//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - xenocross

Pages: 1 2 3 4 5 6 7 8 [9] 10 11 12 13 14 15 16 ... 79
121
Diskusi Umum / Re: Balada Gelembung Air
« on: 01 October 2014, 04:42:55 PM »
Lebih berharga daripada permata pengabul harapan
adalah tubuh manusia ini yg penuh kebebasan
Telah menemukan hidup seperti ini untuk kali ini saja
Sulit untuk diperoleh dan mudah hancur
Seperti kilatan petir di angkasa
Merenungkan hal ini, seseorang harus menyadari
Semua aktivitas duniawi adalah seperti menampi dedak
Dan kemudian berjuang siang dan malam tanpa henti
untuk meraih apa yang mempunyai nilai sebenarnya
Aku, seorang yogi, telah mempraktekan hal ini
Engkau, pencari kebebasan, seharusnya melakukan hal yang sama


(Baris-baris Pengalaman oleh Je Tsongkhapa)

122
Diskusi Umum / Re: Balada Gelembung Air
« on: 01 October 2014, 04:36:24 PM »
Ketika bepergian dengan murid-muridnya, Milarepa sampai di Din Ri Namar. Di situ beliau menanyakan tentang seorang pendukung yang terkenal. Setelah mengetahui bahwa dokter Yang Nge adalah seorang Buddhis yang penuh bhakti, beliau menuju ke rumahnya. Dokter itu berkata: “Saya mendengar bahwa Jetsun Milarepa dapat menggunakan apa pun yang berada di dekatnya sebagai perumpamaan khotbah. Sekarang gunakanlah gelembung-gelembung air parit di hadapan kami ini sebagai perumpamaan, dan berkhotbahlah kepada kami.” Sebagai jawabannya, Jetsun mendendangkan sebuah nyanyian ---

Gelembung-gelembung yang Bersifat Sementara

Aku memberi hormat Guruku yang agung ---
Semoga setiap orang di sini memikirkan Dharma!

Seperti yang pernah beliau katakan, “Bagaikan gelembung kehidupan ini, hanya sementara dan berlalu --- Di dalamnya tak ada kepastian yang dapat ditemukan.”

Kehidupan orang awam bagaikan seorang pencuri
Yang menyusup masuk ke rumah kosong.
Tidakkah kau tahu kebodohan ini?

Masa muda itu bagaikan bunga musim panas ---
Tiba-tiba ia memudar.
Usia tua itu bagaikan api yang menjalar
Membakar ladang-ladang ---
Tiba-tiba ia sudah berada di kakimu.

Sang Buddha pernah berkata, “Kelahiran dan kematian bagaikan matahari terbit dan matahari terbenam--- Begitu saja ia datang dan begitu saja ia pergi.”
Penyakit itu bagaikan burung kecil yang terluka oleh ketapel.
Tidakkah kau tahu, kesehatan dan kekuatan
Pada saatnya akan meninggalkanmu?

Kematian itu bagaikan lampu yang kering minyaknya,
(setelah pijar terakhirnya).
Percayalah, tak ada suatu pun di dunia ini yang kekal.

Karma buruk itu bagaikan air terjun,
Yang tak pernah kulihat mengalir ke atas.
Orang yang tak-bajik itu bagaikan pohon beracun ---
Jika kau bersandar padanya, kau akan terluka olehnya.

Orang jahat itu bagaikan polong yang rusak karena dingin ---
Bagaikan lemak yang busuk, mereka menghancurkan siapa pun juga.
Mereka yang mempraktikkan Dharma itu bagaikan petani di ladang ---
Dengan cermat dan semangat, mereka akan berhasil.

Guru itu bagaikan obat dan madu ---
Dengan bergantung padanya, orang akan berhasil.
Disiplin itu bagaikan menara penjaga ---
Dengan menjalankannya, orang mencapai Kesempurnaan.

Hukum Karma itu bagaikan roda Samsara ---
Siapa pun yang melanggarnya akan rugi besar.
Samsara itu bagaikan duri yang beracun di dalam daging,

Jika tidak dikeluarkan, racun akan bertambah dan menyebar.
Datangnya kematian itu bagaikan bayang-bayang
Sebatang pohon di saat matahari tenggelam ---
Ia berlari cepat dan tak ada yang dapat menghentikannya.

Ketika saat itu tiba,
Apa lagi yang dapat membantu kecuali Dharma nan agung?
Namun, walaupun Dharma adalah sumber kemenangan.
Sangat langka orang yang berusaha mencapainya.
Banyak manusia yang terjerat di dalam penderitaan-penderitaan Samsara;

Karena terlahir ke dalam kesialan ini,
Mereka berjuang dengan menjarah dan mencuri kekayaan.
Mereka yang berbicara tentang Dharma
Dengan gembira mendapat inspirasi,
Tetapi jika tugas diberikan kepadanya,
Dia akan hancur dan bingung.
Wahai murid-murid yang terkasih, jangan terlalu banyak bicara,
Praktikkanlah saja Dharma nan Agung.

123
Diskusi Umum / Re: Balada Gelembung Air
« on: 01 October 2014, 04:29:23 PM »
"Raja dari Kegaiban Rahasia, dengan akal pikiran yang melampaui duniawi yang tinggal didalam lima kumpulan (panca skandha), kebijaksanaan seperti itu bisa timbul sejalan. Jika orang menimbulkan kebebasan dari kemelekatan pada kumpulan skandha, orang tersebut harus mengamati busa, gelembung, sebuah pohon pisang, sebuah khayalan udara, dan ilusi, dengan demikian mencapai kebebasan. Artinya, kelima kumpulan, dua belas bidang perasaan, delapan belas unsur, dan orang tamak, sifat ketamakan semuanya dihapus dari sifat alami dharma (dharmata), dan ketika merasakan lingkungan yang sepenuhnya hening tenang dalam cara ini, hal itu disebut akal pikiran yang melampaui duniawi. Raja dari Kegaiban Rahasia, ketika orang telah meninggalkan urutan delapan pikiran yang tidak sesuai dan yang sesuai dengan dunia, dan jaring karma serta penderitaan-penderitaan jiwa (klesa), ini mewakili latihan yogi untuk melebihi satu kalpa."

"Raja dari Kegaiban Rahasia, jika para Bodhisattva mengolah latihan-latihan bodhisattva melalui pintu gerbang jalan mantra (mantrayana) memeriksa didalam pengolahan yang mendalam sepuluh persoalan tentang kemunculan yang saling bergantungan, Mereka akan menguasai latihan mantrayana dan mencapai kebangkitan kesadaran di dalamnya. Apakah sepuluh [persoalan tentang kemunculan yang saling bergantungan] itu? Mereka, yaitu bahwa [kemunculan yang saling bergantungan] adalah seperti angan-angan khayalan ilusi keyakinan salah, pembayangan khayalan belaka, mimpi, bayangan pantulan cermin, kota gandharva, gema, bulan [yang tercermin] dalam air, gelembung busa, bunga di ruang angkasa kosong, dan roda api yang berputar.

[Maha Vairocana Sutra]

124
Diskusi Umum / Re: Balada Gelembung Air
« on: 01 October 2014, 04:28:32 PM »
“Para sahabat, tubuh ini sangat tidak konstan, rapuh, tak layak diandalkan dan lemah. Tubuh ini tidak signifikan, mudah hancur, berumur pendek, menyakitkan, penuh penyakit dan senantiasa berubah-ubah. Oleh karena itu, para sahabatku, karena tubuh ini hanyalah sebuah wadah bagi banyak penyakit, para bijaksana tidak mengandalkannya. Tubuh ini bagaikan bola busa, tidak mampu menahan tekanan apa pun. Bagaikan gelembung air, tak dapat bertahan lama. Bagaikan fatamorgana, yang muncul dari klesha. Bagaikan batang pohon pisang yang tak berinti. Aduh! Tubuh ini bagaikan mesin, rangkaian tulang dan otot. Bagaikan ilusi magis yang hanya kepalsuan. Bagaikan mimpi, penampilan yang tak nyata. Bagaikan pantulan, cerminan dari tindakan-tindakan sebelumnya. Bagaikan gema yang tergantung pada pengondisian. Tubuh ini bagaikan awan, bercirikan pergolakan dan penghancuran. Bagaikan kilatan petir, tidak stabil dan menuju pembusukan setiap saat. Tubuh tak berpemilik karena dihasilkan dari berbagai kondisi.

“Tubuh ini tidak aktif seperti bumi; tak berinti seperti air; tak bernyawa seperti api; tak bersosok (hanya gerakan) seperti angin; dan tak bersifat hakiki seperti ruang. Tubuh ini tidak nyata, hanya gabungan dari empat elemen utama. Tubuh ini shunya, tidak eksis sebagai sosok atau yang dimiliki sosok. Tubuh tak bernyawa, seperti rumput, pohon, dinding, gumpalan tanah, dan seperti halusinasi. Tubuh ini tak memiliki sensasi, digerakkan seperti kincir angin. Tubuh ini menjijikkan, berupa tumpukan nanah dan kotoran. Tubuh ini palsu, akan rusak dan hancur meskipun diurapi dan dipijat. Tubuh ini terjangkiti empat ratus empat jenis penyakit. Bagaikan sumur kuno, terus-menerus dilanda penuaan. Usia tubuh tak pernah pasti dan yang pasti hanyalah itu akan berakhir dengan kematian. Tubuh ini adalah kombinasi dari skandha, elemen dan lingkup indrawi, yang masing-masing diumpamakan sebagai pembunuh, ular berbisa dan kota kosong. Oleh karena itu, kalian seharusnya merasa jijik dengan tubuh seperti ini. Kalian seharusnya tidak mengandalkan tubuh ini dan membangkitkan kekaguman terhadap tubuh Tathagata.

[Vimalakirti Nirdesa Sutra]
==============================================================

 Manjusri berkata, "Lima kelompok kehidupan (pancaskhanda) menyusun apa yang kita sebut dunia fana. Dari kelima kelompok ini, kelompok bentuk (rupaskhanda) memiliki sifat seperti busa yang berkumpul, kelompok perasaan (vedanaskhanda) memiliki sifat seperti sebuah gelembung, kelompok pencerapan (samjnaskhanda) memiliki sifat seperti sebuah fatamorgana, kelompok bentuk-bentuk pikiran (samkharaskhanda) memiliki sifat seperti sebuah rumput layu, dan kelompok (vijnanaskhanda) kesadaran memiliki sifat seperti sebuah khayalan. Demikianlah, seseorang harus mengetahui bahwa sifat pokok dari dunia fana tidak lain dari sifat dari busa, gelembung, fatamorgana, rumput, dan khayalan; sehingga tidak ada kelompok kehidupan ataupun nama-nama kelompok kehidupan, tidak ada makhluk-makhluk ataupun nama-nama makhluk, tidak ada dunia fana ataupun dunia di atas fana. Pemahaman terhadap kelompok kehidupan yang benar seperti ini disebut pemahaman tertinggi. Jika seseorang mencapai pemahaman tertinggi ini, maka ia terbebaskan. Jika ia tidak melekat pada benda-benda duniawi, ia melebihi dunia fana."

"Lebih lanjut, Subhuti, sifat dasar dari lima kelompok kehidupan adalah kekosongan. Jika sifat itu adalah kekosongan, tidak ada "aku" ataupun "milikku". Jika tidak ada "aku" ataupun "milikku", tidak ada dualitas. Jika tidak ada dualitas, tidak ada ketamakan ataupun keinginan. Jika tidak ada ketamakan ataupun keinginan, tidak ada kemelekatan. Demikianlah, dengan bebas dari kemelekatan, seseorang melebihi dunia fana."

"Lebih lanjut, Subhuti, lima kelompok kehidupan tunduk pada sebab-akibat dan kondisi-kondisi. Jika mereka tunduk pada sebab-akibat dan kondisi-kondisi, mereka bukan milik seseorang atau orang lain. Jika mereka bukan milik seseorang atau orang lain, mereka bukan milik siapa-siapa. Jika mereka bukan milik siapa-siapa, tidak ada orang yang menggenggam mereka. Jika tidak ada genggaman, tidak ada kesenangan, dan tanpa kesenangan adalah praktek para umat beragama. Sama seperti sebuah tangan yang bergerak dalam ruang kosong tidak menyentuh objek dan tidak menemui hambatan, demikian para Bodhisattva yang menjalankan praktek kesamaan dari kekosongan melebihi dunia fana."

(Sutra Penjelasan Keadaan Kebuddhaan yang Tak Terbayangkan)

125
Diskusi Umum / Re: Balada Gelembung Air
« on: 01 October 2014, 04:26:36 PM »
Sifat dari nafsu keinginan menyerupai gambar bulan di air,
sebuah bayangan, atau gema di gunung;
Orang yang berhati mulia menganggapnya sebagai khayalan,
seperti pertunjukan drama, seperti mimpi

Sifat-sifat nafsu keinginan hanya berlangsung untuk sesaat,
ia seperti ilusi, sebuah fatamorgana, bagaikan buih air atau busa;
orang bijak mengetahui ia ditimbulkan oleh anggapan yang keliru

Segala sesuatu yang terbentuk berlalu dengan cepat,
berlangsung sekilas, bagai kilasan kilat di angkasa.
Ayo, sekarang waktunya telah datang,
Sekaranglah waktunya meninggalkan istana, Oh Suvrata!

Faktor-faktor pembentuk bagaikan nyala sebuah lampu,
cepat sekali berubah dan bergerak-gerak;
seperti angin, tidak menetap,
seperti buih, mereka mudah lenyap dan tidak berisi

Segala sesuatu berubah, bergerak, dan tidak tetap
seperti awan, seperti kilasan cahaya kilat, seperti
butiran embun di sehelai rumput, dan menipu seperti kepalan
yang kosong; ia tak mempunyai inti, kosong, tanpa hakikat sejati,
sepenuhnya bersifat sunyata.

Objek nafsu keinginan tidak kekal, tidak tetap, bersifat berubah-ubah; ia cepat sekali berlalu dan terus menerus bergerak seperti arus air di gunung;
Seperti butiran embun, dengan segera ia akan lenyap;
Seperti kepalan tangan kosong yang menipu anak kecil, ia tanpa inti;
Seperti rongga tangkai pohon kadali, ia kosong;
Seperti bejana tanah yang belum dibakar, sifatnya rapuh;
Seperti awan musim gugur, yang muncul sesaat lalu hilang;
Seperti kilasan cahaya kilat, ia tak berlangsung lama;
Seperti bejana terisi oleh racun, ia hanya mendatangkan penderitaan;
Seperti racun ampuh, ia menyebabkan ketidaknyamanan.

Objek nafsu yang diinginkan oleh mereka yang lemah dalam kebijaksanaan sungguh seperti gelembung buih air, sifatnya cepat sekali berubah.
Ia seperti fatamorgana yang disebabkan anggapan salah;
Seperti ilusi yang disebabkan oleh pikiran salah;
Seperti mimpi, tidak memuaskan, karena itu adalah penglihatan salah;
Seperti samudra sulit dipenuhi, demikian juga keinginan sulit dipenuhi; Seperti air asin, objek nafsu keinginan hanya membuatmu lebih haus.
Seperti kepala ular, ia berbahaya untuk disentuh
Seperti jurang dalam, ia dijauhi oleh orang bijaksana.


(Lalitavistara Sutra )

==================================================================
 “Seperti halnya setetes embun di ujung rumput akan lenyap dengan cepat pada saat matahari terbit dan tidak akan berumur panjang; demikian pula, para brahmana, kehidupan manusia ini bagaikan setetes embun. Kehidupan ini pendek, terbatas dan singkat; kehidupan ini penuh dengan penderitaan, penuh dengan pusaran. Hal ini harus dipahami dengan bijaksana. Orang harus melakukan hal yang baik dan menjalani kehidupan yang murni; karena tak seorang pun yang telah terlahir dapat lolos dari kematian.

“Seperti halnya, ketika hujan turun dari langit dalam tetesan-tetesan besar, gelembung yang muncul di permukaan air akan lenyap dengan cepat dan tidak akan berumur panjang; demikian pula, para brahmana, kehidupan manusia ini bagaikan gelembung air. Kehidupan ini pendek … karena tak seorang pun yang telah terlahir dapat lolos dari kematian.

“Seperti halnya sebuah garis yang digoreskan di atas air dengan tongkat akan lenyap dengan cepat dan tidak akan berumur panjang; demikian pula, para brahmana, kehidupan manusia ini bagaikan garis yang digoreskan di atas air. Kehidupan ini pendek … karena tak seorang pun yang telah terlahir dapat lolos dari kematian.

“Seperti halnya aliran sungai di gunung, yang datang dari jauh, mengalir dengan cepat, membawa banyak sampah bersamanya, tidak akan diam sesaat pun, sedetik pun, sekejap pun, dan akan terus bergerak, berputar dan mengalir maju; demikian pula, para brahmana, kehidupan manusia ini bagaikan aliran sungai di gunung. Kehidupan ini pendek … karena tak seorang pun yang telah terlahir dapat lolos dari kematian.

AN 7.70 ARAKENANUSASANI SUTTA: Betapa Singkatnya Kehidupan

126
Diskusi Umum / Re: Balada Gelembung Air
« on: 01 October 2014, 04:21:26 PM »
Tetapi, kepada para Bodhisattva,
[Buddha] yang terbaik di antara makhluk-makhluk berkaki dua
Selalu mengajarkan doktrin ini mengenai skandha-skandha:

“Rupa seperti kumpulan buih-buih,
Vedana seperti gelembung-gelembung air,
Samjna seperti fatamorgana,
Samskara seperti batang pohon pisang,
Dan vijnana seperti ilusi.”


[Bodhicittavivarana oleh Arya Nagarjuna]

=============================================

SN 22.95 PHENA SUTTA: Buih

Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Ayojjhà di tepi Sungai Gangga. Di sana Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, misalkan Sungai Gangga ini mengalirkan SEGUMPAL BUIH. Seseorang dengan penglihatan yang baik akan memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam segumpal buih? Demikian pula, para bhikkhu, JASMANI apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: seorang bhikkhu memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam JASMANI?

“Misalkan, para bhikkhu, di musim gugur, ketika hujan dan rintik-rintik besar air turun, GELEMBUNG AIR muncul dan pecah di atas permukaan air. Seseorang dengan penglihatan yang baik akan memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam gelembung air? Demikian pula, para bhikkhu, PERASAAN apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: seorang bhikkhu memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam PERASAAN?

“Misalkan, para bhikkhu, di bulan terakhir musim panas, di tengah hari, suatu FATAMORGANA muncul. Seseorang dengan penglihatan yang baik akan memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam fatamorgana? Demikian pula, para bhikkhu, PERSEPSI apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: seorang bhikkhu memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam PERSEPSI?

“Misalkan, para bhikkhu, seseorang yang memerlukan inti kayu, mencari inti kayu, mengembara mencari inti kayu, membawa kapak tajam dan memasuki hutan. Di sana ia melihat sebatang pohon pisang besar, lurus, segar, tanpa tandan buah. Ia menebang pohon itu di akarnya, memotong pucuknya, dan membuka gulungan kulitnya. Sewaktu ia membuka gulungan itu, ia tidak akan menemukan bahkan kayu yang lunak sekalipun, apalagi inti kayu. Seseorang dengan penglihatan yang baik akan memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam BATANG POHON PISANG? Demikian pula, para bhikkhu, BENTUK-BENTUK PIKIRAN apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: seorang bhikkhu memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam BENTUK-BENTUK PIKIRAN?

“Misalkan, para bhikkhu, seorang tukang sulap atau murid tukang sulap mempertunjukkan ILUSI SULAP di persimpangan jalan. Seseorang dengan penglihatan yang baik akan memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam ilusi sulap? Demikian pula, para bhikkhu, KESADARAN apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: seorang bhikkhu memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam KESADARAN?

"Melihat demikian, siswa Ariya, yang telah memahaminya dengan baik, menjadi TAK TERPESONA pada jasmani, TAK TERPESONA pada perasaan, TAK TERPESONA pada persepsi, TAK TERPESONA pada bentukan [batin], TAK TERPESONA pada kesadaran. SETELAH TAK TERPESONA DIA MENJADI TIDAK TERTARIK. Setelah TIDAK TERTARIK, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini (lingkaran samsara terpatahkan).'"

Inilah yang dikatakan oleh Sang Bhagava.

Setelah mengatakan hal ini, Yang Sempurna, Sang Guru, lebih lanjut berkata

“Jasmani (RUPA) bak gumpalan buih,
Perasaan (VEDANA) bak gelembung air,
Persepsi (SAÑÑA) bak fatamorgana,
Bentuk-bentuk Mental/Bentuk-bentuk Pikiran (SANKHARA) bak batang pohon pisang,
Kesadaran (VIÑÑANA) bak tipuan pertunjukan sulap.


Demikianlah dijelaskan oleh kerabat Matahari.
Bagaimanapun seseorang merenungkannya,
Dan dengan saksama menyelidikinya,
Hanya terlihat kosong dan hampa,
Ketika ia melihatnya dengan teliti.


Sehubungan dengan jasmani,
Ia yang bijaksana telah mengajarkan,
Ketika tiga hal ini berpisah dari jasmani fisik ini:
Yakni vitalitas kehidupan, panas, dan kesadaran,
Maka jasmani itu tergeletak di sana, dibuang,
Makanan bagi makhluk lain, tanpa kehendak.


Demikianlah kumpulan ini,
Ilusi ini, penipu orang-orang dungu.
Diumpamakan bak pembunuh;
Di sini tidak ada inti yang dapat ditemukan.


Seorang bhikkhu yang bersemangat,
Harus melihat khandha-khandha seperti demikian,
Siang dan malam,
Memahami, selalu waspada.

Ia harus melepaskan semua belenggu
Dan menjadikan dirinya sebagai pelindung;
Waspada, ibarat hidup dengan api membakar di atas kepala,
Menuju keadaan tanpa kemerosotan .”

127
Diskusi Umum / Re: Balada Gelembung Air
« on: 01 October 2014, 04:20:17 PM »
Mereka yg dapat memandang dunia ini
seperti melihat buih
atau seperti ia melihat fatamorgana,
maka Raja Kematian tidak dapat menemukan dirinya.


(dhammapada 170)

=========================================

Ia yang mengetahui bahwa tubuh ini bagaikan buih,
menyadari sifat mayanya,
dan mematahkan panah Mara yang berujung bunga,
berada di luar jangkauan penglihatan raja kematian.


(Dhammapada 46)

=========================================
Lihatlah semua hal yang terbentuk dari kondisi
Bagai bintang-bintang, kesalahan penglihatan, pelita,
ilusi, tetesan embun, gelembung air,
mimpi, cahaya kilat, atau awan-awan;


[Vajracchedikā Prajñāpāramitā Sūtra (Sutra Intan)]

=========================================

Dengan selalu memandang dunia seperti mayat yang digerakkan sihir,
atau sebuah mesin, atau seperti mimpi, atau kilat, atau awan;
tiga penerusan dihancurkan dan orang akan terbebaskan


[Lankavatara Sutra]

128
Diskusi Umum / Balada Gelembung Air
« on: 01 October 2014, 04:18:42 PM »
Jadi ceritanya satu waktu, ketemu satu bait yang berasal dari Sutra Intan (Vajrachedika-Prajnaparamita Sutra) yang membangkitkan satu kesan gimana gitu. Ternyata bait itu adalah bait paling terkenal dari Sutra Intan dan banyak yang membahas.

Taraka timiram dipo
Maya-avasyaya budbudam
Supinam vidyud abhram ca
Evam drastavyam samskrtam.


 「一切有為法  如夢幻泡影
  如露亦如電  應作如是觀」

Lihatlah semua hal yang terbentuk dari kondisi
Bagai bintang-bintang, kesalahan penglihatan, pelita,
ilusi, tetesan embun, gelembung air,
mimpi, cahaya kilat, atau awan-awan;

[Vajracchedikā Prajñāpāramitā Sūtra (Sutra Intan)]


Perumpamaan ini kemudian ketemu lagi di dalam Vimalakirti-nirdesa Sutra tetapi dalam versi agak berbeda. Lalu di facebook ada yang kasih sebait dhammapada yang isinya mirip. Karena penasaran, akhirnya aku search dengan keyword "gelembung air" , "buih", "mimpi", "kilat" di semua sutta dan sutra dan sastra, dan akhirnya ketemu banyak

Mengagumkan bahwa satu tema yang sama dibahas lagi dan lagi dalam berbagai cara, dan kitab-kitab ini merujuk ke kitab yang sudah ada.

Saya akan post hasil pencarian di bawah

129
Buddhisme Awal / Origin and Spread of the Buddha’s Doctrine
« on: 16 September 2014, 08:37:10 PM »
Ini bacaan lumayan. Yg dishare disini kutipan aja yang menarik
Ada yg mau beli bukunya lalu dishare?


Origin and Spread of the Buddha’s Doctrine

Buddhism: One Teacher, Many Traditions is an unprecedented book by His Holiness the Dalai Lama and Ven. Thubten Chodron that explores the similarities and differences within Buddhist traditions. In July 2014, Mandala’s managing editor Laura Miller had an interview with Ven. Chodron about her work on the book, which is being published by Wisdom Publications in November 2014.

Here we share an excerpt from the introductory chapter “Origin and Spread of the Buddha’s Doctrine.” (The diacritics from the original remain.)

Our Commonalities and Diversity

Sometimes people mistakenly believe that Tibetan Buddhism, especially Vajrayāna, is separate from the rest of Buddhism. When I visited Thailand many years ago, some people initially thought that Tibetans had a different religion. However, when we sat together and discussed the vinaya, sūtras, abhidharma, and such topics as the 37 aids to awakening, the four concentrations, four immaterial absorptions, four truths of the āryas, and noble eightfold path, we saw that Theravāda and Tibetan Buddhism have many common practices and teachings.

With Chinese, Korean, and many Vietnamese Buddhists, Tibetans share the monastic tradition, bodhisattva ethical restraints, Sanskrit scriptures, and the practices of Amitābha, Avalokiteśvara, Mañjuśrī, Samantabhadra, and Medicine Buddha. When Tibetan and Japanese Buddhists meet, we discuss the bodhisattva ethical restraints and sūtras such as the Saddharmapuṇḍarīka Sūtra. With the Japanese Shingon sect we share the tantric practices of the Vajradhātu maṇḍala and Vairocanābhisaṃbodhi.

While there are differences in the texts that comprise each canon, there is considerable overlap of the material discussed in them. In subsequent chapters we will explore some of these in greater depth, but here are a few examples.

The Buddha spoke at length about the disadvantages of anger and the antidotes to it in the Pāli suttas (e.g., SN 11:4-5). The teachings for overcoming anger in Śāntideva’s Bodhicaryāvatāra echo these. One sutta (SN 4:13) recounts the story of the Buddha experiencing severe pain due to his foot having been cut by a stone splinter. Nevertheless, he was not distressed, and when prodded by Māra, he responded, “I lie down full of compassion for all beings.” This is the compassion generated when doing the taking-and-giving meditation (Tib. tonglen) taught in the Sanskrit tradition, where a practitioner imagines taking the sufferings of others upon himself and giving others his own happiness.

Furthermore, the altruistic intention of bodhichitta so prominent in the Sanskrit tradition is an extension of the four brahmavihāras (four immeasurables) taught in the Pāli canon. The Pāli and Sanskrit traditions share many of the same perfections (pāramī, pāramitā). The qualities of a buddha, such as the 10 powers, four fearlessnesses, and 18 unshared qualities of an awakened one are described in scriptures from both traditions. Both traditions speak of impermanence, the unsatisfactory nature, selflessness, and emptiness. The Sanskrit tradition sees itself as containing the teachings of the Pāli tradition and elaborating on certain key points – for example, by explaining true cessation according to the Prajñāpāramitā sūtras and the true path according to the Tathāgatagarbha sūtras and some of the tantras.

The terms Thai Buddhism, Sri Lankan Buddhism, Chinese Buddhism, Tibetan Buddhism, Korean Buddhism, and so on are social conventions. In each case, Buddhism in a country is not monolithic and contains many Buddhist practice traditions and tenet systems. Within these, there are sub-groups consisting of monasteries or teachers with various affiliations. Some subtraditions emphasize study, others meditation. Some stress practicing serenity (samatha, śamatha), others insight (vipassanā, vipaśyanā), and others both together.

While one country may have many traditions in it, one tradition may also be practiced in many countries. Theravāda is practiced Sri Lanka, Thailand, Burma, Laos, Cambodia, and is also found in Vietnam. Within Theravāda countries, some follow early Buddhism – the suttas themselves – without relying on the commentaries very much, while others follow the explanations in the commentarial tradition. Even the robes in one country or in one tradition may vary.

Similarly, Chan is practiced in China, Taiwan, Korea, Japan, and Vietnam. While Chan practitioners in all these countries rely on the same sūtras, the teachings and meditation style vary among them.



http://mandala.fpmt.org/archives/mandala-for-2014/october/origin-and-spread-of-the-buddhas-doctrine/

130
Studi Sutta/Sutra / Re: "Orang sesat" dalam MN 22 Alagaddupama Sutta
« on: 12 August 2014, 06:25:47 AM »
Ya , mungkin karena harapan dan image berlebihan kepada Buddha. Apa iya seseorang harus sangat lemah lembut seperti itu?
Kalau liat stereotip bhikkhu theravada dari jawa memang seperti itu (yg saya tahu dan kenal). Ngomongnya halus dan lembut.
Kalau dipikir Buddha juga seperti itu jadinya terjadi dissonance.

Kalau kenal guru dharma yg lain, ada yg tanpa ragu memarahi muridnya dan bahasanya agak "kasar". Walaupun hatinya baik dan itu demi kebaikan muridnya. Jadi buat saya ngerasanya biasa aja, mungkin udah biasa dimarahin hahahahha

131
itu berdenyut karena prana ngumpul disitu, cakra jadi aktif
tentu saja bisa menggagalkan meditasi vipassana karena jadinya kamu merhatiin itu doang. Disuruh merasakan sensasi tapi malah terganggu dengan denyutan. Jadi, tidak usah dipikirkan denyutan itu, biarkan saja, rileks, nanti prana akan mengalir ke tempat lain dengan alami

132
Tidak bertentangan, tapi sebaiknya kalau lagi belajar meditasi buddhis, meditasi yg lain lain itu distop dulu saja ya

133
Tahun ini, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Kadam Choeling Indonesia kembali mengadakan Napak Tilas ke India dan Nepal selama 12 hari 10 malam. Detail dari kegiatan tersebut:



Buddhist Pilgrimage Tour 10N / 12D
INDIA - NEPAL
KCI TOUR
6 - 16 SEPTEMBER 2014
TOUR RATE: 1.650USD

Perjalanan menyusuri situs-situs bersejarah di tanah India berdasarkan perspektif Antropologi dari narasumber yang menguasai sejarah dan filsafat timur.

Day 1 [6 SEPTEMBER 2014] : jakarta-Delhi/Overnight at Delhi
Day 2 [7 SEPTEMBER 2014] : Delh - Varanasi via Lucknow by Stabadi Express Overnight at Varanasi.
Day 3 [8 SEPTEMBER 2014] : Varanasi, Sarnath /Bodhgaya overnight at Bodhgaya
Day 4 [9 SEPTEMBER 2014] : Full days at Bodhgaya
Day 5 [10 SEPTEMBER 2014] : Patna - Rajgir - Nalanda - Bodhgaya
Day 6 [11 SEPTEMBER 2014] : Bodhgaya / Kusinagar VIA Vaishali Overnight at Kushinagar
Day 7 [12 SEPTEMBER 2014] : Kushinagr to Lumbini
Day 8 [13 SEPTEMBER 2014] : Lumbini /Saravasti Via Kapilvastu Overnight at Saravasti
Day 9 [14 SEPTEMBER 2014] : Saravasti/ Agra Via Sankasya Overnight at Agra
Day 10 [15 SEPTEMBER 2014] : At Agra Taj Mahal/Agra fort overnight at Delhi
Day 11 [16 SEPTEMBER 2014] : Delhi + Depart evening
Day 12 [17 SEPTEMBER 2014] : Arrived at own country with sweet memory of India. Tour ends.


Info & registrasi : Christine KHU (0856.5850.9928)

135
Pure Land / Tanah Suci / Re: Diskusi Tentang Keng
« on: 09 May 2014, 11:12:36 AM »
untuk beberapa keng sudah ada komentar-komentar klasik ataupun komentar dari para guru modern tentang maknanya

Bisa coba dicari di internet. Atau kalau mau spesifik keng tertentu bisa direquest, nanti saya bisa carikan

Kebanyakan keng membutuhkan sila dan bodhicitta sebagai syarat agar manjur

Pages: 1 2 3 4 5 6 7 8 [9] 10 11 12 13 14 15 16 ... 79
anything