56 Upāli Sutta
Kepada Upāli
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Nāḷandā di Hutan Mangga Pāvārika.
2. Pada saat itu, Nigaṇṭha Nātaputta sedang berada di Nāḷandā bersama sekumpulan besar para Nigaṇṭha. Kemudian, ketika Nigaṇṭha [bernama] Dīgha Tapassī telah menerima dana makanan dan telah kembali dari perjalanan itu, setelah makan, ia pergi ke Hutan Mangga Pāvārika untuk menemui Sang Bhagavā. [372] Ia saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, dan ketika ramah-tamah ini selesai, ia berdiri di satu sisi. Ketika berdiri di sana, Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Ada tempat duduk, Tapassī, duduklah jika engkau menginginkan.”
3. Ketika hal ini dikatakan, Dīgha Tapassī mengambil tempat duduk yang rendah dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Tapassī, berapa banyakkah jenis perbuatan yang digambarkan oleh Nigaṇṭha Nātaputta sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk?”
“Teman Gotama, Nigaṇṭha Nātaputta tidak menggunakan penggambaran ‘perbuatan, perbuatan’; Nigaṇṭha Nātaputta biasanya menggunakan penggambaran ‘tongkat, tongkat’.”
“Kalau begitu, Tapassī, berapa banyakkah jenis tongkat yang digambarkan oleh Nigaṇṭha Nātaputta sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk?”
“Teman Gotama, Nigaṇṭha Nātaputta menggambarkan tiga jenis tongkat sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk; yaitu, tongkat jasmani, tongkat ucapan, dan tongkat pikiran.”
“Bagaimanakah, Tapassī, apakah tongkat jasmani adalah satu hal, tongkat ucapan adalah hal lainnya, dan tongkat pikiran adalah hal lainnya lagi?”
“Tongkat jasmani adalah satu hal, Guru Gotama, tongkat ucapan adalah hal lainnya, dan tongkat pikiran adalah hal lainnya lagi.”
“Dari ketiga jenis tongkat ini, Tapassī, yang dianalisa dan dibedakan sedemikian, jenis yang manakah yang oleh Nigaṇṭha Nātaputta digambarkan sebagai yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk: tongkat jasmani atau tongkat ucapan atau tongkat pikiran?”
“Dari ketiga jenis tongkat ini, Teman Gotama, yang dianalisa dan dibedakan sedemikian, Nigaṇṭha Nātaputta menggambarkan tongkat jasmani sebagai yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela.”
“Apakah engkau mengatakan tongkat jasmani, Tapassī?”
“Aku mengatakan tongkat jasmani, Teman Gotama.”
“Apakah engkau mengatakan tongkat jasmani, Tapassī?”
“Aku mengatakan tongkat jasmani, Teman Gotama.”
“Apakah engkau mengatakan tongkat jasmani, Tapassī?”
“Aku mengatakan tongkat jasmani, Teman Gotama.”
Demikianlah Sang Bhagavā membuat Nigaṇṭha Dīgha Tapassī mempertahankan pernyataannya sampai tiga kali. [373]
4. Kemudian Nigaṇṭha Dīgha Tapassī bertanya kepada Sang Bhagavā: “Dan Engkau, Teman Gotama, berapa banyakkah jenis tongkat yang digambarkan oleh-Mu sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk?”
“Tapassī, Sang Tathāgata tidak menggunakan penggambaran ‘tongkat, tongkat’; Nigaṇṭha NātaputtaSang Tathāgata biasanya menggunakan penggambaran ‘perbuatan, perbuatan’.”
“Kalau begitu, Teman Gotama, berapa banyakkah jenis perbuatan yang digambarkan oleh-Mu sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk?”
“Tapassī, Aku menggambarkan tiga jenis perbuatan sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk; yaitu, perbuatan jasmani, perbuatan ucapan, dan perbuatan pikiran.”
“Bagaimanakah, Teman Gotama, apakah perbuatan jasmani adalah satu hal, perbuatan ucapan adalah hal lainnya, dan perbuatan pikiran adalah hal lainnya lagi?”
“Perbuatan jasmani adalah satu hal, Tapassī, perbuatan ucapan adalah hal lainnya, dan perbuatan pikiran adalah hal lainnya lagi.”
“Dari ketiga jenis perbuatan ini, Teman Gotama, yang dianalisa dan dibedakan sedemikian, jenis yang manakah yang oleh-Mu digambarkan sebagai yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk: perbuatan jasmani atau perbuatan ucapan atau perbuatan pikiran?”
“Dari ketiga jenis perbuatan ini, Tapassī, yang dianalisa dan dibedakan sedemikian, Aku menggambarkan perbuatan pikiran sebagai yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan perbuatan jasmani dan perbuatan ucapan tidak terlalu tercela.”
“Apakah Engkau mengatakan perbuatan pikiran, Teman Gotama?”
“Aku mengatakan perbuatan pikiran, Tapassī.”
“Apakah Engkau mengatakan perbuatan pikiran, Teman Gotama?”
“Aku mengatakan perbuatan pikiran, Tapassī.”
“Apakah Engkau mengatakan perbuatan pikiran, Teman Gotama?”
“Aku mengatakan perbuatan pikiran, Tapassī.”
Demikianlah Nigaṇṭha Dīgha Tapassī membuat Sang Bhagavā mempertahankan pernyataannya sampai tiga kali, dan setelah itu, ia bangkit dari duduknya dan pergi menghadap Nigaṇṭha Nātaputta.
5. Pada saat itu, Nigaṇṭha Nātaputta sedang duduk bersama sejumlah besar umat awam dari Bālaka yang dipimpin oleh Upāli. Dari kejauhan, Nigaṇṭha Nātaputta melihat kedatangan Nigaṇṭha Dīgha Tapassī dan bertanya kepadanya: “Dari manakah engkau datang di siang hari ini, Tapassī?”
“Aku datang dari kediaman Petapa Gotama, Yang Mulia.”
“Apakah engkau berbincang-bincang dengan Petapa Gotama, Tapassī?” [374]
“Aku berbincang-bincang dengan Petapa Gotama, Yang Mulia.”
“Seperti apakah perbincanganmu dengan Beliau, Tapassī?”
Kemudian Nigaṇṭha Dīgha Tapassī menceritakan kepada Nigaṇṭha Nātaputta keseluruhan pembicaraannya dengan Sang Bhagavā.
6. Ketika hal ini dikatakan, Nigaṇṭha Nātaputta berkata: “Bagus, bagus, Tapassī! Nigaṇṭha Dīgha Tapassī telah menjawab Petapa Gotama seperti seorang siswa yang telah diajarkan dengan baik yang memahami ajaran gurunya dengan benar. Apalah artinya tongkat pikiran yang halus bila dibandingkan dengan tongkat jasmani yang kasar? Sebaliknya, tongkat jasmani adalah yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela.”
7. Ketika hal ini dikatakan, perumah tangga Upāli berkata kepada Nigaṇṭha Nātaputta: “Bagus, bagus, Yang Mulia, [di pihak] Dīgha Tapassī! Yang Mulia Tapassī telah menjawab Petapa Gotama seperti seorang siswa yang telah diajarkan dengan baik yang memahami ajaran gurunya dengan benar. Apalah artinya tongkat pikiran yang halus bila dibandingkan dengan tongkat jasmani yang kasar? Sebaliknya, tongkat jasmani adalah yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela. Sekarang, Yang Mulia, aku akan pergi dan membantah doktrin Petapa Gotama berdasarkan pada pernyataan ini. Jika Petapa Gotama di hadapanku mempertahankan apa yang Yang Mulia Dīgha Tapassī membuat Beliau mempertahankan, maka bagaikan seorang kuat [ ]mencengkeram seekor domba jantan berbulu lebat pada bulunya dan menariknya berputar, demikian pula dalam perdebatan itu aku akan menarik Petapa Gotama ke sana dan menarik Beliau ke sini dan menariknya berputar. Bagaikan seorang pembuat minuman keras yang kuat dapat melemparkan sebuah panci minuman besar ke dalam tangki air yang dalam, dan dengan memegang salah satu sudutnya, menariknya ke sana dan menariknya ke sini dan menariknya berputar, demikian pula dalam perdebatan itu aku akan menarik Petapa Gotama ke sana dan menarik Beliau ke sini dan menariknya berputar. Bagaikan seorang pengaduk minuman keras yang kuat dapat memegang tepi saringan dan mengguncangnya ke bawah dan mengguncangnya ke atas dan mengguncangnya ke segala arah, demikian pula dalam perdebatan itu aku akan mengguncang Petapa Gotama ke bawah [375] dan mengguncang Beliau ke bawah atas dan mengguncang Beliau ke segala arah. Dan bagaikan seekor gajah berumur enam puluh tahun mencebur ke dalam kolam dan menikmati permainan mencuci rami, demikian pula aku akan menikmati permainan mencuci rami dengan Petapa Gotama. Yang Mulia, aku akan pergi dan membantah doktrin Petapa Gotama berdasarkan pada pernyataan ini.[.]”
“Pergilah, Perumah tangga, dan bantahlah doktrin Petapa Gotama berdasarkan pada pernyataann ini. Apakah aku yang membantah doktrin Petapa Gotama atau Nigaṇṭha Dīgha Tapassī atau engkau sendiri.”
8. Ketika hal ini dikatakan, Nigaṇṭha Dīgha Tapassī berkata kepada Nigaṇṭha Nātaputta: “Yang Mulia, aku tidak setuju perumah tangga Upāli [mencoba untuk] membantah doktrin Petapa Gotama. Karena Petapa Gotama adalah seorang penyihir dan menguasai sihir pengalihan keyakinan yang dengannya Beliau mengalihkan keyakinan para penganut sekte lainnya.”
“Tidak mungkin, Tapassī, tidak mungkin terjadi bahwa perumah tangga Upāli akan menjadi siswa di bawah Petapa Gotama; tetapi mungkin saja, dapat terjadi bahwa Petapa Gotama akan menjadi siswa di bawah perumah tangga Upāli. Pergilah, Perumah tangga, dan bantahlah doktrin Petapa Gotama berdasarkan pada pernyataann ini. Apakah aku yang membantah doktrin Petapa Gotama atau Nigaṇṭha Dīgha Tapassī atau engkau sendiri.”
Untuk ke dua kalinya ... Untuk ke tiga kalinya, Nigaṇṭha Dīgha Tapassī berkata kepada Nigaṇṭha Nātaputta: “Yang Mulia, aku tidak setuju perumah tangga Upāli [mencoba untuk] membantah doktrin Petapa Gotama. Karena Petapa Gotama adalah seorang penyihir dan menguasai sihir pengalihan keyakinan yang dengannya Beliau mengalihkan keyakinan para penganut sekte lainnya.”
“Tidak mungkin, Tapassī, tidak mungkin terjadi bahwa perumah tangga Upāli akan menjadi siswa di bawah Petapa Gotama; tetapi mungkin saja, dapat terjadi bahwa Petapa Gotama akan menjadi siswa di bawah perumah tangga Upāli. Pergilah, Perumah tangga, dan bantahlah doktrin Petapa Gotama berdasarkan pada pernyataann ini. Apakah aku yang membantah doktrin Petapa Gotama atau Nigaṇṭha Dīgha Tapassī atau engkau sendiri.”
9. “Baik, Yang Mulia,” perumah tangga Upāli menjawab, dan ia bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud kepada Nigaṇṭha Nātaputta, dengan ia di sisi kanannya, ia pergi mendatangi Sang Bhagavā di Hutan Mangga Pāvārika. [376] Di sana, setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, apakah Nigaṇṭha Dīghā Tapassī datang ke sini?”
“Nigaṇṭha Dīgha Tapassī datang ke sini, Perumah tangga.”
“Yang Mulia, apakah Engkau berbincang-bincang dengannya?”
“Aku berbincang-bincang dengannya, Perumah tangga.”
“Seperti apakah perbincangan-Mu dengannya, Yang Mulia?”
Kemudian Sang Bhagavā menceritakan kepada perumah tangga Upāli keseluruhan pembicaraannya dengan Nigaṇṭha Dīgha Tapassī.
10. Ketika hal ini dikatakan, perumah tangga Upāli berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus, bagus, Yang Mulia, di pihak Tapassī! Nigaṇṭha Dīgha Tapassī telah menjawab Petapa Gotama seperti seorang siswa yang telah diajarkan dengan baik yang memahami ajaran gurunya dengan benar. Apalah artinya tongkat pikiran yang halus bila dibandingkan dengan tongkat jasmani yang kasar? Sebaliknya, tongkat jasmani adalah yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela.”
“Perumah tangga, jika engkau akan berdebat dengan berdasarkan pada kebenaran, maka kita mungkin akan terlibat dalam perbincangan mengenai hal ini.”
“Aku akan berdebat dengan berdasarkan pada kebenaran, Yang Mulia, maka marilah kita berbincang-bincang mengenai hal ini.”
11. “Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Di sini, beberapa Nigaṇṭha mungkin mengalami kesusahan, menderita, dan sakit keras [(][dengan penyakit yang membutuhkan perawatan dengan air dingin, yang tidak diperbolehkan oleh sumpahnya] dan ia akan menolak air dingin [walaupun menginginkannya] dan hanya menggunakan air panas [yang diperbolehkan dan dengan demikian menjaga sumpahnya secara jasmani dan ucapan]. Karena tidak mendapatkan air dingin, maka ia akan mati. Sekarang, Perumah tangga, di manaakah Nigaṇṭha Nātaputta menggambarkan kelahiran kembalinya [terjadi]?”
“Yang Mulia, ada para dewa yang disebut ‘pikiran-terikat’; ia akan terlahir kembali di sana. Mengapakah? Karena ketika ia mati, ia masih terikat [oleh kemelekatan] dalam pikiran.”
“Perumah tangga, Perumah tangga, perhatikanlah bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan belakangan tidak selaras dengan apa yang engkau katakan sebelumnya, juga apa yang engkau katakan sebelumnya tidak selaras dengan apa yang engkau katakan belakangan. Namun engkau membuat pernyataan ini: ‘Aku akan berdebat dengan berdasarkan pada kebenaran, Yang Mulia, maka marilah kita berbincang-bincang mengenai hal ini.’”
“Yang Mulia, walaupun Sang Bhagavā telah berkata demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela.”
bersambung