//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Yumi

Pages: 1 ... 78 79 80 81 82 83 84 [85] 86 87 88 89
1261
1. Riwayat Agung Para Buddha - Tipitakadhara Mingun Sayadaw
2. Kronologi Hidup Buddha - EF
3. Liberation - Relevance of Sutta Vinaya - Dhammavuddho Mahathera
4. Mindfulness, Recollection & Concentration - Dhammavuddho Mahathera
5. Bhiksu Wu Thung, Pengalaman & Nasehat2nya
6. Food For The Heart - Ajahn Chah

1262
Diskusi Umum / Re: Ceramah Bhante Uttamo "Satu Dhamma"
« on: 05 July 2008, 02:01:07 PM »
_/\_

Anumodana kepada teman2 yg udah bersedia meluangkan waktu membaca & merenungkan sharing yumi mengenai Ceramah Bhikkhu Uttamo Mahathera “1 DHAMMA” di atas.. Inti pelajaran penting yg dapat yumi tangkap & ingat dari mendengar ceramah tsb telah yumi tuangkan dalam rangkuman di atas sesuai kemampuan yumi.. Dan sekali lagi, karena penjelasannya menggunakan kata-kata sendiri, tentu tidak persis semuanya dengan segala uraian yang diberikan pada saat ceramah Dhamma.. Sharing di atas merupakan kutipan dari http://www.samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=1251&multi=T&hal=0&hmid= (versi revisi dari tulisan awal).. Alternatif lain untuk versi ceramah yg complete & persis dapat didengar di CD berisi rekaman Ceramah Bhikkhu Uttamo..  :)

Mohon maaf bila setelah membacanya, teman2 ada yg masih kurang jelas atau kesulitan memahami inti yg dimaksud..  ^:)^
Hue.. maklum yaa.. tulisan pertama.. yumi sadar.. apa yg telah yumi pahami/pariyatti saat ini masih jauh dari sempurna & belum apa2.. masih harus terus belajar dalam praktek/patipatti & penembusan/pativedha..  :)

Sekedar saran, bagi teman2 yg jika setelah membaca penjelasan yg yumi berikan mengenai ceramah tsb masih kurang jelas dan ingin bertanya lebih lanjut, boleh coba diskusi/tanya langsung dengan Bhikkhu Uttamo, via email di samaggi_jaya[at]yahoo.com.
Semoga penjelasan yg Beliau berikan lebih mencerahkan..  :lotus:

Sabbe Satta Sada Hontu Avera Sukhajivino.  Sadhu…


 >:)< :x :-*
Mettacittena,

Yumi Lc

1263
……………………………………………………………………………………………………
ada empat faktor yang menghalangi tindakan dananya ini (dàna vinibandha):
(a) Pada masa lalu tidak terbiasa dalam hal berdana,
(b) Tidak memiliki harta benda yang cukup,
(c) Harta benda yang dimiliki terlalu bagus untuk didanakan,
(d) Khawatir harta benda miliknya akan berkurang.

(a) Ketika Bodhisatta memiliki benda-benda untuk diberikan dan pencari dàna telah datang, namun pikiran Bodhisatta tidak cenderung untuk memberikan, Beliau menyadari, “Tentu Aku tidak terbiasa dalam hal berdana pada masa lampau; sehingga keinginan untuk berdana tidak muncul saat ini walaupun situasinya sangat mendukung,” oleh karena itu Beliau merenungkan,

“Walaupun keinginan untuk berdana tidak muncul dalam diriku, aku akan memberikan dàna sehingga Aku akan menjadi terbiasa dalam berdana dan bergembira karenanya. Sejak saat ini, Aku akan memberi dengan murah hati. Bukankah Aku telah bertekad untuk memberikan semua milikku kepada mereka yang membutuhkannya?
Setelah merenungkan demikian, Beliau memberikannya dengan tanpa beban, dengan gembira. Dengan memberikan dàna ini Bodhisatta melenyapkan rintangan pertama yaitu “Pada masa lampau tidak terbiasa dalam hal berdana.”

(b) Ketika tidak memiliki harta benda yang mencukupi, Bodhisatta merenungkan,

“Karena aku tidak melakukan dàna pada masa lampau, Aku menderita kekurangan harta benda. Aku harus melakukan dàna dari apa pun yang kumiliki, tidak peduli apakah harta bendaku sedikit atau tidak baik, bahkan jika hal ini akan membuat hidupku menjadi lebih sulit. Dengan pemberian ini, pada masa depan aku akan mencapai Kesempurnaan Kedermawanan.”
Setelah merenungkan demikian, Beliau memberikan dengan tanpa beban, dengan gembira, dengan benda apa pun yang dapat Beliau danakan. Dengan memberikan dàna ini Bodhisatta melenyapkan rintangan kedua yaitu “Tidak memiliki harta benda yang cukup.”

(c) Ketika merasa enggan memberikan karena kualitas yang baik dari benda miliknya, Bodhisatta merenungkan,

“O orang baik, bukankah engkau bercita-cita untuk menjadi yang termulia, yang paling terhormat, mencapai Pencerahan Sempurna? Untuk menjadi yang termulia, yang terhormat, mencapai Pencerahan Sempurna, engkau harus memberikan dàna yang termulia, yang terhormat.”
Setelah merenungkan demikian, Beliau memberikan benda-benda dengan kualitas yang terbaik dan terindah dengan tanpa beban, dengan gembira. Dengan memberikan dàna ini Bodhisatta melenyapkan rintangan ketiga yaitu “Harta benda yang dimiliki terlalu bagus untuk didanakan.”

(d) Ketika Bodhisatta merasa bahwa harta bendanya akan berkurang jika miliknya diberikan, Beliau merenungkan,

“Kerusakan dan kehilangan adalah sifat dari harta benda. Karena aku tidak melakukan perbuatan baik berdana pada masa lampau, sehingga aku tidak pernah merasa kekurangan benda untuk didanakan, maka aku sekarang mengalami kekurangan harta benda untuk didanakan. Aku akan memberikan dàna benda apa pun yang kumiliki, tidak peduli banyak atau sedikit. Dengan dàna ini, pada masa depan aku akan mencapai Kesempurnaan Kedermawanan.”
 

Setelah merenungkan demikian, Bodhisatta memberikan benda apa pun yang Beliau miliki dengan tanpa beban dan dengan gembira. Dengan memberikan dàna ini Bodhisatta melenyapkan rintangan keempat yaitu, “Khawatir harta benda miliknya akan berkurang.”

Melenyapkan rintangan dalam berdana dengan cara merenungkannya dengan cara yang tepat merupakan alat yang tepat dalam memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan. Cara yang sama berlaku pula untuk kesempurnaan lainnya seperti Sãla, dan lain-lain.

~RAPB 1, pp. 189-191~


1264
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / Sedikit Demi Sedikit
« on: 02 July 2008, 12:50:10 PM »
Saya memutuskan untuk mengerjakan semuanya sedikit demi sedikit. Maksud saya menempuh jalan spiritualku. Tidak, jangan salah paham, bukan bermalasan atau berprokrastinasi. Saya dengan ini memutuskan melatih semua ini setiap hari:

1.   Meditasi sedikit (Selama lima belas menit sampai satu jam)
2.   Melafal sedikit (Sebagai puja pagi dan malam hari di dalam bus pada saat pergi dan pulang kerja)
3.   Merenungkan sedikit (Menyadari satu pelajaran penting satu hari, kira-kira demikian!)
4.   Menolong sedikit (Memastikan hariku membawa kebahagiaan setidaknya untuk satu orang.)
5.   Belajar sedikit (Mempelajari buku-buku Dharma sebelum pergi tidur dan di waktu senggangku.)

      Ya, sedikit demi sedikit, di sini dan di sana, saya akan bekerja menuju Pencerahan. Saya akan memenuhi kehidupan tiap hari saya dengan Dharma dan selalu berperhatian penuh. Waspada, waspada! Jangan pernah kelelahan secara spiritual! Tidak ada yang demikian dahsyat! Kelinci tidak memenangkan perlombaan dengan lompatan cepat yang tergesa. Kura-kura yang menang itu lambat namun waspada, dan ia tetap rendah hati dan realistis.

Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Little By Little, p. 113

1265
Beliau berusaha untuk melimpahkan buah dari Jhàna yang Beliau nikmati—kebahagiaan, ketenangan, kegembiraan, konsentrasi, pengetahuan akan hal-hal sebagaimana adanya—kepada makhluk-makhluk lain agar mereka juga dapat menikmatinya seperti dirinya.

Lebih jauh lagi, Beliau melihat makhluk-makhluk dilanda penderitaan akan kelahiran yang berulang-ulang (samsàra vatta dukkha), penderitaan yang disebabkan oleh kotoran batin (kilesa dukkha), dan penderitaan yang diakibatkan oleh bentuk-bentuk kamma (abisankhàra dukkha) yang menjerat makhluk-makhluk dalam samsàra.

Demikianlah, Beliau melihat penderitaan yang dialami oleh makhluk-makhluk: Beliau melihat dengan jelas makhluk-makhluk yang berada di alam sengsara (Niraya) mengalami dipotong-potong, dibakar api terus-menerus, hancur, kesakitan dalam waktu yang lama.

Beliau melihat makhluk-makhluk di alam binatang yang mengalami penderitaan karena kebencian, tekanan, melukai, dan membunuh binatang lain atau harus bekerja keras untuk makhluk lain.

Beliau melihat makhluk-makhluk di alam hantu yang dibakar api yang berkobar-kobar, lemah karena lapar, haus, angin, matahari, dan lain-lain, memakan apa yang telah dimuntahkan, menelan ludah dan dahak, dan lain-lain, dan mengacung-acungkan tangannya dalam kesedihan.

Beliau melihat makhluk-makhluk manusia, jatuh bangun dalam memenuhi kebutuhan hidupnya; menderita hukuman seperti dipotong tangannya, kakinya, dan lain-lain karena melakukan kejahatan; menyeramkan, jelek, cacat; terbenam dalam lumpur penderitaan, tidak berbeda dengan makhluk-makhluk di Alam Niraya;
beberapa manusia, yang mengalami kelaparan dan kehausan karena kekurangan bahan makanan mirip dengan hantu kelaparan.
Beberapa dari mereka yang lebih lemah ditundukkan oleh mereka yang lebih kuat, memaksa yang lemah untuk melayani dan hidup tergantung dari yang kuat. Beliau melihat penderitaan ini tidak berbeda dengan binatang.
 

Bodhisatta melihat dengan jelas dewa-dewa di enam alam indria (yang terlihat sangat bahagia oleh manusia) menderita kegelisahan karena menelan ‘racun’ kenikmatan indria dan terbakar oleh api keserakahan, kebencian, dan kebodohan, bagaikan sebatang pohon kering yang terbakar dan semakin marak oleh tiupan angin, tanpa sedetik pun merasakan kedamaian, selalu berjuang dengan putus asa dan bergantung dari yang lain untuk bertahan hidup.

Beliau melihat jelas para brahmà di alam bentuk dan alam tanpa bentuk, setelah hidup dalam waktu yang sangat lama, selama delapan puluh empat ribu mahàkappa; akhirnya kalah terhadap hukum ketidakkekalan dan akhirnya jatuh kembali ke dalam lingkaran kelahiran, usia tua, dan kematian yang tidak terkalahkan dan penuh penderitaan seperti burung yang bersemangat tinggi terbang jauh dan jauh di angkasa atau seperti anak panah yang dilepaskan ke angkasa oleh seorang yang kuat.

Melihat dengan jelas penderitaan-penderitaan ini, Bodhisatta merasakan perasaan religius yang mendesak (Samvega), dan memancarkan cinta kasih dan welas asih kepada semua makhluk dengan tanpa membeda-bedakan dalam tiga puluh satu alam kehidupan.

Bodhisatta, dengan demikian mengumpulkan kebajikan tanpa terputus memenuhi persyaratan untuk mencapai Pencerahan Sempurna dengan tindakan, ucapan, dan pikiran yang baik, berusaha dengan saksama dan dengan penuh ketekunan agar semua Pàrami dapat dipenuhi hingga tingkat tertinggi.

Usaha yang berfungsi untuk mengantarkannya menuju Kebuddhaan—gudang yang tidak terbayangkan, tiada bandingan, tidak ternoda, dengan sifat-sifat murni—kuatnya tidak terbayangkan. Orang-orang biasa bahkan tidak berani mendengar mengenai usaha ini apalagi mempraktikkannya.

~RAPB 1, pp. 163-164~

1266
Bagaimana Kesempurnaan Usaha, dan Seterusnya Dipenuhi?

Secara umum, keinginan untuk menaklukkan musuh-musuhnya, berusaha tanpa henti, bahkan Bodhisatta yang berusaha sendiri mengatasi musuh-musuhnya berupa kotoran batin dan menginginkan agar makhluk-makhluk lain juga melakukan usaha yang sama bekerja keras setiap saat dalam memenuhi Kesempurnaan ini.

Oleh karena itu, Bodhisatta terus-menerus merenungkan dengan penuh perhatian, “Apa yang telah kulakukan hari ini untuk memperoleh jasa dan kebijaksanaan? Apa yang telah kulakukan hari ini untuk kesejahteraan orang lain?” Dengan merenungkan demikian setiap hari, Beliau bekerja dengan penuh semangat untuk melayani makhluk-makhluk lain.
……………………………………………………………………………………………………

Pikirannya bebas dari objek-objek kenikmatan indria, besar maupun kecil, tidak membicarakan objek-objek kenikmatan indria besar maupun kecil.

Dalam setiap perbuatan, Beliau mengembangkan dan menggunakan Upàya-kosalla Nàna.
Beliau selalu bekerja dengan tekun demi kesejahteraan makhluk-makhluk lain.

Beliau sabar dalam menghadapi objek-objek indria, baik yang disukai maupun yang tidak disukai.

Beliau berpegang teguh pada kebenaran, tidak akan menyelewengkannya bahkan demi hidupnya.

Beliau melindungi semua makhluk, tidak membeda-bedakan, dengan cinta kasih dan welas asih. Bagaikan seorang ayah yang ingin mengambil alih penderitaan anak-anaknya, bahkan Beliau berkeinginan untuk mengambil alih penderitaan semua makhluk.

Beliau bergembira atas kebajikan yang dilakukan oleh semua makhluk. Beliau terus-menerus merenungkan keagungan Buddha dan keagungan kekuasaannya. Apa pun yang dilakukannya melalui ucapan dan perbuatan, dilakukan dengan pikiran yang tertuju pada Pencerahan Sempurna.

Demikianlah, Bodhisatta terus-menerus mengabdikan dirinya dalam kebajikan seperti dàna, dan lain-lain, mengumpulkan jasa dan kebijaksanaan yang tiada bandingnya hari demi hari.

Selanjutnya, setelah melepaskan kehidupan dan jasmaninya demi melindungi makhluk-makhluk lain, Beliau mencari cara meringankan berbagai macam penderitaan yang dialami oleh makhluk-makhluk lain—lapar, haus, panas, dingin, angin, matahari, dan lain-lain.

Kebahagiaan apa pun yang diperolehnya dengan melenyapkan penderitan-penderitaan tadi, kebahagiaan jasmani dan batin yang dihasilkan dari tinggal di taman-taman indah, istana, kolam, dan hutan, kebahagiaan pencapaian Jhàna yang dinikmati oleh para Buddha, Pacceka Buddha, Ariya Sàvaka, dan para Bodhisatta yang telah melepaskan keduniawian seperti yang Beliau dengar dari makhluk-makhluk lain, Beliau ingin memberikan kebahagiaan tersebut kepada semua makhluk tanpa kecuali.

(Semua perbuatan Bodhisatta yang telah dijelaskan tersebut, dilakukan sebelum Beliau mencapai Jhàna).

~RAPB 1, pp. 161-162~

1267
Sedangkan di sini, lebih ditujukan untuk Bodhisatta yang bercita-cita untuk mencapai Pencerahan Sempurna, semua usaha dalam meditasi harus didahului oleh adanya Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nàna dan berhenti pada tingkat keenam dari penyucian pengetahuan Jalan (Patipadà Nànadasana Visuddhi) sebelum mencapai Jalan yang disebut tahap penyucian pengetahuan Jalan dan Buahnya (Nànadasana Visuddhi).
Sehubungan dengan sepuluh tingkat pengetahuan Pandangan Cerah, pengembangan kebijaksanaan dijelaskan sampai pada bagian pertama dari pengetahuan keseimbangan mengenai bentuk (Sankhàraupekkhà Nàna), dengan penekanan pada sembilan tingkat di bawahnya dari Pandangan Cerah Vipassanà. [RAPB 1, pp. 160-161]

  ??? ~X( terlalu dalam...

1268
Upekkhà Pàrami yang terdiri dari faktor Tatramajjhattatà dan pannà;

Tatramajjhattatà dapat dikelompokkan dalam Jhàna Pàrami karena berhubungan;

dan faktor Pannà karena sama dengan Nanupekkha dapat dikelompokkan dalam Pannà Pàrami. [RAPB 1, pp. 170-171]

 ??? ??? ???

 
(e) Melalui pasangan Dàna dan Pannà, kebajikan ganda dari konsentrasi dan meditasi Pandangan Cerah; dan juga kebajikan ganda dari buku-buku pariyatti dan meditasi;
(g) Melalui pasangan Sila dan Viriya, kebajikan ganda dari konsentrasi dan meditasi Pandangan Cerah;
 [RAPB 1, pp. 172]

Ini juga kurang jelas.. Maksudnya gimana yah? Apa hubungannya dana dgn membaca buku2 pariyatti & meditasi? Juga Sila & Virya dgn konsentrasi & meditasi pandangan cerah.. Sapa tahu ada yg lebih paham? Tolong jelasin dunk..


1269

Paragraf ini menjelaskan tentang faktor-faktor yang bertentangan dengan Kesempurnaan Kejujuran. Prasangka miring yang disebabkan oleh Lobha, Dosa dan Moha adalah 3 faktor yang bertentangan dengan Sacca Parami (Kesempurnaan Kejujuran), jadi untuk memenuhi Kesempurnaan ini seseorang harus menggunakan kejujuran untuk menghadapi prasangka miring oleh lobha, Dosa, Moha itu.


 _/\_ Trims ko.. atas penjelasan mengenai mengambil ulang sila tersebut. Yg prasangka miring ini sebetulnya masih ga tangkap maksudnya.. Maksudnya harus jujur utk menghadapi kecurigaan ya? prasangka miring = prasangka negatif? tapi gpp lagi lar, lewatin aja.. intinya jujur aja deh..  :))

1270
Q13:  (vii) Tanpa kejujuran seseorang pasti berprasangka miring oleh kemelekatan karena jasa yang dilakukan oleh orang lain, atau oleh ketidaksenangan karena kerugian yang diakibatkan oleh orang lain; karena itu kebenaran tidak berlaku pada situasi demikian. Hanya dengan kejujuran seseorang yang dalam situasi menghadapi kesukaan atau ketidaksukaan dapat terbebas dari prasangka miring yang disebabkan oleh keserakahan, atau oleh kebencian atau kebodohan yang menghalangi kebenaran. [RAPB 1, p. 132]  gak ngerti maksudnya tuh gimana yah ???

Q14:  (iv) Jika suatu saat, karena lupa, seseorang melanggar satu atau dua Sila, kemudian karena merasa malu dan merasa takut, seseorang segera melakukan penebusan dengan cara yang benar, dengan menerima kembali sila setelah membuat pengakuan atau menjalani penebusan kesalahan Parivasa dan manatta untuk menyucikan moralitasnya kembali. (Setelah melakukan pelanggaran, seorang bhikkhu harus menjalani penebusan parivasa dan memenuhi penebusan manatta; seorang umat awam atau sàmanera harus mengambil ulang sila dan mematuhi sila tersebut untuk dapat memperbaiki). [RAPB 1, p. 146]  Mengenai penebusan dengan cara yang benar, kalo udah ada yg pernah saya langgar & harus mengambil sila kembali, caranya gimana? Sama gak menerima Sila dari Bhante dgn membaca Sila sendiri di rumah utk mengulang ambil sila tsb?

1271
…………………………………………………………………………………………………….
Dengan demikian Bodhisatta pertama-tama melihat cacat tersebut (sebagaimana adanya) yang terdapat dalam kenikmatan indria dan kelahiran melalui pengetahuan akan kejijikan dan ketakutan (âdinava nàna).
………………………………………………………………………………………………………

Kenikmatan indria dari laki-laki, adalah bagaikan setetes madu di sisi tajam sebuah pedang, lebih membahayakan daripada manisnya;

kenikmatannya hanya sebentar bagaikan sebuah pertunjukan pendek yang dapat terlihat di antara kalap-kelip cahaya lampu sorot; dinikmati oleh persepsi yang salah (yang kacau) seperti hiasan seorang gila;

mereka adalah tipuan bagaikan sebuah objek yang disamarkan yang menyembunyikan setumpuk kotoran, tidak memuaskan seperti menjilat lembutnya jari tangan;

menyusahkan, bagaikan seorang yang kelaparan yang makan dengan rakus yang hanya menyebabkan penderitaan seperti umpan di mata kail yang hanya menyebabkan dukkha pada masa lalu, masa sekarang, dan masa depan bagaikan panasnya api yang berkobar-kobar;

mereka menempel bagaikan getah pohon (makkata lepa);

mereka membentuk suatu alat untuk menyembunyikan benda yang membahayakan seperti mantel seorang pembunuh.
……………………………………………………………………………………………………..

Karena melepaskan kehidupan rumah tangga adalah dasar bagi Kesempurnaan melepaskan keduniawian, pada waktu tidak ada ajaran Buddha, dalam rangka memenuhi Kesempurnaan ini, Bodhisatta menjalani kehidupan pertapaan menjadi petapa atau pengembara yang berpegang pada hukum perbuatan (kamma vàdi) dan hukum akibat dari perbuatan (kiriya vàdi). Tetapi, saat di dunia muncul seorang Buddha, Beliau bergabung dalam Sangha, menjadi bhikkhu dalam masa Buddha tersebut.

Setelah melepaskan keduniawian, ia menjalani Varitta Sila dan Càritta Sila seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dan untuk menyucikan sila ini, Beliau menjalani praktik pertapaan keras (dhutanga).

Dengan demikian, Bodhisatta yang telah mencuci kotoran batinnya dengan air bersih Sila dan dibentengi oleh praktik dhutanga berhasil memperoleh perbuatan dan ucapan yang murni tanpa cela; Beliau merasa puas dengan jubah apa pun yang dimiliki, makanan dan tempat tinggal yang tersedia; setelah mengikuti tiga pertama dari empat tradisi para Ariya (Ariyavamsattaya), Beliau berusaha mencapai yang keempat, kebahagiaan dalam meditasi (bhàvanàrama) dengan melatih satu dari empat puluh objek meditasi yang diajarkan yang sesuai baginya hingga Beliau mencapai Jhàna awal (Upacàra) dan Jhàna pencerapan (Appanà). Pencapaian Jhàna tercerap adalah Pemenuhan Bodhisatta atas Kesempurnaan Melepaskan keduniawian.

~RAPB 1, pp. 156-158~

 :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus:

1272
Seperti yang dijelaskan pada Dukkhakkhandha Sutta (dari Majjhima Nikàya), seseorang harus menyadari fakta bahwa

objek-objek indria lebih mengkhawatirkan dan menyedihkan daripada kenikmatan dan lain-lain;

menderita karena panas, dingin, pengganggu, nyamuk, lalat, angin, matahari, binatang melata, kutu, serangga, dan lain-lain sewaktu mencari objek-objek indria yang didorong oleh nafsu-nafsu indria;

sakit dan tertekan karena berusaha mencari objek-objek indria tanpa hasil;

khawatir dan gelisah akan keamanan terhadap lima musuh setelah mendapatkan objek-objek indria tersebut;

menderita hebat akibat berperang karena nafsu terhadap objek-objek indria tersebut;

karena tiga puluh dua jenis hukuman berat (kamma-karana) yang diterima selama kehidupan ini bagi siapa saja yang telah melakukan kejahatan melalui objek-objek indria;

karena penderitaan hebat dalam kehidupan di empat alam kehidupan yang penuh penderitaan.


~RAPB 1, pp. 109-110~

 :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :)

1273
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / Dhamma Dàna
« on: 28 June 2008, 09:38:38 PM »
Pemberian Dhamma (Dhamma dàna) maksudnya adalah memberikan Dhammà ramana (satu dari enam objek indria). Sesuai dengan perkataan, “oja, pàna, jãvita adalah termasuk Dhamma dàna), Dhamma dàna dilakukan melalui makanan bergizi, minuman, dan kehidupan.

Penjelasan lebih lanjut:

Setelah mempersiapkan benda-benda seperti mentega, ghee, dan lain-lain, yang bergizi tinggi (oja), dengan mempertimbangkan hanya gizinya, adalah dhamMàramana, kemudian merenungkan, “Aku akan memberikan dàna dhaMàramana; ini adalah dàna dhamMàramana dariku,” kemudian ia memberikan dàna, mentega, ghe, dan lain-lain;

atau memberikan delapan jenis minuman (pàna) yang terbuat dari buah-buahan dan akar-akaran;

atau dengan merenungkan, “ini adalah dàna kehidupan” dengan memberikan benda-benda untuk menunjang kehidupan seperti makanan, dan lain-lain.
atau dengan memanggil dokter untuk mengobati orang sakit atau terluka;
atau dengan menghancurkan jala ikan, sangkar burung, perangkap-perangkap;
atau membebaskan mereka yang berada dalam kurungan, atau membuat pengumunan sambil memukul genderang, “berburu binatang tidak diizinkan; tidak boleh memperdagangkan ikan dan daging”, berusaha melindungi makhluk-makhluk hidup oleh diri sendiri atau dengan mengajak orang-orang lain.

Dàna semacam ini disebut Dàna Dhamma (Dhamma dàna).

Bodhisatta mengabdikan semua perbuatan-perbuatan bajik yang telah dijelaskan di atas demi kebahagiaan dan kesejahteraan makhluk-makhluk di seluruh dunia, hingga mereka mencapai Nibbàna;. pengabdiannya adalah untuk memenuhi persyaratan demi mencapai Pencerahan Sempurna, demi cita-citanya yang tidak pernah pudar (chanda), usaha (viriya), konsentrasi (samàdhi), kebijaksanaan (panna), dan Pembebasan (vimutti) sampai akhirnya Arahatta-Phala.
 

Dalam memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan, Bodhisatta mengembangkan persepsi ketidakkekalan sehubungan dengan kehidupannya dan sehubungan dengan harta kekayaannya, Beliau menganggap harta kekayaan ini juga milik orang-orang lain juga. Beliau secara terus menerus mengembangkan rasa welas asih kepada semua makhluk. Dalam memenuhi welas asih ini, Beliau mengumpulkan sari kebajikan yang berguna untuk mencapai kekayaan. Bagaikan seseorang yang rumahnya terbakar, ia pergi dengan membawa harta kekayannya ke tempat yang aman, demikian pula Bodhisatta menyelamatkan dirinya dan aset-asetnya dari istana megah di tiga alam (manusia, dewa, dan brahmà) yang sedang diamuk oleh sebelas api ràga (api nafsu, kebencian, kebodohan, kelahiran, usia tua, kematian, kesedihan, dukacita, kesakitan, tekanan batin, dan putus asa ), dan sebagainya. Dengan cara mendanakannya dengan murah hati tanpa meninggalkan apa pun juga. Beliau melakukannya tanpa khawatir, tanpa membeda-bedakan apa yeng telah didanakan dan apa yang harus disimpan untuk dipergunakan sendiri.

(Demikianlah cara memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan).

~RAPB 1, pp. 144-145~


1274
Saat seorang Bodhisatta mendanakan objek-objek eksternal, Beliau memberikan apa pun yang diperlukan kepada yang mememerlukannya. Saat Beliau tahu bahwa seseorang sedang memerlukan sesuatu Beliau akan memberikannya bahkan dengan tanpa diminta, apalagi jika diminta. Saat memberikan dàna, Beliau melakukannya dengan bebas dan tanpa paksaan, tanpa syarat apa pun.

Jika tersedia cukup objek yang akan didanakan, Beliau akan memberikannya kepada si penerima sebanyak yang diperlukan. Tetapi jika tidak tersedia cukup banyak, Beliau akan membagi (dalam porsi yang sama) apa-apa yang dapat dibagi dan kemudian memberikannya.

Yang perlu dicatat. Dalam memberikan dàna, Beliau tidak memberikan benda-benda yang dapat membahayakan makhluk-makhluk lain seperti senjata atau racun, Beliau juga tidak memberikan banda-benda yang tidak bermanfaat yang dapat menyebabkan kelalaian dan sebagai objek main-main.

Kepada penerima yang sedang sakit, Beliau tidak memberikan makanan dan minuman yang tidak sesuai, Beliau memberikan hanya apa yang sesuai dan dalam jumlah yang tepat.

Demikian pula, jika diminta, Beliau memberikan kepada perumah tangga apa yang baik untuk perumah tangga dan kepada bhikkhu apa yang baik untuk bhikkhu. (Beliau tidak memberikan kepada perumah tangga, benda-benda yang selayaknya diberikan kepada bhikkhu dan sebaliknya.) Dan Beliau memberikan dàna tanpa menyusahkan mereka yang dekat dengannya seperti ibunya, ayahnya dan sanak saudaranya, teman-temannya, anaknya, istrinya, budak, dan pekerjanya.

Jika Beliau menjanjikan dàna yang bagus, Beliau tidak akan memberikan sesuatu yang tidak bagus. Beliau tidak memberi dengan mengharapkan keuntungan, kehormatan, kemasyhuran atau imbalan; atau mengharapkan manfaat seperti kelahiran yang baik, kaya dan makmur, namun semata-mata hanya untuk tujuan mencapai Kebuddhaan. Beliau memberikan dàna hanya dengan satu-satunya tujuan, yaitu Kebuddhaan.

Beliau tidak memberikan dàna karena membenci si penerima atau benda yang didanakan. Bahkan jika si penerima bertindak kejam dan mencaci-makinya, Beliau tidak memberikannya dengan cara tidak sopan (seolah-olah sedang membuang sampah) dan dengan jengkel; Beliau selalu memberi dengan sopan, pikiran yang tenang, dan penuh welas asih. Kedermawanannya benar-benar bebas dari kepercayaan bahwa dukungan dengan sorak-sorai adalah menguntungkan, tetapi sehubungan dengan keyakinan yang kukuh terhadap hukum kamma dan akibatnya.

Beliau memberi dàna, tanpa mengharapkan agar si penerima menghargai dan menghormatinya; tanpa tujuan untuk membohongi atau menyebabkan perpecahan, Beliau memberikan dengan pikiran yang murni. Beliau tidak menggunakan kata-kata yang kasar dan menghina, atau mencibir dan cemberut; Beliau memberi dengan kata-kata yang manis dan penuh kasih, senyum di wajahnya dan dengan penuh ketenangan.

Jika keterikatan atau kemelekatan terhadap objek tertentu muncul dengan kuat dalam dirinya karena kualitas benda yang baik, atau karena sudah dipakai dalam waktu yang lama, atau karena sifat keserakahan yang ingin memiliki, Bodhisatta waspada terhadap keserakahan ini, dan segera menaklukkannya, dan mencari penerima sampai Beliau menemukannya dan memberikan benda tersebut.
 

Misalkan pada saat Beliau hendak memakan makanan yang hanya cukup untuk satu orang kemudian datang orang lain yang meminta makanan tersebut; dalam situasi seperti itu, seorang Bodhisatta tidak akan berpikir dua kali untuk melupakan makanannya dan dengan segera memberikan makanan tersebut kepada yang meminta seperti yang dilakukan oleh Bodhisatta Akitti yang bijaksana. (Bodhisatta dalam salah satu kehidupannya terlahir sebagai seorang Brahmana terkemuka di Bàranasã bernama Akitti yang mendanakan seluruh kekayaannya, kemudian Beliau mengundurkan diri ke dalam hutan; di hutan itu Beliau melanjutkan membagi-bagikan semua miliknya yang baru diperolehnya bahkan di saat Beliau tidak memiliki makanan kecuali daun-daun kara.)

Jika ada yang meminta anaknya, istrinya, budaknya, dan lain-lain, Beliau pertama-tama akan mengemukakan maksud tindakan dàna yang akan dilakukan; jika si peminta merasa puas dan bahagia, barulah Beliau akan mendanakannya, kepada siapa pun yang dengan senang hati membantunya memenuhi Pàramã. Namun Beliau tidak akan memberikan dàna tersebut jika Beliau mengetahui bahwa yang memintanya itu bukan manusia, melainkan raksasa atau siluman.

Demikian pula Beliau tidak akan memberikan kerajaannya kepada mereka yang dapat membawa bahaya dan penderitaan kepada rakyatnya, tetapi Beliau akan mendanakan kepada mereka yang melindungi rakyatnya dengan cara yang baik dan benar.

Demikianlah dàna objek-objek eksternal dilakukan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dua Tujuan Melakukan Dàna

Dalam mengorbankan bagian-bagian tubuhnya atau seluruh tubuhnya, Bodhisatta memiliki dua tujuan:
(i) memenuhi keinginan si penerima agar ia menikmati apa yang ia perlukan, dan
(ii) agar menjadi terampil dalam melakukan kebajikan dalam memenuhi Kesempurnaan dengan memberikan dengan murah hati tanpa sedikit pun merasa melekat terhadap objek yang diberikan.

~RAPB 1, pp. 134-137~

1275
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / Sikap Batin Pada Saat Dàna
« on: 28 June 2008, 09:33:07 PM »
Jika penerima dàna adalah orang disayangi, ia harus merasa gembira dengan merenungkan, “Seseorang yang kusayangi meminta sesuatu dariku”;

jika penerima dàna adalah orang yang netral, ia harus merasa gembira dengan merenungkan, “Dengan memberikan dàna ini, ia akan berteman baik denganku,”

jika penerima dàna adalah orang yang memusuhinya, ia harus merasa lebih gembira dengan merenungkan, “Musuhku meminta sesuatu dariku, dengan dàna ini semoga ia menjadi teman baikku.”

Demikianlah ia harus memberikan dàna kepada orang yang netral atau kepada musuh dengan cara yang sama seperti ia berdana kepada orang yang ia sayangi dengan penuh welas asih yang didahului oleh cinta kasih.
------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ketika Berada Dalam Kesulitan Besar

Jika seseorang yang bercita-cita mencapai Kebuddhaan merasa begitu terikat dengan objek yang akan didanakan, sehingga tidak mungkin melepaskan karena keserakahan, ia harus merenungkan,

“Engkau, orang baik, bercita-cita mencapai Kebuddhaan, saat engkau memutuskan untuk mencapainya, untuk menolong makhluk-makhluk, tidakkah seharusnya engkau rela memberikan tubuhmu serta perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan dengan mengorbankan tubuhmu serta buah yang dihasilkan. Sebaliknya, engkau bahkan terikat dengan objek-objek eksternal; seperti mandi seekor gajah. Jadi engkau tidak seharusnya terikat dengan objek apa pun.”
(Binatang-binatang lain mandi untuk membersihkan tubuhnya. Gajah mandi bukan untuk membersihkan tubuhnya, melainkan untuk menghancurkan pucuk-pucuk dan batang-batang bunga teratai. Bagaikan gajah yang mandi dengan percuma, kemelekatan terhadap objek-objek eksternal juga sama percumanya, tidak akan membawa menuju Kebuddhaan).

Ibarat sebatang pohon obat-obatan; mereka yang membutuhkan akarnya, akan mengambil akarnya; mereka yang membutuhkan kulit batang, batang, dahan, daun, bunga, dan buahnya, mengambil apa pun yang mereka butuhkan. Meskipun akar, batang, daun, dan bagian-bagian lainnya diiris, dipetik dan diambil, pohon obat tersebut tidak pernah terganggu oleh pikiran “mereka telah mengambil milikku.”

Demikian pula halnya, Bodhisatta harus merenungkan, “Aku, yang telah berusaha keras demi kesejahteraan makhluk-makhluk, tidak akan berpikiran buruk sedikit pun juga dalam melayani makhluk lain melalui tubuh yang menyedihkan dan menjijikkan ini. Empat unsur, apakah internal (tubuh) maupun eksternal (dunia luar) semuanya akan mengalami pembusukan, dan tercerai-berai; tidak ada bedanya unsur internal dan unsur eksternal. Karena tidak adanya perbedaan tersebut, keterikatan terhadap jasmani, dengan berpikir “ini milikku, ini adalah aku, ini diriku” ternyata hanyalah ilusi atau khayalan belaka. Dengan demikian, tanpa memedulikan tanganku, kakiku, mataku, dagingku, dan darahku, seperti halnya objek-objek eksternal, aku harus siap mendanakan seluruh tubuhku, dengan berpikir, “Kepada siapa pun yang menginginkan tubuhku, silakan ambil.”
……………………………………………………………………………………………………............................................................

~RAPB1, pp. 102-103~


Pages: 1 ... 78 79 80 81 82 83 84 [85] 86 87 88 89
anything