//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Jerry

Pages: 1 ... 203 204 205 206 207 208 209 [210] 211 212 213 214
3136
Buddhisme untuk Pemula / Re: Org Cacat jadi Bhante ?
« on: 10 November 2008, 09:20:23 PM »
taunya cakhuphala thera bukan buta sejak lahir dari mana?
Lha sodara taunya cakkhuphala thera buta dari mana? :)
Kalo ada membaca di dhammapada atthakatha kan ada dijelaskan kalo beliau bukan buta dr lahir. melainkan dr tekad utk mencapai Nibbana, sehingga beliau menjalankan samadhi hanya dgn 3 posisi, berdiri, duduk dan berjalan, tanpa berbaring apalagi tidur. plus menolak utk diobati oleh tabib Jivaka, sehingga lama kelamaan menjadi buta.

mettacitena
_/\_

3137
Buddhisme untuk Pemula / Re: Alkohol ditinjau dari Pandangan Buddhisme
« on: 10 November 2008, 09:13:08 PM »
Yupe.. itu dia maksud saya om.. kalo ngga melakukan kesalahan, lantas harus mencari2 dan melakukan kesalahan dl, apa kata dunia? cari penyakit kali.. ;D

3138
Drpd Murtad mendingan jadi ustad  :P

Waduh.. FFI ^:)^
prihatin jg liat temen2 sedhamma koq tajam2 gitu ya di sono.. kadang berlebihan malah.. apa bedanya dong yg menyerang dgn yg membalas menyerang? :(

mettacitena
_/\_

3139
Theravada / Re: [ask] tumimbal lahir [theravada vers] ?
« on: 10 November 2008, 12:59:54 AM »
Jhonson.. begitu susahkah utk mengetik kata2 yg benar? Susah baca loh tulisan kamu, bener.. ;D

Skrg saya memosisikan diri berbicara dgn pandangan anda skrg, sbg seorg muslim/mualaf.
Sayangnya mengenai kehancuran dunia, di dlm Buddhisme mengenal adanya banyak alam kehidupan lain, karenanya, dunia ini hancur, masih akan ada dunia dan alam kehidupan lain lagi. Tenang aja, dlm Buddhisme spekulasi2 diluar pembuktian sains lebih bersifat logis kok, dan sejauh ini selalu sejalan dgn sains dan dapat dipertanggung jawabkan. Legitimasi akan Buddhisme dr berbagai orang2 besar dan terkenal di masing2 bidangnya yang beberapa bahkan mendapat nobel sudah cukup memberi kredit dan membangun citra Buddhisme, apalah arti hinaan dari segelintir kaum picik?
Asal tau saja, sufi sekaliber Maulana Jalalluddin Rumi dan Imam Ghazali pun mengakui secara eksplisit adanya kelahiran kembali, bahkan di dalam ayat Al-quran pun ada yg mengindikasikan tentang kelahiran kembali.

Ingat2 bagaimana sewaktu teori Heliosentris belum terbukti benar? Kaum Muslimin sendiri pun ikut2an Barat membuat teori lapisan2 langit utk mencocokkan dgn teori Geosentris. Apa lacur teori Geosentris terbukti salah.
Tidak malukah anda masih mencoba meneruskan tradisi salah dgn menghujat sst yg belum terbukti benar hny karena keterbatasan pengetahuan skrg dan kelak buru2 mencari penafsiran baru saat terbukti benar?

Semoga membantu, cmiiw..

mettacitena
_/\_


3140
Theravada / Re: Empat Kebenaran Ariya
« on: 10 November 2008, 12:32:46 AM »
Samudayasacca


Dalam hal ini, hasrat / keinginan dan keserakahan untuk menjadi presiden adalah penyebab penderitaan. Sama halnya, ketika seseorang mempunyai keinginan lainnya – mempunyai rumah mewah, mobil bagus, atau paras cantik – seseorang harus berusaha mendapatkannya dengan berbagai macam cara yang baik maupun tidak baik. Lagi, timbullah penderitaan. Singkatnya, keinginan, hasrat dan keserakahan adalah penyebab penderitaan. Mereka disebut Samudayasacca dalam bahasa Pali, Kebenaran mengenai asal-mula penderitaan.



Samudayasacca ini timbul karena ketidaktahuan tentang Dukkhasacca, sifat sesungguhnya dari nama dan rupa. Ketika seseorang tidak mampu menyadari / memahami sepenuhnya sifat sesungguhnya fenomena mental dan jasmani, Dukkhasacca, seseorang pastilah memiliki banyak keadaan mental yang negatif (Kilesa). Contohnya adalah keinginan, hawa nafsu, hasrat, keserakahan, kemarahan, kebencian, kesombongan dan sebagainya. Menurut Buddha, ketika seseorang memiliki Tanha dalam pikirannya, penderitaan pasti akan mengikuti. Kata ‘Tanha’ dalam bahasa Pali mengacu dalam bahasa Indonesia sebagai keserakahan, keinginan, hasrat, kemelekatan, dan sebagainya.



Tanha adalah Samudayasacca, kebenaran tentang asal-mula penderitaan. Ini timbul karena ketidaktahuan mengenai Dukkhasacca, fenomena mental dan jasmani. Ketika seseorang memahami dengan benar sifat sesungguhnya Dukkhasacca, seseorang mampu menyingkirkan konsep tentang adanya orang, mahluk, diri atau roh. Jadi dengan hilangnya konsep tentang adanya diri pribadi, keinginan, keserakahan, hasrat atau Kilesa lainnya tidak akan timbul. Seseorang yang telah meninggalkan Samudayasacca, maka penderitaan pergi; penderitaan berhenti muncul.



Dalam mengalami lenyapnya penderitaan / Dukkha, seseorang memahami secara langsung Nirodhasacca, Nibbana. Untuk mengalami lenyapnya penderitaan / Dukkha, Samudayasacca (yaitu Tanha, hawa nafsu atau keinginan) perlu dibasmi dan dimusnahkan sampai ke akarnya. Dengan membasmi Tanha, asal-mula penderitaan, penderitaan itu sendiri, akibat dari penderitaan, tidak akan timbul sama sekali. Ketika tidak ada sebab, maka tidak ada akibat. Seseorang kemudian akan memahami berdasarkan pengalamannya kebenaran lenyapnya penderitaan, Nirodhasacca, kebenaran yang harus dialami.



Seperti yang Buddha sabdakan dalam kotbah-Nya yang pertama, Samudayasacca adalah Pahatabba. Ini adalah kebenaran yang harus dihilangkan atau ditinggalkan sepenuhnya. Dalam melenyapkan Tanha sepenuhnya, seseorang mampu mengalami lenyapnya penderitaan / Dukkha karena penyebabnya telah dihancurkan seluruhnya. Maka dari itu tidak ada sama sekali hasil atau akibat yang akan timbul.




Nirodhasacca

Buddha menyebutkan Nibbana, Nirodhasacca sebagai Sacchikatabba. Kata ini berarti kebenaran tentang lenyapnya penderitaan, yang harus dialami. Ketika hal ini terjadi, seseorang mengalami hidup damai dan bahagia. Untuk mengalami lenyapnya derita, Nibbana, Nirodhasacca, seseorang harus membasmi Tanha seluruhnya sampai akarnya, Samudayasacca. Untuk mencapainya, seseorang harus memahami dengan benar dan menyadari Dukkhasacca sepenuhnya, kebenaran mengenai penderitaan dari fenomena mental dan jasmani.



Lalu, bagaimana seseorang mencapai hal ini? Untuk memahami dengan benar fenomena mental dan jasmani, hal ini harus diamati dan dilihat pada saat proses tersebut berlangsung sebagaimana adanya. Hanya ketika memahami kedua proses ini sebagaimana adanya, maka sifat sesungguhnya dan pemahaman benar akan dapat direalisasi. Kewaspadaan dan perhatian penuh pada segala hal yang timbul dalam proses jasmani dan mental adalah sangat penting.



Bila seseorang mampu mengembangkan kewaspadaan ini, secara bertahap perhatian penuh akan berlangsung terus-menerus, konstan, tajam dan kuat. Hal ini menyebabkan pikiran terkonsentrasi secara mendalam pada semua kondisi mental ataupun pada proses jasmani. Perhatian penuh yang konstan dan terus-menerus adalah penyebab konsentrasi yang dalam. Ketika pikiran terkonsentrasi secara mendalam pada semua yang diamati, pandangan terang (Vipassāna-nana) akan timbul. Nana ini menyadari dan memahami dengan benar sifat sesungguhnya dari kondisi mental dan proses jasmani yang diamati.


Ketika kebijaksanaan menyadari sifat sesungguhnya dari fenomena mental dan jasmani, kemelekatan terhadap mental dan jasmani padam. Keinginan atau keserakahan terhadap fenomena mental dan jasmani juga tidak muncul. Tanha dibasmi sampai ke akarnya dengan memahami secara benar sifat sesungguhnya ini. Seseorang kemudian akan mengalami lenyapnya penderitaan karena penyebabnya telah dihancurkan.

Itulah sebabnya perhatian penuh terhadap segala sesuatu yang muncul dalam mental dan jasmani kita pada saat sedang berlangsungnya adalah penting. Hal ini sesuai dengan kotbah pada Maha Satipattana Sutta, Empat Landasan Perhatian Murni seperti yang telah diuraikan oleh Buddha. Dengan mengamati dan waspada pada semua kondisi mental dan proses jasmani, perhatian murni dari Maggasacca, Kebenaran mengenai Jalan menuju lenyapnya penderitaan muncul. Karena perhatian murni inilah, Jalan Ariya Beruas Delapan menjadi berkembang dengan baik.

Maggasacca : Jalan Ariya Beruas Delapan

Seperti yang anda tahu, Maggasacca tidak lain adalah Jalan Ariya Beruas Delapan yang terdiri dari 8 faktor. Faktor-faktor itu adalah Samma Ditthi (pandangan benar), Samma Sankappa (pikiran benar), Samma Vacca (bicara benar), Samma Kammanta (perbuatan benar), Samma Ajiva (penghidupan benar), Samma Vayama (daya upaya benar), Samma Sati (perhatian benar), Samma Samadhi (konsentrasi benar). Kombinasi dari seluruh delapan faktor jalan mulia ini disebut Maggasacca, kebenaran mengenai Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan. Ini harus dikembangkan sepenuhnya (Bhavetabba).

Maka, anda harus waspada pada apapun yang muncul pada jasmani dan mental anda. Ketika perhatian menjadi konstan, terus-menerus dan mantap, perhatian terkonsentrasi dengan dalam pada objek. Tapi untuk mencapainya, usaha harus dikerahkan. Hanya dengan mengerahkan usaha mental yang kuat, barulah seseorang dapat memperoleh kewaspadaan pada segala sesuatu yang muncul dalam mental dan jasmani. Usaha yang penting itu adalah daya upaya benar (Samma Vayama). Keadaan berperhatian penuh secara berkesinambungan disebut Sammasati. Karena perhatian yang kuat dan konstan, konsentrasi benar (Samma Samadhi) berkembang. Seperti yang anda tahu, tiga faktor ini saling berhubungan sebagai sebab akibat. Daya upaya benar menyebabkan perhatian benar, yang pada gilirannya kemudian menyebabkan timbulnya konsentrasi benar.

Tapi kadang-kadang, pikiran tidak fokus pada objek – entah itu kondisi mental atau proses jasmani, pikiran dapat berkelana atau berpikir tentang hal lain. Lalu salah satu faktor mental, Samma Sankappa (pikiran benar), muncul bersama perhatian benar untuk menjaga pikiran tetap focus pada objek. Dengan cara ini, pikiran dibawa pada konsentrasi yang lebih dalam pada objek yang diamati.

Ada tiga faktor Jalan Ariya lainnya yang memperkuat dan membantu faktor-faktor mental yang disebut di atas, agar dapat melaksanakan fungsi mereka dengan benar. Faktor-faktor itu adalah; Samma vaca (bicara benar), Samma kammanta (perbuatan bnar), Samma ajiva (penghidupan benar). Sebelum memulai meditasi seseorang harus mengambil lima, delapan, sembilan, sepuluh Sila atau 227 aturan Vinaya untuk para bhikkhu. Dengan menjalankan Sila, seseorang menahan diri dari perbuatan buruk (Samma Kammanta) atau pun pembicaraan tidak benar (Samma Vaca) dan pencaharian yang tidak benar (Samma Ajiva). Dengan menjalankan Sila sepenuhnya, seseorang terpenuhi oleh ketiga faktor moralitas, Sila.

Karena moralitas termurnikan, pikiran jernih, bebas dari semua rintangan mental, seseorang dapat mengembangkan konsentrasi yang dalam dan merasa bahagia. Kegiuran dan ketenangan dialami. Dengan keadaan pikiran ini, konsentrasi pada objek meditasi manapun dapat menjadi lebih mudah dan dalam. Jadi tiga faktor dari Sila, bicara benar, perbuatan benar, penghidupan benar membantu pikiran untuk fokus dan konsentrasi mendalam pada objek yang sedang diamati. Mereka membentuk pondasi yang penting untuk timbulnya daya upaya benar, perhatian benar dan konsentrasi benar.


Vipassāna Nana : Pengungkapan Dukkha, Anicca dan Anatta

Dengan cara ini, pikiran yang sedang mengamati menjadi lebih terkonsentrasi secara mendalam pada kondisi mental atau proses jasmani. Kemudian munculah pengertian benar (Samma Ditthi), pandangan terang. Ini kita sebut sebagai Vipassāna Nana. Pandangan terang ini menembus dan mengungkapkan sifat sesungguhnya dari fenomena mental dan jasmani – Dukkhasacca. Sifat sesungguhnya ini semua fenomena ini tidak kekal, tidak memuaskan dan tidak ada pribadi (aku). Tiga karakteristik ini, Anicca (tidak kekal), Dukkha (penderitaan atau tidak memuaskan), dan Anatta (tidak ada roh, tidak ada aku, tidak ada orang), dapat dimengerti secara langsung dan dialami oleh seorang meditator pandangan terang.

Ketika pikiran terkonsentrasi mendalam pada objek apapun dari jasmani ataupun mental, maka akan muncul tingkat-tingkat Vipassāna Nana, pandangan terang. Kemajuan pencapaian kesadaran ini adalah proses pematangan pemahaman benar dari sifat sesungguhnya dari fenomena.

Lalu, meditator menyadari, “Ini hanya sifat alami proses dari mental dan jasmani. Ini bukan seseorang, roh, aku atau diri.” Meditator melenyapkan konsep tentang seseorang, diri, aku, atau roh, yang menjadi penyebab dari semua kekotoran mental (Kilesa). Ketika dia telah sepenuhnya menyingkirkan konsep seseorang, makhluk, diri, roh (Sakaya ditthi atau Atta ditthi dalam bahasa Pali) maka penderitaan tidak akan muncul sama sekali dan akan padam.

Kita melaksanakan dan mengembangkan Jalan Ariya Beruas Delapan, Magga Sacca, dengan selalu waspada terhadap semua kondisi mental dan proses jasmani pada saat berlangsung sebagaimana adanya. Perhatian penuh adalah kuncinya. Karena perhatian penuh / murni itulah kita dapat mengembangkan sepenuhnya Jalan Ariya Berunsur Delapan ini. Kita sampai pada tingkat menyadari dan memahami dengan benar Dukkhasacca, kebenaran tentang penderitaan. Kita dapat menyingkirkan hawa nafsu / kemelekatan (Tanha) pada Samudaya sacca, kebenaran tentang asal-mula Dukkha.

Kesimpulan
Seperti yang telah saya katakan terdahulu, setiap ajaran Buddha mesti berdasarkan pada Empat Kebenaran Ariya. Jalan kebebasan ditemukan dalam Empat Kebenaran Ariya ini. Perkembangan oleh meditator Maggasacca, meditasi pandangan terang, akan membawa pada pemahaman sepenuhnya atas Dukkhasacca, kesunyataan tentang penderitaan. Pemahaman ini selanjutnya membawa seseorang meninggalkan samudayasacca, kebenaran tentang asal-mula penderitaan. Ketika tidak ada lagi Samudayasacca, tidak ada asal-mula / penyebab, tidak ada akibat, tidak ada penderitaan. Penderitaan padam. Lalu kita menemukan dan mengalami secara langsung lenyapnya penderitaan, Nirodhasacca, Nibbana untuk diri kita sendiri. Inilah sebabnya para meditator harus memahami dan melaksanakan Empat Kebenaran Ariya pada praktek meditasi Vipassāna mereka.

Semoga anda semua mampu memahami dengan benar bagaimana anda dapat mencapai dan mengalami lenyapnya penderitaan. Semoga anda dapat berjuang dengan usaha terbaik anda untuk menunaikan tugas mulia tersebut: Tugas mulia dari meditasi pandangan terang akan mengarahkan anda untuk mencapai tujuan akhir Nibbana.
Sadhu, sadhu, sadhu.




Bag. II, disadur dari postingan oleh: Sarira

Semoga bisa membantu penjelasan Romo Cunda :)

mettacitena
_/\_

3141
Theravada / Re: Empat Kebenaran Ariya
« on: 10 November 2008, 12:31:35 AM »
Meditasi Vipassāna dan Empat Kebenaran Ariya



Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Kami sangat senang bertemu kalian semua yang telah menaruh perhatian pada meditasi Vipassāna. Meditasi ini didasarkan pada Empat Kebenaran Ariya, yang diajarkan oleh Buddha dalam kotbah pertama Beliau, Dhammacakkappavatana Sutta “Kotbah Pemutaran Roda Dhamma”. Semua Ajaran Buddha berdasarkan pada Empat Kebenaran Ariya. Maka meditasi pandangan terang, meditasi Vipassāna atau meditasi perhatian murni – mempunyai dasar dalam Empat Kesunyataan Mulia. Empat Kesunyataan Mulia, seperti yang kalian ketahui adalah :

Dukkhasacca, kebenaran mengenai Dukkha / penderitaan

Samudayasacca, kebenaran mengenai asal mula Dukkha

Nirodhasacca, kebenaran mengenai lenyapnya Dukkha

Maggasacca, kebenaran mengenai Jalan menuju lenyapnya Dukkha (akhir)

Saya percaya kalian memiliki pengetahuan yang baik mengenai Empat Kebenaran Ariya ini.

Dalam kotbah pertama Beliau, Buddha mengutarakan Dukkhasacca, kebenaran mengenai Dukkha, sebagai parinneya, kebenaran yang harus sungguh-sungguh disadari / dipahami. Samudayasacca, kebenaran asal mula Dukkha, sebagai pahatabba, kebenaran yang harus seluruhnya ditinggalkan. Nirodhasacca, kebenaran mengenai lenyapnya Dukkha, sebagai sacchikatabba, kebenaran yang harus dirasakan / dialami. Maggasacca, kebenaran mengenai Jalan menuju lenyapnya Dukkha, sebagai bhavetabba, kebenaran yang harus sepenuhnya dikembangkan. Kebenaran mengenai Dukkha mengacu pada fenomena mental dan jasmani (Nama dan Rupa dalam bahasa Pali). Kebenaran mengenai asal-mula Dukkha mengacu pada hawa nafsu, atau Tanha dalam bahasa Pali. Kebenaran mengenai Lenyapnya Dukkha, mengacu pada Nibbana. Kebenaran mengenai Jalan menuju lenyapnya Dukkha mengacu pada Jalan Mulia Beruas Delapan.


Dukkhasacca



Dukkhasacca adalah Nama dan Rupa, fenomena mental dan jasmani. Nama (mental) dan Rupa (jasmani) keduanya muncul tergantung pada kondisi masing-masing, maka dari itu disebut mental yang terkondisi dan jasmani yang terkondisi. Sebagai contoh, dalam kesadaran melihat; ketika anda melihat sesuatu yang dapat dilihat, kesadaran melihat muncul. Hal ini muncul tergantung pada empat kondisi; mata, objek bentuk, cahaya dan perhatian (Manasikara dalam bahasa Pali). Empat kondisi ini menyebabkan kesadaran melihat muncul.



Semua kondisi tersebut harus ada agar dapat melihat apapun. Walaupun anda mempunyai mata, dan mata melakukan kontak dengan objek bentuk – bila tidak ada cahaya, anda tidak dapat melihat. Kesadaran melihat tidak akan muncul. Bila anda mempunyai mata, terjadi kontak mata, objek bentuk, dan cahaya, tapi tidak ada perhatian pada objek atau benda yang dapat dilihat, anda tidak akan melihat objek tersebut. Kesadaran melihat hanya akan muncul bila ada perhatian.

Karena kesadaran melihat mempunyai empat kondisi, ini disebut terkondisi / keadaan bersyarat. Dalam bahasa Pali, sesuatu yang terkondisi disebut Sankhata. Semua kesadaran terkondisi, demikian juga semua fenomena mental dan jasmani lainnya. Mereka muncul tergantung pada kondisi mereka.



Tetapi, Lenyapnya Dukkha, Nibbana, tidak terkondisi karena Nibbana tidak muncul maupun tergantung pada kondisi apapun. Sehingga tidak ada kondisi ataupun sebab dari lenyapnya Dukkha, Nibbana tidak terkondisi. Yang tidak terkondisi disebut Asankhata, sementara yang terkondisi disebut Sankhata.



Seperti dalam contoh kita, kesadaran melihat muncul tergantung pada mata, objek bentuk, cahaya dan perhatian. Ini muncul dan kemudian berlalu. Mengapa berlalu? Karena muncul. Semua hal yang terkondisi – Sankhata – mempunyai sifat muncul dan berlalu sehingga memiliki ciri ciri atau sifat sementara / tidak kekal (Anicca).



Sedangkan Lenyapnya Dukkha, Nibbana adalah tak terkondisi, selalu ada. Karena Nibbana tidak muncul dan tidak berlalu. Sehingga lenyapnya Dukkha, Nibbana, tidak bersifat sementara. Karena tidak terkondisi dan tidak muncul tergantung pada kondisi – tidak ada penyebab kondisi. Maka lenyapnya Dukkha, Nibbana disebut Akarana dalam bahasa Pali. ‘Karana’ berarti sebuah kondisi; ‘a’ berarti tidak, jadi Akarana berarti tidak terkondisi.



Ketika anda dapat memadamkan semua fenomena mental / jasmani, dimana fenomena tersebut terkondisi, maka lenyapnya Dukkha dialami. Lenyapnya Dukkha berdiri sendiri. Ia memang sudah ada di sana. Nibbana tidak muncul sehingga tidak berlalu, bersifat permanen. Nibbana disebut Akarana dan Asankhata, karena tidak memiliki kondisi.



Buddha bersabda pada kotbah-Nya yang pertama, Dukkhasacca (yaitu fenomena mental / jasmani) kesunyataan mengenai Dukkha adalah Parinneya. Ini adalah kesunyataan yang harus sungguh-sungguh dipahami / disadari (Parinneya). Semua fenomena mental dan fenomena jasmani muncul kemudian berlalu. Mereka tidak kekal. Apa yang tidak kekal adalah penderitaan, Dukkha. Itu sebabnya Buddha bersabda Nama dan Rupa, fenomena mental dan jasmani, keduanya adalah penderitaan, kebenaran mengenai Dukkha. Hal ini harus benar-benar dipahami dan disadari.




Tiga Jenis Dukkha

Di sini kami harus menjelaskan secara singkat tiga jenis dukkha, penderitaan, menurut Abhidhamma Buddha.

Pertama adalah Dukkha Dukkha

Kedua adalah Viparinama Dukkha

Ketiga adalah Sankhara Dukkha



Dukkha Dukkha adalah penderitaan yang paling umum. Contohnya: sakit, badan kaku, gatal, mati rasa, segala macam penyakit atau penderitaan jasmani. Yang lainnya seperti murung, sedih, berduka, cemas atau semua penderitaan mental. Penderitaan tersebut sangat menonjol dan umum dialami semua makhluk. Sehingga mereka disebut Dukkha Dukkha, penderitaan dari penderitaan.



Jenis yang kedua adalah Viparinama Dukkha (penderitaan dari perubahan). Buddha memandang kebahagiaan sebagai Viparinama Dukkha karena tidak berlangsung lama. Kebahagiaan muncul dan kemudian berlalu berubah menjadi kesedihan dan penderitaan. Karena sifat alaminya yang berubah menjadi penderitaan inilah Sang Buddha berkata bahwa kebahagiaan adalah Viparinama Dukkha. Perubahan ini dapat terjadi secara tiba-tiba atau sangat cepat.



Jenis yang ketiga adalah Sankhara Dukkha. Sankhara Dukkha dalam hal ini, mempunyai arti atau pengertian yang sama seperti Sankhata. Yaitu sesuatu yang muncul karena suatu kondisi atau sebab, maka semua fenomena mental dan jasmani adalah Sankhata dan Sankhara. Mereka adalah akibat dari sebab mereka, kondisi mereka. Mereka muncul dan dengan sangat cepat berlalu dan sangat tidak memuaskan. Mengapa mereka berlalu? Sekali lagi hal ini karena mereka muncul, dan oleh karena itu harus berlalu. Penderitaan yang disebabkan oleh fenomena muncul dan lenyap yang terus-menerus, Sankhara Dukkha, adalah hal biasa pada semua yang terkondisi.



Maka Nama dan Rupa, fenomena mental dan jasmani, yang merupakan sesuatu yang terkondisi, adalah Dukkhasacca. Kebenaran mengenai Dukkha ini harus sepenuhnya dipahami oleh seorang meditator yang ingin melenyapkan penderitaan.



Dua jenis penderitaan, Dukkha Dukkha dan Viparinama Dukkha, dapat dialami dan dipahami oleh kita dalam kehidupan sehari-hari walau tanpa berlatih meditasi. Tetapi, kecuali kita berlatih meditasi Vipassāna, meditasi perhatian murni, kita tidak akan mampu memahami sepenuhnya Sankhara Dukkha, penderitaan dari fenomena muncul dan lenyap. Sankhara Dukkha sangat dalam, terlalu dalam untuk dipahami melalui teori ilmu pengetahuan atau analisa. Hanya dengan pengetahuan langsung yang timbul dari praktek dan pengalaman Dhamma, yang diperoleh lewat meditasi Vipassāna, barulah kita mampu memahaminya sebagai penderitaan dari fenomena muncul dan lenyap. Buddha berkata, “Seseorang yang ingin mencapai lenyapnya Dukkha, Nibbana, harus mengerti dengan benar dan memahami sifat alami fenomena mental dan jasmani (Nama dan Rupa)”.



Inilah sebabnya kita melatih meditasi perhatian murni. Tujuan utama meditasi Vipassāna adalah memahami ketidakkekalan atau muncul dan berlalunya fenomena mental dan jasmani, Sankhara Dukkha. Ketika kita tidak mampu memahaminya, kita dengan salah menganggap fenomena ini bersifat kekal. Berdasarkan keyakinan ini bahwa mental dan jasmani bersifat kekal, kita memelihara konsep “Aku” atau “Kamu”, seseorang atau makhluk, diri sendiri atau roh. Karena kita tidak memahami dengan benar sifat sesungguhnya dari muncul dan lenyapnya fenomena mental dan jasmani, maka kita menganggapnya sebagai orang, mahluk, diri, dan sebagainya.



Ketika kita melekat kepada konsep seseorang, mahluk, karena ketidaktahuan mengenai sifat sesungguhnya dari proses jasmani dan mental, lalu kita mengembangkan hasrat atau keinginan untuk memperoleh sesuatu. Kita mungkin ingin menjadi seorang perdana menteri, seorang presiden atau orang kaya. Hasrat ini timbul karena kosep bahwa ada seseorang, diri atau roh. Hasrat / keserakahan ini menyebabkan banyak penderitaan. Ketika seseorang mempunyai hasrat untuk menjadi presiden, seseorang harus berjuang untuk mendapatkannya dengan segala cara. Maka timbullah penderitaan. Ketika seseorang menjadi presiden, timbul lebih banyak penderitaan. Sekarang, ada lebih banyak masalah yang harus dihadapi orang tersebut.




Bag. I, oleh: Sarira.

3142
Diskusi Umum / Re: Telur dan ayam
« on: 10 November 2008, 12:25:18 AM »
Quote from: markosprawira
Mengenai "keluar masuk nibbana" sebenarnya mirip ama jhana atau tingkat konsentrasi.
Pernah denger istilah keluar masuk jhana juga khan??
Ini yang dilakukan buddha pada waktu akan parinibbana, masuk ke tingkat2 jhana, lalu keluar lagi.....

maaf baru sempat bales, boleh minta kutipan atau linknya om? Perasaan bbrp tahun lalu pernah baca tp tdk adanya mengenai Sang Buddha memasuki tingkat nibbana, yg saya inget dikit, Sang Buddha dikira telah Maha-Parinibbana, tetapi oleh Y.A Anuruddha disangkal bahwa beliau tengah memasuki tingkat2 jhana dan 4 landasan. Kurang ingat juga sih, maklum cm bermodal 'ingatan', produk masa lalu yg 'tidak pasti'. Mohon link dr teman2 yg berkenan. :)

Menurut saya Nibbana, bukan kondisi juga, melainkan padamnya kondisi.
Karena jika Nibbana merupakan kondisi, seharusnya definisinya bukan "Atthi ajatam abhutam asankhatam" melainkan "Atthi ajatam abhutam akatham sankhatam"

Terimakasih, cmiiw

Namaste
_/\_

3143
Buddhisme untuk Pemula / Re: Alkohol ditinjau dari Pandangan Buddhisme
« on: 09 November 2008, 11:54:10 PM »
Kalo pandangan saya mungkin sedikit beda yah :)
IMO sih, iman/keyakinan yg gak pernah goyah atau mengalami itu belum tentu benar2 keyakinan.
Gmn bisa bilang "aku ga suka merokok." kalo ga pernah coba merokok? nah krg lebih gini deh :)
Emang bisa belajar melalui pengalaman orang lain, tp gmnpun juga, tetep bkn pengamatan menyeluruh yg dialami dr pengalaman sendiri kan?
Nah.. stelah mencoba merokok dan kita menyadari plus minus dr merokok dan kita abstain dr itu, baru bs dikatakan "aku ga suka merokok."
1 thing, ini sifatnya ga absolut loh.. cm parsial. scara ga mungkin kita mengalami sgala sst hal. ;D
Dan kita bisa menggunakan pandangan benar yg telah kita dapatkan dari 1 hal utk diterapkan ke hal lain..


maaf kalo ada pendapat dan kata2 yg salah. cmiiw plis..  :)

mettacitena
_/\_



Apakah ini juga berarti kita juga harus mencoba narkoba utk mengetahui bhw narkoba bakal merusak kesehatan dan masa depan, dan setelah itu baru yakin narkoba itu buruk ?
Apakah kita juga harus mencoba selingkuh, hanya untuk mengetahui bhw selingkuh bisa menghancurkan sebuah keluarga, dan setelah itu baru yakin bahwa selingkuh itu hal buruk, serta yakin tidak akan melakukan lagi ?

Huehehe.. Bro Fran ini terlalu kritis, sampai melewatkan yg saya tuliskan di bawahnya. :)
Silahkan dibaca lagi yg dibold. Yg saya maksud itu, sebuah pandangan benar yg timbul dr sadarnya kita akan 1 dhamma, bisa kita terapkan ke dalam hal lain. Btw, sa gwee jadi pulang medan ya bro? :D

mettacitena
_/\_

3144
Buddhisme untuk Pemula / Re: Org Cacat jadi Bhante ?
« on: 09 November 2008, 11:44:22 PM »
Quote
cakkhupala Thera beliau seorang buta, beliau seorang bhikku, dan beliau seorang arahat

 _/\_

Y.A Cakkhuphala kasusnya seperti Y.A Anuruddha, bukan bawaan lahir melainkan dr tekad dlm mencapai Nibbana, dan buah dari akusala kamma terdahulu. :)

Mengenai, disiplin vinaya, apa memang Sang Buddha tidak pernah mau menerima seorang yg cacat dr lahir sbg Sangha? Krn peraturan2 kecil ditetapkan hny bersifat situasional dan hanya karena ada kasus yg pernah terjadi yg dirasa perlu dikeluarkan peraturan mengenai hal tsb bukan? Masih banyak kemungkinan kasus2 diluar yg pernah terjadi di luar ketetapan disiplin vinaya, kurasa. Misalnya: bagaimana dgn penderita HIV/AIDS utk menjadi anggota Sangha? Apakah ada dlm vinaya juga? Mohon pencerahannya. :)

mettacitena
_/\_

3145
Buddhisme untuk Pemula / Re: KITA ATHEISSS ????
« on: 09 November 2008, 11:35:37 PM »
Karena di Sila Pertama Pancasila Negara dikatakan 'Ketuhanan yang Maha Esa' bukan 'Tuhan yang Maha Esa'.  Berarti Buddhisme masih ada bbrp persamaan yg bisa dicocokin dgn mengganti kata2 tertentu, krn ketuhanan itu adalah sifat, sdgkan dlm Buddhisme ada ttg sifat2 tuhan seperti Brahmavihara, dan Nibbana mewakili aspek ketuhanan yg ada dlm agama lain. Meski dlm buddhisme tdk mengenal sosok pencipta. Krn setiap kondisi yg timbul merupakan akibat dr kondisi sebelumnya. Karenanya kondisi tidaklah kekal, melainkan timbul, berkembang dan lenyap. Padamnya segala kondisi itulah Nibbana.
Quote
saya rasa kata yang tepat re-inkarnasi.
apakah kalau sudah dipanggil Buddha dia tidak berinkarnasi lagi ?
lebih tepatnya kata rebirth. jangan disamain reinkarnasi dgn rebirth. :)

semoga membantu. cmiiw..

mettacitena
_/\_

3146
Buddhisme untuk Pemula / Re: Ngapain Jadi Buddhist? Q & A untuk Pemula
« on: 09 November 2008, 10:09:19 PM »
Quote
Sebab saya sering mendengarkan...
akan lebih baik kalau bisa berdana pada org SUCI,...karna......
Yup.. berdana itu ibarat kita menanam benih kebajikan yg satu saat akan tumbuh dan berbuah yg manis utk kita cicipi kembali. Tentunya dlm menanam paling baik memilih lahan yg subur kan? kalo nanem di batu sih ga bakal tumbuh. Meski utk mengembangkan sikap adil dan tidak membeda-bedakan hendaknya tdk membeda-bedakan target dalam berdana.

Quote
Apakah benar Buddhist adalah agama  yg tidak begitu penting memerlukan (unsur) "KEPERCAYAAN" ?
Kepercayaan atau lebih jauh lg, keyakinan, merupakan 1 dr 5 unsur kekuatan tercapainya pembebasan atau dikenal dgn Panca Bala, berarti Buddhisme mengenal keyakinan juga kan?
Hanya saja bentuk kepercayaan yg ditekankan dlm Buddhisme bukanlah kepercayaan membuta, melainkan kepercayaan yg perlu dipertanyakan dulu, lalu dibuktikan atau dialami. Ini kepercayaan yg sejati, bkn kepercayaan krn hny skdr didoktrin atau menuruti dogma agama yg dilandasi oleh avijja (ignorance).

Quote
Apakah ajaran Buddhist, selalu memberi kesempatan bagi orang2 utk bertanya?
Yupe.. pasti.. tapi seperti yg pernah di jawab oleh Om markos ya kalo ga salah. Sang Buddha pernah mengatakan ada bbrp cara menjawab,
1. Menjawab pasti scr langsung, ya atau tidak.
2. Menjawab analitis.
3. Menjawab dgn cara bertanya kembali.
4. Menjawab dgn diam.
Dan keraguan tdk akan pernah hilang jika hanya berputar-putar dlm bertanya-menjawab. Seorang Arahat pun tdk mengetahui segala sesuatunya. Dan menjelang parinibbana, Sang Buddha jg mengatakan ajaran-Nya hanya bak segenggam daun dibandingkan daun di hutan. Persisnya, apa yg tdk diketahui oleh seorang Arahat dan alasan Sang Buddha memberikan analogi daun?
Yaitu, hal2 yg tdk bermanfaat dan tdk membimbing pada berakhirnya kekotoran batin dan tercapainya pembebasan.
Semoga bermanfaat, cmiiw..

Mettacitena
_/\_

3147
Perkenalan / Re: Salam kenal dari Petrus
« on: 09 November 2008, 08:20:27 PM »
Met bergabung Petrus ^^
mari bertukar pikiran dan wawasan scara sehat :) _/\_

3148
Diskusi Umum / Re: Telur dan ayam
« on: 06 November 2008, 11:40:17 PM »
Anumodana penjelasannya om markos :)

Berarti nibbana semacam mode gitu yah gampangnya? [Nibbana mode: ON/OFF] gitu?
Kalo dgn Udana 8: 3 itu berarti bertentangan dong jadinya, om? mohon pencerahan dan penjelasannya.. :)
Juga mengenai Kiriya.. beda antara kiriya dengan kusala/akusala :)

Eh ngomong2, oot ga yah? kalo iya, mohon pindah ke thread baru aja, ngga enak ati ntar..  :P

hatur nuhun penjelasanna, om..

mettacitena
_/\_

3149
Sariputta masa kini mau? Tuh ko bond ;D
Moggallana belum ketemu 1 :)

3150
Buddhisme untuk Pemula / Re: Ngapain Jadi Buddhist? Q & A untuk Pemula
« on: 06 November 2008, 11:24:28 PM »
Katanya...

Pada mulanya hati manusia adalah jernih...
namun karena dikotorin oleh Dosa, Moha, dan Loba..
Akibatnya..... (menutup pintu kebijaksanaan)

pertanyaan : Sejak kapan hati manusia yg jernih
tsb menjadi kotor? apa yg menyebabkan kekotoran tsb?


thanks sebelumnya
Humm.. Kalau boleh berpendapat, sudah ada jawabannya kan di statement di atas pertanyaan Pak Johan? :)
Kalau merujuk pada Aganna Sutta dan Brahmajala Sutta, mungkin itu pandangan yg didapat oleh mereka yg berhasil melihat ke masa kehidupan sebelumnya saat masih sebagai makhluk alam Brahma Abhassara yah.. Kan ceritanya makhluk alam Brahma Abhassara hidup diliputi kegiuran dan ditunjang oleh kekuatan pikiran sbg hasil kultivasi Jhana-4, jadi ya kesannya pikirannya suci dan jernih. Dan begitulah pandangan yg dicapai mereka bahwa 'sifat fitrah (asal) manusia adalah suci.'

Tapi kalau berdasar pandangan pribadi, tidak ada kepastian juga lho kalau seorang anak kecil dibesarin secara baik2, tinggal dlm lingkungan baik2, tidak melihat kekerasan dan sejenisnya akan menjadi seorang yang baik2. Memang kondisi lingkungan menentukan bagaimana kondisi kita, tetapi gimanapun ada unsur anusaya, kecenderungan laten yg selalu ada dlm diri kita dan berpotensi menjadi kilesa.
7 kecenderungan itu:
pandangan-pandangan spekulatif (ditthi), hawa nafsu (kamaraga), niat buruk (patigha), keragu-raguan (vicikiccha), keakuan (mana), hasrat hidup/menjadi (bhavaraga), ketidaktahuan (avijja).
Dan anusaya ini telah ada bersama-sama kita sejak masa yang tidak diketahui awalnya. Kalau disederhanain, penyebab dari kekotoran batin ya kembali lagi ke statement di awal pertanyaan Pak Johan itu sendiri, 3 akar kejahatan yg bermula dari moha/avijja.


Quote
Janganlah menyalahkan orang lain,
sebenarnya sumber keslahan itu ada pada diri sendiri.
Bisa jelaskan maksud kalimat diatas, dan
Bagaimana mempraktekan kalimat diatas?

Untuk yang ini, kalau boleh berpendapat yaitu bermula dari pandangan kita, lalu kita mencerap hal2 yg ada, membuat persepsi, yg lalu dari persepsi, kemudian timbul konsep-konsep pemikiran kita thdp sesuatu hal. Dari konsep pemikiran kita ttg satu hal, timbul pelaksanaan tindakan kita thdpnya. Dlm tindakan nyatanya, hal2 dari luar, misalnya orang lain, yg tindakannya berbeda dgn konsep yg ada pada kita tentunya kita melihatnya sebagai hal yg salah. Jelas bila kita tdk memiliki konsep yang kaku, kita tdk akan melihat hal itu sbg sebuah kesalahan. Jadi, siapa yang salah? tidak ada, melainkan konsep kita yang kaku itu.

Contoh lain, dalam kehidupan, setiap saat selalu bergulir dari satu situasi ke situasi lain. saat kita menangkap dan melabeli satu situasi sebagai masalah, maka kita mulai melihatnya sebagai 'masalah' dan membandingkan dampak dari masalah tersebut kepada diri kita, dan hal2 yang mungkin merugikan kita, kita berusaha sebisa mungkin utk menghindari atau mengatasinya. orang lain yang mungkin di lain sisi dari kita, kita anggap sebagai pihak yang salah yang harus diatasi pula.
Begitu pula dgn kemarahan, kenapa kita marah? Karena kita melihat 'something wrong' pada orang lain. Padahal jika kita tdk membuat sebuah konsep ttg sesuatu, maka tidak akan ada sebuah konsep ttg 'something', dan tanpa konsep 'something' tdk akan ada penilaian right atau wrong yg subjektif berdasar pride & prejudice kita sendiri. Jadi kita sendiri yang menciptakan sebuah situasi utk marah. Kembali ke pada diri sendiri lagi, utk bagaimana cara melihat sebuah masalah, karena yg terpenting bukan masalah yg telah terjadi, melainkan bagaimana kita menyikapinya. :)

Berarti bisa dilihat bahwa sumber kesalahan itu ada dalam diri kita, yaitu konsep pemikiran kita tentang kesalahan, jika kita tidak melabeli sebagai kesalahan, berarti tidak ada masalah dgn siapapun. Begitu bukan?
Ini contoh praktisnya utk mempraktekkan. Tp paling bertahan sesaat krn ga didukung realisasi sebenarnya.
Kalau utk benar2 mempraktekkan, mulailah dng JMB8 yg berkesinambungan dan sinergis, dari pandangan berlanjut bertahap hingga samadhi yang akan menguatkan kembali pandangan kita demikian seterusnya.

Maaf kepanjangan, semoga tidak bosan membacanya. cmiiw

Mettacitena
_/\_

Pages: 1 ... 203 204 205 206 207 208 209 [210] 211 212 213 214