(1) Asaya: Kecenderungan
âsaya artinya adalah kecenderungan batin atau watak dari setiap individu.
Kecenderungan pandangan salah, ditthiàsaya terdiri dari 2 jenis:
kecenderungan ke arah pandangan salah pemusnahan, uccheda ditthi dan
kecenderungan ke arah pandangan salah keabadian, sassata diññhi.
Kecenderungan pengetahuan, pannà àsaya juga terdiri dari 2 jenis:
Pengetahuan Pandangan Cerah yang menuju pengetahuan Jalan, Vipassanà Pannà àsaya dan
pengetahuan Jalan itu sendiri yang merupakan pengetahuan dalam melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, Yathàbhuta Nàna àsaya.
Dalam mengetahui kecenderungan masing-masing individu, Buddha mengetahui:
(a) bahwa individu tersebut cenderung melekat pada lingkaran kelahiran dan memiliki kecenderungan ke arah pandangan salah pemusnahan,
(b) bahwa individu tersebut cenderung melekat pada lingkaran kelahiran dan memiliki kecenderungan ke arah pandangan salah keabadian,
(c) bahwa individu tersebut cenderung ke arah kebebasan dari lingkaran kelahiran, makhluk murni dan memiliki pengetahuan Pandangan Cerah, dan
(d) bahwa individu tersebut cenderung ke arah kebebasan dari lingkaran kelahiran dan memiliki pengetahuan Jalan.
(2) Anusaya: Kecenderungan Tersembunyi
Ini adalah kotoran yang belum dilenyapkan oleh Magga Nàna dan masih dapat terlihat jelas jika situasi mendukung.
Anusaya ini ada 7 jenis, yang disebut unsur-unsur kecenderungan tersembunyi, yaitu:
(i) Kàmaràga (nusaya) unsur benih dari keserakahan,
(ii) Bhavaràgàsaya, unsur benih dari kemelekatan akan kelahiran,
(iii) Patighànusaya, unsur benih dari kebencian,
(iv) Mànànusaya, unsur benih dari keangkuhan,
(v) Ditthànusaya, unsur benih dari pandangan salah,
(vi) Vicikicchànusaya, unsur benih dari keraguan,
(vii) Avijjànusaya, unsur benih dari kebodohan.
… Anusaya kilesà, harus dipahami, ada 3 tingkat menurut munculnya kecenderungan tersebut, yaitu:
(i) benih tersembunyi dari kotoran,
(ii) kotoran yang telah muncul dengan tiga tahap kemunculannya (upàda), perkembangan (atau kehadiran sesaat (thiti), dan lenyapnya (bhanga),
(iii) kotoran yang telah terwujud dalam perbuatan atau ucapan jahat.
(Sebuah ilustrasi)
Misalkan beberapa orang awam yang memiliki kotoran yang belum dilenyapkan oleh Magga Nàna, memberikan persembahan. Bahkan sewaktu melakukan kebajikan tersebut ketika pikiran baik (Mahàkusala citta) muncul dalam pikirannya, jika ia menjumpai objek-objek indria yang menyenangkan, situasi ini cenderung akan memberikan pikiran yang berhubungan dengan kenikmatan indria (unsur benih keserakahan) dalam diri si penyumbang (karena masih sebagai seorang awam), ia belum melenyapkan keserakahan. Ketika kontak lebih jauh lagi terjadi dengan objek indria yang menyenangkannya itu, unsur benih keserakahan tersebut akan berkembang menjadi pikiran kotor yang disebut pariyutthàna kilesa. Kemudian jika ia mencegah dengan perhatian benar, pikiran kotor keserakahan tersebut dapat disingkirkan. Tetapi, jika sebaliknya, bukannya dengan perhatian benar, ia dikendalikan oleh perhatian salah, pikiran kotor akan berubah menjadi perbuatan jahat, baik dalam bentuk tindakan ataupun ucapan. Ini adalah tahap ledakan dari kotoran keserakahan vitikamma kilesà. Ini adalah contoh dari bagaimana kotoran keserakahan berkembang dari kecenderungan tersembunyi atau unsur benih menjadi tindakan nyata dalam 3 tingkat pengembangan. Pinsip yang sama juga berlaku pada kotoran lainnya seperti kebencian, dll.
(3) Carita: Perbuatan-perbuatan Kebiasaan
Carita artinya adalah perbuatan baik atau perbuatan jahat.
Dalam pengertian lain, merujuk pada 6 jenis perbuatan kebiasaan yang sering muncul dalam kehidupan saat ini, yaitu,
kemelekatan atau keserakahan (ràga),
kebencian atau kemarahan (dosa),
kebodohan (moha),
keyakinan (saddhà),
kebijaksanaan (buddhi) dan
kenangan (vitakka).
(Dua kata Pàli carita dan vàsanà harus dapat dibedakan.
Kesan samar-samar dari perbuatan-perbuatan kebiasaan, apakah baik atau buruk, dalam kehidupan lampau yang masih ada dalam kehidupan saat ini, disebut vàsanà.
Jenis perbuatan, di luar 6 jenis yang telah dijelaskan di atas, yang cenderung muncul berulang-ulang dalam kehidupan saat ini disebut carita.)
Buddha mengetahui carita dari tiap-tiap individu seperti:
individu ini dikuasai oleh perbuatan baik (sukha carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan jahat (dukkha carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong oleh keserakahan (ràga carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong oleh kebencian (dosa carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong oleh kebodohan (moha carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong oleh keyakinan (saddhà carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong kebijaksanaan (buddhi carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong kenangan (vitakka carita).
Lebih jauh lagi, Buddha juga mengetahui sifat dari 6 jenis perbuatan ini, kondisi-kondisi yang mengotori, kondisi-kondisi yang membersihkan, kondisi-kondisi yang penting, hasilnya, dan akibat-akibat dari 6 jenis perbuatan tersebut.
(4) Adhimutti: watak
Adhimutti artinya watak alami dari tiap-tiap individu: ada 2 jenis adhimutti, yaitu,
pilihan alami akan atau kecenderungan ke arah kejahatan (hinadhi mutti), dan
pilihan akan, atau kecenderungan ke arah hal-hal mulia (pantitàdhi mutti),
orang-orang (pada umumnya) bergaul dengan orang-orang lain yang bersifat sama, mereka yang berwatak jahat akan bergaul dengan orang berwatak jahat, mereka yang berwatak mulia akan bergaul dengan orang berwatak mulia pula.
Buddha mengetahui jenis kecenderungan dari tiap-tiap individu, apakah seseorang berwatak jahat atau berwatak mulia.
Lebih jauh lagi, Buddha mengetahui tingkat watak dari tiap-tiap individu, apakah tinggi, rendah atau sangat rendah. Karena watak tergantung pada tingkat keyakinan, usaha, perhatian, konsentrasi, dan pengetahuan, yang merupakan 5 kelompok kualitas.
Demikianlah, Buddha mengetahui segalanya mengenai makhluk-makhluk hidup dalam hal 4 kecenderungan (àsaya), 7 kecenderungan tersembunyi (anusaya), 3 kehendak (abhisankhàra) atau 6 jenis kebiasaan (carita), dan jenis serta tingkatan kecenderungan atau watak.
Seperti halnya Buddha memiliki pengetahuan lengkap tentang dunia makhluk-makhluk hidup, Beliau juga memiliki pengetahuan lengkap tentang dunia benda-benda mati—tempat bagi makhluk-makhluk hidup seperti alam semesta ini (cakkavàla), istana, hutan dan gunung, dll.
~RAPB 2, pp. 2297-2301~