//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Tentang anak dan ortu  (Read 2100 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline aditya

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 173
  • Reputasi: 16
Tentang anak dan ortu
« on: 21 July 2008, 10:35:21 AM »
 _/\_,
Tulisan ini sebenarnya jg sudah sy post di thread untuk sekolah minggu.
Biar yang lain yang ga hobby masuk ke thread sekolah minggu, maka sy copykan disini.

Pengalaman ini menginspirasi sy.
Semoga jg menginspirasi anda.

Baru kemarin sy tiba dari satu tempat latihan meditasi di Blitar Jawa Timur, untuk menghadiri undangan dari suatu organisasi pemuda buddhis yang bikin acara disana sekaligus latihan meditasi.

Tapi bukan hy itu yg sy dapat, sy dapat 'special gift' disana..., sy mendapatkan kesempatan langkah untuk diskusi secara empat mata + dua jam lebih dengan bhante uttamo (yang akan bervassa disana) dan juga mengisi acara yang sama....

Banyak pencerahan dan tambahan dhamma dari sana... laugh

Salah satunya kita jg ngebahas 'ide liar' ttg pendidikan anak buddhis, yang akan sy sharekan disini....

(Hasil diskusi sy dan bhante, dalam sudut pandang penulisan sy. Jadi kalo ada kesalahan ato tidak relevan dengan dhamma jelas merupakan kesalahan sy dalam menginterpretasikan hasil diskusi sy)
Mendidik anak jelas adalah tanggung-jawab kita sebagai ortu buddhist.
Kata bhante, kalo kita dapet ato py makanan enak, trus kita makan sendiri tanpa bagikan ke anak kita, tuh namanya kita ortu egois n jelas ga hidup sesuai dhamma...
Karena dhamma adalah 'makanan enak' maka kita jelas py kewajiban tuk share ke anak-anak kita dari dini

Anak kayak harddisk kosong,
Yang lama ato sebentar akan diformat oleh kehidupan
Daripada ntar formatnya salah bentuk oleh lingkungan n sekolahnya
mending sedari awal kita harus berani dan jujur untuk melakukan format pada anak kita sendiri
Generasi buddhis yang sekarang umurnya 30 - 50 thn kebanyakan adalah hasil format dari 'pencarian' oleh diri sendiri dan bukan dibentuk oleh orang tua mereka, termasuk saya.
Butuh effort yang luar biasa, dan kehilangan begitu banyak generasi buddhis, sampai tersisa beberapa gelintir 'freak'  Grin, yang bertahan dan melakukan format ulang pada dirinya sendiri agar bisa belajar dan praktek dhamma dengan benar.
Kata bhante, itupun hasil formatnya pasti ga bisa bersih-bersih benar, banyak sekali kontaminan pikiran yang ga relevan dengan dhamma, tetap nyantol di pikiran kita semua sampai sekarang.

Meskipun begitu,
bukan berarti anak-anak kita dan generasi berikutnya harus mengikuti pola yang sama
Maka melakukan format pada anak-anak kita dengan berani memberikan dan share ttg dhamma secara lugas, apa adanya, dan lengkap pada anak2 kita jadi salah satu option format yang lain.

Apakah ini bukan salah satu bentuk pemaksaan dogma juga, seperti di tetangga?

Sebagaian besar generasi buddhis diatas 30an akan bilang ttg hal ini..., dan akan menyerahkan format anak2 mereka sepenuhnya dengan menggunakan dalil 'karma' , biarlah kalo dah karmanya kan anak tuh sendiri pasti kenal dhamma juga, ga usah dipaksakan dsb dsb....

Jawaban bhante atas pertanyaan ini sunggu menarik. Semua ungkapan -- dogma, hukum, adat, bahkan agama sendiri adalah simbol. Tetapi bukan berarti kita tidak membutuhkan simbol itu diawal. Kalo kita makan daging kelapa, tetap kita harus beli dan butuh batoknya juga. Meski kita ga boleh melekat ke batok tsb.

Hidup ini udah penuh dogma. 1 +  1 = 2 saja sudah dogma. Berhitung itu urut dari 1, 2, 3, dst itu juga dogma. Apa salahnya kita menambahkan satu 'dogma' baru lagi dalam kehidupan ini? Masalahnya bukan di dogma-nya, tapi bagaimana cara kita menggunakan dan tau kapan kita harus melepasnya.... Smiley

Yang pasti....,
Hal ini akan selalu diwarna pro ama kontra dan perdebatan...
so ga usah terlarut di pro kontranya...
Tapi yg setuju segera saja action
minimal dari diri sendiri, dari anak-anak kita sendiri
dan biarlah lingkaran pengaruh akan melebar sendiri seiiring dengan hasil yang ada...

Cerita dari bhante...
Salah satu umat bhante, suami-isteri buddhis sudah menerapkan cara ini pada anak mereka sendiri
mulai dari dalam kandungan bahkan dah dikenalin ama paritta2, dsb
Saat sekolah, pas pagi hari ada acara doa bersama...
Semua anak sekelas pada berdoa kecuali  tuh anak.., yang malah asik pelototin temen2nya yang berdoa
Ibu guru yang melihat hal itu, segera menegur si anak,
"Anak kenapa kamu tidak berdoa, seperti temen2 yang lain?"
Si anak menjawab dengan lugas dan cepat.
"Ibu guru sendiri kenapa juga ga berdoa? Buktinya ibu bisa liat sy ga berdoa....."

.......... Smiley
Semoga menginspirasi

 

anything