[at] Pinguin
Boleh nambahin kok.
Mengenai kisah berkumpulnya 1.250 Arahanta, begini kisahnya...
------------------------------------
Sang Buddha dihormati oleh manusia, deva, brahma, makhluk halus; dan bahkan juga oleh hewan sekalipunSetelah Sang Buddha mengutus para siswa-Nya yang berjumlah 60 orang Arahanta pergi membabarkan Dhamma, Sang Buddha juga pergi mengembara sendirian untuk membabarkan Dhamma. Dalam mengemban tugas misionaris ini, para siswa Sang Buddha seringkali menyadarkan orang-orang yang memiliki sedikit debu di matanya, sehingga banyak orang yang juga berminat untuk menjalani penghidupan suci sebagai bhikkhu. Untuk menahbiskan seseorang menjadi bhikkhu, pada awalnya calon bhikkhu itu diajak oleh siswa Sang Buddha untuk menemui Sang Buddha. Setelah bertemu dengan Sang Buddha, kemudian Beliau menahbiskan mereka menjadi bhikkhu dengan ucapan "
Ehi, bhikkhu!" (artinya: "Marilah, bhikkhu!"; ucapan sambutan kepada bhikkhu yang baru saja bergabung dalam penghidupan suci di bawah Ajaran dan Disiplin). Begitulah pada awalnya Sang Buddha sendiri yang menahbiskan bhikkhu-bhikkhu baru dalam masa misionaris ini.
Suatu hari ketika Sang Buddha mengembara dan berdiam di Hutan Kappasika, ada serombongan pangeran Bhaddavaggiya beserta istri mereka yang melewati daerah itu. Salah satu pangeran tidak memiliki istri, makanya ia membawa seorang wanita penghibur untuk ikut bersamanya. Namun wanita penghibur itu membuat serombongan pangeran Bhaddavaggiya dan istri mereka mabuk dan terlelap. Di saat inilah, wanita penghibur itu mengambil semua harta dan perhiasan mereka, lalu kabur tanpa meninggalkan bekas. Ketika serombongan pangeran Bhaddavaffiya dan istri mereka tersadar, keributan terjadi di antara mereka. Mereka sibuk menyalahkan satu sama lain, dan kalang-kabut mencari wanita penghibur itu.
Dalam kondisi ini, mereka melihat Sang Buddha yang sedang bermeditasi di bawah pohon. Mereka pun menyapa dan bertanya kepada Sang Buddha apakah melihat wanita penghibur itu. Menanggapi hal ini, Sang Buddha justru bertanya kepada mereka semua; "Mana yang lebih penting; mencari wanita penghibur itu atau mencari jati diri sendiri?". Tiga puluh pangeran Bhaddavaggiya pun menjawab bahwa lebih penting untuk mencari jati diri sendiri. Karena itu, Sang Buddha kemudian memberikan khotbah Dhamma kepada mereka semua. Dan di akhir khotbah ini, mereka mencapai berbagai tingkat kesucian, seperti Sotapanna, Sakadagami dan Anagami. Sejak itu, mereka semua ditahbiskan menjadi bhikkhu oleh Sang Buddha; juga dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!".
Suatu waktu Sang Buddha mengembara dan sampai di daerah kediaman Petapa Uruvela Kassapa. Uruvela Kassapa adalah seorang petapa yang sangat tersohor kala itu, dan banyak orang yang percaya bahwa dia adalah seorang petapa suci (Arahanta). Sang Buddha meminta izin untuk bermalam di gubuknya, dan Uruvela Kassapa pun mengizinkannya. Di dalam gubuk itu, ada seekor naga yang ganas. Pada malam harinya, naga itu menyerang Sang Buddha dengan semburan api. Namun Sang Buddha bisa menjinakkan naga itu.
Pada keesokan harinya, petapa Uruvela Kassapa terkejut melihat bahwa Sang Buddha masih hidup meskipun tinggal di dalam gubuk itu. Melihat naga itu mampu dijinakkan oleh Sang Buddha, maka Uruvela Kassapa mengizinkan Sang Buddha untuk tinggal di tempatnya. Sang Buddha berdiam di daerah kediaman Uruvela Kassapa ini selama kurang lebih 3 bulan. Selama jangka waktu ini, Sang Buddha seringkali menunjukkan berbagai kesaktian untuk menanggalkan kesombongan yang ada di dalam diri Uruvela Kassapa. Pada suatu hari yang tepat, Sang Buddha dengan tegas menyatakan secara empat mata kepada Uruvela Kassapa, bahwa petapa Uruvela Kassapa bukanlah seorang Arahanta. Menyadari hal ini, petapa Uruvela Kassapa pun mengakuinya dan memohon ditahbiskan menjadi bhikkhu. Sang Buddha menghimbaunya untuk memikirkannya matang-matang, sebelum memutuskan untuk menjadi siswa-Nya. Setelah berdiskusi dengan 500 muridnya, maka petapa Uruvela Kassapa dan seluruh muridnya akhirnya memutuskan untuk menjadi bhikkhu di bawah Sang Buddha. Mereka semua mencukur rambut dan janggut, lalu membuang semua pelengkapan ritual penyembahan api ke Sungai Neranjara. Kemudian semuanya pun ditahbiskan dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!" oleh Sang Buddha.
Nadi Kassapa, adik pertama dari Uruvela Kassapa, yang tinggal di bagian hilir Sungai Neranjara melihat banyak perlengkapan ritual penyembahan api yang hanyut. Ia pun bergegas ke tempat kediaman kakaknya, Uruvela Kassapa. Melihat bahwa kakaknya sudah menjadi bhikkhu, Nadi Kassapa pun bertanya tentang manfaat menjadi bhikkhu kepada kakaknya. Setelah mendapat penjelasan dari Uruvela Kassapa, maka Nadi Kassapa dan 300 muridnya juga ikut bergabung menjadi bhikkhu dan ditahbiskan langsung oleh Sang Buddha dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!". Melihat kedua kakaknya telah menjadi bhikkhu, adik bungsu dari Uruvela Kassapa yang bernama Gaya Kassapa, juga menyusul jejak kedua kakaknya. Gaya Kassapa dan 200 muridnya juga ditahbiskan menjadi bhikkhu oleh Sang Buddha dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!".
Setelah Kassapa bersaudara dan 1.000 bhikkhu lain berkumpul, Sang Buddha mengajak mereka semua pergi ke Gayasisa. Di sana Sang Buddha membabarkan khotbah Dhamma - Adittapariyaya Sutta kepada para bhikkhu. Di akhir khotbah ini, Kassapa bersaudara dan 1.000 bhikkhu pun mencapai Pembebasan dan menjadi Arahanta.
Uruvela Kassapa dan pengikutnya beralih-keyakinan menjadi murid Sang Buddha; kemudian disusul pula oleh Nadi Kassapa dan Gaya Kassapa beserta semua pengikutnyaSetelah membimbing Kassapa bersaudara dan 1.000 bhikkhu mencapai tingkat Arahat, Sang Buddha mengajak mereka semua pergi ke Rajagaha. Sesuai janji yang pernah dibuat dahulu, kini setelah mencapai Pencerahan Sempurna maka Sang Buddha akan mengunjungi kembali Raja Bimbisara. Mengetahui bahwa Sang Buddha dan para bhikkhu telah sampai di Rajagaha dan berdiam di hutan, maka Raja Bimbisara bersama dengan ribuan brahmana di seluruh penjuru Kota Rajagaha mendatangi Sang Buddha. Suasana kala itu penuh keramaian, karena semua orang sedang membicarakan tentang Uruvela Kassapa yang tersohor itu yang kini sudah menjadi bhikkhu. Memahami bahwa para brahmana itu meragukan Sang Buddha dan Uruvela Kassapa, maka Beliau memanggil Uruvela Kassapa dan memintanya untuk menjelaskan mengapa ia menjadi bhikkhu; dan apa manfaatnya setelah menjadi bhikkhu. Uruvela Kassapa menjelaskan dengan rinci bahwa ia menjadi bhikkhu karena melihat bahwa noda batin akan mengakibatkan penderitaan; dan manfaatnya yaitu menikmati kedamaian Nibbana. Setelah mengandaskan keraguan para brahmana, Sang Buddha kemudian memberikan khotbah Dhamma. Pada akhir khotbah, Raja Bimbisara dan seluruh brahmana itu mencapai tingkat kesucian Sotapanna. Raja Bimbisara pun banyak memberikan kontribusi bagi kemajuan pembabaran Dhamma. Salah satunya adalah mendanakan vihara di Hutan Veluvana kepada Sangha.
Demikianlah Sang Buddha mengembara membabarkan Dhamma. Dhamma diterima oleh banyak kalangan dan berbagai kasta. Dalam waktu yang singkat, popularitas Sang Buddha meningkat drastis. Dan semakin banyak orang yang mengagumi dan menghormati Tiratana (Buddha, Dhamma, Sangha).
Pada suatu ketika, sepasang murid dari petapa Sanjaya, yakni Upatissa dan Kolita mengunjungi Sang Buddha. Mereka memohon kepada Sang Buddha untuk ditahbiskan menjadi bhikkhu, dan Sang Buddha pun meluluskannya dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!". Upatissa kemudian lebih dikenal dengan nama Sariputta, dan Kolita lebih dikenal dengan nama Maha Moggalana. Keduanya pun berhasil menjadi Arahanta. Sariputta dan Maha Moggalana sebelumnya juga mampu menarik banyak murid dari petapa Sanjaya untuk menjadi bhikkhu di bawah Sang Buddha. Kesemuanya juga ditahbiskan oleh Sang Buddha dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!".
Suatu malam pada saat Bulan Purnama di Bulan Magha, Sang Buddha sedang duduk bermeditasi di dalam Hutan Veluvana (hutan bambu). Pada saat itu, 1.250 bhikkhu datang berkumpul menuju Sang Buddha. Peristiwa ini dinamakan
Caturangga-sannipata, yaitu pertemuan besar para Arahanta yang terberkahi dengan empat faktor. Empat faktor itu adalah:
1) 1.250 bhikkhu datang berkumpul menuju Sang Buddha tanpa mendapat pemberitahuan terlebih dahulu.
2) 1.250 bhikkhu yang berkumpul semuanya adalah Arahanta.
3) 1.250 bhikkhu yang berkumpul semuanya memiliki 6
abhinna (enam jenis kekuatan batin).
4) 1.250 bhikkhu yang berkumpul semuanya ditahbiskan langsung oleh Sang Buddha dengan ucapan "Ehi, bhikkhu!"
1.250 bhikkhu itu berkumpul untuk memberi hormat kepada Sang Buddha dan sekembalinya mereka dari tugas menyebarkan Dhamma, dan melaporkan hasil penyebaran Dhamma (misionaris) yang telah mereka lakukan itu. Momen peristiwa ini dikenal dengan nama "Magha Puja". Peristiwa ini terjadi setelah 9 bulan sejak malam Pencerahan Sang Buddha.
Sang Buddha dan 1.250 bhikkhu berkumpul di Hutan Veluvana (hutan bambu) di Rajagaha, Ibukota Kerajaan MagadhaPada peristiwa itu Sang Buddha membabarkan prinsip Ajaran-Nya kepada para bhikkhu, yang disebut dengan Ovada Patimokkha. Syair Ovada Patimokkha (Dhammapada XIV : 183-185) yaitu:
"Tidak berbuat kejahatan,
Kembangkan perbuatan baik,
Sucikan pikiran,
Inilah ajaran Para Buddha."
"Kesabaran adalah praktik tapa yang paling tinggi,
Nibbana adalah yang paling tinggi, begitulah yang dinyatakan oleh Para Buddha,
Seseorang yang masih menyakiti orang lain,
Sesungguhnya bukanlah seorang petapa."
"Tidak menghina, tidak menyakiti,
Mengendalikan diri sesuai dengan moralitas,
Makan secukupnya
Hidup di tempat yang sunyi,
Serta bersemangat dalam mengembangkan pikiran yang mulia,
Inilah ajaran Para Buddha."Pada peristiwa malam itu juga, Sang Buddha mengangkat Sariputta dan Maha Moggallana sebagai siswa utama (Aggasavaka) dalam Sangha.
Sariputta dan Maha Moggallana diangkat menjadi siswa utama Sang Buddha (Aggasavaka)