//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663602 times)

0 Members and 7 Guests are viewing this topic.

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1680 on: 07 August 2009, 08:20:23 PM »
Bro Triyana,
saya mohon maaf jika ulasan saya terkesan tidak netral buat Anda. Saya sendiri, sebagai Mahayanis, sudah berusaha senetral mungkin dalam hal ini. Kalau menurut Anda ternyata saya timpang dalam menakar data, saya tidak bermaksud menyinggung Anda, kendati saya masih berpegang (untuk sementara ini) dengan pandangan yang masih lemah ini sampai ada pembuktian yang lebih sahih (menggunakan istilah Anda). Adapun beberapa jawaban saya tentang sanggahan Anda akan kusampaikan di bawah ini.

= Seharusnya saudara tidak gegabah mengatakan ada ketidakkonsistenan dalam Saddharma Pundarika Sutra karena setiap Sutra yang ada sudah diteliti dan dicermati dan terbukti tepat dan benar. Disini anda menjawab bahwa sebenarnya perlu dikaji lebih jauh pada naskah-naskah terjemahan lebih awal, ketimbang hanya pada terjemahan bahasa inggrisnya, perlu saudara ketahui bahwa hal tersebut sudah dilakukan oleh para cendekiawan Buddhis.

Saya sadar sekali soal ini bro., oleh karena itu, ketika saya mengatakan perlu kajian yang lebih cermat, yang saya maksudkan adalah diskusi di dalam forum ini, bukan diskusi secara luas di seluruh dunia. Tentu saja sudah banyak sarjana Buddhis maupun non-Buddhis yang menganalisis sutra ini, namun memang karena saya sampai saat ini belum menemukannya, yang mungkin karena kekurangan pengetahuan saya dalam hal2 demikian. 

Seharusnya saudara dalam menjawab pertanyaan tidak spekulatif tetapi berdasarkan fakta agar tidak menimbulkan fitnah. Hal ini juga untuk menjaga kredibilitas saudara sendiri.

Pertama, jika saya berniat memfitnah, maka seharusnya saya tidak menyebutkan asumsi-asumsi yang kubuat semata-mata spekulatif. Orang yang sedang berusaha memfitnah selalu mengatakan kata-kata adalah kebenaran dengan bertujuan agar orang percaya dengan kata-katanya mengenai sasaran yang akan dijatuhkan. Coba Anda pikiran buat apa seseorang yang sedang berniat memfitnah mengakui bahwa kata-katanya adalah spekulatif belaka :)

Kedua, fitnah dilakukan semata-mata untuk menjatuhkan menjatuhkan sasarannya. Anda boleh percaya atau tidak percaya, saya sama sekali tidak bermaksud menjatuhkan Sutra Teratai. Buat apa saya menjatuhkan sutra yang sebenarnya juga saya kagumi dan sanjung kesuciannya :) Saya bahkan selalu kagum dengan isi dalam sutra ini yang mengatakan bahwa walaupun terdapat tiga yana pada hakikatnya hanya satu yana, yaitu Buddhayana. Terutama lagi, pesan yang terkandung di dalamnya agar tidak melemehkan kebajikan-kebajikan "kecil" demi perkembangan Dharma.

Dalam hal ini yang mengetahui motif saya yang sebenarnya hanya diri saya sendiri, walaupun saya sangat ingin Anda menjadi sama tahu dengan diri saya mengenai motif saya, tapi hal tersebut tidak mungkin karena tidak ada yang bisa menengok langsung ke dalam isi batin seseorang. Jadi apa boleh buat, kalaupun anda tetap menganggap saya sedang berusaha memfitnah, toh saya hanya bisa memberikan penjelasan apa adanya. Semuanya tergantung pada Anda apakah mau meneri atau menolak pembelaan diri saya.   

= Perlu saudara ketahui bahwa terjemahan yang digunakan berasal dari kanon Tiongkok (Taisho Tripitaka 0262) yang telah diakui tepat dan benar.
Ini kabar gembira. Akan lebih positif lagi jika Anda juga menyertakan refrensinya, agar saya juga bisa menikmati kegembiraan yang sama :)

Seperti yang telah saya jelaskan diawal bahwa dimungkinkan ada 2 terjemahan dalam satu Sutra yang sama dikarenakan perbedaan kanon.
Anda sudah jelaskan soal ini. Namun, saya belum menemukan dengan pasti apakah terjemahan N. Kern dan BTTS yang Anda kutip berasal dari sumber yang sama atau tidak. Misalnya, jika sumber terjemahan keduanya berasal dari sumber yang sama, Sutra Teratai terjemahan Kumarajiva ke dalam bahasa Mandarin, maka sungguh aneh jika sumber terjemahannya sama namun isinya berbeda. Seandainya jika demikian, mungkin salah satunya dari terjemahan tersebut kurang akurat atau dua-duanya memang hanya akurat pada sebagian. Dalam hal ini saya tidak mempermasalahkan terjemahan Kumarajiva, namun terjemahan bahasa Inggris dari terjemahan Kumarajiva Sansekerta-Mandarin tersebut. Mohon Anda tidak mempertukarkan antara terjemahan versi bahasa Inggrisnya dengan terjemahan yang dibuat Kumarajiva langsung dari Sansekerta ke bahasa Mandarin. Namun jika sendainya ternyata sumber untuk terjemahan antara keduanya berbeda, misalkan sumber N. Kern berasal dari terjemahan versi lain (Bahasa Jepang misalnya) sedangkan BTTS dari bahasa Mandarin terjemahan Kumarajiva, maka mungkin potensi kesalahannya lebih besar ada pada terjemahannya N. Kern. Maksud saya sebenarnya hanya itu, menunjukkan suatu alur penyelidikan keabsahan suatu teks terjemahan dan kemungkinan-kemungkinannya, bukan benar-benar mengatakan ada kesalahan dalam terjemahan.


Tetapi tidak pernah, saya tegaskan kembali tidak pernah ada kekeliruan dalam Sutra-Sutra tersebut apalagi kekeliruan tentang ke Arahat an Ananda.

Saya menghargai pendirian Anda. Seperti yang saya katakan di atas, uraian saya di atas hanya spekulasi dengan landasan berbagai ragam asumsi yang memang sangat terbuka untuk disanggah siapapu. Keyakinan Anda akan kemurnian sutra-sutra ibarat intan yang keras, sedangkan kata-kata hanyalah seperti kumpulan daun. Mana mungkin kan daun memotong intang  :))

Jadi saudara harus lebih berhati-hati dalam berkomentar.  :)
Karena berhati-hati itulah saya selalu mengatakan di depan bahwa kata-kata adalah "spekulasi" belaka, dan pada setiap bagian tulisan saya selalu menambahkan kata "mungkin" atau "seandainya" di sela-selanya. Tidak cukup berhati-hatikah itu menurut Anda?


Sekali lagi mohon maaf jika uraian saya menyinggung Anda, terimakasih bro Triyana, atas komentarnya yang menarik :)
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1681 on: 07 August 2009, 08:32:16 PM »
ok,

 :backtotopic:

kalau gak salah sekarang sedang membahas tentang dua Ananda, silahkan lanjut.

dharmamitra

  • Guest
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1682 on: 07 August 2009, 09:49:57 PM »
Daripada mulai beralih ke debat kusir yang defensif, mari kita kembali ke persoalan yang sebenarnya. Pertanyaannya yang diajukan oleh bro Indra adalah, apakah benar dalam Sutra Teratai, Ananda dikatakan telah mencapai Kearahatan pada saa Buddha masih hidu? Pertanyaan ini didasarkan pada temuannya pada Bab Satu sutra ini yang memasukkan Ananda dalam list para Arahat. Tentu saja hal ini sebenarnya adalah pertanyaan yang mengusik dan penting. Saya salut dengan ketelitian bro Indra. Menurut saya para Mahayanis (termasuk saya dalam hal ini) tidak perlu menjadi defensif dalam soal demikian, biarlah hitam dikatakan hitam, putih dikatakan putih  :)

kalau dalam tradisi mahayana china, arahat tidaklah selalu berarti arahat sempurna. arahat juga diberi embel-embel arahat tingkat pertama, tingkat kedua, ketiga dan keempat. artinya, kata arahat disamakan dengan kata sravaka (ariya sangha). lihatlah dalam literatur china, jarang sekali ada kata srotapanna dll. ada kemungkinan dalam proses penerjemahan sutra teratai, kata yang dimaksud di sana adalah kata sravaka atau ariya sangha. biasanya mengenai arahat yang disebutkan adalah arahat penuh atau bukan dijelaskan dalam kitab-kitab komentarnya (sastra).
jadi, menurut hemat saya, hal semacam ini tidak perlu diperdebatkan lebih jauh. Ananda di sini sudah jelas seorang sravaka - srotapanna yang merupakan sepupu pangeran Siddharta dan pelayan terdekat Buddha. hal yang lebih penting di sini adalah makna atau dharma yang terkandung dalam sutra itu sendiri. _/\_

peace.. salam damai dalam kasih dharma

dharmamitra

  • Guest
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1683 on: 07 August 2009, 09:57:59 PM »
hal ini juga sedikit banyak dipengaruhi oleh konsep Bodhisattva. kebodhisattvaan sendiri secara umum dibagi menjadi 10 bhumi, dan tidak perduli ada di level bhumi manapun, seseorang tetaplah disebut Bodhisattva. sulit sekali ditemukan kata-kata seperti si X bodhisattva bhumi 10; si A bodhisattva bhumi 1. semuanya disebutkan secara merata sebagai bodhisattva. maka tidaklah mengherankan dalam sutra mahayana, para ariya sangha semua disebut sravaka. dan dalam mahayana, kata sravaka ini sangat identik dengan kata arahat. srotapanna di china biasanya disebut sebagai arahat tingkat 1. mungkin karena orang china suka menyingkat kata, maka sebutan arahat tingkat 1 disingkat menjadi arahat saja; apalagi mengingat sudah menjadi rahasia umum bahwa Ananda mencapai arahat penuh setelah Buddha parinirvana. dilihat dari sisi ini, setidaknya kita mendapatkan pengertian baru dan saya harap semua bisa memaklumi dan menerimanya. polemik-polemik sperti ini tidak akan mengurangi ajaran dharma dalam sutra ini bukan? :)

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1684 on: 07 August 2009, 10:08:46 PM »
Daripada mulai beralih ke debat kusir yang defensif, mari kita kembali ke persoalan yang sebenarnya. Pertanyaannya yang diajukan oleh bro Indra adalah, apakah benar dalam Sutra Teratai, Ananda dikatakan telah mencapai Kearahatan pada saa Buddha masih hidu? Pertanyaan ini didasarkan pada temuannya pada Bab Satu sutra ini yang memasukkan Ananda dalam list para Arahat. Tentu saja hal ini sebenarnya adalah pertanyaan yang mengusik dan penting. Saya salut dengan ketelitian bro Indra. Menurut saya para Mahayanis (termasuk saya dalam hal ini) tidak perlu menjadi defensif dalam soal demikian, biarlah hitam dikatakan hitam, putih dikatakan putih  :)

kalau dalam tradisi mahayana china, arahat tidaklah selalu berarti arahat sempurna. arahat juga diberi embel-embel arahat tingkat pertama, tingkat kedua, ketiga dan keempat. artinya, kata arahat disamakan dengan kata sravaka (ariya sangha). lihatlah dalam literatur china, jarang sekali ada kata srotapanna dll. ada kemungkinan dalam proses penerjemahan sutra teratai, kata yang dimaksud di sana adalah kata sravaka atau ariya sangha. biasanya mengenai arahat yang disebutkan adalah arahat penuh atau bukan dijelaskan dalam kitab-kitab komentarnya (sastra).
jadi, menurut hemat saya, hal semacam ini tidak perlu diperdebatkan lebih jauh. Ananda di sini sudah jelas seorang sravaka - srotapanna yang merupakan sepupu pangeran Siddharta dan pelayan terdekat Buddha. hal yang lebih penting di sini adalah makna atau dharma yang terkandung dalam sutra itu sendiri. _/\_

peace.. salam damai dalam kasih dharma

Berarti dalam tradisi Mahayana Tiongkok, tingkat kesucian Sotapanna, Sakadagami dan Anagami juga bisa disebut tingkat Arahat?

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1685 on: 08 August 2009, 07:18:03 AM »
Di Mahayana, tidak tepat menyebut Srotapanna, Sakrdagamin dan Anagamin sebagai Arhat tingkat 1, 2, atau 3.

Yang biasanya digunakan sutra2 Mahayana adalah para Shravaka / Shravakayana yang merujuk pada 4 tingkat kesucian menuju Arhat. Sedangkan istilah "Arhat" sendiri ya ditujukan pada "Arhat".

Cuman dalam karya aliran Sarvastivada yaitu Abhidharmakosa, Arhat dibagi menjadi 6 tingkat dan kitab Madhyama-agama membagi Arhat menjadi 9 tingkat.

Semua jenis Arhat adalah Asaiksa, dan ada 6 jenis Asaiksa / Arhat:
1. Parihanadharma (mereka yang dapat merosot)
2. Cetanadharma
3. Anuraksanadharma
4. Sthitakampya
5. Prativedhanadharma
6. Akopyadharma (telah sepenuhnya teguh dan tersebrangkan)

Golongan 1 -5 memiliki pikiran yang masih lemah, sedangkan nomor 6 memiliki pikiran yang teguh, tetap dan kuat. Nomor 6 bisa disebut sebgaai Arhat sejati.

Yang umumnya dan paling mudah merosot adalah golongan Parihanadharma. Pencapaian Arhat Parihanadharma hanya sementara [occasionally].

Jey Tsongkhapa mengatakan bahwa aliran Vaibhasika (Sarvastivada) menyatakan bahwa:
1. Parihanadharma Arhat dapat merosot menjadi Anagamin kalau timbul lagi penderitaan alam arupa
2. Parihanadharma Arhat dapat merosot menjadi Sakrdagamin kalau timbul lagi penderitaan alam rupa
3. Parihanadharma Arhat dapat merosot menjadi Srotapanna kalau timbul lagi penderitaan alam kamadhatu

Namun Parihanadharma Arhat tidak dapat merosot lebih jauh dari Srotapanna. Jadi tidak mungkin bagi Arhat untuk kembali lagi jadi prthagjana.

Satu kategori lagi dalam Mahayana adalah Mahayana Arhat yaitu Samyaksambuddha. Ini juga dijelaskan oleh Jey Tsongkhapa.

So.... mungkin saja Ananda termasuk dalam Parihanadharma Arhat?

Karena semua catatan Mahayana menunjukkan bahwa Ananda mencapai pencerahan Arhat Akopyadharma setelah Sang Buddha Parinirvana.

Tambahan: Biasanya dalam sutra2 Mahayana disebutkan tentang pencapaian Bodhisattva yaitu Anuttpatika Dharma-kshanti yang berarti Bodhisattva tingkat ke-8.

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 08 August 2009, 07:21:01 AM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

dharmamitra

  • Guest
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1686 on: 08 August 2009, 11:21:50 AM »
thanks, siip, penjelasan elder lebih lengkap ;). Namun, memang ada yang menyebut srotapanna sebagai arahat tingkat 1. Maksudnya yaitu berada pada tingkat 1 dari 4 tingkat jalur pencerahan arahat. Bila istilah ini dipakai maka biasanya untuk arahat penuh, akan disebut sebagai 'arahat' saja atau arahat tingkat 4. Semoga dengan info ini, nantinya para Dharmabrothers tidak kebingungan bila mendengar atau membaca istilah ini. _/\_

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1687 on: 10 August 2009, 08:48:23 AM »
Mulai ada titik terang  ;D _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1688 on: 11 August 2009, 04:22:33 PM »
Mulai ada titik terang  ;D _/\_

sungguh berbeda memang dengan konsep theravada mengenai apa itu kesucian dan pencerahan...

apabila seorang sotapana dikatakan lahir tidak lebih 7x...
kemudian dalam kehidupan berikutnya mencapai arahat.....
kemudian merosot lagi....kembali jadi sotapana,
naik jadi sakadami kemudian kembali lagi sotapana, terus jadi sammasambuddha, kemudian merosot lagi....demikian terus menerus

apakah arti pencapaian kebahagiaan? apakah arti "akhir-Dukkha" ?
apa yang buddha perjuangkan? nol besar.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1689 on: 11 August 2009, 07:33:11 PM »
Mulai ada titik terang  ;D _/\_

sungguh berbeda memang dengan konsep theravada mengenai apa itu kesucian dan pencerahan...

apabila seorang sotapana dikatakan lahir tidak lebih 7x...
kemudian dalam kehidupan berikutnya mencapai arahat.....
kemudian merosot lagi....kembali jadi sotapana,
naik jadi sakadami kemudian kembali lagi sotapana, terus jadi sammasambuddha, kemudian merosot lagi....demikian terus menerus

apakah arti pencapaian kebahagiaan? apakah arti "akhir-Dukkha" ?
apa yang buddha perjuangkan? nol besar.

Ada dunkzz.......... pencapaian kebahagiaan menurut Sarvastivada dan Sautrantika= Arhat Akopyadharma........

Bahkan kadang orang yang tampaknya berhasil, bahagia, sukses, bijaksana, tenang batinnya, bisa saja jatuh ketika pikirannya lemah. Ini bisa disamakan dengan Parihanadharma Arhat. Dan justru pada saat inilah saya melihat perjuangan kita dites, apakah kita memang sudah dapat mencapai kebahagiaan sejati yaitu menjadi seorang Arhat Akopyadharma yang tidak akan merosot lagi.

Seorang Parihanadharma Arhat dsb tentu dianjurkan untuk berjuang dengan usaha dan penuh semangat untuk menjadi Arhat Akopyadharma (pencapaian kebahagiaan anda bilang!) dengan memperkuat pikirannya. Dan kalau tidak salah di dalam Abhidharmakosa Sarvastivada sendiri dijelaskan. bahwa Arhat Akopyadharma sama dengan pencapaian Samyaksambuddha.

Sarvastivada dan Theravada (lebih tepatnya Mahaviharavasin) sama2 merupakan aliran dalam Shravakayana yang meyakini bahwa pencapaian pencerahan Arhat setara dengan Samyaksambuddha.

Seorang Srotapanna yang menjadi Sakrdagamin lalu menjadi Anagamin, bisa saja langsung menjadi Arhat Akopyadharma, tanpa harus menjadi Arhat Parihanadharma dulu.

Lantas kenapa menurut Sarvastivada, mereka kok bisa merosot?

Klo menurut aliran Sautrantika, tidak ada Arhat yang merosot lagi jd Srotapanna, yang ada adalah perbedaan tingkat "kebahagiaan" (bliss) ketika menjadi Arhat. Dan perlu ditekankan bahwa aliran Sautrantika juga mengajarkan agar seseorang mencapai tingkat Arhat dengan "kebahagiaan sejati" (Akopyadharma), bukan yang "kebahagiaan rendah" (Parihanadharma) semata.

Namun segala macam kemerosotan (baik yang hanya merupakan kebahagiaan / konsentrasi meditatif atau yang berupa buah-buah pencapaian) tersebut dikarenakan oleh sebab2 yang disetujui oleh baik Sarvastivada maupun Sautantrika yaitu:
1. Uang dan nama
2. Pikiran yang lemah (spt Godhika Thera yang berkali2 merosot dari buah2 pencapaian, lalu jijik, namun mampu mencapai Arahat Akopyadharma sebelum bunuh diri)

Kalau di Mahayana = jadi Mahayana Arhat = Samyaksambuddha yang kagak bakalan merosot lagi jadi Srotapanna atau Bodhisattva tingkat 1.... Kalau sudah jadi Samyaksambuddha ya tetep Samyaksambuddha, dan inilah apa yang disebut sebagai pencapaian kebahagiaan yang sejati-jatinya menurut Mahayana.

Dan perlu diketahui juga bahwa Jey Tsongkhapa, pemuka agama Buddha Mahayana [Vajrayana] dan pendiri aliran Gelug, mengatakan bahwa mustahil Shravakayana Arhat bisa merosot menjadi Srotapanna, Sakrdagamin atau Anagamin. Yang masih bisa merosot hanyalah Sakrdagamin dan Anagamin. Menurut Tsongkhapa, beberapa jenis Arhat seperti Parihanadharma hanya bisa merosot dalam "konsetrasi meditatifnya", namun pencapaian Arhat-nya ya masih tetap eksis.

Haisss..... begitu saja koq repot sampe mikirin arti kebahagiaan dll??  8) 8) Jadi tidak usah berlebihan sampai mengatakan "nol besar" saya rasa dan apalagi sampai terburu2 mengatakan Sammasambuddha akan merosot lagi (la ini saya heran dari mana muncul suatu konsep seperti ini?, krn nggak ada yang ngomong kaya gitu)

Dan patut diingat juga kalau kita di sini sedang membahas apakah Ananda Arhat atau tidak dalam Saddharmapundarika Sutra..... dan agaknya menarik juga mengingat menurut pakar Mahayana seperti Tsongkhapa, menolak kemerosotan seorang Arhat. Lantas apakah memang Ananda disebutkan sebagai Arhat dalam Saddharmapundarika Sutra? Saya di sini lebih setuju terhadap opini bro. sobat_dharma.

_/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 11 August 2009, 10:07:41 PM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1690 on: 12 August 2009, 11:06:06 PM »
Mulai ada titik terang  ;D _/\_

sungguh berbeda memang dengan konsep theravada mengenai apa itu kesucian dan pencerahan...

apabila seorang sotapana dikatakan lahir tidak lebih 7x...
kemudian dalam kehidupan berikutnya mencapai arahat.....
kemudian merosot lagi....kembali jadi sotapana,
naik jadi sakadami kemudian kembali lagi sotapana, terus jadi sammasambuddha, kemudian merosot lagi....demikian terus menerus

apakah arti pencapaian kebahagiaan? apakah arti "akhir-Dukkha" ?
apa yang buddha perjuangkan? nol besar.

Ada dunkzz.......... pencapaian kebahagiaan menurut Sarvastivada dan Sautrantika= Arhat Akopyadharma........

Bahkan kadang orang yang tampaknya berhasil, bahagia, sukses, bijaksana, tenang batinnya, bisa saja jatuh ketika pikirannya lemah. Ini bisa disamakan dengan Parihanadharma Arhat. Dan justru pada saat inilah saya melihat perjuangan kita dites, apakah kita memang sudah dapat mencapai kebahagiaan sejati yaitu menjadi seorang Arhat Akopyadharma yang tidak akan merosot lagi.

Seorang Parihanadharma Arhat dsb tentu dianjurkan untuk berjuang dengan usaha dan penuh semangat untuk menjadi Arhat Akopyadharma (pencapaian kebahagiaan anda bilang!) dengan memperkuat pikirannya. Dan kalau tidak salah di dalam Abhidharmakosa Sarvastivada sendiri dijelaskan. bahwa Arhat Akopyadharma sama dengan pencapaian Samyaksambuddha.

Sarvastivada dan Theravada (lebih tepatnya Mahaviharavasin) sama2 merupakan aliran dalam Shravakayana yang meyakini bahwa pencapaian pencerahan Arhat setara dengan Samyaksambuddha.

Seorang Srotapanna yang menjadi Sakrdagamin lalu menjadi Anagamin, bisa saja langsung menjadi Arhat Akopyadharma, tanpa harus menjadi Arhat Parihanadharma dulu.

Lantas kenapa menurut Sarvastivada, mereka kok bisa merosot?

Klo menurut aliran Sautrantika, tidak ada Arhat yang merosot lagi jd Srotapanna, yang ada adalah perbedaan tingkat "kebahagiaan" (bliss) ketika menjadi Arhat. Dan perlu ditekankan bahwa aliran Sautrantika juga mengajarkan agar seseorang mencapai tingkat Arhat dengan "kebahagiaan sejati" (Akopyadharma), bukan yang "kebahagiaan rendah" (Parihanadharma) semata.

Namun segala macam kemerosotan (baik yang hanya merupakan kebahagiaan / konsentrasi meditatif atau yang berupa buah-buah pencapaian) tersebut dikarenakan oleh sebab2 yang disetujui oleh baik Sarvastivada maupun Sautantrika yaitu:
1. Uang dan nama
2. Pikiran yang lemah (spt Godhika Thera yang berkali2 merosot dari buah2 pencapaian, lalu jijik, namun mampu mencapai Arahat Akopyadharma sebelum bunuh diri)

Kalau di Mahayana = jadi Mahayana Arhat = Samyaksambuddha yang kagak bakalan merosot lagi jadi Srotapanna atau Bodhisattva tingkat 1.... Kalau sudah jadi Samyaksambuddha ya tetep Samyaksambuddha, dan inilah apa yang disebut sebagai pencapaian kebahagiaan yang sejati-jatinya menurut Mahayana.

Dan perlu diketahui juga bahwa Jey Tsongkhapa, pemuka agama Buddha Mahayana [Vajrayana] dan pendiri aliran Gelug, mengatakan bahwa mustahil Shravakayana Arhat bisa merosot menjadi Srotapanna, Sakrdagamin atau Anagamin. Yang masih bisa merosot hanyalah Sakrdagamin dan Anagamin. Menurut Tsongkhapa, beberapa jenis Arhat seperti Parihanadharma hanya bisa merosot dalam "konsetrasi meditatifnya", namun pencapaian Arhat-nya ya masih tetap eksis.

Haisss..... begitu saja koq repot sampe mikirin arti kebahagiaan dll??  8) 8) Jadi tidak usah berlebihan sampai mengatakan "nol besar" saya rasa dan apalagi sampai terburu2 mengatakan Sammasambuddha akan merosot lagi (la ini saya heran dari mana muncul suatu konsep seperti ini?, krn nggak ada yang ngomong kaya gitu)

Dan patut diingat juga kalau kita di sini sedang membahas apakah Ananda Arhat atau tidak dalam Saddharmapundarika Sutra..... dan agaknya menarik juga mengingat menurut pakar Mahayana seperti Tsongkhapa, menolak kemerosotan seorang Arhat. Lantas apakah memang Ananda disebutkan sebagai Arhat dalam Saddharmapundarika Sutra? Saya di sini lebih setuju terhadap opini bro. sobat_dharma.

_/\_
The Siddha Wanderer
yang saya tahu dalam theravada, tidak ada sutta yang mengatakan arahat itu bisa merosot...

dan lagi...

Quote
Kalau di Mahayana = jadi Mahayana Arhat = Samyaksambuddha yang kagak bakalan merosot lagi jadi Srotapanna atau Bodhisattva tingkat 1.... Kalau sudah jadi Samyaksambuddha ya tetep Samyaksambuddha, dan inilah apa yang disebut sebagai pencapaian kebahagiaan yang sejati-jatinya menurut Mahayana.
lalu mana jawaban yang dulu, dimana buddha mengatakan , sewaktu saya masih perumah tangga, masih "kotor"
masih mencari pasangan hidup, kemudian berguru pada alara kalama, demi belajar pencapaian?...maksud nya?

 :-?

Quote
Haisss..... begitu saja koq repot sampe mikirin arti kebahagiaan dll??    Jadi tidak usah berlebihan sampai mengatakan "nol besar" saya rasa dan apalagi sampai terburu2 mengatakan Sammasambuddha akan merosot lagi (la ini saya heran dari mana muncul suatu konsep seperti ini?, krn nggak ada yang ngomong kaya gitu)
saya rasa tidak berlebihan kok, memang tidak ada yg ngomong, tapi prilaku yang terlihat demikian.
bukti bukti juga berasal dari sutra dan sutta.
menurut sutta mana ada orang tercerahkan sempuna, masih butuh guru untuk di ajari pencapaian hingga arupa-jhana? 8) 8)

apakah orang tercerahkan itu , suka bersandiwara berpura-pura menahan lapar dan derita, hingga tulang punggung bisa dipegang dari depan?
kemudian masih sibuk cari jodoh untuk menikahi Yasodhara...butuh bantuan dewa untuk melihat 4 tanda...butuh bantuan dewa memainkan kecapi?
maksud semua itu apa?

-------
dalam beberapa sutta, dikatakan 5 khandha ini harus di pandang sebagai jijik, dan serangkaian kebusukan di dalamnya, tetapi aneh nya dalam sutra justru menyenangi sebuah bhava/penjelmaan.

kan saya bilang dari dulu, masa sih ngomong A tapi prilaku B.....
btw, penjelasan nya dari topik yang dulu mana om gandalf? mengenai visudhi...
« Last Edit: 12 August 2009, 11:19:34 PM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1691 on: 13 August 2009, 04:22:51 PM »
^
^
^
Saya sependapat sama mercedes bukan masalah sutta saja dalam sutra, jujur aja aneh jika seseorang sudah LDMnya sudah terlepas, bagaimana bisa merosot peringkatnya. Buat apa dia melatih LDMnya, Kalo Lobha sama Dukha baru bisa dilepaskan tanpa mokha masih bisa turun peringkat, kalo sudah hilang 3 unsur tersebut bagaimana mungkin ?

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1692 on: 13 August 2009, 06:23:28 PM »
 [at]  mercedes dan purnama:
Ya menurut sutta2 Theravada (Mahaviharavasin!) memang tidak pernah mengatakan bahwa Arhat bisa merosot.

Demikian juga pakar Mahayana seperti Jey Tsongkhapa dan para pengikut aliran Sautantrika: Mustahil Arhat bisa merosot jadi Srotapanna.

Yang menganggap Arhat bisa merosot hanya aliran Sarvastivada.

Menurut Mahayana dan Sautantrika, Shravakayana Arhat hanya bisa merosot dalam "pencapaian2" tertentu, tapi bukan tingkat pencerahannya. Jadi kalau udah ninggalin lobha, dosa, moha, ya gak mungkin balik jadi Srotapanna/ Sakrdagamin/ Anagamin lagi.

Mengenai "kemerosotan" Arhat ini dibabarkan Sang Buddha sendiri dalam kitab Agama. Namun tentu bagi Mahayana "kemerosotan" ini bukan kemerosotan tingkat pencerahan.

 [at] mercedes
Ya to anda ini ngalor ngidul sampe ngomongin topik2 yang lalu!! Wkwkwk..... ya sudah aye jawabin  8)

Apa anda tahu yang dimaksud dalam "Buddha dari dulu telah tercerahkan" itu sebenarnya adalah kata-kata "kiasan" yang menunjuk pada Dharmakaya?

Jadi ya tidak perlu dipahami secara harafiah bahwa Sang Bodhisattva dari dulu telah tercerahkan. Dan ini ada dalam komentar2 para guru agung Buddhis terhadap Sutra Saddharmapundarika, di mana ditunjukkan bahwa ungkapan "Buddha dari dulu telah tercerahkan" itu adalah Dharmakaya yang dimaksud.

Kalau anda melihat karya Kaydrubjey, pemimpin aliran Gelug - Ganden Tripa ke-2, yang dalam karyanya merangkum kisah bagaimana usaha Sang Bodhisattva mencapai Samyaksambuddha baik dari sudut pandang Shravakayana, Mahayana maupun Vajrayana, maka semuanya tidak ada yang mengatakan "Oh Bodhisattva tercerahkan sudah sedari dulu sebelum menjadi Siddharta".

Ini sama dengan ungkapan bahwa "kita sedari dulu adalah Buddha". Ini juga sepatutnya tidak diartikan mentah2 tanpa adanya suatu penjelasan yang tepat. Maksud dari ungkapan ini adalah ke-Buddhaan adalah hakekat sejati dalam diri kita, jadi BUKAN berarti kita dulu Buddha lalu terperosok jadi makhluk samsara. Lah ini memang jadi konyol apabila tidak dipahami dengan tepat.

Apabila kata2 tersebut diartikan mentah2 tentu arti yang dimaksud tidak dapat dimengerti.

Lantas apabila seorang Bodhisattva pada tingkat tertentu memang secara upaya kausalya menjelma menjadi makhluk biasa, apakah kita mengatakan pencerahannya merosot? Ya tentu tidak. Tidak ada dalam konsep Mahayana yang mengatakan seperti itu. Bodhisattva tingkat 8 ya tingkat 8, gak bisa merosot jadi Bodhisattva tingkat 1.
Kalau anda menganggap upaya kausalya mustahil, ya silahkan. Karena saya belum merealisasi apa hakekat sejati dari pikiran dan fenomena, saya tidak berani interpretasi macam2 yang berada di luar nalar / logika saya. Menalar tindakan pencerahan para Buddha sama dengan berusaha melogika Nirvana (Nibbana) dengan pikiran intelektual kita yang terbatas. Logika memang penting dan diperlukan, namun kita juga harus tahu diri keterbatasan pikiran kita yang masih diliputi lobha, dvesa dan moha.

Tapi kalau mau interpretasi terus dengan intelektual dan "pengetahuan" Buddhis yang seseorang punyai, silahkan. Tapi saya sih meragukan interpretasi semacam itu, karena saya juga berpegang pada Kalama Sutta sabda Sang Buddha. Tidak percaya begitu saja hanya karena masuk logika, ini sabda Sang Buddha sendiri dalam Sutta.

Tapi klo misalnya masih bersikeras melogika Nirvana 100%... (baik Nirvana dalam konsep Shravakayana maupun Mahayana) ya.... bagi saya huebbatt poll itu, karena belum mencapai, ternyata sudah bisa paham! Hoh!  8) 8)

Yah ini memang problema umat Buddhis di mana tidak dapat mengakui bahwa dalam tubuh keyakinannya sendiri diperlukan sesuatu yang bersifat "belief", dan tidak selalu dapat mengandalkan logika. "Belief" memang sudah menjadi suatu ciri khas dari agama.

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 13 August 2009, 06:31:06 PM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1693 on: 13 August 2009, 06:36:05 PM »
Quote
dalam beberapa sutta, dikatakan 5 khandha ini harus di pandang sebagai jijik, dan serangkaian kebusukan di dalamnya, tetapi aneh nya dalam sutra justru menyenangi sebuah bhava/penjelmaan.

Semua aliran Buddhis menganggap 5 skhanda sebagai sesuatu yang menjijikkan. Tapi bukan berarti kita meremehkannya.

Tanpa ada lima skhanda, emang anda bisa bertemu ajaran Buddha, bisa mencerna ajaran Buddha dan bisa hidup?

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1694 on: 13 August 2009, 06:39:40 PM »
Quote
btw, penjelasan nya dari topik yang dulu mana om gandalf? mengenai visudhi...

Opo toh... saya kok lupa....wkwk....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

 

anything