//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - fabian c

Pages: 1 2 3 4 [5] 6 7 8 9 10 11 12 ... 134
61
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 10:51:45 PM »
begini loh, mbah.
abhaya: Bud, ancua nih, bayiku nelen kerikil.
Buddha: korek aja pake ranting.
abhaya: ah, ntar bayiku terluka
Buddha: memang tapi biarlah luka daripada mati.
abhaya: iye juga ye ...

gitu loh, jadi walaupun resiko terluka itu besar kemungkinan terjadi, tapi baik Sang Buddha maupun Pangeran Abhaya bisa menerima resiko itu. niat memang bukan untuk melukai tapi luka itu bisa saja terjadi, suatu resiko yg bisa diterima. nah kalau resikonya bisa diterima, bukankah artinya cara itu dibenarkan?

Bro Indra yang baik, Saya beri contoh.
Ada seorang anak yang terjatuh naik sepeda, kakinya terseret di jalanan sehingga luka lecet yang cukup dalam.
Di pinggir jalan seorang dewasa membangunkan anak itu lalu membawa ke rumahnya.

Sesampai di rumahnya lalu orang dewasa itu lalu mengambil alkohol untuk membersihkan luka, sebelum mencuci lukanya dengan alkohol orang dewasa tersebut berkata, "Nak... saya akan membersihkan lukamu dengan alkohol, tapi akan terasa sakit, tapi ini perlu dilakukan supaya lukamu tidak infeksi...." Lalu ia membersihkan luka anak itu dengan alkohol.

Pertanyaannya:
Apakah yang dilakukan orang dewasa tersebut tergolong perbuatan dengan sengaja menyakiti anak itu....?
Demikian juga dengan kasus pangeran Abhaya, apakah pangeran Abhaya dengan sengaja bermaksud melukai anak itu....?

Inilah sudut pandang saya menghadapi kasus pangeran Abhaya, sehingga saya tidak menganggap bahwa Sutta itu membenarkan melukai mahluk lain.

Term and conditionnya saya copas kembali:

"Membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

Mudah-mudahan menjadi jelas.

Mettacittena,

62
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 10:26:49 PM »
Syair 194:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati  tidak menderita.

Syair 195:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
dan membunuh harimau sebagai yang kelima, Brahmana sejati tidak menderita.

Pernyataan bahwa syair 195 sebagai kiasannya mana nih?  Dua syair di atas akan terlihat sebagai kiasan  hanya ketika kita mengenal ajaran Buddha dan juga secara eksplisit mengacu kepada kitab komentar. ;D

Samanera yang saya hormati,   ^:)^ Entah mungkin Mettalanka yang salah terjemahkan, copy paste terjemahannya berikut:

Verse 295: Having killed mother, father, the two brahmin kings and having destroyed the hindrances of which the fifth (i.e., doubt) is like a tiger-infested journey, the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.

Tapi walaupun syair yang sebenarnya sama seperti yang Samanera muat, tetap saja syair ini tak memenuhi term and condition. Saya copas lagi term and conditionnya:

(membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.)

Mari kita kaji, siapakah nama dua raja Khattiya yang membunuh ayah-ibu dan menghancurkan kerajaan beserta penduduknya tersebut....? Apa nama kerajaan yang dihancurkannya....?
Siapakah nama dua raja makmur yang membunuh ayah-ibu dan membunuh harimau...?

Bila ada namanya tentu saja term and conditionnya otomatis terpenuhi.

Mettacittena,   _/\_

63
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 09:55:31 PM »
benar bahwa cetananya bukan untuk melukai, tapi fakta bahwa bayi itu mungkin terluka sudah bisa diterima bahkan oleh Sang Buddha, ini menyiratkan bahwa Sang Buddha tidak keberatan (=menyetujui) bayi tersebut terluka.

Bro Indra yang baik, menurut yang saya baca dari Sutta tersebut, pangeran Abhaya dengan sengaja mengambil batu/ranting, bukan dengan sengaja melukai mulut, disini juga bisa diartikan Sang Buddha tak keberatan/menyetujui disebabkan tujuannya adalah mengambil batu/ranting.

Quote
lagipula kalau hal ini menjadi alasan, seorang badut yg menyeberangkan orang lain juga bisa berdalih dengan alasan cetana ini. ;D
Nah kalau ini pindah ke thread khusus....

Quote
tawaran ini khusus untuk mbah fabian dan Bro adi lim
Wah nawarin orang yang salah bro... Justru saya minta dicarikan karena sudah lelah mencari....  ;D

Mettacittena

64
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 09:14:47 PM »
Saya menyebutkan penjelasan kitab komentar karena dalam menanggapi dua syair Dhammapada yang dikutip Kainyn, anda juga menggunakan kitab komentar untuk mendukung bahwa syair tersbt hanya merupakan kiasan. ;D

Samanera yang saya hormati,  ^:)^ Coba baca lagi dengan seksama syair ke 295. Sayir 295 dengan jelas mengatakan bahwa itu kiasan. Sedangkan syair 294 dan syair 295 berkaitan. Maaf Samanera hehehe....

Mettacittena,   _/\_

65
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 08:56:13 PM »
[at] Fabian:

Bagi seorang puthujjana, semua bentuk mental akan mempengaruhi kondisi fisik. Jika pikiran muncul ketidak-senangan karena mendengarkan kata-kata yang tidak menyenangkan, jasmani pun akan terpengaruhi. Jasmani akan menjadi tegang, dada terasa sesak, hati menjadi panas. Ini juga merupakan luka jasmani.. hehehehe....... 

Btw, dalam kitab Komentar untuk Aggikkhandhasutta, dijelaskan bahwa sebelum memberikan khotbah ini, Sang Buddha terlebih dahulu sudah melihat akibat yang akan terjadi. Namun karena mempertimbangkan bahwa melalui khotbah tersebut 60 bhikkhu akan mencapai arahat, Beliau memberikan khotbah ini, meski Beliaupun tahu bahwa 60 bhikkhu akan memuntahkan darah segar. Nah kitab komentar dengan jelas memberikan indikasi bahwa terkadang melukai secara fisik dibenarkan jika ada keuntungan yang lebih besar. hehehe....

Samanera yang saya hormati,  ^:)^  kan Samanera sendiri yang bilang kitab penjelasan bukan termasuk Tipitaka...? Jadi 35 juta belum kena kan....?  ;D

Mettacittena,    _/\_

66
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 08:53:09 PM »
perumpamaan bayi menelan kerikil adalah contoh kasus yg paling pas. memang tidak disebutkan bahwa Sang Buddha membenarkan atau menolak cara itu, tapi Sang Buddha menggunakan perumpamaan ini yg menyiratkan bahwa Sang Buddha menerima (menyetujui) cara itu sbg cara untuk menyelamatkan bayi bahkan jika seandainya harus melukai bayi itu, karena bayi yg terluka adalah lebih baik daripada bayi yg mati.

Bro Indra yang baik, dalam kisah tersebut nampaknya pangeran Abhaya tidak ada mengatakan bahwa ia akan melukai anak itu untuk mengambil batu atau rantingnya, tetapi dalam Sutta tersebut dikatakan bahwa dalam usaha menyelamatkan bayi tersebut mungkin bayinya luka dan mengeluarkan darah, tetapi luka bukanlah tujuan, luka adalah efek samping.

Cetananya bukan untuk melukai, tetapi untuk mengambil batu, untuk menolong menyelamatkan yang merupakan kebalikan dari melukai atau membunuh..

Sutta ini klop dengan kasus brahmana Magandiya dan Bhikkhu-Bhikkhu yang muntah darah.

lupakan 6 juta,
tambah 1 juta, hadiah jadi 7 juta !
menarik !   :jempol:

Siip......   :jempol:

gini aja deh, gue double-in, 14 jt untuk masing2 Bro Adi dan mbah Fabian, jika anda berdua bisa menemukan fakta spt topik sayembara. *kita adu ilmu geliat belut*

14 juta kali dua jadi 28 juta....
Tambah 7 juta jadi 35 juta..... kamsiah.... 
Hayo yang bisa menemukan sesuai dengan term and condition, hadiahnya menjadi 35 juta hehehe.....  :jempol:

67
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 08:25:56 PM »
selalu ada term and condition baru jika ada jawaban yg benar, sayembara ini tidak sah

Loh.... kan sudah dibilang term and condition baru untuk tahap ke 2...? Jawaban teman-teman belum ada yang memenuhi term and condition yang ada, jadi 6 jutanya masih aman hehehe.... maaf  ^-^

Mettacittena,

68
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 08:18:03 PM »
Yang disayembarakan tidak menyebutkan apakah harus mengecualikan'makna kiasan' ataukah tidak. Yang terpenting adalah 'pernyataan dalam Tipitaka'. Makna sesungguhnya dalam syair di atas dijelaskan dalam kitab komentar dan bukan Tipitakanya. Beberapa kata-kata yang ada dalam tanda kurung di terjemahan bahasa Inggris di atas diambil dalam Kitab komentar. Secara pernyataan, dengan melupakan makna yang tersembunyi di balik syair di atas, sudah memenuhi syarat untuk memenangkan sayembara di atas. hehe....

Samanera yang saya hormati,  ^:)^  Pada waktu saya menyusun kata-kata untuk sayembara saya sudah memperhitungkan syair yang satu ini, karena DC pernah mendiskusikan sebelumnya (mungkin bro Kainyn masih ingat), oleh karena itu saya tambahkan dengan kata-kata secara fisik. Maksudnya ya benar-benar nyata membunuh bukan kiasan.

Pada kenyataannya Bhikkhu yang dimaksud tidak benar-benar membunuh ayah-ibunya secara fisik kan...? Hadiah enam juta berlaku bila Bhikkhu tersebut benar-benar membunuh ayahnya dan/atau ibunya secara fisik lalu dibenarkan oleh Sang Buddha. Dalam awal thread disebutkan "membenarkan pembunuhan secara fisik" Sedangkan dalam syair tersebut tidak dikatakan membunuh secara fisik... Jadi enam juta selamat hehehe....

Quote
Sekarang juga mesti dibahas mengenai Abhāyarājākumārasutta, Majjhimanikāya terutama ketika Sang Buddha mengklaim bahwa Beliau sendiri juga terkadang mengucapkan kata-kata yang tidak menyenangkan (appiyā) dan tidak disetujui (amanāpā) kepada orang lain. Meskipun kata-kata yang diucapkan Beliau pada akhirnya bermanfaat bagi si pendengar, setidaknya, kata-kata tersebut pada awalnya melukai.

Kembali lagi Disini tak dikatakan bahwa Sang Buddha membenarkan pembunuhan atau melukai secara fisik. Dalam hal ini Sang Buddha mengatakan kata-kata yang menyenangkan dan yang tak menyenangkan hanya melukai di hati, bukan fisik...

Quote
Lihat saja dalam Aggikkhandhasutta, Aṇguttaranikāya. Ketika Sang Buddha membabarkan Sutta ini, ada 60 bhikkhu langsung memuntahkan darah ( Imasmiñca   pana   veyyākaraṇasmiṃ   bhaññamāne   saṭṭhimattānaṃ   bhikkhūnaṃ  uṇhaṃ  lohitaṃ  mukhato uggañchi).

Kalau menurut saya Disini tak ada dikatakan bahwa Sang Buddha membenarkan melukai secara fisik. Misalnya memenggal tangan, memotong kuping atau membunuh dengan pisau, menusuk mati dengan tombak dsbnya....

Bhikkhu-Bhikkhu yang muntah darah karena mereka menanggapi dengan negatif kata-kata Sang Buddha, itu bukan urusan Sang Buddha, karena Sang Buddha khotbah secara umum, buktinya sebagian Bhikkhu kalau tidak salah mencapai kesucian ketika itu.

Kasus ini ada kemiripan dengan kasus brahmana Magandiya, Sang Buddha berkhotbah hanya untuk membawa brahmana Magandiya pada kesucian, mengenai calon permaisuri Magandiya sakit hati bukan urusan Sang Buddha, karena Sang Buddha tak ada pikiran menjerumuskan Magandiya pada kebencian, ia sendiri yang menanggapi negatif kata-kata yang seharusnya membawa ke arah kesucian bila ditanggapi positif.

Quote
Di sutta ini, ada indikasi bahwa kata-kata yang melukai diperbolehkan jika pada akhirnya memberikan manfaat yang lebih besar. Bagaimana, 6 jutakah? hehehe....

Melukai hati tidak sama dengan melukai fisik.  Jadi..... enam jutanya masih awet..... maaf Samanera xixixixi....

Mettacittena,  _/\_


69
:-?
lalu jiwa itu apa?
jiwa itu kekal atau tidak kekal , apakah jiwa itu bisa mati?
dan jika jiwa itu bisa mati , apakah mungkin terjadi tumibal lahir ?
jika jiwa itu bisa mati, lalu yg menuju 4 macam alam yang menyedihkan, atau apa yg menuju alam yg lebih tinggi seperti alam sorga , alam dewa, alam arupa loka maupun alam rupa loka?
lalu apakah maksud yg ter tulis nakhasikha sutta dan kanakacchapa sutta yg berkaitan erat dengan tumibal lahir dan tujuan manusia setelah kematian?

 _/\_

Bro Wang Ai Lie yang baik, kesadaran yang muncul dan lenyap kembali (on-off) ini mati ketika ia lenyap dan hidup ketika ia muncul kembali.

Pada waktu tumimbal lahir (rebirth) kesadaran yang ada pada tubuh yang satu katakanlah sebagai si Polan, mati (off). Dan hidup (on) kembali ketika ada kondisi yang mendukung yaitu jasmani yang baru pada tubuh si Bejo dstnya.

Jadi sebenarnya tak ada perpindahan kesadaran. Yang ada adalah kesadaran yang muncul kembali ketika ada kondisi baru yang mendukung kemunculannya.

Mettacittena,

70
jika jiwa itu bukan kesadaran, lantas jiwa itu apa?

satu kesatuan dari diri  adalah nama dan rupa, bukan kah rupa adalah wajah = raga?

mohon maaf jika terlalu banyak pertanyaan  _/\_

Bro Wang Ai Lie yang baik, nimbrung ya...?

Jawaban dari yang di bold mungkin dapat membantu menjawab pertanyaan bro... Jadi apakah yang disebut jiwa....? Pandangan non Buddhis mengatakan setiap mahluk memiliki jiwa, jiwa ini bisa ditemukan pada diri seseorang atau suatu mahluk. Dalam ajaran lain jiwa ini disebut atma (atta). Jadi menurut pandangan lain ada jiwa dan raga.

Pertanyaan TS bila dikaitkan dengan pandangan non-Buddhis tentu saja tak sinkron, karena menurut pandangan non-Buddhis jiwa adalah kekal.

Pandangan Buddhis agak berbeda. Menurut pandangan Buddhis mahluk adalah kumpulan dari kesadaran (vinnana), perasaan (vedana), persepsi/ingatan (sanna), bentuk-bentuk pikiran (sankhara) dan jasmani (rupa).

kumpulan kesadaran, perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran disebut batin (nama) Sedangkan rupa bisa berarti bentuk, jasmani, materi.

Batin timbul tenggelam sesuai dengan kondisi yang melandasinya. Dalam hal ini kesadaran, timbul mengikuti kondisi yang melandasinya, umpamanya kesadaran bila melihat sesuatu disebut kesadaran mata.
Kesadaran mendengar sesuatu adalah kesadaran telinga. dstnya.
Kesadaran mata timbul ketika kita melihat sesuatu, tetapi ia akan lenyap ketika kita tidur atau pingsan dsbnya. Jadi inilah dimaksud dengan kesadaran yang timbul-tenggelam.

Demikian juga perasaan, persepsi dll, muncul dan lenyap sesuai kondisi yang melandasinya.
Karena mahluk hidup adalah kumpulan dari unsur-unsur batin dan jasmani, sedangkan dari contoh-contoh tersebut ternyata ia selalu muncul-lenyap oleh karena itu ia disebut tidak kekal.

Pada waktu bermeditasi Vipassana sifat timbul lenyapnya batin ini akan nampak lebih jelas lagi. Demikian juga dengan proses muncul dan lenyapnya dapat teramati dengan jelas.

Tapi untuk jawaban secara umum sifat tidak kekal batin dapat dilihat dengan cara yang telah saya uraikan, kita menyadari bahwa kesadaran mata tidak hadir terus-menerus, demikian juga kesadaran telinga dll. Namun walaupun kita mengetahui semua hal itu bisa muncul-lenyap, bagi non-meditator tidak dapat melihat dengan jelas kapan timbul atau lenyapnya kesadaran tsb. Hanya dengan perhatian yang seksama dan terkonsentrasi kita dapat melihat seluruh proses tersebut.

Mettacittena,

71
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 04:41:23 PM »
Cerita di atas khan Dhammapada Aṭṭhakathā, dan bukan Dhammapadanya. Yang dijadikan sayembara adalah pernyataan yang ada dalam Tipitaka. Dhammapada Aṭṭhakathā bukan termasuk Tipitaka. Syair yang dicantumkan Kainyn sudah memenuhi syarat untuk menjawan posting awal. hehehe.....

Samanera yang saya hormati,  ^:)^  Sayang sekali saya harus mengecewakan Samanera lagi nih... Syair tersebut jelas hanya merupakan kiasan. Tak ada yang dilukai, tak ada yang mati. Hanya bentuk kiasan, bukan real secara fisik. Berikut saya copaskan syair tersebut dari Mettalanka:

Mataram pitaram hantva
rajano dye ca khattiye
rattham sanucaram hantva
anigho yati1 brahmano.

Mataram pitaram hantva
rajano dve ca sotthiye
veyagghapancamam2 hantva
anigho yati brahmano


Ini terjemahan bahasa Inggrisnya:

Verse 294: Having killed mother (i.e., Craving), father (i.e., Conceit), and the two kings (i.e., Eternity-belief and Annihilation-belief), and having destroyed the kingdom (i.e., the sense bases and sense objects) together with its revenue officer (i.e., attachment), the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.

Verse 295: Having killed mother, father, the two brahmin kings and having destroyed the hindrances of which the fifth (i.e., doubt) is like a tiger-infested journey, the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.


Sedangkan sayembaranya ditulis demikian:

"membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

Syair itu tidak dimaksudkan membunuh secara fisik, jadi saya masih aman. Ayo jangan menyerah Samanera... :))

Mettacittena,   _/\_


72
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 01:30:32 PM »
kurang menarik dan tidak mendidik kalau harus eksplisit, seharusnya implisit juga boleh. karena jika secara eksplisit, tinggal search Tipitaka CD dengan keyword "bunuh" dalam Pali dan perhatikan apakah kata itu digunakan oleh Sang Buddha secara eksplisit untuk membenarkan pembunuhan. tapi jika secara implisit, maka peserta terpaksa membaca keseluruhan sutta agar dapat memahami apa yg dimaksudkan oleh Sang Buddha bahkan walaupun tidak disertai kata "bunuh" secara eksplisit.

NB:jadi hadiah periode pertama kapan bisa dicairkan, saya sebagai wakil dari pemenang berhak menagih walaupun bukan debt collector

Setuju  bro.. Untuk periode kedua ketentuannya harus dibenarkan oleh Sang Buddha secara eksplisit maupun implisit.

Untuk periode pertama sementara ini belum ada pemenangnya..... Mudah-mudahan penutupan periode pertama ada pemenangnya.....  :D

Mettacittena,

73
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 01:08:50 PM »
ajakan menyempurnakan ini, menurut etika sayembara hanya berlaku untuk periode berikutnya, untuk periode pertama, penyelengara wajib membayarkan hadiah walaupun tidak sesuai dengan yg dimaksudkan, karena hal ini adalah kecerobohan di pihak penyelenggara

Iya dooongg....( tenang aja tetap konsisten kok...  ;D ) Tapi kan belum ada pernyataan eksplisit yang membenarkan tindakan melukai atau membunuh kan...?   ;D . Untuk periode pertama sayembara hanya diadakan seminggu saja lalu ditutup... Untuk sayembara periode kedua kalau sudah disempurnakan baru tantangan diajukan untuk masa yang tak terbatas.... fair kan...?  Nambahin dong hadiah untuk periode kedua....  hehehe....

Mettacittena,


74
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 01:01:46 PM »
yah boleh2 aja di revisi, tapi revisi hanya berlaku untuk gelombang berikutnya, untuk yg satu ini, karena sudah terlanjur, maka harap dicairkan dulu. babi-babi sudah menunggu

Leganya.... Seekor babi selamat....    ;D

75
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 12:57:45 PM »
Ayo teman-teman sekalian... Tolong bantu kasih ide sempurnakan kata-katanya, dan jangan lupa, bila memungkinkan tambah hadiahnya ya...?   ^-^   Thanks... 

Mettacittena,

Pages: 1 2 3 4 [5] 6 7 8 9 10 11 12 ... 134
anything