//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)  (Read 35977 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« on: 29 September 2010, 09:13:45 PM »
thread ini dibuka untuk partisipasi member dalam hal editing, silahkan posting editingnya dan untuk pembahasan diluar editing subjek silahkan ke thread ini => http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,17307.60.html
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #1 on: 29 September 2010, 09:36:31 PM »
51  Kandaraka Sutta
Kepada Kandaraka

[339] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Campā, di tepi Danau Gaggarā bersama sejumlah besar Sangha para bhikkhu. Kemudian Pessa, putera penungangg gajah, dan Kandaraka si pengembara mendatangi Sang Bhagavā. Pessa, setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, sementara Kandaraka saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, dan setelah ramah-tamah ini berakhir, ia berdiri di satu sisi. [ ]Sambil berdiri di sana, ia mengamati Sangha para bhikkhu yang sedang duduk dalam keheningan sepenuhnya, [ ]dan kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā:

1. “Sungguh menakjubkan, Guru Gotama, sungguh mengagumkan bagaimana Sangha para bhikkhu telah diarahkan untuk mempraktikkan jalan yang benar oleh Guru Gotama. Mereka yang terberkahi, sempurna dan tercerahkan sempurna di masa lampau, paling jauh hanya mengarahkan Sangha para bhikkhu untuk mempraktikkan jalan yang benar seperti yang telah dilakukan oleh Guru Gotama sekarang. Dan Mereka yang akan terberkahi, sempurna dan tercerahkan sempurna di masa depan, paling jauh akan hanya mengarahkan Sangha para bhikkhu untuk mempraktikkan jalan yang benar seperti yang telah dilakukan oleh Guru Gotama sekarang.”

3. “Demikianlah, Kandaraka, demikianlah! Mereka yang terberkahi, sempurna dan tercerahkan sempurna di masa lampau, paling jauh hanya mengarahkan Sangha para bhikkhu untuk mempraktikkan jalan yang benar seperti yang telah dilakukan olehKu sekarang. Dan Mereka yang akan terberkahi, sempurna dan tercerahkan sempurna di masa depan, paling jauh akan hanya mengarahkan Sangha para bhikkhu untuk mempraktikkan jalan yang benar seperti yang telah dilakukan oleh-Ku sekarang.

“Karena, Kandaraka, dalam Sangha para bhikkhu ini terdapat para bhikkhu yang adalah para Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sejati, telah menghancurkan belenggu penjelmaan, dan yang terbebaskan sepenuhnya melalui pengetahuan akhir. Dan dalam Sangha para bhikkhu ini terdapat para bhikkhu yang dalam tingkat latihan yang lebih tinggi dari moralitas yang konstan, menjalani kehidupan dengan moralitas konstan, bijaksana, menjalani kehidupan dengan kebijaksanaan konstan. Mereka berdiam dengan pikiran kokoh dalam empat landasan perhatian. [ ]Apakah empat ini? Di sini, Kandaraka, [340] seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan akan dunia. Ia berdiam dengan merenungkan perasaan sebagai perasaan, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan akan dunia. Ia berdiam dengan merenungkan pikiran sebagai pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan akan dunia. Ia berdiam dengan merenungkan objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan akan dunia.”

4. Ketika hal ini dikatakan, Pessa, putera penunggang gajah, berkata: “Sungguh menakjubkan, Yang Mulia, Sungguh mengagumkan betapa baiknya empat landasan perhatian telah dibabarkan oleh Sang Bhagavā: untuk pemurnian makhluk-makhluk, untuk mengatasi dukacita dan ratapan, untuk lenyapnya kesakitan dan kesedihan, untuk pencapaian jalan sejati, untuk penembusan Nibbāna. Karena, Yang Mulia, kami para umat awam berbaju-putih juga dari waktu ke waktu juga berdiam dengan pikiran kami kokoh dalam empat landasan perhatian ini. [ ]Di sini, Yang Mulia, kami berdiam dengan merenungkan jasmani sebagai jasmani … perasaan sebagai perasaan … pikiran sebagai pikiran … objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan akan dunia. Sungguh menakjubkan, Yang Mulia, Sungguh mengagumkan betapa di tengah-tengah kekusutan, kecurangan, dan muslihat manusia, Sang Bhagavā mengetahui kesejahteraan dan bahaya pada makhluk-makhluk. Karena manusia adalah kekusutan sedangkan binatang lebih terbuka. Yang Mulia, aku dapat menunggang seekor gajah yang harus dijinakkan, dan dalam waktu selama yang diperlukan untuk berjalan bolak-balik di Campā, gajah itu akan memperlihatkan segala jenis tipu daya, muslihat, ketidakjujuran, dan kecurangan [yang mampu ia lakukan]. [ ]Tetapi mereka yang disebut budak, kurir, dan pelayan kami berperilaku dalam satu cara melalui jasmaninya, dalam cara lain melalui ucapannya, sementara pikirannya bekerja dalam cara lain lagi. Sungguh menakjubkan, Yang Mulia, Sungguh mengagumkan betapa di tengah-tengah kekusutan, kecurangan, dan muslihat manusia, Sang Bhagavā mengetahui kesejahteraan dan bahaya pada makhluk-makhluk. Karena manusia adalah kekusutan sedangkan binatang lebih terbuka.”

5. “Demikianlah, Pessa, demikianlah! [341] Manusia adalah kekusutan sedangkan binatang lebih terbuka. Pessa, terdapat empat jenis orang di dunia ini.  Apakah empat ini? Di sini jenis orang tertentu menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya. Di sini jenis orang tertentu menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain. Di sini jenis orang tertentu menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain. Di sini jenis orang tertentu tidak menyiksa dirinya dan tidak melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga tidak menyiksa makhluk lain dan tidak melakukan praktik menyiksa makhluk lain. Karena ia tidak meyiksa dirinya dan makhluk lain, maka ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar, padam, dan sejuk, dan ia berdiam dengan mengalami kebahagiaan, setelah ia sendiri menjadi suci.  Yang manakah dari empat jenis orang ini yang memuaskan pikiranmu, Pessa?”

“Tiga yang pertama tidak memuaskan pikiranku, Yang Mulia, tetapi yang ke empat memuaskan pikiranku.”

6. “Tetapi, Pessa, mengapakah tiga yang pertama tidak memuaskan pikiranmu?”

“Yang Mulia, jenis orang yang menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya, menyiksa dan melukai dirinya, walaupun ia menginginkan kesenangan dan menjauhi kesakitan; itulah sebabnya jenis orang ini tidak memuaskan pikiranku. Dan jenis orang yang menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain, menyiksa dan melukai makhluk lain yang menginginkan kesenangan dan menjauhi kesakitan; itulah sebabnya jenis orang ini tidak memuaskan pikiranku. Dan jenis orang yang menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain, menyiksa dan melukai dirinya dan makhluk lain, yang mana keduanya menginginkan kesenangan dan menjauhi kesakitan; itulah sebabnya jenis orang ini tidak memuaskan pikiranku. [342] Tetapi jenis orang yang tidak menyiksa dirinya dan tidak melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga tidak menyiksa makhluk lain dan tidak melakukan praktik menyiksa makhluk lain; yang, karena tidak menyiksa dirinya dan orang kain, ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar, padam, dan sejuk, dan ia berdiam dengan mengalami kebahagiaan, setelah ia sendiri menjadi suciia tidak menyiksa dan melukai dirinya maupun makhluk lain, yang mana keduanya menginginkan kesenangan dan menjauhi kesakitan. Itulah sebabnya jenis orang ini memuaskan pikiranku. Dan sekarang, Yang Mulia, kami pergi. Kami sibuk dan banyak urusan yang harus dilakukan.”

“Silahkan Engkau pergi, Pessa.”

Kemudian Pessa, putera seorang penunggang gajah, setelah merasa senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, dengan Beliau tetap di sisi kanannya, ia pergi.

7. Segera setelah ia pergi, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu, Pesa, putera penunggang gajah, adalah seorang bijaksana, ia memiliki kebijaksanaan luas. Jika ia duduk sedikit lebih lama hingga Aku membabarkan kepadanya secara terperinci tentang ke empat jenis orang ini, ia akan sangat beruntung. Namun ia tetap sudah memperoleh manfaat besar bahkan sebanyak ini.”

“Ini adalah saatnya, Bhagavā, ini adalah waktu, Yang Mulia, bagi Sang Bhagabā untuk membabarkan secara terperinci tentang ke empat jenis orang ini, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka, Para bhikkhu, dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.”

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

8. “Para bhikkhu, orang-orang jenis apakah yang menyiksa dirinya sendiri dan melakukan praktik menyiksa dirinya sendiri? [ ]Di sini seseorang tertentu bepergian dengan telanjang, melanggar kebiasaan, menjilat tangan mereka, tidak datang ketika diminta, tidak berhenti ketika diminta; ia tidak menerima makanan yang diserahkan atau tidak menerima makanan yang secara khusus dipersiapkan atau tidak menerima undangan makan; ia tidak menerima dari kendi, dari mangkuk, melintasi ambang pintu, terhalang tongkat kayu, terhalang alat penumbuk, dari dua orang yang sedang makan bersama, dari perempuan hamil, dari perempuan yang sedang menyusui, dari perempuan yang sedang berbaring bersama laki-laki, dari mana terdapat pengumuman pembagian makanan, dari mana seekor anjing sedang menunggu, dari mana lalat beterbangan; mereka tidak menerima ikan atau daging, mereka tidak meminum minuman keras, anggur, atau minuman fermentasi. Mereka mendatangi satu rumah, satu suap; mereka mendatangi dua rumah, dua suap; … mereka mendatangi tujuh rumah, tujuh suap. Mereka makan satu mangkuk sehari, dua mangkuk sehari … tujuh mangkuk sehari. Mereka makan sekali dalam sehari, [343] sekali dalam [ ]dua hari … sekali dalam tujuh hari, dan seterusnya hingga sekali setiap dua minggu; mereka berdiam dengan menjalani praktik makan pada interval waktu yang telah ditentukan. Ia adalah pemakan sayur-sayuran dan padi-padian atau beras kasar atau kulit kupasan buah atau lumut atau kulit padi atau sekam atau tepung wijen atau rumput atau kotoran sapi. [ ]Ia hidup dari akar-akaran dan buah-buahan di hutan; ia memakan buah-buahan yang jatuh. Ia mengenakan pakaian terbuat dari rami, dari rami dan kain, dari kain pembungkus mayat, dari selimut yang dibuang, dari kulit pohon, dari kulit rusa, dari cabikan kulit rusa, dari kain rumput kusa, dari kain kulit kayu, dari kain serutan kayu, dari kain rambut, dari kain bulu binatang, dari bulu sayap burung hantu. Ia adalah seorang yang mencabut rambut dan janggut, menjalani praktik mencabut rambut dan janggut. Ia adalah seorang yang berdiri terus-menerus, menolak tempat duduk. Ia adalah seorang yang berjongkok terus-menerus, senantiasa mempertahankan posisi jongkok. Ia adalah seorang yang menggunakan alas tidur paku; ia menjadikan alas tidur paku sebagai tempat tidurnya. Ia berdiam dengan menjalani praktik mandi tiga kali sehari termasuk malam hari. Demikianlah, dalam berbagai cara ia berdiam dengan menjalankan praktik menyiksa dan menyakiti tubuhnya. Ini disebut jenis orang yang meyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya sendiri.

9. “Orang jenis apakah, Para bhikkhu, yang menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain? Di sini seseorang tertentu adalah seorang penyembelih domba, penyembelih babi, penyembelih unggas, penjebak binatang-binatang liar, pemburu, nelayan, pencuri, algojo, sipir penjara, atau seorang yang menekuni pekerjaan berdarah itu. Ini disebut jenis orang yang menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain.

10. “Orang-orang jenis apakah, Para bhikkhu, yang menyiksa dirinya sendiri dan melakukan praktik menyiksa dirinya sendiri dan juga menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain? Di sini beberapa orang yang adalah raja mulia yang sah atau seorang brahmana kaya. [ ]Setelah membangun sebuah kuil pengorbanan baru di sebelah timur kota, dan setelah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah dari kulit kasar, dan melumuri tubuhnya dengan ghee dan minyak, menggaruk punggungnya dengan tanduk rusa, ia memasuki kuil pengorbanan bersama dengan ratunya dan brahmana pendeta tertinggi. Di sana ia berbaring di atas tanah yang ditebari rumput. [ ]Raja bertahan hidup dengan meminum susu yang berasal dari puting susu pertama seekor sapi yang memiliki anak dengan warna yang sama [344] sedangkan ratu bertahan hidup dengan meminum susu yang berasal dari puting susu ke dua dan brahmana pendeta tertinggi bertahan hidup dengan meminum susu yang berasal dari puting susu ke tiga; susu dari puting susu ke empat dituangkan ke dalam api, dan anak sapi itu hidup dari apa yang tersisa. Ia berkata sebagai berikut: ‘Mari menyembelih sapi-sapi sebagai pengorbanan, mari menyembelih sapi-sapi muda sebagai pengorbanan, mari menyembelih anak-anak sapi sebagai pengorbanan, mari menyembelih domba-domba sebagai pengorbanan, mari menebang banyak pepohonan sebagai tiang pengorbanan, mari memotong banyak rumput sebagai rumput pengorbanan’. Dan kemudian para budak, kurir, dan pelayannya membuat persiapan, menangis dengan wajah basah oleh air mata, karena didorong oleh ancaman hukuman dan oleh ketakutan. Ini disebut jenis orang menyiksa dirinya sendiri dan melakukan praktik menyiksa dirinya sendiri dan juga menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain.

Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #2 on: 29 September 2010, 09:41:43 PM »
sambungan

11. Orang-orang jenis apakah, Para bhikkhu, yang tidak menyiksa dirinya dan tidak melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga tidak menyiksa makhluk lain dan tidak melakukan praktik menyiksa makhluk lainseorang yang, karena tidak menyiksa dirinya dan orang lain, ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar, padam, dan sejuk, dan ia berdiam dengan mengalami kebahagiaan, setelah ia sendiri menjadi suci?

12. “Di sini, Para bhikkhu, seorang Tathāgata muncul di dunia ini, sempurna, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati, mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa bandingan bagi orang-orang yang harus dijinakkan. Beliau menyatakan kepada dunia ini bersama para dewa, Māra, dan Brahmā, generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, raja dan rakyatnya, yang telah Beliau tembus oleh dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung. Beliau mengajarkan Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir, dengan makna dan kata-kata yang benar, dan Beliau mengungkapkan kehidupan suci yang murni dan sempurna.

13.  “Seorang perumah tangga atau putra perumah tangga atau seorang yang terlahir dari beberapa suku lainnya mendengarkan Dhamma itu. Ketika mendengarkan Dhamma itu ia memperoleh keyakinan dalam Sang Tathāgata. Dengan memiliki keyakinan itu, ia mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Kehidupan rumah tangga ramai dan berdebu; kehidupan lepas dari keduniawian terbuka lebar. Tidaklah mudah, selagi hidup dalam sebuah keluarga, menjalani kehidupan suci yang murni dan sempurna bagaikan kulit kerang yang digosok. Bagaimana jika aku mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah’. Kemudian pada kesempatan lain, dengan meninggalkan harta yang banyak atau sedikit, [345] meninggalkan sanak saudara yang banyak atau sedikit, ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.

14. “Setelah meninggalkan keduniawian demikian dan memiliki latihan dan gaya hidup kebhikkhuan, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, ia menghindari pembunuhan makhluk-makhluk hidup; dengan tongkat kayu dan senjata di singkirkan, berhati-hati, penuh belas kasihan, ia berdiam dengan berbelas kasihan kepada semua makhluk hidup. Dengan meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan; hanya mengambil apa yang diberikan, mengharapkan hanya apa yang diberikan, dengan tidak mencuri ia berdiam dalam kemurnian. Dengan meninggalkan kehidupan tidak selibat, ia menjalani hidup selibat, hidup terpisah, menghindari praktik vulgar hubungan seksual.

“Dengan meninggalkan ucapan salah, ia menghindari ucapan salah; ia mengatakan kebenaran, terikat pada kebenaran, terpercaya dan dapat diandalkan, seorang yang bukan penipu dunia. Dengan menghindari ucapan jahat, ia menghindari ucapan jahat; ia tidak mengulangi di tempat lain apa yang telah ia dengar di sini dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini, juga tidak mengulangi pada orang-orang ini apa yang telah ia dengar di tempat lain dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang ini] dari orang-orang itu; demikianlah ia menjadi seorang yang merukunkan mereka yang terpecah-belah, seorang penganjur persahabatan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, senang dalam kerukunan, pengucap kata-kata yang menganjurkan kerukunan. Dengan meninggalkan ucapan kasar, ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, dan indah, ketika masuk dalam batin, sopan, disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang. Dengan meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sebenarnya, mengatakan apa yang baik, membicarakan Dhamma dan Disiplin; pada saat yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, yang logis, selayaknya, dan bermanfaat.

“Ia menghindari merusak benih dan tanaman. Ia berlatih makan hanya dalam satu bagian hari, menghindari makan di malam hari dan di luar waktu yang selayaknya. Ia menghindari menari, menyanyi, musik, dan pertunjukan hiburan. Ia menghindari mengenakan kalung bunga, mengharumkan dirinya dengan wewangian, dan menghias dirinya dengan salep. Ia menghindari dipan yang tinggi dan besar. Ia menghindari menerima emas dan perak. Ia menghindari menerima beras mentah. Ia menghindari menerima daging mentah. Ia menghindari menerima perempuan-perempuan dan gadis-gadis. Ia menghindari menerima budak laki-laki dan perempuan. Ia menghindari menerima kambing dan domba. Ia menghindari menerima unggas dan babi. Ia menghindari menerima gajah, sapi, kuda jantan, dan kuda betina. Ia menghindari menerima ladang dan tanah. Ia menghindari menjadi pesuruh dan penyampai pesan. Ia menghindari membeli dan menjual. Ia menghindari timbangan salah, logam salah, dan ukuran salah. [346] Ia menghindari kecurangan, penipuan, penggelapan, dan muslihat. Ia menghindari melukai, membunuh, mengikat, merampok, menjarah, dan kekerasan.

15. “Ia menjadi puas dengan jubah untuk melindungi tubuhnya dan makanan persembahan untuk memelihara perutnya, dan kemanapun ia pergi ia hanya membawa ini bersamanya. Seperti halnya seekor burung, kemanapun ia pergi, ia terbang hanya dengan sayap-sayapnya sebagai beban satu-satunya, demikian pula, bhikkhu itu menjadi puas dengan jubah untuk melindungi tubuhnya dan makanan persembahan untuk memelihara perutnya, dan kemanapun ia pergi ia hanya membawa ini bersamanya. Dengan memiliki kelompok moralitas mulia ini, ia mengalami dalam dirinya suatu kebahagiaan yang tanpa noda.

Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #3 on: 29 September 2010, 11:19:57 PM »
Tambahan
51  Kandaraka Sutta


1. Kemudian Pessa, putra penunggang gajah,

12. “Sungguh menakjubkan, Guru Gotama,

3. seperti yang telah dilakukan oleh-Ku sekarang.

Mereka berdiam dengan pikiran kukuh dalam empat landasan perhatian.

4. Ketika hal ini dikatakan, Pessa, putra penunggang gajah,
“Sungguh menakjubkan, Yang Mulia, sungguh mengagumkan
Karena, Yang Mulia, kami para umat awam berbaju-putih juga dari waktu ke waktu juga berdiam dengan pikiran kami kukuh dalam empat landasan perhatian ini.
Sungguh menakjubkan, Yang Mulia, sungguh mengagumkan
Karena manusia adalah kekusutan, sedangkan binatang lebih terbuka
Sungguh menakjubkan, Yang Mulia, sungguh mengagumkan
Karena manusia adalah kekusutan, sedangkan binatang lebih terbuka

5. Manusia adalah kekusutan, sedangkan binatang lebih terbuka.
Pessa, terdapat empat jenis orang di dunia ini. [ ]Apakah empat ini? Di sini, jenis orang tertentu menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya. Di sini, jenis orang tertentu menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain. Di sini, jenis orang tertentu menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain. Di sini, jenis orang tertentu tidak menyiksa dirinya dan tidak melakukan praktik menyiksa dirinya,
Karena ia tidak menyiksa dirinya dan makhluk lain, maka ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar, padam, dan sejuk, dan ia berdiam dengan mengalami kebahagiaan, setelah ia sendiri menjadi suci. [ ]Yang manakah dari empat jenis orang ini yang memuaskan pikiranmu, Pessa?”

6.
“Yang Mulia, jenis orang yang menyiksa dirinya dan melakukan praktik menyiksa dirinya, menyiksa dan melukai dirinya, walaupun iayang menginginkan kesenangan dan menjauhi kesakitan;
yang, karena tidak menyiksa dirinya dan orang lain, ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar

Silakan engkau pergi, Pessa.”


Kemudian Pessa, putra seorang penunggang gajah,

7. “Para bhikkhu, Pessa, putra penunggang gajah,
Namun, ia tetap sudah memperoleh manfaat besar bahkan sebanyak ini.”

“Ini adalah saatnya, Bhagavā, ini adalah waktunya, Yang Mulia, bagi Sang Bhagavā untuk membabarkan secara terperinci tentang keempat jenis orang ini,

8. Di sini, seseorang tertentu bepergian dengan telanjang,
menjilat tangannya mereka
merekaia tidak menerima ikan atau daging, merekaia tidak meminum minuman keras, anggur, atau minuman fermentasi. merekaia mendatangi satu rumah, satu suap; merekaia mendatangi dua rumah, dua suap; … merekaia mendatangi tujuh rumah, tujuh suap. merekaia makan satu mangkuk sehari, dua mangkuk sehari … tujuh mangkuk sehari. merekaia makan sekali dalam sehari, [343] sekali dalam [ ]dua hari … sekali dalam tujuh hari, dan seterusnya hingga sekali setiap dua minggu; merekaia berdiam dengan menjalani praktik makan pada interval waktu yang telah ditentukan
Ini disebut jenis orang yang menyiksa dirinya

9. Di sini, seseorang tertentu adalah seorang penyembelih domba,

10. Di sini, beberapa orang yang adalah raja mulia yang sah atau seorang brahmana kaya.
seekor sapi yang memiliki anak dengan warna yang sama, [344] sedangkan ratu bertahan hidup
dari puting susu ke dua, dan brahmana pendeta tertinggi bertahan hidup

11. Orang-orang jenis apakah, Para bhikkhu,

12. yang telah Beliau tembus oleh diri-Nya sendiri dengan pengetahuan langsung.

13. [ ]“Seorang perumah tangga atau putra
Ketika mendengarkan Dhamma itu, ia memperoleh keyakinan dalam Sang Tathāgata.

14. dengan tongkat kayu dan senjata disingkirkan,
ia berdiam dengan berbelaskasihan kepada semua makhluk hidup.
dengan tidak mencuri, ia berdiam dalam kemurnian.

menyenangkan di telinga, dan indah, ketika masuk dalam batin, => ini digabung ato dipisah dari kata "indah"?
pada saat yang tepat, ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, yang logis, selayaknya, dan bermanfaat.
menghindari timbangan salah, logam salah, dan ukuran salah => logam palsu?

15. dan ke mana pun ia pergi, ia hanya membawa ini bersamanya.
Seperti halnya seekor burung, ke mana pun ia pergi,
dan ke mana pun ia pergi, ia hanya membawa ini bersamanya.

bersambung
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #4 on: 01 October 2010, 11:04:17 PM »
Lanjutan 51  Kandaraka Sutta
--------------------------------------

16. “Ketika melihat suatu bentuk dengan mata, ia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria mata tanpa terkendali, kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan akan dapat menguasainya, ia berlatih cara pengendaliannya, ia menjaga indria mata, ia menjalankan pengendalian indria mata. Ketika mendengar suatu suara dengan telinga ... Ketika mencium suatu bau-bauan dengan hidung ... Ketika mengecap suatu rasa kecapan dengan lidah ... Ketika menyentuh suatu objek sentuhan dengan badan ... Ketika mengenali suatu objek-pikiran dengan pikiran, ia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria pikiran tanpa terkendali, kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan akan dapat menguasainya, ia berlatih cara pengendaliannya, ia menjaga indria pikiran, ia menjalankan pengendalian indria pikiran. Dengan memiliki pengendalian mulia akan indria-indria ini, ia mengalami dalam dirinya suatu kebahagiaan yang tanpa noda.

17. “Ia menjadi seorang yang bertindak dengan penuh kewaspadaan ketika berjalan maju maupun mundur; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika melihat ke depan maupun ke belakang; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika menunduk maupun menegakkan badan; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika mengenakan jubahnya dan membawa jubah luar dan mangkuknya; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika makan, minum, mengunyah makanan, dan mengecap; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika buang air besar maupun buang air kecil; yang bertindak dalam kewaspadaan penuh ketika berjalan, berdiri, duduk, jatuh tertidur, bangun tidur, berjalan, berbicara, dan berdiam diri.

18. “Dengan memiliki kelompok moralitas mulia ini, dan pengendalian mulia atas indria-indria ini, dan memiliki perhatian mulia dan kewaspadaan mulia ini, ia mencari tempat tinggal yang terasing: hutan, bawah pohon, gunung, jurang, gua di lereng gunung, tanah pekuburan, hutan belantara, ruang terbuka, tumpukan jerami.

19. [ ]“Setelah kembali dari menerima dana makanan, setelah makan, ia duduk bersila, menegakkan badannya, dan menegakkan perhatian di depannya. [347] Dengan meninggalkan ketamakan akan dunia, ia berdiam dengan pikiran yang bebas dari ketamakan; ia memurnikan pikirannya dari ketamakan. Dengan meninggalkan niat buruk dan kebencian, ia berdiam dengan pikiran yang bebas dari niat buruk, berbelaskasihan bagi kesejahteraan semua makhluk hidup; ia memurnikan pikirannya dari niat buruk dan kebencian. Dengan meninggalkan kelambanan dan ketumpulan, ia berdiam dengan terbebas dari kelambanan dan ketumpulan, seorang yang melihat cahaya, penuh perhatian dan penuh kewaspadaan; ia memurnikan pikirannya dari kelambanan dan ketumpulan. Dengan meninggalkan kegelisahan dan penyesalan, ia berdiam dengan tanpa kegelisahan dengan batin yang damai; ia memurnikan pikirannya dari kegelisahan dan penyesalan. Dengan meninggalkan keragu-raguan, ia berdiam setelah melampaui keragu-raguan, tanpa kebingungan akan kondisi-kondisi bermanfaat; ia memurnikan pikirannya dari keragu-raguan.

20. “Setelah meninggalkan kelima rintangan ini, ketidakmurnian pikiran yang melemahkan kebijaksanaan, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, ia masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan.

21. “Kemudian, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi.

22. “Kemudian, dengan meluruhnya kegembiraan, seorang bhikkhu berdiam dalam keseimbangan, dan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kenikmatan pada jasmani, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang dikatakan oleh para mulia: ‘Ia memiliki kediaman yang menyenangkan yang memiliki keseimbangan dan penuh perhatian.’

23. “Kemudian, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang tanpa kesakitan juga tanpa kenikmatan dan memiliki kemurnian perhatian karena keseimbangan.

24. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidaksempurnaan, lunak, lentur, kukuh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan kehidupan lampau. Ia mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penyusutan-dunia, banyak kappa pengembangan-dunia, banyak kappa penyusutan-dan-pengembangan-dunia: Di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di tempat lain; dan di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, [348] umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di sini.’ Demikianlah dengan segala aspek dan ciri-cirinya, ia mengingat banyak kehidupan lampau.

25. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidaksempurnaan, lunak, lentur, kukuh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan kematian dan kelahiran kembali makhluk-makhluk. Dengan mata-dewa, yang murni dan melampaui manusia, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin. Ia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka sebagai berikut: ‘Makhluk-makhluk ini yang berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, pencela para mulia, keliru dalam pandangan, memberikan dampak pandangan salah dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam rendah, dalam kesengsaraan, bahkan di dalam neraka; tetapi makhluk-makhluk ini, yang berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, bukan pencela para mulia, berpandangan benar, memberikan dampak pandangan benar dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam yang bahagia, bahkan di alam surga.’ Demikianlah dengan mata-dewa yang murni dan melampaui manusia, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan ia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka.

26. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidaksempurnaan, lunak, lentur, kukuh, dan mencapai kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada pengetahuan hancurnya noda-noda. Ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan[.]’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah noda-noda’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula noda-noda’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya noda-noda’; ia memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya noda-noda’.

27. “Ketika ia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya terbebaskan dari noda keinginan indria, dari noda penjelmaan, dan dari noda kebodohan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apa pun.’

28. “Ini, Para bhikkhu, disebut jenis orang yang yang tidak menyiksa dirinya dan tidak melakukan praktik menyiksa dirinya, dan ia juga tidak menyiksa makhluk lain dan tidak melakukan praktik menyiksa makhluk lain [349]seorang yang, karena tidak menyiksa dirinya dan orang lain, ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar, padam, dan sejuk, dan ia berdiam dengan mengalami kebahagiaan, setelah ia sendiri menjadi suci.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #5 on: 02 October 2010, 12:03:11 AM »
52  Aṭṭhakanāgara Sutta
Orang dari Aṭṭhakanāgara


1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Yang Mulia Ānanda sedang menetap di Beluvagāmaka di dekat Vesālī.

[ ]2. Pada saat itu, perumah tangga Dasama dari Aṭṭhakanāgara telah tiba di Pāṭaliputta untuk suatu urusan. Kemudian ia mendatangi seorang bhikkhu tertentu di Taman Kukkuta, dan setelah bersujud kepadanya, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepadanya: “Di manakah Yang Mulia Ānanda menetap saat ini, Yang Mulia? Aku ingin bertemu dengan Yang Mulia Ānanda.”

“Yang Mulia Ānanda sedang menetap di Beluvagāmaka di dekat Vesālī, Perumah tangga.”

3. Kemudian perumah tangga Dasama setelah menyelesaikan urusannya di Pāṭaliputta, ia mendatangi Yang Mulia Ānanda di Beluvagāmaka di dekat Vesālī. Setelah bersujud kepadanya, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepadanya:

“Yang Mulia Ānanda, adakah satu hal yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagavā yang mengetahui dan melihat, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya?”

“Ada, Perumah tangga, sesungguhnya ada satu hal demikian yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā.” [350]

“Apakah satu hal itu, Yang Mulia Ānanda?”

4. “Di sini, Perumah tangga, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Jhāna pertama ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. [ ]Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. [ ]Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda karena keinginan pada Dhamma itu, kegembiraan dalam Dhamma itu, [ ]maka dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, ia menjadi seorang yang muncul secara spontan [di Alam Murni] dan di sana akan mencapai Nibbāna akhir tanpa pernah kembali ke alam ini.

“Ini adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā yang mengetahui dan melihat, sempurna dan terceerahkan sempurna, di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

5. “Kemudian, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua ... Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Jhāna ke dua ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā [351] ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

6. “Kemudian, dengan lenyapnya kegembiraan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga ... Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Jhāna ke tiga ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

7. “Kemudian, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan ... seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat ... Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Jhāna ke empat ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

8. “Kemudian, seorang bhikkhu berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang penuh dengan cinta kasih, demikian pula arah ke dua, demikian pula arah ke tiga, demikian pula arah ke empat; seperti ke atas, demikian pula ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala tempat, dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh penjuru dunia dengan pikiran cinta kasih, berlimpah, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan dan tanpa niat buruk. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Kebebasan pikiran melalui cinta kasih ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

9. “Kemudian, seorang bhikkhu berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang penuh dengan belas kasihan ... tanpa niat buruk. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Kebebasan pikiran melalui belas kasihan ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

10. “Kemudian, seorang bhikkhu berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang penuh dengan kegembiraan altruistik ... tanpa niat buruk. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Kebebasan pikiran melalui kegembiraan altruistik ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.
   
11. “Kemudian, seorang bhikkhu berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang penuh dengan keseimbangan ... tanpa niat buruk. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Kebebasan pikiran melalui keseimbangan ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, [352] tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

12. “Kemudian, dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk, dengan lenyapnya persepsi kontak indria, dengan tanpa-perhatian pada keragaman persepsi, menyadari bahwa ‘ruang adalah tanpa batas’, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Pencapaian landasan ruang tanpa batas ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

13. “Kemudian, dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, menyadari bahwa ‘kesadaran adalah [ ]tanpa batas’, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Pencapaian landasan kesadaran tanpa batas ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda ... tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā ... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.

14. “Kemudian, dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, menyadari bahwa ‘tidak ada apa-apa’, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. Ia merenungkan dan memahami sebagai berikut: ‘Pencapaian landasan kekosongan ini adalah terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak. Tetapi apa pun yang terkondisi dan dihasilkan melalui kehendak adalah tidak kekal, tunduk pada lenyapnya.’ Jika ia kukuh dalam hal itu, ia mencapai hancurnya noda-noda. Tetapi jika ia tidak mencapai hancurnya noda-noda karena keinginan pada Dhamma itu, kegembiraan dalam Dhamma itu, maka dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, ia menjadi seorang yang muncul secara spontan [di Alam Murni] dan di sana akan mencapai Nibbāna akhir tanpa pernah kembali di alam ini.

“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā yang mengetahui dan melihat, sempurna dan terceerahkan sempurna, di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan teguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum ia capai sebelumnya.”

15. Ketika Yang Mulia Ānanda telah selesai berbicara, perumah tangga Dasama dari Aṭṭhakanāgara berkata kepadanya: “Yang Mulia Ānanda, bagaikan seseorang yang mencari jalan masuk menuju harta karun dan sampai pada sebelas [353] jalan masuk menuju harta karun itu, demikian pula, selagi aku mencari pintu menuju Keabadian, aku telah dengan seketika mendengarkan sebelas pintu menuju Keabadian. [ ]Bagaikan seseorang yang membangun rumahnya dengan sebelas pintu dan ketika rumah itu terbakar, ia dapat menyelamatkan diri melalui salah satu dari sebelas pintu itu, demikian pula aku dapat menyelamatkan diri melalui salah satu dari sebelas pintu menuju Keabadian ini. Yang Mulia, para penganut sekte lain bahkan akan mencari bayaran untuk guru mereka; mengapa aku tidak memberikan persembahan kepada Yang Mulia Ānanda?”

16. Kemudian perumah tangga Dasama dari Aṭṭhakanāgara mengumpulkan Sangha para bhikkhu dari Pāṭaliputta dan Vesālī, dan dengan tangannya sendiri ia melayani mereka dengan berbagai jenis makanan baik. Ia mempersembahkan sepasang jubah kepada masing-masing bhikkhu, dan ia mempersembahkan tiga jubah kepada Yang Mulia Ānanda, dan ia membangun sebuah tempat tinggal bernilai lima ratus [ ]untuk Yang Mulia Ānanda.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #6 on: 04 October 2010, 09:54:28 PM »
53  Sekha Sutta
Siswa dalam Latihan yang Lebih Tinggi

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Negeri Sakya di Kapilavatthu di Taman Nigrodha.

2. Pada saat itu, sebuah aula pertemuan baru telah dibangun untuk orang-orang Sakya di Kapilavatthu dan belum dihuni oleh petapa atau brahmana atau manusia mana pun sama sekali. Kemudian orang-orang Sakya dari Kapilavatthu mendatangi Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan berkata kepada Beliau:

“Yang Mulia, sebuah aula pertemuan baru telah dibangun untuk orang-orang Sakya di Kapilavatthu dan belum dihuni oleh petapa atau brahmana atau manusia mana pun sama sekali. Yang Mulia, sudilah Bhagavā menjadi yang pertama menempatinya. Setelah Sang Bhagavā menggunakannya pertama kali, kemudian orang-orang Sakya di Kapilavatthu akan menggunakannya setelahnya. Ini akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.”  [354]

3. Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri. Kemudian, ketika mereka melihat bahwa Beliau telah menerima, mereka bangkit dari duduk, dan setelah bersujud kepada Beliau, dengan Beliau di sisi kanan mereka, mereka pergi ke aula pertemuan. Mereka menutup seluruhnya dengan penutup dan mempersiapkan tempat duduk, dan mereka meletakkan kendi air besar dan menggantung lampu minyak. Kemudian mereka mendatangi Sang Bhagavā, dan setelah bersujud kepada Beliau, mereka berdiri di satu sisi dan berkata:

“Yang Mulia, aula pertemuan telah ditutup sepenuhnya dengan penutup dan tempat-tempat duduk telah dipersiapkan, kendi air besar telah diletakkan dan lampu minyak telah digantung. Silakan Bhagavā datang.”

4. Kemudian Sang Bhagavā merapikan jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubah-Nya, Beliau bersama dengan Sangha para bhikkhu pergi ke aula pertemuan. Ketika Beliau sampai, Beliau mencuci kaki-Nya dan kemudian memasuki aula dan duduk di tiang tengah menghadap ke timur. Dan para bhikkhu mencuci kaki mereka dan kemudian memasuki aula dan duduk di dinding barat menghadap ke timur, dengan Sang Bhagavā di depan mereka. Dan orang-orang Sakya Kapilavatthu mencuci kaki mereka dan memasuki aula dan duduk di dinding timur menghadap ke barat, dengan Sang Bhagavā di depan mereka.

5. Kemudian, setelah Sang Bhagavā memberikan instruksi, mendorong, membangkitkan semangat, dan menggembirakan orang-orang Sakya Kapilavatthu dengan khotbah Dhamma sepanjang malam, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Ānanda, babarkanlah kepada orang-orang Sakya Kapilavatthu tentang siswa dalam latihan yang lebih tinggi yang telah memasuki sang jalan. [ ]Punggung-Ku tidak nyaman. Aku akan beristirahat.”

“Baik, Yang Mulia,” Yang Mulia Ānanda menjawab.

Kemudian Sang Bhagavā melipat jubah-Nya menjadi empat dan berbaring pada sisi kanan-Nya dalam postur singa, dengan satu kaki di atas kaki lainnya, penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, setelah mencatat dalam pikiran-Nya waktu untuk bangun.

6. Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Mahānāma orang Sakya sebagai berikut:

“Mahānāma, di sini seorang siswa mulia memiliki moralitas, menjaga pintu-pintu indrianya, makan secukupnya, dan menekuni kewaspadaan; ia memiliki tujuh kualitas baik; dan ia adalah seorang yang tanpa kesulitan, sesuai kehendaknya ia mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kedamaian yang menyenangkan di sini dan saat ini. [355]

7. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia memiliki moralitas? Di sini, seorang siswa mulia bermoral, ia berdiam terkendali dengan pengendalian Pātimokkha, ia sempurna dalam perilaku dan bidang aktivitas, dan melihat dengan takut pada pelanggaran sekecil apa pun, ia berlatih dengan menjalankan aturan-aturan latihan. Ini adalah bagaimana seorang siswa mulia memiliki moralitas.

8. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia menjaga pintu-pintu indrianya? [ ]Di sini, ketika melihat bentuk dengan mata, seorang siswa mulia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena jika ia membiarkan indria mata tanpa terjaga, kondisi-kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan dapat menguasainya, ia melatih jalan pengendalian, ia menjaga indria mata, ia menjalankan pengendalian indria mata. Ketika mendengar suara dengan telinga ... Ketika mencium bau-bauan dengan hidung ... Ketika mengecap rasa dengan lidah ... Ketika menyentuh objek-sentuhan dengan badan ... Ketika mengenali objek-pikiran dengan pikiran, seorang siswa mulia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena jika ia membiarkan indria pikiran tanpa terjaga, kondisi-kondisi jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan dapat menguasainya, ia melatih jalan pengendalian, ia menjaga indria pikiran, ia menjalankan pengendalian indria pikiran. Itu adalah bagaimana seorang siswa mulia menjaga pintu-pintu indrianya.

9. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia makan secukupnya? Di sini, dengan merenungkan dengan bijaksana, seorang siswa mulia memakan makanan bukan untuk kesenangan juga bukan untuk mabuk juga bukan demi kecantikan dan kemenarikan fisik, tetapi hanya untuk ketahanan dan kelangsungan tubuh ini, untuk mengakhiri ketidaknyamanan, untuk menunjang kehidupan suci, dengan mempertimbangkan: ‘Dengan demikian aku akan mengakhiri perasaan lama tanpa membangkitkan perasaan baru dan aku akan menjadi sehat dan tanpa cela dan dapat hidup dalam kenyamanan.’ Itu adalah bagaimana seorang siswa mulia makan secukupnya.

10. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia menekuni kewaspadaan? Di sini, selama siang hari, sambil berjalan mondar-mandir dan duduk, seorang siswa mulia memurnikan pikirannya dari kondisi-kondisi yang merintangi. Pada jaga pertama malam hari, sambil berjalan mondar-mandir dan duduk, ia memurnikan pikirannya dari kondisi-kondisi yang merintangi. Pada jaga pertengahan malam hari, di ia berbaring di sisi kanan dalam postur singa, dengan satu kaki di atas kaki lainnya, penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, setelah mencatat dalam pikirannya waktu untuk bangun. Setelah bangun, pada jaga ke tiga malam hari, ia memurnikan pikirannya dari kondisi-kondisi yang merintangi. Itu adalah bagaimana seorang siswa mulia menekuni kewaspadaan. [356]

11. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia memiliki tujuh kualitas baik? Di sini, seorang siswa mulia memiliki keyakinan; ia berkeyakinan pada Pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā sempurna, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati, mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa tandingan bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, tercerahkan, terberkahi.

12. “Ia memiliki rasa malu; ia malu terhadap perilaku salah dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, malu dalam melakukan perbuatan jahat yang tidak bermanfaat.

13. “Ia memiliki rasa takut pada pelanggaran; ia takut terhadap perilaku salah dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, takut dalam melakukan perbuatan jahat yang tidak bermanfaat.

14. “Ia telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan menggabungkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir, dengan makna dan kata-kata yang benar, dan menegaskan kehidupan suci yang murni dan sempurnaajaran-ajaran seperti ini telah banyak ia pelajari, ia ingat, ia hafalkan, ia selidiki melalui pikiran dan ia tembus dengan baik melalui pandangan.

15. “Ia bersemangat dalam meninggalkan kondisi-kondisi yang tidak bermanfaat dan dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang bermanfaat; ia mantap, teguh dalam berusaha, tidak lengah dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang bermanfaat.

16. “Ia memiliki perhatian; ia memiliki perhatian dan keterampilan tertinggi; ia mengingat dan merenungkan apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu.

17. “Ia bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan sehubungan dengan munculnya dan lenyapnya yang mulia dan menembus dan menuntun menuju kehancuran total penderitaan. [ ]Itu adalah bagaimana seorang siswa mulia memiliki tujuh kualitas baik.

18. “Dan bagaimanakah seorang siswa mulia yang adalah seorang yang tanpa kesulitan, sesuai kehendaknya, mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kedamaian yang menyenangkan di sini dan saat ini? Di sini, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang siswa mulia masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … Dengan meluruhnya kegembiraan … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga … Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang memiliki bukan-kesakitan-juga-bukan-kenikmatan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Itu adalah bagaimana seorang siswa mulia yang adalah seorang yang tanpa kesulitan, sesuai kehendaknya, mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kedamaian yang menyenangkan di sini dan saat ini.

19. “Ketika seorang siswa mulia telah menjadi seorang yang memiliki moralitas, menjaga pintu-pintu indrianya, makan secukupnya, dan menekuni kewaspadaan; ia memiliki tujuh kualitas baik, [357] dan ia adalah seorang yang tanpa kesulitan, sesuai kehendaknya, mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kedamaian yang menyenangkan di sini dan saat ini demikian, maka ia disebut sebagai seorang yang dalam latihan yang lebih tinggi yang telah memasuki sang jalan. Telur-telurnya tidak pecah; ia mampu menembus, mampu mencapai pencerahan, mampu mencapai keamanan tertinggi dari belenggu.

“Misalkan terdapat seekor ayam betina dengan delapan atau sepuluh atau dua belas butir telur, yang ia tutupi, erami, dan pelihara dengan baik. [ ]Walaupun ia tidak menghendaki: ‘O, semoga anak-anakku dapat menusuk cangkangnya dengan cakar dan paruhnya dan menetas dengan selamat!’ namun anak-anak ayam itu mampu menembus cangkang mereka dengan cakar dan paruh dan menetas dengan selamat. Demikian pula, ketika seorang siswa mulia telah menjadi seorang yang memiliki moralitas … maka ia disebut sebagai seorang yang dalam latihan yang lebih tinggi yang telah memasuki sang jalan. Telur-telurnya tidak pecah; ia mampu menembus, mampu mencapai pencerahan, mampu mencapai keamanan tertinggi dari belenggu.

20. “Berdasarkan pada perhatian tertinggi yang sama yang memiliki kemurnian karena keseimbangan, [ ]siswa mulia ini mengingat banyak kehidupan lampaunya … (seperti sutta 51, §24) … Demikianlah dengan aspek-aspek dan ciri-cirinya, ia mengingat banyak kehidupan lampau. Ini adalah penetasan pertama seperti penetasan anak ayam dari cangkangnya.

21. “Berdasarkan pada perhatian tertinggi yang sama yang memiliki kemurnian karena keseimbangan, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, siswa mulia ini melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali … (seperti sutta 51, §25) … ia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai perbuatan mereka. Ini adalah penetasan ke dua seperti penetasan anak ayam dari cangkangnya.

22. “Berdasarkan pada perhatian tertinggi yang sama yang memiliki kemurnian karena keseimbangan, dengan menembus untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, siswa mulia ini di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda melalui hancurnya noda-noda. [358] Ini adalah penetasan ke tiga seperti penetasan anak ayam dari cangkangnya.

23. “Ketika seorang siswa mulia memiliki moralitas, itu berhubungan dengan perilakunya. Ketika ia menjaga pintu-pintu indrianya, itu berhubungan dengan perilakunya. Ketika ia makan secukupnya, itu berhubungan dengan perilakunya. Ketika ia menekuni kewaspadaan, itu berhubungan dengan perilakunya. Ketika ia memiliki tujuh kualitas baik, itu berhubungan dengan perilakunya. Ketika ia telah menjadi seorang yang tanpa kesulitan, sesuai kehendaknya, mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kedamaian yang menyenangkan di sini dan saat ini, itu berhubungan dengan perilakunya.

24. “Ketika ia mengingat banyak kehidupan lampau … dengan aspek-aspek dan ciri-cirinya, itu berhubungan dengan pengetahuan sejatinya. Ketika, dengan mata dewa … ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali dan memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai perbuatan mereka, itu berhubungan dengan pengetahuan sejatinya. Ketika, dengan menembus untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, ia di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda melalui hancurnya noda-noda, itu berhubungan dengan pengetahuan sejatinya.

25. “Siswa mulia demikian ini dikatakan sempurna dalam pengetahuan sejati, sempurna dalam perilaku, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati. Dan syair ini diucapkan oleh Brahmā Sanankumāra:

   ‘Kasta mulia ini dianggap sebagai
   Orang-orang terbaik sehubungan dengan silsilah;
   Tetapi yang terbaik di antara para dewa dan manusia adalah seorang
   Yang sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati.’

“Syair ini telah dilantunkan dengan baik oleh Brahmā Sanankumāra, bukan dilantunkan dengan buruk; diucapkan dengan baik, bukan diucapkan dengan buruk; syair ini memiliki makna, dan bukan tanpa makna, dan syair ini disetujui oleh Sang Bhagavā.[:]

26. Kemudian Sang Bhagavā bangun dan berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Bagus, bagus, Ānanda! Bagus sekali engkau telah membabarkan kepada orang-orang Sakya Kapilavatthu tentang siswa dalam latihan yang lebih tinggi yang telah memasuki sang jalan.” [359]

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Yang Mulia Ānanda. Sang Guru menyetujuinya. Orang-orang Sakya Kapilavatthu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Yang Mulia Ānanda.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #7 on: 05 October 2010, 01:36:08 PM »
54  Potaliya Sutta
Kepada Potaliya

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di negeri orang-orang Anguttarāpa di mana terdapat pemukiman bernama Āpaṇa.

2. Kemudian, pada suatu pagi, Sang Bhagavā merapikan jubah, dan membawa mangkuk dan jubah-Nya, pergi ke Āpaṇa untuk menerima dana makanan. Ketika Beliau telah menerima dana makanan di Āpaṇa dan telah kembali dari perjalanan itu, setelah makan, Beliau pergi ke suatu hutan untuk melewatkan hari. Setelah memasuki hutan, Beliau duduk di bawah sebatang pohon.

3. Potaliya si perumah tangga, sewaktu berjalan mondar-mandir untuk berolahraga, mengenakan pakaian lengkap dengan payung dan sandal, juga pergi ke hutan itu, dan setelah memasuki hutan, ia mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia berdiri di satu sisi. Sang Bhagavā berkata kepadanya: [‘]Ada tempat duduk, Perumah tangga, duduklah jika engkau menginginkan.[’]

Ketika hal ini dikatakan, perumah tangga Potaliya berpikir: [‘]Petapa Gotama memanggilku dengan ‘perumah tangga’,” dan marah serta tidak senang, ia berdiam diri.

Untuk ke dua kalinya Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Ada tempat duduk, Perumah tangga, duduklah jika engkau menginginkan.” Dan untuk ke dua kalinya perumah tangga Potaliya berpikir: ‘Petapa Gotama memanggilku dengan ‘perumah tangga’,” dan marah serta tidak senang, ia berdiam diri.

Untuk ke tiga kalinya Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Ada tempat duduk, Perumah tangga, duduklah jika engkau menginginkan.” Dan untuk ke tiga kalinya perumah tangga Potaliya berpikir: ‘Petapa Gotama memanggilku sebagai ‘perumah tangga’,” dan marah serta tidak senang, ia berkata kepada Sang Bhagavā: [360] “Guru Gotama, adalah tidak selayaknya juga tidak tepat bahwa Engkau memanggilku dengan ‘perumah tangga’.

“Perumah tangga, engkau memiliki aspek-aspek, ciri-ciri, dan tanda-tanda seorang perumah tangga.”

“Walaupun demikian, Guru Gotama, aku telah meninggalkan semua pekerjaanku dan memotong semua urusanku.”

“Dengan cara bagaimanakah, Perumah tangga, engkau telah meninggalkan semua pekerjaanmu dan memotong semua urusanmu?”

“Guru Gotama, aku telah menyerahkan seluruh kekayaan, hasil panen, perak dan emas kepada anak-anakku sebagai warisan mereka. Aku tidak menegur dan menyalahkan mereka sehubungan dengan hal-hal tersebut melainkan hanya sekadar hidup dari makanan dan pakaian. Demikianlah bagaimana aku telah meninggalkan semua pekerjaanku dan memotong semua urusanku.”

“Perumah tangga, memotong urusan seperti yang engkau gambarkan adalah satu hal, tetapi dalam Disiplin Yang Mulia, memotong urusan adalah berbeda.”

“Apakah memotong urusan seperti dalam Disiplin para Mulia, Yang Mulia? Baik sekali, Yang Mulia, jika Sang Bhagavā sudi mengajarkan Dhamma kepadaku, menunjukkan bagaimana memotong urusan seperti dalam Disiplin Yang Mulia.”

“Maka dengarkanlah, Perumah tangga, dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.”

“Baik, Yang Mulia,” Potaliya si perumah tangga menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

4. “Perumah tangga, terdapat delapan hal ini dalam Disiplin Yang Mulia yang menuntun menuju terpotongnya urusan-urusan. Apakah delapan ini? Dengan dukungan perbuatan tidak membunuh makhluk-makhluk hidup, maka pembunuhan makhluk-makhluk hidup ditinggalkan. Dengan dukungan perbuatan mengambil hanya apa yang diberikan, maka perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan ditinggalkan. Dengan dukungan ucapan jujur, maka kebohongan ditinggalkan. Dengan dukungan ucapan tidak jahat, maka ucapan jahat ditinggalkan. Dengan dukungan tanpa merampas dan tanpa keserakahan, [ ]maka merampas dan keserakahan ditinggalkan. Dengan dukungan tanpa kedengkian dan tanpa cacian, maka kedengkian dan cacian ditinggalkan. Dengan dukungan tanpa kemarahan dan tanpa kejengkelan, maka kemarahan dan kejengkelan ditinggalkan. Dengan dukungan tanpa kesombongan, maka kesombongan ditinggalkan. Ini adalah delapan hal, yang disebutkan secara ringkas tanpa dijelaskan secara terperinci, yang menuntun menuju terpotongnya urusan-urusan dalam Disiplin Yang Mulia.”

5. “Yang Mulia, baik sekali jika, demi belas kasihan, Bhagavā sudi menjelaskan kepadaku secara terperinci mengenai kedelapan hal ini yang menuntun menuju terpotongnya urusan-urusan dalam Disiplin Yang Mulia, yang telah disebutkan secara ringkas tanpa dijelaskan secara terperinci.”

“Maka dengarkanlah, Perumah tangga, dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.”

“Baik, Yang Mulia,” Potaliya si perumah tangga menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: [361]

6. “[’]Dengan dukungan perbuatan tidak membunuh makhluk-makhluk hidup, maka pembunuhan makhluk-makhluk hidup ditinggalkan.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, seorang siswa mulia merenungkan sebagai berikut: ‘Aku melatih jalan untuk meninggalkan dan memotong belenggu-belenggu itu yang karenanya aku mungkin membunuh makhluk-makhluk itu. Jika aku membunuh makhluk-makhluk hidup, maka aku akan menyalahkan diri sendiri karena melakukan itu; para bijaksana, setelah menyelidiki, akan mencelaku karena melakukan hal itu; dan ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, karena membunuh makhluk-makhluk hidup maka alam tujuan yang tidak bahagia akan dapat diharapkan. Tetapi perbuatan membunuh makhluk-makhluk itu sendiri adalah belenggu dan rintangan. [ ]Dan sementara noda-noda, kekesalan, dan demam dapat muncul melalui perbuatan membunuh makhluk-makhluk hidup, sebaliknya tidak ada noda-noda, kekesalan, dan demam bagi seseorang yang menghindari perbuatan membunuh makhluk-makhluk hidup.’ Demikianlah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: [’]Dengan dukungan perbuatan tidak membunuh makhluk-makhluk hidup, maka pembunuhan makhluk-makhluk hidup ditinggalkan.’

7. “[’]Dengan dukungan perbuatan mengambil hanya apa yang diberikan, maka perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan ditinggalkan.’ Demikianlah dikatakan ....

8. “[’]Dengan dukungan ucapan jujur, maka kebohongan ditinggalkan.’ Demikianlah dikatakan .... [362]

9. “[’]Dengan dukungan ucapan tidak jahat, maka ucapan jahat ditinggalkan.’ Demikianlah dikatakan ....

10. “[’]Dengan dukungan tanpa merampas dan tanpa keserakahan, maka merampas dan keserakahan ditinggalkan.[]] Demikianlah dikatakan ....

11. “[’]Dengan dukungan tanpa kedengkian dan tanpa cacian, maka kedengkian dan cacian ditinggalkan.’ Demikianlah dikatakan .... [363]

12. “[’][ ]Dengan dukungan tanpa kemarahan dan tanpa kejengkelan, maka kemarahan dan kejengkelan ditinggalkan.’ Demikianlah dikatakan ....

13. “[’]Dengan dukungan tanpa kesombongan, maka kesombongan ditinggalkan.’ Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, seorang siswa mulia merenungkan sebagai berikut: ‘Aku melatih jalan untuk meninggalkan dan memotong belenggu-belenggu itu yang karenanya aku mungkin menjadi sombong. Jika aku menjadi sombong, maka aku akan menyalahkan diri sendiri karena melakukan itu; para bijaksana, setelah menyelidiki, akan mencelaku karena melakukan hal itu; dan ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, karena menjadi sombong maka alam tujuan yang tidak bahagia akan dapat diharapkan. Tetapi kesombongan itu sendiri adalah belenggu dan rintangan. Dan sementara noda-noda, kekesalan, dan demam dapat muncul melalui kesombongan, sebaliknya tidak ada noda-noda, kekesalan, dan demam bagi seseorang yang menghindari kesombongan.’ Demikianlah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Dengan dukungan tanpa kesombongan, maka kesombongan ditinggalkan.’  [364]

14. “Delapan hal ini yang menuntun menuju terpotongnya urusan-urusan dalam Disiplin Yang Mulia telah dijelaskan secara terperinci. Tetapi terpotongnya urusan-urusan dalam Disiplin Yang Mulia belum tercapai sepenuhnya dan dalam segala cara.”

“Yang Mulia, bagaimanakah terpotongnya urusan-urusan dalam Disiplin Yang Mulia belum tercapai sepenuhnya dan dalam segala cara? Baik sekali, Yang Mulia, jika Bhagavā sudi mengajarkan Dhamma kepadaku, menunjukkan kepadaku bagaimana terpotongnya urusan-urusan dalam Disiplin Yang Mulia tercapai sepenuhnya dan dalam segala cara.”

“Maka dengarkanlah, Perumah tangga, dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.”

“Baik, Yang Mulia,” Potaliya si perumah tangga menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

15. “Perumah tangga, misalkan seekor anjing, yang dikuasai oleh rasa lapar dan lemah, sedang menunggu di dekat sebuah toko daging. [ ]Kemudian seorang tukang daging terampil atau pelayannya akan melemparkan tulang-belulang tanpa daging yang berlumuran darah yang dipotong dengan baik dan bersih. Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Akankah anjing itu terpuaskan lapar dan lemahnya dengan menggerogoti tulang-belulang tanpa daging yang berlumuran darah yang dipotong dengan baik dan bersih itu?”

“Tidak, Yang Mulia. Mengapakah? Karena itu adalah tulang-belulang tanpa daging yang berlumuran darah yang dipotong dengan baik dan bersih. Akhirnya anjing itu akan menemui keletihan dan kekecewaan.”

“Demikian pula, Perumah tangga, seorang siswa mulia merenungkan sebagai berikut: ‘Kenikmatan indria telah diumpamakan sebagai tulang-belulang oleh Sang Bhagavā; kenikmatan indria memberikan banyak penderitaan dan banyak keputusasaan, sementara bahaya di dalamnya sangat besar.’ Setelah melihatnya sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar, ia menghindari keseimbangan yang membeda-bedakan, berdasarkan pada keberagaman, dan mengembangkan keseimbangan yang terpusat, berdasarkan pada keterpusatan, [ ]di mana kemelekatan pada benda-benda materi duniawi lenyap sepenuhnya tanpa sisa.

16. “Perumah tangga, misalkan seekor burung nasar, seekor burung bangau, seekor burung elang menyambar sepotong daging dan terbang, dan kemudian sekumpulan burung nasar, sekumpulan burung bangau, dan sekumpulan burung elang mengejarnya dan mematuk dan mencakarnya. Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Jika burung nasar, burung bangau, atau burung elang itu tidak segera melepaskan sepotong daging itu, apakah ia tidak mengalami kematian atau penderitaan mematikan karena daging itu?”

“Ya, Yang Mulia.”

“Demikian pula, Perumah tangga, seorang siswa mulia merenungkan sebagai berikut: ‘Kenikmatan indria telah diumpamakan sebagai sepotong daging oleh Sang Bhagavā; kenikmatan indria memberikan banyak penderitaan dan banyak keputusasaan, sementara bahaya di dalamnya sangat besar.’ [365] Setelah melihatnya sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar ... kemelekatan pada benda-benda materi duniawi lenyap sepenuhnya tanpa sisa.

17. “Perumah tangga, misalkan seseorang membawa obor rumput menyala dan pergi melawan arah angin. Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Jika orang itu tidak segera melepaskan obor rumput menyala itu, apakah ia tidak terbakar di tangannya atau di lengannya atau bagian tubuh lainnya, sehingga ia dapat mengalami kematian atau penderitaan mematikan karena obor rumput menyala itu?”

“Ya, Yang Mulia.”

“Demikian pula, Perumah tangga, seorang siswa mulia merenungkan sebagai berikut: ‘Kenikmatan indria telah diumpamakan sebagai obor rumput oleh Sang Bhagavā; kenikmatan indria memberikan banyak penderitaan dan banyak keputusasaan, sementara bahaya di dalamnya sangat besar.’ Setelah melihatnya sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar ... kemelekatan pada benda-benda materi duniawi lenyap sepenuhnya tanpa sisa.

bersambung..
« Last Edit: 05 October 2010, 01:40:01 PM by Yumi »
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #8 on: 10 October 2010, 09:38:26 PM »
18. “Perumah tangga, misalkan terdapat sebuah lubang arang sedalam tinggi seorang manusia penuh dengan arang membara tanpa api atau asap. Kemudian seseorang datang menginginkan kehidupan, tidak menginginkan kematian. Yang menginginkan kenikmatan dan menghindari kesakitan, dan dua orang kuat menangkapnya pada kedua lengannya dan menariknya ke arah lubang arang tersebut. Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Apakah orang itu akan menggeliatkan tubuhnya ke sana dan kemari?”

“Ya, Yang Mulia. Mengapakah? Karena orang itu mengetahui bahwa jika ia jatuh ke dalam lubang arang itu, maka ia akan mengalami kematian atau penderitaan mematikan karenanya.”

“Demikian pula, Perumah tangga, seorang siswa mulia merenungkan sebagai berikut: ‘Kenikmatan indria telah diumpamakan sebagai lubang arang oleh Sang Bhagavā; kenikmatan indria memberikan banyak penderitaan dan banyak keputusasaan, sementara bahaya di dalamnya sangat besar.’ Setelah melihatnya sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar ... kemelekatan pada benda-benda materi duniawi lenyap sepenuhnya tanpa sisa.

19. “Perumah tangga, misalkan seseorang bermimpi tentang taman-taman yang indah, hutan-hutan yang indah, padang rumput yang indah, dan danau yang indah, dan ketika terbangun, ia tidak melihat apa-apa. Demikian pula, Perumah tangga, seorang siswa mulia merenungkan sebagai berikut: ‘Kenikmatan indria telah diumpamakan sebagai mimpi oleh Sang Bhagavā; kenikmatan indria memberikan banyak penderitaan dan banyak keputusasaan, sementara bahaya di dalamnya sangat besar.’ Setelah melihatnya sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar ... kemelekatan pada benda-benda materi duniawi lenyap sepenuhnya tanpa sisa.

20. “Perumah tangga, misalkan seseorang meminjam barang-barang [366]sebuah kereta indah dan anting-anting permata yang bagusdan dengan barang-barang pinjaman itu ia pergi ke pasar. Kemudian orang-orang, ketika melihatnya, akan berkata: ‘Tuan-tuan, itu ada orang kaya! Itu adalah bagaimana orang kaya menikmati kekayaannya!’ Kemudian pemilik barang-barang itu, ketika melihatnya, akan mengambil kembali barang-barang itu. Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Cukupkah hal itu untuk membuat orang itu bersedih?”

“Ya, Yang Mulia. Mengapakah? Karena pemilik barang-barang itu mengambil kembali barang-barang miliknya.”

“Demikian pula, Perumah tangga, seorang siswa mulia merenungkan sebagai berikut: ‘Kenikmatan indria telah diumpamakan sebagai barang-barang pinjaman oleh Sang Bhagavā; kenikmatan indria memberikan banyak penderitaan dan banyak keputusasaan, sementara bahaya di dalamnya sangat besar.’ Setelah melihatnya sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar ... kemelekatan pada benda-benda materi duniawi lenyap sepenuhnya tanpa sisa.

21. “Perumah tangga, misalkan terdapat sebuah hutan lebat tidak jauh dari sebuah desa atau pemukiman, di dalamnya terdapat sebatang pohon yang penuh buah-buahan tetapi tidak ada buah yang jatuh ke tanah. Kemudian seseorang datang memerlukan buah, mencari buah, mengembara mencari buah, dan ia memasuki hutan dan melihat pohon itu yang penuh buah-buahan. Kemudian ia berpikir: ‘Pohon ini penuh dengan buah, tetapi tidak ada buah yang jatuh ke tanah. Aku tahu cara memanjat pohon, aku akan memanjat pohon ini, memakan buah sebanyak yang kuinginkan, dan memenuhi tasku.’ Dan ia melakukan hal itu. Kemudian seorang lainnya datang memerlukan buah, mencari buah, mengembara mencari buah, dan dengan membawa kapak tajam ia memasuki hutan dan melihat pohon itu yang penuh buah-buahan. Kemudian ia berpikir: ‘Pohon ini penuh dengan buah, tetapi tidak ada buah yang jatuh ke tanah. Aku tidak tahu cara memanjat pohon, aku akan menebang pohon ini di akarnya, memakan buah sebanyak yang kuinginkan, dan memenuhi tasku.’ Dan ia melakukan hal itu. Bagaimana menurutmu, Perumah tangga, jika orang pertama yang telah memanjat pohon itu tidak segera turun ketika pohon itu tumbang, apakah tangan atau kaki atau bagian tubuh lainnya akan patah, [367] sehingga ia dapat mengalami kematian atau penderitaan mematikan?”

“Ya, Yang Mulia.”

“Demikian pula, Perumah tangga, seorang siswa mulia merenungkan sebagai berikut: ‘Kenikmatan indria telah diumpamakan sebagai buah-buahan di atas pohon oleh Sang Bhagavā; kenikmatan indria memberikan banyak penderitaan dan banyak keputusasaan, sementara bahaya di dalamnya sangat besar.’ Setelah melihatnya sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar, ia menghindari keseimbangan yang membeda-bedakan, berdasarkan pada keberagaman, dan mengembangkan keseimbangan yang terpusat, berdasarkan pada keterpusatan, di mana kemelekatan pada benda-benda materi duniawi lenyap sepenuhnya tanpa sisa.

22. “Berdasarkan pada perhatian tertinggi yang sama itu yang murni karena keseimbangan, siswa mulia ini mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran ... (seperti Sutta 51, §24) ... Demikianlah dengan aspek-aspek dan ciri-cirinya ia mengingat banyak kehidupan lampau.

23. “Berdasarkan pada perhatian tertinggi yang sama itu yang murni karena keseimbangan, dengan mata dewa yang murni dan melampaui manusia, siswa mulia ini melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin ... (seperti Sutta 51, §25) ... Demikianlah ia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai perbuatan mereka.

24. “Berdasarkan pada perhatian tertinggi yang sama itu yang murni karena keseimbangan, dengan menembus untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, siswa mulia ini di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda melalui hancurnya noda-noda.

25. “Pada titik ini, Perumah tangga, terpotongnya urusan-urusan dalam Disiplin Yang Mulia telah tercapai sepenuhnya dan dalam segala cara. Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Apakah engkau melihat dalam dirimu ada terpotongnya urusan-urusan dalam Disiplin Yang Mulia belum tercapai sepenuhnya dan dalam segala cara?”

“Yang Mulia, siapakah aku yang memiliki terpotongnya urusan-urusan sepenuhnya dan dalam segala cara seperti yang dalam Disiplin Yang Mulia? Aku sungguh masih jauh, Yang Mulia, dari terpotongnya urusan-urusan dalam Disiplin Yang Mulia yang tercapai sepenuhnya dan dalam segala cara itu. Karena, Yang Mulia, walaupun para pengembara dari sekte lain bukan keturunan murni, namun kami membayangkan bahwa mereka adalah keturunan murni; [ ]walaupun mereka bukan keturunan murni, namun kami memberi mereka makanan keturunan murni; walaupun mereka bukan keturunan murni, namun kami menempatkan mereka pada tempat keturunan murni. Tetapi walaupun para bhikkhu adalah keturunan murni, namun kami membayangkan bahwa mereka adalah bukan keturunan murni; walaupun mereka keturunan murni, namun kami memberi mereka makanan bukan keturunan murni; walaupun mereka bukan keturunan murni, namun kami menempatkan mereka pada tempat bukan keturunan murni. Tetapi sekarang, Yang Mulia, [368] karena para pengembara dari sekte lain bukan keturunan murni, maka kami harus memahami bahwa mereka bukan keturunan murni; karena mereka bukan keturunan murni, maka kami seharusnya memberi mereka makanan bukan keturunan murni; karena mereka bukan keturunan murni, maka kami seharusnya menempatkan mereka pada tempat bukan keturunan murni. Tetapi karena para bhikkhu adalah keturunan murni, maka kami harus memahami bahwa mereka adalah keturunan murni; karena mereka keturunan murni, maka kami seharusnya memberi mereka makanan keturunan murni; karena mereka keturunan murni, maka [ ]kami seharusnya menempatkan mereka pada tempat keturunan murni. Yang Mulia, Sang Bhagavā telah menginspirasi diriku akan cinta-kasih kepada para petapa, keyakinan di dalam para petapa, penghormatan kepada para petapa.

26. “Mengagumkan, Guru Gotama! Mengagumkan, Guru Gotama! Guru Gotama telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara, seolah-olah Beliau menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan bagi yang tersesat, atau menyalakan pelita adalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung pada Guru Gotama dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini, sudilah Guru Gotama mengingatku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #9 on: 10 October 2010, 11:12:10 PM »
55  Jīvaka Sutta
Kepada Jīvaka

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Mangga milik Jivāka Komārabhacca.

2. Kemudian Jivaka Komārabhacca mendatangi Sang Bhagavā, dan setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

3. “Yang Mulia, aku telah mendengar ini: ‘Mereka menyembelih makhluk-makhluk hidup untuk Petapa Gotama; Petapa Gotama dengan sadar memakan daging yang dipersiapkan untuk-Nya dari binatang-binatang yang dibunuh demi Beliau.’ Yang Mulia, apakah mereka yang mengatakan demikian mengatakan apa yang telah diucapkan oleh Sang Bhagavā; dan tidak salah memahami Beliau dengan apa yang berlawanan dengan fakta? Apakah mereka menjelaskan sesuai dengan Dhamma sedemikian sehingga tidak memberikan peluang bagi celaan yang dapat dengan benar disimpulkan dari pernyataan mereka?” [369]

4. “Jivaka, mereka yang mengatakan demikian tidak mengatakan apa yang telah Kuucapkan, melainkan salah memahami-Ku dengan apa yang tidak benar dan berlawanan dengan fakta.

5. “Jivaka, Aku katakan bahwa ada tiga kasus yang mana daging seharusnya tidak dimakan; jika terlihat, terdengar, atau dicurigai [bahwa makhluk hidup itu disembelih untuk dirinya]. Aku katakan bahwa daging seharusnya tidak dimakan dalam ketiga kasus ini. Aku katakan bahwa ada tiga kasus yang mana daging boleh dimakan; jika tidak terlihat, tidak terdengar, dan tidak dicurigai [bahwa makhluk hidup itu disembelih untuk dirinya]. Aku katakan bahwa daging boleh dimakan dalam ketiga kasus ini. 

6. “Di sini, Jivaka, seorang bhikkhu hidup dengan bergantung pada suatu desa atau pemukiman tertentu. Ia berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran penuh cinta kasih, demikian pula arah ke dua, demikian pula arah ke tiga, demikian pula arah ke empat; seperti ke atas, demikian pula ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala tempat, dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh penjuru dunia dengan pikiran penuh cinta kasih, berlimpah, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan dan tanpa niat buruk. Kemudian [ ]seorang perumah tangga atau putra perumah tangga mendatanginya dan mengundangnya untuk makan keesokan harinya. Bhikkhu itu menerimanya, jika ia menginginkannya. Ketika malam berlalu, pada pagi harinya, ia merapikan jubah, dan membawa mangkuk dan jubah luarnya, pergi ke rumah perumah tangga atau putra perumah tangga itu dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian perumah tangga atau putra perumah tangga itu melayaninya dengan makanan-makanan yang baik. Ia tidak berpikir: ‘Betapa baiknya perumah tangga atau putra perumah tangga itu melayaniku dengan makanan-makanan yang baik. Seandainya seorang perumah tangga atau putra perumah tangga itu dapat melayaniku dengan makanan-makanan yang baik di masa depan!’ ia tidak berpikir demikian. Ia memakan makanan itu tanpa terikat pada makanan itu, tanpa tergila-gila pada makanan itu, dan tanpa menyerah pada makanan itu, melihat bahaya di dalam makanan itu dan memahami jalan membebaskan diri dari makanan itu. Bagaimana menurutmu, Jivaka? Apakah bhikkhu itu pada kesempatan itu memilih untuk menyusahkan dirinya sendiri atau menyusahkan orang lain, atau menyusahkan keduanya?”“Tidak, Yang Mulia.”“Apakah bhikkhu itu memelihara dirinya dengan makanan tanpa cacat pada kesempatan itu?”

7. “Ya, Yang Mulia. Aku telah mendengar ini, Yang Mulia: ‘Brahmā berdiam dalam cinta kasih.’ Yang Mulia, Sang Bhagavā adalah bukti terlihat akan hal itu; karena Sang Bhagavā berdiam dalam cinta-kasih.”

“Jivaka, nafsu apa pun juga, [370] kebencian apa pun juga, kebodohan apa pun juga yang karenanya niat buruk dapat muncul telah ditinggalkan oleh Sang Tathāgata, terpotong di akarnya, dibuat seperti tunggul pohon palem, telah disingkirkan sehingga tidak mungkin muncul kembali di masa depan. [ ]Jika apa yang engkau katakan adalah merujuk pada hal itu, maka Aku menyetujuinya.”

“Yang Mulia, apa yang kukatakan adalah merujuk tepat pada hal itu.”

8-10. “Di sini, Jivaka, seorang bhikkhu hidup dengan bergantung pada suatu desa atau pemukiman tertentu. Ia berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran penuh belas kasihan ... dengan pikiran penuh kegembiraan altruistik ... dengan pikiran penuh keseimbangan, demikian pula arah ke dua, demikian pula arah ke tiga, demikian pula arah ke empat; seperti ke atas, demikian pula ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala tempat, dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh penjuru dunia dengan pikiran penuh keseimbangan, berlimpah, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan dan tanpa niat buruk. Kemudian [ ]seorang perumah tangga atau putra perumah tangga mendatanginya dan mengundangnya untuk makan keesokan harinya. Bhikkhu itu menerimanya, jika ia menginginkannya ... Bagaimana menurutmu, Jivaka? Apakah bhikkhu itu pada kesempatan itu memilih untuk menyusahkan dirinya sendiri atau menyusahkan orang lain, atau menyusahkan keduanya?”“Tidak, Yang Mulia.”“Apakah bhikkhu itu memelihara dirinya dengan makanan tanpa cacat pada kesempatan itu?”

711. “Ya, Yang Mulia. Aku telah mendengar ini, Yang Mulia: ‘Brahmā berdiam dalam keseimbangan.’ Yang Mulia, Sang Bhagavā adalah bukti terlihat akan hal itu; karena Sang Bhagavā berdiam dalam keseimbangan.”

“Jivaka, nafsu apa pun juga, kebencian apa pun juga, kebodohan apa pun juga yang karenanya niat buruk dapat muncul telah ditinggalkan oleh Sang Tathāgata, terpotong di akarnya, dibuat seperti tunggul pohon palem, telah disingkirkan sehingga tidak mungkin muncul kembali di masa depan. [ ]Jika apa yang engkau katakan adalah merujuk pada hal itu, maka Aku menyetujuinya.” [371]

“Yang Mulia, apa yang kukatakan adalah merujuk tepat pada hal itu.”

12. “Jika siapa pun juga menyembelih makhluk hidup untuk Sang Tathāgata atau siswa-Nya, ia menimbun banyak keburukan dalam lima kasus. Ketika ia berkata: ‘Pergi dan tangkap makhluk hidup itu,’ ini adalah kasus pertama yang mana ia menimbun banyak keburukan. Ketika makhluk hidup itu mengalami kesakitan dan kesedihan karena ditarik dengan leher tercekik, ini adalah kasus ke dua yang mana ia menimbun banyak keburukan. Ketika ia berkata: ‘Pergi dan sembelilah makhluk hidup itu,’ ini adalah kasus ke tiga yang mana ia menimbun banyak keburukan. Ketika makhluk hidup itu mengalami kesakitan dan kesedihan karena disembelih, ini adalah kasus ke empat yang mana ia menimbun banyak keburukan. Ketika ia mempersembahkan makanan yang tidak diperbolehkan kepada Sang Tathāgata atau siswa-Nya, ini adalah kasus ke lima yang mana ia menimbun banyak keburukan. Siapa pun juga yang menyembelih makhluk hidup untuk Sang Tathāgata atau siswa-Nya, ia menimbun banyak keburukan dalam lima kasus ini.

13. Ketika hal ini dikatakan, Jivaka Komārabhacca berkata kepada Sang Bhagavā: [‘”]Sungguh mengagumkan, Yang Mulia, sungguh menakjubkan! Para bhikkhu memelihara diri mereka dengan makanan-makanan yang diperbolehkan. Para bhikkhu memelihara diri mereka dengan makanan-makanan yang tanpa cacat. Sungguh mengagumkan, Yang Mulia, sungguh menakjubkan! ... sejak hari ini, sudilah Sang Bhagavā mengingatku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #10 on: 12 October 2010, 12:18:20 AM »
56  Upāli Sutta
Kepada Upāli

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Nāḷandā di Hutan Mangga Pāvārika.

2. Pada saat itu, Nigaṇṭha Nātaputta sedang berada di Nāḷandā bersama sekumpulan besar para Nigaṇṭha. Kemudian, ketika Nigaṇṭha [bernama] Dīgha Tapassī  telah menerima dana makanan dan telah kembali dari perjalanan itu, setelah makan, ia pergi ke Hutan Mangga Pāvārika untuk menemui Sang Bhagavā. [372] Ia saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, dan ketika ramah-tamah ini selesai, ia berdiri di satu sisi. Ketika berdiri di sana, Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Ada tempat duduk, Tapassī, duduklah jika engkau menginginkan.”

3. Ketika hal ini dikatakan, Dīgha Tapassī mengambil tempat duduk yang rendah dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Tapassī, berapa banyakkah jenis perbuatan yang digambarkan oleh Nigaṇṭha Nātaputta sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk?”

“Teman Gotama, Nigaṇṭha Nātaputta tidak menggunakan penggambaran ‘perbuatan, perbuatan’; Nigaṇṭha Nātaputta biasanya menggunakan penggambaran ‘tongkat, tongkat’.

“Kalau begitu, Tapassī, berapa banyakkah jenis tongkat yang digambarkan oleh Nigaṇṭha Nātaputta sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk?”

“Teman Gotama, Nigaṇṭha Nātaputta menggambarkan tiga jenis tongkat sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk; yaitu, tongkat jasmani, tongkat ucapan, dan tongkat pikiran.”

“Bagaimanakah, Tapassī, apakah tongkat jasmani adalah satu hal, tongkat ucapan adalah hal lainnya, dan tongkat pikiran adalah hal lainnya lagi?”

“Tongkat jasmani adalah satu hal, Guru Gotama, tongkat ucapan adalah hal lainnya, dan tongkat pikiran adalah hal lainnya lagi.”

“Dari ketiga jenis tongkat ini, Tapassī, yang dianalisa dan dibedakan sedemikian, jenis yang manakah yang oleh Nigaṇṭha Nātaputta digambarkan sebagai yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk: tongkat jasmani atau tongkat ucapan atau tongkat pikiran?”

“Dari ketiga jenis tongkat ini, Teman Gotama, yang dianalisa dan dibedakan sedemikian, Nigaṇṭha Nātaputta menggambarkan tongkat jasmani sebagai yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela.”

“Apakah engkau mengatakan tongkat jasmani, Tapassī?”

“Aku mengatakan tongkat jasmani, Teman Gotama.”

“Apakah engkau mengatakan tongkat jasmani, Tapassī?”

“Aku mengatakan tongkat jasmani, Teman Gotama.”

“Apakah engkau mengatakan tongkat jasmani, Tapassī?”

“Aku mengatakan tongkat jasmani, Teman Gotama.”

Demikianlah Sang Bhagavā membuat Nigaṇṭha Dīgha Tapassī mempertahankan pernyataannya sampai tiga kali. [373]

4. Kemudian Nigaṇṭha Dīgha Tapassī bertanya kepada Sang Bhagavā: “Dan Engkau, Teman Gotama, berapa banyakkah jenis tongkat yang digambarkan oleh-Mu sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk?”

“Tapassī, Sang Tathāgata tidak menggunakan penggambaran ‘tongkat, tongkat’; Nigaṇṭha NātaputtaSang Tathāgata biasanya menggunakan penggambaran ‘perbuatan, perbuatan’.

“Kalau begitu, Teman Gotama, berapa banyakkah jenis perbuatan yang digambarkan oleh-Mu sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk?”

“Tapassī, Aku menggambarkan tiga jenis perbuatan sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk; yaitu, perbuatan jasmani, perbuatan ucapan, dan perbuatan pikiran.”

“Bagaimanakah, Teman Gotama, apakah perbuatan jasmani adalah satu hal, perbuatan ucapan adalah hal lainnya, dan perbuatan pikiran adalah hal lainnya lagi?”

“Perbuatan jasmani adalah satu hal, Tapassī, perbuatan ucapan adalah hal lainnya, dan perbuatan pikiran adalah hal lainnya lagi.”

“Dari ketiga jenis perbuatan ini, Teman Gotama, yang dianalisa dan dibedakan sedemikian, jenis yang manakah yang oleh-Mu digambarkan sebagai yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk: perbuatan jasmani atau perbuatan ucapan atau perbuatan pikiran?”

“Dari ketiga jenis perbuatan ini, Tapassī, yang dianalisa dan dibedakan sedemikian, Aku menggambarkan perbuatan pikiran sebagai yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan perbuatan jasmani dan perbuatan ucapan tidak terlalu tercela.”

“Apakah Engkau mengatakan perbuatan pikiran, Teman Gotama?”

“Aku mengatakan perbuatan pikiran, Tapassī.”

“Apakah Engkau mengatakan perbuatan pikiran, Teman Gotama?”

“Aku mengatakan perbuatan pikiran, Tapassī.”

“Apakah Engkau mengatakan perbuatan pikiran, Teman Gotama?”

“Aku mengatakan perbuatan pikiran, Tapassī.”

Demikianlah Nigaṇṭha Dīgha Tapassī membuat Sang Bhagavā mempertahankan pernyataannya sampai tiga kali, dan setelah itu, ia bangkit dari duduknya dan pergi menghadap Nigaṭha Nātaputta.

5. Pada saat itu, Nigaṇṭha Nātaputta sedang duduk bersama sejumlah besar umat awam dari Bālaka yang dipimpin oleh Upāli. Dari kejauhan, Nigaṇṭha Nātaputta melihat kedatangan Nigaṇṭha Dīgha Tapassī dan bertanya kepadanya: “Dari manakah engkau datang di siang hari ini, Tapassī?”

“Aku datang dari kediaman Petapa Gotama, Yang Mulia.”

“Apakah engkau berbincang-bincang dengan Petapa Gotama, Tapassī?” [374]

“Aku berbincang-bincang dengan Petapa Gotama, Yang Mulia.”

“Seperti apakah perbincanganmu dengan Beliau, Tapassī?”

Kemudian Nigaṇṭha Dīgha Tapassī menceritakan kepada Nigaṇṭha Nātaputta keseluruhan pembicaraannya dengan Sang Bhagavā.

6. Ketika hal ini dikatakan, Nigaṇṭha Nātaputta berkata: “Bagus, bagus, Tapassī! Nigaṇṭha Dīgha Tapassī telah menjawab Petapa Gotama seperti seorang siswa yang telah diajarkan dengan baik yang memahami ajaran gurunya dengan benar. Apalah artinya tongkat pikiran yang halus bila dibandingkan dengan tongkat jasmani yang kasar? Sebaliknya, tongkat jasmani adalah yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela.”

7. Ketika hal ini dikatakan, perumah tangga Upāli berkata kepada Nigaṇṭha Nātaputta: “Bagus, bagus, Yang Mulia, [di pihak] Dīgha Tapassī! Yang Mulia Tapassī telah menjawab Petapa Gotama seperti seorang siswa yang telah diajarkan dengan baik yang memahami ajaran gurunya dengan benar. Apalah artinya tongkat pikiran yang halus bila dibandingkan dengan tongkat jasmani yang kasar? Sebaliknya, tongkat jasmani adalah yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela. Sekarang, Yang Mulia, aku akan pergi dan membantah doktrin Petapa Gotama berdasarkan pada pernyataan ini. Jika Petapa Gotama di hadapanku mempertahankan apa yang Yang Mulia Dīgha Tapassī membuat Beliau mempertahankan, maka bagaikan seorang kuat [ ]mencengkeram seekor domba jantan berbulu lebat pada bulunya dan menariknya berputar, demikian pula dalam perdebatan itu aku akan menarik Petapa Gotama ke sana dan menarik Beliau ke sini dan menariknya berputar. Bagaikan seorang pembuat minuman keras yang kuat dapat melemparkan sebuah panci minuman besar ke dalam tangki air yang dalam, dan dengan memegang salah satu sudutnya, menariknya ke sana dan menariknya ke sini dan menariknya berputar, demikian pula dalam perdebatan itu aku akan menarik Petapa Gotama ke sana dan menarik Beliau ke sini dan menariknya berputar. Bagaikan seorang pengaduk minuman keras yang kuat dapat memegang tepi saringan dan mengguncangnya ke bawah dan mengguncangnya ke atas dan mengguncangnya ke segala arah, demikian pula dalam perdebatan itu aku akan mengguncang Petapa Gotama ke bawah [375] dan mengguncang Beliau ke bawah atas dan mengguncang Beliau ke segala arah. Dan bagaikan seekor gajah berumur enam puluh tahun mencebur ke dalam kolam dan menikmati permainan mencuci rami, demikian pula aku akan menikmati permainan mencuci rami dengan Petapa Gotama. Yang Mulia, aku akan pergi dan membantah doktrin Petapa Gotama berdasarkan pada pernyataan ini.[.]

“Pergilah, Perumah tangga, dan bantahlah doktrin Petapa Gotama berdasarkan pada pernyataann ini. Apakah aku yang membantah doktrin Petapa Gotama atau Nigaṇṭha Dīgha Tapassī atau engkau sendiri.”

8. Ketika hal ini dikatakan, Nigaṇṭha Dīgha Tapassī berkata kepada Nigaṇṭha Nātaputta: “Yang Mulia, aku tidak setuju perumah tangga Upāli [mencoba untuk] membantah doktrin Petapa Gotama. Karena Petapa Gotama adalah seorang penyihir dan menguasai sihir pengalihan keyakinan yang dengannya Beliau mengalihkan keyakinan para penganut sekte lainnya.”

“Tidak mungkin, Tapassī, tidak mungkin terjadi bahwa perumah tangga Upāli akan menjadi siswa di bawah Petapa Gotama; tetapi mungkin saja, dapat terjadi bahwa Petapa Gotama akan menjadi siswa di bawah perumah tangga Upāli. Pergilah, Perumah tangga, dan bantahlah doktrin Petapa Gotama berdasarkan pada pernyataann ini. Apakah aku yang membantah doktrin Petapa Gotama atau Nigaṇṭha Dīgha Tapassī atau engkau sendiri.”

Untuk ke dua kalinya ... Untuk ke tiga kalinya, Nigaṇṭha Dīgha Tapassī berkata kepada Nigaṇṭha Nātaputta: “Yang Mulia, aku tidak setuju perumah tangga Upāli [mencoba untuk] membantah doktrin Petapa Gotama. Karena Petapa Gotama adalah seorang penyihir dan menguasai sihir pengalihan keyakinan yang dengannya Beliau mengalihkan keyakinan para penganut sekte lainnya.”

“Tidak mungkin, Tapassī, tidak mungkin terjadi bahwa perumah tangga Upāli akan menjadi siswa di bawah Petapa Gotama; tetapi mungkin saja, dapat terjadi bahwa Petapa Gotama akan menjadi siswa di bawah perumah tangga Upāli. Pergilah, Perumah tangga, dan bantahlah doktrin Petapa Gotama berdasarkan pada pernyataann ini. Apakah aku yang membantah doktrin Petapa Gotama atau Nigaṇṭha Dīgha Tapassī atau engkau sendiri.”

9. “Baik, Yang Mulia,” perumah tangga Upāli menjawab, dan ia bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud kepada Nigaṇṭha Nātaputta, dengan ia di sisi kanannya, ia pergi mendatangi Sang Bhagavā di Hutan Mangga Pāvārika. [376] Di sana, setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, apakah Nigaṇṭha Dīghā Tapassī datang ke sini?”

“Nigaṇṭha Dīgha Tapassī datang ke sini, Perumah tangga.”

“Yang Mulia, apakah Engkau berbincang-bincang dengannya?”

“Aku berbincang-bincang dengannya, Perumah tangga.”

“Seperti apakah perbincangan-Mu dengannya, Yang Mulia?”

Kemudian Sang Bhagavā menceritakan kepada perumah tangga Upāli keseluruhan pembicaraannya dengan Nigaṇṭha Dīgha Tapassī.

10. Ketika hal ini dikatakan, perumah tangga Upāli berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus, bagus, Yang Mulia, di pihak Tapassī! Nigaṇṭha Dīgha Tapassī telah menjawab Petapa Gotama seperti seorang siswa yang telah diajarkan dengan baik yang memahami ajaran gurunya dengan benar. Apalah artinya tongkat pikiran yang halus bila dibandingkan dengan tongkat jasmani yang kasar? Sebaliknya, tongkat jasmani adalah yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela.

“Perumah tangga, jika engkau akan berdebat dengan berdasarkan pada kebenaran, maka kita mungkin akan terlibat dalam perbincangan mengenai hal ini.”

“Aku akan berdebat dengan berdasarkan pada kebenaran, Yang Mulia, maka marilah kita berbincang-bincang mengenai hal ini.”

11. “Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Di sini, beberapa Nigaṇṭha mungkin mengalami kesusahan, menderita, dan sakit keras [(][dengan penyakit yang membutuhkan perawatan dengan air dingin, yang tidak diperbolehkan oleh sumpahnya] dan ia akan menolak air dingin [walaupun menginginkannya] dan hanya menggunakan air panas [yang diperbolehkan dan dengan demikian menjaga sumpahnya secara jasmani dan ucapan]. Karena tidak mendapatkan air dingin, maka ia akan mati. Sekarang, Perumah tangga, di manaakah Nigaṇṭha Nātaputta menggambarkan kelahiran kembalinya [terjadi]?”

“Yang Mulia, ada para dewa yang disebut ‘pikiran-terikat’; ia akan terlahir kembali di sana. Mengapakah? Karena ketika ia mati, ia masih terikat [oleh kemelekatan] dalam pikiran.”

“Perumah tangga, Perumah tangga, perhatikanlah bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan belakangan tidak selaras dengan apa yang engkau katakan sebelumnya, juga apa yang engkau katakan sebelumnya tidak selaras dengan apa yang engkau katakan belakangan. Namun engkau membuat pernyataan ini: ‘Aku akan berdebat dengan berdasarkan pada kebenaran, Yang Mulia, maka marilah kita berbincang-bincang mengenai hal ini.’”

“Yang Mulia, walaupun Sang Bhagavā telah berkata demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela.”

bersambung
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yi FanG

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 238
  • Reputasi: 30
  • Gender: Female
  • Namo Buddhaya...
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #11 on: 12 October 2010, 09:50:42 AM »
58  Abhayarājakumāra Sutta
Kepada Pangeran Abhaya



1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai.

2. Kemudian Pangeran Abhaya [ ]mendatangi Nigaṇṭha Nātaputta, dan setelah bersujud kepadanya, duduk di satu sisi. Kemudian Nigaṇṭha Nātaputta berkata kepadanya:

3. “Pergilah, Pangeran, bantahlah doktrin Petapa Gotama, dan berita baik tentangmu akan menyebar sebagai berikut: ‘Pangeran Abhaya telah membantah doktrin Petapa Gotama, yang begitu berkuasa dan perkasa’.”

“Tetapi bagaimanakah, Yang Mulia, aku membantah doktrin-Nya?”

“Pergilah, Pangeran, temui Petapa Gotama dan katakan: ‘Yang Mulia, apakah Sang Tathāgata akan mengucapkan kata yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain?’ Jika ketika ditanya demikian, Petapa Gotama menjawab: ‘Sang Tathāgata, Pangeran, akan mengucapkan kata yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain’, maka katakan kepada Beliau: ‘Kalau begitu, Yang Mulia, apakah perbedaan antara Engkau dan seorang biasa? Karena seorang biasa juga akan mengucapkan kata yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain’. Tetapi jika ketika ditanya demikian, Petapa Gotama menjawab: ‘Sang Tathāgata, Pangeran, tidak akan mengucapkan kata [393] yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain’, maka katakan kepada Beliau: ‘Kalau begitu, Yang Mulia, mengapa engkau mengatakan tentang Devadatta: “Devadatta ditakdirkan terlahir di alam sengsara, Devadatta ditakdirkan terlahir di neraka, Devadatta akan tetap [berada di neraka] selama satu kappa, Devadatta tidak dapat diselamatkan?" Devadatta marah dan tidak senang dengan kata-kataMu itu’. Jika Petapa Gotama diajukan kedua pertanyaan bertanduk ganda ini olehmu, Beliau tidak akan mampu memuntahkannya atau menelannya. Seperti sebatang paku besi yang tersangkut di tenggorokan seseorang, ia tidak akan mampu memuntahkannya atau menelannya; demikian pula, Pangeran, jika Petapa Gotama diajukan kedua pertanyaan bertanduk ganda ini olehmu, Beliau tidak akan mampu memuntahkannya atau menelannya.

4. “Baik, Yang Mulia,” Pangeran Abhaya menjawab. Kemudian ia bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud pada Nigaṇṭha Nātaputta, dengan Nigaṇṭha Nātaputta tetap di sisi kanannya, ia pergi dan menghadap Sang Bhagavā. Setelah bersujud pada Sang Bhagavā, ia duduk di satu sisi, menatap matahari, dan berpikir: “Sudah terlambat hari ini untuk membantah doktrin Sang Bhagavā. Aku akan membantah doktrin Sang Bhagavā di rumahku sendiri besok.” Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā bersama dengan tiga lainnya menerima undangan makan dariku besok.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.

5. Kemudian, setelah mengetahui bahwa Sang Bhagavā telah menerima, Pangeran Abhaya bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud kepada Beliau, dengan Beliau tetap di sisi kanannya, ia pergi. Kemudian, ketika malam telah berlalu, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, dan membawa mangkuk dan jubah luarnya, Beliau pergi ke rumah Pangeran Abhaya dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian, dengan tangannya sendiri, Pangeran Abhaya melayani dan memuaskan Sang Bhagavā dengan berbagai jenis makanan baik. Ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menarik tangannya dari mangkuk, Pangeran Abhaya mengambil tempat duduk yang rendah, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Sang Bhagavā:

6. “Yang Mulia, apakah Sang Tathāgata akan mengucapkan kata yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain?”

“Tidak ada jawaban satu sisi atas pertanyaan itu, Pangeran.”

“Kalau begitu, Yang Mulia, para Nigaṇṭha telah kalah dalam hal ini.”

“Mengapa engkau berkata seperti ini, Pangeran: [394] ‘Kalau begitu, Yang Mulia, para Nigaṇṭha telah kalah dalam hal ini’?”

Kemudian Pangeran Abhaya melaporkan kepada Sang Bhagavā keseluruhan percakapannya dengan Nigaṇṭha Nātaputta.

7. Pada saat itu seorang bayi muda yang lembut sedang berbaring telungkup di pangkuan Pangeran Abhaya. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Pangeran Abhaya: [395] “Bagaimana menurutmu, Pangeran? Jika, sewaktu engkau atau perawatmu sedang tidak merawatnya, anak ini memasukkan kayu atau kerikil ke dalam mulutnya, apa yang akan engkau lakukan terhadapnya?”

“Yang Mulia, aku akan mengeluarkannya. Jika aku tidak dapat dengan segera mengeluarkannya. Aku akan memegang kepalanya dengan tangan kiriku, dan menekuk jari tangan kananku, aku akan mengeluarkannya bahkan jika itu berarti melukainya hingga berdarah. Mengapakah? Karena aku berbelas kasih pada anak ini.”

8. “Demikian pula, Pangeran, kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai tidak benar, tidak tepat, dan tidak bermanfaat, dan juga yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain: kata-kata demikian tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata. Kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai benar, tepat, tetapi tidak bermanfaat, dan juga yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain: kata-kata demikian tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata. kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai benar, tepat, dan bermanfaat, tetapi tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain: Sang Tathāgata mengetahui waktunya untuk mengucapkan kata-kata itu.  kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai tidak benar, tidak tepat, dan tidak bermanfaat, tetapi disukai dan menyenangkan bagi orang lain: kata-kata demikian tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata. Kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai benar, tepat, tetapi tidak bermanfaat, dan disukai dan menyenangkan bagi orang lain: kata-kata demikian tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata. Kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai benar, tepat, dan bermanfaat, dan juga yang disukai dan menyenangkan bagi orang lain: Sang Tathāgata mengetahui waktunya untuk mengucapkan kata-kata itu. Mengapakah? Karena Sang Tathāgata berbelas kasihan pada makhluk-makhluk.”

9. “Yang Mulia, ketika para mulia terpelajar, para brahmana terpelajar, para perumah tangga terpelajar, dan para petapa terpelajar, setelah merumuskan suatu pertanyaan, kemudian mendatangi Sang Bhagavā dan mengajukan pertanyaan itu, apakah sudah ada dalam pikiran Sang Bhagavā: ‘Jika mereka mendatangi-Ku dan menanyakan demikian, maka Aku akan menjawab seperti ini?' atau apakah jawaban itu muncul pada Sang Tathāgata pada saat itu juga?”

10. “Sehubungan dengan hal itu, Pangeran, Aku akan mengajukan pertanyaan kepadamu sebagai balasan. Jawablah sesuai apa yang menurutmu benar. Bagaimana menurutmu, Pangeran? Apakah engkau ahli dalam hal bagian-bagian kereta?”

“Benar, Yang Mulia.”

“Bagaimana menurutmu, Pangeran? Jika orang-orang mendatangimu dan bertanya: ‘Apakah nama dari bagian kereta ini? apakah sudah ada dalam pikiranmu: [396] ‘Jika mereka mendatangiku dan menanyakan demikian, maka Aku akan menjawab seperti ini’? atau apakah jawaban itu muncul padamu pada saat itu juga?”

“Yang Mulia, aku adalah seorang kusir kereta yang terkenal dan ahli dalam bagian-bagian kereta. Semua bagian kereta telah kuketahui dengan baik. Jawaban itu muncul padaku pada saat itu juga.”

11. “Demikian pula, Pangeran, ketika para mulia terpelajar, para brahmana terpelajar, para perumah tangga terpelajar, dan para petapa terpelajar, setelah merumuskan suatu pertanyaan, kemudian mendatangi Sang Tathāgata dan mengajukan pertanyaan itu, jawaban itu muncul pada Sang Tathāgata pada saat itu juga. Mengapakah? Unsur-unsur dari segala sesuatu telah sepenuhnya ditembus oleh Sang Tathāgata, melalui penembusan sepenuhnya maka jawaban muncul pada Sang Tathāgata pada saat itu juga.”

12. Ketika hal ini dikatakan, Pangeran Abhaya berkata: “Mengagumkan, Yang Mulia, mengagumkan, Yang Mulia! Sang Bhagavā telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara ... Mulai hari ini sudilah Bhagavā mengingatku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”
"Dhamma has a value beyond all wealth and should not be sold like goods in a market place."

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #12 on: 13 November 2010, 02:36:58 AM »
sambungan 56  Upāli Sutta

12. “Bagaimana menurutmu, [377] Perumah tangga? Di sini beberapa Nigaṇṭha mungkin terkendali dengan empat pengawasanterkekang oleh segala pengekangan, terjepit oleh segala pengekangan, tercuci oleh segala pengekangan, dan dituntut oleh segala pengekangannamun ketika berjalan maju dan mundur, ia menyebabkan kehancuran banyak makhluk hidup. Apakah akibat yang dijelaskan oleh Nigaṇṭha Nātaputta terhadapnya?”

“Yang Mulia, Nigaṇṭha Nātaputta tidak menjelaskan apa yang tidak disengaja sebagai sangat tercela.”

“Tetapi dalam kelompok manakah [dari ketiga tongkat] Nigaṇṭha Nātaputta menjelaskan kehendak, Perumah tangga?”

“Dalam tongkat pikiran, Yang Mulia.”

“Perumah tangga, perumah tangga, perhatikanlah bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan belakangan tidak selaras dengan apa yang engkau katakan sebelumnya, juga apa yang engkau katakan sebelumnya tidak selaras dengan apa yang engkau katakan belakangan. Namun engkau membuat pernyataan ini: ‘Aku akan berdebat dengan berdasarkan pada kebenaran, Yang Mulia, maka marilah kita berbincang-bincang mengenai hal ini.’”

“Yang Mulia, walaupun Sang Bhagavā telah berkata demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela.”

13. “Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Apakah pemukiman Nāḷandā ini berhasil dan makmur, apakah ramai dan penuh dengan orang?”

“Benar, Yang Mulia, demikianlah.”

“Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Misalkan seseorang datang dengan mengacungkan pedang dan berkata: ‘Dalam sesaat, dalam sekejap, aku akan menjadikan seluruh makhluk hidup di pemukiman Nāḷanda ini menjadi satu tumpukan daging, menjadi satu gunung daging.’ Bagaimana menurutmu, Perumah tangga, mampukah orang itu melakukan hal itu?”

“Yang Mulia, sepuluh, dua puluh, tiga puluh, empat puluh, atau bahkan lima puluh orang tidak akan mampu menjadikan seluruh makhluk hidup di pemukiman ini menjadi satu tumpukan daging, menjadi satu gunung daging dalam sesaat atau sekejap, apalagi hanya satu orang yang tidak berarti.”

“Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Misalkan seorang petapa atau brahmana yang memiliki kekuatan batin dan mencapai penguasaan pikiran datang dan berkata: “Aku akan menghancurkan pemukiman Nāḷanda ini menjadi abu dengan satu perbuatan pikiran membenci[.]; bagaimana menurutmu, Perumah tangga, dapatkah petapa atau brahmana itu melakukan hal tersebut?” [378]

“Yang Mulia, seorang petapa atau brahmana demikian yang memiliki kekuatan batin dan mencapai penguasaan pikiran akan mampu menghancurkan sepuluh, dua puluh, tiga puluh, empat puluh, atau bahkan lima puluh Nāḷanda menjadi abu dengan satu perbuatan pikiran membenci, apalagi hanya satu Nāḷanda yang tidak berarti.”

“Perumah tangga, perumah tangga, perhatikanlah bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan belakangan tidak selaras dengan apa yang engkau katakan sebelumnya, juga apa yang engkau katakan sebelumnya tidak selaras dengan apa yang engkau katakan belakangan. Namun engkau membuat pernyataan ini: ‘Aku akan berdebat dengan berdasarkan pada kebenaran, Yang Mulia, maka marilah kita berbincang-bincang mengenai hal ini.’”

“Yang Mulia, walaupun Sang Bhagavā telah berkata demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling tercela bagi pelaksanaan perbuatan buruk, dalam melakukan perbuatan buruk, sedangkan tongkat ucapan dan tongkat pikiran tidak terlalu tercela.”

14. “Bagaimana menurutmu, Perumah tangga? Pernahkah engkau mendengar bagaimana hutan-hutan Daṇḍaka, Kālinga, Mejjha, dan Mātanga menjadi hutan?”“Pernah, Yang Mulia.”“Karena engkau pernah mendengarnya, bagaimanakah terjadinya hutan-hutan itu?”“Yang Mulia, aku mendengar bahwa hutan-hutan itu terjadi melalui perbuatan pikiran membenci dari para petapa.”

“Perumah tangga, perumah tangga, perhatikanlah bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan belakangan tidak selaras dengan apa yang engkau katakan sebelumnya, juga apa yang engkau katakan sebelumnya tidak selaras dengan apa yang engkau katakan belakangan. Namun engkau membuat pernyataan ini: ‘Aku akan berdebat dengan berdasarkan pada kebenaran, Yang Mulia, maka marilah kita berbincang-bincang mengenai hal ini.’”

15. “Yang Mulia, aku merasa puas dan senang sejak perumpamaan Bhagavā yang pertama. Namun demikian, aku pikir aku harus membantah Sang Bhagavā seperti itu karena aku ingin mendengarkan dari Sang Bhagavā berbagai solusi atas permasalahan. Mengagumkan, Yang Mulia! Mengagumkan, Yang Mulia! Guru Gotama telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara, seolah-olah Beliau menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan bagi yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Yang Mulia, Aku berlindung pada Sang Bhagavā [379] dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Sudilah Bhagavā mengingatku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #13 on: 13 November 2010, 03:20:40 AM »
Lanjutan 56  Upali Sutta
------------------------------

16. “Selidikilah dengan saksama, Perumah tangga. Baik sekali bagi orang terkenal seperti engkau untuk menyelidiki dengan saksama.”

“Yang Mulia, aku bahkan menjadi lebih puas dan lebih senang dengan pemberitahuan Sang Bhagavā itu. Karena sekte-sekte lain, ketika mendapatkan aku sebagai siswa mereka, akan membawa panji ke seluruh Nāḷanda mengumumkan: ‘Perumah tangga Upāli telah menjadi siswa kami.’ Tetapi, sebaliknya, Sang Bhagavā memberitahukan: ‘Selidikilah dengan saksama, Perumah tangga. Baik sekali bagi orang terkenal seperti engkau untuk menyelidiki dengan saksama.’ Jadi untuk ke dua kalinya, Yang Mulia, Aku berlindung pada Sang Bhagavā dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Sudilah Bhagavā mengingatku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”

17. “Perumah tangga, keluargamu telah lama menyokong para Nigaṇṭha dan engkau harus mempertimbangkan bahwa dana harus diberikan kepada mereka ketika mereka datang.”

“Yang Mulia, aku bahkan menjadi lebih puas dan lebih senang dengan pemberitahuan Sang Bhagavā itu. Yang Mulia, aku telah mendengar bahwa Petapa Gotama mengatakan sebagai berikut: ‘Persembahan harus diberikan hanya kepada-Ku; persembahan tidak boleh diberikan kepada orang lain. Persembahan harus diberikan hanya kepada para siswa-Ku; persembahan tidak boleh diberikan kepada para siswa orang lain. Hanya persembahan yang diberikan kepada-Ku yang menghasilkan buah, bukan apa yang diberikan kepada orang lain. Hanya persembahan yang diberikan kepada para siswa-Ku yang menghasilkan buah, bukan apa yang diberikan kepada para siswa orang lain.’ Tetapi, sebaliknya, Sang Bhagavā menganjurkan untuk memberikan persembahan kepada para Nigaṇṭha. Bagaimanapun juga kami akan mengetahui waktunya untuk itu, Yang Mulia. Jadi untuk ke tiga kalinya, Yang Mulia, Aku berlindung pada Sang Bhagavā dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Sudilah Bhagavā mengingatku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”

18. Kemudian Sang Bhagavā membabarkan kepada perumah tangga Upāli instruksi bertingkat, yaitu, khotbah tentang memberi, khotbah tentang moralitas, khotbah tentang alam surga; Beliau menjelaskan bahaya, kemunduran, dan kekotoran dalam kenikmatan indria dan berkah dari pelepasan keduniawian. Ketika Beliau mengetahui bahwa pikiran perumah tangga Upāli [380] telah siap, dapat menerima, bebas dari rintangan, gembira, dan berkeyakinan, Beliau membabarkan kepadanya ajaran yang khas para Buddha: penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan sang jalan. Bagaikan sehelai kain bersih dengan semua noda disingkirkan akan dapat menerima warna dengan merata, demikian pula, selagi perumah tangga Upāli duduk di sana, penglihatan Dhamma yang sangat bersih tanpa noda muncul dalam dirinya: “Segala sesuatu yang tunduk pada kemunculan juga tunduk pada kelenyapan.” [ ]Kemudian perumah tangga Upāli melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, mengukur Dhamma; ia menyeberang melampaui keragu-raguan, menyingkirkan kebingungan, memperoleh keberanian, dan menjadi tidak tergantung pada orang lain dalam Pengajaran Sang Guru. [ ]Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā: “Sekarang, Yang Mulia, kami harus pergi. Kami sibuk dan banyak urusan yang harus dikerjakan.”

Silakan engkau pergi, Perumah tangga.”

19. Kemudian perumah tangga Upāli, setelah merasa senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā, bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, dengan Beliau di sisi kanannya, ia kembali ke rumahnya. Di sana ia memanggil penjaga pintunya sebagai berikut: “Penjaga pintu, mulai hari ini dan seterusnya aku menutup pintuku untuk para Nigaṇṭha dan Nigaṇṭhi, dan aku membuka pintuku untuk para bhikkhu, bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan para siswa Sang Bhagavā. Jika ada Nigaṇṭha datang, katakan pada mereka sebagai berikut: ‘Tunggu, Yang Mulia, jangan masuk. Mulai hari ini dan seterusnya perumah tangga Upāli telah menjadi siswa Petapa Gotama. Ia telah menutup pintunya untuk para Nigaṇṭha dan Nigaṇṭhi, dan ia membuka pintunya untuk para bhikkhu, bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan para siswa Sang Bhagavā. Yang Mulia, jika engkau membutuhkan persembahan, tunggulah di sini; mereka akan membawakannya untukmu di sini.’”“Baik, Tuan.” Penjaga pintu itu menjawab.

20. Nigaṇṭha Dīgha Tapassī mendengar: “Perumah tangga Upāli telah menjadi siswa Petapa Gotama.” Kemudian ia menemui Nigaṇṭha Nātaputta dan memberitahunya: “Yang Mulia, aku telah mendengar sebagai berikut: ‘Perumah tangga Upāli telah menjadi siswa Petapa Gotama.’”

“Tidak mungkin, Tapassī, tidak mungkin terjadi bahwa perumah tangga Upāli akan menjadi siswa di bawah Petapa Gotama; tetapi mungkin saja, dapat terjadi bahwa Petapa Gotama akan menjadi siswa di bawah perumah tangga Upāli. [“] [381]

Untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Nigaṇṭha Dīgha Tapassī memberitahukan kepada Nigaṇṭha Nātaputta: “Yang Mulia, aku telah mendengar sebagai berikut: ‘Perumah tangga Upāli telah menjadi siswa Petapa Gotama.’”

“Tidak mungkin, Tapassī, tidak mungkin terjadi ….

“Yang Mulia, haruskah aku pergi dan mencari tahu apakah perumah tangga Upāli telah menjadi siswa Petapa Gotama atau tidak?”

“Pergilah, Tapassī, dan cari tahu apakah ia telah menjadi siswa Petapa Gotama atau tidak.”

21. Kemudian Nigaṇṭha Dīgha Tapassī mendatangi rumah perumah tangga Upāli. Dari jauh penjaga pintu melihatnya datang dan memberitahunya: “Tunggu, Yang Mulia, jangan masuk. Mulai hari ini dan seterusnya perumah tangga Upāli telah menjadi siswa Petapa Gotama. Ia telah menutup pintunya untuk para Nigaṇṭha dan Nigaṇṭhi, dan ia membuka pintunya untuk para bhikkhu, bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan para siswa Sang Bhagavā. Yang Mulia, jika engkau membutuhkan persembahan, tunggulah di sini; mereka akan membawakannya untukmu di sini.”

“Aku tidak membutuhkan persembahan, Teman,” ia berkata, dan ia kembali menemui Nigaṇṭha Nātaputta dan memberitahunya: “Yang Mulia, sangat benar bahwa perumah tangga Upāli telah menjadi siswa Petapa Gotama. Yang Mulia, engkau tidak menyetujui ketika aku memberitahukan kepadamu: ‘Yang Mulia, aku tidak setuju perumah tangga Upāli [mencoba untuk] membantah doktrin Petapa Gotama. Karena Petapa Gotama adalah seorang penyihir dan menguasai sihir pengalihan keyakinan yang dengannya Beliau mengalihkan keyakinan para penganut sekte lainnya.’ Dan sekarang, Yang Mulia, perumah tangga Upāli telah dialihkan keyakinannya oleh Petapa Gotama dengan sihir pengalihan keyakinannya!”

“Tidak mungkin, Tapassī, tidak mungkin terjadi bahwa perumah tangga Upāli akan mejadi siswa di bawah Petapa Gotama; tetapi mungkin saja, dapat terjadi bahwa Petapa Gotama akan menjadi siswa di bawah perumah tangga Upāli.”

Untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Nigaṇṭha Dīgha Tapassī memberitahukan kepada Nigaṇṭha Nātaputta: “Yang Mulia, sangat benar bahwa perumah tangga Upāli telah menjadi siswa Petapa Gotama [382] ... dengan sihir pengalihan keyakinannya!”

“Tidak mungkin, Tapassī, tidak mungkin terjadi … mungkin saja, dapat terjadi bahwa Petapa Gotama akan menjadi siswa di bawah perumah tangga Upāli. Sekarang aku akan pergi sendiri dan mencari tahu apakah ia telah menjadi siswa Petapa Gotama atau tidak.”

22. [ ]Kemudian Nigaṇṭha Nātaputta bersama dengan sejumlah besar para Nigaṇṭha mendatangi rumah perumah tangga Upāli. Dari jauh penjaga pintu melihatnya datang dan memberitahunya: “Tunggu, Yang Mulia, jangan masuk. Mulai hari ini dan seterusnya perumah tangga Upāli telah menjadi siswa Petapa Gotama. Ia telah menutup pintunya untuk para Nigaṇṭha dan Nigaṇṭhi, dan ia membuka pintunya untuk para bhikkhu, bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan para siswa Sang Bhagavā. Yang Mulia, jika engkau membutuhkan persembahan, tunggulah di sini; mereka akan membawakannya untukmu di sini.”

“Penjaga pintu, pergilah temui perumah tangga Upāli dan katakan kepadanya: ‘Tuan, Nigaṇṭha Nātaputta sedang berdiri di gerbang luar bersama sejumlah besar para Nigaṇṭha; ia ingin menemui Tuan.’”

“Baik, Yang Mulia,” ia menjawab, dan ia pergi menemui perumah tangga Upāli dan memberitahukan kepadanya[ ]: [”] Tuan, Nigaṇṭha Nātaputta sedang berdiri di gerbang luar bersama sejumlah besar para Nigaṇṭha; ia ingin menemui Tuan.”

“Kalau begitu, Penjaga pintu, persiapkan tempat-tempat duduk di aula di pintu tengah.”

“Baik, Tuan,” ia menjawab, dan setelah ia mempersiapkan tempat-tempat duduk di aula di pintu tengah, ia kembali menghadap perumah tangga Upāli dan memberitahunya: “Yang Mulia, tempat-tempat duduk telah dipersiapkan di aula di pintu tengah. Silakan Tuan datang.”

23. Kemudian perumah tangga Upāli [383] memasuki aula di pintu tengah dan duduk di tempat duduk tertinggi, terbaik, termulia yang ada di sana. Kemudian ia memberi tahu si penjaga pintu: “Sekarang, Penjaga pintu, temuilah Nigaṇṭha Nātaputta dan beri tahukan kepadanya: ‘Yang Mulia, perumah tangga Upāli berkata: “Silakan masuk, Yang Mulia.”’”

“Baik, Tuan,” ia menjawab, dan ia menemui Nigaṇṭha Nātaputta dan memberitahunya: “Yang Mulia, perumah tangga Upāli berkata: ‘Silakan masuk, Yang Mulia.’”

Kemudian Nigaṇṭha Nātaputta bersama dengan sejumlah besar para Nigaṇṭha memasuki aula di pintu tengah.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 2 - Lima Puluh Khotbah ke Dua (editing)
« Reply #14 on: 13 November 2010, 03:22:01 AM »
24. Sebelumnya, ketika perumah tangga Upāli dari kejauhan melihat kedatangan Nigaṇṭha Nātaputta, ia biasanya keluar untuk menemuinya, membersihkan tempat duduk tertinggi, terbaik, termulia yang ada di sana dengan jubah luarnya, dan setelah menata seluruhnya, ia mempersilakannya duduk di tempat duduk tersebut. Tetapi sekarang, sambil duduk di tempat duduk tertinggi, terbaik, termulia, ia berkata kepada Nigaṇṭha Nātaputta: “Yang Mulia, ada tempat-tempat duduk; duduklah jika kalian menghendaki.”

25. Ketika hal ini dikatakan, Nigaṇṭha Nātaputta berkata: “Perumah tangga, engkau gila, engkau bodoh. Engkau pergi dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, aku akan membantah doktrin Petapa Gotama,’ dan engkau telah kembali dengan terjebak oleh jaring besar ajaran-Nya. Bagaikan seseorang yang pergi untuk mengebiri orang lain dan kembali dengan dirinya yang dikebiri, bagaikan seseorang yang pergi untuk mencungkil mata orang lain dan kembali dengan matanya sendiri tercungkil; demikian pula engkau, Perumah tangga, pergi dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, aku akan membantah doktrin Petapa Gotama,’ dan engkau telah kembali dengan terjebak oleh jaring besar ajaran-Nya. Perumah tangga, engkau telah teralihkan oleh Petapa Gotama dengan sihir pengalihannya!”

26. “Sungguh menguntungkan sekali sihir pengalihan itu, Yang Mulia, sungguh baik sekali sihir pengalihan itu! [ ]Yang Mulia, jika sanak saudara dan kerabatku teralihkan oleh pengalihan ini, maka itu akan menuntun menuju kesejahteraan dan kebahagiaan sanak saudara dan kerabatku untuk waktu yang lama. Jika semua para mulia teralihkan oleh pengalihan ini, maka itu akan menuntun menuju kesejahteraan dan kebahagiaan para mulia itu untuk waktu yang lama. [384] Jika semua brahmana ...  semua pedagang ... semua pekerja teralihkan oleh pengalihan ini, maka itu akan menuntun menuju kesejahteraan dan kebahagiaan para pekerja itu untuk waktu yang lama. Jika dunia ini bersama dengan para dewa, Māra, dan Brahmā, generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para raja dan rakyatnya, teralihkan oleh pengalihan ini, maka itu akan menuntun menuju kesejahteraan dan kebahagiaan dunia untuk waktu yang lama. Sehubungan dengan hal ini, Yang Mulia, aku akan memberikan perumpamaan kepadamu; karena beberapa orang bijaksana di sini memahami makna suatu pernyataan melalui perumpamaan.

27. “Yang Mulia, suatu ketika terdapat seorang brahmana yang sudah tua, jompo, dan terbebani dengan tahun demi tahun, dan ia memiliki istri seorang brahmana muda yang sedang hamil dan menjelang persalinan. Kemudian ia berkata kepada suaminya: ‘Pergilah, Brahmana, belilah seekor monyet muda di pasar dan bawa pulang untukku sebagai teman bermain bagi anakku.’ Ia menjawab: ‘Tunggulah, Istriku, hingga engkau melahirkan anak. Jika engkau melahirkan anak laki-laki, maka aku akan pergi ke pasar dan membelikan seekor monyet jantan muda dan membawanya pulang sebagai teman bermain bagi anakmu; tetapi jika engkau melahirkan anak perempuan, maka aku akan pergi ke pasar dan membelikan seekor monyet betina muda dan membawanya pulang sebagai teman bermain bagi anakmu.’ Untuk ke dua kalinya ia mengajukan permohonan yang sama dan menerima jawaban yang sama. Untuk ke tiga kalinya ia mengajukan permohonan yang sama. Maka, karena pikirannya terikat pada istrinya dengan cinta, ia pergi ke pasar, membeli seekor monyet jantan muda, membawanya pulang, dan berkata kepada istrinya: ‘Aku telah membeli monyet jantan muda ini di pasar [385] dan membawanya pulang kepadamu sebagai teman bermain bagi anakmu.’ Kemudian istrinya berkata kepadanya: ‘Pergilah, Brahmana, bawalah monyet jantan muda ini kepada Rattapāṇi putra pencelup kain dan katakan padanya: ‘Rattapāṇi, aku ingin agar monyet jantan muda ini diberi warna yang disebut kuning-salep, dipukul berkali-kali dan dihaluskan kedua sisinya.”’ Kemudian, karena pikirannya terikat pada istrinya dengan cinta, ia membawa monyet jantan muda itu kepada Rattapāṇi putra seorang pencelup kain dan berkata: ‘Rattapāṇi, aku ingin agar monyet jantan muda ini diberi warna yang disebut kuning-salep, dipukul berkali-kali dan dihaluskan kedua sisinya.’ Rattapāṇi putra pencelup kain memberitahukan kepadanya: ‘Tuan, monyet jantan muda ini akan menerima celupan, tetapi bukan pukulan atau penghalusan.’ Demikian pula, Yang Mulia, doktrin para Nigaṇṭha bodoh akan memberikan kegembiraan pada orang-orang bodoh namun bukan pada orang-orang bijaksana, dan tidak akan bertahan terhadap ujian atau penghalusan.

“Kemudian, Yang Mulia, pada kesempatan lain brahmana itu membawa sepasang pakaian baru kepada Rattapāṇi putra pencelup kain dan berkata: ‘Rattapāṇi, aku ingin agar sepasang pakaian baru ini diberi warna yang disebut kuning-salep, dipukul berkali-kali dan dihaluskan kedua sisinya.’ Rattapāṇi putra pencelup kain memberitahukan kepadanya: ‘Tuan, sepasang pakaian baru ini akan menerima celupan, dan pukulan dan penghalusan.’ Demikian pula, Yang Mulia, doktrin Sang Bhagavā, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, akan memberikan kegembiraan pada orang-orang bijaksana namun bukan pada orang-orang bodoh, dan akan bertahan terhadap ujian dan penghalusan.”

28. “Perumah tangga, masyarakat dan raja mengenalmu sebagai berikut: ‘Perumah tangga Upāli adalah seorang siswa dari Nigaṇṭha Nātaputta.’ Siswa siapakah engkau harus kami anggap?”

Ketika hal ini dikatakan, perumah tangga Upāli bangkit dari duduknya, dan merapikan jubah atasnya di salah satu bahunya, [386] ia merangkapkan tangannya sebagai penghormatan ke arah Sang Bhagavā dan memberitahukan kepada Nigaṇṭha Nātaputta:

29. “Dalam hal ini, Yang Mulia, dengarlah siswa siapa aku ini:

   Beliau adalah Sang Bijaksana yang telah menyingkirkan kebodohan,
   Telah meninggalkan belantara dalam batin, [ ]pemenang dalam peperangan;
   Beliau tidak menderita, dengan pikiran seimbang yang sempurna,
   Matang dalam moralitas, berkebijaksanaan mulia;
   Melampaui segala godaan, [ ]Beliau adalah tanpa noda:
   Beliau adalah Sang Bhagavā, dan aku adalah siswa-Nya.

   Bebas dari kebingungan, Beliau berdiam dalam kepuasan,
   Menolak perolehan duniawi, wadah kegembiraan;
   Seorang manusia yang telah menyelesaikan tugas Pertapaan,
   Seorang yang membawa jasmani terakhir-Nya;
   Beliau sama sekali tanpa tanding dan sama sekali tanpa noda:
   Beliau adalah Sang Bhagavā, dan aku adalah siswa-Nya.

   Beliau bebas dari keragu-raguan dan terampil,
   Yang mendisiplinkan dan pemimpin yang unggul.
   Tidak seorang pun melampaui kualitas-kualitasnya yang gilang-gemilang;
   Tanpa bimbang, Beliau adalah penerang;
   Setelah mematahkan keangkuhan, Beliau adalah pahlawan:
   Beliau adalah Sang Bhagavā, dan aku adalah siswa-Nya.

   Sang Pemimpin kelompok, Beliau tidak terukur,
   Kedalamannya tidak terukur, Beliau mencapai keheningan;
   Pemberi keamanan, pemilik pengetahuan,
   Beliau berdiri dalam Dhamma, dengan batin terkendali;
   Setelah mengatasi segala belenggu, Beliau terbebaskan:
   Beliau adalah Sang Bhagavā, dan aku adalah siswa-Nya.

   Gajah yang bersih tanpa noda, hidup di tempat terpencil,
   Dengan belenggu-belenggu seluruhnya dihancurkan, sepenuhnya terbebas;
   Terampil dalam berdiskusi, penuh dengan kebijaksanaan,
   Panjinya telah diturunkan, [ ]Beliau tidak lagi bernafsu;
   Setelah menjinakkan diri-Nya sendiri, Beliau tidak lagi berproliferasi:
   Beliau adalah Sang Bhagavā, dan aku adalah siswa-Nya.

   Yang terbaik di antara para petapa, [ ]tanpa rencana curang,
   Memperoleh tiga pengetahuan, mencapai kesucian;
   Batin-Nya dibersihkan, seorang yang menguasai khotbah,
   Beliau selalu hidup dalam ketenangan, penemu pengetahuan;
   Yang pertama dari semua pemberi, Beliau selalu mampu:
   Beliau adalah Sang Bhagavā, dan aku adalah siswa-Nya.

   Beliau adalah Yang Mulia, terkembang dalam pikiran,
   Yang telah mencapai tujuan dan membabarkan kebenaran;
   Memiliki perhatian dan pandangan terang penembusan,
   Beliau tidak condong ke depan maupun ke belakang;
   Bebas dari gangguan, mencapai kemahiran:
   Beliau adalah Sang Bhagavā, dan aku adalah siswa-Nya.

   Beliau telah mengembara dengan benar dan berdiam dalam meditasi,
   Tidak terkotori dalam batin, sempurna dalam kemurnian;
   Beliau tidak bergantung dan sama sekali tanpa takut,
   Hidup terasing, mencapai puncak;
   Setelah menyeberang oleh diri sendiri, Beliau menuntun kami menyeberang:
   Beliau adalah Sang Bhagavā, dan aku adalah siswaNya.

   Yang memiliki ketenangan tertinggi, dengan kebijaksanaan luas,
   Seorang dengan kebijaksanaan tinggi, hampa dari segala keserakahan;
   Beliau adalah Sang Tathāgata, Beliau adalah Yang Termulia,
   Seorang yang tanpa tandingan, tidak ada yang menyamaiNya;
   Beliau pemberani, terampil dalam segala hal:
   Beliau adalah Sang Bhagavā, dan aku adalah siswa-Nya.

   Beliau telah mematahkan keinginan dan menjadi Yang Tercerahkan,
   Menghalau segala kabut, sepenuhnya tanpa noda;
   Yang paling layak menerima persembahan, makhluk yang paling perkasa,
   Orang yang paling sempurna, melampaui penghormatan;
   Terbaik dalam kemegahan, mencapai puncak keagungan:
   Beliau adalah Sang Bhagavā, dan aku adalah siswa-Nya.”

30. “Kapankah engkau menggubah syair pujian kepada Petapa Gotama itu, Perumah tangga?”

“Yang Mulia, misalkan terdapat timbunan berbagai jenis bunga, [387] dan kemudian seorang pembuat kalung bunga yang cerdas atau muridnya ingin merangkainya menjadi kalung bunga berwarna-warni; demikian pula, Yang Mulia, Sang Bhagavā memiliki banyak kualitas yang patut dipuji, ratusan kualitas yang patut dipuji. Siapakah, Yang Mulia, yang tidak akan memuji yang patut dipuji?”

31. Kemudian, karena Nigaṇṭha Nātaputta tidak mampu menahankan penghormatan yang diberikan kepada Sang Bhagavā, ia memuntahkan darah panas dari mulutnya di sana dan pada saat itu juga.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~