Buddhisme dan Kehidupan > Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film

MENYELAM KE DASAR BATIN –Master Cheng Yen

<< < (2/3) > >>

Lily W:
Belajar dari Tumbuhan Padi
 
Buddha sering mengingatkan siswa-siswanya supaya tidak cepat puas dengan kemajuan batin yang telah dicapai. Kita harus bersikap seperti padi, makin matang dan berisi semakin merunduk.
 
Menjalani hidup dengan arif mencakup perilaku yang ramah dan lemah-lembut. Dengan kearifan, engkau dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang lurus dan yang menyimpang; tetapi tanpa welas-asih, engkau tidak akan mengalami hidup yang indah dan menyenangkan.
 
Tujuan utama kita adalah mencapai keadaan tanpa-aku. Jika engkau dapat mengendalikan batinmu sendiri dan menghargai orang lain, maka mereka akan menerima dan menghargaimu.
 
Hanya mereka yang menghargai diri sendiri, memiliki keberanian untuk melenyapkan egonya.
 
Dalam usaha untuk menghapus keakuan, kita harus menggunakan mata dan telinga orang lain sebagai ukuran. Lebih dari sekedar tidak menyakiti, belajarlah untuk membuat hati dan pikiran mereka berbahagia.
 
Jika engkau dapat membiarkan sebutir pasir menyakiti jari-jari kakimu dan sebutir kerikil menusuk hatimu, maka tak perlu diragukan lagi engkau tidak akan mudah jatuh oleh kejadian yang tidak menyenangkan.
 
Banyak orang yang tidak dapat menundukkan kepala mereka, didorong oleh rasa bangga-diri melihat prestasi yang dibuat di masa lalu.
 
Melihat kekerdilan diri adalah kearifan, merasa diri penting adalah keterikatan.
 
Orang sering dihinggapi rasa khawatir karena keterikatan mereka pada ego. Mereka menaruh ego sebagai titik pusat dalam pola pikir mereka, dan memberinya prioritas utama. Hal ini bukan hanya membuat mereka menderita, tetapi membawa serta orang-orang di sekitar mereka masuk ke dalam penderitaan. Hanya dengan melupakan ego, kita dapat memperoleh tubuh dan pikiran yang sehat, serta bisa memandang hidup ini dengan lebih bahagia.
 
Melakukan sembah-sujud adalah salah satu disiplin-diri. Ia akan mengurangi keterikatan pada “aku”, melemahkan tiga racun – keserakahan, kebencian, dan kebodohan, dan menghapus keangkuhan.
 
Cinta memang mengandung suatu kekuatan, tapi ia tidak cukup denga dirinya sendiri. Engkau harus pula memiliki kesabaran, sehingga tidak menyakiti orang lain.
 
Dalam pergaulan, perhatikanlah suara dan tingkah-lakumu. Kata-kata yang tepat, tekanan, dan sikap – pelajarilah semua itu dengan tekun dan sabar.
 
Satu hal yang paling mendasar bagi siswa yang berlatih adalah kesabaran dan hati yang bersih, karena bekal suatu latihan adalah diri sendiri.
 
Tidak punya uang, orang menderita. Punya uang, orang masih juga merasa susah. Terlalu sibuk atau bosan karena tidak ada yang dapat dikerjakan, sama membuat orang menderita. Siapakah yang tidak menderita di dunia ini? Tapi semua itu lebih disebabkan oleh tiadanya kesabaran. Penderitaan akan terasa lebih berat bagi mereka yang tidak dapat menghadapi masa-masa sulit dengan sabar.
 
Untuk dapat hidup dengan nyaman di dunia ini, milikilah kesabaran dan pengendalian diri.
 
Menahan penderitaan bukanlah cara terbaik. Apabila engkau telah memiliki kesabaran sedemikan hingga batinmu dapat menerima selaksa beban tanpa mengeluh, kita akan merasakan bahwa penderitaan itu adalah hal yang biasa.
 
Pertahankanlah integritas dan ketulusan hatimu dalam setiap tindakan. Kembangkanlah pengertian dan sikap lemah-lembut kepada sesamamu. Tunjukkanlah batin yang toleran dan mencerminkan pencerahan spiritual, dalam perilakumu.
 
Orang bijaksana memiliki batin yang teguh dan lemah lembut sekaligus. Keteguhannya terlihat dalam kelembutannya, dan di dalam keteguhan itu tercakup kelembutan. Kelembutannya menentramkan, sementara keteguhannya menguatkan.
 
Buddha bersabda kepada Rahula, putera Pangeran yang menanyakan warisannya, “Akan kuberikan segala milikku untukmu. Jika semua harta milik kerajaan dapat hancur dan rusak, maka Dharma yang akan kuberikan kepadamu, yaitu welas-asih dan kesabaran – kearifan yang lahir dari pencerahan – merupakan berkah dan kekayaan yang abadi.”
 
Jika setiap orang dapat berlaku sabar dan penuh welas-asih kepada sesamanya, maka seluruh dunia akan diliputi cahaya “kasih universal” yang hangat dan penuh berkah.
 
Berpaculah dengan waktu dalam “berbuat baik”. Berpaculah dengan diri sendiri, karena persaingan dengan orang lain akan cepat berbuah menjadi ajang saling menyakiti, yang dipenuhi hawa permusuhan.
 
Persaingan merupakan ladang subur bagi kejahatan. Dimana ada persaingan, di sana ada perbedaan antara sebelum dan sesudah, atas dan bawah, menang dan kalah. Maka ketenangan batin akan sukar dicapai.
 
Tanpa batin yang hening dan tenang, engkau tidak akan melihat kebenaran dengan jernih.
 
Berlatihlah agar batinmu tidak terlalu terikat dan membeda-bedakan. Jika engkau menarik batas yang jelas antara “milikmu” dan “milikku”, dan mulai mengejar apa yang kau sukai dengan penuh nafsu dan rasa cemburu, maka kemampuanmu untuk memahami orang lain akan berkurang. Dan benturan pun terjadi di mana-mana.
 
Sering orang berkata, “Berjuanglah agar dapat bertahan hidup.’ Pada kenyataannya, mereka yang memiliki kemampuan untuk itu sering pula membahayakan hidup orang lain.
 
Latihlah batinmu dengan baik, bukan untuk mencari kemasyhuran. Apa yang engkau peroleh dari dunia hanyalah perbandingan-perbandingan yang semu, sedangkan yang akan kau peroleh dari latihan dan mawas-diri adalah sesuatu yang nyata.
 
Banyak orang membandingkan dirinya dengan orang lain, dan terbelenggu oleh keinginan untuk mencapai kemasyuhran dan kekayaan. Berhentilah membanding-bandingkan, mulailah melepaskan diri dari belenggu keinginanmu.
 
Kata “harmoni” akan membawa sukses di dalam usaha apapun.

 _/\_ :lotus:

F.T:
Penderitaan sebagai Ajang Latihan

Bila berada di tengah-tengah gossip dan lingkungan yang buruk, pertahankanlah
batinmu agar tetap dapat mengerti dan memaafkan.

Tidak ada yang mudah di dunia ini. Lagi pula, tidak ada gunanya menjadi martir
di lingkungan yang baik.

Dalam agama Buddha, lingkungan yang buruk dianggap sebagai “ajang latihan
tambahan.” Bergembiralah bila dihadapkan pada kondisi demikian, meskipun tidak
usah sengaja mencarinya.

Anggaplah segala kesukaran yang kau temui dalam hubunganmu dengan sesama
sebagai ujian. Sebilah pedangpun perlu diasah supaya tajam, dan sepotong batu
jade juga perlu digosok agar berkilau.

Berlatihlah, kendalikan dan tempa dirimu, disiplinkan, serta tenangkan
pikiranmu yang selalu bergerak. Latihlah batinmu agar tetap hening sekalipun
berada di tengah lingkungan yang kacau.

Berlatihlah setiap menit, tiap detik, hari demi hari, hingga tahun berganti
tahun, terus- menerus tanpa henti. Anggaplah setiap pekerjaan dan tindakan kita
sebagai latihan.

Banyak orang terpenjara oleh pandangan keliru dan menaruh egonya sebagai pusat
dunia. Mereka yang berada di dekatnya lebih dihargai ketimbang yang berada jauh
darinya.

Memang sulit bagi kita untuk melihat diri sendiri. Kita telah terbiasa membuka
mata mengawasi orang-orang di keliling, mengkritik dan menilai, lalu berteori
panjang-lebar tentang urusan-urusan duniawi, tanpa betul-betul mengetahui bahwa
kitapun termasuk di dalamnya. Hanya jika kita dapat melihat “diri” sendiri dan
menelitinya seperti kita meneliti orang lain, maka kita dapat membedakan dengan
jelas antara teori dengan kenyataan.

Maafkanlah mereka yang menyakitimu. Jangan menjadi orang yang mudah
tersinggung.

Jika engkau tidak dapat mempercayai kebaikan orang lain, maka sulit bagimu
untuk mencintai ataupun memaafkan kesalahan mereka.

Dengan tidak mempercayai orang lain, engkau telah kehilangan sebagian rasa
percaya dirimu. Bila engkau tidak mempercayai seisi dunia ini, rasa percaya
dirimu pun akan turut pudar.

Anggaplah celaan sebagai nasehat, dan pujian sebagai peringatan. Pandanglah
penolakan sebagai sarana mawas-diri, dan kesalahan sebagai pengalaman. Setiap
kritik adalah pelajaran yang berharga.

Mereka mencela saya, mereka tidak mengerti saya, mereka menghina saya, dan
saya tetap merasa bergembira. Saya berterima-kasih kepada mereka karena telah
membantu latihan saya.

Batin yang bersih dan bening tidak takut menghadapi hinaan, ia tetap tenang
dan baik. Tanpa memperdulikan betapa orang lain berlaku jahata, kita bahkan
menganggapnya sebagai kesempatan untuk menempa batin sendiri.

Bila menjumpai kesalahan, ubahlah ia hingga menjadi benar. Bila menjumpai
kejahatan, ubahlah ia menjadi kebaikan. Bila mendengar gossip tentang dirimu,
dengarlah itu sebagai suatu kesempatan untuk berlatih. Jangan biarkan mereka
tumbuh liar menjadi rumpun-ilalang kebodohan di dalam batinmu.

Masyarakat bisa tenang hanya jika setiap orang telah melenyapkan keangkuhan,
keterikatan pada “diri”, dan kebodohan.

Jangan membuat gossip tentang orang-orang atau kejadian. Karena pada
hakikatnya, alam semesta dan segala isinya adalah manifestasi dari Tripitaka.
(Tripitaka = kitab suci umat Buddha yang terdiri atas tiga bagian, yaitu
sutra, vinaya dan abhidharma)

F.T:
Belenggu dan Bodhi

Dalam hidup ini, penyebab tidak harmonisnya hubungan kita dengan orang lain
adalah “keserakahan, kebencian dan kebodohan.” Tiga akar pikiran buruk inilah
yang menimbulkan kesulitan terus-menerus.

Keinginan adalah lubang yang tak berdasar, keserakahan tidak mengenal batas.
Keinginan “mencari” timbul dari pikiran untuk “memiliki”. Selanjutnya akan ada
kesenangan sementara karena memperoleh sesuatu, dan penderitaan karena
kehilangan sesuatu.

Benda yang ada di bawah hidung ini sungguh lebih luas dan dalam daripada
lautan : mulut sekecil apapun tidak pernah dapat terpuasi.

Dari keinginan, terjadi banyak perubahan. Apa yang kita miliki selalu
bertambah dan berkurang setiap harinya, dari tahun ke tahun. Kesenangan duniawi
yang semu sungguh menjemukan bagi orang bijaksana.

Di dunia ini, adakah sesuatu yang berjalan sepenuhnya menurut kehendak kita?
Kita tidak memperoleh apa yang kita sukai, yang kita peroleh tidak memuaskan
kita. Dari keinginan timbul penderitaan. Untuk mengurangi penderitaannya,
seseorang harus mengenal rasa cukup dan mengetahui saatnya untuk berhenti.

Dalam menjalani kehidupan ini, mereka yang memiliki ambisi besar harus
menggunakan energi yang besar pula untuk memuaskan kebutuhan mereka, sementara
mereka yang memiliki ambisi dan keingan sewajarnya, tidak banyak bercemas-diri
dan dapat menjalani hidupnya dengan tenang.

Pikiran yang baik menunjukkan batin yang bersih. Jika pikiran yang penuh
keinginan dibiarkan terus berkembang, ia akan mengotori batin. Bersihkanlah
batin dengan mengendalikan keinginan-keinginanmu. Bila batinmu bebas dari
keserakahan, segala sesuatunya jadi mudah, jalan menuju ketenangan dan kebebasan
terbuka sudah.

Apa yang kita sebut belenggu bukanlah suatu benda, melainkan keadaan batin
seseorang yang tidak pernah puas.

Kaya atau miskin, hina atau terhormat, tidak seorang pun dapat terlepas dari
penderitaan dan belenggu kehidupan.

Jangan terlalu terikat pada segala sesuatu. Alam semesta dan segala isinya
tidak lebih dari gabungan Empat Unsur (tanah, air, api dan udara). Kombinasi
unsur-unsur ini selalu berubah, tidak kekal, kotor, mengandung benih
penderitaan, dan tidak memiliki substansi.

Pada dasarnya, mahkluk hidup mampu membebaskan diri dari kemelekatan, untuk
mencapai kehidupan yang harmonis, bahagia, damai dan tenteram. Tapi semuanya
menjadi berantakan akibat prinsip yang menekankan “mengumpulkan
sebanyak-banyaknya demi laba”. Maka keterikatan datang dan kejahatan lahir,
semua karena “hasrat tak pernah terpuaskan”

Semua mengejar “kepunyaan”. Apa itu “kepunyaan”? Menjadi terjerat, itulah
“kepunyaan”

Janganlah berlebih-lebihan di kala menghadapi keperihan. Jika batinmu resah,
tak akan ada pembebasan.

Kubur keterikatan batin masa lampau, dan lahirkanlah kebebasan hari ini.

Berlatihlah hingga batinmu mencapai keheningan. Dengan batin yang tenang dan
hening, engkau dapat mengendalikan diri dalam situasi apapun.

Jika engkau dapat menerima segala sesuatu sebagaimana adanya, engkau tidak
akan takut atau khawatir terhadap penderitaan.

Supaya hidupmu bahagia, jangan biarkan hubunganmu dengan sesama diwarnai oleh
pembicaraan yang tidak bermakna. Batinmu akan terbelenggu dan ternoda.

Perluas wawasan pikiranmu, dan engkau dapat melepaskan belenggu dengan wajar.
Mengapa orang terbelenggu? Karena wawasan pikirannya terlalu sempit, sehingga ia
tidak dapat menerima orang lain yang tidak “aku” sukai atau yang lebih daripada
“aku”

Marah adalah belenggu bagi dirimu dan orang lain. Ke dalam, engkau menumbuhkan
kegelisahan di dalam hatimu; ke luar, engkau membuat susah dan menanamkan benih
permusuhan di hati orang lain.

Belenggu batin muncul dalam hubungan kita dengan sesama, saat itulah kita
harus mengatasinya.

Hadapilah segala penderitaan dan kesulitan hidup sebahai sesuatu yang
“menyemarakkan” hidupmu, sebagai guru yang baik.

Menjalani hidup dari hari ke hari sama seperti membuka halaman baru sebuah
buku; orang-orang, kejadian, atau kekhawatiran yang kau jumpai setiap hari
adalah paragraf-paragraf yang ada di dalamnya.

Melalui kesulitan kita peroleh kearifan. Tapi ingat, hanya kesulitan macam itu
yang berguna.

Ada sebuah koan yang menunjukkan betapa rasa takut dan khawatir mengenai
hal-hal yang umum adalah manifestasi dari keterikatan yang dungu :
Ketika sedang bermeditasi, tiba-tiba seorang guru Zen melihat suatu figure
tanpa kepala. Ia berkata : “Tapa kepala, tidak pernah sakit kepala.” Selesai
bicara begitu, pemandangan itu lenyap. Tidak berapa lama, ia melihat sebuah
kepala dan kaki-tangan tanpa badan. Ia berkata ; “Tanpa hati dan perut, tidak
ada rasa lapar dan khawatir.” Kemudian itupun lenyap. Menyusul muncul dalam
benaknya, tubuh dan kepala tanpa kaki, dan ia berkata : “Tanpa kaki, tidak
berlari-lari dalam kebingungan.”
Akhirnya semua penampakan itu lenyap, guru Zen mencapai pencerahan…. Ternyata
noda-noda batin tidak memiliki substansi.

Penderitaan adalah Bodhi (Bodhi = Pencerahan)

Riky_dave:
_/\_

Mas Tidar:
 _/\_ _/\_ _/\_

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

[*] Previous page

Go to full version