dulu waktu sekolah di lingkungan ka****k, banyak temen2 yang muslim dan pernah dengar dari mereka alasan mereka masuk ke lingkungan sekolah ka****k
adalah bersifat menambah wawasan (networking) dan ndak nuntut macem2.
klo ndak salah inget juga ada jadwal kegiatan rutin ke gereja, mereka juga masuk gereja dan mengikuti kegiatan yang dilaksanakan
walaupun kami ndak ingat detailnya lagi yang pasti si doi ndak ikut komuni
kami pikir dengan si A berada dilingkungan mayoritas ka****k yang bertolak belakang dengan keyakinannya
dia seharusnya membuka pikiran/wawasan bahwa pada saat dia merasa minoritas apa yang diterima apakah mencerminkan pada saat si A berada dilingkungan mayoritas memperlakukan minoritas secara baik & layak.
yang salut disekolah negeri, pelajaran agama masing2 siswa dipisahkan menurut keyakinannnya.
tp pada saat itu, disekolah ka****k, pelajaran agama semua siswa tetap dalam satu kelas dan yang beriman lain juga ndak ada yang frotes.
Dalam hal ini, kami memuji sekolah ka****k memiliki disiplin dan 'nature' yang berbeda.
ndak tau sekarang bgmn kondisinya, dunow.
kalau dalam kasus, om WAL, apa perlu vihara & gereja didalam lingkukan sekolah negeri yang notabene anggaran keuangannya didapatkan dari pemerintah ?
lingkungan Pius kan keuangannya diatur secara mandiri oleh ordo tertentu dari gereja ka****k kalau mau mau bangun gedung ibadah diluar master plannya mau nodong ama ormas tsb ?
mau ngasi anggaran atau hanya menuntut tanpa ada dasar yang jelas ?