya untuk menepati janjinya pada Kepala Wihara Vikramashila. Atisha segera menenangkan ketakutannya dengan berkata, “Tak ada gunanya mengkhawatirkan keadaan yang berada di luar kendali kita.”

Merasa sungguh lega, Nagtso menulis sepucuk surat untuk Kepala Biara, menjelaskan bagaimana niat baik mereka terpaksa pupus. Sebagai ganti ketakhadirannya, Atisha mengirimkan sebuah salinan Pelita bagi Jalan menuju Pencerahan. Ia juga meminta izin untuk tetap tinggal di Tibet sampai akhir hayatnya. Mereka kemudian kembali ke Ngari.

Di masa sekarang, penerbitan sebuah buku cenderung menjadi kesepakatan niaga sederhana saja. Akan tetapi, pada masa Atisha, sebelum sebuah naskah dapat dicetak, naskah tersebut harus melewati sebuah ujian ketat dari sebuah panitia yang terdiri dari para sarjana, dan sidang ujian ini dipimpin oleh raja yang memimpin di daerah itu. Jika terdapat kekurangan apa pun dalam karya tersebut, karya itu akan diikatkan pada ekor anjing dan diseret dalam debu. Sementara penulisnya, alih-alih memetik pujian dan ketenaran, akan menderita karena kehilangan nama baiknya dengan memalukan.

Naskah Atisha juga harus melewati pengamatan yang sama, dan panitia penguji dengan suara bulat menyetujui nilainya yang luar biasa. Raja yang memimpin sidang bahkan tergerak untuk menyebut bahwa karya tersebut tidak hanya akan membawa guna bagi orang-orang Tibet yang abai, tapi juga bagi orang-orang India yang bercita-tajam. Saat Kepala Wihara Vikramashila membaca naskah itu, ia menulis surat untuk Nagtso, si penerjemah, “Saya sudah tidak berkeberatan jika Atisha menetap di Tibet. Yang ia tulis telah membawa manfaat bagi kita semua. Saya hanya meminta supaya ia sekarang menulis dan mengirimkan pada kami tafsirnya sendiri tentang naskah itu.” Inilah sebab ditulisnya tafsir Atisha sendiri tentang pokok-pokok sukar dalam naskah penting ini.

https://studybuddhism.com/id/buddhisme-tibet/guru-rohani/atisha/kisah-hidup-atisha

Diambil dari kisah hidup Atisha.

Jadi zaman dulu, sebuah karya tulis dharma melewati ujian sidang dulu. Jadi tentu saja boleh didebat.

33
Pure Land / Tanah Suci / Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« on: 28 November 2017, 10:05:48 PM »
Di kaki pohon Assatha yang tumbuh hijau
Berfokus dalam persepsi pada Buddha, aku mendapatkan Yang Satu
Persepsi itu yang kudapatkan 31 kalpa lalu,
Dengan ingatan akan persepsi tersebut, Aku mendapatkan akhir dari noda-batin

(Theragatha 217-218)

============================================

Jika seorang bhikkhu taat pada perenungan terhadap Sang Buddha ini, ia menghormati dan menghargai Sang Guru, ia mencapai kesempurnaan dalam keyakinan, kesadaran, pemahaman dari kebaikan. Ia banyak memiliki kegiuran dan kegembiraan. Ia mengalahkan kekhawatiran dan ketakutan. Ia mampu menahan kepedihan. Ia merasa seolah-olah hidup pada masa Sang Guru. Dan badannya, ketika perenungan terhadap sifat-sifat khusus Sang Buddha sedang dilakukan, menjadi patut dihormati seperti suatu pemujaan di ruang pemujaan. Batinnya cenderung ke arah bidang para Buddha. Jika ia mempunyai peluang untuk berbuat salah, ia mempunyai kesadaran akan rasa malu dan takut yang hidup, bagaikan ia berhadapan langsung dengan Sang Guru. Dan jika ia belum mampu menembus yang lebih tinggi, paling tidak ia telah mengarah pada satu kehidupan yang bahagia.

Sekarang ketika orang sungguh bijaksana,

Tugas tetapnya pastilah

Perenungan terhadap Sang Buddha ini

Yang Terberkahi dengan kemampuan yang begitu hebat

(Vissudhi Magga III, bab 7)

 

===============================================================

Ekadhammo, bhikkhave, bhāvito bahulīkato ekanta­nibbidāya virāgāya nirodhāya upasamāya abhiññāya sambodhāya nibbānāya saṃvattati. Katamo ekadhammo? Buddhānussati. Ayaṃ kho, bhikkhave, ekadhammo bhāvito bahulīkato ekanta­nibbidāya virāgāya nirodhāya upasamāya abhiññāya sambodhāya nibbānāya saṃvattatī”ti.

Para bhikkhu, ada satu hal yang, ketika dikembangkan dan dilatih, akan mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada lenyapnya, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbana.

Apakah satu hal itu? Perenungan pada Buddha.

Ini adalah satu hal yang, ketika dikembangkan dan dilatih, akan mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada nibbana.

(AN I 296)

34
Pure Land / Tanah Suci / Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« on: 28 November 2017, 10:01:03 PM »
"“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, kebebasan pikiran melalui cinta kasih dikembangkan? Apakah tujuannya, puncaknya, buahnya, tujuan akhirnya? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu mengembangkan faktor pencerahan perhatian yang disertai dengan cinta kasih … faktor pencerahan keseimbangan yang disertai dengan cinta kasih, yang berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, yang matang pada pelepasan. Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku berdiam dengan mempersepsikan kejijikan dalam ketidak-jijikan,’ maka ia berdiam dengan mempersepsikan kejijikan di sana. Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam kejijikan,’ maka ia berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan di sana. Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku berdiam dengan mempersepsikan kejijikan dalam ketidak-jijikan dan dalam kejijikan,’ maka ia berdiam dengan mempersepsikan kejijikan di sana. Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam kejijikan dan dalam ketidak-jijikan,’ maka ia berdiam dengan mempersepsikan ketidak-jijikan di sana. Jika ia menghendaki: ‘Dengan menghindari ketidak-jijikan dan kejijikan, semoga aku berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih,’ maka ia berdiam di sana dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih. Atau kalau tidak demikian, maka ia akan masuk dan berdiam dalam kebebasan keindahan. Para bhikkhu, kebebasan pikiran melalui cinta kasih memiliki keindahan sebagai puncaknya, Aku katakan, bagi seorang bhikkhu bijaksana di sini yang belum menembus kebebasan tertinggi."

SN 46.54 yang dikutip om indra diatas
Keindahan = Jhana 3

35
Sutta Vinaya / Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« on: 28 November 2017, 09:41:24 PM »
Sang Buddha melanjutkan : 'Seperti yang baru saja Kamu katakan, cinta Kamu disebabkan oleh pikiran dan mata Kamu tapi jika Kamu tidak tahu dimana pikiran dan mata Kamu sebenarnya, Kamu tidak akan pernah mampu menghancurkan angan-angan. Sebagai contoh, ketika negara itu dijajah oleh penjahat, sang Raja, sebelum mengirim tentaranya untuk menghancurkan mereka, pertama-tama harus tahu dimana mereka berada. Itu yang menyebabkan Kamu berpindah tanpa gangguan, datang dari cela cacat didalam pikiran dan mata Kamu. Sekarang beritahukan Saya dimana pikiran dan mata Kamu berada.'

Ananda menjawab : 'Yang dimuliakan dunia, semua mahluk hidup terlahir dalam dunia melalui sepuluh jenis kelahiran berpendapat bahwa pikiran yang mengetahui ini ada didalam tubuh. Saat Saya melihat mata berwarna teratai biru dari Sang Buddha, Saya melihat bahwa Mereka (Mata Sang Buddha) ada di Wajah-Nya (ada di Wajah Sang Buddha). Oleh karena itu, pemahaman Saya bahwa mata Saya ada di wajah Saya sementara pikiran saya yang mengetahui ada didalam tubuh Saya.'

Sang Buddha bertanya : 'Sekarang Kamu duduk didalam ruangan ini, dimana Kamu melihat taman Jetavana?'

Ananda menjawab : 'Yang dimuliakan dunia, ruangan besar ini ada didalam taman Jetavana yang, oleh karena itu, diluar ruangan.'

Sang Buddha bertanya : 'Apa yang pertama Kamu lihat didalam ruangan ini?'

Ananda menjawab : 'Yang dimuliakan dunia, dalam ruangan ini,  Saya pertama melihat Sang Tathagata, lalu Perkumpulan, dan hanya ketika melihat luar Saya melihat taman itu.'

Sang Buddha bertanya : 'Ketika Kamu melihat Taman itu, apa yang menyebabkan Kamu untuk melakukannya?'

Ananda menjawab : 'Itu karena pintu dan jendela terbuka bahwa Saya, meskipun duduk didalam ruangan ini, lihat taman itu diluar.'

Sang Buddha lalu membentangkan Lengan Emas Warna-Warni-Nya dan menyentuh Kepala Ananda dengan Tangan-Nya, berkata : 'Ada sebuah samadhi (ketenangan dalam yang terbebas dari semua perasaan luar yang merupakan pendahuluan pencapaian Ke-Buddhaan.) yang bernama "Semua Yang Mencakup Surangama (Yang tahan lama dan tidak dapat dihancurkan) ", sebuah pintu gerbang melalui yang Semua Buddha didalam sepuluh penjuru capai ke Jalan Agung Yang Menakjubkan. Ananda, dengarkan dengan penuh perhatian sekarang.'

Ananda mensujudkan diri-Nya di Kaki Sang Buddha dan berlutut untuk menerima Pengajaran Suci.

Sang Buddha berkata : 'Jika Kamu benar bahwa, sambil duduk dalam ruangan ini, Kamu melihat taman diluar melalui pintu dan jendela yang terbuka akan mungkin bagi seseorang yang sedang duduk disini untuk hanya melihat hal-hal diluar tanpa melihat Sang Buddha didalam.'

Ananda menjawab : 'Orang tidak dapat melihat hutan belukar kecil dan sungai diluar tanpa melihat Sang Buddha disini.'

Sang Buddha berkata : 'Ananda, itu sama dengan Kamu (Jika pikiran Kamu tidak tertipu) Maka akan menjadi jelas tentang semua ini. Namun, jika pikiran berpengetahuan Kamu sungguh didalam tubuh Kamu, Kamu pertama harus jelas tentang segala sesuatu di dalamnya. Kamu harus, oleh karena itu, melihat segala sesuatu di dalam tubuh Kamu sebelum hal-hal diluar dari itu. Bahkan jika Kamu tidak dapat melihat jantung, hati, limpa, dan perut Kamu, setidaknya Kamu harus jelas tentang kuku dan rambut Kamu yang bertumbuh, tentang itu yang bergerak sepanjang syaraf-syaraf Anda dan denyutan dari pembuluh darah Anda. Mengapa Kamu tidak jelas tentang semua ini? Jika Kamu tidak melihat hal-hal yang di dalam, bagaimana Kamu dapat melihat itu diluar? Oleh karena itu, pendapat Anda bahwa pikiran berpengetahuan Kamu ada didalam tubuh Kamu adalah tak beralasan.'

Ananda membungkuk dan berkata : 'Setelah mendengar Suara Dharma Buddha, Saya sekarang mengerti bahwa pikiran Saya adalah sungguh diluar dari tubuh Saya. Misalnya, sebuah lampu harusnya menyala menerangi segala sesuatu didalam ruangan sebelum halaman luar melalui pintu yang terbuka. Jika Saya tidak melihat apa yang ada didalam tubuh Saya tapi melihat hal-hal diluarnya, ini seperti sebuah lampu yang diletakkan diluar ruangan yang tidak dapat menerangi apa yang ada didalamnya. Hal ini menjadi begitu jelas bahwa tidak mungkin diragukan lagi, apakah Saya masih salah tentang apa yang Sang Buddha maksudkan?'

Sang Buddha berkata : 'Semua Bhikkhu yang mengikuti Saya ke Sravasti untuk mengumpulkan makanan dan sekarang telah kembali ke taman Jetavana. Saya telah mengambil makanan Saya, tapi sebagaimana seorang Bhikkhu masih sedang makan, apakah semua himpunan masyarakat cukup makan?'

Ananda menjawab : 'Tidak, Yang dimuliakan dunia, meskipun Mereka Arhat, Mereka tidak memiliki tubuh yang sama atau rentang kehidupan yang sama maka bagaimana bisa seorang yang dengan makan menyebabkan semua yang lainnya memuaskan rasa lapar mereka?'

Sang Buddha berkata : 'Jika pikiran berpengetahuan milik Kamu adalah diluar dari tubuh Kamu, keduanya terpisah. Jadi ketika pikiran Kamu mengetahui sesuatu, tubuh Kamu tidak seharusnya merasakannya dan ketika tubuh Kamu merasakan sesuatu, pikiran Kamu seharusnya tidak menyadarinya. Sekarang saat Saya memperlihatkan Tangan Saya kepada Kamu, ketika mata Kamu melihat-Nya (Tangan Sang Buddha), apakah pikiran Anda memahami-Nya (memahami Tangan Sang Buddha) ?'

Ananda menjawab : 'Ya, Yang dimuliakan dunia, pikiran Saya memahami-Nya.'

Sang Buddha berkata : 'Jika demikian, bagaimana bisa pikiran Kamu diluar dari tubuh? Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa pikiran yang berpengetahuan dan yang memahami milik kamu berada diluar tubuh Kamu adalah tak beralasan.'

Ananda berkata : 'Yang dimuliakan dunia, seperti yang Anda telah katakan, Jika pikiran Saya tidak melihat apa yang ada didalam tubuh Saya, itu tidak ada didalamnya, dan jika tubuh dan pikiran Saya saling mengenal, mereka tidak terpisah dan pikiran Saya adalah, oleh karena itu, tidak diluar dari tubuh Saya. Sekarang setelah berpikir tentang ini, Saya tahu dimana pikiran Saya berada.'

Sang Buddha bertanya : 'Dimana itu?'

Ananda menjawab : 'Karena pikiran berpengetahuan dari Saya tidak melihat apa yang ada didalam tubuh Saya tetapi dapat melihat hal-hal diluar, Saya pikir itu tersembunyi didalam organ indera perasaan Saya. Misalnya, Jika seseorang menutup matanya dengan sebuah mangkok kristal, yang terakhir itu tidak menghalangi organ indera perasaan ini, yang hanya mengikuti indera penglihatan untuk membedakan semua hal yang terlihat. Jadi jika pikiran berpengetahuan Saya tidak melihat apa yang ada didalam tubuh, itu karena itu ada didalam organ indera perasaan dan jika itu melihat dengan jelas apa yang ada diluar tanpa terhalangi,
itu karena dia tersembunyi didalam organ tersebut.'

Sang Buddha bertanya : 'Seperti yang baru Kamu katakan, pikiran tersembunyi dalam cara yang sama dengan mata yang tertutup oleh mangkok kristal : sekarang ketika seorang menutup matanya demikian dan melihat gunung dan sungai, apakah orang juga melihat mangkok itu?'

Ananda menjawab : 'Ya, Yang dimuliakan dunia, orang juga melihat mangkok itu.'

Sang Buddha berkata : 'Jika pikiran Kamu seperti mangkok Kristal itu, ketika Kamu melihat gunung dan sungai, mengapa Kamu tidak melihat mata Kamu sendiri? Jika Kamu tahu mereka seharusnya ada diluar dan tidak seharusnya mengikuti indera penglihatan Kamu. Jika mereka tidak bisa dilihat, bagaimana bisa Kamu katakan bahwa pikiran yang berpengetahuan ini tersembunyi di dalam organ indera perasaan, seperti mata yang ditutupi mangkok kristal? Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa pikiran berpengetahuan milik kamu berada tersembunyi didalam organ indera perasaan adalah tak beralasan.'

Ananda bertanya : 'Yang dimuliakan dunia, Saya sekarang berpikir tentang isi perut yang tersembunyi di dalam tubuh dan tentang lubang-lubang di atas permukaannya. Oleh karena itu, dimana ada persembunyian disana ada kegelapan dan dimana ada pembukaan disana ada cahaya. Karena Saya sekarang dihadapan Sang Buddha, Saya membuka mata Saya dan melihat dengan jelas dan ini dinamakan penglihatan luar, dan ketika Saya menutup mata, Saya hanya melihat kegelapan, dan ini dinamakan penglihatan dalam. Apa yang Sang Buddha pikirkan tentang hal ini?'

Sang Buddha berkata : 'Ketika Kamu menutup mata Kamu dan melihat kegelapan, apakah kegelapan ini berhadapan dengan mata Kamu atau tidak? Jika iya, itu adalah didepan mereka, maka bagaimana bisa ini menjadi penglihatan dalam? Bahkan jika sungguh ada penglihatan dalam seperti itu, ketika Kamu duduk di ruangan yang gelap tanpa cahaya dari matahari, bulan, atau lampu, kegelapan ini harusnya juga ada didalam isi perut Kamu. jika itu tidak berhadapan dengan mata Kamu, bagaimana bisa ada penglihatan? Sekarang mari Kita lupakan yang Kamu sebut penglihatan luar dan menganggap bahwa ada penglihatan dalam, maka ketika Kamu menutup mata Kamu dan hanya melihat kegelapan, yang Kamu sebut melihat apa yang ada di dalam tubuh Kamu, mengapa ketika Kamu membuka mata dan melihat dengan jelas, Kamu tidak melihat wajah Kamu? Jika Kamu tidak, tidak ada penglihatan dalam itu. Sekarang anggaplah bahwa Kamu dapat melihat wajah Kamu, pikiran berpengetahuan dan organ penglihatan Kamu seharusnya ada didalam udara, maka bagaimana bisa ada penglihatan dalam? Jika mereka berada di udara, mereka seharusnya bukan milik tubuh Kamu, dan Sang Buddha yang sekarang melihat wajah Kamu, seharusnya adalah tubuh Kamu juga. Jadi ketika mata Kamu melihat sesuatu, tubuh Kamu seharusnya tidak memiliki perasaan lagi,  Jika Kamu bersikeras bahwa baik tubuh dan pikiran Kamu memiliki perasaan yang terpisah, harusnya ada dua tanggapan terpisah dan kemudian tubuh Kamu harusnya menjadi dua Buddha. Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa melihat kegelapan adalah penglihatan dalam adalah tak beralasan.'

Ananda berkata : 'Saya selalu mendengar Sang Buddha saat sedang mengajar biarawan, biarawati, dan umat pemuja laki-laki dan perempuan berkata : "Ketika pikiran membangkitkan semua macam hal diciptakan, dan kemudian semua jenis dari pikiran muncul." Saya sekarang berpikir bahwa zat dari pikiran Saya adalah sifat alami dari pikiran yang muncul ketika itu bersatu dengan luar dan yang bukan didalam atau bukan diluar atau bukan juga diantara.'

Sang Buddha berkata : 'Kamu baru saja mengatakan bahwa karena rangkaian peristiwa yang dapat diamati (fenomena) tercipta, semua jenis dari pikiran muncul ketika bersatu dengan mereka (bersatu dengan fenomena). Jadi pikiran ini tidak memiliki zat dan tidak dapat bersatu dengan apapun. Jika itu yang tidak memiliki zat dapat bersatu dengan luar, ini adalah persatuan dari dunia ke 19 dari indera dengan fakta indera ke 7. Ini adalah omong kosong belaka. Jika pikiran memiliki zat, ketika tangan Kamu menggenggam tubuh Kamu, apakah pikiran Kamu merasakan (sentuhan) ini datang dari dalam atau luar? Jika dari dalam, Kamu harusnya melihat apa yang ada didalam tubuh Kamu dan jika itu dari luar, kamu harusnya melihat wajah Kamu.'

Ananda berkata : 'Itu adalah mata yang melihat dan pikiran yang mengetahui bukan mata: mengatakan bahwa itu melihat adalah salah.'

Sang Buddha berkata : 'Jika mata dapat melihat, ketika Kamu berada didalam ruangan, apakah Kamu melihat pintu itu (diluar)? Mereka yang telah meninggal dan masih memiliki mata, seharusnya melihat benda-benda jika mereka masih melihat, bagaimana bisa mereka mati? Ananda, jika pikiran berpengetahuan milik Kamu memiliki zat, apakah zat tersebut tunggal atau bermacam-macam? Seperti itu ada didalam tubuh Kamu, apakah itu menyebar ke setiap bagian dari itu atau tidak? Jika itu adalah satu zat, ketika Kamu memegang anggota tubuh, semua empat harusnya merasakan bahwa mereka dipegang. Jika demikian, tidak akan ada genggaman (di setaip anggota tubuh tertentu). Jika ada, pendapat tentang zat tunggal tidak bertahan baik. Jika itu adalah  bermacam-macam zat harusnya ada banyak orang; maka zat manakah milikmu jika itu menyebar ke setiap bagian dari tubuh Kamu, ini sama seperti kasus genggaman sebelumnya. Jika itu tidak menyebar, maka ketika Kamu menyentuh kepala Kamu dan kaki Kamu di saat yang bersamaan, sementara kepala Kamu merasakan dipegang, Kaki kamu harusnya tidak, tapi ini tidak begitu. Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa pikiran muncul dimana ada persatuan dengan luar adalah tak beralasan.'

Ananda berkata : 'Yang dimuliakan dunia, Saya telah mendengar Sang Buddha membicarakan kenyataan dengan Anak-Anak lain dari Raja Hukum (dalam kata lain: Para Bodhisattva); Dia juga mengatakan bahwa pikiran adalah bukan didalam juga bukan diluar. Saya sekarang menarik kesimpulan bahwa jika pikiran ada didalam tubuh, ia (pikiran) tidak melihat apapun yang didalam, dan jika ia (pikiran) ada diluar, mereka (tubuh dan pikiran) berdua berhenti saling merasakan. Mengatakan bahwa ia ada didalam adalah salah sebab ia tidak mengetahui apapun didalam tubuh. Mengatakan bahwa ia ada diluar juga salah karena tubuh dan pikiran dapat saling merasakan,.Seperti mereka (tubuh dan pikiran) demikian dan karena tidak ada yang terlihat didalam tubuh, pikiran harusnya berada diantara dua itu (antara didalam dan diluar).'

Sang Buddha berkata : 'Jika pendapat Kamu tentang pikiran "berada diantara" adalah benar, itu berarti sebuah posisi untuknya (untuk pikiran). Sekarang menurut kesimpulan Kamu, dimanakah posisi menengah ini? Apakah maksud Kamu itu adalah (dalam atau luar) tubuh? Jika ia ada di atas permukaan tubuh, ia tidak dapat berada di pusat tengah, dan pendapat tentang pikiran berada di pusat tengah tidaklah berbeda dengan pikiran didalam tubuh (yang ditolak sebelumnya). (Selain itu), apakah posisinya nyata atau tidak? Jika tidak, ia tidak ada. Jika iya, ia tidak tetap. Mengapa? Sebagai contoh, Jika sebuah tiang ditancapkan kedalam tanah untuk menandai pusat tengah, ketika terlihat dari timur itu ada di barat dan ketika terlihat dari selatan itu ada di utara. Seperti tiang ini yang hanya dapat mengakibatkan kebingungan, jadi apakah (pemahaman kamu tentang) pikiran berada diantara benar-benar kacau-balau?'

Ananda berkata : 'Posisi menengah yang saya sebutkan bukanlah dua ini. Seperti Yang dimuliakan dunia telah katakan, mata dan bentuk adalah penyebab dari gagasan muncul. Sementara mata dapat membedakan, bentuk tidak mengikuti apapun dan gagasan terletak diantara mereka (mata dan bentuk); maka pikiran muncul.'

Sang Buddha berkata : 'Jika pikiran terletak diantara organ indera dan data keterangan indera, apakah ia termasuk keduanya atau tidak? Jika ia demikian, zatnya dan apa yang ada diluar akan bercampur bersama-sama, dan karena pikiran merasakan sementara objeknya (benda tujuannya) tidak, dua yang berlawanan akan dibentuk; maka bagaimana bisa ada (posisi) menengah? Jika ia tidak inklusif, (yaitu jika ia bebas tidak tergantung kepada organ indera dan data keterangan indera),  dengan menjadi bukan sebagai yang tahu (subjek) dan bukan juga sebagai yang diketahui (objek), ia tidak memiliki zat, lalu apa itu menengah? Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa ia berada diantara adalah tak beralasan.'

Ananda berkata : 'Yang dimuliakan dunia, sebelumnya ketika Saya melihat Sang Buddha, dengan Empat Murid Utama-Nya, Maha-Maudgalyayana, Subhuti, Purnamaitrayaniputra dan Sariputra, memutar Roda Hukum Kesunyataan, Dia selalu bilang bahwa sifat alami dari pikiran yang mengetahui dan membedakan adalah bukan didalam bukan diluar bukan juga diantara keduanya (bukan diantara luar dan dalam), tidak ada dimanapun juga, tidak menempel pada apapun, karena itu dinamakan pikiran. Apakah yang tidak menempel pada wujud disebut pikiran?'

Sang Buddha menjawab : 'Kamu baru saja berkata bahwa sifat alami dari pikiran yang mengetahui dan membedakan tidak ada dimanapun juga. Sekarang dalam dunia ini, segala sesuatu yang di udara, didalam air, dan di tanah, termasuk mereka yang terbang dan berjalan, membuat seluruhnya ada. Oleh yang tidak menempel (melekat) ke apapun, apakah maksud Kamu ia ada atau tidak? Jika ia tidak, itu hanya rambut seekor kura-kura atau tanduk dari seekor kelinci, maka bagaimana bisa ada tidak melekat? Jika tidak dapat dikatakan tidak ada bahwa yang tidak hanya tidak ada dan bahwa yang harus memiliki posisi; maka bagaimana bisa tidak ada kemelekatan? Oleh karena itu, pendapat Kamu bahwa yang tidak menempel pada apapun adalah pikiran berpengetahuan adalah tak beralasan.'

Surangama Sutra

36
Sutta Vinaya / Re: Studi tentang Citta dan Viññaṇa
« on: 28 November 2017, 09:40:21 PM »
Ananda, beberapa saat yang lalu Kamu mengatakan bahwa Kamu melihat genggaman tangan Saya bersinar. katakan pada Saya, bagaimana kecerahannya terjadi, apa yang menyebabkannya menjadi bentuk genggaman tangan dan dengan apa Kamu melihatnya?'

Ananda menjawab : 'Tubuh Buddha berwarna emas adalah seperti bukit indah berharga dan menunjukkan kemurnian dan kebersihan, sehingga genggaman tangan bersinar. Itu benar-benar mata Saya yang melihat Dia membungkukan jari-jari dan membentuk sebuah genggaman yang diperlihatkan untuk Kami semua.'

Sang Buddha berkata: "Sesungguhnya orang-orang bijak harus dibangunkan oleh contoh dan persamaan (analogi). Ananda, jika Saya tidak memiliki tangan, Saya tidak akan memiliki genggaman dan jika Kamu tidak memiliki mata, Kamu tidak akan memiliki penglihatan. Apakah ada hubungan antara organ alat tubuh penglihatan Kamu dan genggaman Saya?"

Ananda menjawab : 'Ya, Yang Dimuliakan Dunia. Jika Saya tidak memiliki mata, Saya tidak akan memiliki penglihatan, jadi ada persamaan dasar antara organ alat tubuh penglihatan dan genggaman Sang Buddha.'

Sang Buddha berkata: 'Penalaran Kamu tidak benar. Misalnya, seorang laki-laki yang tidak memiliki tangan tidak memiliki genggaman, tapi seorang laki-laki tanpa mata masih memiliki (kemampuan) penglihatannya. Ketika Kamu bertemu dengan laki-laki yang buta dan bertanya kepadanya apa yang dilihatnya, dia akan memberitahu Kamu tidak ada apapun tapi kegelapan yang ada dihadapannya. Oleh karena itu, meskipun hal-hal mungkin ditutupi dari (kemampuan) penglihatan, penglihatan terus berlanjut.'

Ananda berkata : 'Jika seorang laki-kali buta yang melihat tiada apapun tapi kegelapan dihadapannya, bagaimana dapat ini disebut penglihatan?

Sang Buddha bertanya : 'Apakah ada perbedaan apa saja antara kegelapan yang dilihat lelaki buta dihadapannya dan yang dilihat oleh lelaki yang tidak buta ketika dia di dalam sebuah ruangan gelap?'

(Ananda menjawab) : 'Yang Dimuliakan Dunia, tidak ada perbedaan.'

Sang Buddha berkata: 'Ananda, ketika lelaki buta yang biasanya melihat hanya kegelapan tiba-tiba sembuh memperoleh kembali penglihatannya dan melihat segala sesuatu dengan jelas, Jika Kamu mengatakan bahwa itu adalah mata dia yang melihat, lalu ketika seorang laki-laki yang melihat kegelapan didalam sebuah ruangan gelap tiba-tiba menyalakan lampu yang memungkinkan dia untuk melihat apa yang ada disana, Kamu akan mengatakan bahwa itu adalah lampu yang melihat. Jika lampu dapat melihat
sesuatu, dia seharusnya memiliki organ penglihatan dan seharusnya tidak dinamakan sebuah lampu; Jika dia sungguh melihat, dia tidak memiliki hubungan dengan Kamu. Oleh karena itu, Kamu seharusnya tahu bahwa saat lampu dapat menampakkan wujud, penglihatan berasal dari mata tapi bukan dari lampu.

Demikian juga, saat mata Kamu dapat menampakkan wujud, sifat alami dari penglihatan berasal dari pikiran tapi bukan dari mata.'

Surangama Sutra

37
Pengalaman Pribadi / Re: Dukkha “Bukan” Penderitaan
« on: 21 November 2017, 08:01:22 AM »
Dukkha tidak diterjemahkan jadi hanya "penderitaan", itu bisa saja

Orang mengatakan, "tak memuaskan", "stress"

Tapi kalau diterjemahkan "pengalaman", itu juga gak benar. Memang sudah bagus penderitaan.

Penderitaan biasa, Penderitaan karena perubahan, Penderitaan yang bersifat potensi.

Kalau pake kata pengalaman malah lebih rancu. Memangnya Arahat gak punya pengalaman setelah pencerahan?

38
Pengalaman Pribadi / Re: Dukkha “Bukan” Penderitaan
« on: 17 November 2017, 10:25:06 PM »
dukkha ada 3 jenis
dukkha-dukkha
viparinama-dukkha
sankhara dukkha

Pembahasan diatas sedikit keliru, karena suka-duka itu sebenarnya sudah masuk ke dalam 3 jenis dukkha

Jadi benar, dukkha adalah penderitaan. Memang penderitaan. Semua pengalaman kita dalam samsara adalah menderita. Semua rasa senang dalam samsara tidak memuaskan.

Jadi jangan pakai definisi penderitaan yang umum. Bahkan potensi untuk menderita juga dikatakan penderitaan dalam buddhisme

39
Sutra Mahayana / Sūtra Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan
« on: 05 November 2017, 03:53:06 PM »
Sūtra Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan
རྟེན་ཅིང་འབྲེལ་བར་འབྱུང་བའི་མདོ།
The Sūtra on Dependent Arising
Pratītyasamutpādasūtra

Sutra Mahayana berjudul Ajaran Mulia tentang Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan

འཕགས་པ་རྟེན་ཅིང་འབྲེལ་བར་འབྱུང་བ་ཞེས་བྱ་བའི་ཐེག་པ་ཆེན་པོའི་མདོ།
ʼphags pa rten cing ʼbrel bar ʼbyung ba zhes bya ba theg pa chen poʼi mdo
The Noble Mahāyāna Sūtra on Dependent Arising
Āryapratītyasamutpādanāmamahāyānasūtra


Toh 212
Degé Kangyur vol. 62 (mdo sde, tsha), folios 125a–125b

Translated by the Buddhavacana Translation Group
under the patronage and supervision of 84000: Translating the Words of the Buddha.

Pendahuluan
Topik dari sūtra ini, seperti terlihat dari judulnya, adalah doktrin Buddhis mengenai ‘kemunculan bergantungan’ dari fenomena yang berkondisi. Konsep ini dianggap oleh banyak Buddhis sebagai esensi dari Ajaran, Dharma. Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan seringkali dijabarkan sebagai urutan dari dua belas mata rantai (nidāna) sebab dan akibat yang dimulai dari ketidaktahuan dan berakhir pada kematian. Skema ini ditemukan dalam banyak kitab suci, dan adalah topik utama dari dua kitab yang mendahului sūtra yang sekarang dibahas di dalam Degé Kangyur, Śālistambha¬sūtra (Sūtra  Batang Padi, Toh 210) , dan Pratītya¬samutpādādi¬vibhaṅga¬nirdeśa¬sūtra (Sūtra yang Mengajarkan Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan dengan Awalnya dan Pembagian, Toh 211).

Ajaran mengenai Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan diringkas oleh pernyataan (dhāraṇī)  yang terkenal dalam bentuk sajak, menyatakan bahwa Buddha mengajarkan sebab munculnya fenomena dan juga sebab lenyapnya. Formula sajak ini barangkali paling dikenal dari kisah dalam Vinaya yang menceritakan kisah hidup Śāriputra. Kisah tersebut menceritakan Upatiṣya (nama panggilan Śāriputra sebelum dia bertemu Buddha) pertama kali mendengar tentang Buddha dari Aśvajit, salah seorang dari lima petapa yang menemani Buddha  dan murid paling awal. Ketika Upatiṣya bertanya pada Aśvajit untuk meringkaskan esensi dari ajaran Buddha, Aśvajit menjawabnya dengan melafalkan sajak ini. Segera setelah ia mendengarnya, Upatiṣya langsung mencapai buah realisasi pemenang arus.

Tetapi di dalam sūtra yang diterjemahkan disini, sajak yang sama diajarkan kepada Avalokiteśvara oleh Buddha sendiri.  Sang Buddha kemudian mengajarkan pada para muridnya untuk memasukkannya ke dalam stūpa untuk menghasilkan kebajikan Brahmā, jenis kebajikan yang istimewa. Praktik memasukkan sajak ini, dan juga menulis atau mengukirkannya ke gambar-gambar religius, sepertinya menjadi populer di pertengahan kedua milenium pertama, dan dicatat oleh Xuanzang pada abad ke tujuh. Pernyataan ini dapat ditemukan terukir di, atau dimasukkan dalam, caitya atau stūpa miniatur di tempat-tempat suci di dunia Buddhis seperti Sarnath, Bodh Gaya, dan Rājagṛha, sejauh ke timur sampai Kedah dan Jawa, dan sejauh ke barat sampai ke Afghanistan. Praktik ini diteruskan oleh orang Tibet di milenium kedua dan sampai hari ini masih dianggap oleh Buddhis sebagai tindakan bajik.

Xuanzang mengatakan bahwa objek-objek ini dianggap relik Dharma (dharmaśarīra). Kitab suci Buddhis menjadi dikenali sebagai sebuah tipe relik Buddha dari masa penyebaran awal Mahāyāna, yang meyakini bahwa memuja kata-kata Buddha dianggap setara, jika tidak melebihi, memuja Buddha itu sendiri.  Sumber kitab suci, seperti misalnya Śālistambasūtra (Toh 210), lebih jauh menyamakan Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan dengan Dharma itu sendiri.  Maka, memasukkan atau mengukirkan sajak ‘kemunculan bergantungan’ memberi kekuatan pada sebuah objek seperti halnya potongan relik jasad Buddha memberi kekuatan.  Dimasukkan dalam terjemahan Tibet dari sūtra ini adalah transliterasi sanskerta dari sajak tersebut, yang menyiratkan bahwa sajak tersebut digunakan seperti mantra atau dhāraṇī, suku kata sanskerta dianggap ampuh sebagai manifestasi dari Dharma dan dari Buddha itu sendiri.

Sūtra ini ditemukan di tiga tempat dalam Kangyur , dan juga dalam versi singkat di dua lokasi lain. Sampai ini dituliskan, kita tidak mengetahui versi asli sanskerta, dan walaupun ada beberapa kesalahan pengejaan dan inkonsistensi yang ditemukan di beberapa versi, tidak ada variasi signifikan di antara kitab-kitab Tibet yang tersedia.

Terjemahan

Sutra Mahayana Mengenai Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan

Hormat kepada semua Buddha dan Bodhisattva!

Demikianlah yang telah kudengar. Yang Terberkahi sedang berada di alam Tiga Puluh Tiga Dewa, duduk di atas singasana Indra. Bersama beliau adalah para Siswa Sravaka seperti Yang Mulia Aśvajit; Para Bodhisattva Mahāsattva seperti Yang Mulia Maitreya, Yang Mulia Avalokiteśvara, dan Vajrapāṇi, yang dihiasi oleh kualitas berharga yang tak terukur; dan juga berbagai dewa seperti Brahmā yang agung, tuan dari dunia Sahā, Nārāyaṇa, Sang Īśvara agung, Śakra, raja para dewa, dan Pañcaśikha, raja para gandharva.
Pada saat itu, Sang Bodhisattva Mahāsattva Avalokiteśvara bangkit dari tempat duduknya dan, mengatur jubah atasnya pada satu bahu, berlutut dengan menempatkan lutut kanannya pada puncak Gunung Meru. Dengan kedua tangan dirangkapkan, ia memberi hormat kepada Yang Terberkahi dan mengatakan kepada beliau kata-kata ini:

“Yang Terberkahi, para dewa ini semua berkeinginan untuk mendirikan sebuah stūpa. Sekarang karena mereka telah hadir di persamuan ini, mohon ajarkanlah mereka Dharma sehingga ‘kebajikan Brahmā’ mereka meningkat, dan semua kebajikan dari bhiksu, bhiksuni, upasaka, dan upasika akan jauh lebih meningkat dibandingkan semua jenis makhluk di dunia ini bersama dengan para dewa, Māra, dan Brahmā, termasuk para petapa dan brahmana.”
 
Menjawab hal ini, Yang Terberkahi mengucapkan bait-bait dari ‘kemunculan bergantungan’:
 
ye dharmā hetuprabhavā hetuṃ teṣāṃ tathāgato hy avadat
teṣāṃ ca yo nirodha evaṃvādī mahāśramaṇaḥ


“Semua fenomena yang muncul dari sebab,
Sang Tathāgata telah mengajarkan sebabnya,
Begitu juga kelenyapannya;
Demikianlah yang dinyatakan Sang Petapa Agung.

 “Avalokiteśvara, demikianlah adanya. Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan adalah Tubuh Dharma (dharmakāya) dari semua Tathāgata. Seseorang yang melihat ‘kemunculan bergantungan’ melihat Sang Tathāgata. Avalokiteśvara, jika seorang Putra atau Putri dari Keluarga Mulia  yang berkeyakinan mendirikan, di sebuah tempat terpencil, sebuah stūpa seukuran gooseberry, dengan pilar tengah seukuran jarum dan payung seukuran bunga pohon bakula, dan memasukkan bait ‘kemunculan bergantungan’ ini yang adalah dharmadhātu, dia akan menciptakan ‘kebajikan Brahmā’. Ketika orang-orang seperti itu meninggalkan dunia ini dan mati, mereka akan dilahirkan kembali di alam Brahmā. Ketika mereka meninggalkan dunia itu dan mati, mereka akan dilahirkan kembali dengan keberuntungan yang setara dengan para dewa di Alam Murni

Setelah Yang Terberkahi bersabda, para Sravaka, Bodhisattva, seluruh persamuan, dan seluruh alam bersama dengan para dewa, manusia, asura, dan gandharva bersukacita dan memuji ucapan Sang Bhagavā.


Kolofon

Demikianlah Sutra Mahayana Mengenai Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan telah selesai.
Diterjemahkan dan disunting oleh cendekiawan India Surendrabodhi dan penyunting utama dan penerjemah Yang Mulia Yeshe Dé.
Diterjemahkan ke Inggris oleh Buddhavacana Translation Group di bawah pengawasan 84000.co
http://read.84000.co/#UT22084-062-012/title
diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Xenocross. Semua kesalahan dalam terjemahan bahasa Indonesia adalah tanggung jawab Xenocross.

Catatan Kaki


1. N. Ross Reat, The Śalistamba Sūtra (Dehli: Molital Baranasidas, 1993)

2.  Di dalam Mūlasarvāstivāda-vinaya, kisah ini ada di dalam Pravrajyavastu, bab pertama Vinayavastu (Toh 1) Degé Kangyur vol. 1 (’dul ba, ka), folios 32b et seq..
Di dalam Kanon Pali, cerita yang sama dikisahkan Vinayapiṭaka: Mahāvagga I.23.1-10). Lihat Oldenberg (1997, pp 39-41). Versi inggris dapat dibaca di https://suttacentral.net/en/pi-tv-kd1#on-the-going-forth-of-sariputta-and-moggallana

3.  Patut dicermati juga, merujuk pada cerita sebelumnya, nama Aśvajit disebutkan secara spesifik, dan namanya adalah yang satu-satunya disebut untuk mewakili sekelompok murid Sravaka di dalam persamuan, sesuatu yang tidak biasa.

4.  Bentor menyebutkan figur berpengaruh Buddhis Tibet seperti Jetsün Trakpa Gyaltsen (rje btsun grags pa rgyal mtshan), Dalai Lama ke-5 Ngawang Lobsang Gyatso (ngag dbang blo bzang rgya mtsho), dan Jamgön Kongtrül Lodrö Thayé (’jam mgon kong sprul blo gros mtha ’yas) semua menyebutkan sajak mengenai Ketersalingtergantungan (dependent arising /rten ’brel snying po) di antara Lima Dhāraṇī Besar (gzungs chen sde lnga) yang dimasukkan ke dalam stūpa. Lihat Bentor, Yael. “On The Indian Origins of the Tibetan Practice of Depositing Relics and Dharanis in Stupas and Images.” In Journal of the American Oriental Society 115.2 (1995), p 254.

5.  Identifikasi Dharma dengan Buddha sendiri sebenarnya sudah ada di kitab suci paling awal, misalnya dalam Samyutta Nikaya 22.87 Vakkali Sutta. “Vakkali, Seseorang yang melihat Dhamma, melihat Aku; seseorang yang melihat Aku, melihat Dhamma“ (yo kho vakkali dhammaṃ passati so maṃ passati, yo maṃ passati so dhammaṃ passati)

6.  “Bhikṣu, siapapun yang melihat Ketersalingtergantungan melihat Dharma. Siapapun yang melihat Dharma melihat Buddha.”
Variasi dalam kanon pali: “Seorang yang melihat kemunculan bergantungan melihat Dhamma; seorang yang melihat Dhamma melihat kemunculan bergantungan.” (Majjhima Nikaya 28: Mahāhatthipadopama Sutta)

7.  Persamaan ini dinyatakan secara eksplisit dalam Sutra Mengenai Jasa Pahala Membuat Stupa yang Disabdakan Buddha, Fo-shuo tsao t'a kung-te chingc; Taisho 699, vol. 16, p. 801.

8.  Koleksi kanonikal kitab suci buddhis yang ada di Tibet.

9.  Kulaputra dan Kuladhita secara literal berarti "putra / putri keluarga". Kula = keluarga.

Keluarga disini yang dimaksud adalah Keluarga Buddha. Terjemahan tibet memakai istilah "putra silsilah", yaitu silsilah Buddha. Artinya adalah para Bodhisattva atau mereka yang menempuh jalan Bodhisattva.

Kulaputra juga bisa diterjemahkan menjadi "putra / putri keluarga terhormat, putra /putri keluarga baik". Terjemahan chinese biasanya memakai istilah "putra /putri berbakti, putra / putri dari keluarga baik"

10.  Śuddhāvāsa, lima alam tertinggi di Alam Brahma Berbentuk, yang hanya dapat dicapai oleh Anagami.



40
Ketika hal ini dikatakan, para pengembara itu berkata kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika: “Kami masing-masing telah menjelaskan pandangan kami, perumah tangga. Sekarang katakanlah pandanganmu.”

“Bhante, apa pun yang muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan, adalah tidak kekal. Apa pun yang tidak kekal adalah penderitaan. Apa pun yang merupakan penderitaan adalah bukan milikku; aku bukan ini; ini bukan diriku. Itulah pandanganku.”

“Perumah tangga, apa pun yang muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan, adalah tidak kekal. Apa pun yang tidak kekal adalah penderitaan. Adalah persis penderitaan itu yang engkau lekati dan engkau genggam.”

“Bhante, apa pun yang muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan, adalah tidak kekal. Apa pun yang tidak kekal adalah penderitaan. Setelah dengan jelas melihat apa penderitaan itu sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku; aku bukan ini; ini bukan diriku,’ aku memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri yang tertinggi darinya.”

Ketika hal ini dikatakan, para pengembara itu duduk diam, kebingungan, menundukkan kepala, menatap ke bawah, muram, dan tidak mampu berkata-kata. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah memahami bahwa para pengembara itu [duduk] diam … dan tidak mampu berkata-kata, bangkit dari duduknya dan mendatangi Sang Bhagavā. Ia bersujud kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, dan melaporkan kepada Sang Bhagavā keseluruhan percakapannya dengan para pengembara itu.

[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, perumah tangga! Dengan cara demikianlah para manusia kosong itu harus dari waktu ke waktu dibantah sepenuhnya dengan argumen yang logis.” Kemudian Sang Bhagavā mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan perumah tangga Anāthapiṇḍika dengan khotbah Dhamma. Kemudian ketika perumah tangga Anāthapiṇḍika telah diajari, didorong, diinspirasi, dan digembirakan oleh Sang Bhagavā dengan khotbah Dhamma, ia bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.

Kemudian, tidak lama setelah perumah tangga Anāthapiṇḍika pergi, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, jika bhikkhu mana pun, bahkan seorang yang telah ditahbiskan selama seratus tahun dalam Dhamma dan disiplin ini, akan sepenuhnya membantah para pengembara sekte lain dengan argumen yang logis, maka ia harus membantahnya persis seperti yang telah dilakukan oleh perumah tangga Anāthapiṇḍika.”

https://suttacentral.net/id/an10.93

41
ye dharmā hetu-prabhavā
hetuṃ teṣāṃ tathāgato hy avadat,
teṣāṃ ca yo nirodha
evaṃ vādī mahāśramaṇa

“Semua fenomena timbul karena suatu sebab,
‘Sebab’ itu telah diberitahukan oleh Sang Tathagata;
Dan juga lenyapnya
Demikianlah yang diajarkan oleh Sang Petapa Agung“

"Sabba papassa akaranam. Kusalassa Upasampadam. Sacittapariyodapanam etam Buddhana sasanam"
tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan dan membersihkan batin; inilah Ajaran Para Buddha.

Semua yang berkondisi adalah tidak kekal
Semua yang berkondisi adalah menderita
Semua fenomena adalah bukan-diri
Nirvana adalah melampaui ekstrim

42
Penerjemahan dan penulisan Teks Buddhisme / Re: Buku "Jalur Nibbana"
« on: 01 November 2017, 11:12:45 PM »
Dukkham eva hi, na koci dukkhito,
karako na, kiriya va vijjati,
atthi nibbuti, na nibbuto puma,
maggam atthi, gamako na vijjati.

43
apakah dhamma telah mengubah batin anda, dan perilaku anda?

Kalau dhamma hanya sebatas teori dan tidak dipraktikkan, ya bisa hilang keyakinan

Namun kalau sudah mengalami sendiri bahwa dhamma memang benar, pasti yakin

44
C. Sila Ketiga : menahan diri dari pemuasan nafsu seks dengan cara yang salah


a. Ada empat faktor untuk dapat disebut berzinah

1) Ada obyek yang tidak patut digauli

2) Mempunyai pikiran untuk menyetubuhi obyek tersebut

3) Berusaha menyetubuhi

4) Berhasil menyetubuhi, dalam arti berhasil memasukkan alat kemaluannya ke dalam salah satu dari tiga lubang (mulut, anus, atau liang peranakan) walau-pun hanya sedalam biji wijen



b. Obyek dari pelanggaran Sila Ketiga

1) Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila Ketiga oleh laki-laki

- Wanita yang telah menikah

- Wanita yang masih di bawah pengawasan atau asuhan keluarga

- Wanita yang menurut kebiasaan (adat istiadat) dilarang, yaitu :

    * Mereka dilarang karena tradisi keluarga, masih dalam satu garis keturun-an yang dekat

    * Mereka dilarang karena tradisi (peraturan) agama. Dalam tradisi Therava-da disebutkan : Upasika Atthasila, bhikkhuni di jaman dulu

    * Mereka dilarang karena hukum negara pada jaman dulu, misalnya selir raja

2) Obyek yang menyebabkan pelanggaran Sila Ketiga oleh wanita

- Laki-laki yang telah menikah

- Laki-laki yang berada di bawah peraturan agama, misalnya bhikkhu, sama-nera




kalau mau belajar lebih jauh lagi, bisa baca (bhs inggris) di
https://studybuddhism.com/en/advanced-studies/lam-rim/karma-advanced/buddhist-sexual-ethics-an-historical-perspective

https://studybuddhism.com/en/tibetan-buddhism/path-to-enlightenment/karma-rebirth/buddhist-sexual-ethics-main-issues

https://studybuddhism.com/en/tibetan-buddhism/path-to-enlightenment/karma-rebirth/buddhist-western-views-on-sex

45




    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim Nusantara (YPPLN) kembali mengundang guru besar filsafat Buddhis Yang Mulia Drepung Tripa Khenzur untuk Rinpoche berbagi dharma di Indonesia dalam rangkaian acara Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017 sepanjang bulan April-Mei mendatang. Kegiatan ini terdiri atas empat mata acara berupa dhamma talk, kelas intensif, dan public teaching yang bertempat di Jakarta, serta tur candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang berpuncak pada Upacara Waisak di Pusdiklat Indonesia Gaden Syeydrub Nampar Gyelwei Ling, Kabupaten Malang.
     
    Mata acara pertama, yaitu One Day Dhamma Talk dengan topik “Dhamma: Tak Bernilai atau Tidak Ternilai” akan dilangsungkan pada tanggal 22 April 2017 di The UBM Grand Auditorium, Universitas Bunda Mulia, Jakarta. Topik ini membahas tentang bagaimana menghargai dharma yang sejatinya dapat memberikan kebahagiaan tertinggi.
     
    Selanjutnya, pada tanggal 24 April – 28 April 2017 di daerah Kemang, Jakarta Selatan, Rinpoche akan membimbing kelas intensif dengan topik “Citta dan Cetasika: Batin dan Faktor-Faktor mental”. Pengajaran ini lebih ditujukan kepada para biksu dan umat awam yang serius dalam pembelajaran dharma karena akan secara detail mengupas fenomena psikologis yang dialami seseorang dalam sudut pandang Buddhis.
     
    Kemudian acara ketiga di Jakarta, Rinpoche kembali mengulas teks dharma “Dasar Semua Kebajikan” dalam public teaching selama tiga hari pada tanggal 29 April-01 Mei 2017 di  Prasadha Jinarakkhita, Jakarta.  Teks ini digubah oleh Je Tsongkhapa, filsuf Buddhis dari abad XIV, berisi bait-bait panduan praktik Buddhadharma yang menunjukkan titik temu mazhab-mazhab utama dalam Buddhisme.
     
    Selain menghadiri pembabaran dharma, ada juga kegiatan tur ke candi-candi dan situs Buddhis di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tanggal 5-12 Mei 2017. Rangkaian acara ini akan ditutup dengan upacara Waisak pada tanggal 10-13 Mei 2017 di Pusdiklat Indonesia Gaden Syeydrub Nampar Gyelwei Ling di Kabupaten Malang, tempat yang akan menjadi institusi pendidikan pertama yang menyatukan ajaran sutra dan tantra di Asia Tenggara.
     
    YM Drepung Tripa. Khenzur Rinpoche lahir di Tibet pada tahun 1938 di Tibet dan mulai menempuh jalan spritual-Nya pada usia 11 tahun dengan mengikuti penahbisan biksu. Beliau menekuni studi tentang filsafat Buddhis dengan belajar pada banyak sekali guru, termasuk kedua tutor pribadi Yang Mulia Dalai Lama XIV. Beliau menyelesaikan studi dengan nilai terbaik dan mendapatkan gelar geshe lharampa, gelar yang diberikan untuk lulusan terbaik pendidikan filsafat Buddhis dengan tingkatan setara profesor. Saat ini, Rinpoche ditunjuk oleh His Holiness Dalai Lama XIV sebagai pemangku takhta Biara Drepung, satu dari tiga biara besar aliran Gelug dalam Buddhisme Tibet yang telah berdiri selama 600 tahun dan menampung sekitar 5000 Biksu.
     
    Info lengkap dan pendaftaran untuk mengikuti rangkaian kegiatan Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017 dapat diakses di lamrimnesia.org/KR2017
     
    Informasi tambahan:
    Situs: http://lamrimnesia.org/KR2017
    Informasi dan Permohonan Media: lamrimnesia.org]event [at] lamrimnesia.org
    Facebook: www.facebook.com/lamrimnesia
    Instagram: https://instagram.com/lamrimnesia
    Contact Person: Stiven | +62852-6401-4324 atau +62853-7403-7297
     
     
    Frequently Ask Questions
    [LIST=1]
       
    • Siapakah Drepung Tripa Khenzur Rinpoche?[/*]
    Khenzur Lobsang Tenpa dilahirkan dalam sebuah keluarga petani pengembara pada tahun 1938 di Amdo, sebuah propinsi di sebelah timur Tibet. Beliau ditahbiskan sebagai seorang biksu pada usia 11 tahun dan diberi nama Lobsang Tenpa di Biara Taktsang Lhamo di mana ia tinggal sampai usia 18 tahun.
    Beliau berkeinginan sangat kuat untuk mengejar studinya tentang filsafat Buddhis di biara besar Drepung Gomang di Tibet bagian tengah. Biara Drepung sering disebut sebagai Nalanda kedua, merupakan salah satu dari Tiga Biara Besar Gelug.
    Selengkapnya:
    [LIST=1]
       
    • Bagaimana cara mendaftar?[/*]
    Silahkan mengisi formulir di tautan ini
    Acara Jakarta: Dharma Talk / Public Teaching / Intensive Class (22 April – 01 Mei 2017)

    [LIST=1]
       
    • Siapa saja yang boleh mengikuti acara?[/*]
    Acara ini terbuka untuk umum.

    [LIST=1]
       
    • Berapakah biaya yang dikenakan bila mengikuti acara ini? [/*]
    Acara ini tidak dipungut biaya (Gratis). Apabila Anda ingin mendukung acara ini, donasi dapat dilakukan via transfer ke:
               Rek BCA 0077 1199 77
    KCU Tanjung Priok
    a.n. Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrin Nusantara (YPPLN)
    Konfirmasikan donasi Anda ke Fanny.A (+62821 1585 4052) dengan format:
    DONASI/nama paket/nominal/tanggal transfer/nama bank/nama rekening/nama donatur.
               Contoh: DONASI/Karuna/Rp1.000.000/21 Maret 2017/BCA/Cindy Budiman/Cindy Budiman.

    [LIST=1]
       
    • Kapan batas pendaftaran terakhir untuk acara? [/*]
    Sehubungan dengan kebutuhan untuk memperisiapkan kapasitas tempat duduk maka batas waktu pendaftaran adalah sebagai berikut:
    • Untuk Dharma Talk d. 20 April 2017[/*]
    • Untuk Intensive Class d. 22 April 2017[/*]
    • Untuk Public Teaching d. 27 April 2017[/*]
    Untuk peserta yang belum sempat mendaftar diperbolehkan untuk mendaftarkan diri di hari H selama tempat duduk masih tersedia.

    [LIST=1]
       
    • Apa bahasa yang digunakan selama acara?[/*]
    Pembicara menggunakan bahasa Tibet, diterjemahkan langsung ke Bahasa Indonesia. Tersedia juga terjemahan bahasa Inggris melalui radio FM. Untuk mendengarkan terjemahan Bahasa Inggris, mohon membawa Radio FM.
    *for English Translation, please bring your own Radio FM.

    [LIST=1]
       
    • Kapankah acara dimulai? [/*]
    • Dharma Talk dimulai pukul 13.00[/*]
    • Public Teaching dimulai pukul 09.00[/*]
    • Intensive Class dimulai pukul 09.00 (bisa berubah sewaktu-waktu)[/*]
    FAQ lain lain silahkan lihat di http://lamrimnesia.org/2017/03/24/faq/

    Pages: 1 2 [3] 4 5 6 7 8 9 10 ... 79