Asita, also known as Kanhasiri, was a sage who lived in the forest in the Sakyan country. He is described as wearing matted hair (Sn.689). One day he noticed that the gods were wildly celebrating and he asked them why they were so happy. They replied, ‘A Bodhisattva, an excellent and incomparable jewel, has been born in the Sakyan town in Lumbini, for the welfare and happiness of the human world. This is why we are so happy.’(Sn.683). Anxious to see this child Asita went to Kapilavastu where Suddhodana welcomed him and gave him the child to hold. Being accomplished in the art of ‘signs and mantras’ (lakkhana mantra, Sn.690) he examined the baby and proclaimed that he would ‘attain complete enlightenment’ (Sambodhi), reach the ultimate purified vision’ (paramavisuddhidassi), and proclaim the Truth ‘out of compassion of the many’ (bahujamhitanukampii, Sn.693). Then tears welled up into his eyes. Noticing this and being worried by it, the Sakyans asked Asita if he had foreseen some misfortune in the boy’s future. He replied that he was sad because he knew that he would pass away before this all happened (Sn.694).
The name Asita literally means ‘not clinging’ while Kanhasiri means 'dark splendour'.
This is the only mention of Asita in the Tipitaka. According to some scholars the story about him is purely legendary and it may be. However, there is little in it that is inherently fantastic or unbelievable. It would have been quite common in ancient India for a monarch to invite a local holy man to bless and perhaps name his new-born son. Likewise, it would be normal for the holy man to ‘predict’ that the king’s son would grow up to be a great man.
Later re-tellings of the Asita story, and there are many of them, each more detailed and elaborate than the earlier ones, often say that Asita predicted than the baby prince would become either a universal monarch (cakkavattin) or a fully enlightened sage (Buddha). This ‘either or’ prediction is absent from the Tipitaka story.
seingetku juga .....
ke 4 pertapa yg meramal Pangeran Siddharta menjadi Buddha
Yang paling muda dari ke 4 pertapa tersebut bernama Kondana ....yg memastikan Pangeran kelak pasti mejadi Buddha ..... bukan raja dunia
sampe sekarang masih belum paham ....
yg dimaksud pertapa Kondana itu ...,, apakah (nama yg sama) kelak yg menjadi 5 siswa pertama Sang Buddha
dan Siswa pertama yg mencapai tingkat kesucian dalam Buddha Sasana ? ....
Oooh .... pantas diantara ke 5 pertapa
terdapat 1 pertapa yg lebih tua (terlihat rambutnya yg putih)
Petapa yg dilukisakan sebagai pertapa Kondana ....
Petapa Asita menangis karena setelah meninggal, petapa asita akan terlahir di alam brahma arupa (sebagai seorang anagami) yang notabene tidak dapat mendengarkan dhamma ajaran Buddha sebelum mencapai kesucian ArahatBukan sebagai Anagami, karena ia belum sempat mendengarkan Buddha dhamma.
Dalam alam ini terlahir kembali tihetuka puthujjana. Manusia dengan tiga akar (akar ketidakserakahan, ketidakbencian, dan ketidakbodohan) dan para makhluk mulia seperti Sotàpanna (Pemenang Arus), Sakadàgàmi (Yang Sekali Kembali) dan Anàgàmi (Yang Tak Kembali) yang telah mencapai Arupa Jhàna.
Dalam alam ini terlahir kembali tihetuka puthujjana. Manusia dengan tiga akar (akar ketidakserakahan, ketidakbencian, dan ketidakbodohan) dan para makhluk mulia seperti Sotàpanna (Pemenang Arus), Sakadàgàmi (Yang Sekali Kembali) dan Anàgàmi (Yang Tak Kembali) yang telah mencapai Arupa Jhàna.
Tidak semua yang terlahir di sana adalah para Ariya. Ada yang masih puthujjana. Menurut saya, referensi di atas tidak menjelaskan Petapa Asita terlahir sebagai Ariya atau tihetuka putthujjana. Kemungkinan besar masih sebagai tihetuka putthujana, karena pada masa itu Dhamma yang diajarkan Buddha Kassapa sudah "menghilang", jadi tidak ada orang yang merealisasikan tingkat kesucian kecuali Paccheka Buddha. Dengan beliau menangis, menurut saya jadi indikasi kalau beliau "belum merealisasikan tingka kesucian" dan akan kehilangan kesempatan untuk belajar dari Sang Buddha untuk merealisasikannya.
Mettacittena,
Luis
Dalam alam ini terlahir kembali tihetuka puthujjana. Manusia dengan tiga akar (akar ketidakserakahan, ketidakbencian, dan ketidakbodohan) dan para makhluk mulia seperti Sotàpanna (Pemenang Arus), Sakadàgàmi (Yang Sekali Kembali) dan Anàgàmi (Yang Tak Kembali) yang telah mencapai Arupa Jhàna.
Tidak semua yang terlahir di sana adalah para Ariya. Ada yang masih puthujjana. Menurut saya, referensi di atas tidak menjelaskan Petapa Asita terlahir sebagai Ariya atau tihetuka putthujjana. Kemungkinan besar masih sebagai tihetuka putthujana, karena pada masa itu Dhamma yang diajarkan Buddha Kassapa sudah "menghilang", jadi tidak ada orang yang merealisasikan tingkat kesucian kecuali Paccheka Buddha. Dengan beliau menangis, menurut saya jadi indikasi kalau beliau "belum merealisasikan tingka kesucian" dan akan kehilangan kesempatan untuk belajar dari Sang Buddha untuk merealisasikannya.
Mettacittena,
Luis
Boleh di-debat... apakah Petapa Asita (Kaladevala) adalah seorang anagami atau bukan ?
Dalam alam ini terlahir kembali tihetuka puthujjana. Manusia dengan tiga akar (akar ketidakserakahan, ketidakbencian, dan ketidakbodohan) dan para makhluk mulia seperti Sotàpanna (Pemenang Arus), Sakadàgàmi (Yang Sekali Kembali) dan Anàgàmi (Yang Tak Kembali) yang telah mencapai Arupa Jhàna.
Tidak semua yang terlahir di sana adalah para Ariya. Ada yang masih puthujjana. Menurut saya, referensi di atas tidak menjelaskan Petapa Asita terlahir sebagai Ariya atau tihetuka putthujjana. Kemungkinan besar masih sebagai tihetuka putthujana, karena pada masa itu Dhamma yang diajarkan Buddha Kassapa sudah "menghilang", jadi tidak ada orang yang merealisasikan tingkat kesucian kecuali Paccheka Buddha. Dengan beliau menangis, menurut saya jadi indikasi kalau beliau "belum merealisasikan tingka kesucian" dan akan kehilangan kesempatan untuk belajar dari Sang Buddha untuk merealisasikannya.
Mettacittena,
Luis
Boleh di-debat... apakah Petapa Asita (Kaladevala) adalah seorang anagami atau bukan ?
jawabannya bukan, Petapa Asita terlahir kembali di alam itu berkat kekuatan jhana bukan karena pencapaian Anagami. ingat sewaktu itu belum ada Buddha yang mengajarkan Dhamma, bahkan itulah yang menyebabkan Petap Asita menangis saat melihat Bayi Siddhatta, yaitu, karena ia tahu bahwa ia musthail dapat mendengarkan Dhamma Sang Buddha.
siapa pun yang bermeditasi dengan obyek-obyek arupa dan mencapai jhana-jhana landasan ruang tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas, landasan kekosongan, dan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, akan terlahir kembali di salah satu alam arupa brahma sesuai pencapaiannya.
Dalam alam ini terlahir kembali tihetuka puthujjana. Manusia dengan tiga akar (akar ketidakserakahan, ketidakbencian, dan ketidakbodohan) dan para makhluk mulia seperti Sotàpanna (Pemenang Arus), Sakadàgàmi (Yang Sekali Kembali) dan Anàgàmi (Yang Tak Kembali) yang telah mencapai Arupa Jhàna.
Tidak semua yang terlahir di sana adalah para Ariya. Ada yang masih puthujjana. Menurut saya, referensi di atas tidak menjelaskan Petapa Asita terlahir sebagai Ariya atau tihetuka putthujjana. Kemungkinan besar masih sebagai tihetuka putthujana, karena pada masa itu Dhamma yang diajarkan Buddha Kassapa sudah "menghilang", jadi tidak ada orang yang merealisasikan tingkat kesucian kecuali Paccheka Buddha. Dengan beliau menangis, menurut saya jadi indikasi kalau beliau "belum merealisasikan tingka kesucian" dan akan kehilangan kesempatan untuk belajar dari Sang Buddha untuk merealisasikannya.
Mettacittena,
Luis
Boleh di-debat... apakah Petapa Asita (Kaladevala) adalah seorang anagami atau bukan ?
jawabannya bukan, Petapa Asita terlahir kembali di alam itu berkat kekuatan jhana bukan karena pencapaian Anagami. ingat sewaktu itu belum ada Buddha yang mengajarkan Dhamma, bahkan itulah yang menyebabkan Petap Asita menangis saat melihat Bayi Siddhatta, yaitu, karena ia tahu bahwa ia musthail dapat mendengarkan Dhamma Sang Buddha.
siapa pun yang bermeditasi dengan obyek-obyek arupa dan mencapai jhana-jhana landasan ruang tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas, landasan kekosongan, dan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, akan terlahir kembali di salah satu alam arupa brahma sesuai pencapaiannya.
apakah ada referensi-nya kalau di jaman kekosongan ajaran, maka tidak ada pencapaian sotapanna, sakadagami ataupun anagami ?
5.27. ‘Dalam Dhamma dan disiplin apa pun di mana tidak ditemukan Jalan Mulia Berfaktor Delapan, tidak akan ditemukan petapa tingkat pertama, ke dua, ke tiga atau ke empat.81 Tetapi petapa demikian, tingkat pertama, ke dua, ke tiga atau ke empat dapat ditemukan dalam Dhamma dan disiplin Jalan Mulia Berfaktor Delapan. Sekarang, Subhadda, dalam Dhamma dan disiplin ini, Jalan Mulia Berfaktor Delapan ditemukan, dan di dalamnya dapat ditemukan petapa-petapa tingkat pertama, ke dua, ke tiga dan ke empat. Dalam aliran-aliran lainnya tidak ada petapa-petapa [sejati]; tetapi jika di dalam yang satu ini, para bhikkhu hidup menjalani kehidupan sempurna, dunia ini tidak akan kekurangan Arahat.’
Dalam alam ini terlahir kembali tihetuka puthujjana. Manusia dengan tiga akar (akar ketidakserakahan, ketidakbencian, dan ketidakbodohan) dan para makhluk mulia seperti Sotàpanna (Pemenang Arus), Sakadàgàmi (Yang Sekali Kembali) dan Anàgàmi (Yang Tak Kembali) yang telah mencapai Arupa Jhàna.
Tidak semua yang terlahir di sana adalah para Ariya. Ada yang masih puthujjana. Menurut saya, referensi di atas tidak menjelaskan Petapa Asita terlahir sebagai Ariya atau tihetuka putthujjana. Kemungkinan besar masih sebagai tihetuka putthujana, karena pada masa itu Dhamma yang diajarkan Buddha Kassapa sudah "menghilang", jadi tidak ada orang yang merealisasikan tingkat kesucian kecuali Paccheka Buddha. Dengan beliau menangis, menurut saya jadi indikasi kalau beliau "belum merealisasikan tingka kesucian" dan akan kehilangan kesempatan untuk belajar dari Sang Buddha untuk merealisasikannya.
Mettacittena,
Luis
Boleh di-debat... apakah Petapa Asita (Kaladevala) adalah seorang anagami atau bukan ?
jawabannya bukan, Petapa Asita terlahir kembali di alam itu berkat kekuatan jhana bukan karena pencapaian Anagami. ingat sewaktu itu belum ada Buddha yang mengajarkan Dhamma, bahkan itulah yang menyebabkan Petap Asita menangis saat melihat Bayi Siddhatta, yaitu, karena ia tahu bahwa ia musthail dapat mendengarkan Dhamma Sang Buddha.
siapa pun yang bermeditasi dengan obyek-obyek arupa dan mencapai jhana-jhana landasan ruang tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas, landasan kekosongan, dan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, akan terlahir kembali di salah satu alam arupa brahma sesuai pencapaiannya.
apakah ada referensi-nya kalau di jaman kekosongan ajaran, maka tidak ada pencapaian sotapanna, sakadagami ataupun anagami ?
referensinya adalah:Quote from: DN 16 Maha Parinibbana Sutta5.27. ‘Dalam Dhamma dan disiplin apa pun di mana tidak ditemukan Jalan Mulia Berfaktor Delapan, tidak akan ditemukan petapa tingkat pertama, ke dua, ke tiga atau ke empat.81 Tetapi petapa demikian, tingkat pertama, ke dua, ke tiga atau ke empat dapat ditemukan dalam Dhamma dan disiplin Jalan Mulia Berfaktor Delapan. Sekarang, Subhadda, dalam Dhamma dan disiplin ini, Jalan Mulia Berfaktor Delapan ditemukan, dan di dalamnya dapat ditemukan petapa-petapa tingkat pertama, ke dua, ke tiga dan ke empat. Dalam aliran-aliran lainnya tidak ada petapa-petapa [sejati]; tetapi jika di dalam yang satu ini, para bhikkhu hidup menjalani kehidupan sempurna, dunia ini tidak akan kekurangan Arahat.’
pada masa kekosongan ajaran apakah ada yg mempraktikkan JMB8?
Dalam alam ini terlahir kembali tihetuka puthujjana. Manusia dengan tiga akar (akar ketidakserakahan, ketidakbencian, dan ketidakbodohan) dan para makhluk mulia seperti Sotàpanna (Pemenang Arus), Sakadàgàmi (Yang Sekali Kembali) dan Anàgàmi (Yang Tak Kembali) yang telah mencapai Arupa Jhàna.
Tidak semua yang terlahir di sana adalah para Ariya. Ada yang masih puthujjana. Menurut saya, referensi di atas tidak menjelaskan Petapa Asita terlahir sebagai Ariya atau tihetuka putthujjana. Kemungkinan besar masih sebagai tihetuka putthujana, karena pada masa itu Dhamma yang diajarkan Buddha Kassapa sudah "menghilang", jadi tidak ada orang yang merealisasikan tingkat kesucian kecuali Paccheka Buddha. Dengan beliau menangis, menurut saya jadi indikasi kalau beliau "belum merealisasikan tingka kesucian" dan akan kehilangan kesempatan untuk belajar dari Sang Buddha untuk merealisasikannya.
Mettacittena,
Luis
Boleh di-debat... apakah Petapa Asita (Kaladevala) adalah seorang anagami atau bukan ?
jawabannya bukan, Petapa Asita terlahir kembali di alam itu berkat kekuatan jhana bukan karena pencapaian Anagami. ingat sewaktu itu belum ada Buddha yang mengajarkan Dhamma, bahkan itulah yang menyebabkan Petap Asita menangis saat melihat Bayi Siddhatta, yaitu, karena ia tahu bahwa ia musthail dapat mendengarkan Dhamma Sang Buddha.
siapa pun yang bermeditasi dengan obyek-obyek arupa dan mencapai jhana-jhana landasan ruang tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas, landasan kekosongan, dan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, akan terlahir kembali di salah satu alam arupa brahma sesuai pencapaiannya.
apakah ada referensi-nya kalau di jaman kekosongan ajaran, maka tidak ada pencapaian sotapanna, sakadagami ataupun anagami ?
referensinya adalah:Quote from: DN 16 Maha Parinibbana Sutta5.27. ‘Dalam Dhamma dan disiplin apa pun di mana tidak ditemukan Jalan Mulia Berfaktor Delapan, tidak akan ditemukan petapa tingkat pertama, ke dua, ke tiga atau ke empat.81 Tetapi petapa demikian, tingkat pertama, ke dua, ke tiga atau ke empat dapat ditemukan dalam Dhamma dan disiplin Jalan Mulia Berfaktor Delapan. Sekarang, Subhadda, dalam Dhamma dan disiplin ini, Jalan Mulia Berfaktor Delapan ditemukan, dan di dalamnya dapat ditemukan petapa-petapa tingkat pertama, ke dua, ke tiga dan ke empat. Dalam aliran-aliran lainnya tidak ada petapa-petapa [sejati]; tetapi jika di dalam yang satu ini, para bhikkhu hidup menjalani kehidupan sempurna, dunia ini tidak akan kekurangan Arahat.’
pada masa kekosongan ajaran apakah ada yg mempraktikkan JMB8?
Apakah Pacceka Buddha juga mempraktekkan JMB8 ?
Alasannya ???Oooh .... pantas diantara ke 5 pertapa
terdapat 1 pertapa yg lebih tua (terlihat rambutnya yg putih)
Petapa yg dilukisakan sebagai pertapa Kondana ....
seingat saya malah yang paling muda
Dalam alam ini terlahir kembali tihetuka puthujjana. Manusia dengan tiga akar (akar ketidakserakahan, ketidakbencian, dan ketidakbodohan) dan para makhluk mulia seperti Sotàpanna (Pemenang Arus), Sakadàgàmi (Yang Sekali Kembali) dan Anàgàmi (Yang Tak Kembali) yang telah mencapai Arupa Jhàna.
Tidak semua yang terlahir di sana adalah para Ariya. Ada yang masih puthujjana. Menurut saya, referensi di atas tidak menjelaskan Petapa Asita terlahir sebagai Ariya atau tihetuka putthujjana. Kemungkinan besar masih sebagai tihetuka putthujana, karena pada masa itu Dhamma yang diajarkan Buddha Kassapa sudah "menghilang", jadi tidak ada orang yang merealisasikan tingkat kesucian kecuali Paccheka Buddha. Dengan beliau menangis, menurut saya jadi indikasi kalau beliau "belum merealisasikan tingka kesucian" dan akan kehilangan kesempatan untuk belajar dari Sang Buddha untuk merealisasikannya.
Mettacittena,
Luis
Boleh di-debat... apakah Petapa Asita (Kaladevala) adalah seorang anagami atau bukan ?
jawabannya bukan, Petapa Asita terlahir kembali di alam itu berkat kekuatan jhana bukan karena pencapaian Anagami. ingat sewaktu itu belum ada Buddha yang mengajarkan Dhamma, bahkan itulah yang menyebabkan Petap Asita menangis saat melihat Bayi Siddhatta, yaitu, karena ia tahu bahwa ia musthail dapat mendengarkan Dhamma Sang Buddha.
siapa pun yang bermeditasi dengan obyek-obyek arupa dan mencapai jhana-jhana landasan ruang tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas, landasan kekosongan, dan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, akan terlahir kembali di salah satu alam arupa brahma sesuai pencapaiannya.
apakah ada referensi-nya kalau di jaman kekosongan ajaran, maka tidak ada pencapaian sotapanna, sakadagami ataupun anagami ?
referensinya adalah:Quote from: DN 16 Maha Parinibbana Sutta5.27. ‘Dalam Dhamma dan disiplin apa pun di mana tidak ditemukan Jalan Mulia Berfaktor Delapan, tidak akan ditemukan petapa tingkat pertama, ke dua, ke tiga atau ke empat.81 Tetapi petapa demikian, tingkat pertama, ke dua, ke tiga atau ke empat dapat ditemukan dalam Dhamma dan disiplin Jalan Mulia Berfaktor Delapan. Sekarang, Subhadda, dalam Dhamma dan disiplin ini, Jalan Mulia Berfaktor Delapan ditemukan, dan di dalamnya dapat ditemukan petapa-petapa tingkat pertama, ke dua, ke tiga dan ke empat. Dalam aliran-aliran lainnya tidak ada petapa-petapa [sejati]; tetapi jika di dalam yang satu ini, para bhikkhu hidup menjalani kehidupan sempurna, dunia ini tidak akan kekurangan Arahat.’
pada masa kekosongan ajaran apakah ada yg mempraktikkan JMB8?
Apakah Pacceka Buddha juga mempraktekkan JMB8 ?
menurut saya Pacceka Buddha juga mempraktikkan JMB8, tapi setelah mengetahui dan mempraktikkannya seorang Pacceka Buddha tidak menegakkan pengajaran Sasana selayaknya seorang Sammasambuddha. anyway, Petapa Asita juga jelas bukan seorang Paccekabuddha