//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - xenocross

Pages: 1 ... 65 66 67 68 69 70 71 [72] 73 74 75 76 77 78 79
1066
Tibetan / Re: Review Teaching Dagpo Lama Rinpoche di Jakarta
« on: 13 January 2009, 11:50:42 AM »
????
Paramita ada 6
Yg buat jadi manusia "saja" tanpa kekayaan, kecantikan, dsb: Sila
5 Paramita lain adalah:
Dana: supaya kaya
Ksanti (kesabaran) : supaya cakep
Viriya (semangat) : supaya apapun kerjanya lancar
Dhyana (meditasi) : entah buat apa
Prajna (kebijaksanaan) : multi fungsi kali

1067
oh? bisa cerita lebih jauh? Gw lagi bingung antara berita propaganda Walubi dan berita oleh KASI.

BTW, maksudnya aku di pihak KASI, maksudnya dulu dan sekarang vihara yg kuikutin berafiliasi ke MBI - SAGIN
Ortu pergi ke vihara Mahayana SMI dan vihara Tridharma. Teman2 pergi ke vihara Theravada STI.

Jadi waktu KASI dibentuk, aku rasa memang sudah sewajarnya. Bias lingkungan sih, karena semua di sekeliling ga suka sama faksi SHM.

1068
'Surat Cinta' Walubi untuk Umat Buddha Theravãda

 

BuddhistOnline.com - Wahai umat Buddha Theravãda di Indonesia. Berbahagialah karena Anda sedang menjadi 'kembang' yang bakal mendapat banyak rayuan dan tawaran yang menggiurkan dari sana sini. Karena nampaknya Walubi benar-benar jadi kalang-kabut setelah ditinggal MAGABUDHI (Baca pula: "MAGABUDHI cabut, WALUBI kalang-kabut"). Tidak lama setelah surat pengunduran MAGABUDHI terbit, pada 28 Maret 2000 pihak Dewan Pengurus Pusat Walubi buru-buru mengeluarkan surat himbauan ditujukan kepada seluruh umat Buddha Theravãda Indonesia yang ditandatangani oleh Biro Penerangan Walubi Letkol (Purn) Drg. Nakulianto K.

Meskipun disebut sebagai surat himbauan, tetapi secara keseluruhan isi surat itu lebih mirip sebuah surat cinta seseorang yang kelabakan karena baru ditinggal pergi sang kekasih. Habis, surat yang dikeluarkan di Jakarta itu lebih banyak memuat 'rayuan maut' dan 'janji surga' yang cukup menggelikan ketimbang himbauan yang menenangkan. Apalagi masih kurang jelas umat Buddha Theravãda mana yang perlu ditenangkan seperti yang dimaksud dalam suratnya itu. Karena mestinya urusan "menenangkan" umat Buddha Theravãda itu sudah bukan wewenang Walubi lagi. Bukankah di Walubi sudah tidak ada lagi Majelis Agama Buddha Theravãda Indonesia yang mengurusi soal pembinaan umat Buddha Theravãda di Indonesia? Membingungkan sekaligus menggelikan memang.

Apa saja isi 'surat cinta' itu? Sejak poin pertama, rayuan sudah dilancarkan. Walubi mengharapkan agar umat Buddha Theravãda di seluruh Indonesia tetap tenang dan tetap menjaga persatuan dan kerukunan di dalam Walubi, tidak perlu ikut keluar dari kepengurusan dan keanggotaan Walubi baik pusat maupun daerah. Pada bagian lain surat itu, dikatakan pula bahwa "Walubi adalah wadah kebersamaan umat Buddha yang menjadi mitra pemerintah dengan tujuan untuk menciptakan kerukunan, persaudaraan dan persahabatan diantara organisasi dan umat Buddha Indonesia yang berbeda-beda sekte atau alirannya dalam rangka pengabdian pada Agama, Masyarakat, Bangsa dan Negara Republik Indonesia tercinta."

Salah satu isi dari surat itu yang menggelikan adalah ketika Walubi mengatakan bahwa "Umat Buddha Theravãda Indonesia adalah penganut ajaran Buddha Dharma Theravada sehingga tetap bisa berkembang walaupun berada di luar Magabudhi dan tetap mendapat legitimasi dari Walubi." Kenapa menggelikan? Lha, bagaimana umat Buddha Theravãda bisa berkembang kalau belum-belum kata "Dhamma" (Bahasa Pali, yang digunakan oleh aliran Theravãda) sudah 'diganti' dengan kata "Dharma" (Bahasa Sansekerta)?!

Yang menarik sekaligus tetap menggelikan, masih dari surat yang sama, organisasi yang mengaku sebagai Perwakilan Umat Buddha Indonesia itu juga mengajak umat Buddha Theravãda yang setia dengannya untuk mendirikan organisasi Theravãda tandingan. Rupanya aliran Theravãda benar-benar lagi 'naik daun'. Ajakan itu lengkapnya begini: "Dalam rangka memenuhi kepentingan hukumnya, maka dihimbau kepada Umat Buddha Theravãda Indonesia yang berada didalam Walubi untuk membentuk wadah Theravãda Indonesia yang baru, dan akan tetap mendapat dukungan dan bantuan dari Walubi". Sebagai 'kayu bakar'-nya, dalam poin selanjutnya, Walubi menambahkan "Perlu disadari bahwa umat Buddha Theravãda Indonesia tidaklah identik dengan institusi, misalnya Magabudhi atau STI."

Apa boleh buat, alih-alih menenangkan umat Buddha Theravãda (seperti yang tercantum di awal suratnya), surat itu malah terkesan akan memperparah kebingungan umat Buddha di Indonesia. Atau apakah memang itulah tujuan sebenarnya? Ayo, ngaku dong! (bch)
http://www.buddhistonline.com/berita/berita55.shtml

1069
Malangnya Nasib MAGABUDHI Malang

 

BuddhistOnline.com - Ini kisah soal nasib MAGABUDHI cabang Malang yang terjadi beberapa waktu lalu ketika menghadapi kasus 'pembelotan' salah seorang anggotanya ke Majubuthi. Tidak bisa dibilang baru memang tapi rasanya masih menarik untuk disimak. Paling tidak, bolehlah dilihat sebagai gambaran sementara bagaimana serunya "perang saudara" yang masih berlangsung hingga kini.

Kalau dilihat sekilas, sebenarnya inti persoalan ini bukanlah suatu masalah yang luar biasa. Hanya seputar pindah organisasi saja. Tetapi entah mengapa, pihak PC MAGABUDHI Malang seperti kebakaran jenggot ketika mengetahui Dhammatano, nama anggota yang dimaksud, bergabung dengan Majubuthi. Buru-buru mereka mengadukan kejadian itu ke sang induk di Jakarta, PP MAGABUDHI. Selain itu, mereka mengeluarkan Surat Pernyataan Sikap yang dikirimkan kepada tidak kurang dari 13 pihak.

Mungkin saja MAGABUDHI Malang yang dikomandani oleh Suyanto, S Pd tidak akan segusar itu bila pada bulan Februari lalu mereka tidak habis-habisan membela Dhammatano ketika mendapat masalah. Waktu itu, dia digugat oleh Agus Mulyantono soal tanah yang sekarang digunakan sebagai Vihara Dharma Mitra. Meskipun persoalan tersebut oleh sebagian pihak dianggap sebagai persoalan antar pribadi, MAGABUDHI Malang tetap saja membantu dengan berbagai cara agar gugatan itu bisa dibatalkan. Kedua 'adiknya', WANDANI dan PATRIA, juga diajak ikut dalam aksi pembelaan. Dalam setiap berita di surat kabar mengenai persoalan itu, ketiga nama organisasi tersebut selalu disebut berada di pihak Dhammatano. Belakangan, kabarnya kasus itu berhasil dibuat seperti berada dalam lemari es.

Kelihatan sekali kalau MAGABUDHI Malang benar-benar sayang kepada salah satu anggotanya itu. Meski dianggap membelot, tidak semua kesalahan ditimpakan ke Dhammatano. Dalam surat aduannya, alih-alih menyoroti tindakan bosnya Vihara Dharma Mitra itu, mereka lebih suka menyebut pihak Walubi sebagai penyebab 'penghianatan' tersebut. Menurut mereka, Dhammatano tidak mungkin meninggalkan mereka kalau bukan karena bujukan dari Ketua Umum DPP Walubi Siti Hartati Murdaya. Dipaparkan juga bahwa bujukan itu antara lain berbentuk pemberian dana untuk pengelolaan vihara, pendirian sekolah dan rumah sakit, biaya operasional pengembangan Majubuthi/Pervitubi Jatim, dan beasiswa buat sejumlah siswa SMU dan mahasiwa Buddhis. Bentuk pemberian insentif semacam itu dianggap bertentangan dengan kode etik Walubi yang non intervensi dan tidak mencampuri urusan intern organisasi lain.

Kepada Dhammatano, pihak Suyanto dan kawan-kawan mengatakan bahwa mereka "Sangat menyayangkan sikap Sdr. Dhammatano yang tidak menyadari bahwa tindakannya yang hanya didasarkan pada keserakahan sehingga gampang terbujuk oleh rayuan materi itu akan menebarkan benih perpecahan yang dapat merusak kerukunan dan keharmonian umat Buddha Theravada di Kotamadia dan Kabupaten Malang yang sudah sejak lama terbina oleh STI dan Magabudhi."

Hebatnya, pada bagian selanjutnya, mereka masih sempat memuji 'anggota tersayang' itu. "Sdr. Dhammatano adalah seorang tokoh Agama Buddha yang sangat gigih dalam memperjuangkan kemajuan umat Buddha Theravada di Malang, " lanjut Suyanto dalam suratnya itu.

Walaupun dengan berat hati, akhirnya pihak MAGABUDHI, WANDANI, dan PATRIA Malang sanggup juga putus hubungan dengan Dhammatano. "PC Magabudhi, PC Wandani, dan DPC Patria Kotamadia dan Kabupaten Malang dengan sangat menyesal, terpaksa memutuskan hubungan kerja sama dengan Sdr. Dhammatano dan atau Vihara Dharma Mitra dan atau Vihara Mettadipa (yang secara de jure tidak dapat terpisahkan/milik pribadi Dhammatano). Selanjutnya, segala kegiatan Sdr. Dhammatano/Vihara Dharma Mitra/Vihara Mettadipa tidak lagi berhubungan dengan pembinaan umat Buddha Theravada binaan Magabudhi," tutur mereka pada bagian akhir surat itu.

Pihak PP MAGABUDHI sendiri menyetujui isi surat dari cabang mereka itu. "Kami mendukung sikap tersebut dan PP Magabudhi memutuskan keanggotaan Sdr. Dhammatano, " tegas Ir. Ariya Chandra, Sekretaris Jendral PP MAGABUDHI menjawab pertanyaan BuddhistOnline.com via e-mail.

Menurut Ariya Chandra, "Kasus Vihara Dharma Mitra ini memang merupakan suatu bukti nyata tentang adanya intervensi dari Ketua Umum DPP Walubi terhadap STI dan Magabudhi, meskipun hal ini disangkal oleh Sdr. Dhammatano dan selalu tidak pernah diakui oleh Ketua Umum DPP Walubi."

Dalam jawaban tertulisnya itu juga ditegaskan mengenai pembelaan PC MAGABUDHI Malang dalam kasus sengketa tanah yang sudah sepengetahuan Pengurus Pusat MAGABUDHI. Jawaban ini jelas berbeda dengan apa yang disampaikan pengurus pusat organisasi 'adik'nya yang mengaku tidak tahu menahu soal tindakan pembelaan yang dilakukan cabangnya.

Balik lagi soal surat aduan tadi. Rupanya, pihak Dhammatano keberatan dengan isi surat tersebut. Pada pertengahan bulan Juni kemarin, keluar surat sanggahan darinya. Di samping membantah soal bujukan berbau duit yang membuatnya masuk ke Majubuthi, dalam surat itu, ia juga membela "bos baru"nya yang dituduh melanggar kode etik Walubi dan mencampuri urusan intern organisasi lain oleh MAGABUDHI. "Hal itu tidak benar. Kedatangannya ke Jawa Timur adalah kunjungan kerja Walubi Pusat," bela Dhammatano.

Mengenai tuduhan 'pembelotan'-nya, Dhammatano membantah bahwa "Tidak benar saya mendapatkan iming-iming insentif dari Ibu Dra. Siti Hartati Murdaya sehingga saya masuk Majubuthi dan menghianati MAGABUDHI, WANDANI, dan PATRIA. Karena sampai saat ini saya belum menjadi anggota MAGABUDHI."

Nah, kalau sudah begini siapa yang benar nih? Duh... bikin pusing aja! (bch)

 http://www.buddhistonline.com/berita/berita62.shtml

1070
alau MAGABUDHI dan Walubi Rebutan Jadi Petani

 

BuddhistOnline.com - Urusan serobot-menyerobot atau rebutan lahan biasanya hanya terjadi di kalangan petani dan pengembang properti saja. Bagaimana kalau yang terlibat soal itu adalah MAGABUDHI dan Walubi? Apakah mereka bakal banting setir jadi petani? Kurang jelas sih. Yang pasti, gara-gara masalah lahan, perseteruan mantan dua sobat karib itu bakal lebih hangat. Setidaknya hal tersebut tergambar dari isi surat-suratan antara MAGABUDHI dan Walubi belum lama ini yang salinannya berhasil diperoleh oleh BuddhistOnline.com.

Mengenai lahan yang dipermasalahkan oleh kedua pihak yang termasuk 'pengembang organisasi' itu, janganlah membayangkan sepetak sawah atau sebidang tanah yang luasnya berhektar-hektar. Karena yang dimaksud, tidak lain adalah umat Buddha Theravãda di Indonesia. Agak sadis juga ya. Masa disamakan dengan tanah garapan petani.

Awalnya, pihak MAGABUDHI yang berkirim surat duluan ke Ketua Umum DPP Walubi, Siti Hartati Murdaya. Dalam suratnya, mereka menganggap Ketua Umum DPP Walubi itu telah mengobok-obok lahan mereka. Bak seorang petani pemilik lahan, mereka protes keras. "Janganlah memetik panen dari lahan yang sudah ditanami dengan susah payah oleh kami. Masih lebih luas lahan yang belum tergarap, " kata Ketua Umum MAGABUDHI Herman S. Endro, S.H dalam surat yang ditandatangani bersama Sekretaris Jendral Ir. Ariya Chandra.

Menurut pihak MAGABUDHI, daripada merebut umat asuhan mereka lebih baik kalau Walubi mengkonsentrasikan diri pada usaha "mengembalikan ex umat Buddha yang pindah ke agama lain untuk kembali ke pangkuan Agama Buddha."

Selanjutnya, mereka menyebutkan bahwa setidaknya ada tiga tindakan dari Walubi yang mereka anggap sebagai bentuk intervensi dari Walubi. Yaitu, merekrut dharmaduta dan pandita MAGABUDHI dengan berbagai insentif, aktif berjam-jam menelepon PD dan PC MAGABUDHI agar bergabung dengan organisasi Theravãda yang dibentuk dan didanainya, dan melontarkan berbagai isu negatif serta memutarbalikkan informasi yang dapat menyesatkan orang banyak yang ditujukan kepada Grup Theravãda (STI dan MAGABUDHI) baik di media cetak maupun elektronik.

Kepada Ketua Umum Walubi, pihak MAGABUDHI mengingatkan agar ia dapat memposisikan dirinya sebagai Ketua Umum yang arif dan bijaksana dalam membina umat Buddha. "Bukan membinasakan. Mohon diingat (juga) bahwa Ny. Siti Hartati Murdaya bukan pengurus organisasi Theravãda," ujar Herman S. Endro, S.H.

Rupanya surat dari MAGABUDHI itu membuat emosi pihak Walubi meninggi. Dalam surat balasannya, selain menolak tuduhan sebagai tukang serobot lahan orang, Ketua Umum Walubi Siti Hartati Murdaya malah balik melontarkan sejumlah tuduhan kepada pihak MAGABUDHI. "Umat Buddha Theravãda Indonesia bukan umat MAGABUDHI juga bukan umat STI. Tetapi adalah umat Theravãda yang dapat dilayani oleh semua organisasi Theravãda termasuk MAGABUDHI, " tulisnya dalam surat balasan yang ditujukan kepada PP MAGABUDHI itu.

Ia menyebut MAGABUDHI sebagai pihak yang tidak mengenal balas budi dan rasa terima kasih karena, "Telah banyak memojokkan para Dharmaduta asing yang sangat berjasa bagi umat Buddha Theravãda Indonesia," ujar Siti Hartati Murdaya.

Kemudian, dikatakan olehnya bahwa, "Anda hanya banyak membuat peraturan-peraturan organisasi dan menghambat majunya perkembangan Agama Buddha Theravãda Indonesia. Anda tidak banyak berbuat nyata bagi kemajuan umat Theravãda, melainkan maju di depan setelah semua pekerjaan dikerjakan oleh orang lain."

Yang agak menggelikan, pada beberapa poin lain dalam surat tersebut ia malah mengungkit keberadaan dirinya sebagai sponsor yang banyak berjasa. "Sejak tahun 1974, saya telah menjadi sponsor perkembangan umat Buddha Theravãda Indonesia di bawah bimbingan seorang Dharmaduta Thai di Indonesia. Tidak sedikit perjuangan dan kontribusi saya pada kemajuan Agama Buddha Theravãda Indonesia," papar Ketua Umum Walubi sejak 1998 itu.

Wah, repot dah kalau semua sponsor Buddhis kayak begini... (bch)
http://www.buddhistonline.com/berita/berita63.shtml

1071
MAGABUDHI Cabut, Walubi Kalang-kabut

 

BuddhistOnline.com - Kembali MAGABUDHI beraksi dengan 'ilmu layang-layang'-nya. Setelah setahun lebih hanya bertarik-ulur saja, akhirnya 'benang' yang menghubungkan MAGABUDHI dengan WALUBI diputus juga. Melalui suratnya bernomor 432/MT-PP/KSJ/III/2000, Majelis Agama Buddha Theravãda Indonesia itu secara resmi menyatakan keluar dari WALUBI sejak tanggal 20 Maret 2000.

Ada sejumlah penyebab yang melatari keluarnya MAGABUDHI dari WALUBI (Perwakilan Umat Buddha Indonesia). Dalam lampirannya, MAGABUDHI menganggap DPP WALUBI telah melanggar prinsip non intervensi, seperti yang tercantum dalam Anggaran Dasar WALUBI, pada vihãra-vihãra Theravãda. Selain itu, menurut MAGABUDHI, DPP WALUBI telah dan tetap melanggar Anggaran Dasar WALUBI Pasal 21 dengan menempatkan Bhikkhu asing dalam Dewan Sangha WALUBI meskipun telah ditolak oleh MAGABUDHI sesuai haknya sebagai anggota.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam menguatkan keputusan hengkang itu adalah adanya kebijakan dari Presiden Gus Dur bahwa pemerintah akan melayani semua organisasi keagamaan secara sama. Di samping itu, sebenarnya hasil Sarasehan MAGABUDHI se Jawa, Bali, dan Lampung 11 Maret 2000 telah mendesak PP MAGABUDHI agar segera memutuskan keanggotaan di WALUBI agar tidak membingungkan pengurus dan anggota MAGABUDHI di daerah-daerah. Terakhir, Rapat PP MAGABUDHI yang diadakan pada 19 Maret 2000 di Vihãra Jakarta Dhammacakka Jaya, Jakarta secara bulat memutuskan untuk keluar dari keanggotaan WALUBI.

Surat keputusan yang ditandatangani oleh Ketua Umum Herman S. Endro, S.H. dan Sekretaris Jendral Ir. Ariya Chandra itu juga memerintahkan agar semua anggota MAGABUDHI, baik di pusat, daerah, dan cabang, yang memegang jabatan pengurus di WALUBI agar melepaskan jabatan mereka itu.

Keputusan itu segera ditindaklanjuti oleh masing-masing Pengurus Daerah MAGABUDHI. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh PD MAGABUDHI Jawa Tengah dengan menerbitkan surat No. 029/PD/MGB-JTG/III/2000 yang isinya menarik seluruh anggotanya yang ada di WALUBI. Hasilnya, sejumlah anggota PD MAGABUDHI Jawa Tengah yang mempunyai jabatan di WALUBI Jawa Tengah melepaskan keanggotaan dan jabatannya di WALUBI.

Nampaknya keputusan yang terkesan mendadak itu cukup membuat kalang-kabut pihak WALUBI. Setidaknya seperti yang terjadi di Jawa Tengah. Beberapa hari setelah keputusan itu diterima, DPD WALUBI Jawa Tengah buru-buru mengirim surat kepada sejumlah mantan pengurusnya yang menjadi anggota MAGABUDHI. Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua DPD WALUBI JATENG David Herman Jaya itu, mereka menawarkan agar para anggota MAGABUDHI itu tetap duduk sebagai pengurus DPD WALUBI JATENG, baik di tingkat I maupun tingkat II.

Konon, DPD WALUBI JATENG kuatir adanya pengunduran diri sejumlah pengurusnya yang berasal dari MAGABUDHI itu bakal mengganggu pelaksanaan Peringatan Hari Tri Suci Waisak 2544/2000 di Candi Borobudur. Karena beberapa diantaranya masuk dalam susunan panitia acara tersebut. Seharusnya pihak WALUBI tidak perlu kuatir kalau memang itu masalahnya. Karena menurut sumber di PC MAGABUDHI Semarang, anggota MAGABUDHI yang berpotensi duduk dalam Panitia Waisak 2544/2000 di Candi Borobudur telah diberi toleransi oleh PP MAGABUDHI.

Sedangkan mengenai tawaran untuk tetap duduk dalam kepengurusan DPD WALUBI, secara halus hal itu ditolak oleh para pengurus PD MAGABUDHI JATENG maupun PC MAGABUDHI Semarang. "Dengan menyesal kami minta pengertiannya bahwa kami tidak dapat tetap duduk dalam kepengurusan DPD WALUBI," ujar Pandita D. Henry Basuki, Ketua PC MAGABUDHI Semarang yang sempat duduk sebagai Wakil Ketua III DPD WALUBI JATENG.

Sementara itu, hingga saat ini, belum diperoleh kabar bagaimana tindakan MAGABUDHI selanjutnya usai keluar dari WALUBI. Masih tidak jelas dengan organisasi mana MAGABUDHI akan bergabung dan 'bermain layang-layang' lagi. Mudah-mudahan yang terjadi bukan "lepas dari mulut harimau, masuk mulut buaya". Itu sih namanya sami mawon alias sama juga bohong! (bch)

Sumber:

    * Surat Keputusan PP MAGABUDHI Nomor 432/MT-PP/KSJ/III/2000 hal: Pemutusan Hubungan Keanggotaan Dengan Walubi
    * Surat Keputusan PP MAGABUDHI Nomor 431/MT-PP/KSJ/III/2000
    * Kinnara Web
http://www.buddhistonline.com/berita/berita53.shtml

1072
DHAMMA VS ADHAMMA

Konflik KASI-MBI-dll VS Walubi-Perwakilan dapat saya katakan sebagai
konflik antara Kebenaran (DHAMMA) melawan Kebatilan (ADHAMMA). Mengapa?
Kita lihat saja, siapa-siapa dibalik masing-masing pihak:

Biksu/Ulama
KASI (berdiri 14 Nov 1998) beranggotakan tiga organisasi Sangha
(persaudaraan biksu/ulama buddha), yaitu Sangha Agung Indonesia (1959),
Sangha Theravada Indonesia (1976), dan Sangha Mahayana Indonesia (1978) yang
menaungi sekitar 95 % biksu/biksuni yang ada di Indonesia.
Walubi mendirikan Dewan Sangha Walubi yang didirikan sebagai tandingan
setelah KASI menolak masuk dalam struktur Walubi pada bulan Januari 1999,
biksu yang ikut dalam Dewan Sangha bersifat pribadi/individu (AD/ART Walubi)
sehingga tidak layak disebut Sangha karena Sangha adalah lembaga para biksu
serta untuk membentuk Sangha ada kriteria tertentu yang diatur dalam Kitab
Suci Tripitaka. Biksu yang ikut dalam Dewan Sangha adalah segelintir biksu
yang telah dikeluarkan dari Sangha Mahayana Indonesia dan biksu-biksu luar
negeri yang sengaja didatangkan oleh Hartati Murdaya dari Thailand dibawah
komando Biksu Vijano.

Pimpinan Organisasi Umat
MBI dipimpin oleh sebuah Presidium beranggotakan tujuh orang, a.l: Tjoetjoe
Ali Hartono yang pernah disetrum karena tidak tunduk pada kepemimpinan
Hartati Murdaya di Walubi-Lama, dr. Krishnanda WM, M.Sc. mantan pembimas
Buddha DKI yang digeser karena tidak mau menurut kepada Hartati Murdaya
serta seorang cendikiawan yang cukup dikenal dibidang pendidikan dan dialog
antar agama, DR. Parwati Soepangat MA, dosen senior di beberapa PTN/PTS di
Bandung dan merupakan cendikiawan yang sangat disegani dikalangan pendidik,
aktivis wanita dll. Majelis lain seperti Tridharma, dan Theravada juga
dipimpin oleh orang-orang yang integritasnya diakui oleh umat Buddha.
Walubi dibentuk dan dipimpin oleh Hartati Murdaya, konglomerat pemilik
beberapa perusahaan besar, pernah menjadi caleg Golkar untuk wilayah DKI
pada Pemilu 1997, anggota DPA, dekat dengan kekuasaan sekarang (Habibie),
disinyalir dia merupakan anggota Tim Sukses Habibie. Sebagian pimpinan DPP
Walubi sekarang ada karyawan yang notabene dibayar oleh dia serta terikat
secara ekonomi dengan dia, mereka a.l.: Oke Diputhera dan anak, J. Kaharudin
dan istri, Budiman (sebelum bergabung dengan Walubi, dia termasuk yang
bersuara keras menentang Hartatai Murdaya, namun disinyalir setelah mendapat
sesuatu langsung terjadi perubahan sikap 180'), dan lain-lain.

Tuduhan Walubi
Walubi sangat gencar menuduh KASI dan organisasi pendukungnya mendirikan
Parbudi (Partai Buddhis Demokrat Indonesia), padahal setelah saya cek kesana
tidaklah demikian. Mereka yang mendirikan Parbudi tidak ada kaitan apa pun
dengan KASI, apalagi dikatakan KASI yang membentuknya. Keterlibatan biksu
Gunabadra dalam Parbudi semata-mata adalah pribadi sebagaimana keterlibatan
beberapa biksu Mahayana dalam Dewan Sangha Walubi.
Masih banyak pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh Walubi dibawah komando
Hartati Murdaya ini, dan ini sudah sering terjadi sejak dulu.

Bagi umat Buddha yang mengerti.... mana yang harus diikuti kata-kata yang
diucapkan oleh para biksu/ulama atau Hartati Murdaya?
Saya yakin Anda semua tahu jawabannya!

1073
Secara politis umat Buddha yang diidentikkan dengan golongan minoritas Tionghoa tersebut pernah diperlakukan secara diskriminatif pada zaman orde baru. Perlakuan tersebut utamanya didasarkan pada Inpres No.14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina dan Instruksi Menteri Dalam Negeri (No. 455.2-360) tahun 1988 tentang Penataan klenteng ; yang pada pokoknya berisi tidak dibenarkan bangunan keagamaan kepercayaan tradisional Cina menggunakan sebutan Vihara atau cetya. Memang pada satu sisi, Inpres No.14 Tahun 1967 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri (No.455.2-360) tersebut membuat agama Buddha menjadi lebih berkembang, hal ini terbukti dari dibangunnya Baktisala di berbagai Klenteng, atau paling minimal juga klenteng-klenteng yang dahulunya berbasis Tridharma atau Tao kemudian berganti nama menjadi Vihara.

 Pada zaman orde baru tersebut pula, kita merasakan betapa dominannya peranan pemerintah khususnya dalam hal ini Departemen Agama. Salah satu contoh dominasi pemerintah ialah adanya prakarsa pembentukan wadah tunggal atas seluruh organisasi agama Buddha yang pada waktu itu terdiri dari 10 organisasi yakni ; Sanggha Therawada Indonesia, Sangha Mahayana Indonesia, Sangha Agung Indonesia, Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu, Majelis Buddha Mahayana Indonesia, Majelis Dharma Duta Kasogatan, Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia, Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia, Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia (Martisia) dan MUABI setelah Kongres Umat Buddha MUABI diubah namanya menjadi Majelis Buddhayana Indonesia (MBI)). Prakarsa tersebut datang dari Menteri Agama RI, (Alm) Alamsyah Ratuprawiranegara. Pada tanggal 8 Mei 1979 terbentuklah wadah tunggal yang dinamai Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) yang diketuai oleh Suparto Hs dengan sekjen Ir. T. Soekarno dan ketua Dewan Pembinanya adalah Soemantri M.S (sumber dari buku ; Perkembangan Agama Buddha di Indonesia, hal. 21-22, Dian Dharma). Sangha Agung Indonesia dan Majelis Buddhayana Indonesia (SAGIN dan MBI) pernah pula menjadi korban dari tindakan politis pemerintah orde baru di mana pemerintah dalam hal ini Departemen Agama, khususnya Direktorat Jenderal Bimas Hindu Buddha pernah tidak lagi melayani SAGIN dan MBI. Tindakan pemerintah tersebut didasarkan pada fatwa Walubi tanggal 15 Oktober 1994 yang menuduh SAGIN dan MBI sesat karena sinkretisme besar dan sinkretisme kecil, memecah belah umat serta menghidupkan adat Cina. WALUBI pada zaman orde baru tersebut sebagaimana organisasi keagamaan lainnya sepenuhnya telah terkoptasi oleh pemerintah orde baru. Hal ini juga berlangsung di organisasi kr****n dalam kasus HKBP (Himpunan kr****n Batak Protestan) yang terpecah belah. Baru setelah reformasi yakni pada tanggal 27 Desember 1999 Dirjen Bimas Hindu dan Buddha membina kembali SAGIN dan MBI sesuai dengan suratnya kepada Kakanwil Departemen Agama seluruh Indonesia.

 Peristiwa-peristiwa di atas secara politis membuktikan bahwa pemerintah di zaman orde baru mempunyai kedudukan yang sedemikian kuat sehingga dapat menindak setiap organisasi keagamaan yang dianggap tidak “sehaluan” dengan kebijakan pemerintah. Pada masa tersebut, sering pula kita jumpai ada beberapa tokoh yang karena mempunyai “kedekatan” dengan pihak pemerintah telah memanfaatkan kedudukan pemerintah tersebut untuk “menghabisi” organisasi keagamaan dan atau tokoh-tokoh agama dalam hal ini tokoh-tokoh agama Buddha yang dianggap bertentangan dengan kepentingannya. Contoh kasus dalam hal ini ialah perpecahan WALUBI setelah Munas II WALUBI  tahun 1992. Puncak konflik ini ialah ditangkapnya tiga orang tokoh Buddhis oleh pihak militer yakni Drs. Tjutju Ali Hartono dari MBI, Pandita Kitinanda dan Pramana dari Majelis Tridharma. Ketiga tokoh tersebut diperlakukan secara tidak manusiawi bahkan sempat dilakukan penyetruman.

Setelah reformasi, peranan pemerintah dalam hal pembinaan umat menjadi berkurang atau boleh dikatakan melemah. Inpres No. 14 Tahun 1967 juga telah dicabut sehingga sekarang ini budaya Tionghua bukan lagi merupakan “issue” yang dapat digunakan untuk melarang atau membubarkan suatu organisasi keagamaan. Namun demikan, hal ini tidak berarti organisasi keagamaan Buddha menjadi lebih kuat dibandingkan yang sebelumnya. Bagi pemerintah secara politis dari dahulu sampai sekarang ini organisasi keagamaan Buddhis tetap dianggap sebagai “anak manis” yang berhaluan moderat.

 Secara administratif, umat Buddha Indonesia dapat kita lihat dari dua sisi yakni sisi administrasi kependudukan dan administrasi yuridis. Secara adminstrasi kependudukan, umat agama Islam : 182.083.594 orang, kr****n : 12.964.795 orang, ka****k : 6.941.884 orang, Hindu : 4.586.754 orang, dan Buddha : 2.242.833 orang. Dari jumlah tersebut terbukti bahwa umat Buddha di Indonesia hanya 1.07% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah 2.242.833 orang tersebut, maka pemeluk agama Buddha masih terbagi lagi dalam 26 Majelis yang pada umumnya tergabung dalam dua kelompok besar yakni kelompok Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) dengan ketua umumnya Ibu Siti Hartati Murdaya dan Konferensi Agung Indonesia (KASI) yang terdiri dari tiga Sangha yakni Sangha Agung Indonesia, Sangha Theravada Indonesia dan Sangha Mahayana Indonesia. Jadi selain jumlahnya minoritas, umat Buddha juga terpecah-pecah dalam berbagai kelompok sesuai dengan alirannya masing-masing. Dengan demikian secara kependudukan harus diakui jumlah umat Buddha adalah yang paling kecil dibandingkan dengan agama-agama lainnya.

Secara administrasi yuridis, sebelum berlakunya UU No. 23 Tahun 2006 tentang adminstrasi kependudukan (Admindup) maka kita mengenal adanya pembagian golongan kependudukan. Secara yuridis berdasarkan pasal 131 Is maka penduduk Indonesia dibagi dalam tiga golongan yakni golongan Eropa, golongan Timur Asing Tionghoa, dan Timur Asing bukan Tionghoa/ India, Arab dan golongan Bumi Putera. Oleh karena umat Buddha mayoritasnya adalah golongan Tionghoa, maka secara yuridis terhadap umat Buddha diberlakukan segala ketentuan yang menyangkut golongan Tionghoa seperti pencatatan sipil, kewarganegaraan dan hukum keperdataan lainnya. Bagi umat Buddha yang non Tionghoa tetap berlaku ketentuan sebagaimana golongan pribumi. Namun demikan dalam praktek, jika seorang petugas birokrasi menemukan seseorang yang beragama Buddha walupun yang bersangkutan adalah golongan pribumi maka terhadap yang bersangkutan diminta surat bukti kewarganegaraan (SBKRI) atau surat-surat lainnya yang menyangkut golongan Tionghua. Tentu saja permintaan tugas tersebut membingungkan yang bersangkutan karena walupun yang bersangkutan adalah umat Buddha namun ia tidak mempunyai SBKRI atau surat ganti nama sebab yang bersangkutan adalah umat Buddha golongan Bumi Putera.

Dari segi yuridis khususnya praktek peradilan terhadap golongan mayoritas yakni umat Islam berlakulah ketentuan syariat Islam yang dalam hal ini dikenal dengan nama Konstilasi Hukum Islam. Terhadap golongan Islam maka secara perdata khususnya yang menyangkut purusa keluarga/hukum keluarga, zakat wakaf diberlakukan hukum Islam. Peradilan khusus pun dibentuk untuk menjalankan hukum Islam tersebut mulai dari tingkatan peradilan agama di Kabupaten Kota sampai ke tingkat tertinggi yaitu di Mahkamah Agung RI. Terhadap umat Buddha dan umat-umat agama lainnya di luar Islam diberlakukan hukum Eropa yang tidak lain merupakan hukum perdata barat (Burgelijk Wet book/BW) yang pada dasarnya berasaskan hukum kanonik/hukum kr****n. Demikian juga terhadap pencatatan sipil terhadap umat Buddha dan umat-umat agama lain tunduk pada sistem pencatatan sipil yang berasal dari Staatsblad Tahun 1917 Nomor 130 jo. Tahun 1919 Nomor 81 tentang Pencatatan sipil Golongan  Tionghoa , Staatsblad Tahun 1933 Nomor 75 jo. Tahun 1936 Nomor 607 tentang pencatatan sipil bagi orang Indonesia, kr****n, Jawa, Madura dan Minahasa.

Dengan demikian secara administrasi kependudukan dan yuridis umat Buddha boleh dibilang merupakan umat yang paling minoritas di antara umat-umat agama di Indonesia. Oleh karena itu, secara administrasi posisi “tawar” umat Buddha mungkin merupakan posisi yang terlemah dibandingkan dengan umat-umat agama lainnya.

Dari uraian di atas jelas secara sosial, politis dan administratif kedudukan umat Buddha di Indonesia sangat lemah, tidak saja dibandingkan dengan golongan mayoritas bahkan juga jika dibandingkan dengan umat-umat dari agama-agama minoritas lainnya. Posisi “tawar” umat Buddha mungkin akan sedikit membaik jika hal tersebut ditinjau dari kemampuan ekonominya, hal ini dikarenakan umat Buddha yang umumnya terdiri dari golongan masyarakat Tionghoa rata-rata merupakan kelas menengah perkotaan yang mempunyai kemampuan ekonomi yang cukup baik di Indonesia, namun demikian tulisan ini tidak membahas masalah kemampuan ekonomi umat Buddha dan oleh karena itu kita tidak akan membahasnya lebih lanjut.

Dari hal-hal yang telah dikemukakan di atas apabila kita mencermati preseden yang terjadi maka fatwa bukan datang dari pihak pemerintah melainkan dari Majelis Agama yang dimaksud. Untuk kasus Al- Qiyadah Al- Islamiyah , kasus Ahmadiyah dan Lia Eden, maka fatwa yang menyatakan ketiga aliran tersebut sesat datangnya dari MUI. Atas fatwa MUI tersebut di ataslah pemerintah dalam hal ini kejaksaan agung dan kepolisian bertindak dengan menggunakan delik penodaan agama (pasal 156 dan 156 a KUHP) untuk menindak golongan yang dianggap sesat tersebut. Pertanyaannya ialah untuk agama Buddha, majelis manakah yang berwenang untuk menyatakan suatu aliran tersebut sesat sebab ada 26 Majelis umat Buddha di Indonesia? Selain mempunyai Majelis yang sangat banyak bagi pemerintah umat Buddha merupakan golongan minoritas yang paling lemah kedudukannya karena jumlahnya sangat kecil dan posisi tawarnya di bidang sosial, politik dan administratif sangat lemah. Jadi apakah preseden yang telah dilakukan MUI dapat juga berlaku analog terhadap Majelis-Majelis di agama Buddha? Untuk menjawab pertanyaan di atas marilah kita perhatikan beberapa catatan yang pernah terjadi di masa lalu. Sebagaimana yang kita ketahui pemerintah pernah memprakarsai pembentukan wadah tunggal untuk organisasi agama Buddha dan oleh karena itu, tgl 8 Mei 1979 lahirlah WALUBI. Dalam catatan sejarah Walubi pernah mengeluarkan beberapa fatwa yang menyatakan sekte agama Buddha tertentu sebagai aliran sesat. Pada sidang Widyeka Sabha Walubi tahun 1987 Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia (NSI) telah dianggap menyimpang dari kriteria agama Buddha di Indonesia dan juga telah dianggap oleh Walubi telah melanggar kode etik dan Keputusan Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha dengan Kepribadian Nasional Indonesia yang telah dikukuhkan melalui Kongres Umat Buddha maupun Kongres Walubi (sumber dari buku ; Perkembangan Agama Buddha di Indonesia, hal 24, Dian Dharma).

Yang dimaksud kode etik tersebut adalah umat Buddha sekalipun menganut sekte yang berbeda, merupakan keluarga besar dengan satu Guru Agung yang sama; dalam membabarkan ajaran sekte sendiri harus dihindarkan ucapan, sikap, dan tindakan yang merugikan sekte lain; setiap pembina umat dianjurkan di samping mendalami ajaran sekte sendiri, mempelajari pula secara positif ajaran sekte lain; dalam setiap kegiatan keagamaan dikesampingkan pertimbangan-pertimbangan pribadi, kelompok, atau keuntungan materil; setiap anggota Walubi saling menolong anggota lainnya dalam usaha mengadakan prasarana dan saran agama Buddha dan mengembangkan agama Buddha; setiap anggota juga menjauhkan diri dari tindakan-tindakan yang dapat merusak suasana kekeluargaan dan kerukunan; menyebarkan Dharma sesuai dengan Kitab Suci serta tidak mencampuri urusan rumah tangga Walubi lain (sumber dari buku ; Perkembangan Agama Buddha di Indonesia, hal 22, Dian Dharma).

Di samping kode etik, Kongres Umat Buddha Indonesia mengukuhkan Keputusan Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha dengan Kepribadian Nasional Indonesia yg isinya pada pokoknya adalah sebagai berikut : bahwa semua sekte agama Buddha di Indonesia berkeyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa; semua sekte agama Buddha menghormati sebutan yang berbeda-beda untuk menyebut Tuhan tetapi hakikatnya satu dan sama; semua sekte mengakui Buddha Gotama sebagai Nabi, berpedoman kepada Kitab Suci Tripitaka dan bertekad melaksanakan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila; semua sekte mempunyai umat yang berbeda di seluruh pelosok tanah air (sumber dari buku ; Perkembangan Agama Buddha di Indonesia, hal 22, Dian Dharma). Kongres juga menetapkan kriteria agama Buddha di Indonesia, yaitu adanaya Tuhan Yang Maha Esa, Triratna/Tiratana, hukum Trilaksana/Tilakkkhana, Catur Arya Saccani, Pratitya samutpada/paticca samuppada, karma/kamma, Punarbhava/Punnabhava, Nirvana/Nibbana dan Bodhisattva/Bodhisatta. Jadi dengan kata lain menurut Walubi Majelis Agama Buddha NSI adalah aliran yang sesat. Berbeda halnya dengan Al-Qiyadah Al-Islamiah, Majelis Agama Buddha NSI tidak bubar atau tidak dibubarkan oleh pemerintah bahkan eksistensinya sampai saat ini tetap diakui oleh pemerintah (sumber dari buku ; Perkembangan Agama Buddha di Indonesia, hal 22, Dian Dharma).

Sebagaimana yang telah kami uraikan di atas WALUBI juga pernah mengeluarkan fatwa yang menyatakan SAGIN dan MBI sebagai penganut aliran sesat. Walaupun terhadap sikap WALUBI tersebut pemerintah dalam hal ini Departemen Agama pernah bersikap “lebih keras” dibandingkan dengan sikap pemerintah terhadap NSI, yakni meminta SAGIN dan MBI untuk berhenti melakukan ritual keagamaan dan penyebaran Dharma/ siar agama, akan tetapi sebagaimana NSI sampai saat ini pun SAGIN dan MBI tetap berdiri tidak bubar atau dibubarkan sebagaimana aliran sesat Al-Qiyadah Al-Islamiah, bahkan pada tanggal 3 November 1998 WALUBI menerima kembali SAGIN dan MBI dan seraya mengucapkan penyesalan atas fatwa WALUBI sebelumnya. Departemen Agama pun dalam hal ini Direktorat Jenderal Hindu dan Buddha pada tanggal 27 Desember 1999 juga telah kembali melayani SAGIN dan MBI. Hal ini berarti Dikjen telah merubah sikap sebelumnya yang tidak lagi mau melayani SAGIN dan MBI. Jadi dengan demikian fatwa WALUBI tidaklah sebanding dengan kekuatan fatwa MUI. Dua fatwa WALUBI di atas adalah suatu preseden di mana walaupun ada fatwa WALUBI yang menyatakan organisasi keagamaan tertentu merupakan aliran sesat namun organisasi tersebut tidak bubar atau dibubarkan. Apalagi kalau kita mengamati kedudukan WALUBI sekarang ini di mana WALUBI bukan lagi wadah tunggal bagi organisasi keagamaan Buddhis karena di samping WALUBI ada KASI dan Majelis-Majelis besar agama Buddha yang tidak tergabung dalam WALUBI. Jadi dalam keadaan ini tentu saja fatwa WALUBI kekuatannya akan semakin lemah dibandingkan ketika WALUBI masih berperan sebagai wadah tunggal.

Tindakan pemerintah untuk mempersiapkan lahirnya SKB tiga Menteri yang akan menjadi aturan pokok dalam melarang suatu aliran sesat yang akan berujung pada pembubaran suatu organisasi keagamaan, dalam konteks agama Buddha mungkin tidak semudah dibandingkan dengan yang berlaku di agama-agama lainnya. Dalam komunitas organisasi keagamaan Buddha tidak terdapat wadah tunggal sebagaimana MUI untuk Islam, DGI untuk kr****n, KAWI untuk ka****k dan PHDI untuk Hindu. Sekarang ini menurut data yang kami peroleh ada 26 organisasi agama Buddha yang sebagian tergabung dalam WALUBI dan sebagian lagi tergabung dalam KASI, adapula organisasi Buddhis yang tidak tergabung baik di WALUBI maupun KASI dengan demikian sangatlah sulit atau bahkan tidak mungkin bagi WALUBI atau KASI untuk mengeluarkan fatwa yang dapat mengikat organisasi atau Majelis yang tidak berada di bawah naungannya. Di samping itu apakah kode etik agama Buddha dan Keputusan Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha dengan Kepribadian Nasional yang berasal dari Perwalian Umat Buddha yang sudah bubar masih dapat dipakai sebagai dasar untuk menyatakan suatu aliran sesat di kalangan Buddhis? Dengan demikian kami meragukan efektifitas SKB tiga Menteri tersebut bagi kalangan umat Buddha apabila nantinya SKB tersebut dikeluarkan dan diberlakukan oleh pemerintah secara nasional.

1074
liran sesat atau kasus penodaan agama terjadi terus-menerus dan tak kunjung habis-habisnya. Pada awal Januari 2007 media massa ramai memberitakan tentang aliran Ahmadiyah yang dianggap oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai aliran sesat. Fatwa MUI tersebut baik langsung maupun tidak langsung mendorong terjadinya berbagai tindak kekerasan terhadap penganut aliran Ahmadiyah itu. Kemudian kita juga mendengar adanya berbagai tindak kekerasan terhadap aliran atau sekte Wahiddiah yang konon kabarnya mempunyai afiliasi dengan Abdul Rachman Wahid atau yang lebih dikenal dengan nama Gusdur. Puncak dari kasus penodaan agama tahun 2007 ini mungkin ialah dinyatakannya aliran atau sekte Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq yang mengaku dirinya sebagai Nabi sebagai suatu aliran sesat. Fatwa yang menyatakan Al-Qiyadah Al-Isalmiyah itu sesat tertuang dalam fatwa MUI tanggal 3 Oktober 2007, No.4 Tahun 2007 dan karena itu menurut MUI aliran ini harus ditindak. Polri dalam hal ini sebagai pengayom masyarakat juga telah melakukan tindakan polisionil yakni menangkap penganut aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah di berbagai kota di Indonesia. Delik yang digunakan polisi untuk menindak para penganut aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah ini ialah delik tentang penodaan agama sebagaimana yang diatur dalam pasal 156 dan 156 A Kuhp.

 Yang paling ekstrim dalam menghadapi para penganut Al-Qiyadah Al-Islamiyah ini ialah kelompok Mujahidin yang dipimpin oleh Ustadz Abu Bakar Baasyir dari pesantren Ngluki Solo Jawa Tengah. Menurut Ustad Abu Bakar Baasyir terhadap pimpinan aliran sesat itu, hukumannya ialah hukuman mati sedangkan terhadap jemaatnya masih diberikan kesempatan untuk bertobat. Namun jika mereka menolak, maka terhadap mereka juga harus diganjar dengan hukuman mati sebab menurut sang Ustadz yang dikenal keras tersebut, para penganut Al-Qiyadah Al-Islamiah telah berani menodai kesucian agama Islam.

 Pemerintah RI ternyata juga mengambil sikap yang mendukung MUI untuk mengeluarkan fatwa terhadap berbagai aliran yang dianggap menyimpang dari Al-Quran dan ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW. Dalam rakernas MUI di Istana negara baru-baru ini, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menegaskan mendukung sikap MUI dalam mengeluarkan fatwa No.4 Tahun 2007 tanggal 3 Oktober 2007 yang pada pokoknya menyatakan Al-Qiyadah Al-Islamiyah  sebagai aliran sesat. Namun pada sisi lain pemerintah meminta MUI untuk menyerahkan masalah penindakan aliran yang dianggap sesat tersebut kepada pihak polisi. Sikap pemerintah ini mungkin merupakan jalan tengah dari dua kutub ekstrim, di mana pada satu ekstrim pemerintah menyadari ada beberapa pihak yang sependapat atau bahkan mendukung sikap Ustadz yang meminta agar aliran yang dianggap sesat dihukum mati, sedang pada kutub yang lain yakni di kalangan penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) menganggap pemerintah tidak berhak untuk mengatur masalah keyakinan seseorang . Sikap para aktivis HAM ini didasarkan convenan HAM dan pasal 29 UUD 1945. Kelanjutan dari sikap pemerintah tersebut di atas ialah akan diterbitkannya surat keputusan bersama dari Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Kejaksaan Agung (SKB tiga Menteri) yang mengatur pelarangan aliran sesat.  

 Persoalannya ialah apakah SKB tiga Menteri tersebut hanya berlaku untuk melindungi agama Islam atau juga berlaku terhadap lima agama lainnya khususnya juga berlaku untuk agama Buddha? Jika SKB itu berlaku nasional, dalam hal ini termasuk berlaku juga untuk agama Buddha maka siapakah di kalangan umat Buddha yang berwenang untuk mengeluarkan fatwa sebagaimana yang dikeluarkan oleh MUI? Pertanyaan ini sangat relevan karena menurut data dari Departemen Agama RI sekarang ini paling tidak terdapat 26 Majelis agama Buddha dan 3 organisasi Sangha yakni Sangha Agung Indonesia, Sangha Mahayana dan Sangha Theravada yang tergabung dalam Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI). Di luar KASI masih terdapat Sangha WALUBI yang tergabung dalam Perwakilan Umat Buddha Indonesia yang diketuai oleh Siti Hartati Murdaya.

 Jika merujuk pada berbagai kasus penodaan agama maka fatwa merupakan kunci untuk menyatakan apakah suatu aliran/sekte sesat atau tidak. Berdasarkan fatwa MUI ada 10 kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu aliran sesat atau tidak. Kesepuluh kriteria tersebut ialah :

   1. Mengingkari Rukun Iman dan Rukun Islam
   2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai Dalil Syar’i (Al-Quran dan As Sunah)
   3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Quran
   4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Quran
   5. Melakukan penafsiran Al-Quran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
   6. Mengingkari kedudukan Hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam
   7. Melecehkan dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul
   8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi  dan Rasul terakhir
   9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah
  10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.

 Jika suatu aliran memenuhi salah satu dari kriteria tersebut di atas maka aliran tersebut dianggap sesat. Bagi umat Buddha, persoalan sesat tidaknya suatu aliran sangat tidak mudah, mengingat secara sosial, politik dan administratif umat Buddha mempunyai kedudukan berbeda dengan umat Islam yang merupakan agama mayoritas dari penduduk Indonesia. Secara sosial penganut agama Buddha umumnya golongan minoritas khususnya etnis Tionghoa walaupun di beberapa tempat seperti di Jawa dan Lampung agama Buddha juga dianut oleh masyarakat pribumi, namun demikan agama Buddha sangat umum diidentikkan dengan etnis Tionghoa dan budaya Tionghoa. Oleh karena stigma sosial tersebut di atas, maka terhadap agama Buddha sikap pemerintah dalam hal ini Departemen Agama menjadi ”mendua”. Pada satu sisi Departemen Agama memberlakukan umat Buddha seperti ”anak manis” namun di pihak lain khususnya sebelum reformasi Departemen Agama juga memperlakukan umat Buddha dengan beberapa tindakan yang represif selengkapnya hal ini kami jelaskan di bagian segi politis (di bawah). Menurut statistik Departemen Agama RI, jumlah umat Buddha tersebar hampir di semua propinsi di Indonesia namun statistik ini tidak mencatat jumlah umat Buddha di Irian Jaya Barat, Kepulauan Riau dan Sulawesi Barat. Harus dipahami bahwa ketiga propinsi tersebut merupakan propinsi yang ”muda” ; Irjabar dahulu berasal dari propinsi Papua atau Irian Jaya, Kepri dahulu berasal dari propinsi Riau sedangkan Sulawesi Barat berasal dari Sulawesi Selatan. Tidak mungkin umat Buddha tidak ada di ketiga propinsi tersebut hanya saja data mungkin belum masuk sehingga tidak tercatat. Jumlah umat Buddha di setiap propinsi di Indonesia adalah sebagai berikut :

1.      Bali                                             21,826   orang

2.      Bangka Belitung                           6,875     orang

3.      Banten                                         93,859   orang

4.      Bengkulu                                      226        orang

5.      DI Yogyakarta                              4,858     orang

6.      DKI Jakarta                                  313,217 orang

7.      Gorontalo                                    2,187     orang

8.      Irian Jaya Barat                                      

9.      Jambi                                          46,123   orang

10.  Jawa Barat                                   341,128 orang

11.  Jawa Tengah                                67,867   orang

12.  Jawa Timur                                  146,779 orang

13.  Kalimantan Barat                          218,937 orang

14.  Kalimantan Selatan                       218,937 orang

15.  Kalimantan Timur                         33,885   orang

16.  Kalimantan Tengah                      2,296     orang

17.  Kepulauan Riau              

18.  Lampung                                     27,265   orang

19.  Maluku                                       341        orang

20.  Maluku Utara                              74          orang

21.  Nangroe Aceh Darussalam            652        orang

22.  Nusa Tenggara Barat                    39,068   orang

23.  Nusa Tenggara Timur                   940        orang

24.  Papua                                          34          orang

25.  Riau                                             296,222 orang                        

26.  Sulawesi Barat                            

27.  Sulawesi Selatan                          21,168   orang

28.  Sulawesi Tengah                          4,318     orang

29.  Sulawesi Tenggara                       913        orang

30.  Sulawesi Utara                            11,783   orang

31.  Sumatera Barat                            4,998     orang

32.  Sumatera Selatan                         119,396 orang

33.  Sumatera Utara                           324,864 orang

Data tersebut di atas memang tidak memperlihatkan di mana sebagian besar umat Buddha berdomisili dalam suatu propinsi, namun demikian dalam kenyataannya sebagian besar umat Buddha tinggal di kota-kota besar atau di sekitar pusat-pusat perdagangan, akan tetapi hal ini tidak berarti umat Buddha tidak diketemukan di kota-kota kecil atau bahkan di pedesaan. Sebagai contoh di daerah Tangerang, Bangka Belitung dan Lampung banyak juga umat Buddha bertempat tinggal di daerah pedesaan. Atas dasar hal tersebut secara sosial umat Buddha dikategorikan sebagai kelas menengah perkotaan (urban middle class). Mungkin  hal yang terpenting yang harus diperhatikan ialah tantangan ke depan dari umat Buddha baik yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut pendapat kami di perkotaan tantangan terbesar umat Buddha ialah banyaknya perpindahan agama dari agama Buddha ke agama Nasrani (kr****n ka****k), sedangkan di pedesaan umat Buddha banyak tercatat sebagai golongan pribumi yang beragama Islam. Umumnya umat Buddha adalah pengusaha atau pedagang. Namun sekarang ini banyak juga umat Buddha yang melakukan pekerjaan profesi seperti dokter, akuntan, pengacara ataupun konsultan. Sayangnya tidak banyak umat Buddha yang dapat kita temukan di kalangan birokrat, tentara, kepolisian atau aparat penegak hukum lainnya. Demikian juga tidak banyak kita temukan umat Buddha yang berkecimpung di dalam bidang politik. Sebagai contoh di DPR RI yang anggotanya berjumlah 550 orang, umat Buddhanya cuma satu orang anggota yakni Bapak Murdayapoh dari PDIP. Dari hal tersebut di atas secara sosiologis umat Buddha mempunyai ”posisi tawar” yang lemah dibandingkan dengan umat-umat beragama lainnya, walaupun pada umumnya umat Buddha berada di kelas menengah.

 
http://www.siddhi.web.id/index.php?option=com_content&task=view&id=43&Itemid=1

1075
PROVOKASI MBI DAN KASI
SUMBER KONFLIK UMAT BUDDHA INDONESIA

Demonstrasi yang membangunkan tidur perpolitikan umat Buddha Indonesia,
telah berhasil mengangkat konflik intern umat Buddha kepermukaan antara
WALUBI yang beranggotakan 7 Majelis Agama Buddha dan Lembaga Keagamaan
Buddha dengan satu-satunya Majelis Agama Buddha (MBI) yang berada diluar
WALUBI.
Skenario Konflik Demo KPU Agustus-September telah dimulai dalam Vihara
Ekayana dan beberapa Hotel/ Restauran yang mengadakan jamuan khusus bagi
Para Pejabat Negara dan LSM serta partai-partai peserta pemilu. Rangkaian
Jamuan khusus pada bulan Juni-Juli 1999 diadakan untuk merekayasa Utusan
Golongan di MPR RI tahun 1999. Pihak-pihak yang menghadiri terdiri dari
Sponsor Utama Partai Buddha Demokrat Indonesia (Parbudi), Partai Reformasi
Tionghoa Indonesia (Parti) dan Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) dengan
mengundang tokoh PBI, KRISNA, PKP, PRD, PDKB, Partai MKGR dan segenap partai
yang dapat dipengaruhinya.
        Dalam pembahasan dari partai-partai mendapatkan masukan yang berhasil
disimpulkan beberapa pokok rancangan yang akan digunakan untuk memuluskan
masuknya Penyandang dana dan kelompoknya ke dalam MPR RI. Skenario yang
dapat memungkinkan pihak penyandang dana masuk melalui :
1. Utusan Golongan Minoritas diharapkan dari etnis Tionghoa
2. Utusan Golongan Agama Buddha dari MBI atau KASI

Untuk mencapai tujuan dilakukan berbagai pendekatan agar melakukan beberapa
manuver dan provokasi sebagai berikut :

1. Utusan Golongan Etnis Tionghoa
Manuver yang dilakukannya berupa membentuk INTI dan SND sebagai pusat
aktivitas Etnis Tionghoa yang akan mengisi utusan golongan etnis minoritas.
Agar hal ini dapat diwujudkan maka penyandang dana mengadakan beberapa
seminar yang dilaksanakan di Hotel Omni Batavia dan Gedung Depsos Jakarta.
Perjuangan untuk golongan minoritas etnis Tionghoa digagalkan oleh sebagian
masyarakat Tionghoa yang menyatakan bahwa adanya utusan Golongan minoritas
etnis Tionghoa akan menjahui diri dari proses pembauran bangsa. Rekayasa
oleh Parti dan Parbudi ini gagal dengan adanya SK KPU tentang utusan
Golongan yang tidak menyebutkan etnis Tionghoa sebagai bagian dari etnis
minoritas.

2. Utusan Golongan Agama Buddha
a) Manuver pertama yang dikembangkan oleh penyandang dana adalah dengan
mengkampanyekan penambahan kursi utusan Golongan Agama Buddha menjadi 2
kursi sesuai perhitungan WALUBI pasti mendapatkan satu kursi dan pihak
penyandang dana akan mendapatkan satu kursi melalui MBI atau KASI. Manuver
ini gagal karena Utusan Golongan Agama Islam yang berjumlah 15 kursi sesuai
dengan SK KPU tidak mau diubah.
b) Manuver kedua merebut satu kursi Utusan Golongan Agama Buddha dengan
berbagai cara, yaitu :
1. Menebarkan isu (Reformasi (MBI) dan Status Qou ( WALUBI ), Anti Wadah
Tunggal (WALUBI ), Diskriminasi oleh Departemen Agama, tertuju pada Dirjen
Hindu dan Buddha.
2. Memecahbelah umat Buddha dengan cara :
 Agama Buddha murni (Punya Sangha dan Tripitaka) dan Agama Buddha
sempalan (Tidak Punya Sangha dan Tripitaka).
 KASI sebagai dewan fatwa tertinggi yang sederajat dengan MUI
sehingga akan dibuatkan fatwa aliran sesat atau aliran kepercayaan bagi umat
Buddha sempalan yaitu Maitreya, Nichiren Syossyu (NSI, PSBDI, SPI),
Kasogatan-Madhatantri (Lu Shen Yen), I Kuang Tao dan Tridharma. Mereka
menganggap Agama Buddha yaitu MBI (SAGIN, non-sekte), Magabudhi
(STI-Theravada) dan Majabumi (SMI-Mahayana).
 Memboikot pelaksanaan Puja Bakti Waisak Nasional 2543/1999 di Candi
Agung Borobudur agar tidak dihadiri oleh umat Buddha dan menakut-nakuti umat
Buddha akan adanya bahaya kerusuhan disaat Puja Bakti Waisak.
 Menyebarkan fitnah bahwa Walubi merupakan organisasi kemasyarakatan
biasa yang kerjanya membagi sembako (Organisasi Sembako).
 Menyebarkan hujatan dan fitnahan dengan selebaran, demonstrasi dan
fatwa serta media massa.
3. Merekayasa rekomendasi Tim 15 di KPU untuk utusan Golongan Agama Buddha
di MPR dengan cara :
 Memberikan uang sebesar tiga ratus juta kepada anggota tim 15 yang
dananya disalurkan melalui Nurdin Purnomo (PBI) seorang kr****n yang mengaku
beragama Buddha, agar suaranya dapat menentukan rekomendasi tim 15 dalam
penentuan utusan golongan Agama Buddha di MPR sehingga rekomendasi awal tim
15 dalam Pleno hanya menyantumkan MBI sebagai satu-satunya calon utusan
golongan Agama Buddha. Pernyataan anggota Tim 15 yaitu Bapak Aminullah,
Nitimihardjo, Abdulrahman dan Agus Mifach kepada DPP Walubi di hadapan
Wartawan menyatakan mereka menerima masukan yang salah dari saudara Nurdin
Purnomo. Dalam tim 15 disinyalir bahwa ke-14 anggota tim sudah
merekomendasi-kan WALUBI sebagai utusan Golongan agama Buddha tetapi hanya
Nurdin Purnomo yang memprovokasi sehingga keputusan rekomendasi awal
menampilkan MBI.
 Skenario Demonstrasi MBI dengan mengunakan Upacara Kebaktian
tatacara Mahayana yang dipimpin oleh Bhiksu palsu dan kemudian menghujat
Walubi-Ketua Umum Walubi di depan Kantor DPP Walubi dan KPU, sehari sebelum
sidang Pleno pengesahan utusan golongan Agama merupakan rangkaian skenario
untuk menjatuhkan Walubi dan mengangkat nama MBI sebagai organisasi terbesar
Agama Buddha. Para demonstran aneh karena saat DPP Walubi bersedia menerima
mereka langsung pergi ke KPU. Demonstrasi ini dilakukan oleh umat MBI yang
berasal dari Lampung sebanyak 2 bus dipinpin oleh Hoa Liong (terkenal
sebagai preman di Bandar lampung) dan 2 bus dari Pati (Jawa Tengah) yang
dipimpin oleh Wiwin dengan komandan lapangannya bernama Hendri (Sekjen DPP
IMABI) dan Rudi (Ketua IMABI Jakarta) dengan markas komandonya di Vihara
Ekayana (Kantor Pusat MBI). Demonstrasi ini dirancang oleh PHBI dengan
bantuan oknum PRD dan Forkot yang beberapa hari kemudian oknum ini kembali
memimpin Demonstrasi di KPU dengan mendramatisasi memotong kepala kambing
yang di bawa ke dalam ruang sidang KPU dan selanjutnya mempimpin demonstrasi
untuk MBI – KASI di KPU maupun di Departemen Agama. Mereka bukan hanya
mendukung MBI sebagai utusan golongan Agama Buddha dan menghujat
Walubi-Ketua Umum, melainkan menyampaikan tuntutan tentang Aceh dan hujatan
kepada Pemerintah. Untuk melaksanakan aksi demonstrasi MBI mendirikan
Solidaritas Pemuda Buddhis Indonesia (SPBI) yang diketuai Witarsa dengan
pusat kegiatan di Vihara Ekayana dan KASI mendirikan Forum Aksi Damai Umat
Buddha Indonesia (FADUBI) yang dipimpin oleh The Ce An/Hendry The dengan
pusat kegiatan di Vihara Mahavira Graha Lodan. Demonstrasi yang dilakukan
oleh SPBI dan FADUBI, diiringi dengan jumpa pers baik di Vihara Ekayana,
Tanjung duren maupun di Vihara Mahavira Graha di Lodan yang mengikutsertakan
para bhikkhu Sangha sebagai bagian dari permainan politik.
Manuver Penyandang dana untuk mengambil kursi Utusan Golongan Agama Buddha
telah digagalkan oleh WALUBI dengan berbagai upaya maksimal untuk
menjelaskan kepada Sidang Pleno KPU tentang keberadaan WALUBI yang merupakan
organisasi terbesar Umat Buddha Indonesia sesuai dengan fakta dengan
dukungan penuh seluruh Majelis Agama Buddha, kecuali MBI yang terkucil
sedirian di luar. Hasil Voting Sidang Pleno KPU dengan hasil 31 mendukung
Walubi dan 11 mendukung MBI merupakan suatu fakta yang tidak dapat
dipungkiri akan peran serta WALUBI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1076
Dengan ini, setelah memperoleh masukkan-masukkan dari Bapak Poo Tjie
Guan /
Mr. Poo, ternyata apa yang pernah di tulis di internet yang memakai
namanya
adalah semuanya FITNAH / ADANYA IRIHATI DARI PIHAK TERTENTU ; antara
lain :
1. Dibalik Kelambu, Delapan Alasan Mengapa Istri Saya Harus
diceraikan.
2. Dosa-Dosa Hartati Murdaya.
3. Reformis VS Status Quo.
4. Dhamma VS ADHAMMA.
Ternyata semua ini dilakukan oleh Mr. Lisong / Aggie Tjetje dengan
kelompoknya termasuk hui siong, Teng Hai, Asin, Pannavarro, sukkhemo
yang
semuanya TIDAK TAHU MALU dan MANUSIA BEJAT.
Beraninya memakai nama Mr. POO / POO TJIE GUAN dimana beliau adalah
orang
terhormat yang tidak pernah melakukan hal-hal tersebut diatas.
Kepada pihak-pihak yang mencoba memakai nama tersebut diatas kami
Pemuda dan
Mahasiswa Buddhis akan siap menghadapinya.
Jangan selalu irihati atas keberhasilan orang lain, tidak baik loh,
nanti
karmanya berbuah cepat.


Tertanda,
Pemuda dan Mahasiswa Buddhis

1077
Murdaya Widayawimarta (Cipta Cakra Murdaya Group)
http://www.koteka.net/part2.htm

The CCM Group, known internationally as one of the Nike sport shoes
producers in Indonesia, is led by husband-and-wife team, Murdaya
Widyawimarta (Poo Tjie Guan), and his wife, Siti Hartati Murdaya,
who also leads the national Buddhist association, Walubi. During the
Soeharto and Habibie periods, Walubi was the only nation-wide
Buddhist organisation recognised by the government, mainly to
mobilise support from rich Indonesian Chinese Buddhist for Suharto's
ruling party, Golkar.


DOSA-DOSA HARTATI MURDAYA
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1999/09/11/0018.html

Sejak keterlibatan Siti Hartati Murdaya (SHM) dalam lingkungan
organisasi
Buddha telah banyak "dosa-dosa" besar dan kecil yang dilakukannya,
a.l. :


* Atas perintah dia telah dilakukan penculikan dan dilanjutkan
dengan penyiksaan/penyetruman 3 fungsionaris DPP Walubi-lama.

* Atas perintah SHM (karena kedekatannya dengan militer) telah
dilakukan pengumpulan umat Buddha di Lampung di Makodam Bandar
Lampung untuk memaksa mereka pindah majelis, karena majelis yang
membina mereka telah dikeluarkan dari Walubi Lama. Pemaksaan ini
digunakan dengan bantuan aparat militer setempat.

* Pada era reformasi ini, kembali atas kehendak SHM Walubi Lama yang
sarat dengan cacat itu dibubarkan, tanpa melibatnya seluruh unsur
pembentuknya dimana hanya 4 dari 9 organisasi anggotanya yang setuju
atas pembubaran tersebut, sehingga membuat pembubaran tsb cacat
secara hukum.

* Atas kehendak SHM dibentuklah wadah baru dengan singkatan tetap
Walubi, dimana dia menempatkan diri sebagai Ketua Umum yang
diklaimnya karena dukungan dari majelis2.

* Karena para biksu tidak ingin disetir untuk tujuan politiknya,
atas kehendak SHM dibentuklah Dewan Sangha Walubi sebagai tandingan
KASI (Konferensi Agung Sangha Indonesia). Perbuatan ini dalam agama
Buddha sudah termasuk Akusala Garuka Karma (Perbuatan Jahat
terberat) yang akan menyebabkan orang yang melakukannya pasti
terlahir di neraka, walaupun dia telah melakukan perbuatan baik
apapun.

* SHM melancarkan tuduhan & fitnahan yang sangat menyesatkan
terhadap KASI lewat berbagai media massa. A.l. meminta para biksu
KASI untuk 'lepas jubah' (melepaskan kebiksuannya), padahal secara
etika umat yang diatur dalam Kitab Suci Tripitaka, seorang umat
Buddha tidak boleh meminta apalagi memaksa para biksu untuk 'lepas
jubah'
* Dan masih banyak lagi yang tidak saya ketahui.

Ini hanya dosa-dosa SHM di lingkungan Buddha, mungkin ada yang tahu
dosa-dosa SHM dilingkungan bisnisnya (Nike, HP dll) ?

1078
 FKUB dan WALUBI
Di bawah ada dua berita seputar dukungan dari FKUB kepada Amien. sementara ada bantahan dari Walubi. tolong hati-hati. Dulunya, Walubi ini selalu mendukung Golkar jamannya Siti Hartati Murdaya. Soal ini pun dikutip dalam berita tempo di bagian kedua bahwa FKUB independen di tengah konflik Walubi
dan KASI yang maunya independen. Silakan masukkan keyword golkar, walubi, hartati murdaya maka akan ketemu banyak soal link tersebut.

Juga, berita di bawah Walubi menyatakan : mendukung siapapun yang terpilih. Sementara FKUB menyatakan : sudah saatnya kita tidak hanya diam ....

Sikap kita, bagaimanapun FKUB itu nyata dan hak mereka untuk mendukung, sebagaimana juga sikap Walubi yang tidak ingin berpolitik.

semoga bermanfaat,
tonang
===

http://www.suaramerdeka.com/cybernew...6/26/nas11.htm
Walubi Sesalkan Forum Umat Buddha Dukung Amien Rais Surabaya, CyberNews. Perwalian Umat Buddha Indonesia menyesalkan sikap Forum Umat Buddha yang mendukung pasangan calon presiden Amien Rais dan calon wakil presiden Siswono Yudhohusodo.

Pernyataan sikap Dewan Pimpinan Pusat Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) yang merupakan gabungan dari 12 majelis-majelis agama Buddha itu dikirimkan kepada LKBN Antara Surabaya, Sabtu (26/6), dengan pengantar dari Pimpinan Dewan Pimpinan Daerah Walubi Jawa Timur Philip K Widjaja. "Walubi menyesalkan pihak-pihak tertentu yang menggunakan penafsiran dan menyelewengkan ajaran kitab suci agama Buddha dalam mendukung kegiatan politik pribadi sehubungan pemilihan presiden dan wakil presiden 5 Juli mendatang," demikian bunyi pernyataan itu. Poin kedua, Walubi menyerukan kepada seluruh umat Buddha untuk menggunakan hak pilihnya masing-masing sesuai dengan pertimbangan hati nuraninya. "Kami mendukung semua capres dan cawapres sebagai anak bangsa dan akan mendukung siapapun yang terpilih sebagai presiden dan wapres dengan harapan dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia," katanya.

Sementara Philip mengatakan bahwa akibat dukungan Forum Umat Buddha kepada Amien itu banyak mendapatkan reaksi dari masyarakat dan mempertanyakan bagaimana seharusnya Walubi bersikap. Pernyataan sikap itu juga dilampiri salinan berita yang dimuat Harian Jawa Pos 23 Juni 2004 di halaman dua dengan judul Forum Umat Buddha Dukung Amien.

Forum Komunikasi Umat Budha Dukung Amien Rais
Selasa, 22 Juni 2004 | 19:03 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Umat Budha menyatakan dukungannya terhadap pencalonan Amien Rais dan Siswono Yudohusodo. Pembacaan deklarasi dukungan ini dibacakan ketua umumnya, Bhiksu Gunabadra Sthavira, di kantor Amien Rais for President di Taman Widya Candar II Jakarta, Selasa (22/6) siang. Setelah pembacaan deklarasi dari umat Budha ini, Amien juga mendapatkan dukungan dari Aliansi Amien Rais-Siswono Yudohusodo.

Menurut Bhiksu Gunabadra, forum ini beranggotakan 60 ribu orang. Forum komunikasi umat Budha, kata dia, merupakan forum yang independen dan lahir ditengah konflik yang terjadi antara Wali Umat Budha Indonesia (Walubi) dengan Konferensi Agung Shangha Indonesia (KASI) yang juga organisasi umat Budha. Forum ini, kata dia, sebagai perekat umat Budha di Indonesia ditengah konflik yang terjadi saat itu.

Sebagai warga negara yang baik, kata Gunabadra, umat Budha ingin memberikan kontribusi nyata. Dukungan ini juga berarti bantahan bahwa umat Budha tidak mau berpolitik. "Kebanyakan etnis Thionghoa memilih diam, tapi sekarang nggak boleh lagi karena menyangkut kehidupan berbangsa," ujar Bhiksu yang keturunan etnis tionghoa ini.
Bhiksu menepis rumor yang mengatakan, Amien Rais sosok yang anti-Cina dan fundamentalis. Ketua MPR ini dinilainya sebagai orang yang supel, luwes, sederhana, mengasihi pelbagai kalangan agama, dan bisa mengayomi pelbagai kepentingan agama yang berbeda. "Kami ingin menitipkan mandat kepada Amien Rais dan Siswono Yudohusodo agar bisa meneruskan aspirasi umat Budha," kata dia.

1079
FDRUBI DUKUNG PEMBUBARAN KASI
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1999/10/11/0017.html

FDRUBI DUKUNG PEMBUBARAN KASI

FORUM Demokrasi dan Reformasi Umat Buddha Indonesia (FDRUBI) mendukung
penuh
usulan Ketua Umum DPP Walubi Dra. Hartati Murdaya yang akan
membubarkan Konperensi Sangha Agung Indonesia (KASI).

Menurut Ketua FDRUBI, Budiman, ada beberapa alasan yang menyebabkan
mengapa pihaknya mendukung pembubaran KASI.

Yaitu, KASI telah menyerang sekte-sekte agama Buddha lainnya dengan
dalil mereka bukanlah agama Buddha yang murni atau asli. Mereka juga
telah menjadi penggerak demonstrasi – demonstrasi yang menghujat
sesama umat Buddha.

FDRUBI telah mensinyalir adanya usaha-usaha yang dilakukan oleh
segelintir umat Buddha untuk mencoba menghambat mekanisme demokrasi.

"Aspirasi KASI kami nilai tidak sehat. Karena berupaya memecah belah
umat Buddha dengan menyebarkan pandangan sesat tentang adanya sekte
murni dan tidak murni", katanya.

FDRUBI juga menilai Bhikkhu KASI telah mencemarkan nama Bhikkhu lain
yang sebenarnya arif dan bijaksana. Serta merusak kerukunan yang
selama ini telah dibina secara susah payah.

Diproklamasikannya KASI sebagai lembaga tertinggi umat Buddha
Indonesia telah menimbulkan penolakan dari majelis-majelis agama
Buddha yang tergabung di dalam Walubi.

"Sebab mereka masing-masing mempunyai organisasi Sangha tertinggi dan
Dewan Rohaniawan tersendiri ", katanya.

Ditambahkan juga oleh Budiman bahwa KASI tidak mewakili aspirasi umat
Buddha Indonesia secara keseluruhan.

KASI hanyalah merupakan sumber konflik yang berkepanjangan dan
memecahbelah umat Buddha Indonesia. KASI hanya diakui oleh umat Buddha
Pannavaro, Prajnavira dan Arya Maitri.

"KASI yang menyatakan dirinya bukan saja tandingan Walubi tapi lebih
dari itu ia sebagai badan fatwa tertinggi umat Buddha Indonesia, telah
memancing keributan dengan umat Buddha sekte-sekte lainnya", katanya.

Dalam kesempatan tersebut FDRUBI juga mengutuk keras penggunaan vihara
Mahavira Graha di jalan Lodan Raya no.6B Jakarta Utara sebagai markas
para demonstran Forum Aksi Damai Umat Buddha Indonesia, yang melakukan
aksi di depan gedung KPU pada 8 September lalu.

FDRUBI telah menemukan bukti bahwa para demonstran yang melakukan aksi
di KPU pada 8 September lalu telah menggunakan Vihara tersebut sebagai
markasnya.

"FDRUBI menganggap forum tersebut tidak benar dan tidak bertanggung
jawab.  Sebab penanggung jawab aksi demonya berubah-ubah. Pada 24
September adalah Henry The namun pada 8 September penanggung jawabnya
The Che An. Alamat forum tersebut juga palsu karena setelah dicek
ternyata dihuni oleh seorang pekerja reperasi kompor gas", tuturnya
berapi-api.

Menjawab SPBI
Budiman juga mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Solidaritas
Pemuda Buddhis Indonesia (SPBI) bahwa Ketua Umum Walubi pada saat
kerusuhan Mei berada di luar negeri merupakan pemalsuan fakta.

Kenyataan yang terjadi adalah, pada tanggal 13 Mei Hartati Murdaya
menutup bakti sosial Tzu Chi- Paramita di Magelang. Kemudian pada 14
Mei dalam perjalanan pulang ke Jakarta. Dan pada 15 Mei berada di
rumah sambil terus memantau situasi yang berkembang.

`'jadi jika ada yang melontarkan isu wisuda, maka hal tersebut
merupakan sikap yang tidak tahu malu dan asal bunyi'', kata Budiman.

Ia juga menyatakan Forkambi yang telah menerima sumbangan dua juta
rupiah dari Ketua Umum Walubi ternyata telah menimbulkan perpecahan di
kalangan umat Buddha. Lalu lembaga ini lenyap karena telah menjauhi
idealisme untuk kerukunan umat. Oleh karena itu, sebagian besar umat
Buddha memisahkan diri dari Forkambi.

`' Forkambi telah memperkenankan perilaku Aggi Tjetje yang tidak sopan
serta tidak memiliki etika berdemokrasi'', katanya.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh Forkambi yang mengatasnamakan pemuda
dan mahasiswa merupakan pernyataan pribadi dari masing-masing ketua
tanpa diketahui oleh segenap pengurus masing-masing lembaga dan senat
mahasiswanya.

FDRUBI juga menerima tantangan dari SPBI untuk tampil di forum dalam
menyelesaikan permasalahan umat Buddha. Asal dengan tetap berpedoman
pada peraturan yang berlaku dan Buddha Dharma.

`' Kami siap untuk menerima undangan SPBI untuk berdebat karena FDRUBI
merupakan organisasi yang terbuka. Namun kami agak kesulitan untuk
menghubungi pihak SPBI karena domisili organisasi tersebut tidak
jelas'', tambahnya.

Jangankan dengan SPBI, dengan KASI dan SAGIN yang berada di belakang
SPBI, FDRUBI akan berani mendebatinya.

`'Jika memang debat tersebut tetap ingin dilakukan oleh SPBI, FDRUBI
menginginkan tempat dan penyelenggara yang netral serta diterima oleh
seluruh pihak.

Penyetruman

        Menanggapi soal terjadinya tindak penyetruman dan kekerasan
lainnya yang ditujukan kepada Ketua Umum Walubi yang terpilih, menurut
Budiman hal tersebut telah diproses menurut Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.

        Untuk mendapat kepastian dan menegakkan supremasi hukum, maka
peristiwa ini sedang didalam penyelidikan dan pembuktian. Hal ini
dimaksudkan agar rekan generasi muda dapat mengerti pokok
permasalahannya.

        `'Selama ini FDRUBI yang dijiwai oleh idealisme pemuda dan
mahasiswa ingin mendapat kejelasan, bukan keberpihakan katanya.

        Budiman mengingatkan kepada para generasi dan mahasiswa
Buddhis, bahwa saat ini telah muncul broker politik yang menjelma
menjadi broker hulum untuk membatalkan pembuktian hukum yang jelas dan
tegas.

        Dalam hal ini generasi muda diminta harus mencari pada
pembuktian dan bukan bersifat tendensisus.

        FDRUBI bisa menerima pandangan mencari kebenaran tentang
peristiwa tersebut yang tidak terselesaikan selama lima tahun
belakangan ini. Dan hanya menjadi isu yang tidak berkesudahan dan
merugikan perkembangan umat Buddha sendiri.

1080

Subject: Re: [kmbinfo] PENJELASAN DAN PESAN WAISAK 2543 / 1999
Date: Thu, 10 Jun 1999 15:20:48 +0700

Penjelasan dan Pesan Waisak 2543 / 1999
oleh
Dewan Sangha Perwakilan Umat Buddha Indonesia
dan
Dewan Pengurus Pusat
Perwakilan Umat Buddha Indonesia

 ...................................

Pada tanggal 9 April 1999, terlaksana Maha Samaya Dewan Sangha Walubi di Jakarta, hadir para Bhikkhu dari Aliran Theravada, Aliran Mahayana, Aliran Tantrayana sebanyak 24 Bhikkhu. Secara bersama-sama para Bhikkhu Sangha walubi telah membentuk dan menyusun
 kepengurusan organisasi para bhikkhu yang sesuai dengan vinayanya. Namun sangat disayangkan masih ada para Bhikkhu Indonesia yang diundang namun tidak hadir akibat perbedaan pendapat yang sangat tajam yaitu :

Theravada, Mahayana dan Tantra dari mana itu?

 
Dewan Sangha Walubi setuju dengan prinsip Walubi (Baru) untuk mengakomodir semua aliran agama Buddha yang ada di Indonesia menjadi anggota Walubi (baru) demi kerukunan, persatuan dan kesatuan umat Buddha Indonesia, terutama di sat gejolak krisis yang sang
at dahsyat dirasakan lemah bilamana para organisasi Umat Buddha terpecah-pecah,
 
Benar mempersatukan semuanya, pokoknya ngumpul termasuk aliran yang nggak jelas ajarannya dan tidak diakui oleh World Buddhist Sangha Council dan World Buddhist Fellowship. Bersatu memang bagus, tapi bersatu yang dipaksakan juga tidak akan bertahan lama.
Saya heran, orang-orang di Walubi koq nggak sadar-sadar ya.... tidak mau belajar dari sejarah. Dulu Walubi (lama) juga selalu bilang bersatu, kompak dll, tapi kenyataannya seperti apa? BUBAR!

Para Bhikkhu diluar Dewan Sangha Walubi yakni KASI mempunyai sikap untuk tidak dapat mengakui dan menerima semua aliran agama Buddha di Indonesia masuk ke dalam Wadah Kebersamaan Walubi, karena mereka dinilai sebagai bukan agama Buddha yang berdasarkan Tr
ipitaka, ada juga yang dinilai tidak berdasarkan Triratna dan sebagainya, sehingga dikuatirkan apabila aliran-aliran agama Buddha tersebut dapat berkembang pesat serta menggeser agama Buddha yang dinilai murni dan benar.

Jelas donk, kalo tidak sesuai Tripitaka dan tidak mengakui Buddha Dharma Sangha sebagai Triratna, apakah dapat dikatakan sebagai agama Buddha? Lalu apa yang disebut biksu itu boleh kawin apakah itu yang disebut Sangha? Di Tibet sekalipun, biksu tidak kawi
n, para rinpoche pun belum tentu biksu.
 
Pernyataan sikap dari KASI (Sagin, Sangha Mahayana, Sangha Theravada) yang telah membenarkan agama Buddha sebagai muatanpolitik dan terdapat anggota Bhikkhu/Bhuksu Sangha yang berperan sebagai tunggangan politik. Pembenaran KASI terhadap Bhikkhu/Bhiksu Sa
ngha yang menghadiri pernyataan Parbudi di komisi II (Komisi Politik) DPR RI beberapa waktu lalu, yang menggelar pernyataan bahwa atas nama umat Buddha Indonesia, selama ini tidak mendapat pembinaan dari Pemerintah (Departemen Agama/Up. Dirjen Bimas Hindu
 dan Buddha serta jajarannya), telah menjadi penyebab utama terganggunya suasana kerukunan dan keharmonisan hidup intern umat Buddha.

Apakah ke DPR itu berarti berpolitik? Kalo begitu banyak donk orang Walubi yang berpolitik? Ibu Aiko (Ketum PSBDI salah satu anggota Walubi) adalah Wakil Bendahara PKP, itu kan jelas ikut politik dan ikut pemilu lagi.
Dan lagian jika tidak bersalah buat apa KASI melakukan pembenaran?

Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi)
 
Perwakilan Umat BUddha Indonesia (Walubi) adalah wadah kebersamaan Umat Buddha Indonesia, yang bersifat sosial keagamaan dan berfungsi sebagai wadah pemersatu majelis-majelis agama Buddha dan Lembaga Keagamaan Buddha yang senantiasa berada dalam suasana r
ukun, bersatu padu dalam menghayati dan mengamalkan Dharma Agama dan Dharma Negara. Sekaligus membina serta mengembangkan kehidupan beragama di kalangan Umat Buddha Indonesia sesuai dengan tata cara sektenya masing-masing.
 
Bagus dan ideal sekali harapan Walubi, saya harap ini dapat tercapai. Hanya saja saya agak bingung dengan istilah Dharma Agama dan Dharma Negara, bukankah itu istilah agama Hindu? Dalam Buddhism tidak dikenal dikotomi Dharma Agama dan Dharma Negara, Hanya
 ada Dharma. Membedakan Dharma Negara dan Agama, seolah-olah jika berhubungan dengan Negara ajaran agama (atau yang disebut Dharma Negara) itu boleh-boleh saja dilanggar.

Setiap angggota WALUBI berpegang teguh pada prinsip NON INTERVENSI, untuk menjaga keharmonisan dalam melaksanakan Buddha Dharma (Bab V, pasal 8 Anggaran Dasar Walubi). Karena disadari bahwa sekalipun masing-masing menganut ajaran/sekte yang berbeda-beda n
amun Umat Buddha merupakan satu keluarga besar yang mempunyai seorang Guru Agung yang sama yaitu Sang Buddha Gotama/Sang Buddha Sakyamuni.

Disinilah letak kekurangan Walubi, non-intervensi ini seakan-akan menutup mata dan menyatakan semua sekte asal berlabel Buddha pasti ajaran Buddha. Padahal kita semua tahu, beberapa sekte di Walubi tidak lagi mengakui Buddha Sakyamuni sebagai guru atau Bu
ddha saat ini.
 
Dewan Sangha walubi dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia adalah wadah Kebersamaan Umat Buddha Indonesia yang merupakan mitra tunggak Pemerintah, halmana disebabkan mayoritas organisasi Umat Buddha Indonesia bergabung di dalam Walubi dan sudah sangat menga
kar diseluruh lapisan masyarakat yang beragama Buddha.
 
Dalam rangka sinkronisasi kegiatan Walbi dengan semua aktifitas Umat Buddha yang masih berada di luar Walubi, maka Dirjen Bimas Hindu Buddha memandang perlu agar Walubi memberikan rekomendasi kepada rencana kegiatan mereka sebelum mendapat pelayanan para
 Kanwil Depag di seluruh tanah air sesuai dengan Surat Dirjen BImas Hindu dan Buddha Nomor : H/BA.01.1/452/IV/99/RHS tertanggal 19 april 1999.
 
Ini membukti Walubi sangat Pro Status Quo.
Bukan lagi zamannya sekarang semua harus ada pengakuan dari pemerintah, Ini urusan agama Bung, apa haknya pemerintah menentukan apa yang benar dan salah dalam suatu agama?

Apa itu KASI?
 
KASI adalah bentuk kelompok kerja tiga Sangha yang berbeda pendapat dengan Walubi dan Dewan sangha Walubi, serta KASI tidak di akui keberadaanya oleh Pemerintah sehubungan dengan ada salah satu anggotanya yang masih bermasalah dengan instansi terkait Peme
rintah.
 
Jika tiga organisasi Sangha yang ada telah membentuk KASI, lalu biksu-biksu di Dewan Sangha Walubi itu darimana?
Inilah yang saya lihat Walubi kita ini masih pro status quo dan berjiwa Orde Baru (maklum ketua umumnya kan mantan pengurus GOLKAR dan caleg pada pemilu 97), urusan agama saja perlu minta restu pemerintah dan pengakuan pemerintah.

Sangha Mahayana dan Sangha Theravada Indonesia masih bisa dilayani kegiatannya oleg Departemen Agama setelah mendapat rekomendasi dari Dewn Sangha Walubi beserta DPP Walubi.
 
Sudah bukan zamannya lagi minta rekomendasi ke Departemen Agama, apalagi ke Walubi yang notabene tidak diakui oleh sebagian besar umat Buddha. Walaupun Walubi selalu mengakui membawahi sekian organisasi, tapi cobalah boleh di cek kebawah, apakah Walubi me
ngakar sampe kebawah? Jawabannya adalah TIDAK! Umat Buddha akan lebih patuh pada Sangha (dalam hal ini KASI), daripada pada Walubi yang merupakan antek Orde Baru.

Akibat terbentuknya KASI telah terjadi kebingungan dan keresahan dikalangan Umat BUddha Indonesia. Apalagi ada kelompok oknum yang menyebar luaskan berita bahwa KASI adalah pengganti Walubi sebagi organisasi tertinggi yang mengatur kehidupan Umat Buddha d
i Indonesia. KASI menyamkan kedudukannya sederajat dengan MUI dan seterusnya.
 
Siapa yang bingung? Mungkin cuma orang-orang di Walubi yang bingung.

Pertanyaan yang timbul adalah:
 . Bagaimana Kasi dapat mewakili Umat Buddha Indonesia, karena KASI hanya meliputi sebagian kecil dari aliran agama Buddha yang ada di Indonesia ?

Silahkan Anda cek sendiri, kecil atau besarnya!

 . Bagaimana KASI dapat mendudukkan keberadaanya di atas semua organisasi Umat Buddha yang ada di Indonesia, sedangkan sikap KASI tidak akomoditif dan menjadi sumber konflik bagi umat Buddha akibat pandangannya yang membeda-bedakan derajat kemurnian suatu
aliran ?

KASI tidak pernah menebar konflik, walaupun menyadari adanya perbedaan pandangan dengan beberapa aliran lain, KASI tidak pernah mengeluarkan statement apapun yang mengatakan aliran lain tidak benar. Justru Walubi-lah yang dari awal statement ini senantias
a menyatakan KASI berpendapat demikian, yang saya rasa justru pendapat Walubi.
KASI menyadari tidak dapat bersatu dalam satu wadah dengan aliran-aliran lain karena prinsip yang dipegang masing-masing, namun KASI menghargai kesemua aliran tersebut dan menyilahkan mereka berkembang sebagai mana mestinya dengan tentunya berprinsip sali
ng menghargai dan tidak saling menjatuhkan sebagaimana yang terjadi di Walubi saat ini.
Walubi bersikap tidak bisa menerima adanya organisasi umat Buddha lain diluarnya dan dengan segala cara berusaha mengganjal gerak maju organisasi lain tersebut, itukah namanya prinsip non-intervensi?

 . Bagaimana KASI dapat merasakan tertinggi posisinya sebelum mendapat pengakuan dari Walubi, Wadah yang mewakili bagian terbesar organisasi Umat Buddha yang ada di Indonesia ?

KASI tidak perlu pengakuan Walubi, karena kenyataannya KASI telah diakui oleh mayoritas umat Buddha.

 . Bagaimana KASI dapat melakukan kegiatan, karena keberadaanya tidak mempunyai legitimasi baik dari Walubi maupun Pemerintah ?

Pemerintah lagi... pemerintah lagi.... Inilah Walubi pemerintah, yang senantiasa menyuarakan suara pemerintahan sekarang yang notabene pemerintahan GOLKAR

 . Bagimana KASI mau beroperasi terus di dalam negara hukum dan bukan anarkis, Indonesia adalah negara yang masih memiliki tatanan Hukum dan Pemerintah yang jelas ?

Jika Indonesia negara Hukum saya rasa tidak akan keluar surat Dirjen yang Anda sebutkan diatas.

 . Apakah lebih baik bagi para BHikkhu Sangha dari aliran Theravada dan Mahayana bergabung dengan Dewan sangha Walubi secara damai membina segi Keagamaan Umat Buddha Indonesia dari Aliran Theravada dan Aliran Mahayana, berhubung Dewan Sangha Walubi sudah m
emiliki legimitasi yang jelas dari Pemerintah ?. Sedangkan aliran agama Buddha lainnya telah memiliki pembinaanya masing-masing dengan berpegang teguh pada prinsip nonintervensi.

Sekali lagi legitimasi pemerintah, apakah sudah sedemikian parahnya legitimasi Walubi dikalangan umat Buddha sehingga perlu mencari legitimasi ke pihak Kekuasaan????

 . Apakah tidak lebih baik Sagin dan KASI memnuhi persyaratan dari Pemerintah ?, yaitu menyatakan Sagin bukan organisasi yang menyebarkan paham Sinkretis di kalangan umat beragama di Indonesia, sehingga Walubi dapat membantu dengan memberikan rekomendasi a
tas segala kegiatan Sagin dimasa mendatang.

He... he... he... lucu, jika di Walubi sendiri banyak aliran yang jelas-jelas Sinkretis, seperti Tri Dharma (Buddha, Kong Hu Cu dan Toa) dan Maitreya (Sinkretis 5 Agama), lalu menuduh Buddhayana yang dikembangkan Sagin sinkretis (padahal kita tahu dalam B
uddhayana hanya ada Mahayana, Theravada dan Vajrayana yang masih merupakan ajaran agama Buddha), bukankah itu berarti Maling teriak Maling?

Tolong dikaji ulang istilah Sinkretisme itu sendiri, dan apakah Sinkretis itu jelek?

 . Apakah para Bhikkhu Sangha yang berada di luar walubi tidak menyadari nasib Umat Buddha Theravada dan Mahayana yang cenderung pecah akibat dibentuknya KASI ?

Sebenarnya siapa yang memecahkan umat Theravada dan Mahayana? KASI terbentuk November 1998, Walubi Baru baru sah dan melakukan Pesamuhan Agung Desember 1998 dan karena tidak berhasil mengajak KASI masuk ke dalam struktur Walubi, lalu segera membentuk Dewa
n Sangha pada April 1999,... lalu siapa pula yang menimbulkan perpecahan itu?

 . Apakah tidak sadar dengan perbedaan pendapat dan perpecahan dikalangan Bhikkhu Sangha yang sudah terjadi sejak lama, telah membuat para umat Buddha Indonesia merasa sangat prihatin dan kecewa ?, serta membuat sebagian umat Buddha merasa tidak hormat lag
i kepada sebagian anggota Sangha diluar Dewan Sangha Walubi.

Umat Buddha mana yang tidak hormat pada Biksu dari ketiga lembaga Sangha anggota KASI di luar Dewan Sangha Walubi? Saya rasa pernyataan Dewan Sangha ini perlu didukung oleh fakta yang jelas dan konkrit, karena yang saya lihat di lapangan justru umat Buddh
a semakin 'enek' dan 'mual' dengan sikap Anda-anda di Walubi.

Pages: 1 ... 65 66 67 68 69 70 71 [72] 73 74 75 76 77 78 79