//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663208 times)

0 Members and 3 Guests are viewing this topic.

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1455 on: 03 June 2009, 04:20:00 PM »
CHINGIK:

Memberi persembahan pada dewa bukan hal yg salah lho dalam pandangan agama Buddha.  
Kecuali dilakukan dengan sikap batin yg salah , itu lain cerita lagi dong..
Kenyataannya tidak sedikit yg bahkan memberi persembahan pada Buddha dengan sikap batin yg tidak benar juga. Tidak melulu dalam lingkup mahayana.
Tapi ada satu hal yg harus diakui bahwa kekentalan ritual pemujaan dewa dalam mahayana tidak terlepas dari pengaruh Taoisme. Namun tetap harus dibedakan, karena mahayana memang telah menjadi satu aliran yg telah diadopsi ke dalam tradisi /budaya Tiongkok. Ini fakta sejarah yg tidak bisa ditampik. Tapi perlu ditekankan, bahwa dalam tingkat skolar Mahayana, hal2 pemujaan tetaplah dianggap sekedar pemujaan, sedangkan pemahaman benar tetap disajikan dengan proporsional.  

TAN:

Ya tepat sekali. Saya sangat setuju dengan Bro Chingik. Memang semuanya berpulang pada sikap batin. Setuju sekali! Sangat mengena.

Amiduofo,

Tan
Sikap bathin yang benar seperti apakah dalam pemujaan terhadap dewa?

Buddha mengajarkan untuk tidak melekat dan melepas, dalam hal pemujaan dewa "saya rasa" malah menambah kemelekatan lho ;D
JIka anggapannya  seperti itu, maka sama saja pemujaan pada Buddha juga menambah kemelekatan. Memberi persembahan bunga pd Buddha juga bisa menambah kemelekatan.
Masyarakat Thailand yg mayoritas Theravada , mereka memuja Buddha tapi kemelekatan umatnya tetap sama saja sperti kita smua ini (secara umum).
Buddha memang mengajar melepas dari kemelekatan. Tetapi Buddha juga ada mengajarkan utk kesejahteraan yg bersifat duniawi. Sekali lagi, liat di Sigalovada.:)
Sikap batin yang benar saat memuja dewa tentu seperti dalam Devanussati sambil merenungkan sifat kebajikan para dewa. Lebih jauh lagi mahayana tentu tidak mendorong orang utk hanya sekedar mencari kebahagiaan yg bersifat lokiya. Semua kembali lagi pada watak dan kecenderungan masing2. Dan scr fakta kondisi manusia skrang lebih banyak yg mengejar kebahagiaan duniawi, maka fenomena yg terlihat adalah orang lebih banyak memuja dewa demi manfaat kehidupan duniawi saja.  Tentu goalnya bukan itu yg diharapkan.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1456 on: 03 June 2009, 04:36:30 PM »
CHINGIK:

Memberi persembahan pada dewa bukan hal yg salah lho dalam pandangan agama Buddha. 
Kecuali dilakukan dengan sikap batin yg salah , itu lain cerita lagi dong..
Kenyataannya tidak sedikit yg bahkan memberi persembahan pada Buddha dengan sikap batin yg tidak benar juga. Tidak melulu dalam lingkup mahayana.
Tapi ada satu hal yg harus diakui bahwa kekentalan ritual pemujaan dewa dalam mahayana tidak terlepas dari pengaruh Taoisme. Namun tetap harus dibedakan, karena mahayana memang telah menjadi satu aliran yg telah diadopsi ke dalam tradisi /budaya Tiongkok. Ini fakta sejarah yg tidak bisa ditampik. Tapi perlu ditekankan, bahwa dalam tingkat skolar Mahayana, hal2 pemujaan tetaplah dianggap sekedar pemujaan, sedangkan pemahaman benar tetap disajikan dengan proporsional. 

TAN:

Ya tepat sekali. Saya sangat setuju dengan Bro Chingik. Memang semuanya berpulang pada sikap batin. Setuju sekali! Sangat mengena.

Amiduofo,

Tan
Sikap bathin yang benar seperti apakah dalam pemujaan terhadap dewa?

Buddha mengajarkan untuk tidak melekat dan melepas, dalam hal pemujaan dewa "saya rasa" malah menambah kemelekatan lho ;D
JIka anggapannya  seperti itu, maka sama saja pemujaan pada Buddha juga menambah kemelekatan. Memberi persembahan bunga pd Buddha juga bisa menambah kemelekatan.
Masyarakat Thailand yg mayoritas Theravada , mereka memuja Buddha tapi kemelekatan umatnya tetap sama saja sperti kita smua ini (secara umum).
Buddha memang mengajar melepas dari kemelekatan. Tetapi Buddha juga ada mengajarkan utk kesejahteraan yg bersifat duniawi. Sekali lagi, liat di Sigalovada.:)
Sikap batin yang benar saat memuja dewa tentu seperti dalam Devanussati sambil merenungkan sifat kebajikan para dewa. Lebih jauh lagi mahayana tentu tidak mendorong orang utk hanya sekedar mencari kebahagiaan yg bersifat lokiya. Semua kembali lagi pada watak dan kecenderungan masing2. Dan scr fakta kondisi manusia skrang lebih banyak yg mengejar kebahagiaan duniawi, maka fenomena yg terlihat adalah orang lebih banyak memuja dewa demi manfaat kehidupan duniawi saja.  Tentu goalnya bukan itu yg diharapkan.
Betul sekali!!, nah Goal dalam ajaran Buddha kenapa tidak lebih di budayakan? kenapa yang berkembang malah hal2 di luar ajaran Buddha? apakah karena harus mengikuti perkembangan zaman? kenapa "menurut saya" Surga sukhavati atau surga yang lain lebih ngetrend dari Nibbana dalam mahayana?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1457 on: 03 June 2009, 04:53:24 PM »
Quote
Betul sekali!!, nah Goal dalam ajaran Buddha kenapa tidak lebih di budayakan? kenapa yang berkembang malah hal2 di luar ajaran Buddha? apakah karena harus mengikuti perkembangan zaman? kenapa "menurut saya" Surga sukhavati atau surga yang lain lebih ngetrend dari Nibbana dalam mahayana?
Renungkan saja dulu mengapa Buddhisme bisa lenyap di tanah asalnya. Memangnya saat itu tidak membudayakan ajaran Buddha? bahkan saat itu disebut kerajaan buddhis. Tapi tergerus jaman juga. Semua ini berkaitan dengan fenomena perkembangan cara berpikir manusia. TApi Buddha sendiri sudah memprediksinya. Ya usaha tetap pada masing2 individu.
Mahayana sbenarnya juga tetap masih membudayakan ajaran Buddha yg goalnya mengakhiri usia tua dan kelahiran. Tapi jangan semata2 menilai dr Mahayana Indonesia yg masih muda usianya.  (Beda lho ya dengan Mahayana yg telah tersinkretisasi dgn Taoisme):)
Contoh sederhana, Dharma drum yg diprakarsai oleh Master Shengyen cukup mewakili Mahayana khususnya Zen, dan masih banyak lagi seperti penekanan Vinaya yg dibangkitkan kembali oleh master Hongyi, kebangkitan  Buddhisme Tiongkok dari Master TAixu , diteruskan oleh master Yinshun. Apalagi Chan dari Master XuYun. Mereka benar2 telah membangkitkan kembali semangat Mahayana yg bukan seperti perkiraan anda hanya tungtungcep dan puja dewa.  

Kalo tentang Sukhavati , tidak sekedar terlahir saja. Itukan hanya satu dari sekian metode praktik dalam Mahayana. Gak bisa digeneralisasi. Tapi ingat, praktisi Sukhavati bukan hanya ingin terlahir di Sukhavati, mereka ada jenis2 praktik yang memiliki goal nibbana dengan metode Perenungan Buddha dengan wujud sejati. Metode ini mengikis pemikiran dualitas yg selaras dgn pelatihan sila, samadhi dan prajna . 
« Last Edit: 03 June 2009, 04:59:02 PM by chingik »

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1458 on: 03 June 2009, 05:05:11 PM »
Quote
Selanjutnya, Buddha Amitabha itu transendens dan juga imanen. Apakah agama lain juga mengajarkan hal yang sama, terutama sehubungan dengan mahadewa-nya? Setahu saya, mahadewa itu transendens dan bukan imanen. Kecuali Anda bisa membuktikan yang sebaliknya.

Sedikit info, Mahadewa dlm agama samawi juga immanen, sbg contohnya, dlm agama kr****n, Allah Bapa adl aspek transenden sedangkan roh kudus adl aspek immanen.

:backtotopic:
appamadena sampadetha

Offline Kur0do Karuna

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 1
  • Reputasi: 0
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1459 on: 03 June 2009, 05:32:32 PM »
sutra2 mahayana kok panjang2 ya?

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1460 on: 03 June 2009, 05:53:30 PM »
Mahayana memiliki berapa suta "resmi" ?
apakah diamond suta juga "milik" Mahayana?
apakah TaMo yg membawa agama Buddha ke Tiongkok
   yg kemudian disebut Mahayana?
apa arti sebenarnya Mahayana ?

thanks sebelumnya...
semoga pertanyaan diatas cukup kritis utk dibahas. :)

Yg diatas terlewatkan dan belum dijawab...

Sewaktu mau makan, biksu Mahayana pernah memimpin DOA,
menurut saya doa tersebut sangat panjang (lama sekali),
apalagi saat itu saya udah sangat lapar.

bisa sharing sebenarnya apa isi doa tsb?
adakah doa makan yg standard dari Mahayana?
Apakah bisa versi pendek aja (30 detik begitu?)

thanks sebelumnya... :)

Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1461 on: 03 June 2009, 05:55:11 PM »
XUVIE:

Sedikit info, Mahadewa dlm agama samawi juga immanen, sbg contohnya, dlm agama kr****n, Allah Bapa adl aspek transenden sedangkan roh kudus adl aspek immanen.

TAN:

Kebetulan saya adalah mantan agama K, jadi bisa menjawab hal ini. Roh Kudus (RK) dalam agama K adalah transenden. Karena kita masih perlu memohon kehadirannya.
Meskipun mungkin benar ada ajaran yang menganggapnya immanen, tetapi ajaran itu tidak pernah jadi ajaran mainstream (arus utama) dan kerap dikutuk sebagai bid'ah.
Kembali lagi, meskipun ada kesamaannya, bukan berarti sesuatu itu IDENTIK.
Selanjutnya, saya tidak tahu apakah topik ini cocok dibahas di sini oleh moderator, karena mungkin lebih cocok di "Buddhisme dan Kepercayaan Lain."
Cuma terus terang saya sedang kurang berminat membahas topik semacam itu. Mungkin 12 tahun yang lalu saya masih minat.  Tetapi saya kurang berminat sekarang.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1462 on: 03 June 2009, 05:56:48 PM »
JOHAN3000:

Yg diatas terlewatkan dan belum dijawab...

Sewaktu mau makan, biksu Mahayana pernah memimpin DOA,
menurut saya doa tersebut sangat panjang (lama sekali),
apalagi saat itu saya udah sangat lapar.

bisa sharing sebenarnya apa isi doa tsb?
adakah doa makan yg standard dari Mahayana?
Apakah bisa versi pendek aja (30 detik begitu?)

thanks sebelumnya...

TAN:

Saya biasa baca "Semoga Semua Makhluk Berbahagia dan tidak berkekurangan."

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1463 on: 03 June 2009, 05:58:23 PM »
RYU:

Betul sekali!!, nah Goal dalam ajaran Buddha kenapa tidak lebih di budayakan? kenapa yang berkembang malah hal2 di luar ajaran Buddha? apakah karena harus mengikuti perkembangan zaman? kenapa "menurut saya" Surga sukhavati atau surga yang lain lebih ngetrend dari Nibbana dalam mahayana?

TAN:

Terus Bung Ryu pernah tahu ga orang "terlahir" di Sukhavati untuk apa? Untuk bersenang-senang dan bercanda ria bersama Buddha Amitabha kah? Mohon pencerahannya.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1464 on: 03 June 2009, 06:01:28 PM »
KURODO KARUNA:

Sutta Non Mahayana yang ada di Digha Nikaya juga panjang2. Sutra Mahayana juga ada yang pendek, contoh Prajna Paramita Hrdaya Sutra.
Jadi pertanyaan "Sutra Mahayana kok panjang2" tidak valid.
Pertanyaan baru valid bila:

1.Semua Sutta Non Mahayana adalah pendek2.
2.Semua Sutra Mahayana adalah panjang2.

Kedua, apakah definisi bagi panjang dan pendek? Dari jumlah halaman, jumlah huruf, atau apanya?

Amiduofo,

Tan

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1465 on: 03 June 2009, 06:08:13 PM »
TAN:

Kebetulan saya adalah mantan agama K, jadi bisa menjawab hal ini. Roh Kudus (RK) dalam agama K adalah transenden. Karena kita masih perlu memohon kehadirannya.
Meskipun mungkin benar ada ajaran yang menganggapnya immanen, tetapi ajaran itu tidak pernah jadi ajaran mainstream (arus utama) dan kerap dikutuk sebagai bid'ah.
Kembali lagi, meskipun ada kesamaannya, bukan berarti sesuatu itu IDENTIK.
Selanjutnya, saya tidak tahu apakah topik ini cocok dibahas di sini oleh moderator, karena mungkin lebih cocok di "Buddhisme dan Kepercayaan Lain."
Cuma terus terang saya sedang kurang berminat membahas topik semacam itu. Mungkin 12 tahun yang lalu saya masih minat.  Tetapi saya kurang berminat sekarang.

Amiduofo,

Tan
Benar, meskipun ada kesamaan bukan berarti identik.
Yup.. tidak perlu dibahas, sy hny menyampaikan info. Saya jg kurang berminat.

_/\_
appamadena sampadetha

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1466 on: 03 June 2009, 07:08:52 PM »
RYU:

Betul sekali!!, nah Goal dalam ajaran Buddha kenapa tidak lebih di budayakan? kenapa yang berkembang malah hal2 di luar ajaran Buddha? apakah karena harus mengikuti perkembangan zaman? kenapa "menurut saya" Surga sukhavati atau surga yang lain lebih ngetrend dari Nibbana dalam mahayana?

TAN:

Terus Bung Ryu pernah tahu ga orang "terlahir" di Sukhavati untuk apa? Untuk bersenang-senang dan bercanda ria bersama Buddha Amitabha kah? Mohon pencerahannya.

Amiduofo,

Tan
Menurut chingik Umat mahayana berlatih utk terlahir di Sukhavati dan belajar di bawah bimbingan Buddha Amitabha bukan menolak Buddha Gotama. apakah ini base on faith atau apa? :)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1467 on: 03 June 2009, 07:09:56 PM »
Quote
TANGGAPAN TERPADU UNTUK TL

Wah TL muncul lagi nih hehehehee........

TL:

jangan ngambang jawabnya mas Tan, berbeda atau tidak? Tidak bertentangan adalah pendapat pribadi mas Tan.
perhatikan pernyataan Large Sutra on Perfect Wisdom berikut:
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment. Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.

Menurut Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa Arahat adalah merupakan penghentian sementara, dalam perumpamaan kota peristirahatan sementara bagi kafilah. (berarti sudah menapaki jalan tetapi belum sampai)

Tidak berbeda?
TAN:

Dalam menjawab suatu diskusi seseorang berhak mengemukakan apa yang merupakan pendapat pribadinya. Tidak ada larangan dalam mengemukakan pendapat pribadinya. Saya harap Anda cukup mengerti demokrasi dan sanggup menghargai pandangan pribadi orang lain. Dan pendapat pribadi saya adalah “tidak bertentangan.” Apa yang berbeda belum tentu bertentangan.

Mari kita cermati Sutra Astasahasrika Prajnaparamita (The Large Sutra of Perfect Wisdom), terjemahan Edward Conze, tentu saya juga punya bukunya. Anda sayangnya hanya memotong sebagian saja dan tidak melihat bagian atasnya:

Coba lihat bagian VI halam 172:

The Bodhisattva should fulfil the six perfections. (Because having stood in these six perfections, the Buddhas and Lords, and the Disciples and Pratyekabuddhas, have gone, do go and will go to the other shore of the flood of the fivefold cognizable.....

Nah jelas sekali menurut kutipan di atas para Shravaka dan Pratyeka buddha juga akan menuju ke Pantai Seberang (other shore) asalkan mereka menjalankan enam paramita (six perfections).

Anda lalu mengutip potongan di bawah ini:

A Bodhisattva should avoid disciple THOUGHT and Pratyekabuddha THOUGHT.

Perhatikan di belakangnya ada kata thought yang artinya “pemikiran.” Jadi Anda harus bedakan bahwa “pemikiran seorang shravaka” tidaklah identik dengan “shravaka” itu sendiri.
Apa yang dimaksud dengan “pemikiran shravaka” adalah perasaan bahwa semuanya sudah selesai. Padahal belum. Ibaratnya Anda merasa sudah mengerjakan semua soal, tetapi ternyata di balik kertas ujian Anda masih ada soal-soal lain yang belum dikerjakan. Nah, kurang lebih analoginya begitu. Tentunya kalau dipahami seperti itu, tidak ada pertentangan dengan Sutra Saddharmapundarikan yang menyatakan bahwa itu adalah penghentian sementara.

Sampai di sini kontradiksinya sudah terpecahkan.

Iya mas. Biarpun sibuk tapi tetap rindu sama mas Tan, sampai teringat terus   ;D

Demokrasi? Emangnya ini DPR apa forum?  :P
Dalam mengadu argumentasi harus disertai sumber referensi yang baik bukan dengan dijawab lidah yang tak bertulang.

Bila dikatakan pemikiran seorang Shravaka tidak identik dengan Shravaka itu sendiri apakah pemikiran seorang Sammasambuddha identik dengan Sammasambuddha itu sendiri?  ;D

kutip lagi biar jelas:

perhatikan pernyataan Large Sutra on Perfect Wisdom berikut:
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.

Menurut Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa Arahat adalah merupakan penghentian sementara, dalam perumpamaan kota peristirahatan sementara bagi kafilah. (berarti sudah menapaki jalan tetapi belum sampai)

Kalau bukan Shravaka thought dan Pratyeka Buddha thought, apakah Samyaksambuddha thought? Bukankah ini sesuai dengan pernyataan saya bahwa ini penghinaan bagi mereka yang mengambil jalan Shravaka atau Pratyeka Buddha?

Kontradiksi mana yang sudah terpecahkan?

Tambahan lagi hal 173: ada pernyataan begini: He should not take refuge in Buddha, Dharma and Samgha.
juga ada pernyataan: He should not take refuge in morality  :o

Quote
TL:

kutip lagi aaahhhh....

hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.
Hayo yang suka menjelek-jelekan aliran lain siapa?  

hal 244: Because those whose thought has been set free on the level of Disciples and Pratyekabuddhas do not understand any Dharma.Karena mereka yang pikirannya telah terbebaskan pada tingkat Saravaka dan Pratyekabuddha tidak mengerti Dharma sama sekali.

Hayo yang suka merendah-rendahkan aliran lain siapa?  

hal 334: Some persons belonging to The Great Vehicle will spurn this deep Perfection of Wisdom which is the root of all the Buddha Dharmas, and decide instead to study sutra associated with the vehicles of Disciple and Pratyekabuddhas, sutras which are like branches, leaves and foliage. This also willl be Mara's deed to them.
Beberapa orang yang termasuk dalam aliran Mahayana menolak Prajna Paramita yang dalam ini, yang merupakan akar semua Buddha dharma, dan memutuskan untuk belajar Sutra yang berkenaan dengan Sravakayana dan Pratyekabuddha, sutra yang bagaikan cabang, rating dan tunas. Ini juga merupakan (hasil) pekerjaan Mara pada mereka.

Baca lagi dengan seksama dan renungkan baik-baik. Jangan asal cuap...

TAN:

Andalah yang seharusnya jangan asal cuap-cuap. Pada kenyataannya ada ga aliran Shravaka dan Pratyekabuddha? Apakah aliran Theravada itu identik dengan aliran Shravaka dan Pratyekabuddha? Saya kira tidak demikian, karena dalam Theravada juga ada ajaran tentang Bodhisatta (Jataka) dll. Selain itu, dalam Theravada juga diajarkan Dasa Parami, yang mirip dengan Sad Paramita Mahayana. Oleh karena itu, adalah gegabah menyatakan bahwa Shravaka dan Pratyekabuddha itu identik dengan satu aliran tertentu.
Kalau Anda merasa bahwa ungkapan di atas mendiskreditkan aliran tertentu, maka itu adalah pendapat pribadi Anda sendiri.
Anda harus membuktikan bahwa dalam sejarah memang ada aliran Shravaka dan Pratyekabuddha (dalam artian hanya mengajarkan untuk menjadi shravaka dan pratyekabuddha).

Masih nggak ngerti ya? Saya tidak mempermasalahkan aliran, Pernyataan itu menghina mereka yang mengambil jalan Shravaka dan Pratyeka Buddha, mendiskreditkan jalan yang ditempuh oleh mereka.

Quote
TL:

Biasa debat di warung kopi tanpa referensi dan "asal nyamber" ya mas? Kalau kitab suci sudah membantah: thats it. Itulah pandangan aliran agama tersebut.

TAN:

Inikah cara mengelak dari menjawab pertanyaan ya? Anda biasa gaya debat tukang ojek ya yang asal lari begitu saja. (omong2 ke Senayan ongkosnya berapa Mas TL? huehuehue).
Sudah kembali ke topik. Pertanyaannya kembali lagi. Kalau Anda menolak bahwa sesudah nirvana “tidak ada apa-apa lagi,” maka tentunya sesudah nirvana ada “apa-apa lagi” bukan? Hayo kali ini jangan mungkir.

Ngeyel ya? sudah dibilang ajaran non Mahayanis tak berspekulasi mengenai Parinirvana. Emangnya Para Buddha dan Arahat sudah Parinirvana waktu membabarkan Dharma? Saya tidak tahu dan tidak ingin menjadi sok tahu dengan berspekulasi mengenai Parinirvana. Ngeyel terus mau memaksakan pendapat ya?

Quote
TL:

Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!

TAN :

Mari kita kilas balik.

Bukankah Anda (TL) yang mulai dulu dengan mengatakan:

“Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Kemudian saya tanggapi:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinirvana itu TIDAK BISA begini, TIDAK BISA begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Ternyata Anda menanggapi lagi dengan: “Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!”

Terpaksa saya tanggapi lagi dengan pernyataan yang sama: “Dimana dikatakan begitu? Jangan asal nyebut !!!”

Awal dari pernyataan saya adalah karena mas Tan pernah menulis bahwa Buddha setelah Parinirvana terus memancarkan maitri karuna dsbnya? Lupa ya?  ;)

Quote
TL:

Perlu saya ulangi lagi: bila mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?

TAN:

OOT. Tidak akan saya jawab.

Buddha dalam Saddharma Pundarika yang mengatakan hal ini, apakah OOT?  ;D
Saya ulangi pertanyaannya: Apakah seorang Buddha mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?   ^-^

Quote
TL:

Inikah kutipan yang dianggap lebih berbobot? Terangkan karangan siapa dan apa credential si pengarang.

TAN:

Hari ini saya akan jawab tantangan Anda.  Silakan baca buku GEM IN THE LOTUS: THE SEEDING OF INDIAN CIVILIZATION, karya Abraham Eraly, halaman 192:

“The worship of Tirthankaras was especially incongruous, for they, having attained nirvana, had nothing more to do with the affairs of the world, and could not in any way help the worshipper.”

Nah cukup jelas terjemahannya, ya. Bandingan dengan ajaran non Mahayanis yang menyatakan bahwa setelah Buddha parinibanna tidak mungkin memancarkan maitri karuna lagi. Saya melihat kemiripan yang sangat nyata.

Sebelum saya tanggapi, peraturan tantangannya harus dibuat jelas lebih dulu mas, jika saya bisa membuktikan mengenai Nirvana identik dengan Samsara, apakah mas Tan bersedia mengakui bahwa itu memang dijiplak dari Hindu?    ;)

Quote
TL:

Saya jelas tidak pernah mengatakan Sang Buddha akan begini atau begitu setelah Parinibbana, Bagaimana dengan anda mas Tan ?

TAN:

Bohong! Kalau begitu Anda setuju bahwa setelah parinirvana Buddha  tidak dapat lagi memancarkan maitri karuna. Itu artinya Anda sudah mengatakan bahwa Buddha akan “begini” atau “begitu” setelah parinirvana. Kalau Anda benar-benar tidak mengatakan apa-apa, maka seharusnya Anda diam saja. Nah baru begitu benar bahwa Anda tidak mengatakan hal semacam itu.

Kapan saya pernah berbohong? Jangan menuduh sembarangan coba buktikan, AFAIK tidak pernah saya mengatakan dapat atau tidak dapat, karena merupakan spekulasi. Saya mempertanyakan konsep Buddha memancarkan maitri karuna (yang merupakan suatu kegiatan), atau melakukan kegiatan apapun setelah mencapai Parinirvana. Apakah setelah Parinirvana bisa menghitung duit atau kegiatan lainnya?   :))

Quote
TL:

Topik mana yang belum selesai? Yang belum menyelesaikan topik-topik itu saya atau mas Tan? pertanyaan sederhana seperti : APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG

TAN:

Kalau begitu anitya itu kekal atau tidak kekal? Pertanyaan ini juga TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG


Lupa ya sudah saya jawab berkali kali ya? Kenapa mas belum nyampe ya? ok deh untuk penyegaran ingatan kembali saya kutip kembali jawaban saya:

Kasihan mas Tan tinggal satu-satunya cara menjawab karena tidak tahu jawabannya

Anitya bersifat nitya atau Anitya?

Tolong diresapi dan dimengerti jawaban saya berikut ini:

Ada sanskhata Dharma dan asanskhata Dharma (Dharma yang berkondisi dan Dharma yang tidak berkondisi), suatu hal yang berkondisi atau suatu hal yang muncul maka akan lenyap kembali. Inilah yang disebut anitya.

Berbagai hal bisa muncul di alam sengsara disebabkan oleh hukum sebab dan akibat dan akan lenyap kembali (bersifat anitya) selama akarnya tidak dilenyapkan maka kondisi-kondisi akan muncul kembali. Sesuai dengan hukum pratitya sramupatda. (dari Avidya timbullah sankshara, dari sankshara timbullah vinyana, dari vinyana timbullah nama-rupa, dari nama-rupa timbullah salayatana, dstnya)
Akar dari sebab musabab tersebut adalah avidya bila avidya lenyap mungkinkah timbul vinyana/alaya vinyana? Bila tak ada vinyana mungkinkah terjadi pemancaran metta? Bila mungkin dengan apa pemancaran maitri karuna dilakukan bila vinyana tidak timbul?

Pratitya sramupatda yang merupakan lingkaran tumimbal lahir mahluk hidup, saling bergantungan yaitu: bila ini muncul maka muncullah itu. Bila ini lenyap maka lenyaplah itu. Selama ada pemunculan maka akan timbul kondisi-kondisi, bila kondisi-kondisi itu lenyap maka pemunculan juga akan lenyap. Dengan lenyapnya pemunculan maka muncul dan lenyapnya segala sesuatu juga ikut berhenti. Dengan kata lain bila tak ada pemunculan (kelahiran) maka penghentian (kematian) juga tak akan terjadi. jadi bila tak ada pemunculan maka tak ada anitya. Karena anitya adalah konsekuensi logis yang merupakan penghentian dari suatu pemunculan atau dengan kata lain suatu yang muncul akan lenyap kembali.

PERTANYAAN ANEH DARI MAS TAN: APAKAH PENGHENTIAN ITU AKAN BERHENTI JUGA ATAU TIDAK BERHENTI? Ini adalah pertanyaan gaya mas Tan yang tentu saja tidak valid.  

Demikian juga dengan nirvana,
Nirvana adalah termasuk asanskhata Dharma, sedangkan sanskhata Dharma masih masuk dalam alam samsara jika kondisi-kondisi Dharma (sanskhata Dharma) berhenti, maka asanskhata Dharma yang akan menggantikan.
Karena pada Nirvana bersifat asanskhata maka Nirvana tak berkondisi, dan karena tak berkondisi maka tak ada muncul dan lenyap kembali dengan kata lain pada Nirvana tak ada anitya.

Mungkin mas Tan masih akan bertanya lagi apakah anitya itu nitya atau anitya? Jawabnya Nirvana telah terlepas dari dualisme anitya maupun nitya karena Nirvana tak berkondisi.
Theravada tak akan menjawab Nirvana anitya karena akan muncul pandangan nihilisme, dan juga tidak nitya, karena pandangan nitya akan memunculkan eternalisme.

NIRVANA TAK BERKONDISI JADI BUKAN ANITYA MAUPUN NITYA...

Sesuai dengan kitab Udana: Ajhatam, abhutam dan asankhatam, tidak dikatakan Nirvana bersifat nitya maupun anitya. Jadi Nirvana adalah berhentinya anitya itu sendiri. Paham mas?  


Sudah saya jawab kan?
Mana jawabanmu? kesadaran bersifat anitya atau nitya
?   ^-^

Quote
TL:

Bagaimana dengan tantangan ini mas Tan?

TAN:

Tantangannya sudah saya jawab di atas. Ternyata benar bukan bahwa non Mahayanis merupakan pengikut Nirgrantha Nattaputra?

Jawab dulu mas berani atau tidak mengakui bahwa konsep Nirvana dan samsara identik itu berasal dari Hindu? Saya akan mengakui itu berasal dari Nigantha Nataputta jika mas Tan berhasil membuktikan bahwa memang benar demikian.   ;)

Quote
TL:

warna biru:
Ngaco ya? belajar dimana dikatakan aku yang padam? dimana ada dikatakan panca skandha yang membentuk aku?  di sutta mana? Anatta (tanpa aku/tanpa roh /tanpa jiwa) kalau tidak tahu jangan asal cuap mas  

TAN:

Benar nih tidak ada “aku”? Lalu pertanyaannya siapakah "TL" yang dengan rajin mengkritik ajaran Mahayana ini? Berarti bagi TL tidak ada “aku” ya? Lalu siapa yang dengan “garang” eh “kritis” mengkritiki aliran Mahayana? Ada cerita banyolan berikut ini antara seorang ahli filsafat dan temannya.

Ahli filsafat (AF): Aku bisa membuktikan aku sedang tidak berada di manapun juga.
Teman (T): Ah masa. Coba buktikan!
AF: Baik. Apakah aku sekarang berada di Mesir?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di Jepang?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di Rusia?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di ........?
T: Tidak.
(dst)
AF: Nah, bila aku tidak berada di Mesir, Jepang, Rusia,... maka tentunya aku tidak berada di manapun juga. Karena tidak berada di manapun juga, maka aku juga tidak berada di sini.
T: (bingung)
Lalu temannya memukul si ahli filsafat. “Plak!”
AF: Lho kenapa kamu memukulku?
T: Lho siapa yang memukulmu? Bukankan kamu sedang tidak berada di sini. Lalu apakah yang kupukul?

Hahahaha. Semoga Anda tidak menjadi seperti ahli filsafat itu.
Kalau memang benar bukan pancaskandha yang membentuk aku, jawab dengan jelas siapakah TL yang paling “garang” eh “kritis” dalam mengkritiki Mahayana? Terbentuk dari apakah TL yang mengetik posting di dhammacitta ini?

Dimanakah TL? di perasaankah? di jasmani kah? di bentuk-bentuk pikirankah? coba tolong jelaskan dimanakah TL?   ;)

Quote
TL:

Pintar sekali memutar balikkan fakta. Sang Buddha justru menunjukkan dengan kemampuan batin beliau agar pemuda Ambattha bisa melihat bahaya yang mengancam dirinya, sehingga ia bisa terhindar dari bahaya tersebut.

Malah dibilang mengancam busyeeetttt.

sebagai tambahan memang demikianlah Dhammatanya (hukum Dhammanya). Pangeran Siddharta waktu masih di kandungan dijaga empat dewa pelindung dengan pedang terhunus, Bodhisattva Siddhattha ketika lahir mencegah ketika beliau hendak dibuat agar bernamaskara kepada pertapa Asita, karena mencegah agar pertapa Asita kepalanya tidak pecah menjadi tujuh. (baca RAPB)

TAN:

Hukum Dhammata itu siapa yang menciptakan dan mengapa harus begitu. Anda bilang bahwa itu sudah menjadi hukum Dhammatanya. Tertulis di sutta apakah? Sekarang giliran saya minta referensi Suttanya huehuehue.
Pertanyaan lagi, ketika yakkha Vajirapani menghantamkan gadanya, sehingga kepala Ambattha pecah menjadi tujuh apakah yakkha Vajirapani juga terkena kamma buruk?
Sebenarnya secara logika Buddha tidak perlu menunjukkan dengan kemampuan batinnya agar pemuda Ambattha terlepas dari bahaya tersebut.
Aturan mainnya adalah bila ditanya sampai kali ketiga oleh Sammasambuddha, seseorang tidak menjawab, maka kepalanya akan pecah menjadi tujuh. Nah, kalau Anda beralasan hanya demi pemuda Ambattha terhindar dari bahaya, Buddha juga bisa MENGHENTIKAN PERTANYAANNYA SAMPAI KALI KEDUA SAJA. Habis perkara. Tidak perlu ada pertanyaan yang ketiga.
Lalu Pangeran Siddharta waktu masih di dalam kandungan dijaga oleh empat dewa pelindung dengan pedang terhunus. Apakah gunanya dewa pelindung itu? Apakah seorang bodhisatta yang kelak menjadi Sammasambuddha masih dapat mengalami bahaya, misalnya ibunya dicelakai orang. Nah bila tidak, apakah gunanya empat dewa pelindung itu?
Katanya, agama Buddha non kekerasan. Tetapi mengapa masih ada yakkha pembawa gada dan dewa pelindung dengan pedang terhunus? Hahahaha...jawabnya dhammatta, dhammatta, dan dhammatta, ya? huehuehuehue.

Jadi suatu hukum harus ada yang menciptakan ya mas? jadi suatu hukum ada penciptanya ya mas?  ^-^

Pengen tahu di sutta mana mengenai menjaga bayi Siddharta ya mas tan? nih linknya tangkeeepp.

http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/123-acchariyabbhutta-e.html

 :))

Quote
TL:

Ada perbedaan sikap pada suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru.
Pada Zen tindakan itu dibenarkan dan pada Non Mahayana tindakan itu tidak dibenarkan.

TAN:

Tetapi yakkha yang membawa gada nan dashyat penghantam atau peremuk kepala itu kok dibenarkan ya?


Amiduofo,

Tan

Siapa yang membenarkan ya? tauk aahhh gelappp   :))

Metta,
« Last Edit: 03 June 2009, 07:20:44 PM by truth lover »
The truth, and nothing but the truth...

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1468 on: 03 June 2009, 07:24:58 PM »
Quote
Sangha Mahayana Indonesia merupakan pemegang Dharma Niyoga tertinggi yang
berdasarkan Ajaran Agama Buddha Mahayana yang bersumber pada kitab suci Maha
Tripitaka Mahayana dengan 12 bagian sastra-sastra

Dharma Niyoga tertinggi itu artinya apa ya?

kalau ini yg tertinggi apakah yg lain tidak setinggi itu?

thanks atas jawabannya..  :x
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1469 on: 03 June 2009, 07:31:02 PM »
fiuuhhh........... #:-S
....cape juga.... (:$
....cabut aaah (dari thread ini) ........
....selamat berdiskusi teman2.... :>-


Iya aye juga, bentar lagi cabut juga nih, pantesan supplemen laris   ;D
The truth, and nothing but the truth...

 

anything