//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - tesla

Pages: 1 2 3 4 [5] 6 7 8
61
Kesehatan / Hernia pada bayi
« on: 28 November 2009, 11:07:43 PM »
dear friends,

ada kenalan saya yg anaknya (laki2, 2 bulan) diduga menderita hernia.
bagian di atas kelamin menggembung seperti balon.
besarnya sudah seukuran bola tenis,  sangat besar utk ukuran bayi 2 bulan...
sampai skr anaknya sering nangis & hanya ditangani dg diurut tradisional.

sejauh yg saya tahu, solusinya adalah operasi.
& karena melihat ukuran hernia yg begitu besar, saya mendorong teman saya utk secepatnya melakukan tindakan.
tapi karena kondisi mereka (korban gempa Padang. tanpa rumah. tanpa pekerjaan), belum bisa ditangani...
& sepengetahuannya, bayi mo operasi hernia minimum 6 bulan. benarkah?

apakah ini benar tanda2 hernia? berbahaya?
mohon masukkan teman2...

62
Bantuan Teknis, kritik dan saran. / Forum versi WAP
« on: 08 July 2009, 01:37:01 PM »
wah saya baru tau forum ada versi wap nya. baru kali ini coba connect dari hp & sukses. Bravo!

63
di board Abhidhamma, saya buka topic "alobha & adosa".
tujuan saya buka di board abhidhamma memang mengkritisi pemahaman tradisional (yg telah ada).

namun dg alasan berbeda dg pemahaman tradisional ini, pihak moderator men-lock.

dimana semangat Ehipassiko kalian?
apakah sudah luntur, dan hanya menerima dari suatu "sumber" (misalnya kitab).

kritis yg saya sampaikan di sini, tidak bertujuan khusus agar thread tsb dibuka kembali, namun hanya berharap para sahabat merenungkan kembali anjuran Buddha pada suku Kalama.

Quote
"Now, Kalamas, don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, 'This contemplative is our teacher.' When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.

_/\_

64
Teknologi Informasi / OS dalam USB
« on: 01 May 2009, 04:50:43 PM »
ada yg dah nyoba belum?
bagusnya pakai distro apa?

65
Tolong ! / [Help] Surat Perjanjian Sewa Menyewa
« on: 13 April 2009, 11:48:09 AM »
ada yg punya contoh surat perjanjian sewa menyewa rumah ga?
saya mau buat tapi binggung gimana mulainya...

thanks

66
Teknologi Informasi / ISP
« on: 27 March 2009, 08:38:14 PM »
ada yg lihat iklan XL di TV ga?

0,01rupiah/kb

murah ya...

ada yg dah coba ga?

67
The essay by Bishop Spong below was published April 23, 2003.

PASKAH: BUTUH PENAFSIRAN ULANG

Oleh: John Shelby Spong

Iman Kristiani lahir dari pengalaman akan apa yang kemudian kita sebut Paskah. Pengalaman Paskah inilah yang memberikan rasa kesempurnaan (ultimacy) kepada Yesus. Ini menyebabkan para pengikutnya memandang bahwa ajarannya perlu dipelihara. Itulah alasan Santo Paulus untuk menulis, "Jika Kristus tidak dibangkitkan kembali, maka imanmu sia-sia." Jelas, tanpa Paskah tidak akan ada Kristianitas. Pernyataan itu hampir tidak bisa didebat lagi. Pada titik ini saya lihat bahwa saya setuju sepenuhnya dengan kaum fundamentalis yang paling harafiah.

Namun, yang bisa diperdebatkan ialah pertanyaan, apakah sesungguhnya pengalaman Paskah itu. Di sini jarak antara Kristianitas dari para sarjana alkitabiah dan Kristianitas dari kaum fundamentalis terbuka dan mulai melebar. Kaum fundamentalis merasa pasti akan kebenaran mereka. Pada hari Paskah, Yesus yang disalibkan, yang dibaringkan di makam sebagai sesosok jenazah pada hari Jumat Agung, dengan tindakan Allah, dihidupkan kembali pada hari Paskah. Dengan demikian ia telah mematahkan kekuatan maut bagi semua orang. Jika tubuh Yesus tidak dihidupkan kembali secara fisik, begitu klaim kaum fundamentalis, maka Paskah itu palsu. Di sini tidak mungkin ada kompromi. Mereka yang ragu-ragu terhadap kebenaran mendasar dari Kristianitas, menurut sudut pandang ini, telah meninggalkan inti esensial dari tradisi iman mereka. Yah, satu-satunya komen saya terhadap ini adalah dengan mengutip kata-kata dari sebuah lagu tua, "It ain't necessarily so!"

Bila kita membaca kitab Perjanjian Baru menurut urutan waktu kitab-kitab ini ditulis, akan terungkap suatu perkembangan pengertian yang menakjubkan. Misalnya, Paulus--yang menulis di antara tahun 50 dan 64, atau sekitar 20 - 34 tahun setelah kehidupan Yesus di dunia berakhir--tidak pernah menceritakan kebangkitan Yesus sebagai suatu tubuh fisik yang dihidupkan kembali dari kematian. Tidak ada petunjuk dari kitab-kitab Paulus bahwa orang yang telah meninggal itu belakangan berjalan keluar dari kain pembungkus jenazahnya, lalu muncul dari kubur dan terlihat oleh murid-muridnya.

Yang dikemukakan oleh Paulus ialah bahwa Paskah berarti Tuhan bertindak membalikkan penghakiman dunia atas Yesus dengan mengangkat Yesus dari maut ke dalam Tuhan. Dengan demikian, maka dari Tuhan, di dalam suatu penampakan surgawi yang mentransformasikan, Yesus terlihat oleh beberapa saksi terpilih. Paulus menyebutkan saksi-saksi ini, dan secara mendetail menceritakan bahwa Yesus yang sama itulah yang dilihat oleh Paulus sendiri. Tidak seorang pun menyatakan, bahwa Paulus pernah melihat sebuah tubuh yang hidup kembali. Kitab-kitab Paulus lalu berkata, "Lalu jika kamu dibangkitkan bersama Kristus, carilah hal-hal yang di atas, di mana Kristus berada, duduk di sebelah kanan Allah." Mohon dicatat bahwa cerita-cerita tentang Kenaikan belum ditulis ketika kitab-kitab Paulus ini ditulis. Paulus tidak membayangkan Kebangkitan sebagai Yesus hidup kembali di dunia ini, melainkan sebagai Yesus diangkat kepada Tuhan. Itu bukan suatu peristiwa di dalam waktu, melainkan suatu kebenaran transenden yang mentransformasikan.

Paulus meninggal dunia, menurut estimasi terbaik kita, pada sekitar tahun 64 M. Injil pertama tidak ditulis sebelum awal tahun 70-an. Paulus tidak sempat membaca cerita Paskah di dalam Injil mana pun. Tragedi sejarah Agama kr****n belakangan ialah bahwa kita membaca Paulus melalui kacamata Injil. Dengan demikian, kita telah mendistorsikan Paulus dan juga mengacaubalaukan teologi.

Ketika Markus--Injil pertama--ditulis, Kristus yang Bangkit belum ada. Kali terakhir Yesus terlihat adalah ketika jenazahnya diturunkan dari kayu salib dan dibaringkan di makam. Kisah Markus tentang Kebangkitan menceritakan tentang para perempuan yang meratap melihat makam yang kosong, dan bertemu dengan seorang pembawa pesan, yang berkata kepada mereka bahwa Yesus telah bangkit dan minta kepada para perempuan ini untuk menyampaikan kepada para murid bahwa Yesus akan menemui mereka di Galilea. Markus lalu mengakhiri Injilnya dengan menggambarkan bagaimana para perempuan ini lari ketakutan dan tidak berkata apa-apa kepada siapa pun (16:1-8).

Akhir cerita ini begitu mendadak, sehingga orang mulai menulis kisah-kisah penutup baru bagi apa yang mereka kira kisah Markus yang tidak lengkap. Malah dua dari kisah penutup itu tercantum dalam Alkitab versi King James sebagai ayat 9-20. Tetapi syukurlah, karangan belakangan ini sudah dihapus dari Injil Markus dalam Alkitab belakangan dan diletakkan sebagai catatan kaki. Fakta yang bisa dipastikan oleh kajian ilmiah Perjanjian Baru adalah bahwa Injil Markus berakhir tanpa Kristus yang Bangkit pernah bertemu dengan seorang pun.

Baik Matius, yang menulis Injilnya antara tahun 80-85 M, dan Lukas, yang menulis antara tahun 88-92 M, menggunakan Injil Markus sebagai penuntun karya mereka. Kedua orang itu mengubah, menekankan dan memperluas Injil Markus. Kita akan terpesona menyadari perubahan-perubahan itu dan bertanya, apakah yang mendorong Matius dan Lukas untuk mengubah penuturan Markus. Apakah mereka mempunyai sumber informasi baru? Apakah kisah itu berkembang bersama waktu selama bertahun-tahun dituturkan dari mulut ke mulut?

Yang pertama perlu dicatat ialah bahwa Matius mengubah cerita Markus tentang para perempuan yang ada di makam. Pertama, pembawa pesan dalam Injil Markus berubah menjadi seorang malaekat dalam cerita Matius. Lalu, Matius berkata, para perempuan itu melihat Yesus di taman. Mereka merangkul kakinya dan menyembah dia. Di sinilah pertama kali dalam sejarah Agama kr****n bahwa kisah Kebangkitan disajikan sebagai hidup kembali secara fisik. Itu terjadi dalam dasawarsa ke-9 dalam sejarah kr****n. Perlu dicatat bahwa dibutuhkan waktu lebih dari 50 tahun untuk mulai menafsirkan pengalaman Paskah sebagai hidupnya kembali tubuh Yesus yang sudah meninggal. Ketika Matius bercerita tentang Yesus yang bangkit kepada para murid, peristiwa itu terjadi di puncak sebuah gunung di Galilea, yang di situ Yesus muncul dari langit didukung oleh kekuatan surgawi. Harap diingat, bahwa ketika Matius menuliskan kisah ini, kisah Kenaikan Yesus masih belum masuk ke dalam tradisi.

Lukas mengikuti alur cerita Markus tentang para perempuan di makam, dengan mengatakan bahwa mereka tidak melihat Yesus di taman pada pagi hari Paskah. Namun, Lukas mengubah pembawa pesan menurut Markus menjadi dua malaekat. Ia juga mengubah lokasi peristiwa Paskah ke Yerusalem, dan secara spesifik membuang kata-kata Markus melalui si pembawa pesan bahwa Yesus akan menemui mereka di Galilea. Lukas telah menekankan secara dramatis sisi fisikal dari tubuh Yesus yang bangkit kembali. Di dalam Lukas, Yesus yang bangkit kembali berjalan, bicara, makan, mengajar dan menafsir. Ia juga muncul dan lenyap sesuka hati. Ia mengundang murid-muridnya untuk menyentuh tubuhnya. Ia menekankan bahwa ia bukan hantu. AKhirnya, untuk melenyapkan Yesus yang secara fisik hidup kembali, Lukas menciptakan kisah Kenaikan Yesus.

Namun, bahkan di dalam cerita Kenaikan, Lukas tidak konsisten. Pada bab terakhir dari Injilnya, Kenaikan terjadi pada hari Paskah Minggu petang. Dalam bab pertama kitab Kisah Para Rasul (Acts), yang juga ditulis oleh Lukas, Kenaikan terjadi 40 hari setelah Paskah. Sedangkan pembawa pesan dalam Injil Markus, yang berubah menjadi malaekat dalam Injil Matius, menyuruh para murid pergi ke Galilea untuk bertemu dengan Kristus yang telah bangkit, sedangkan Lukas secara spesifik mengingkari kisah kebangkitan yang berkaitan dengan Galilea. Ia memerintahkan para murid untuk tetap tinggal di Yerusalem sampai mereka memperoleh kekuatan dari surga. Jadi dongeng itu terus berkembang.

Di dalam Yohanes--Injil Keempat (tahun 90-100 M)--sifat fisikal dari Kebangkitan itu lebih ditekankan lagi. Dalam bab 20 dari Injil itu, Yesus tampak pertama kali kepada Maria Magdalena di taman dan berkata kepadanya, "Maria, jangan melekat kepadaku." Orang tidak bisa melekat kepada sesuatu yang non-fisikal. Lalu Yohanes mengatakan bahwa Yesus segera naik ke surga sebelum muncul kembali--mungkin dari surga--pada malam itu kepada para murid, yang di situ tidak termasuk Thomas. Sekalipun Yesus tampaknya mampu memasuki sebuah ruangan yang jendelanya tertutup dan pintunya terkunci, ia sekali lagi ditampilkan sebagai benar-benar bertubuh fisikal. Sifat fisikal ini diperkuat lagi seminggu kemudian ketika Yesus tampak untuk kedua kali para murid, kali ini termasuk Thomas. Di dalam kisah inilah Thomas diundang untuk memeriksa lubang bekas paku dan lubang di tubuh Yesus bekas ditusuk tombak. Semua penampakan ini terjadi di Yerusalem.

Bab 21 dari Injil Yohanes mengisahkan penampakan di Galilea jauh sesudah itu, ketika para murid telah kembali pada pekerjaan mereka sebagai nelayan. Di sini Yesus memerintahkan mereka untuk menangkap banyak ikan, tepatnya berjumlah 153 ekor. Lalu ia makan bersama mereka. Akhirnya, ia mengangkat kembali kedudukan Petrus setelah yang belakangan ini tiga kali mengingkarinya.

Dongeng Paskah tampaknya berkembang cukup dramatis selama tahun-tahun itu. Sesuatu telah terjadi setelah penyaliban Yesus yang menyebabkan para murid yakin bahwa Yesus masuk ke dalam kehidupan kekal Tuhan dan dengan demikian mereka bisa mengaksesnya sebagai kehadiran yang hidup. Pengalaman ini begitu mendalam sehingga para murid, yang ketika Yesus ditangkap melarikan diri ketakutan, sekarang telah mendapat kekuatan dan bahkan bersedia mati demi kebenaran apa yang mereka saksikan. Pengalaman ini begitu kuat sehingga mampu mengubah pandangan para murid Yesus yang Yahudi itu untuk memahami kembali Tuhan kaum Yahudi sedemikian rupa sehingga Yesus dapat dipahami sebagai bagian dari apakah Tuhan itu. Akhirnya, pengalaman ini begitu mendalam sehingga akhirnya menciptakan, pada hari pertama minggu itu, sebuah hari libur baru yang berbeda dari hari Sabat, sehingga memungkinkan kaum kr****n menandai momen yang transformatif ini dengan suatu tindakan liturgis yang disebut "memecah roti".

Bila data alkitabiah ini dikumpulkan dan diperiksa dengan teliti, akan tampak jelas dua hal. Pertama, sesuatu kekuatan besar mencengkeram para murid sesudah peristiwa penyaliban yang telah mengubah hidup mereka. Kedua, lima puluh tahun berlalu sebelum pengalaman transformatif itu DITAFSIRKAN sebagai kebangkitan dari Yesus, yang telah meninggal selama tiga hari, secara fisikal kembali ke dalam kehidupan dunia. Percakapan kita tentang makna Paskah harus berangkat dari titik di mana kedua realitas ini bertemu.

68
USKUP SPONG Q&A:

IrvingLetto dari Nova Scotia, Canada, menulis:

"Jika, seperti Anda katakan, tidak ada makam [Yesus] yang kosong, dan kisah-kisah mukjizat tidak menceritakan peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi dalam sejarah, apakah yang ada dalam diri Yesus yang begitu dalam memukau murid-murid pertama? Adakah sesuatu tentang Yesus dalam sejarah yang dapat saya acu untuk mengakarkan keyakinan kita sebagai orang kr****n untuk melihat Yesus sebagai ikon iman?"


USKUP SPONG:

Irving yang baik,

Oleh karena saya rasa kita bisa mendokumentasikan bahwa cerita tentang makam yang kosong dan cerita-cerita mukjizat yang terdapat dalam Alkitab adalah tambahan-tambahan belakangan pada kisah Yesus, pertanyaan Anda sesungguhnya membawa kita kepada masalah pengalaman [tentang] Yesus. Pengalaman Yesus itulah yang membuat orang melihatnya sebagai mengalahkan maut dan sebagai tokoh mesianik yang di sekelilingnya belakangan berkembang cerita-cerita mukjizat.

Saya melihat, pengalaman Yesus yang utama adalah sebagai penghancur dinding-dinding batas. Kemanusiaannya dan kesadarannya tampak bagi saya begitu utuh dan begitu luas sehingga ia mampu melepaskan diri dari dorongan survival manusiawi yang mendasar, yang mengikat begitu banyak di antara kita yang kurang berkembang penuh. Tidak seperti kita, tampaknya ia tidak membutuhkan dinding rasa-aman untuk bersembunyi di baliknya. Dengan demikian ia bisa melangkah melampaui dinding-dinding batas antara suku, prasangka, rasa-bersalah dan bahkan agama ke dalam dimensi baru tentang apa artinya menjadi manusia, dan inilah yang membuat orang mengalami Tuhan yang ada di dalam dirinya. Panggilannya kepada kita bukan untuk menjadi religius, melainkan untuk menjadi manusiawi dan menjadi utuh.

Itulah yang ingin disampaikan oleh setiap simbol dalam Alkitab, mulai dari kelahirannya yang seperti mukjizat sampai makamnya yang kosong, sehingga kita bisa membacanya sebagai pintu menuju makna Tuhan."

-John Shelby Spong-

69
Diskusi Umum / Nibbana, Atta & Anatta
« on: 24 February 2009, 01:12:14 AM »

     "Atthangatassa na pamánam atthi
     Yena nam vajju tam tassa natthi
     Sabbesu dhammesu samúhatesu
     Samúhatá vádapathá pi sabbetii"

     (Suttanipáta, Upasívamánavapucchá)

     "Tentang dia yang telah pergi, tiada lagi ukuran
     Tentang dia tiada apa pun yang dapat dikatakan ada
     Ketika segala sesuatu telah tanggal seluruhnya
     Segala cara menyebut pun tanggal seluruhnya."



I. NIBBÁNA, ATTÁ, & ANATTÁ
oleh: Ñánavíra Thera

Adalah sebuah kesalahan umum utk menganggap bahwa sebuah kuantitas negatif sebagai ketidakadaan (nothing), dan kemudian, entah bagaimana, itu dianggap 'tidak ada'. Sebuah kuantitas negatif mendeskripsikan sebuah operasi pengurangan: pengurangan mengekspresikan perbedaan antara keadaan sebelumnya dan keadaan sesudahnya. Misalkan kita memiliki 8 jeruk dalam sebuah tumpukan, dan 3 jeruk tersebut diambil dan dimakan, maka hanyalah 5 jeruk yg tinggal; dan dengan membandingkan tumpukan sebelum jeruk2x itu diambil dgn tumpukan sesudah jeruk2x itu diambil, kita dapat mengatakan tumpukan yg sekarang adalah tumpukan sebelumnya 'minus 3 jeruk'. Perbedaan kedua tumpukan itu diekspresikan sebagai sebuah kuantitas negatif, tapi tidak seorangpun mengatakan bahwa perbedaannya 'tidaklah ada'. Bahkan jika semua jeruk diambil sehingga tidak ada yg tersisa, sebuah perbandingan memberikan perbedaan sebagai minus delapan, bukan sebagai tidak ada; dan lagi, perbedaan itu bukanlah sebuah fiksi.

Dg cara yg persis, sebuah pernyataan bahwa nibbána, atau kepadaman, adalah negatif, itu adalah sebuah penghancuran atau sebuah ketidak hadiran atau sebuah pengakhiran, tidak berarti bahwa ia 'tidak eksis', tidak juga berarti bahwa ada sesuatu yg mistik atau tidak nyata, bukan pula berarti tidak ada apa-apa; sederhananya, seperti yg kita lihat, nibbána adalah perbedaan mendasar antara keadaan sebelumnya dg keadaan sesudahnya, antara seorang biasa dan seorang arahat.

Apa yg Sang Buddha katakan tentang nibbána? Kita akan sulit menemukan deskripsi yg lebih lengkap daripada yg ditawarkan Sutta berikut.

     Vuttam hetam bhagavatá arahatáti me sutam. Dvemá
     bhikkhave nibbánadhátuyo. Katamá dve. Saupádisesá ca nibbánadhátu
     anupádisesá ca nibbánadhátu. Katamá ca bhikkhave saupádisesá
     nibbánadhátu. Idha bhikkhave bhikkhu araham hoti khínásavo
     vusitavá katakaraníyo ohitabháro anuppattasadattho
     parikkhínabhavasamyojano sammadaññávimutto. Tassa titthanteva
     pañcindriyáni, yesam avighátattá manápámanápam paccanubhoti,
     sukhadukkham patisamvediyati. Tassa yo rágakkhayo dosakkhayo
     mohakkhayo, ayam vuccati bhikkhave saupádisesá nibbánadhátu.
     Katamá ca bhikkhave anupádisesá nibbánadhátu. Idha bhikkhave
     bhikkhu araham hoti khínásavo vusitavá katakaraníyo ohitabháro
     anuppattasadattho parikkhínabhavasamyojano sammadaññávimutto.
     Tassa idheva bhikkhave sabbavedayitáni anabhinanditáni
     sítibhavissanti, ayam vuccati bhikkhave anupádisesá nibbánadhátu.

     Imá kho bhikkhave dve nibbánadhátuyoti.
     Etam attham bhagavá avoca, tatthetam iti vuccati:

     Duve imá cakkhumatá pakásitá
     Nibbánadhátú anissitena tádina,
     Eká hi dhátu idha ditthadhammika
     Saupádisesá bhavanettisankhayá,
     Anupádisesá pana samparáyiká
     Yamhi nirujjhanti bhaváni sabbaso.
     Ye etad aññáya padam asankhatam
     Vimuttacittá bhavanettisankhayá,
     Te dhammasárádhigamá khaye ratá
     Pahamsu te sabbabhaváni tádinoti.

     Ayam pi attho vutto bhagavá iti me suttanti.

     (Itivuttaka, Dukanipáta, II,7)

     "Saya mendengar ini dikatakan oleh Sang Bhagava, Sang Arahat:
     'Para bhikkhu, ada dua Unsur Kepadaman (nibbaanadhaatu). Apakah
     yang dua itu? Unsur Kepadaman Dengan Sisa (saupaadisesaa) dan
     Unsur Kepadaman Tanpa Sisa (anupaadisesaa).

     Para bhikkhu, yang manakah Unsur Kepadaman Dengan Sisa? Para
     bhikkhu, seorang bhikkhu adalah Arahat, yang arus kotoran batinnya
     (asava) telah musnah, yang telah menjalani hidup dan melakukan apa
     yang harus dilakukan, telah meletakkan beban, mencapai
     kesejahteraannya sendiri, memusnahkan kelekatan pada kehidupan,
     yang bebas melalui pemahaman benar. Di dalam dirinya tersisa lima
     daya (indriyaa); karena belum hancur ia menderita hal-hal yang enak
     dan yang tidak enak, ia mengalami hal-hal yang nikmat dan yang
     menyakitkan. Musnahnya nafsu, kebencian dan ketidaktahuan, para
     bhikkhu, itulah yang dinamakan Unsur Kepadaman Dengan Sisa.

     Para bhikkhu, yang manakah Unsur Kepadaman Tanpa Sisa? Para
     bhikkhu, seorang bhikkhu adalah Arahat ...(dst)... Para bhikkhu, semua
     perasaannya, yang tidak lagi menyenangi apa yang ada di sini
     sekarang, akan menjadi dingin; inilah, para bhikkhu, yang dinamakan
     Unsur Kepadaman Tanpa Sisa.

     Inilah, para bhikkhu, kedua Unsur Kepadaman.'

     Sang Bhagava mengucapkan kata-kata itu. Ini pula yang dikatakannya:

     'Kedua Unsur Kepadaman ini telah dijelaskan Oleh Yang Tak
     Terbelenggu, Sang Suci, Sang Waspada:
     Di sini, melalui penghancuran semua yang membawa pada keberadaan,
     Satu Unsur Dengan Sisa masih ada, dalam hidup ini;
     Dan satu Unsur Tanpa Sisa, yang akan datang
     Di mana makhluk-makhluk (eksistensi) semuanya berakhir.
     Batin mereka yang mengetahui keadaan tak terbentuk ini
     Bebas, melalui penghancuran semua yang membawa pada kehidupan:
     Intisari Ajaran tercapai, orang-orang ini bersukacita
     Dalam penghancuran, segala keberadaan ditanggalkan.'

     Kata-kata ini juga diucapkan oleh Sang Bhagava, demikian kudengar."



Kelima khandhá, atau kelompok, yg membentuk sebuah mahkluk hidup bersama dg seluruh pengalamannya akan dunia, berada dalam sebuah kondisi perubahan terus-menerus. Mereka secara berkesinambungan muncul dan lenyap kembali, dan walaupun tubuh tampak dalam perubahan lebih lambat, perubahan pada bathin dapat dilihat susul-menyusul dalam urutan yg cepat; selama ada rága, dosa dan moha, atau nafsu, kebencian dan delusi, belum dihancurkan, kelima kelompok ini akan terus muncul dari kehidupan yg satu ke kehidupan yg lain.

     Rágam appaháya dosam appaháya moham appaháya na
     parimuccati játiyá....

     (Anguttara II,i,6)
   
     Tanpa meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, tidak ada yg bebas
     dari kelahiran...

   
Arahat adalah orang yg telah berhasil dalam menghancurkan, selamanya, nafsunya, kebencian dan delusi: penghancuran ini, seperti yg kita lihat, dikenal sebagai saupádisesá nibbánadhátu, atau Unsur Kepadaman dg Sisa. Yg tersisa -- dikarenakan nafsu, kebencian, dan delusi yg dulu -- terdiri dari lima indra Arahat -- mata, telinga, hidung, lidah, dan tubuh -- mengakibatkan ia dapat mengalami sensasi menyenangkan dan menyakitkan selagi ia hidup. Namun ia tidak bersukacita  ataupun terpengaruh dalam berbagai perasaan itu, karena ia telah menghancurkan nafsu, kebencian, dan delusi; dan ketika ia mati perasaan inipun berakhir. Bisa dikatakan: kelima indranya hancur ketika kematian, dan karena telah memusnahkan nafsu, kebencian, dan delusi, ia terbebas dari kelahiran; indra-indranya tidak akan muncul lagi sebagai eksistensi, dan konsekuensinya tidak ada lagi sensasi baru yg bergantung pada itu -- dg kata lain, perasaannya 'akan menjadi dingin':

     Seyyathápi bhikkhave telañca paticca vattiñca teladípo
     jháyeyya, tasseva telassa ca vattiyá ca pariyádáná anáháro
     nibbáyeyya; evameva kho bhikkhave bhikkhu káyapariyantikam
     vedanam vediyamáno, Káyapariyantikam vedanam vediyámíti pajánáti,
     jívitapariyantikam vedanam vediyamáno, Jívitapariyantikam vedanam
     vediyámíti pajánáti, Káyassa bhedá uddham jívitapariyádáná idheva
     sabbavedayitáni anabhinanditáni sítibhavissantíti pajánátíti.

     (Vedaná Samyutta, 7)

     Bhikku, seperti sebuah lampu minyak yg bergantung pada minyak dan
     sumbu, dan sesederhana ketika kehabisan minyak dan sumbu, sehingga
     tanpa pendukung, lampu tersebut padam; Demikianlah, bhikkhu, ketika
     seorang bhikkhu merasakan tubuhnya akan berakhir, ia mengerti 'Saya
     merasakan tubuh ini akan berakhir', dan ketika ia merasakan hidupnya
     akan berakhir, ia mengerti 'saya merasakan hidup ini akan berakhir', dan
     dia mengerti 'Dengan berakhirnya tubuh ini dan dengan berakhirnya
     hidup ini, semua perasaan tidak bersukacita di dalamnya, di sini dan
     sekarang akan menjadi dingin'.

   
Bukan hanya perasaan2 yg berakhir ketika kematian seorang arahat, namun kelima kelompok, tercerai, dan tidak pernah muncul lagi:

     Abhedi káyo, nirodhi saññá, vedaná sítibhavimsu sabbá,
     Vúpasamimsu sankhárá, viññánam attham agamáti.

     (Udána, VIII,9)

     Tubuh hancur, pencerapan berakhir, semua perasaan menjadi dingin,
     Bentukan mental reda sepenuhnya, kesadaraan mati.


Inilah yg disebut anupádisesá nibbánadhátu, atau Unsur Kepadaman Tanpa Sisa.

Hal yg penting utk diketahui pada kedua Unsur Kepadaman ini adalah keduannya merupakan penghancuran atau pengakhiran. Unsur Kepadaman Dengan Sisa adalah penghancuran nafsu, kebencian dan delusi: inilah yg dihancurkan, bukan sisanya -- indra-indra -- bukan pula sensasi yg bergantung pada itu, inilah yg disebut Unsur Kepadaman. (Sama halnya dengan absennya penyakit kita sebut 'sehat', dan bukan tubuh itu sendiri yg dapat dikatakan 'memiliki kesehatan' atau 'menjadi sehat'.) Kehancuran ini, kemudian, adalah permanen, karena nafsu, kebencian dan delusi telah dihancurkan, tidak pernah muncul lagi dalam hidup ini ataupun sesudahnya: dan juga, karena keberadaan ketiga hal ini adalah perlu agar penderitaan batin dapat muncul, penghancuran ini, Unsur Kepadaman, adalah menyenangkan, dalam artian absennya penderitaan batin adalah menyenangkan. (Penderitaan fisik, seperti yg kita lihat, tidak terpengaruh sepanjang, indra2 masih ada) Dengan Unsur Kepadaman Tanpa Sisa, sisanya -- indra2 -- yg sebelumnya tidak hancur, sekarang hancur, dan akhirnya kelima kelompok berakhir utk muncul. Kepadaman ini sendiripun -- pengakhiran final -- bersifat permanen, dan menyenangkan dalam artian absennya seluruh perasaan baik itu batin maupun fisik.

     Tatra kho áyasmá Sáriputto bhikkhú ámantesi, Sukham idam ávuso
     nibbánam, sukham idam ávuso nibbánanti. Evam vutte áyasmá Udáyi
     áyasmantam Sáriputtam etad avoca, Kim panettha ávuso Sáriputta
     sukham yad ettha natthi vedayitanti. Etad eva khvettha ávuso sukham
     yad ettha natthi vedayitam.

     (Anguttara IX,34)

     YM Sáriputta mengatakan kepada bhikkhu, 'Kepadaman ini sahabat,
     adalah menyenangkan.' Ketika ini dikatakan, YM Udáyi berkata kepada
     YM Sáriputta, 'Tapi, sahabat Sáriputta, apa yg menyenangkan di sini,
     berhubung tidak ada perasaan?'
     'Karena itulah, sahabat, menyenangkan di sini, bahwa di sini tidak ada
     perasaan.'

   
Jadi, tidak satupun dari kedua Unsur Kepadaman ini yg dikatakan mengandung atau teridir dari semua atau salah satu dari lima kelompok; keduanya dinyatakan dalam pengertian absennya hal2 yg tidak diinginkan; keduanya adalah permanen dan menyenangkan. Maka Nibbána atau kepadaman, adalah negatif, sebagaimana 'minus tiga jeruk' adalah negative; tetapi seperti halnya di sana harus ada tumpukan jeruk terleih dahulu sebelum kita dapat mengatakan 'minus tiga jeruk', harus ada sebuah mahkluk hidup yg penuh oleh nafsu, kebencian dan delusi terlebih dahulu, sebelum kita dapat mengatakan 'nibbána'. Nibbána bukanlah tidak ada apa-apa: itu adalah sebuah pengakhiran dari proses eksistensi.

70
Diskusi Umum / Aktifitas Sangha Makin Parah
« on: 18 February 2009, 10:08:41 AM »
2 hari yg lalu ada seorang bhikkhu datang memberi saya sebuah kartu gambar buddha.
dia berkata "a mi to fo".
memakai jubah kuning, sepatu shaolin, topi petani.
saya mengambil kartu itu dan meletakkannya di meja.
saya cuma berkata "terima kasih"
kemudian dia berkata "sum-ba-ngan" sambil menunjukkan sebuah photo.
di photo itu ada gambar bangunan yg belum siap.
kemudian saya berkata "tidak".
kelihatannya dia kecewa, saya tidak mau menyumbang.
dia memperlihatkan buku jumlah2 sumbangan.
saya cuekin saja, karena bagi saya ia mengganggu saya.
kemudian ia pergi, & tidak lupa ia mengambil kembali kartu buddha tsb...

wtf, emgnya sangha jualan kartu dragon ball... eh kartu buddha?



(ini kejadian kedua kali di kota saya... :( sungguh memalukan sangha...)

71
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi / Bahasa Indonesia
« on: 14 February 2009, 03:39:30 PM »
download = unduh
upload = ??

72
Diskusi Umum / meditasi booster
« on: 09 February 2009, 09:18:44 AM »
kalau benda2 memabukkan melemahkan kesadaran,
apakah mandi air dingin & kopi bisa dikategorikan meningkatkan kesadaran utk membantu meditasi?

73
Diskusi Umum / Kabur dari Kota
« on: 07 February 2009, 02:46:47 PM »
Getting Out of the City ~ The Hidden Dangers of Duality and Spiritual Materialis
Meninggalkan Kota ~ Bahaya Terselubung dari Dualitas dan Materialistis Spiritual

Sharing sessions at the 10 Day Silent Illumination Retreat held at the Dharma Drum Retreat Center, Pine Bush, New York, Oct 10, 2004
Berbagi pengalaman 10 hari retret di Dharma Drum Retreat Center, Pine Bush, Newyork, 10 Oktober 2004

Many Buddhists these days are leaving the city. Urban life is hectic, frantic and scattered. So it makes sense that practitioners who want to slow down to live at a pace that is sane are deciding to move out into the countryside. In fact, anybody who wants to slow down their life enough to enjoy it has my full support. But in all things, intention matters. And acts born of fear are to be discouraged.
Banyak buddhist yg meninggalkan kota sekarang. Kehidupan kota terlalu ramai, gelisah, dan pecah. Jadi baik kalau pemeditasi pindah ke daerah pedesaan. Saya sih mendukung siapapun yg ingin menikmati hidupnya yg lebih sederhana. Tapi apa dulu niatnya? Kalau tindakannya lahir dari rasa takut, maka saya tidak mendukung.

It is foolish to leave the city because one is afraid of it. Running away from our problems is an act of ignorance.
Bodoh kalau lari dari kota karena takut. Lari dari masalah tu sebuah kebodohan bathin.

There are many practitioners who are falling for this trap. They are deeply sincere in their commitment to the Dharma. I acknowledged and applaud that sincerity. The trap is very subtle. It is no surprise that many fall for it.
Banyak pemeditasi yg jatuh ke jebakan ini. Mereka udah sangattt tulus junjungin Dhamma. Saya akuin ketulusannya. Tapi Jebakan ini sangat halus, jadi ga heranlah kalau banyak yg kena.

There are two concepts that work in combination to create the pitfall: spiritual materialism and thinking that nirvana is separate from samsara.
Ada 2 konsep yg bekerja menciptakan jebakan betmen ini: materialistis spiritual(1) dan berpikir nirvana terpisah dari samsara(2)

Spiritual materialism
The spiritual materialist is lurking within all practitioners to some degree. It is that part of us that wants to make spiritual practice a credential; something to be proud of; something to rely on for happiness. The average materialist relies on things like status, wealth, attainment, fame and the like. In each case, the materialist seeks out objects that he thinks will bring him happiness. He thinks, "I am working hard now, and I am not happy. But that does not matter because soon I will have a promotion (or new car, or beautiful partner … whatever really) and then I will be happy. After that I will be loved, and I will never have to be afraid or feel incomplete ever again." This is the way that most people think. It is natural. But it is this kind of thinking that makes life go round in endless cycles of suffering. This problem is clear to all of those who are sincerely committed to spiritual practice. "How can happiness come from getting a promotion?" says the practitioner. "No. Happiness must come from within," he concludes. So far so good. But what happens when the practitioner says, "I must become proficient in practice, and only then can I be happy. Only then will I have the capacity to help others"? Essentially, he or she is doing the same thing as the materialist, except the materialist waits for worldly promotion while the spiritual materialist waits for spiritual promotion. "Once I have eradicated all scattered thoughts … Once I can consistently enter samadhi … Once I have seen the Nature … only then …."
Materialistis Spiritual
Penyakit materialistis spiritual  terjadi pada setiap pemeditasi sampai taraf tertentu. Ini yg membuat latihan spiritual penting bagi kita; membanggakan; menghasilkan kebahagiaan. Materialis biasa bergantung pada status, kekayaan, pencapaian, pamor, dst... Materialistis mencari-cari objek yg bikin mereka hepi. Dia pikir, "Ga apalah gw skr kerja keras n ga hepi. Yg penting nanti dapet promosi (atau dapat mobil baru, atau pasangan sexy ... dll), saya jadi hepi. Setelah itu gw akan dicintai, tidak ada takut lagi atau merasa kurang." Inilah cara hampir semua orang berpikir. Ini alami. Namun berpikir kek gini bikin hidup terus berputar dalam lingkaran penderitaan tak terbatas. Masalah ini jelas sekali bagi setiap orang yg berteguh pada latihannya. "Gimana hepi bisa datang dari promosi?" kata pemeditasi. "Bukan, hepi datang bersamaan" dia pikir. Okelah. Tapi apa yg terjadi kalau pemeditasi mikir, "Gw harus ahli dalam meditasi, jika demikian baru gw hepi. Hanya begitu baru gw mampu nolong orang"? Intinya sih, yg dia lakukan sama aja dg materialistis, kecuali materialistis bergantung pada obek duniawi, sedangkan dia pada objek spiritual. "Ketika gw udah menghapus pikiran yg kemana2... Ketika gw udah bisa gampang masuk samadi.. Ketika gw dah lihat hakekat sebenarnya ... hanya ketika itulah... (gw hepi)..."


Practice in the world of samsara: nirvana is rooted in samsara
There are some who are looking for a bit of bliss to escape the world. It is no good to engage in such "state-chasing". It is addiction of a different kind. But what of those who are not just looking for the bliss of samadhi? What if they genuinely want to help others but feel that they are not strong enough to do so? Do I still criticize those people? Yes, I do. The problem is subtle. I have noticed that many of those who are leaving the cities are high-achievers. They are very capable, diligent and sincere people. And there is nothing wrong with being a high-achiever; in fact, it can be a very good thing. But all good things go wrong when not understood properly. One way that the high-achiever mindset can go wrong in the context of practice is when one seeks out the "perfect" conditions for practice. I know a practitioner who made a fervent vow to attain Buddhahood. First he tried meditating in the city. But it was too noisy. How can anyone not be distracted by the crazy people, the barking dogs, the honking cars? So then he moved to the countryside. He lived as a hermit by a stream. "What a peaceful place," he thought, "Finally, I can settle down into my practice." But once he sat and closed his eyes, he noticed that the stream was full of frogs and insects and birds. None of them would shut up! So then he removed himself deep into a cave in the mountains. It was so dark he could not even see his own hands. What a perfect place for practice. But there was a problem – the whispers of the wind. Unwilling to give up hope, he stuffed up his ears with earplugs. At this point he was disturbed by nothing … except the beating of his own heart. In the end he told me that practice is impossible in this world. This practitioner spent so much of his time looking for "perfect" conditions for practice that he had none left for practice itself. No wonder he could not stand the beating of his own heart.
Berlatihlah di samsara: nirvana berakar di samsara
Ada beberapa yg mencari bis... eh bliss (kebahagiaan) untuk keluar dari dunia. Tidaklah baik mengejar2 kondisi begini. Ada tambahan lain lagi. Bagaimana kalau mereka bukan cuma cari bliss di samadhi? Gimana kalau mereka sebenarnya mo bantu orang lain tapi ga cukup kuat? Apa kamu masih kritik orang ini? YA, SAYA KRITIK. Masalahnya sangat halus. Saya melihat orang yg meninggalkan kota adalah orang yg sudah mahir. Mereka orang yg mampu, pintar dan tulus. Tidak ada salahnya menjadi mahir; Kenyataannya adalah itu merupakan hal yg sangaaat baik. Tapi hal baik bisa jadi buruk kalau salah pengertian. Salah satunya jika mereka mencari kondisi "sempurna" utk berlatih. Saya tau mereka bersemangat utk mencapai Kebuddhaan sesuai sumpah mereka. Pertama ia berlatih di kota. Terlalu ribut. Siapa yg tidak terganggu dg orang2 gila, gongongan anjing, klatson mobil? Pindah ke pedesaan. Hidup sbg pertapa di pinggir sungai. "Tempat yg sangat damai", pikirnya. "Sekarang gw bisa mantap latihan." Tapi baru duduk dan tutup mata, ia denger suara kodok, serangga & burung. Mereka ga mo diam! Jadi dia pindah ke gua. Gelap banget sampai2 dia ga bisa liat tangannya sendiri. Tempat yg sempurna. Tapi ada 1 masalah --- ada deru angin. Udahlah, sumbat telinga ini. Wah udah ga ada yg ganggu... kecuali... detak jantungnya sendiri... Akhirnya dia berkata tidak mungkin berlatih di dunia ini. Pemeditasi ini menghabiskan waktu utk mencari kondisi "sempurna" utk berlatih tapi ga ada. Tidak heran dia tidak dapat mengatasi detak jantungnya sendiri.


to be continue
ke wc dolo yah

74
Sutta Vinaya / SN 35.23: Sabba Sutta
« on: 31 January 2009, 03:15:55 PM »
Semua

"Bhikkhu, Aku akan mengajarkan kamu tentang Semua. Dengarkan dan perhatikan yang kukatakan."

"Baik, bhante" jawab para bhikkhu.

Yang Terberkahi berkata, "Apakah itu Semua? Semua adalah mata & wujud, telinga & suara, hidung & aroma, lidah & rasa, tubuh & sensasi sentuhan, intelektual & ide-ide. Inilah, bhikkhu, yang disebut dengan Semua. Siapapun yang berkata, "Terlepas dari semua ini, aku akan menjelaskan yang lain," jika ditanyakan dengan dasar apa perkataannya, dia tidak akan mampu menjelaskannya, dan kemudian hanya menghasilkan kekecewaan. Kenapa? Karena hal itu berada di luar jangkauan.

75
Meditasi / Ajahn Chah - Kulit Pisang
« on: 24 January 2009, 12:36:22 PM »
Kulit Pisang

Ketika kamu melihat sesuatu di dunia ini seperti kulit pisang yg tak ada harganya bagimu, maka kamu akan bebas berjalan di dunia tanpa terhanyut, tanpa terganggu, tanpa tersakiti dg cara apapun oleh berbagai hal yg datang dan pergi, tidak perduli menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Inilah jalan yg akan mengarahkan kamu ke kebebasan.







karena tidak ada board khusus Ajahn Chah, jadi numpang di board pendahulunya saja, Ajahn Mun

Pages: 1 2 3 4 [5] 6 7 8
anything