//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Yumi

Pages: 1 ... 77 78 79 80 81 82 83 [84] 85 86 87 88 89
1247
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / Padumuttara Buddhavamsa
« on: 20 July 2008, 07:01:31 PM »
Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, Buddha Padumuttara tetap berdiam dalam Phala Samàpatti selama tujuh hari di bawah pohon Bodhi (dalam minggu pertama); pada hari ke delapan, Beliau berpikir untuk berdiri di atas tanah, dan sewaktu Beliau menginjakkan kaki kanan-Nya di atas tanah, bunga teratai  :lotus: yang biasa tumbuh di air secara gaib menerobos keluar dari tanah tepat di bawah telapak kaki-Nya.

Tiap-tiap bunga teratai tersebut berukuran sembilan lengan [+/- 4.5 m], dan tiap kuntumnya memiliki madu yang cukup untuk mengisi sembilan kendi air.

Tinggi Buddha Padumuttara adalah lima puluh delapan lengan [+/- 29 m], panjang antara kedua lengan-Nya adalah delapan belas lengan [+/- 9 m], kening-Nya lima lengan [+/- 2.5 m], tangan dan kaki-Nya sebelas lengan [+/- 5.5 m]. Ketika kaki-Nya yang sebelas lengan itu menginjak benang sari setinggi dua belas lengan  [+/- 6 m], lebih kurang sembilan kendi serbuk sari tumbuh dan menyebar ke seluruh tubuh-Nya yang lima puluh delapan lengan tingginya seperti bedak merah dan kuning serta putih ditaburkan ke tubuh-Nya.

Karena peristiwa ajaib inilah Ia dinamakan Buddha Padumuttara.  ;D

(Penjelasan ini diuraikan oleh pembaca Samyutta Nikàya).

~RAPB 1, p. 287~

1248
Selagi Beliau menikmati kehidupannya itu, sang putri melahirkan seorang putra yang diberi nama Siha. Setelah melihat empat pertanda, Bodhisatta diliputi oleh perasaan religius. Bahkan di dalam istana Beliau menjalani praktik pertapaan dan berlatih meditasi pernapasan (ànàpànabhàvanà) hingga Ia berhasil mencapai Jhàna Keempat; masih di dalam istana Beliau menjalani praktik dukkaracariya selama tujuh hari.

Kemudian, pada hari purnama di bulan Vesàkha—hari Beliau akan mencapai Kebuddhaan—Beliau menerima nasi susu yang dipersembahkan oleh Anula, istrinya sendiri. kemudian Beliau bertekad:

“Semoga istana-Ku ini, dengan segala dekorasinya, melayang ke angkasa dengan disaksikan oleh banyak orang, kemudian turun ke tanah dan membuat sebatang pohon Bodhi tepat di tengah-tengahnya. Sewaktu Aku tinggal di dekat pohon Bodhi nanti, semoga semua perempuan penghuni istana meninggalkan istana ini tanpa perlu Kuminta.”

Segera setelah Beliau berkehendak demikian, istana Bodhisatta naik dari halaman istana ayahnya, Raja Sudhamma, ke langit yang berwarna biru gelap kehijauan. Istana itu dilengkapi dengan hiasan dan wangi-wangian yang bersinar terang memperindah langit seperti matahari dengan cahayanya yang indah bak hujan emas cair, dan juga seperti bulan yang terang di bulan Kattikà di musim gugur. Istana terbang itu melayang ke alam-alam surga dan menarik perhatian banyak orang karena warna-warni cerah dari ranting-ranting pohon dan berbagai permata.

……………………………………………………………………………………………………....................................................

Setelah terbang, istana tersebut turun ke tanah dan kemudian muncullah pohon Bodhi nàga tepat di tengah-tengah. Pohon itu setinggi delapan puluh lengan, batangnya lurus, besar, dan bundar, indah dengan bunga-bunga, daun-daun, tunas, dan pucuknya. Kemudian para penari perempuan keluar dari istana tersebut dan pergi atas kemauan sendiri.

~RAPB 1, pp. 258-259~

Sobhita Buddhavamsa unik gitu lo..  ^-^

1249
Buddha Mangala yang memiliki banyak pengikut dan kemasyhuran, menyalakan pelita Dhamma dan menyelamatkan sejumlah besar manusia dari sungai samsara menuju ke pantai Nibbàna. Seperti api yang berkobar-kobar menjadi padam dan seperti matahari yang terbenam, Buddha mencapai Parinibbàna untuk menunjukkan bahwa demikianlah sifat ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri dari semua benda berkondisi bagi manusia, dewa, dan brahmà.

Segera setelah Buddha Mangala meninggal dunia, cahaya tubuh-Nya memudar dan sirna, dan seluruh sepuluh ribu alam semesta berada dalam kegelapan total. Terjadi kesedihan luar biasa bagi semua manusia di seluruh alam semesta.

Samvega
Kemuliaan Buddha Mangala yang tiada bandingnya dan konsentrasi pikiran-Nya yang diliputi kemahatahuan telah musnah. Tanpa-diri dan sia-sialah segala sesuatu yang berkondisi.

RAPB I, pp. 241-242

 :(  :|

1250
… pada salah satu kehidupan-Nya yang lalu yang mirip dengan kisah Vessantara, ia hidup bersama istri dan anak-anak-Nya di suatu tempat yang menyerupai Vanka-pabbata.

Mengetahui bahwa Bodhisatta adalah seorang yang sangat murah hati, raksasa bernama Kharadàthika yang menyamar sebagai seorang brahmana mendekatinya untuk meminta putra dan putrinya.

Kemudian Bodhisatta menyerahkan putra dan putrinya kepada brahmana dengan penuh sukacita, yang menyebabkan gempa bumi dahsyat sampai sejauh dua ratus empat puluh ribu league (panjang 1 league = 3 mil), ke bawah mencapai dasar lautan. Dengan bersandar pada pagar di jalan setapak, si raksasa melahap kedua anak itu, seolah-olah ia memakan seikat bunga teratai  :lotus: disaksikan oleh Bodhisatta.  ^-^

Sewaktu menyaksikan kejadian itu, Bodhisatta melihat darah berwarna merah cerah seperti api yang menyala keluar dari mulut si raksasa, namun hal itu tidak sedikit pun menyusahkannya. Sebaliknya, ia merasa sangat berbahagia dan berpikir, “Ini adalah dàna besar yang telah kulakukan.”    :o :no:

Kemudian ia mengungkapkan tekadnya, “Sebagai akibat dari kedermawanan yang kulakukan ini, semoga pada masa depan tubuhku memancarkan sinar yang terang seperti darah (di dalam mulut raksasa).” Karena itulah untuk melengkapi tekadnya itu, pada saat mencapai Kebuddhaan, cahaya yang gilang gemilang memancar dari tubuh Buddha Mangala menembus sepuluh ribu alam semesta.

~RAPB 1, pp. 231-232~


My goodness  :-&

1251
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / Asava..
« on: 17 July 2008, 09:17:40 PM »
[RAPB I, p. 227]

Dalam masa pengajaran Buddha Kondanna, bumi ini dipenuhi dengan para Arahanta, yang sudah tidak mempunyai lagi àsava dan yang sudah bersih dari segala kotoran, terlihat sangat indah bagaikan angkasa raya dengan bintang dan planetnya. (Sebagai perumpamaan dari warna jubah para Arahanta yang menutupi seluruh permukaan bumi).

Para Arahanta tidak ada bandingnya dalam hal kemuliaan. Mereka tidak terpengaruh oleh delapan kondisi kehidupan; adalah sulit bagi seseorang yang bersifat pemarah dan tidak terkendali untuk mendekatinya. Ketika para Arahanta ini yang memiliki kemasyhuran ingin Parinibbàna, mereka terbang ke angkasa, kira-kira setinggi tujuh pohon kelapa, (seperti kilat di dalam awan gelap), mereka masuk dalam Tejo Kasina Jhàna (yang dicapai melalui unsur api sebagai objek kasina). Memancarkan cahaya terang dan terbakar di angkasa, kemudian mencapai Parinibbàna.


I say that the eradication of asavas is for one who knows and sees,
not for one who does not know asavas.
Who knows and sees what?
Wise attention and Unwise attention.
When one attends unwisely, unarisen asavas arise and arisen asavas increase.
When one attends wisely, unarisen asavas do not arise and arisen asavas are abandoned.

-The Buddha-


 :lotus:

1252
Penyerahan diri ini tentu tidak bisa disamakan dengan konsep penyerahan diri di agama lain.
Penyerahan diri disini memiliki makna berkorban demi ...
baca 8 faktor yang diperlukan untuk menerima ramalan hal 47-48.
 _/\_


Kata-kata Dalam Ramalan

Sumedhà telah memiliki semua persyaratan yang diperlukan untuk mencapai Kebuddhaan. Sebenarnya, ia memang akan menjadi seorang Buddha, ia memiliki delapan faktor yang diperlukan untuk menerima ramalan. Delapan faktor ini adalah:
(1) Ia seorang manusia,
(2) Ia seorang laki-laki,
(3) Telah memenuhi semua persyaratan untuk menjadi Arahanta,
(4) Bertemu dengan Buddha hidup,
(5) Ia adalah petapa yang percaya akan hukum karma,
(6) Telah mencapai Jhàna dan kemampuan batin tinggi,
(7) Mengorbankan dirinya untuk melayani makhluk agung Buddha Dipankarà: jika Buddha dan empat ratus ribu Arahanta berjalan di atas punggung Sumedhà yang sedang bertiarap, seolah-olah mereka berjalan di atas jembatan, ia tidak mungkin dapat bertahan hidup; memahami hal ini sepenuhnya, ia tanpa ragu-ragu dan bersemangat mempersiapkan dirinya melayani Buddha, tindakan ini disebut kebajikan yang sangat mendasar (adhikàrakusala) menurut kitab,
8 Keinginan yang kuat untuk mencapai Kebuddhaan; meskipun seluruh alam semesta ditutupi dengan bara api yang panas menyala dan mata tombak yang tajam, ia tidak akan ragu-ragu menginjaknya demi mencapai Kebuddhaan.

 :)

1253
_/\_

wah.. board baru ya...   :) snail jg ucapin selamat bwt ko indra.. :jempol: ;D

1254
Vegetarian / Re: Untuk apa ada hewan kalo ga untuk dimakan?
« on: 13 July 2008, 07:18:56 PM »
oo.. begitu toh.. hue..  ;D

1255
Vegetarian / Re: Untuk apa ada hewan kalo ga untuk dimakan?
« on: 13 July 2008, 07:02:33 PM »
Manusia dilahirkan utk dimakan? ???

1256
... Bodhisatta menyerahkan dirinya kepada Buddha dengan mengatakan,
“Aku mempersembahkan tubuhku ini kepada Buddha
(imàham attabhàvam Buddhànam niyyàdemi).”
Penyerahan diri ini yang dilakukan kepada Buddha adalah alat yang baik dalam memenuhi semua Pàrami.

… Bodhisatta yang telah menyerahkan dirinya kepada Buddha merenungkan,
“Aku telah memberikan tubuh ini kepada Buddha, terjadilah apa pun yang akan terjadi,”
ketika Beliau mengalami masalah yang dapat membahayakan tubuh dan hidupnya yang sulit diatasi, atau ketika Beliau mengalami luka parah yang disebabkan oleh makhluk lain yang dapat membunuhnya, dalam usahanya memenuhi Pàrami selama berbagai kehidupannya.

Dengan merenungkan demikian, Beliau tidak akan tergoyahkan dalam menghadapi masalah yang bahkan dapat mengancam hidupnya dan bertekad untuk mengumpulkan jasa kebajikan untuk memenuhi Pàrami.

~RAPB 1, p. 191~


:jempol: Merenungkan ini memang bs membantu.. ;D

1257
[RAPB 1, p. 218]

…………………………………………………………………………………………….
Tinggi-Nya delapan puluh lengan (kira-kira 40 meter). Ia agung dan indah seperti sebuah tiang yang bersinar dan seperti pohon sàla besar yang mekar sempurna.

(Manfaat menjelaskan ciri-ciri ini adalah: Jika tidak dijelaskan, Buddha dapat salah dikenali sebagai dewa, Màra, atau brahmà. Seseorang dapat berpikir, tidaklah aneh peristiwa-peristiwa ajaib dapat terjadi pada sesosok makhluk dewa. Ini dapat mengarah pada salah paham dan asumsi bahwa tidak ada gunanya mendengarkan ajaran-Nya. Sehingga dengan demikian tidak mungkin dapat menembus Kebenaran—mencapai Kebebasan. Di pihak lain, ciri-ciri ini akan membangkitkan keyakinan bahwa “Sangat luar biasa manusia ini.” Dengan keyakinan ini, semua makhluk akan mendengarkan ajaran-Nya dan memahami Kebenaran—dapat mencapai Kebebasan. Untuk itulah ciri-ciri ini dijelaskan).

 :o tinggi Buddha 40 meter.. tinggi banget..  ??? kalo berhadapan dgn Beliau, kita yg manusia biasa hanya bagaikan semut dunk, paling tinggi pun cuman mendekati 2 meter  ^-^

1258
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / IS-NESS
« on: 11 July 2008, 12:29:07 PM »
The sky is blue.
The grass is green.

The sky never said it is blue.
Neither did the grass say it is green.

So is the sky blue, and the grass green?
Neither did the sky say it is sky, nor the grass that it is grass.

So what is the sky or grass really?
The sky and grass just IS.
Is-ness.

Di saat anda mendefinisikannya, anda keliru—
Itu konseptualisasi.
Kebenaran untuk diselami—bukan dikonseptualisasi.

Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Is-Ness, p. 110

1259
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / PERJALANAN BUDDHA DIPANKARA
« on: 10 July 2008, 12:43:35 PM »
Ketika penduduk Rammavati telah memberikan dàna makanan kepada Buddha Dipankarà dan keempat ratus ribu bhikkhu, mereka bersujud kepada Buddha dan mempersembahkan bunga, dupa, dan lain-lain dan berkumpul mendengarkan khotbah-Nya:

Buddha Dipankarà kemudian bersabda:

1.    Dànam nàma sukhàdãnam Nidànam paramam matam
   dibbànam, pana bhogànam patittàhàti pavuccàtà.
   
   “Dàna harus dipahami sebagai penyebab mulia utama bagi umat manusia dan para dewa; juga dikatakan merupakan dasar bagi kebahagiaan surgawi.”
   “Berawal dari kata-kata ini, ceramah yang indah mengenai praktik dàna (Dànakathà) disampaikan.”

2.    Silam nàm etam idhaloka-paraloka sampattiam mulam.
   
   “Sila berarti akar dari berbagai bentuk kesejahteraan dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang.
   Dengan cara ini dan bermacam cara lainnya, ceramah mengenai sila disampaikan    secara jelas.”

3. Berikutnya, Buddha Dipankarà memberikan ceramah mengenai alam surga (saggakathà) untuk menjelaskan sila yang mana yang akan menghasilkan kebahagiaan apa di alam surga.

   “Alam surga adalah yang dicita-citakan, menyenangkan dan indah, dan benar-benar membahagiakan. Alam ini memberikan kegembiraan dan sukacita yang terus menerus. Para dewa Catumahàràjika menikmati kebahagiaan surgawi selama sembilan juta tahun manusia.” Demikianlah manfaat hidup di alam surga disampaikan.

4. Setelah menyampaikan, mengajak dan meyakinkan semua yang hadir akan ajaran-Nya sehingga mereka berkemauan untuk melakukan Dàna dan Sila, Buddha melanjutkan ceramahnya bahwa bahkan kebahagiaan surgawi tersebut tidaklah kekal dan seseorang hendaknya tidak melekat kepadanya. Dengan cara ini Buddha membabarkan mengenai kerugian dan cacat dari kenikmatan indria dan manfaat dari kebebasan terhadap kenikmatan indria; Buddha mengakhiri ceramahnya dengan khotbah mengenai Nibbàna.

Setelah menyampaikan ceramahnya kepada orang-orang yang hadir di sana, beberapa dari mereka menyatakan berlindung kepada Tiga Perlindungan, beberapa orang bertekad untuk melaksanakan Lima Sila, beberapa orang mencapai tingkat kesucian Sotàpatti-Phala (Buah dari Pemenang Arus), Sakadàgàmi-Phala (Buah dari Yang Sekali Kembali), Anàgàmi-Phala (Buah dari Yang Tak Kembali). Beberapa mencapai tingkat kesucian Arahattata-Phala (Buah dari Kearahattaan). Beberapa memperoleh tiga tingkat kebijaksanaan, enam tingkat kebijaksanaan, atau memperoleh delapan tingkat Jhàna; Buddha kemudian meninggalkan Kota Rammavati dan memasuki Vihàra Sudassana.

~RAPB 1, pp. 212-213~


1260
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / Suasana Hati Jelek
« on: 10 July 2008, 12:37:35 PM »
Jangan kira kamu punya pembenaran yang sah terhadap kelakuan buruk saat kamu lagi murung. Jangan kira kamu bisa tinggal bilang sesuatu yang tidak menyenangkan, diikuti dengan, “Maaf, aku enggak bermaksud gitu. Suasana hatiku lagi jelek hari ini.” Kamu tidak bisa hanya tidak peduli seperti itu. Apa kamu berharap orang lain tinggal mengerti dan memaafkanmu—lagi dan lagi, saat kamu melakukannya lagi dan lagi? Kita bisa mengendalikan suasana hati kita—kita adalah majikan diri kita.

      Kendalikan pikiranmu
      atau
      Dikendalikan oleh pikiran.

      Tidak sebuah kata marah tergelincir dari mulut Buddha bahkan saat rombongan kepada siapa Beliau sedang berbicara mengutuk dan menyumpahinya. Nope—tidak ada suasana hati jelek bagi Dia yang setiap saat berperhatian penuh, majikan atas pikirannya.

Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Bad Mood, p. 116

Pages: 1 ... 77 78 79 80 81 82 83 [84] 85 86 87 88 89
anything