Angka Kejadian IMS pada Penjaja seks tertinggi di Asia
Selain itu, angka kejadian infeksi menular seksual (seperti Gonore dan Klamidia) pada penjaja seks perempuan di beberapa kota di Indonesia tercatat sangat tinggi di Asia. Hasil survai Departemen Kesehatan RI pada tahun 2005 pada penjaja seks perempuan di beberapa kota mencatat sekitar 39% sampai 61% mengidap Klamidia atau Gonore.
Padahal adanya infeksi menular seksual dapat mempermudah proses penularan HIV pada kegiatan seks. Hasil peneilitian mengindikasikan bahwa infeksi menular seksual meningkatkan risiko penularan sampai 2-3 kali.
Yang menambah keprihatinan bersama, adanya resistensi dengan obat antibiotika yang tersedia dan terjangkau serta mengkonsumsi obat antiobiotik yang mudah didapat di mana-mana sehingga menyulitkan upaya pengobatan infeksi menular seksual. Hal ini disebabkan perilaku mengobati sendiri bila ada gejala infeksi menular seksual.
Diperkirakan lebih dari 3 juta lelaki di Indonesia yang rajin membeli seks, dan separuh dari lelaki tersebut mempunyai pasangan tetap, atau isteri. Dapat diperkirakan penularan dapat terus berlanjut ke istri, walaupun para isteri tidak mempunyai perilaku seks dengan banyak pasangan. Fenomena tersebut mendorong terjadi epidemi HIV seperti sekarang dan semakin semakin nyata dibandingkan beberapa tahun yang lalu.
Diperkirakan telah lebih dari 200.000 orang terinfeksi HIV di tahun ini dan diramalkan pada tahun 2020 akan meningkat mendekati angka 2 juta, bila upaya pencegahan tidak dilakukan untuk menekan penularan melalui seks berisiko.
Dalam kondisi seperti ini harus diaktifkan lagi kampanye peningkatan penggunaan kondom sebagai alat kesehatan yang secara ilmiah telah terbukti dapat menangkal penularan infeksi menular seksual termasuk HIV. Tidak ada alat atau teknologi kesehatan yang mempunyai kemampuan pencegahan infeksi seperti kondom. Tidak juga teknologi vaksinasi untuk mencegah beberapa penyakit menular.
Hendaknya upaya promosi kondom jangan diartikan sebagai anjuran untuk melakukan kegiatan seks berisiko. Siapapun yang masih melakukan kegiatan seks berisko dianjurkan sangat untuk menggunakan kondom agar dirinya terhindar dari penularan serta tidak menularkan kepada yang lain. Bila tidak mau menggunakan kondom, sebaiknya menghentikan perilaku seks berisiko.
Sumber: http://idi.aids-ina.org/
Betul, sis. Kalau di Indonesia atau di beberapa tempat di mana prostitusinya tidak diregulasi, tidak disosialisasikan secara medis, saya tidak membantah bahwa prostitusi menjadi 'ladang' penyakit menular.
Seorang perawan hanya mungkin tertular HIV melalui jarum suntik. Seorang pelacur bukan hanya dari jarum suntik tapi juga dari hubungan seks. Jika bicara resiko terbesar, jelas lebih besar resiko tertular dari pelacur dari pada perawan.
Tidak juga, HIV bisa merupakan keturunan, bisa juga lewat darah seperti luka ke luka. Risiko yang lebih umum memang melalui hubungan seksual. Apakah dengan pelacur atau bukan, jika diperiksakan secara medis, maka penularan bisa, bukan tidak bisa dihindari.
Berapakah banyak penjaja atau pembeli seks yang mempunyai pengetahuan, bagaimana melakukan seks yang aman? Dan sekarang jika ada seorang penjaja seks yang sudah jelas terinfeksi HIV. Apakah tidak ada kemungkinan dia tetap melakukan hubungan seks dengan kesadaran bahwa dia akan menularkan pada orang lain? Dan mungkin memang ingin menularkan dengan berpikir lebih enak menderita ramai-ramai dari pada menderita sendirian?
Dalam hal ini, saya lihat tetap penyebabnya adalah ketidaktahuan akan kesehatan, bukan pada keberadaan prostitusinya. Mengenai orang yang sengaja menularkan, itu masalah kepribadiannya yang jahat, tidak bisa dikaitkan dengan profesi pelacur.
Barang belanjaan tidak punya kesadaran(benda mati).Benda mati tidak bisa mendatangi konsumen,tidak bisa bicara,merayu,membelai dll. Sedangkan pelacur punya kesadaran. Lebih banyak mana di dunia ini,manusia yang masih tebal LDM-nya atau yang tipis LDM-nya?Manusia yang tebal LDM-nya dalam menggunakan indera matanya dalam melihat wanita seksi/bugil,sama seperti kucing yang disodorkan ikan dihadapannya.
OK, barang belanjaan mati, tapi sales-nya hidup kok. Apakah sales perlu mempertimbangkan tebal/tipis LDM dan kondisi ekonomi wanita yang shopping?
Kembali lagi objek (hidup/mati) adalah netral. Menjadi tidak netral adalah karena persepsi kita. Satu pendapat mengatakan pemerkosaan terjadi karena wanita kurang menutupi tubuhnya, sehingga diharuskan memakai burkha. Tapi kita lihat kenyataan lain di masyarakat tertentu ada yang wanitanya berbusana 'topless', namun pemerkosaan sangat langka terjadi. Mengapa? Karena kuncinya adalah moralitasnya, bukan objeknya.
Dari postingan saya sebelumnya, saya mengatakan secara langsung/tidak langsung bisa menyebabkan rumah tangga orang lain berantakan. Kalau saya pribadi, tidak akan menyalahkan si pelacurnya. Saya lebih menyalahkan si pembeli-nya.
Betul, saya juga berpendapat begitu.
Ada sebuah kejadian yang menimpa teman saya. Dia bercerai karena suami-nya menikah dengan sang pelacur. Pelacur itu sebelumnya adalah seorang mahasiswi. Dan suami teman saya itu termasuk orang yang berada/kaya. Menurut bro, bagaimana kira-kira proses kejadiannya sehingga suami teman saya itu bisa menikahi pelacur itu?
Yang jelas 22-nya punya moralitas rendah. Sang suami tidak memikirkan keluarganya.Dan sang pelacur juga tidak memikirkan akibat yang harus ditanggung orang lain karena niat dan keinginannya.
Sebetulnya ada perbedaan besar antar orang yang merebut suami orang lain menggunakan daya tarik seksual, dengan pelacur. Pelacur tidak mencampuri urusan pribadi pelanggan dan pelacur tidak menikah. Pelacur hanya memberikan layanan seksual demi bayaran yang disetujui. Itu saja.
Menurut saya, si mahasiswi itu bukan pelacur, tapi memang pemangsa kekayaan lelaki hidung belang saja.