//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)  (Read 35884 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #105 on: 26 February 2011, 11:38:46 PM »
753) Ini adalah pengakuan yang dibuat oleh guru Jain bernama Nigāṇṭha Nātaputta pada MN 14.17, dan oleh Nigaṇṭha Nātaputta dan Pūraṇa Kassapa pada AN 9:38/iv.428-29. Fakta bahwa ia membuat penilaian buruk itu dan harus mengajukan pertanyaan membantah pengakuannya sebagai mahatahu.
.
754) Sama seperti BBS dan SBJ, kita harus membaca sussutaṁ dan dussutaṁ. sussataṁ dan dussataṁ dalam PTS jelas adalah kekeliruan.

755) MA: Posisi ini disebut geliat-belut (amarāvikkhepa) karena doktrinnya menggeliat ke sana kemari seperti belut yang menyelam masuk dan keluar dari air, dan dengan demikian adalah mustahil untuk memegangnya. Dalam Sāmaññaphala Sutta, posisi ini dianggap berasal dari Sañjaya Belaṭṭhiputta (DN 2.32/1.58-59). Cukup masuk akal bahwa para “geliat-belut” adalah suatu kelompok skeptis radikal yang mempertanyakan keseluruhan prospek pengetahuan yang tidak dapat dibantah sehubungan dengan isu-isu tertinggi.

756) MA: Ia tidak mampu menyimpan perbekalan makanan dan benda-benda kenikmatan lainnya untuk dinikmati kemudian.

757) Pada DN 29.26/iii.133, empat hal lain yang tidak dapat dilakukan oleh para Arahant disebutkan: ia tidak dapat melakukan perbuatan salah karena keinginan, kebencian, ketakutan, atau kebodohan.

758) Terjemahan paragraf ini mengikuti SBJ dan PTS. Versi BBS lebih lengkap.

759) Niyyātāro: Ñm menerjemahkan ini sebagai “para penuntun”, Horner menerjemahkan sebagai “para pemimpin besar”. Jelas keduanya mengikuti PED, yang menganggap niyyātar sebagai kata benda pelaku yang berhubungan dengan niyyāma(ka), pilot atau pengemudi. Tetapi niyyātar seharusnya adalah kata benda pelaku dari kata kerja niyyāti, “keluar (menuju pembebasan)”, dan dengan demikian, di sini diterjemahkan sebagai “yang terbebaskan”. Ini mungkin adalah satu-satunya tempat dalam Nikāya-Nikāya di mana kata ini muncul.

760) Mengenai ketiga guru para Ājivaka, baca MN 36.5 dan n.383. MA menjelaskan frasa puttamatāya puttā, “putra-putra mati dari para ibu”, dengan demikian: gagasan ini muncul padanya, “para Ājivaka telah mati; ibu mereka memiliki putra yang mati”.


SUTTA 77

761) Anāgataṁ vādapathaṁ. Ñm menerjemahkan “konsekuensi logis di masa depan dari suatu pernyataan”. Maknanya sepertinya adalah bahwa Sang Buddha memahami segala implikasi yang tidak diungkapkan [ ]dari doktrin-doktrin-Nya juga doktrin-doktrin lawan-Nya.

762) Dijelaskan secara lengkap dalam MN 10, ketujuh kelompok pertama “kondisi-kondisi yang bermanfaat” (§§15-21) membentuk ketiga puluh tujuh bantuan menuju pencerahan (bodhipakkhiyā dhammā).

763) Abhiññavosānapāramippatta. MA menjelaskan sebagai pencapaian Kearahatan. Ini mungkin adalah makna satu-satunya dari kata pārami dalam keempat Nikāya. Dalam literatur Theravāda belakangan, dimulai mungkin dari karya-karya seperti Buddhavaṁsa, kata ini bermakna kualitas sempurna yang harus dipenuhi oleh seorang Bodhisatta dalam banyak kehidupan untuk mencapai Kebuddhaan. Dalam konteks tersebut bersesuaian dengan pāramitā dari literatur Mahāyāna, walaupun daftar kualitas hanya bersesuaian sebagian.

764) MA menjelaskan pembebasan (vimokkha) di sini sebagai bermakna pikiran yang sepenuhnya (tetapi sementara) terbebas dari kondisi-kondisi yang berlawanan dan sepenuhnya (tetapi sementara) terbebaskan melalui kegembiraan dalam objek. Kebebasan pertama adalah pencapaian empat jhāna menggunakan suatu kasiṇa (baca §24 dan n.768) yang diturunkan dari objek warna dalam tubuh diri sendiri; ke dua adalah pencapaian jhāna-jhāna menggunakan kasiṇa yang diturunkan dari objek eksternal; ke tiga dapat dipahami sebagai pencapaian jhāna-jhāna melalui kasiṇa warna yang sangat murni dan indah atau empat brahmavihāra. Kebebasan selanjutnya adalah pencapaian tanpa materi dan pencapaian lenyapnya.

765) MA menjelaskan bahwa ini disebut landasan-landasan keunggulan (abhibhūyatana) karena mengungguli (abhibhavati, mengatasi) kondisi-kondisi berlawanan dan objek-objeknya, mengungguli kondisi-kondisi berlawanan dengan penerapan penawar yang sesuai, mengungguli objek-objeknya melalui munculnya pengetahuan.

766) MA: Meditator melakukan pekerjaan persiapan atas suatu bentuk internalmisalnya, mata yang biru untuk kasiṇa-biru, kulit untuk kasiṇa-kuning, darah untuk kasiṇa-merah, gigi untuk kasiṇa-putihtetapi gambaran konsentrasi (nimitta) muncul secara eksternal. “Mengungguli” bentuk-bentuk adalah pencapaian pencerapan bersama dengan munculnya gambaran. Persepsi “aku mengetahui, aku melihat” adalah perhatian (ābhoga) yang muncul setelah ia keluar dari pencapaian itu, bukan di dalam pencapaian. Landasan keunggulan ke dua berbeda dengan yang pertama hanya pada perluasan gambaran dari terbatas menjadi dimensi tanpa batas.

767) MA: landasan ke tiga dan ke empat melibatkan pekerjaan persiapan yang dilakukan atas suatu bentuk eksternal dan munculnya gambaran secara eksternal. Landasan ke lima hingga ke delapan berbeda dengan yang ke tiga dan ke empat dalam hal kemurnian dan kecemerlangan yang lebih tinggi pada warna-warnanya.

768) Kasiṇa adalah suatu objek meditasi yang diturunkan dari suatu alat fisik yang memberikan dukungan untuk memperoleh gambaran visual dalam batin. Demikianlah, misalnya, sebuah piringan yang terbuat dari tanah liat dapat digunakan sebagai objek permulaan untuk melatih kasiṇa-tanah, semangkuk air untuk melatih kasiṇa-air. Kasiṇa-kasiṇa dijelaskan secara terperinci dalam Vsm IV dan V. Akan tetapi, di sana, kasiṇa-ruang dibatasi pada ruang terbatas, dan kasiṇa-kesadaran digantikan dengan kasiṇa-cahaya.

769) Perumpamaan bagi jhāna-jhāna ini juga muncul dalam MN 39, seperti juga perumpamaan bagi ketiga jenis terakhir pengetahuan pada §§34-36.

770) §§ 29-36 menggambarkan delapan variasi dari pengetahuan yang lebih tinggi yang dalam Sāmaññaphala Sutta, disebutkan sebagai buah pertapaan yang tinggi.


SUTTA 78

771) MA: Taman itu dibangun oleh Ratu Mallikā, istri Raja Pasenadi dari Kosala, dan diperindah dengan pohon bunga-bungaan dan buah-buahan. Pada awalnya, hanya satu aula dibangun, yang menjelaskan asal namanya, tetapi setelah itu banyak aula di bangun. Banyak para brahmana dan pengembara berkumpul di sini untuk menjelaskan dan mendiskusikan ajaran-ajaran mereka.

772) MA: Pertama-tama Sang Buddha menunjukkan bidang Arahant, seorang yang melampaui latihan (yaitu, dengan menyebutkan sepuluh kualitas), kemudian Beliau menjelaskan garis besar yang berlaku untuk sekha, siswa dalam latihan yang lebih tinggi. Kata yang diterjemahkan sebagai “kebiasaan-kebiasaan” adalah sīla, yang dalam beberapa konteks dapat bermakna lebih luas daripada “moralitas”.

773) MA menjelaskan bahwa ini merujuk pada buah memasuki-arus, karena pada titik ini, moralitas pengendalian melalui Pātimokkha terpenuhi (dan, bagi seorang umat awam Buddhis, pelaksanaan Lima Aturan). MA juga menjelaskan paragraf berikutnya dengan merujuk pada jalan dan buah lokuttara lainnya. Walaupun teks sutta tidak secara langsung menyebutkan pencapaian-pencapaian ini, namun interpretasi komentar sepertinya dapat dibenarkan dengan frasa “lenyap tanpa sisa” (aparisesā nirujjhanti), karena hanya dengan pencapaian jalan dan buah itu berturut-turut maka lenyapnya kekotoran tertentu sepenuhnya dapat terjadi. Pandangan komentar lebih jauh lagi didukung oleh puncak keseluruhan khotbah ini dalam sosok seorang Arahant.

774) MA: Sejauh jalan memasuki-arus, ia dikatakan mempraktikkan pelenyapannya; ketika ia telah mencapai buah memasuki-arus, kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat itu dikatakan telah lenyap.

775) Paragraf ini menunjukkan Arahant, yang mempertahankan perilaku bermoral tetapi tidak mengidentifikasikan diri dengan moralitasnya dengan menganggapnya sebagai “aku” dan “milikku”. Karena kebiasaan-kebiasaan bermoralnya tidak lagi menghasilkan kamma, maka kebiasaan-kebiasaan itu dapat digambarkan sebagai “bermanfaat”.

776) MA: Sejauh jalan Kearahatan, ia dikatakan mempraktikkan pelenyapannya; ketika ia telah mencapai buah Kearahatan, kebiasaan-kebiasaan bermanfaat itu dikatakan telah lenyap.

777) MA: Ini merujuk pada jhāna pertama yang berhubungan dengan buah yang-tidak-kembali, jalan yang-tidak-kembali melenyapkan keinginan indria dan niat buruk, dan dengan demikian mencegah munculnya ketiga kehendak tidak bermanfaat di masa depanyaitu kehendak keinginan indria, niat buruk, dan kekejaman.

778) MA: Sejauh jalan yang-tidak-kembali ia dikatakan mempraktikkan pelenyapannya; ketika ia telah mencapai buah yang-tidak-kembali, kehendak-kehendak bermanfaat itu dikatakan telah lenyap.

779) MA: Ini merujuk pada jhāna ke dua yang berhubungan dengan buah Kearahatan.

780) MA: Sejauh jalan Kearahatan, ia dikatakan mempraktikkan pelenyapannya; ketika ia telah mencapai buah Kearahatan, kehendak-kehendak bermanfaat itu dikatakan telah lenyap. Kehendak-kehendak bermoral dari Arahant tidak digambarkan sebagai “bermanfaat”.

781) Baca MN 65.34.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #106 on: 27 February 2011, 09:01:49 AM »
SUTTA 79

782) Baca n.408.

783) Evaṁvaṇṇo attā hoti arogo param maraṇā. Kata arogo, [ ]biasanya berarti sehat, di sini harus dipahami sebagai berarti kekal. MA mengatakan bahwa ia berbicara dengan merujuk pada kelahiran kembali di alam surga dengan Keagungan Gemilang, padanan dari jhāna ke tiga, yang pernah didengarnya tanpa benar-benar pernah mencapainya. Pandangannya sepertinya termasuk dalam kelompok yang digambarkan pada MN 102.3.

784) Para penerjemah sebelumnya sepertinya dibingungkan oleh kata kerja anassāma. Demikianlah Ñm dalam Ms menerjemahkan kalimat ini: “Kami tidak meninggalkan doktrin guru-guru kami karena alasan ini”. Dan Horner: “Kami telah mendengar sampai di sini dari guru-guru kami”. Tetapi anassāma adalah bentuk jamak aoris orang pertama dari nassati, “musnah, hilang”. Bentuk yang sama muncul pada MN 27.7. MA menjelaskan bahwa mereka mengetahui bahwa di masa lalu para meditator akan melakukan pekerjaan persiapan pada kasiṇa, mencapai jhāna ke tiga, dan terlahir kembali di alam Keagungan Gemilang. Tetapi dengan berlalunya waktu, pekerjaan persiapan pada kasiṇa tidak lagi dipahami dan para meditator tidak mampu mencapai jhāna ke tiga. Para pengembara hanya mendengar bahwa “alam yang sungguh-sungguh menyenangkan” ada dan kelima kualitas yang disebutkan pada §21 adalah “cara praktis” untuk mencapainya. Mereka tidak mengetahui adanya alam yang lebih tinggi daripada jhāna ke tiga, dan tidak mengetahui adanya cara praktis yang lebih dari kelima kualitas tersebut.

785) MA: Setelah mencapai jhāna ke empat, dengan kekuatan batinnya ia pergi ke alam Keagungan Gemilang dan berbincang-bincang dengan para dewa di sana.

786) MA menjelaskan bahwa dalam kehidupan sebelumnya, sebagai seorang bhikkhu pada masa Buddha Kassapa, ia telah membujuk seorang bhikkhu lain untuk kembali ke kehidupan awam untuk mendapatkan jubah dan mangkuknya, dan kamma penghalang ini mencegahnya melepaskan keduniawian di bawah Sang Buddha dalam kehidupan ini. Tetapi Sang Buddha mengajarkan kepadanya dua sutta panjang untuk memberikan kondisi untuknya bagi pencapaian di masa depan. Pada masa kekuasaan Raja Asoka ia mencapai Kearahatan sebagai Bhikkhu Assagutta, yang unggul dalam praktik cinta-kasih.


SUTTA 80

787) MA mengidentifikasikan Vekhanassa sebagai guru Sakuludāyin.

788) MA: Bahkan walaupun ia adalah seorang pengembara, namun ia menekuni kenikmatan indria. Sang Buddha membabarkan ajaran ini untuk membuatnya mengenali kegemarannya pada kenikmatan indria, dan dengan demikian khotbah ini akan bermanfaat baginya.

789) Dalam Pali kalimat ini berbentuk teka-taki, dan terjemahan di sini bersifat dugaan. MA menjelaskan bahwa “kenikmatan pada puncak indria” (atau “kenikmatan indria tertinggi”, kāmaggasukhaṁ) adalah Nibbāna.


SUTTA 81

790) Di akhir Sutta ini, Sang Buddha akan menyebutkan bahwa Beliau adalah Jotipāla. Pada SN 1:50/I,35-36, Dewa Ghaṭīkāra mengunjungi Sang Buddha Gotama dan mengingat persahabatan lampau mereka.

791) Ini sepertinya telah menjadi ungkapan menghina yang umum digunakan oleh para brahmana perumah tangga dengan merujuk pada mereka yang menjalani kehidupan pelepasan keduniawian seumur hidup, berlawanan dengan idealisme mereka mempertahankan silsilah keluarga.

792) Di Timur dianggap, dalam situasi normal, sebagai pelanggaran etika serius bagi seorang yang berasal dari kelahiran rendah menyentuh kepala seseorang yang berasal dari kelahiran tinggi. MA menjelaskan bahwa Ghaṭīkāra telah siap dengan pelanggaran itu untuk membujuk Jotipāla agar mau menemui Sang Buddha.

793) MA menyebutkan bahwa para Bodhisatta melepaskan keduniawian di bawah para Buddha, memurnikan moralitas, mempelajari ajaran Buddha, mempraktikkan kehidupan meditatif, dan mengembangkan pandangan terang hingga pengetahuan adaptasi (anulomañāṇa). Tetapi mereka tidak berusaha untuk mencapai jalan dan buah (yang dapat menghentikan karir Bodhisatta mereka).

794) Sebagai seorang yang masih menjalani kehidupan rumah tangga, perilakunya sangat mendekati perilaku seorang bhikkhu. MA menjelaskan bahwa ia tidak memperdagangkan tembikar yang ia buat, melainkan hanya terlibat dalam pertukaran jasa secara bebas dengan para tetangganya.

795) MA menjelaskan bahwa ia menolak karena ia memiliki sedikit keinginan (appicchatā). Ia menyadari bahwa raja telah mengirimkan bahan-bahan makanan karena ia telah mendengar laporan Sang Buddha tentang moralitasnya, tetapi ia berpikir: “Aku tidak memerlukan ini. Dengan apa yang kuperoleh dari pekerjaanku aku mampu menyokong orang tuaku dan memberikan persembahan kepada Sang Buddha.”


SUTTA 82

796) Karena ia siap menerima risiko kematian untuk memperoleh izin dari orang tuanya untuk meninggalkan keduniawian, kelak ia dinyatakan oleh Sang Buddha sebagai yang terbaik di antara mereka yang meninggalkan keduniawian karena keyakinan. Syair-syairnya terdapat pada Thag 769-93.

797) Di sini, saya menghilangkan kalimat yang dimulai dengan ehi tvaṁ Raṭṭhapāla, yang terdapat dalam Sbj tetapi dituliskan dalam kurung dalam PTS dan dalam sebuah catatan oleh BBS, kalimat ini sepertinya lebih sesuai jika dimasukkan dalam §8 di bawah, dengan kata kerja uṭṭhehi menggantikan ehi.

798) Walaupun frasa umum “tidak lama” digunakan di sini, MA mengatakan bahwa perlu waktu selama dua belas tahun bagi Raṭṭhapāla untuk mencapai Kearahatan. Pernyataan ini sepertinya benar dengan memandang fakta bahwa ketika ia kembali ke rumah orang tuanya, ayahnya tidak seketika mengenalinya.

799) MA menjelaskan bahwa ayahnya bermaksud mengatakan: “Raṭṭhapāla, anakku, ada harta kekayaan kitakita tidak dapat disebut miskinnamun engkau duduk di tempat seperti ini memakan bubur basi!” Akan tetapi, perumah tangga itu dirundung kesedihan sehingga tidak mampu menyelesaikan kata-katanya.

800) Syair-syair ini jelas merujuk pada mantan istri-istrinya, yang dihias untuk menggodanya agar kembali ke kehidupan awam. Anehnya, tidak disebutkan mengenai istri-istri ini dalam bagian sutta mengenai hari-hari sebelum penahbisannya.

801) MA: Dengan mengingat bhikkhu ini, raja akan memujinya di tengah-tengah bala tentaranya atau haremnya: “Anak muda itu telah melakukan hal yang sulitsetelah meninggalkan harta kekayaannya, ia meninggalkan keduniawian tanpa berbalik atau melihat ke belakang.”

802) Upaniyati loko addhuvo. MA: terhanyut ke arah penuaan dan kematian.

803) Attāṇo loko anabhissaro. MA: Tidak ada seorang pun yang dapat memberikan naungan atau menghiburnya dengan perlindungan. Pernyataan ini, tentu saja, tidak membantah perlindungan dari dunia, yang merupakan apa yang diberikan oleh Dhamma.

804) Assako loko sabbaṁ pahāya gamanīyaṁ.

805) Ūno loko atitto taṇhādāso.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #107 on: 27 February 2011, 09:16:02 AM »
SUTTA 83

806) Baca Makhādeva Jātaka (No. 9[ ]) dan Nimi Jataka (No.541). Raja Makhādeva dan Raja Nimi adalah kelahiran-kelahiran lampau Buddha Gotama.

807) Hutan itu awalnya ditanam oleh Makhādeva dan kemudian diberi nama sesuai dengan namanya.

808) MA: ia mantap dalam sepuluh perbuatan bermanfaat.

809) Uposatha adalah hari pelaksanaan religius di India Kuno, juga diserap seperti apa adanya dalam Buddhisme, baca n.59.

810) Menurut Kosmologi Buddhis, umur kehidupan manusia berfluktuasi antara minimum 10 tahun dan maksimum hingga ribuan tahun. Makhādeva hidup pada masa umur kehidupan pada batas maksimum rentang tersebut.

811) Mengenai “utusan surgawi”pertanda usia tua, penyakit, dan kematianbaca MN 130.

812) MA: Mātali membawanya pertama-tama melalui neraka-neraka, kemudian kembali dan membawanya melalui alam surga.

813) MA: Praktik baik ini diputus oleh seorang bhikkhu yang baik jika berpikir, “Aku tidak dapat mencapai Kearahatan” dan tidak mengerahkan kegigihan. Diputus oleh bhikkhu jahat. Praktik baik ini dilanjutkan oleh tujuh sekha. Telah dilanjutkan oleh Arahant.


SUTTA 84

814) Baca n.230.

815) Dari paragraf ini sepertinya terlepas dari kecenderungan pada kekakuan, sistem kasta India pada masa itu termasuk lebih elastis daripada sistem kasta belakangan yang berevolusi dari sana.


SUTTA 85

816) Pangeran Bodhi adalah putra Raja Udena dari Kosambi, ibunya adalah putri Raja Caṇḍappajjota dari Avanti. Bagian sutta dari §2 hingga §8 juga terdapat pada Vin Cv Kh 5/ii.127-29, yang melatarbelakangi penetapan peraturan yang disebutkan pada catatan berikutnya.

817) MA menjelaskan bahwa Pangeran Bodhi tidak memiliki anak dan menginginkan seorang anak. Ia mendengar bahwa orang-orang dapat memenuhi keinginan mereka dengan memberikan persembahan khusus kepada Sang Buddha, maka ia menghamparkan kain putih dengan gagasan: “Jika aku akan memiliki anak, maka Sang Buddha akan menginjak kain ini; jika aku tidak akan memiliki anak, maka Beliau tidak akan menginjak kain ini.” Sang Buddha mengetahui hal tersebut sebagai akibat dari kamma masa lampaunya, ia dan istrinya ditakdirkan untuk tidak memiliki anak. Karena itu, Beliau tidak menginjak kain tersebut. Belakangan Beliau menetapkan peraturan disiplin yang melarang bhikkhu menginjak kain putih, tetapi kemudian mengubah peraturan itu dengan memperbolehkan bhikkhu menginjak kain putih sebagai berkah kepada perumah tangga.

818) Pacchimaṁ janataṁ Tathāgato apaloketi. Versi Vin di sini menuliskan anukampati, “memiliki belas kasihan”, yang lebih tepat. MA menjelaskan bahwa YM. Ānanda mengatakan ini dengan pikiran: “kelak orang-orang akan menganggap penghormatan kepada para bhikkhu sebagai cara untuk memenuhi keinginan duniawi mereka dan akan mengurangi keyakinan mereka terhadap Sangha jika penghormatan mereka tidak memenuhi keinginan mereka.”

819) Ini adalah prinsip dasar para Jain, seperti pada MN 14.20.


SUTTA 86

820) Nama “Angulimāla” adalah julukan yang berarti “si kalung (mālā) jari (anguli)”. Ia adalah putra Brahmana Bhaggava, seorang penasihat Raja Pasenadi Kosala. Nama aslinya adalah Ahiṁsaka, yang berarti “yang tidak berbahaya”. Ia belajar di Takkasila, di mana ia menjadi murid kesayangan gurunya. Teman-teman murid lainnya, karena iri padanya, melaporkan kepada sang guru bahwa Ahiṁsaka telah berselingkuh dengan istrinya. Sang guru, berniat untuk menghancurkan Ahiṁsaka, memerintahkannya untuk membawakan seribu jari tangan kanan manusia sebagai upah. Ahiṁsaka menetap di Hutan Jālini, menyerang para pejalan kaki, memotong satu jari mereka, dan mengalungkannya di lehernya. Pada saat dimulainya Sutta, ia kekurangan [ ]satu dari seribu dan ia bertekad untuk membunuh orang berikutnya yang datang. Sang Buddha melihat bahwa ibu Angulimāla sedang dalam perjalanan untuk mengunjunginya, dan mengetahui bahwa Angulimāla memiliki kondisi pendukung untuk mencapai kesucian Arahant, Beliau mencegatnya sesaat sebelum ibunya tiba. Membunuh ibu adalah satu dari lima kejahatan berat yang mengakibatkan kelahiran di alam neraka. Demikianlah Sang Buddha menyela untuk mencegah Angulimāla melakukan kejahatan ini.

821) MA menjelaskan bahwa Angulimāla baru menyadari bahwa bhikkhu di hadapannya adalah Sang Buddha sendiri dan bahwa Beliau datang ke hutan itu untuk menyadarkannya.

822) MṬ menjelaskan ungkapan mūḷhagabbha untuk menggambarkan bahwa janin itu terbalik dan hanya sebagian berada di dalam rahim dan keluar secara horizontal, sehingga jalan keluarnya terhalang. MA mengatakan bahwa walaupun Angulimāla telah membunuh hampir seribu orang, ia tidak pernah memunculkan pikiran belas kasihan. Tetapi sekarang, melalui kekuatan penahbisan, belas kasihan muncul dalam dirinya segera setelah ia melihat perempuan yang melahirkan dengan penuh kesakitan itu.

823) Bahkan hingga hari ini, kalimat ini sering diucapkan oleh para bhikkhu sebagai paritta perlindungan bagi perempuan hamil menjelang melahirkan.

824) MA menjelaskan bahwa setiap perbuatan kehendak (kamma) adalah mampu menghasilkan tiga jenis akibat: akibat yang dialami di sini dan saat ini, yaitu, dalam kehidupan yang sama dengan perbuatan yang dilakukan, akibat yang dialami dalam kehidupan berikut; dan akibat yang dialami dalam kehidupan mana pun setelah kehidupan berikutnya, selama seseorang masih mengembara dalam saṁsāra. Karena ia telah mencapai kesucian Arahant, Angulimāla telah melepaskan diri dari dua jenis akibat yang terakhir tetapi tidak jenis yang pertama, karena bahkan para Arahant masih dapat mengalami akibat dalam kehidupan sekarang dari perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan sebelum mencapai kesucian Arahant.

825) Beberapa syair berikut juga muncul dalam Dhammapada. Syair Angulimāla juga ditemukan secara lengkap dalam Thag 866-91.

826) Walaupun MA mengatakan bahwa Ahiṁsaka, “Tanpa-bahaya” adalah nama asli Angulimāla, komentar Theragāthā [ ]mengatakan bahwa nama aslinya adalah Hiṁsaka, artinya “Berbahaya”.

827) Sementara para bhikkhu bermoral yang masih belum Arahant dikatakan memakan dana makanan sebagai warisan dari Sang Buddha, para Arahant dikatakan memakan makanan yang “bebas dari hutang” karena ia telah membuat dirinya sepenuhnya layak menerima persembahan. Baca Vsm I, 125-27.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #108 on: 27 February 2011, 09:47:38 AM »
SUTTA 87

828) Ungkapan ini sering digunakan sebagai bermakna penyakit berat dan kematian.

829) Viḍūḍabha adalah putra raja, yang akhirnya menggulingkannya. Kāsi dan Kosala adalah negeri yang dikuasai oleh raja.

830) MA: Ia menggunakan air ini untuk mencuci tangan dan kakinya dan membersihkan mulutnya sebelum memberi penghormatan kepada Sang Buddha.


SUTTA 88

831) MA menjelaskan bahwa raja mengajukan pertanyaan ini dengan merujuk pada kasus yang melibatkan pengembara perempuan bernama Sundari, yang penyelidikannya tertunda pada saat itu. Dengan niat untuk mendiskreditkan Sang Buddha, beberapa petapa pengembara membujuk Sundari untuk mengunjungi Hutan Jeta di malam hari dan kemudian membiarkan dirinya terlihat ketika berjalan pulang di pagi hari, agar orang-orang menjadi curiga. Setelah beberapa lama, mereka membunuhnya dan menguburnya di dekat Hutan Jeta, dan ketika mayatnya ditemukan, mereka menuding Sang Buddha. Setelah seminggu, berita bohong itu terungkap ketika mata-mata raja menemukan kisah sebenarnya di balik pembunuhan itu. Baca Ud 4:8/42-45.

Di sini saya mengikuti BBS dan SBJ, yang menambahkan kualifikasi “bijaksana” pada frasa “petapa dan brahmana” (samaṇehi brāhmaṇehi viññūhi). Dengan demikian, jawaban Ānanda menyiratkan bahwa adalah celaan mereka dan bukan bukan celaan para petapa biasa yang harus dihindari. Bahwa kalimat ini benar didukung oleh pernyataan raja persis di bawah bahwa Ānanda telah memecahkan dengan jawabannya atas apa yang tidak mampu dipecahkan, yaitu, membedakan antara si bijaksana dan si dungu.

832) Secara singkat, paragraf ini menjelaskan lima kriteria perbuatan buruk: ketidakbermanfaatan menekankan kualitas psikologis dari perbuatan, efek ketidaksehatannya bagi pikiran; ketercelaan [ ]menekankan sifat mengganggu secara moral; kapasitasnya untuk menghasilkan akibat-akibat menyakitkan mengalihkan perhatian pada potensi kamma yang tidak disukai; dan pernyataan terakhir mengalihkan baik kepada motivasi buruk maupun akibat jangka panjang yang bahaya seperti perbuatan yang berdampak baik pada diri sendiri maupun pada makhluk lain. Penjelasan yang berlawanan yang diterapkan pada perbuatan baik, dibahas dalam §14.

833) MA: Jawaban YM. Ānanda melampaui pertanyaannya, karena tidak hanya menunjukkan bahwa Sang Buddha memuji ditinggalkannya segala kondisi tidak bermanfaat, tetapi juga bahwa Beliau bertindak sesuai dengan kata-katanya dengan telah meninggalkan segala kondisi-kondisi tidak bermanfaat.

834) MA menjelaskan kata bāhitikā, yang menjadi nama dari sutta ini, sebagai mantel yang dihasilkan di luar negeri.


SUTTA 89

835) Dīgha Kārāyaṇa adalah jenderal atas bala tentara Raja Pasenadi. Ia adalah keponakan Bandhula, jenderal Malla dan seorang mantan-sahabat Raja Pasenadi, yang mana raja telah membunuh tiga puluh dua putranya ketika terungkapnya pengkhianatan para menterinya yg korup. Kārāyaṇa bersekongkol dengan Pangeran Viḍūḍabha, putra Raja Pasenadi, untuk membantu Pangeran Viḍūḍabha merampas takhta ayahnya.

836) Tiga liga (yojana) kira-kira sejauh dua puluh mil.

837) MA mengatakan bahwa ia berpikir: “Sebelumnya, setelah berunding secara pribadi dengan Petapa Gotama, raja menangkap pamanku dan tiga puluh dua putranya. Mungkin kali ini ia akan menangkapku.” Lambang-lambang kerajaan yang diserahkan kepada Dīgha Kārāyaṇa juga termasuk kipas, payung, dan sandal. Dīgha Kārāyaṇa bergegas kembali ke ibu kota dengan lambang-lambang kerajaan dan menobatkan Viḍūḍabha menjadi raja.

838) Pada MN 13.11, pertengkaran ini dikatakan muncul karena kenikmatan indria.

839) Seperti pada MN 77.6.

840) Seperti pada MN 27.4-7.

841) Pada saat kematian mereka, keduanya dinyatakan oleh Sang Buddha sebagai yang-kembali-sekali. Baca AN 6:44/iii.348.

842) Pernyataan ini menunjukkan bahwa sutta ini terjadi pada tahun terakhir kehidupan Sang Buddha.

843) Ketika Raja Pasenadi kembali ke tempat di mana ia meninggalkan Dīgha Kārāyaṇa, ia hanya menemukan seorang pelayan perempuan yang melaporkan berita itu kepadanya. Ia kemudian bergegas ke Rājagaha untuk meminta bantuan dari keponakannya, Raja Ajātasattu. Tetapi karena ia tiba di malam hari, gerbang kota telah ditutup. Karena lelah akibat perjalanan itu, ia berbaring di sebuah aula di luar kota dan meninggal dunia pada malam itu.

844) MA: “Monumen Dhamma” berarti kata-kata yang mengungkapkan penghormatan terhadap Dhamma. Kapan pun penghormatan ditunjukkan kepada salah satu dari Tiga Permata, itu juga ditunjukkan kepada Permata lainnya.
   

SUTTA 90

845) MA: Kedua bersaudari ini adalah istri-istri raja (bukan saudarinya!).

846) MA: Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui dan melihat segalanyamasa lampau, masa sekarang, dan masa depandengan satu tindakan pengalihan pikiran, dengan satu tindakan kesadaran; demikianlah persoalan ini dibahas dalam hal satu tindakan kesadaran tunggal (ekacitta). Mengenai pertanyaan tentang jenis kemahatahuan yang oleh tradisi Theravāda dianggap berasal dari Sang Buddha, baca n. 714.

847) Yaitu, ia tidak menanyakan tentang status sosial mereka, melainkan tentang prospek kemajuan spiritual dan pencapaian mereka.

848) Seperti pada MN 85.58.

849) MA menjelaskan kembali dan tidak kembali sebagai merujuk pada kelahiran kembali, dengan demikian menyiratkan bahwa para dewa yang tidak kembali adalah para yang-tidak-kembali, sementara mereka yang kembali adalah yang masih menjadi ‘kaum duniawi’. Keluhuran yang sama berlaku pada pembahasan tentang Brahmā dalam §15. Kedua kata kunci di sini yang membedakan kedua jenis dewa muncul dalam edisi PTS sebagai savyāpajjhā dan abyāpajjhā, “tunduk pada niat buruk” dan “bebas dari niat buruk”, berturut-turut; dalam SBJ, sebagai sabyāpajjhā dan abyāpajjhā (yang bermakna sama secara efektif): dalam BBS, kata itu muncul sebagai sabyābajjhā dan abyābajjhā, “tunduk pada penderitaan” dan “tidak tunduk pada penderitaan”. Versi terakhir ini didukung oleh MA, yang menjelaskan perbedaannya melalui penderitaan batin. Dalam edisi sebelumnya dari terjemahan ini, saya menerjemahkan sesuai dengan tulisan BBS, tetapi sekarang tulisan PTS-SBJ tampak lebih mungkin. Lagipula, sepertinya lebih mungkin bahwa seorang pangeran akan lebih memperhatikan niat jahat para dewa daripada pengalaman penderitaan mereka. Catatan bahwa kata itthatta, [ ]yang dalam penjelasan umum Kearahatan menyiratkan kondisi perwujudan kehidupan mana pun, di sini dikemas oleh MA sebagai manussaloka, alam manusia.

K.R. Norman, dalam suatu makalah yang menarik, mengusulkan suatu penyuntingan yang radikal atas bagian ini dari sutta ini, yang mengemukakan perbedaan penting dalam terjemahan, tetapi karena usulannya tidak didukung oleh edisi mana pun, maka saya tidak mengikutinya. Baca Norman, Collected Papers, 2:162-71.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #109 on: 27 February 2011, 10:05:42 AM »
SUTTA 91

850) Ini adalah penggambaran umum atas seorang brahmana terpelajar. Menurut MA, ketiga Veda adalah Iru, Yaju, dan Sāma (= Rig, Yajur, dan Sāman). Veda ke empat, Atharva, tidak disebutkan, tetapi MA mengatakan bahwa keberadaannya disiratkan ketika sejarah (Itihāsa) disebut “yang ke lima”, yaitu, karya-karya yang dianggap sebagai otoritas oleh para brahmana. Akan tetapi, lebih mungkin, bahwa sejarah-sejarah disebut “yang ke lima” sehubungan dengan empat cabang pelajaran tambahan pada Veda yang mendahuluinya dalam penjelasan. Terjemahan istilah-istilah teknis di sini mengikuti MA, dengan bantuan Sanskrit-English Dictionary dari Monier-William (Oxford, 1899). Mengenai tanda-tanda Manusia Luar Biasa, MA mengatakan bahwa ini adalah suatu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada 12.000 karya yang menjelaskan karakteristik-karakteristik manusia luar biasa seperti para Buddha, para Paccekabuddha, para siswa utama, para siswa besar, para Raja Pemutar Roda, dan sebagainya. Karya-karya ini yang terdiri dari 16.000 syair disebut “Buddha Mantra”.

851) Ketiga puluh dua tanda, yang diuraikan pada §9 di bawah, adalah topik dari keseluruhan sutta dalam Digha Nikāya, DN 30, Lakkhaṇa Sutta. Di sana masing-masing tanda dijelaskan sebagai akibat kamma dari suatu moralitas tertentu yang disempurnakan oleh Sang Buddha selama kehidupan-kehidupan sebelumnya sebagai Bodhisatta.

852) Ketujuh pusaka dibahas dalam MN 129.34-41. Perolehan Pusaka-Roda menjelaskan mengapa ia disebut seorang “Raja Pemutar Roda”.

853) Loke vicattacchaddo. Untuk hipotesa tentang bentuk asli dan makna dari ungkapan ini, baca Norman, Group of Discourses II, n. Atas 372, pp. 217-18. MA: Dunia ini, diselimuti dalam kegelapan kekotoran, tertutup oleh tujuh selubung: nafsu, kebencian, khayalan, keangkuhan, pandangan-pandangan, kebodohan, dan perilaku tidak bermoral. Setelah menyingkapkan selubung-selubung ini, Sang Buddha berdiam dengan memancarkan cahaya ke sekeliling. Demikianlah Beliau adalah seorang yang menyingkapkan selubung dunia. Atau dengan kata lain, vivattacchando dapat dipecah menjadi vivatto dan vicchaddo; yaitu, Beliau adalah hampa dari lingkaran (vaṭṭharahito) dan hampa dari selubung (chadanarahito). Dengan tidak adanya lingkaran (yaitu, saṁsāra) Beliau adalah seorang Arahant; dengan tidak adanya selubung, Beliau adalah Yang Tercerahkan Sempurna.

854) MA menjelaskan bahwa Sang Buddha memperlihatkan kesaktian ini setelah terlebih dulu memastikan bahwa Guru Uttara, Brahmāyu, memiliki potensi untuk mencapai buah yang-tidak-kembali, dan bahwa pencapaian buah ini bergantung pada lenyapnya keragu-raguan Uttara.

855) Ketujuh ini adalah bagian belakang keempat tangan dan kakinya, kedua bahu, dan batang tubuhnya.

856) Rasaggasaggi. Lakkhaṇa Sutta memperluas (DN 30.2.7/iii.1666): “Apa pun yang Beliau sentuh dengan ujung lidahnya, Beliau rasakan dalam tenggorokannya, dan rasa itu menyebar ke seluruh tubuh.” Akan tetapi, adalah sulit untuk memahami bagaimana kualitas ini dapat dianggap sebagai karakteristik fisik, dan bagaimana hal ini dapat terlihat oleh orang lain.

857) Tanda ini, uṇhīsa, adalah tonjolan yang biasa terlihat di atas kepala patung-patung Buddha.

858) Ini adalah perenungan standar pada penggunaan dana makanan yang seharusnya, seperti pada MN 2.14.

859) Pemberkahan (anumodana) adalah khotbah singkat setelah makan, memberikan instruksi kepada pemberi dalam beberapa aspek Dhamma dan mengungkapkan kehendak bahwa kamma baik mereka akan menghasilkan buah berlimpah.

860) Di sini saya mengikuti BBS, yang lebih lengkap daripada SBJ dan PTS. MA: maksudnya adalah sebagai berikut: “Kualitas-kualitas baik yang belum kusebutkan adalah jauh lebih banyak daripada yang telah kusebutkan. Kualitas-kualitas baik Guru Gotama adalah bagaikan bumi yang besar dan samudra luas; digambarkan secara terperinci kualitas-kualitas itu adalah tidak terbatas dan tidak terukur, bagaikan angkasa.”

861) Kata Pali untuk lidah, jivhā, adalah berjenis perempuan.

862) Apa yang harus diketahui secara langsung (abhiññeyya) adalah Empat Kebenaran Mulia, apa yang harus dikembangkan (bhāvetabba) adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan, dan apa yang harus ditinggalkan (pahātabba) adalah kekotoran-kekotoran yang dipimpin oleh keinginan. Di sini, konteks ini mengharuskan bahwa kata “Buddha” dipahami dalam makna spesifik sebagai Yang Tercerahkan Sempurna (sammāsambuddha).

863) Vedagū. Kata ini dan dua berikutnyatevijja dan sothiyasepertinya mewakili jenis ideal di antara para brahmana; baca juga MN 39.24, 26, dan 27. kata ke enam dan ke tujuhkevali dan munimungkin adalah jenis ideal di antara sekte-sekte pertapaan non-Veda. Dengan jawaban ini, Sang Buddha memberikan makna baru pada kata-kata ini yang diturunkan dari sistem spiritual Beliau sendiri.

864) Di sini dan dalam jawabannya kata “Buddha” hanya menyiratkan seorang yang tercerahkan atau tersadarkan, dalam makna yang berlaku pada Arahant mana pun, walaupun tanggapan Brahmāyu juga menyiratkan bahwa itu dapat dimaksudkan dalam makna yang lebih sempit sebagai seorang Yang Tercerahkan Sempurna.

865) MA memberikan penjelasan terselubung atas bagaimana jawaban Sang Buddha menjawab seluruh delapan pertanyaan Brahmāyu.

866) Seperti pada MN 56.18.


SUTTA 92

867) Teks sutta ini tidak termasuk dalam Majjhima Nikāya edisi PTS, karena identik dengan sutta dengan judul yang sama dalam Sutta Nipata, yang diterbitkan dalam dua versi yang berbeda oleh PTS. Oleh karena itu, nomor halaman dalam kurung siku di sini merujuk pada edisi Sn yang lebih baru dari PTS, yang disunting oleh Dines Anderson dan Helmer Smith.

868) Yaitu, Jambudīpa, benua India.


SUTTA 93

869) Argumen yang digunakan dalam tesis ini dijelaskan pada MN 90.10-12.

870) MA: Mereka mengatakan demikian dengan maksud untuk mengatakan: “Setelah mempelajari Tiga Veda, engkau telah terlatih dalam mantra-mantra yang dengannya mereka yang meninggalkan keduniawian menjalankan pelepasan keduniawian mereka dan mantra-mantra yang mereka lestarikan setelah mereka meninggalkan keduniawian. Engkau telah mempraktikkan cara mereka berperilaku. Oleh karena itu, engkau tidak akan kalah. Kemenangan akan menjadi milikmu.”

871) Pernyataan ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa para brahmana terlahir dari para perempuan, sama seperti manusia lainnya, dan dengan demikian tidak selayaknya mereka mengaku bahwa mereka terlahir dari mulut Brahmā.

872) Yona [ ]adalah kata Pali untuk Ionia. Kamboja adalah suatu wilayah barat laut “Negeri Tengah” India.

873) Argumen pada §§7-8 di sini pada dasarnya identik dengan argumen pada MN 84.

874) MA mengidentifikasi Devala si Gelap, Asita Devala, sebagai Sang Buddha dalam kehidupan lampau. Sang Buddha membabarkan ajaran ini untuk menunjukkan: “Di masa lampau, ketika engkau berkelahiran tinggi dan aku berkelahiran rendah, engkau tidak dapat menjawab pertanyaan yang Kuajukan tentang pernyataan sehubungan dengan kelahiran. Jadi, bagaimana mungkin engkau dapat melakukannya sekarang, ketika engkau adalah seorang rendah dan aku telah menjadi seorang Buddha?”

875) Seperti pada MN 38.26. baca n.411. Perhatikan bahwa dialog persis di bawah menegaskan makna gandhabba sebagai makhluk yang telah meninggal dunia menjelang kelahiran kembali.

876) MA: Puṇṇa adalah nama pelayan ketujuh petapa brahmana itu; ia mengambilkan sendok, memasak dedaunan, dan melayani mereka.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #110 on: 27 February 2011, 10:38:47 AM »
SUTTA 94

877) MA: Ia melakukan hal ini setelah menyadari bahwa suatu diskusi yang panjang akan dilakukan.

878) Kahāpaṇa adalah unit mata uang pada masa itu.

879) Pada masa hari-hari terakhir Sang Buddha, kota ini hanyalah sebuah pemukiman kecil yang dikenal sebagai Pāṭaligāma. Pada DN 16.1.28/iii.87, Sang Buddha meramalkan perkembangannya di masa depan. Kota ini akhirnya menjadi ibu kota Magadha. Pada masa sekarang ini dikenal sebagai Kota Patna, ibu kota Negara bagian Bihar.


SUTTA 95

880) Paragraf pembuka sutta ini, hingga §10, sebenarnya identik dengan paragraf pembuka Soṇadaṇḍa Sutta (DN 4).

881) MA: Disebut demikian karena persembahan diberikan di sana kepada para dewa.

882) Seorang brahmana kaya lainnya yang menetap di Ukkaṭṭhā, [ ]wilayah tanah kerajaan diberikan kepadanya oleh Raja Pasenadi. Dalam DN 2.21/i.110, ia mendengarkan khotbah dari Sang Buddha, mencapai memasuki-arus, dan menyatakan berlindung bersama dengan seluruh keluarga dan pengikutnya.

883) Mereka ini adalah para rishi masa lampau yang oleh para brahmana dianggap sebagai para penulis syair-syair pujian Veda.

884) Dalam Pali: saddhā, ruci, anussava, ākāparivitakka, diṭṭhinijjhānakkhanti. Di antara kelima landasan bagi kepastian ini, dua yang pertama sepertinya umumnya berdasarkan perasaan, yang ke tiga adalah penerimaan tradisi secara membuta, dan dua terakhir umumnya adalah penalaran rasional. “Dua cara berbeda” masing-masing adalah terbukti benar dan salah.

885) Tidaklah selayaknya baginya untuk sampai pada kesimpulan karena ia belum secara pribadi memastikan kebenaran yang ia yakini tetapi hanya menerimanya atas dasar yang tidak dapat menghasilkan kepastian.

886) Saccānurakkhana: atau, mengamankan kebenaran, perlindungan kebenaran.

887) Saccānubodha: atau, tercerahkan pada kebenaran.

888) Prosedur penemuan kebenaran yang direkomendasikan oleh sutta ini tampak sebagai suatu penjelasan atas pendekatan yang dibabarkan pada MN 47.

889) Tūleti. MA: Ia menyelidiki hal-hal sehubungan dengan ketidakkekalan, dan seterusnya. Tahap ini sepertinya merupakan tahap perenungan pandangan terang.

890) Walaupun pengerahan tekad (ussahati) terlihat serupa dengan usaha (padahati), namun pengerahan tekad dapat dipahami sebagai usaha yang dikerahkan sebelum perenungan pandangan terang, sedangkan usaha sebagai pengerahan yang membawa pandangan terang hingga pada tingkat jalan lokuttara.

891) MA: Ia mencapai Nibbāna dengan tubuh batin (dari jalan memasuki-arus), dan setelah menembus kekotoran-kekotoran, ia melihat Nibbāna dengan kebijaksanaan, nyata dan terbukti.

892) Sementara penemuan kebenaran dalam konteks ini sepertinya menyiratkan pencapaian memasuki-arus, kedatangan akhir pada kebenaran (saccānuppati) sepertinya bermakna pencapaian penuh Kearahatan.

893) Baca n.524.


SUTTA 96

894) MA: Adalah praktik sejak masa lampau di antara para brahmana untuk mengembara mengumpulkan dana makanan bahkan walaupun mereka memiliki kekayaan berlimpah.

895) Walaupun pertanian sepertinya adalah pekerjaan yang tidak seharusnya bagi seseorang yang digambarkan sebagai pedagang, harus dipahami bahwa para vessa tidak hanya menjalankan usaha perkotaan, tetapi juga memiliki dan mengawasi pekerjaan pertanian.

896) Ariyaṁ kho ahaṁ brāhmaṇa lokuttaraṁ dhammaṁ purissa sandhanaṁ paññāpemi.

897) Attabhāvassa abhinibbatti: secara literal, “di mana pun pembuahan kembali individunya terjadi”.


SUTTA 97

898) Sati uttarakaraṇiye. YM. Sāriputta pergi tanpa memberikan ajaran yang dapat membantunya untuk sampai pada jalan lokuttara dan pasti mencapai pencerahan. Dibandingkan dengan ini, bahkan kelahiran kembali di alam-Brahmā digambarkan sebagai “rendah” (hina).

899) Pernyataan ini memiliki kekuatan sebuah teguran yang halus. Sang Buddha pasti telah melihat bahwa Dhānañjāni memiliki potensi untuk mencapai jalan lokuttara, karena di tempat lain (misalnya dalam MN 99.24-27) Beliau sendiri mengajarkan hanya jalan menuju alam-Brahmā ketika potensi itu tidak dimiliki oleh para pendengarnya.


SUTTA 98

900) Teks dari sutta ini tidak termasuk dalam Majjhima Nikāya edisi PTS, untuk alasan yang sama seperti pada n.867. Nomor halaman dalam kurung siku merujuk pada edisi Sn dari Anderson-Smith.

901) Di sini, kata “kamma” harus dipahami sebagai perbuatan atau tindakan sekarang, dan bukan perbuatan lampau yang menghasilkan akibat sekarang.

902) Sāmaññā. MA: Di antara binatang-binatang, keberagaman bentuk dari bagian-bagian tubuh mereka ditentukan oleh spesiesnya (yoni), tetapi hal itu (perbedaan spesies) tidak terdapat pada tubuh para brahmana dan kasta-kasta manusia lainnya. Oleh karena itu, perbedaan antara brahmana, khattiya, dan sebagainya, hanyalah sebutan verbal; diucapkan hanya sekadar sebagai ungkapan konvensional.

903) MA: Hingga pada titik ini, Sang Buddha telah mengkritik pernyataan Bhāradvāja bahwa kelahiran menjadikan seseorang sebagai brahmana. Sekarang Beliau akan mendukung pernyataan Vāseṭṭha bahwa perbuatan menjadikan seseorang sebagai brahmana. Karena para brahmana masa lampau dan para bijaksana lainnya di dunia ini tidak akan mengakui kebrahmanaan seseorang yang cacat dalam penghidupan, moralitas, dan perilaku.

904) Bhavādi. Bho, “Tuan”, adalah cara menyapa yang biasanya digunakan di antara para brahmana. Mulai titik ini dan seterusnya, Sang Buddha akan mengidentifikasikan brahmana sejati sebagai Arahant[.], bait 27-54 di sini identik dengan Dhp 396-423, kecuali pada bait tambahan dalam Dhp 423.

905) MA: Melalui perbuatan kehendak sekarang yang menyelesaikan pekerjaan bertani, dan sebagainya.

906) Dengan bait ini, kata “kamma” mengalami pergeseran makna yang ditandai oleh kata “sebab-akibat yang saling bergantungan”. “Kamma” di sini bukan lagi hanya berarti perbuatan sekarang yang menentukan status sosial seseorang, melainkan perbuatan dalam makna khusus kekuatan yang mengikat makhluk-makhluk pada lingkaran kehidupan. Pemikiran yang sama ini menjadi lebih jelas pada bait berikutnya.

907) Bait ini dan yang berikutnya sekali lagi merujuk pada Arahant. Akan tetapi, di sini, perbedaannya tidak terletak pada perbedaan Arahant sebagai seorang yang menjadi suci melalui perbuatannya dan brahmana melalui kelahiran yang tidak layak menyandang sebutan itu, melainkan pada perbedaan antara Arahant sebagai seorang yang terbebaskan dari belenggu perbuatan dan akibat dan semua makhluk lainnya yang masih terikat oleh perbuatan mereka pada lingkaran kelahiran dan kematian.


SUTTA 99

908) Todeyya adalah seorang brahmana kaya, penguasa Tudigāma, sebuah desa di dekat Sāvatthī. MN 135 juga dibabarkan kepada Subha yang sama ini.

909) Vibhajjavādo kho aham ettha. Pernyataan ini menjelaskan sebutan belakangan dari Buddhisme sebagai vibhajjavāda, “doktrin analisis”. Seperti yang dijelaskan dalam konteks ini, Sang Buddha menyebut dirinya sebagai seorang vibbhajjavādin, bukan karena Beliau menganalisis segala sesuatu ke dalam unsur-unsurnya (seperti yang dipercayai secara umum), tetapi karena Beliau membedakan implikasi yang berbeda dari suatu pertanyaan tanpa menjawabnya secara sepihak.

910) Jelas pada masa itu perdagangan masih dalam tahap awal perkembangan. Pernyataan yang sama sulit untuk diberlakukan pada masa kini.

911) Seperti pada MN 95.13.

912) Pernyataan ini pasti dibuat sebelum Pokkharasāti menjadi seorang pengikut Sang Buddha, seperti disebutkan pada MN 95.9.

913) Anukampājātika.

914) Pengetahuan ini berhubungan dengan kekuatan Sang Tathāgata yang ke tiga, mengetahui jalan-jalan menuju segala alam tujuan kelahiran. Baca MN 12.12.

915) MA menjelaskan perbuatan yang membatasi (pamāṇakataṁ kammaṁ) sebagai kamma yang berhubungan dengan alam indria (kāmāvacara). Ini berlawanan dengan perbuatan tanpa batas atau perbuatan tidak terukur, yaitu, jhāna-jhāna yang berhubungan dengan alam bermateri-halus atau alam tanpa-materi. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah brahmavihāra yang dikembangkan hingga tingkat-tingkat jhāna. Ketika jhāna yang berhubungan dengan alam bermateri-halus atau alam tanpa-materi dicapai dan dikuasai, kamma yang berhubungan dengan alam indria tidak dapat mengalahkannya dan tidak dapat memperoleh kesempatan untuk menghasilkan akibatnya. Sebaliknya, kamma yang berhubungan dengan alam bermateri-halus atau alam tanpa-materi mengalahkan kamma alam-indria dan menghasilkan akibatnya. Dengan menghalangi akibat dari kamma alam-indria, brahmavihāra yang telah dikuasai menuntun menuju kelahiran kembali di alam Brahmā.

916) Seperti pada MN 27.2.


SUTTA 100

917) Dhānañjāni adalah seorang pemasuk-arus. MA mengatakan bahwa Sangārava adalah adik laki-laki suaminya.

918) Diṭṭhadhammābhiññāvosānapāramippattā ādibrahmacariyaṁ paṭijānanti. MA mengemas: Mereka mengaku sebagai perintis, pencipta, pembentuk kehidupan suci, dengan mengatakan: “Setelah secara langsung mengetahui di sini dan saat ini dalam kehidupan ini dan setelah mencapai kemuliaan, kami telah mencapai Nibbāna, disebut ‘kesempurnaan’ karena melampaui segalanya.”

919) Mengherankan bahwa para pemikir logis dan penyelidik (takkī, vīmaṁsī) di sini dikatakan bersandar hanya pada landasan keyakinan (saddhāmattakena). Di tempat lain keyakinan dan logika adalah berlawanan sebagai dua landasan pendirian yang berbeda (MN 95.14), dan “sekadar keyakinan” sepertinya lebih dekat pada bersandar pada tradisi lisan daripada pemikiran logis dan penyelidikan.

920) Sāmaṁ yeva dhammaṁ abhiññāya. Frasa ini menekankan pencapaian langsung secara pribadi sebagai landasan untuk mengajarkan kehidupan suci.

921) MA mengatakan bahwa Sangārava memiliki gagasan bahwa Sang Buddha mengatakan demikian tanpa pengetahuan sebenarnya, dan oleh karena itu, ia menuduh Sang Buddha berbohong. Urutan gagasan dalam paragraf ini sulit diikuti dan kemungkinan ada perubahan pada teks. K.R. Norman mengusulkan suatu rekonstruksi pada bagian dialog ini, tetapi sulit mengikutinya secara terperinci. Baca Norman, Collected Papers, 2:1-8.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #111 on: 30 January 2013, 12:48:44 PM »
[...]
Dan walaupun aku pernah bertangan-darah
Dengan nama si ‘Kalung-jari’
Bertemu dengan perlindungan yang kutemukan:
Belenggu penjelmaan telah terpotong.

Walaupun aku melakukan banyak perbuatan yang mengarah
pada kelahiran kembali di alam rendah,
namun akibatnya telah mendatangiku sekarang,
dan karenanya aku makan bebas dari hutang.

Mereka adalah orang-orang dungu dan tidak berakal sehat
Yang menyerahkan diri mereka pada kelengahan,
Tetapi mereka yang bijaksana menjaga ketekunan
Dan memperlakukannya sebagai kebaikan yang terbesar.

Jangan menyerah pada kelengahan
Juga jangan mencari kegembiraan dalam kenikmatan indria,
Tetapi bermeditasilah dengan tekun
Agar dapat mencapai kebahagiaan sempurna.

Tadi saya baca syair di atas yang Yumi copas ke FB-DC (di postingan Indra). Yang dibold itu, terjemahannya kurang pas.

Kalo saya liat di http://www.leighb.com/mn86.htm:

Having done many actions
leading to birth in hell,
touched by the results of such actions
I now partake food without a debt.

sedangkan di sini: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.086.than.html

Having done the type of kamma that would lead to many bad destinations, touched by the fruit of [that] kamma, unindebted, I eat my food. [7]

_______________________

apakah makna sebenarnya: "setelah memahami akibat buruk tersebut, maka..."?
« Last Edit: 30 January 2013, 12:59:14 PM by dhammadinna »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #112 on: 30 January 2013, 03:41:12 PM »
Tadi saya baca syair di atas yang Yumi copas ke FB-DC (di postingan Indra). Yang dibold itu, terjemahannya kurang pas.

Kalo saya liat di http://www.leighb.com/mn86.htm:

Having done many actions
leading to birth in hell,
touched by the results of such actions
I now partake food without a debt.

sedangkan di sini: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.086.than.html

Having done the type of kamma that would lead to many bad destinations, touched by the fruit of [that] kamma, unindebted, I eat my food. [7]

_______________________

apakah makna sebenarnya: "setelah memahami akibat buruk tersebut, maka..."?

source yg kami pake bukan kedua itu.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #113 on: 30 January 2013, 04:15:11 PM »
^ ^ ^

Tapi kok berasa janggal ya?

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #114 on: 30 January 2013, 07:32:03 PM »
mel, kalo baca indo doank (terlepas dr tau versi terjemahan english yg lain), saya rasa maknanya dapat. tapi biar lbh jelas, bs minta ko indra copas jg terjemahan english-nya bhikkhu bodhi yg bagian kalimat itu.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #115 on: 30 January 2013, 07:47:16 PM »
mel, kalo baca indo doank (terlepas dr tau versi terjemahan english yg lain), saya rasa maknanya dapat. tapi biar lbh jelas, bs minta ko indra copas jg terjemahan english-nya bhikkhu bodhi yg bagian kalimat itu.

tapi di bukunya ada tertulis "no part of this book may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical, including photography, recording, or by any information storage .... without permission in writing from the publisher"

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #116 on: 30 January 2013, 08:10:42 PM »
tapi di bukunya ada tertulis "no part of this book may be reproduced in any form or by any means, electronic or mechanical, including photography, recording, or by any information storage .... without permission in writing from the publisher"
:hammer:
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #117 on: 31 January 2013, 08:20:13 AM »
 [at]  Yumi: saya cari inggrisnya karena saya merasa indo-nya agak janggal... (kayak ga nyambung dengan kalimat selanjutnya) :D

 [at]  Indra: PM aja inggrisnya, ndra..
« Last Edit: 31 January 2013, 08:30:00 AM by dhammadinna »