//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663481 times)

0 Members and 3 Guests are viewing this topic.

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1350 on: 02 June 2009, 05:22:23 PM »
lima hari ke Bandung dan tidak pake internet, ternyata topik ini sudah berkembang begitu pesat. Jadi tertinggal nih. Sementara ini mengamati dulu deh :)

oleh2 nya mana nech?  ^-^

kebandung ada mampir ke t4 cogan ryu tak ye? hehehe...
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1351 on: 02 June 2009, 05:29:50 PM »

oleh2 nya mana nech?  ^-^

kebandung ada mampir ke t4 cogan ryu tak ye? hehehe...

Hampir setiap hari di Bandung mendengarkan Sutra Hati jika ada waktu kosong jadi tidak terlalu sempat banyak keliling ke mana-mana... Jadi oleh-olehnya adalah terjemahan Hsin-shin Ming-nya Shengcan :)). Silahkan baca terjemahannya di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11121.0.html
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1352 on: 02 June 2009, 05:48:56 PM »
 [at]  Tan
Baiklah.. Saya merasa 'cukup' utk sekarang. Bukan berarti saya terpuaskan, ataupun saya tidak bisa memberi argumen lebih lanjut. Anyway, terima kasih utk jawabannya yg panjang.
Dan maaf utk bbrp sentilan & candaan dr sy yg bersifat pribadi.  :-[

_/\_
appamadena sampadetha

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1353 on: 02 June 2009, 06:28:16 PM »
Quote
TL:

Pemikiran Theravada adalah berdasarkan Nikaya Pali.  Nikaya Pali 99% klaim mas Tan sama dengan agama sutra. Mahayana selain Agama Sutra adalagi kanon-kanon yang lain. klaim mas Tan ajaran Mahayana tidak bertentangan satu sama lain (berararti Agama Sutra tidak bertentangan dengan Prajna Paramita dll?) Jadi pertanyaannya:

1. Apakah Agama Sutra bagian dari kitab suci Mahayana atau bukan?
2. Apakah Agama Sutra bertentangan atau tidak dengan sutra-sutra yang lain? misalnya Prajna Paramita, Avatamsaka dll?
3. Bila agama sutra tidak bertentangan dengan sutra-sutra Mahayana yang lain, bukankah seharusnya ajaran Theravada sejalan dengan Mahayana?

Gitu aja kok kagak ngatri

TAN:

Anda sudah dikasih tahu berulang-ulang tetapi tidak mau mengerti. [Ada apa ya gerangan?] Saya ulangi lagi. Selain Agama Sutra, Mahayana juga mempunyai sutra-sutra Mahayana. Apakah ajarannya bertentangan? Tergantung sudut pandang Anda. Bagi saya tidak bertentangan. Kalaupun dalam sutra-sutra Mahayana ada yang seolah-olah mencela pratyekabuddha dan sravaka, maka itu bukanlah celaan kepada suatu aliran tertentu. Anda perlu melihat konteksnya, mengapa Buddha dalam Sutra Mahayana tersebut mengatakan demikian.
Sebagai contoh dalam Saddharmapundarika Sutra, Buddha mengatakan ke 500 arahat yang meninggalkan persamuan sebagai "dikuasai." Coba liat alasannya. Para arahat itu "merasa" dirinya telah mencapai pencerahan sempurna, sehingga mengira bahwa mereka tidak perlu lagi belajar. Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan. Nah, apakah seorang arahat dalam aliran non Mahayanis dapat merasa dirinya telah mencapai pencerahan? Bila tidak, maka pengertian shravaka dan pratyekabuddha dalam Mahayana tidaklah sama dengan savaka dan paccekabuddha dalam non Mahayana. Inilah yang perlu kita tempatkan dalam proporsinya masing2. Tidak bisa semuanya dihantam sama. Jadi selama ini apa yang Anda tuduhkan sangat tidak valid.
Ajaran keduanya mungkin memang berbeda, tetapi yang berbeda belum tentu bertentangan; kecuali ada pihak-pihak yang memaksakannya sebagai pertentangan. Sejauh kita memahami konteksnya tidak ada yang perlu dianggap bertentangan.


jangan ngambang jawabnya mas Tan, berbeda atau tidak?
Tidak bertentangan adalah pendapat pribadi mas Tan.

perhatikan pernyataan Large Sutra on Perfect Wisdom berikut:
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.

Menurut Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa Arahat adalah merupakan penghentian sementara, dalam perumpamaan kota peristirahatan sementara bagi kafilah. (berarti sudah menapaki jalan tetapi belum sampai)

Tidak berbeda?   ^-^

Quote
TL:

Jelas kan? siapa menjelekkan siapa? Saya tantang mas Tan untuk mencari sutta-sutta dalam Tipitaka pali yang isinya menjelek-jelekkan, merendahkan, dan menuduh tanpa dasar aliran Buddhis yang lain.

Menuduh tanpa dasar adalah pitenah.   

TAN:

Hahaha! Sangat lucu. Ingat shravaka dan pratyekabuddha TIDAK mengacu pada suatu aliran tertentu. Bagaimana bisa dikatakan bahwa kutipan sutra di atas menjelek-jelekkan suatu aliran tertentu? Mungkin ada baiknya ada melatih logika atau kemampuan berbahasa Anda, sehingga dapat memahami suatu kutipan dengan baik. Sekarang saya balik bertanya. Oke mungkin memang benar Tipitaka Pali tidak pernah menjelek2an aliran lain, tetapi masalahnya apakah penganut Tipitaka Pali juga tidak pernah mendiskreditkan aliran lain?

kutip lagi aaahhhh....

hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.
Hayo yang suka menjelek-jelekan aliran lain siapa? 

hal 244: Because those whose thought has been set free on the level of Disciples and Pratyekabuddhas do not understand any Dharma.Karena mereka yang pikirannya telah terbebaskan pada tingkat Saravaka dan Pratyekabuddha tidak mengerti Dharma sama sekali.

Hayo yang suka merendah-rendahkan aliran lain siapa? 

hal 334: Some persons belonging to The Great Vehicle will spurn this deep Perfection of Wisdom which is the root of all the Buddha Dharmas, and decide instead to study sutra associated with the vehicles of Disciple and Pratyekabuddhas, sutras which are like branches, leaves and foliage. This also willl be Mara's deed to them.
Beberapa orang yang termasuk dalam aliran Mahayana menolak Prajna Paramita yang dalam ini, yang merupakan akar semua Buddha dharma, dan memutuskan untuk belajar Sutra yang berkenaan dengan Sravakayana dan Pratyekabuddha, sutra yang bagaikan cabang, rating dan tunas. Ini juga merupakan (hasil) pekerjaan Mara pada mereka.


Baca lagi dengan seksama dan renungkan baik-baik. Jangan asal cuap...

Quote
TL:

Inilah yang dibilang diskusi pada tataran warung kopi,  menuduh tanpa dasar, tanpa referensi


TAN:

Hahahaha. Pintar sekali Anda mengelak. Sungguh jurus mengelak Anda setajam silet. Tetapi saya kembalikan lagi ke pokok persoalannya, ya. Bila Anda tidak mau dituduh bahwa setelah nirvana "tidak ada apa-apa lagi," maka tentunya berarti Anda setuju bahwa setelah nirvana "masih ada apa-apa" bukan? Jika Anda mengatakan bahwa setelah nirvana "tidak ada apa-apa" lagi berarti "tuduhan" saya benar adanya. Hayooo jangan mengelak lagi.

Biasa debat di warung kopi tanpa referensi dan "asal nyamber" ya mas? Kalau kitab suci sudah membantah: thats it. Itulah pandangan aliran agama tersebut.

Quote
TL:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

TAN:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinirvana itu TIDAK BISA begini, TIDAK BISA begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!

Quote
TL:

baca yang warna biru, jadi tidak berbohong demi bijaksana ya mas?

TAN:

Susah juga. Anda masih ngeyel bahwa itu adalah "berbohong." Bagi saya itu tidak berbohong, jadi ungkapan Anda di atas tidak valid dan bukan keharusan bagi saya untuk menjawabnya.

Perlu saya ulangi lagi: bila mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?

Quote
TL:

Boleh. Poinnya apa? kalau saya mengatakan bahwa pemikiran Nirvana dan Samsara identik  merupakan jiplakan dari kitab suci Hindu.

poin apa yang sudah siap mas Tan buktikan dengan referensi bahwa ajaran non mahayanis berasal dari Nigantha Nataputta?

TAN:

Buku Filsafat India terbitan Pustaka Pelajar.

Inikah kutipan yang dianggap lebih berbobot? Terangkan karangan siapa dan apa credential si pengarang.

Quote
TL:

Kutip lagi aaahh THE HIGHEST TRUTH IS NO TRUTH
terjemahannya: Kebenaran / Dharma tertinggi adalah no truth (A-DHARMA)     chuckle


Benar nggak mas?   

TAN:

Salah besar dong. Bahasa Inggris Anda dapat berapa? Terus pernah belajar bahasa Sansekerta tidak? No-truth kok bisa disamakan dengan A-Dharma? Adharma itu terjemahannya yang tepat "sesuatu yang bertentangan dengan Dharma." Awalan A itu menunjukkan suatu negasi atau ingkaran. A Dharma itu lebih tepatnya NON TRUTH. No Truth artinya kebijaksanaan keshunyataan. Itu baru highest truth dan bukan diterjemahkan seenak perut sendiri sebagai A-Dharma. Lama-lama makin menggelikan juga.

NO TRUTH ARTINYA KEBIJAKSANAAN KESHUNYATAAN    ^-^  belajar bahasa Sansekerta dimana mas?  :))
Quote
TL:

Sang Buddha yang pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya sangat dalam tak terukur, tak mungkin terjebak dalam spekulasi mengenai pengalaman yang belum Beliau alami sendiri.

TAN:

Sang Buddha memang dengan pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya yang sangat dalam tak terukur memang tak mungkin terjebak dalam spekulasi..... tetapi bagaimana dengan Anda?

Saya jelas tidak pernah mengatakan Sang Buddha akan begini atau begitu setelah Parinibbana, Bagaimana dengan anda mas Tan ?   ^-^

Quote
TL:

Sekarang saya Tanya apakah Seorang Bodhisatva dalam Mahayana sudah merasakan Nirvana atau belum?

Kayaknya pertanyaan saya belum dijawab

TAN:

Saya memang tidak mau menjawabnya. Bereskan dulu topik-topik yang belum selesai.

Amiduofo,

Tan

Topik mana yang belum selesai? Yang belum menyelesaikan topik-topik itu saya atau mas Tan? pertanyaan sederhana seperti : APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG  ^-^

Metta
The truth, and nothing but the truth...

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1354 on: 02 June 2009, 06:32:22 PM »
TL:

Kalau saya bisa membuktikan bahwa itu memang ada di kitab suci Hindu beranikah mas Tan mengakui bahwa ajaran itu memang berasal dari Hindu?

TAN:

Boleh saja, asal diakui bahwa ajaran non Mahayanis itu juga berasal dari Jain alias pengikut Nigantha Nataputta. Ya kita barter lah. Heheheeheheheheh


Amiduofo,

Tan

Boleh. Poinnya apa? kalau saya mengatakan bahwa pemikiran Nirvana dan Samsara identik merupakan jiplakan dari kitab suci Hindu.

poin apa yang sudah siap mas Tan buktikan dengan referensi bahwa ajaran non mahayanis berasal dari Nigantha Nataputta?

metta

Bagaimana dengan tantangan ini mas Tan?
The truth, and nothing but the truth...

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1355 on: 02 June 2009, 06:53:59 PM »
INDRA:

Setuju, tapi OOT, kan ini cuma mau mengklarifikasi statement Sdr. Tan sebelumnya bahwa "seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan" namun faktanya, banyak sekali rujukan dalam Sutta bahwa Sang Buddha Gotama "yakin sekali" bukan sekedar "merasa" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan

TAN:

Benar. Tapi dari mana Anda tahu bahwa Sang Buddha "yakin sekali" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan? Mungkin Anda menjawab berdasarkan "kata-kata dari Sutta." Tetapi itu hanya kata-kata. Tak ada seorangpun yang akan pernah tahu apa yang sesungguhnya "diyakini" atau "dirasakan" Buddha. Sebagai tambahan lagi, Sutta2 atau Sutra2 itu tidak ditulis sendiri oleh Buddha. Semuanya diyakini berasal dari Ananda. Tetapi apakah benar dari Ananda? Secara tradisi ya. Tetapi apakah benar demikian? Kita tidak tahu. Tidak ada bukti sejarah yang menyatakan demikian. Semuanya hanya berdasarkan "belief." Oleh karena itu, bagi saya tidak seorangpun sanggup mengetahui dengan pasti atau yakin 100 % mengenai apa yang "dirasakan" atau "diyakini" Buddha.
Kedua, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, kalau memang bahwa apa yang ada dalam Sutta itu dikatakan oleh Sang Buddha, maka itu adalah semata-mata upaya Beliau untuk mengajar para makhluk. Jadi mereka mengenal bahwa ada yang disebut "Penerangan Sempurna" tersebut. Ini adalah "jalan keluar" dari samsara. Tetapi menurut pandangan Mahayana (rujukan: Sutra Hati/ Prajna Paramita Hrdaya Sutra) begitu pencerahan dicapai maka tidak ada lagi "pencerahan," alasan:

1.Tidak ada lagi dualisme antara "pencerahan" dan "bukan pencerahan."
2.Menurut Mahayana nirvana dan samsara adalah "identik" atau tanpa dualisme di antaranya.

Bila demikian, masih adakah suatu "atman" yang "merasa" tercerahi? Saya kira ini akan dapat Anda jawab dengan mudah.

Jika dikatakan bahwa Sang Buddha "yakin sekali" dan bukan sekedar "merasa" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan, maka ini akan kontradiksi dengan penjelasan rekan-rekan non Mahayanis lainnya, bahwa setelah seseorang mencapai nirvana, segenap pancaskandha yang membentuk suatu "aku" telah padam. Jika sang "aku" telah padam, apakah mungkin ada "aku" yang merasa tercerahi?
Saya kira penjelasan saya tidak OOT. Semoga penjelasan singkat ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

membandingkan suatu ajaran adalah membandingkan apa yang tertulis di kitab sucinya, bukan membandingkan pendapat pribadi. Jangan mengungkapkan pendapat pribadi. Kalau seseorang mengucapkan Namo Omitofo dsbnya apakah bisa dikatakan bahwa mantra Namo Omitofo berasal dari orang itu?. Apa yang tertulis di kitab suci yang diakui oleh umat aliran tersebut mewakili pandangan aliran tersebut. That's it.

warna biru:
Ngaco ya? belajar dimana dikatakan aku yang padam? dimana ada dikatakan panca skandha yang membentuk aku?  di sutta mana? Anatta (tanpa aku/tanpa roh /tanpa jiwa) kalau tidak tahu jangan asal cuap mas   ;)
The truth, and nothing but the truth...

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1356 on: 02 June 2009, 07:03:41 PM »
Tambahan untuk Xuvie:

Di dalam mazhab non Mahayanis ada juga ancaman. Bila tidak percaya silakan baca Ambattha Sutta. Kisah mengenai pemuda Ambattha yang pada mulanya tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha sebanyak dua kali. Buddha berkata bahwa jika seseorang tidak bersedia menjawab pertanyaan seorang Buddha hingga kali ketiga, maka kepala orang itu akan dipecahkan oleh yakkha Vajirapani yang saat itu sudah siap dengan senjata gadanya. Nah, menurut Anda apakah itu ancaman?
Selanjutnya, menurut ajaran Buddha kejahatan-kejahatan besar: melukai Buddha, membunuh ayah, membunuh ibu, dll dapat menjerumuskan seseorang ke neraka Avichi. Nah, apakah itu bukan ancaman?

Amiduofo,


Tan

Pintar sekali memutar balikkan fakta. Sang Buddha justru menunjukkan dengan kemampuan batin beliau agar pemuda Ambattha bisa melihat bahaya yang mengancam dirinya, sehingga ia bisa terhindar dari bahaya tersebut.

Malah dibilang mengancam busyeeetttt.

sebagai tambahan memang demikianlah Dhammatanya (hukum Dhammanya). Pangeran Siddharta waktu masih di kandungan dijaga empat dewa pelindung dengan pedang terhunus, Bodhisattva Siddhattha ketika lahir mencegah ketika beliau hendak dibuat agar bernamaskara kepada pertapa Asita, karena mencegah agar pertapa Asita kepalanya tidak pecah menjadi tujuh. (baca RAPB)
The truth, and nothing but the truth...

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1357 on: 02 June 2009, 07:12:11 PM »
INDRA:

Begini Sdr. Tan, saya tidak bisa membuktikan kebenaran/ketidak-benaran Tipitaka, jadi saya memilih untuk mengikuti para guru saya untuk mempercayai Tipitaka sampai terbukti salah, dan saya kira anda pun tidak memiliki kualifikasi untuk membantah kebenaran Tipitaka (maaf kalau dugaan saya salah). jadi untuk diskusi kita sebaiknya kita kesampingkan dulu pembahasan benar/salahnya isi Tipitaka.

nah bahwa terdapat banyak rujukan dalam Sutta yang mengatakan bahwa Sang Buddha menyatakan dirinya telah mencapai Pencerahan yang berarti mengkronfontasi statement anda berikut ini:

"Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan."

saya kira akan lebih bijaksana anda mengemukakan rujukan yg sah untuk membantah ini. tidak cukup hanya dengan diplomasi. maksud saya, tolong tunjukkan sutta/sutra di mana Sang Buddha tidak menganggap dirinya tercerahkan.

TAN:

Oooo.. Anda mau rujukan ya? Oke2.. saya beri. Rujukannya adalah Sutra Hati atau Sutra Prajna Paramita Hrdaya. Silakan simak baik-baik:

"Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang melaksanakan Samadhi kebijaksanaan Sempurna untuk mencapai pantai sana (nirvana). Dalam pengamatan bathin dalam samadhinya,Beliatu telah menyaksikan dengan jelas sekali,bahwa lima kelompok kegemaran (Panca Skhanda) itu sebenarnnya kosong/tanpa inti. Dengan menyadari hal itu, maka Sang Avalokitesvara telah dapat terbebas dari sengsara dan derita.
O, Sariputra, wujud (rupa) tiada bedannya dengan kosong (sunya). Dan kosong (Sunya) juga tiada bedannya dengan wujud (rupa), jadi wujud pada hakekatnya sama dengan kosong dan kosong sama dengan wujud. Demikianlah pula halnya dengan perasaan, pikiran, tindak kemauan, dan kesadaran itu.

Sariputra, kekosongan dari semua bendainitidak dilahirkan,tidak termusnakan, tidak kotor, tidak bersih, tidak bertambah pun tidak berkurang.

Oleh karenanya,dengan kekosongan itu tiada berwujud,tiada perasaan, pikiran,tindak kemauan, dan kesadaran; tiada mata, telinga, hidup, lidah,tubuh danakal; tiada wujud, suara, bau rasa, sentuhan dan ide gagasan ; tiada alam penglihatan sampailah tiada alam kemampuan pikiran dan kesadaran (delapan belas alam pengenal)

Tiada ada kebodohan (avijja) pun tiada ada akhir kebodohan, sampai pun usia dan kematian, juga tiada ada akhir usia tua dan kematian. Tiada ada derita (Dukha), timbunan derita (samudaya), penghapusan derita(Nirodha) dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada ada kebijaksanaan pun tiada ada yang DICAPAI (DIREALISASI).

Karena tiadayang DICAPAI (DIREALISASI), maka Bodhisattva mengandalkan kebijaksanaan sempurna untuk mencapai pantai sana; oleh karena itu sanubarinya terbebaskan dari segala kemelekatan dan rintangan.

Karena tiada kemelekatan dan rintangan, maka tiada takut dan khwatir, dan mereka dapat bebas dari lamuna dan ketidaklaziman, dengan begitu mencapa Parinirvana.

Para Buddha dari jaman dahulu, sekarang dan yang akan datang mengandalkan pada kebijaksanaan sempurna memperoleh kesadaran tertinggi.

Maka kita tahu bahwa Maha Prajna Paramita adalah Mantra suci yang Agung, Mantra yang terunggul dan Mantra yang tiada taranya; yang benar dan pasti dapa menghapuskan semua derita.

Karena beliau mengucapkan Mantra Prajna Paramita yang berbunyi :
Gate Gate Paragate Parasamgate Boddhi Svaha !
Prajna Paramita Hrdaya Sutra"

Silakan perhatikan kata "DIREALISASI" yang saya tulis dengan huruf besar. Kata itu mengacu pada Penerangan Sempurna.

Sebelumnya, saya selaku umat Mahayana dengan tegas menyatakan bahwa Sutra-sutra Mahayana adalah juga berasal dari Hyang Buddha Sakyamuni. Sama seperti Anda, saya juga mengikuti guru-guru saya berpegang pada Sutra-sutra Mahayana, sampai terbukti bahwa sutra2 tersebut salah.

Jadi berdasarkan Sutra Hati di atas jelas sekali Buddha menyatakan bahwa setelah seorang merealisasi Penerangan Sempurna maka justru tiada lagi Penerangan Sempurna. Konsep ini bagi saya sudah cukup jelas, tetapi entah bagi Anda.
Kedua, konsep ini sudah jelas sekali bagi umat yang paham filosofi Mahayana dan bagi umat Mahayana tidak akan timbul pertanyaan2 semacam ini. Nah kutipan Sutra di atas sudah dengan jelas membuktikan bahwa Buddha tidak "merasa" dirinya tercerahkan. Saya kira sudah cukup jelas.

Amiduofo,

Tan





Maksudnya apa? Nirvana dan Samsara identik kenapa harus terlepas dari Samsara?  ^-^

Kekosongan tiada wujud, pikiran tindakan, perasaan , kemauan dan kesadaran, Tapi ada kesadaran yang terus menerus memancarkan maitri karuna  ^-^

Sudah cukup jelas, bahkan jelas sekali    ^-^
The truth, and nothing but the truth...

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1358 on: 02 June 2009, 07:17:58 PM »
Tambahan:

Mungkin memang ada bhikshu yang memukuli atau menyakiti muridnya dengan kebencian, tetapi ini adalah oknum dan tidak mencerminkan ajaran Mahayana itu sendiri. Ini juga umum dalam agama atau aliran lainnya. Saya ingat kata-kata  dalam film Angel and Demon: "Agama itu ada kekurangannya, tetapi itu dikarenakan kelemahan manusia."

Om Mani Padme Hum,

Tan

Ada perbedaan sikap pada suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru.
Pada Zen tindakan itu dibenarkan dan pada Non Mahayana tindakan itu tidak dibenarkan.

metta
The truth, and nothing but the truth...

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1359 on: 02 June 2009, 07:18:47 PM »
Br. truth lover, harap diskusi dengan baik.

Ini bukan tempat tantang menantang. Percuma diskusi Dharma tapi dengan pikiran menantang lawan.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1360 on: 02 June 2009, 07:27:53 PM »
Br. truth lover, harap diskusi dengan baik.

Ini bukan tempat tantang menantang. Percuma diskusi Dharma tapi dengan pikiran menantang lawan.

_/\_
The Siddha Wanderer

Mas Gandalf Saya harap anda juga menegur masTan karena mengatakan bila ada yang menjual maka saya beli, karena ini bukan tempat untuk mengeluarkan kata-kata seperti itu, mana yang lebih menantang? kata-kata mas Tan atau kata-kata saya? Saya hanya menantang pembuktian.

Saya kira tantangan saya masih sehat dalam pembuktian suatu argumentasi.

Metta,
The truth, and nothing but the truth...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1361 on: 02 June 2009, 07:30:12 PM »
lima hari ke Bandung dan tidak pake internet, ternyata topik ini sudah berkembang begitu pesat. Jadi tertinggal nih. Sementara ini mengamati dulu deh :)
Kenapa gak lapor nih :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1362 on: 02 June 2009, 07:34:27 PM »
Ok. Tapi silahkan keluarkan pembuktian anda sendiri... bukankah belum anda keluarkan? Yang soal samsara dan Nirvana? Jadi tentu tidak sekedar "menantang" bukan?

Saya sendiri mungkin terlewat kalo bro Tan mengucapkan kalimat seperti itu, tapi kalau saya tahu tentu akan saya peringatkan. Di samping itu selama ini saya lihat bro Tan telah menjawab dengan bahasa yang kritis namun cukup sopan.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1363 on: 02 June 2009, 07:38:08 PM »
Saya harap mas Gandalf mengerti, saya memiliki hak menjawab kepada orang yang saya inginkan.
Dan pertanyaan ini bukan ditujukan kepada mas Gandalf. Jadi tak perlu penasaran bila tidak saya jawab.

Metta,
The truth, and nothing but the truth...

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1364 on: 02 June 2009, 09:02:51 PM »
TANGGAPAN TERPADU UNTUK TL

Wah TL muncul lagi nih hehehehee........

TL:

jangan ngambang jawabnya mas Tan, berbeda atau tidak? Tidak bertentangan adalah pendapat pribadi mas Tan.
perhatikan pernyataan Large Sutra on Perfect Wisdom berikut:
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment. Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.

Menurut Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa Arahat adalah merupakan penghentian sementara, dalam perumpamaan kota peristirahatan sementara bagi kafilah. (berarti sudah menapaki jalan tetapi belum sampai)

Tidak berbeda?

TAN:

Dalam menjawab suatu diskusi seseorang berhak mengemukakan apa yang merupakan pendapat pribadinya. Tidak ada larangan dalam mengemukakan pendapat pribadinya. Saya harap Anda cukup mengerti demokrasi dan sanggup menghargai pandangan pribadi orang lain. Dan pendapat pribadi saya adalah “tidak bertentangan.” Apa yang berbeda belum tentu bertentangan.

Mari kita cermati Sutra Astasahasrika Prajnaparamita (The Large Sutra of Perfect Wisdom), terjemahan Edward Conze, tentu saya juga punya bukunya. Anda sayangnya hanya memotong sebagian saja dan tidak melihat bagian atasnya:

Coba lihat bagian VI halam 172:

The Bodhisattva should fulfil the six perfections. (Because having stood in these six perfections, the Buddhas and Lords, and the Disciples and Pratyekabuddhas, have gone, do go and will go to the other shore of the flood of the fivefold cognizable.....

Nah jelas sekali menurut kutipan di atas para Shravaka dan Pratyeka buddha juga akan menuju ke Pantai Seberang (other shore) asalkan mereka menjalankan enam paramita (six perfections).

Anda lalu mengutip potongan di bawah ini:

A Bodhisattva should avoid disciple THOUGHT and Pratyekabuddha THOUGHT.

Perhatikan di belakangnya ada kata thought yang artinya “pemikiran.” Jadi Anda harus bedakan bahwa “pemikiran seorang shravaka” tidaklah identik dengan “shravaka” itu sendiri.
Apa yang dimaksud dengan “pemikiran shravaka” adalah perasaan bahwa semuanya sudah selesai. Padahal belum. Ibaratnya Anda merasa sudah mengerjakan semua soal, tetapi ternyata di balik kertas ujian Anda masih ada soal-soal lain yang belum dikerjakan. Nah, kurang lebih analoginya begitu. Tentunya kalau dipahami seperti itu, tidak ada pertentangan dengan Sutra Saddharmapundarikan yang menyatakan bahwa itu adalah penghentian sementara.

Sampai di sini kontradiksinya sudah terpecahkan.

TL:

kutip lagi aaahhhh....

hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.
Hayo yang suka menjelek-jelekan aliran lain siapa?  

hal 244: Because those whose thought has been set free on the level of Disciples and Pratyekabuddhas do not understand any Dharma.Karena mereka yang pikirannya telah terbebaskan pada tingkat Saravaka dan Pratyekabuddha tidak mengerti Dharma sama sekali.

Hayo yang suka merendah-rendahkan aliran lain siapa?  

hal 334: Some persons belonging to The Great Vehicle will spurn this deep Perfection of Wisdom which is the root of all the Buddha Dharmas, and decide instead to study sutra associated with the vehicles of Disciple and Pratyekabuddhas, sutras which are like branches, leaves and foliage. This also willl be Mara's deed to them.
Beberapa orang yang termasuk dalam aliran Mahayana menolak Prajna Paramita yang dalam ini, yang merupakan akar semua Buddha dharma, dan memutuskan untuk belajar Sutra yang berkenaan dengan Sravakayana dan Pratyekabuddha, sutra yang bagaikan cabang, rating dan tunas. Ini juga merupakan (hasil) pekerjaan Mara pada mereka.

Baca lagi dengan seksama dan renungkan baik-baik. Jangan asal cuap...

TAN:

Andalah yang seharusnya jangan asal cuap-cuap. Pada kenyataannya ada ga aliran Shravaka dan Pratyekabuddha? Apakah aliran Theravada itu identik dengan aliran Shravaka dan Pratyekabuddha? Saya kira tidak demikian, karena dalam Theravada juga ada ajaran tentang Bodhisatta (Jataka) dll. Selain itu, dalam Theravada juga diajarkan Dasa Parami, yang mirip dengan Sad Paramita Mahayana. Oleh karena itu, adalah gegabah menyatakan bahwa Shravaka dan Pratyekabuddha itu identik dengan satu aliran tertentu.
Kalau Anda merasa bahwa ungkapan di atas mendiskreditkan aliran tertentu, maka itu adalah pendapat pribadi Anda sendiri.
Anda harus membuktikan bahwa dalam sejarah memang ada aliran Shravaka dan Pratyekabuddha (dalam artian hanya mengajarkan untuk menjadi shravaka dan pratyekabuddha).

TL:

Biasa debat di warung kopi tanpa referensi dan "asal nyamber" ya mas? Kalau kitab suci sudah membantah: thats it. Itulah pandangan aliran agama tersebut.

TAN:

Inikah cara mengelak dari menjawab pertanyaan ya? Anda biasa gaya debat tukang ojek ya yang asal lari begitu saja. (omong2 ke Senayan ongkosnya berapa Mas TL? huehuehue).
Sudah kembali ke topik. Pertanyaannya kembali lagi. Kalau Anda menolak bahwa sesudah nirvana “tidak ada apa-apa lagi,” maka tentunya sesudah nirvana ada “apa-apa lagi” bukan? Hayo kali ini jangan mungkir.

TL:

Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!

TAN :

Mari kita kilas balik.

Bukankah Anda (TL) yang mulai dulu dengan mengatakan:

“Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Kemudian saya tanggapi:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinirvana itu TIDAK BISA begini, TIDAK BISA begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Ternyata Anda menanggapi lagi dengan: “Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!”

Terpaksa saya tanggapi lagi dengan pernyataan yang sama: “Dimana dikatakan begitu? Jangan asal nyebut !!!”

TL:

Perlu saya ulangi lagi: bila mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?

TAN:

OOT. Tidak akan saya jawab.

TL:

Inikah kutipan yang dianggap lebih berbobot? Terangkan karangan siapa dan apa credential si pengarang.

TAN:

Hari ini saya akan jawab tantangan Anda.  Silakan baca buku GEM IN THE LOTUS: THE SEEDING OF INDIAN CIVILIZATION, karya Abraham Eraly, halaman 192:

“The worship of Tirthankaras was especially incongruous, for they, having attained nirvana, had nothing more to do with the affairs of the world, and could not in any way help the worshipper.”

Nah cukup jelas terjemahannya, ya. Bandingan dengan ajaran non Mahayanis yang menyatakan bahwa setelah Buddha parinibanna tidak mungkin memancarkan maitri karuna lagi. Saya melihat kemiripan yang sangat nyata.

TL:

Saya jelas tidak pernah mengatakan Sang Buddha akan begini atau begitu setelah Parinibbana, Bagaimana dengan anda mas Tan ?

TAN:

Bohong! Kalau begitu Anda setuju bahwa setelah parinirvana Buddha  tidak dapat lagi memancarkan maitri karuna. Itu artinya Anda sudah mengatakan bahwa Buddha akan “begini” atau “begitu” setelah parinirvana. Kalau Anda benar-benar tidak mengatakan apa-apa, maka seharusnya Anda diam saja. Nah baru begitu benar bahwa Anda tidak mengatakan hal semacam itu.

TL:

Topik mana yang belum selesai? Yang belum menyelesaikan topik-topik itu saya atau mas Tan? pertanyaan sederhana seperti : APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG

TAN:

Kalau begitu anitya itu kekal atau tidak kekal? Pertanyaan ini juga TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG

TL:

Bagaimana dengan tantangan ini mas Tan?

TAN:

Tantangannya sudah saya jawab di atas. Ternyata benar bukan bahwa non Mahayanis merupakan pengikut Nirgrantha Nattaputra?

TL:

warna biru:
Ngaco ya? belajar dimana dikatakan aku yang padam? dimana ada dikatakan panca skandha yang membentuk aku?  di sutta mana? Anatta (tanpa aku/tanpa roh /tanpa jiwa) kalau tidak tahu jangan asal cuap mas  

TAN:

Benar nih tidak ada “aku”? Lalu pertanyaannya siapakah "TL" yang dengan rajin mengkritik ajaran Mahayana ini? Berarti bagi TL tidak ada “aku” ya? Lalu siapa yang dengan “garang” eh “kritis” mengkritiki aliran Mahayana? Ada cerita banyolan berikut ini antara seorang ahli filsafat dan temannya.

Ahli filsafat (AF): Aku bisa membuktikan aku sedang tidak berada di manapun juga.
Teman (T): Ah masa. Coba buktikan!
AF: Baik. Apakah aku sekarang berada di Mesir?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di Jepang?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di Rusia?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di ........?
T: Tidak.
(dst)
AF: Nah, bila aku tidak berada di Mesir, Jepang, Rusia,... maka tentunya aku tidak berada di manapun juga. Karena tidak berada di manapun juga, maka aku juga tidak berada di sini.
T: (bingung)
Lalu temannya memukul si ahli filsafat. “Plak!”
AF: Lho kenapa kamu memukulku?
T: Lho siapa yang memukulmu? Bukankan kamu sedang tidak berada di sini. Lalu apakah yang kupukul?

Hahahaha. Semoga Anda tidak menjadi seperti ahli filsafat itu.
Kalau memang benar bukan pancaskandha yang membentuk aku, jawab dengan jelas siapakah TL yang paling “garang” eh “kritis” dalam mengkritiki Mahayana? Terbentuk dari apakah TL yang mengetik posting di dhammacitta ini?

TL:

Pintar sekali memutar balikkan fakta. Sang Buddha justru menunjukkan dengan kemampuan batin beliau agar pemuda Ambattha bisa melihat bahaya yang mengancam dirinya, sehingga ia bisa terhindar dari bahaya tersebut.

Malah dibilang mengancam busyeeetttt.

sebagai tambahan memang demikianlah Dhammatanya (hukum Dhammanya). Pangeran Siddharta waktu masih di kandungan dijaga empat dewa pelindung dengan pedang terhunus, Bodhisattva Siddhattha ketika lahir mencegah ketika beliau hendak dibuat agar bernamaskara kepada pertapa Asita, karena mencegah agar pertapa Asita kepalanya tidak pecah menjadi tujuh. (baca RAPB)

TAN:

Hukum Dhammata itu siapa yang menciptakan dan mengapa harus begitu. Anda bilang bahwa itu sudah menjadi hukum Dhammatanya. Tertulis di sutta apakah? Sekarang giliran saya minta referensi Suttanya huehuehue.
Pertanyaan lagi, ketika yakkha Vajirapani menghantamkan gadanya, sehingga kepala Ambattha pecah menjadi tujuh apakah yakkha Vajirapani juga terkena kamma buruk?
Sebenarnya secara logika Buddha tidak perlu menunjukkan dengan kemampuan batinnya agar pemuda Ambattha terlepas dari bahaya tersebut.
Aturan mainnya adalah bila ditanya sampai kali ketiga oleh Sammasambuddha, seseorang tidak menjawab, maka kepalanya akan pecah menjadi tujuh. Nah, kalau Anda beralasan hanya demi pemuda Ambattha terhindar dari bahaya, Buddha juga bisa MENGHENTIKAN PERTANYAANNYA SAMPAI KALI KEDUA SAJA. Habis perkara. Tidak perlu ada pertanyaan yang ketiga.
Lalu Pangeran Siddharta waktu masih di dalam kandungan dijaga oleh empat dewa pelindung dengan pedang terhunus. Apakah gunanya dewa pelindung itu? Apakah seorang bodhisatta yang kelak menjadi Sammasambuddha masih dapat mengalami bahaya, misalnya ibunya dicelakai orang. Nah bila tidak, apakah gunanya empat dewa pelindung itu?
Katanya, agama Buddha non kekerasan. Tetapi mengapa masih ada yakkha pembawa gada dan dewa pelindung dengan pedang terhunus? Hahahaha...jawabnya dhammatta, dhammatta, dan dhammatta, ya? huehuehuehue.

TL:

Ada perbedaan sikap pada suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru.
Pada Zen tindakan itu dibenarkan dan pada Non Mahayana tindakan itu tidak dibenarkan.

TAN:

Tetapi yakkha yang membawa gada nan dashyat penghantam atau peremuk kepala itu kok dibenarkan ya?


Amiduofo,

Tan
« Last Edit: 02 June 2009, 09:08:11 PM by Tan »

 

anything